Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

Tentang
LANDASAN KULTURAL DAN LANDASAN PSIKOLOGI
PENDIDIKAN

Oleh:
Nama Kelompok 2:
1. Ariful khairi ( 1705122489 )
2. Armi Parlusi Putri ( 1705122283 )
3. Reyvani Rahmawati ( 1705122381 )
4. Rumaisa Indah Dalimunte ( 1705122308 )
5. Wahyudi Parlindungan (

Dosen pengampu: Enda Puspita Sari,M.Pd.

Pendidikan Matematika

Jurusan PMIPA

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2017

1
Kata Pengantar

Pujui sukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena
itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang
dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar
pada kebudayaanbangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab
kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik
secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan
pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana
proses pendidikan itu berlangsung. Dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil
cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah
laku, dan teknologi yang dipelajarin dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat
tertentu.
Psikologi pendidikan adalah studi tentang bagaimana manusia belajar
dalam setting pendidikan, efektivitas intervensi pendidikan, Psikologi pengajaran,
dan Psikologi sosial sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan
dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, sering fokus pada subkelompok
seperti anak-anak berbakat dan mereka tunduk pada cacat tertentu. Peneliti dan
ahli teori yang cenderung diidentifikasi di Amerika Serikat dan Kanada sebagai
psikolog pendidikan, sementara praktisi di sekolah atau sekolah yang terkait
dengan pengaturan yang diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Namun
perbedaan ini tidak dibuat di Inggris, di mana istilah generik untuk praktisi adalah
"psikolog pendidikan". Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
pendidikan peranan Psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis Psikologi akan
membantu para pendidik memahami struktur Psikologi s anak didik dan kegiatan-

4
kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan
secara efektif.
Oleh karena itu kami membuat makalah ini untuk memberikan pandangan
tentang landasan kultural dan psikologi pendidikan untuk mencegah terjadinya
beban Psikologi pada peserta didik serta dapat melakukan pendekatan secara baik
antara pendidik dan peserta didik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Landasan Kultural dan Psikologi Pendidikan?
2. Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional.
3. Apa kontribusi landasan Psikologi pendidikan dalam proses belajar?
4. Apa saja bentuk Psikologi dalam pendidikan?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa tahu pengertian landasan kultural dan psikologi
pendidikan
2. Agar mahasiswa mengetahui bahwa Kebudayaan Nasional sebagai
landasan Sistem Pendidikan Nasional ( Sikdiknas )
3. Agar mahasiswa mengetahui kontribusi landasan psikologi pendidikan
dalam proses belajar
4. Agar mahasiswa mengetahui bentuk psikologi dalam pendidikan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. LANDASAN KULTURAL PENDIDIKAN


1. Pengertian Landasan Kultural Pendidikan
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni,hukum, moral, adat, dan kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat
(Imran Manan,1989).
Hal ini tidak di setujui Hassan (1983), Ia mengemukakan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi
aksi-aksi terhadap dan oleh
sesama manusia sebagai anggota masyarakatyang merupakan kepandaian, keperca
yaan, kesenian, moral, hukum,adat istiadat dan lain-lain kepandaian.
Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah
dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat (Imran Manan,1989).
Ada 8 Komponen Kebudayaan sbb:
1. Gagasan 5. Benda
2. Ideologi 6. Kesenian
3. Norma 7. Ilmu
4. Teknologi 8. Kepandaian
Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang
bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk
memahami kehidupan berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian
kita pada berbagai dimensi (Sastrapratedja, 1992:145): kebudayaan terkait dengan
ciri manusia sendiri sebagai mahluk yang belum selesai dan harus berkembang,
maka kebudayaan juga terkait dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang
asasi:
(1) Kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam
menghadapi lingkungannya,

6
(2) Kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem sosial.
Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial dalam arti ikut
serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem sosial.
Kebudayaan dapat dikelompokan menjadi tiga macam,yaitu:
1. Kebudayaan umum,misalnya kebudayaan Indonesia
2. Kebudayaan daerah,misalnya kebudayaan Jawa,Bali,Sunda,dan sebagainya
3. Kebudayaan populer,suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih
pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.Misalnya,lagu-lagu
populer,model film musiman dan sebagainya.
Kerber dan Smith menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam
kehidupan manusia,yaitu:
1. Penerus keturunan dan pengasuh anak.
Suatu fungsi yang menjamin kelangsungan hidup biologis kelompok
sosial,budaya mendidik yang baik akan banyak orang melaksanakan KB,proses
persalinan yang tidak menakutkan,dan pengasuhan anak secara profesional.
2. Pengembangan kehidupan berekonomi.
Pendidikan sebagai budaya akan membuat orang mampu menjadi pelaku
ekonomi yang baik, bisa berproduksi secara efektif dan efisien, dan
mengembangkan bakat ekonomi bidang tertentu.
3. Transmisi budaya.
Mampu membentuk dan mengembangkan generasi baru menjadi orang-
orang dewasa yang berbudaya,terutama berbudaya nasional.
4. Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak
mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama
yang dipeluknya.
5. Pengendalian sosial
Yaitu pelembagaan konsep-konsep untuk melindungi kesejahteraan
individu dan kelompok. Ada sejumlah lembaga yang berfungsi melindungi
kesejahteraan masyarakat, seperti lembaga hukum, lembaga konsumen, badan

7
pelestarian lingkungan, lembaga permasyarakatan, lembaga pendidikan, dan
sebagainya.
6. Rekreasi
Kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan kepada orang untuk
memuaskan kebutuhannya akan permainan-permainan atau untuk main-main.

Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat


dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan hal
itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya.
Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai persamaan dan perbedaan dalam
berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak harus mempelajari dari anggota
masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian tertentu dari dalam
peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan mempelajari tingkah laku
yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah lakunya sendiri
menjadikan anak sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, anak-anak harus
diajarkan polapola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok setiap sisitem pendidikan
adalah untuk mengajarkan anak-anak pola-pola tingkah laku yang essensial
tersebut.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah
laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya
ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan
formal. Cara informal terjadi di dalam keluarga, dan nonformal dalam masyarakat
yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara
formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan.
Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah
laku anak didik. Jika masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka
miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan.
Oleh sebab itu, anggota masyarakat tersebut berusaha melakukan
perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga
terbentuklah pola tingkah laku, nilai-nilai, dan norma-norma baru yang sesuai

8
dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola tingkah
laku, norma-norma dan nilai-nilai baru ini disebut transformasi kebudayaan.
Lembaga social yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi
kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.
Pada masyarakat primitive, transmisi kebubayaan dilakukan secar informal
dan nonformal, sedangkan pada masyarakat yang telah maju transmisi
kebudayaan dilakukan secara informal, nonformal dan formal. Pemindahan
kebudayaan secara formal ini melalui lembaga-lembaga social, utamanya sekolah.
Pada masyarakat yang sudah maju, sekolah sebagai lembaga social mempunyai
peranan penting sebab pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransmisi
kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk
mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan
zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda
pendidikan, yakni sebgai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan.

2. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional


(Sisdiknas)
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena
itu, dalam UU RI No 2 Tahun 1989 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa yang
dimaksud dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar
pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yag berdasarkan pada Pancasila dan UUD
1945. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah
masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih
tepat disebut kebudaayan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan
Nusantara itu dan yang diterima secara nasional disebut kebudayaan nasional.
Di bidang pendidikan nasional misalnya penataan laporan pikir harus
dilakukan dalam sistem pendidikan nasional dengan tujuan menghilangkan unsur-
unsur yang mendorong orientasi persaingan yang berlebihan dan tidak fair, atau
bahkan telah menimbulkan semacam permusuhan (dimulai dari sistem ranking,
perbedaan jenis dan kualitas sekolah, lengkap dengan istilahnya seperti sekolah

9
unggulan dan bukan sekolah unggulan, hingga persaingan antar sekolah yang
berwujud tawuran pelajar dan perbuatan negatif lainnya). Persaingan harus
sebatas berlomba, bukan eksklusivisme yang mengakibatkan renggangnya
kerukunan sosial. Penataan pola pikir sistem pendidikan nasional harus
menumbuhkan pola kerjasama antar siswa, misalnya melalui praktek-praktek
kegiatan belajar yang diisi proyek bersama siswa dalam pembahasan materi
pelajar, atau pelaksanaan seni-budaya dan reaksi bersama antar sekolah-sekolah,
menanamkan kesadaran sebagai siswa sekolah Indonesia, dimanapun tempat
bersekolahnya.
Ciri-ciri kebudayaan nasional menurut Umar Khayam :
1. Afeksi yang memiliki atau mengandung :
a) Sikap jujur dalam semua bidang.
b) Tidak munafik, tidak berbeda antara apa yang dipikirkan dengan diucapkan
atau dikerjakan.
c) Tulus dan ikhlas dalam semua pekerjaan yang harus dilakukan, tidak terlalu
banyak pertimbangan untung dan rugi.
2. Sistem politik yang ban penghalang demokratis, yaitu ;
a) Pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat.
b) Rakyat selalu mendapat kesempatan untuk mempertanyakan perihal
pemerintahannya.
3. Sistem Ekonomi yang :
a) Memberi kesempatan adil kepada semua warga negara untuk mendapat
penghidupan dan kehidupan yang layak sesuai dengan harkat kemanusiaan.
b) Mampu menciptakan pasar luas untuk bersaing.
c) Menyalurkan hasil penjualan untuk kesejahteraan yang relatif merata pada
seluruh masyarakat.
4. Sistem pendidikan yang :
a. Sanggup menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh
warga negara untuk mendapatkan pendidikan, yang menjamin dapat menemukan
atau mengadakan lapangan pekerjaan yang dipilihnya.

10
b. Mampu mendorong perimbangan ilmu dan teknologi yang setinggi-
tingginya.
5. Sistem kesenian yang :
a) Mampu mengembangkan sussana kehidupan kesenian yang kaya dan penuh
vitalitas.
b) Tanpa adanya beban terhadap pernyataan kesenian.
6. Sistem kepercayaan yang :
a. Sehat, toleransi, dan damai
b. Memberi tempat seluas-luasnya kepada semua bentuk agama untuk
berlangsung secara selamat dan tentram.

B. LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN


1. Pengertian Landasan Psikologi Pendidikan
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang artinya jiwa. Logos
berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar
belakangnya. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya
berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi
tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh
secara sistematis dengan metode-metode ilmiah

Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang
mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan
mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi olaeh alam sekitar. Jiwa
manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu
melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan Psikologi pendidikan
merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai
informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia

11
perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai
dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan
proses pendidikan.

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang


ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang
pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas
individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh
melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari
penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik, dan pendekatan
psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah dalam
pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik
manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku
dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku merupakan manifestasi dari
ciri-ciri kehidupan baik yang tampak maupun tidak tampak perilaku
kognitif, afektif, psikomotor.

2. Kontribusi Psikologi pendidikan dalam proses belajar


a. Kontribusi Psikologi pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.

Kajian Psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan


kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek
perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran
Psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian Psikologi ini
memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan
dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta
didik.
Secara Psikologi, manusia merupakan individu yang unik. Dengan
demikian, kajian Psikologi dalam pengembangan kurikulum seyogyanya
memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari
segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta
karakterisktik-karakteristik individu lainnya.

12
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan
kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang
dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metodepenyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum
yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada
intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus
memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi,
kajian Psikologi terutama berkenaan dengan aspek-aspek:
(1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks;
(2) pengalaman belajar siswa;
(3) hasil belajar (learning outcomes), dan
(4) standarisasi kemampuan siswa.

b. Kontribusi Psikologi pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran

Kajian Psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang


mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam
pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant
conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran
lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing
teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan
sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian Psikologi pendidikan telah melahirkan pula
sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng
Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1) Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan

13
2) Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan
bukan karena dipaksakan oleh orang lain.

3) Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha


dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.

4) Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.

5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.

6) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.

7) Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun


termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.

8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.

9) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar


dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.

10) Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar
tujuan-tujuan lain.

11) Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.

12) Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.

13) Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

c. Kontribusi Psikologi pendidikan terhadap Sistem Penilaian

Penilaian pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam


pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan.
Melaui kajian Psikologi s kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja
yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau
pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian Psikologis telah memberikan sumbangan nyata
dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik,
terutama setelah dikembangkannya berbagai tes Psikologis, baik untuk mengukur
tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal
sejumlah tes Psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur

14
potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial
Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya
melalui pengukuran Psikologi s, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan
proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat
dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan Psikologi pendidikan
bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti
mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan
usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan.
Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara Psikologi. Di
dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan
yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya.
Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut
Psikologi.
Dengan demikian, Psikologi adalah salah satu landasan pokok dari
pendidikan. Antara Psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang
sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan
Psikologi menelaah gejala-gejala Psikologi dari manusia. Dengan demikian
keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

3. Bentuk Psikologi pendidikan


a. Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-
pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-
tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan
ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang

15
membuat kelompokkelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan
satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan
intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu,
dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan
seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan
pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan
yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek
perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap
perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor
tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya
pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.

Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan


anak atas empat tahap yaitu :
1)Masa bayi dari 0 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2)Masa anak dari 2 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru
seperti hidup manusia primitif.
3)Masa pubertas dari 12 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan
kemauan untuk berpetualang.
4)Masa adolesen dari 15 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata
hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.

b. Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat
atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara Psikologi, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara

16
sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan (Slameto, 1991:2). Definisi ini
menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk
mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku Kedua,
perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan
perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai Hasil belajar. Hal ini
berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan
hasil belajar.
Para ahli Psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku
manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip
belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
1. Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk
menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa
dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2. Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku
nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3. Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit
yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk
mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).

c. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) Psikologi sosial adalah Psikologi yang
mempelajari Psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-
ciri Psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat
terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1. Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu
sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang
kepribadiannya.

17
2. Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka
hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3. Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan situasi
pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama
tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan
pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi
juga merupakan aspek Psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang
sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik
punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga
mereka dengan senang hati belajar di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang
menentukan motivasi belajar adalah.
1. Minat dan kebutuhan individu.
2. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3. Harapan sukses.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan, Kebudayaan (Kultural)
adalah cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia itu
sendiri sebagai warga masyarakat. Peradaban adalah kebudayaan yang sudah
maju.
Sedangkan landasan Psikologi pendidikan merupakan suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap
tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai
dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses
pendidikan. Bentuk-bentuk landasan Psikologi pendidikan mencakup, Psikologi
Perkembangan,belajar, sosial. Dalam perkembangannya landasan Psikologi pendidikan
memiliki peranan sebagai perkembangan kurikulum dalam sistem pembelajaran dan
penilaian.

3.2 SARAN
Saran yang dapat kami berikan kepada pembaca adalah sebagai berikut:
1. Pendidik diwajibkan menerapkan nilai-nilai landasan Kultural dan Psikologi
pendidikan dalam proses belajar mengajar.
2. Pendidik lebih memperhatikan landasan Kultural dan Psikologi pendidikan yang
sesuai dengan peserta didik.
Dengan begitu maka perkembangan peserta didik diharapkan berkembang
secara optimal dan mengarah ke arah yang ditujukan

19
DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:


Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No.2 Tahun 1989)


dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta: Sinar Grafika.

Pidarta, Made.(2009). Landasan Kependidikan. Jakarta:Rineka Cipta

Sobour, Alex.(2003). Psikologi Umum. Bandung:Pustaka Setia

Winkel, W.S.(1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta:Grisindo.

Sudrajat, A. 2002. Kontribusi Psikologi Pendidikan. (online),


(file:///H:/KontribusiPsikologiterhadapPendidikan.AKHMADSUDRAJAT.
TENTANGPENDIDIKAN.html) diakses 06 November 2017.

20

Anda mungkin juga menyukai