Anda di halaman 1dari 17

10 Mitos Sains yang Masih

Banyak Dipercaya Orang


April 5, 2015 Fanny Rofalina 114 Comments

Hello bro n sis. Masuk bulan April menjelang penghunjung semester genap begini, pasti lagi
pada hecticsama ujian ya, ada ujian sekolah, mau UN, sampe tes masuk PTN. Tapi, kita refreshing dulu
sejenak yuk.

Selain disibukkan dengan jadwal ujian, awal April biasanya sempat heboh sama namanya April Mop.
Mulai dari ngebikin becandaan garing sampe bikin jebakan buat mengecoh teman habis-habisan. Tenang
tenaang.. Zenius ngga ikut-ikutan April Mop kok. Promo Xpedia beli 2 dapet 3 beneran ada dan bakal
berlaku sampe 15 Mei 2015.

Malahan pas April Mop kemarin, randomly gue wondering kayak gini:

Mitos sains apa aja sih yang masih suka bikin orang terkecoh?

Setelah gue pikir-pikir, wuih buanyaak. Banyak orang (termasuk juga gue dulu) pikir mitos tersebut adalah
fakta karena turut diperkuat oleh lembaga pendidikan. Ya, bahkan materi pengajaran yang kita dapat di
sekolah pun ga luput dari mitos sains. Nah lho!

Sebagian mitos lagi mengakar di pikiran masyarakat lewat afirmasi media, seperti jargon-jargon di iklan,
majalah, buku, sampe film-film Hollywood. Jargon-jargon ini diulang berkali-kali selama beberapa
generasi sampe tertanam ke alam bawah sadar masyarakat. Karena udah sering diulang-ulang, masyarakat
dengan mudahnya mengamini, menganggapnya fakta, dan ngga mau repot-repot memikirkan kalo itu
benar atau enggak. Ya tinggal terima aja lah, toh dari dulu dibilangnya begonoh. Sampai-sampai kalo ada
pihak yang mencoba meluruskan mitos yang mereka percaya, pihak itu malah dinyolotin balik, dibilang
sok tau lah, nyinyir, dsb. Hahaha.. #ketawangenes

Tapi, mitos itu sendiri berawal dari mana sih? Pasti ada proses kan di mana suatu konsep dicetuskan
sebelum akhirnya jadi populer, apalagi mitos sains. Biasanya nih, mitos sains itu lahir dari:
1. Salah tafsir
temuan sains yang valid
Jurnal sainsnya bilang apa, jurnalis yang meliput bilang apa. Biasanya para jurnalis ini oversimplifikasi
konsep yang dipaparkan di jurnal tersebut untuk menciptakanheadline yang bombastis atau mengambil
kesimpulan hanya dari penggalan-penggalan kalimat. Karena jurnalisnya udah terlanjur gembar-gemborin
di media, orang udah keduluan percaya. Pas saintisnya mau klarifikasi balik, beritanya kalah heboh
denganheadline bombastis yang di awal.

2. Konsep sains yang udah kedaluwarsa


Padahal, udah ada hasil penelitian terbaru yang menggantikan atau menyempurnakan konsep sains yang
lama ini. Tapi, sepertinya masyarakat terlalu lembam (baca: malas mikir) untuk menerima temuan terbaru.

3. Konsep yang ngakunya ilmiah


Tapi, ternyata kalo dicermati metode yang dilakukan, ngaco secara saintifik dan logika berpikir. Bisa saja
sampelnya kurang representatif, tidak melalui peer review (ditinjau balik oleh sesama saintis), variabelnya
kurang lengkap, seharusnya hanya berkolerasi malah dibilang punya hubungan langsung, dll.

Nah, di tulisan kali ini, untuk nyegerin otak lo yang udah mulai panas karena digempur persiapan ujian
mulu, gue mau mengkompilasikan 10 (aja) mitos sains yang masih suka bikin orang terkecoh dan
dipercaya secara luas, mungkin termasuk juga lo. Cekidot gan!

1. Pembagian Otak Kanan-Kiri


mempengaruhi gaya belajar
Mitos ini gue taruh di nomor 1 karena gue lihat populer banget dan impact-nya cukup luas. Guru-guru di
sekolah pun banyak yang percaya dan mempengaruhi anak didiknya. Pada derajat tertentu, menelan
konsep ini metah-mentah bisa berbahaya.
Coba aja cermati kalimat-kalimat berikut.

“Kamu tuh tipe otak kanan, kayaknya emang lebih cocok masuk IPS”

“Anak IPA itu dominan otak kiri”

“Pengen sih belajar piano, tapi gue kan anaknya otak kiri ya, kayaknya ga bisa deh kalo disuruh belajar
musik dan seni gitu”

Kalimat-kalimat di atas seakan-akan mencoba mengkotak-kotakan, membentuk stereotyping yang


menggerus harga dan kepercayaan diri, hingga menghambat potensi seseorang. Lo seperti menghakimi diri
lo sendiri dengan label yang bikin diri lo males gerak. Padahal kita tahu, kesuksesan itu adalah resultan
dari usaha keras dan konsisten serta mindset yang positif.

Parahnya, kalimat-kalimat di atas didasarkan atas konsep yang keliru. Dikotomi otak kanan-kiri lahir dari
salah tafsir sebuah eksperimen sains terhadap otak (split brain experiment) di tahun 1960an. Walaupun ada
distribusi kerja di masing-masing bagian otak, faktanya, otak kanan dan kiri kita tidak pernah terisolasi
satu sama lain dan selalu bekerja sama ketika melakukan suatu kegiatan apapun. Kak Pras udah pernah
mengulas mitos otak kanan-kiri secara lengkap, mulai dari asal mula, berkembangnya mitos, dan
dampaknya di artikel ini.

Bedah tuntas mitos otak kanan / otak kiri

2. Eh, belum 5 menit!


Kalo di luar negeri sih, namanya “5 Seconds Rule”, bukannya 5 menit. Gue ngga ngerti kenapa di
Indonesia jadinya 5 menit. Ngga ada juga orang yang nungguin makanan jatuh sampe 5 menit, kan? xD
Biasanya kalo makanan jatuh, ya langsung diambil dalam hitungan detik. Trus hap masuk lagi ke mulut.
Hii..

“5 Seconds Rule” adalah kepercayaan yang bilang bahwa butuh waktu 5 detik buat bakteri di lantai untuk
mengkontaminasi makanan yang jatuh ke lantai. Kalo bisa ambil makanan yang jatuh dari lantai dalam
waktu kurang dari 5 detik, makanannya masih bagus buat dimakan karena bakteri belum sempat
“menyentuh” makanan tersebut. “5 Seconds Rule” ini tidak lebih dari anjuran supaya kita ngga buang-
buang makanan.

Dan faktanyaa, sedikit kontak aja dengan lantai, bahkan 1 detik aja, bakteri-bakteri di lantai pasti langsung
mengkerubuti makanan yang jatuh itu. Penelitian menujukkan, ga ada perbedaan yang signifikan pada
jumlah bakteri pada makanan yang jatuh ke lantai dalam 2 detik dengan jumlah bakteri pada makanan
yang jatuh ke lantai yang sama selama 6 detik. Iya, hal sesimpel ini aja ada penelitiannya.Yang neliti dapat
hadiah Nobel lagi. Huwoo..
3. Manusia baru make 10% kapasitas
otaknya

Mitos otak yang satu ini menyatakan kalo manusia

baru memanfaatkan 10% kapasitas otaknya, 90% lagi masih belum dimanfaatkan dengan optimal.
Biasanya mitos ini juga dibarengi dengan mitos serupa, seperti “Einstein sudah bisa memanfaatkan
otaknya 16%, manusia biasa baru 10%”.

Kalo emang otak lo baru dipake 10%, lo ga akan bisa membaca tulisan gue ini. Fakta bahwa lo lagi segar
bugar di depan laptop baca tulisan ini, adalah bukti kalo otak lo sudah berfungsi sepenuhnya. Jika hanya
10% bagian otak lo yang bekerja, lo udah stroke kali.

Sama dengan mitos otak sebelumnya, mitos ini juga lahir dari salah tafsir sebuah eksperimen sains. Mitos
ini bisa populer karena seakan memberi pengharapan (palsu) pada pelajar yang nilainya jelek atau pas-
pasan bahwa ada cara instan untuk mengaktivasi 90% bagian otak lainnya. Heleh heleh, gue yakin anak
Zenius ga ada yang begini ya. Seperti gue sebutkan sebelumnya, usaha keras memang harga mati untuk
meraih apa yang kita inginkan. Everything has its price. Einstein sendiri bilang, "I have no special talent. I
am only passionately curious."

Nah, gue sempat juga kupas tuntas tentang mitos otak 10% di sini.

Manusia Baru Make 10% Otaknya, gimana kalo 100%?


4. Lidah punya zona-zona untuk
mengecap rasa tertentu

Materi ini pasti kalian dapetin pas belajar Biologi di

sekolah. Gue aja kadang masih ngajarin materi ini di kelas 8 SMP dan 11 SMA karena tuntutan soal ujian.
Gagasan ini menyatakan bahwa lidah sebagai indera pengecap mempunyai area tertentu untuk mengecap
rasa yang berbeda.

Dari mana mitos ini lahir? Konsep ini bermula dari sebuah penelitian yang landasannya ngga kuat. Pada
1901, seorang ilmuwan Jerman melalukan penelitian terhadap sensitivitas lidah pada 4 rasa yang umum
(manis, asam, asin, pahit). Ditemukan bahwa terdapat perbedaan waktu pada bagian-bagian lidah untuk
bisa mendeteksi rasa dari suatu zat makanan. Tapi, perbedaan waktunya tipiiis banget dan ngga terlalu
signifikan. Entah kenapa, terjadi simplifikasi bahwa perbedaan waktu ini dibilang jadi perbedaan
sensitivitas.

Padahal, walaupun satu bagian pada lidah bisa mendeteksi suatu rasa sedikit lebih cepat, semua bagian
pada lidah bisa bisa merasakan semua jenis rasa dengan level intensitas dan sensasi yang sama.

Sebenarnya gampang banget kalo lo mau membuktikan peta rasa pada lidah itu keliru. Ya coba aja lo taruh
garam di ujung depan lidah lo, lo bisa merasakan rasa asin. Taruh gula di pangkal lidah, lo bakal tetap bisa
merasakan rasa manis.
Berbagai penelitian dan dekontruksi pemahaman terkait peta rasa pada lidah yang lahir seabad lalu ini
sudah banyak dilakukan. Yang terbaru adalah penelitian pada 2014 yang berhasil mengungkap bahwa ada
8.000 sensor yang tersebar di lidah dapat merasakan berbagai rasa secara merata, ngga per bagian.

Yang masih menjadi misteri adalah kenapa konsep yang udah kadaluwarsa ini masih diajarin di sekolah.
Ngga hanya di Indonesia aja, di kurikulum Amerika sana, materi ini masih masuk jadi bahan ajar. Hemhh..

5. Aktivasi Otak Tengah

Menurut deskripsi program Aktivasi Otak Tengah (AOT), otak tengah manusia pada umumnya masih
belum aktif. Program ini menawarkan jasa mengaktifkan otak tengah dengan teknologi mutakhir untuk
meningkatkan konsentrasi, kemampuan sosial, fisik, kreativitas, dan keseimbangan otak kanan dan
kiripadahal ini juga mitos zzz).

Mitos yang satu ini bukan lahir karena salah tafsir temuan ilmiah maupun ilmu yang kedaluwarsa. Mitos
ini lahir dari konsep yang ngaku-ngakunya ilmiah, padahal sama sekali tidak berdasarkan ilmu
pengetahuan dasar yang valid tentang otak.
Otak tengah adalah penghubung otak depan dan otak belakang. berfungsi mengontrol respon penglihatan,
pendengaran, gerakan bola mata dan dilasi pupil, gerakan motorik, kewaspadaan (alertness), serta
mengatur suhu tubuh. Sedari kecil, otak tengah kita sudah berfungsi. Gampang aja untuk mengatehaui
apakah program AOT ini bener atau enggak. Sesuai dengan fungsinya, kalo bener otak tengah kita masih
"tidur” atau belum aktif, berarti pergerakan bola mata jadi abnormal, kena penyakit Parkinson,
hingga stroke.

Hebohnya lagi, program Aktivasi Otak Tengah diiringi dengan klaim fantastis, seperti setelah anak
diaktvasi otak tengahnya, ia jadi bisa melihat dengan mata tertutup dan jenius dalam hitungan hari. Wah,
gimana masyarakat awam ngga tertarik, ya dengan cara instan seperti ini. Apalagi, orang tua yang sangat
mendambakan anaknya jadi seorang jenius.

Oiya, mau kasih catatan sedikit tentang gambar di atas. Bukan berarti para cuber (pemain rubik cube) ga
bisa menyelesaikan rubik dengan mata tertutup ya. Menyelesaikan rubik's cube dengan mata
tertutup emang bisa dilakuin tanpa ngintip. Ratusan ribu cuber di dunia udah buktiin itu bisa bahkan ada
kompetisinya tersendiri. Soal kecurangan itu juga ada, tapi jumlahnya gak signifikan dan yang ketauan
curang udah diproses secara resmi (di-banned dari kompetisi resmi, dll). Mereka bisa melakukan itu
dengan mempelajari pattern dari rubik's cube itu tersendiri. Yang bikin kartun itu juga cuber Indonesia
(Fahmi Asyari) untuk nyindir AOT yang dulu lagi booming.

Kalo lo penasaran dengan kupasan kritis tentang aktivasi otak tengah dan bagaimana caranya lo bisa
membuktikan bahwa kemampuan membaca dengan mata tertutup itu ngaco, simak tulisan lawas gue ini.

Aktivasi Otak Tengah.. Beneran gak tuh?

6. Manusia (hanya) punya 5 indera


Kita diajarin di bangku sekolah kalo manusia
punya 5 indera, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan pengecap. Tapi, gimana caranya
gue bisa merasakan keseimbangan tubuh, akselerasi ketika gue lagi lari, hingga merasakan suhu tubuh naik
ketika gue lagi demam?

Gagasan tradisional “Manusia hanya punya 5 indera” sebenarnya hanya penyederhanaan di bangku
sekolah yang lahir sejak jaman Aristoteles. Kelima indera tersebut memiliki organnya masing-masing yang
gampang bisa langsung kita amati sehari-hari. Bisa dibilang, 5 indera ini adalah yang terbesar. Tapi
terkadang, masyarakat awam jadi salah kaprah dan berpikir bahwa manusia hanya memiliki 5 kapasitas
untuk menginderakan keadaan lingkungannya. Angan-angan akan manusia super membuat sebagian
masyarakat berpikir ada kapasitas indera lain yang bisa kita singkap, seperti indera keenam, which is
nonsense. Hehehe.

Tapi mari kita perjelas dulu definisi indera di sini. Definisi indera yang gue pake di sini adalah kapasitas
fisiologis suatu organisme untuk mengirim informasi ke otak mengenai keadaan lingkungan dan tubuh.
Menggunakan definisi ini, berarti indera manusia bisa lebih dari 5. Ada bagian tubuh kita yang memiliki
kemampuan untuk mengindera tekanan, rasa gatal, suhu, posisi tubuh (proprioception), ketegangan otot,
rasa sakit (nociception), keseimbangan (equilibrioception), zat kimia dalam tubuh (kemoreseptor), rasa
haus, rasa lapar, waktu, dan lain-lain. Kadang ada pula saintis yang menggunakan definisi yang lebih detil
lagi, di mana misalnya kapasitas indera pengecap masih bisa di-breakdown lagi jadi reseptor untuk rasa
asin, manis, asam, dsb.
Mengatakan kalo manusia cuma punya 5 indera, itu seperti meremehkan kerja tubuh kita yang kompleks
ini ya.

7. Bahan kimia itu berbahaya

Wah, mitos ini sepertinya udah lumayan mengakar di


pikiran masyarakat. Terima kasih pada iklan-iklan produk herbal dan tradisional yang mencoba
mengurangi dominasi produk pabrikan modern. Mitos ini bisa mengakar di masyarakat Indonesia,
khususnya, karena (gue lihat) 2 faktor, yaitu (1) background budaya Indonesia yang mengandalkan apa-
apa langsung ambil dari alam sebelum mengenal produk pabrikan modern dan (2) kadang harga produk
pabrikan modern agak mahal, ga pas dengan sebagian besar kantong masyarakat Indonesia. Ini jadi
peluang bisnis sendiri bagi para produsen produk “herbal” dan “alamiah”. Selanjutnya, melihat adanya tren
di masyarakat Indonesia yang menggemari produk “herbal”, mulailah perusahaan-perusahaan besar
meluncurkan produk yang ikut mengaku “herbal”.

Padahal mah imej negatif pada “bahan kimia” dan imej positif pada “herbal” itu misleading ya. Faktanya,
semua hal yang ada di sekitar kita adalah bahan kimia. Seluruh tubuh kita tersusun dari jutaan molekul dan
senyawa kimia. Benda yang lo gunakan tiap harinya, mulai dari meja, teflon penggorengan, baju, sampe
alat elektronik, juga terbentuk dari bahan kimia. Bahkan, segala sesuatu yang berasal dari alam, juga bahan
kimia. Air yang lo minum, udara yang lo hirup, api yang lo nyalain, hingga sebutir beras yang lo makan,
bahan kimia juga kan?!
Bahan kimia bisa jadi berbahaya, ga peduli bahan kimia itu kita langsung dapat dari alam atau udah melalu
proses pabrik (yang toh juga berasal dari alam). Suatu bahan kimia bisa jadi berbahaya atau bermanfaat
bergantung pada cara dan dosis pemakaiannya. Selain itu, produk herbal yang mengklaim dirinya langsung
diperoleh dari alam bisa juga berbahaya, jika tidak melalui proses atau standar kesehatan yang ditetapkan
lembaga resmi pemerintah.

Kak Ivan pernah bahas soal miskonsepsi bahan kimia ini dengan kerennya di artikel berikut.

Bahan kimia buatan bisa lebih sehat dari bahan alami

8. Minum antibiotik pas demam atau


flu, biar cepat sembuh

Guys, ada ngga orang terdekat atau anggota keluarga lo, yang dikit-dikit mengandalkan antibiotik ketika
sakit ringan?

Wah, kalo ada, lo sebaiknya memperingatkan mereka bahwa yang mereka lakukan bisa jadi keliru.
Antibiotik berasal dari kata anti dan bio (hidup). Berarti digunakan untuk membunuh sesuatu yang hidup.
Antibiotik, secara definisi, membunuh bakteri. Nah, batuk, sakit telinga, sakit tenggorokan, pilek, flu, dan
demam ringan itu umumnya disebabkan oleh virus. Antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh virus. Walaupun memang dalam beberapa kasus penyakit yang disebabkan
oleh virus ini, terkadang berpotensi "mengundang" bakteri, sehingga dalam diagnosa tertentu diperlukan
antibiotik.

Tapi secara umum, yang mau gua tekankan di sini adalah persepsi yang keliru bahwa antibiotik adalah
"obat-segala-penyakit" yang bisa menyembuhkan hampir semua penyakit ringan, termasuk yang
disebabkan oleh virus. Kenapa? Coba ingat-ingat lagi pelajaran Biologi kelas 10. Virus itu bukanlah
makhluk hidup. Virus punya materi genetik, tapi tidak bisa melakukan aktivitas kehidupan, seperti
metabolisme hingga reproduksi, tanpa bantuan inang. Virus itu berada di tapal batas antara benda mati dan
benda hidup. Jadi ngga nyambung kan menggunakan antibiotik untuk mengatasi virus?

Minum antibiotik dengan tujuan yang tidak sesuai dengan fungsi dasarnya atau dosis yang ditetapkan
dapat menyebabkan bakteri umum lainnya di dalam tubuh menjadi resisten terhadap obat. Hal ini bisa
memicu terbentuknya “bakteri super” yang menyebabkan penyakit yang jauh lebih buruk daripada
penyakit awal. Ketika dikasih antibiotik pada dosis yang sama, mereka udah ngga mempan lagi. Butuh
antibiotik dengan dosis yang lebih tinggi lagi.

Antibiotik itu ngga bisa sembarangan beli di apotek ya tanpa resep dokter. Namun, sayangnya, kadang ada
oknum dokter yang tidak bertanggung-jawab yang suka kasih resep antibiotik untuk pasien dengan gejala
sakit ringan. Di sisi lain, terkadang ada juga pasien yang bandel terus langsung minum antibiotik tanpa
resep dan diagnosa dari dokter. Dalam konteks ini, penting banget buat pasien untuk mengerti kenapa
antibiotik ga bisa mengatasi virus dan juga secara aktif menanyakan pada dokter apakah hasil diagnosanya
memang ada potensi pertumbuhan bakteri, karena jika tanpa alasan yang kuat, konsumsi antibiotik
justru berpotensi buruk bagi kesehatan jangka panjang.

9. Minum susu secara teratur bisa


mengurangi risiko osteoporosis
Dari kecil, kita udah dikasih “doktrin” supaya rajin minum susu karena
merupakan sumber asupan kalsium yang bagus untuk kesehatan tulang.

Osteoporosis atau tulang keropos adalah keadaan melemahnya tulang karena ketidakseimbangan antara
terbentuknya sel tulang baru dan kerusakan tulang. Orang biasanya kehilangan sel tulang seiring
bertambahnya usia.

Mengkonsumsi kalsium dengan cukup dan memaksimalkan cadangan tulang pas tulang lagi aktif-aktifnya
tumbuh (hingga usia 30 tahun) memang memberikan fondasi penting bagi masa depan. Tapi hal ini ngga
mencegah kerusakan tulang di kemudian hari. Kerusakan tulang seiring berjalannya usia adalah hasil dari
berbagai faktor, meliputi faktor genetik, kurangnya aktivitas fisik, dan menurunnya kadar hormon dalam
tubuh.

Jadi, mengurangi risiko osteoporosis jangan terpaku pada minum susu dan konsumsi kalsium saja. Sudah
banyak studi yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara asupan kalsium yang tinggi dengan
kurangnya risiko patah tulang (lihat The Journal of Nutrition dan NCBI). Tapi, kurang asupan kalsium
tentu ngga baik juga dong. Cukup saja, jangan terlalu tinggi, jangan kerendahan pula.

Sumber kalsium pun ngga harus terpaku pada susu. Hanya mengandalkan susu sebagai sumber kalsium
bisa menimbulkan risiko lain, seperti ada orang yang lactose intolerant, produk susu tinggi akan lemak
jenuh yang merupakan faktor risiko penyakit jantung, dan tingginya kadar galaktosa hasil pencernaan susu
bisa merusak ovarium dan bisa menyebabkan kanker ovarium. Sumber kalsium lain ada banyak, seperti
sayuran hijau (sawi, brokoli, bayam) dan kacang-kacangan.
Faktor lain harus diperhitungkan juga dalam upaya mengurangi risiko osteoporosis. Selain cukup
mengkonsumsi kalsium, kita juga dianjurkan untuk cukup dapat vitamin D (paparan sinar matahari yang
cukup atau lewat suplemen), vitamin K (pada sayuran hijau), dan olahraga beban secara teratur. Seperti
jalan kaki, menari, jogging, angkat beban, naik tangga, badminton/tenis, dan hiking. Aktivitas fisik
semacam ini memberikan tekanan pada tulang yang dapat mempertahankan kepadatan tulang sepanjang
hidup.

10. Golongan darah mempengaruhi


kepribadian

Nah, ini juga salah satu mitos yang sering berseliweran di Instagram, Path, dsb. Ceritanya, golongan darah
itu mempengaruhi personality seseorang. Sebenarnya gagasan ini ngga jauh berbeda dari tipe kepribadian
berdasarkan zodiak sih.

Gampang banget untuk tau kalo ini cacat secara logis dan penuh bias. Kepribadian dan karakter manusia
itu kan ada banyak. Gimana bisa karakter yang beragam itu dikotak-kotakkan pada hanya 4 tipe golongan?
Katanya golongan darah AB itu jenius dan suka menghasilkan ide cemerlang. Tapi, gue tau banyak kok
orang yang jenius tapi ngga bergolongan darah AB.
Selain itu, sifat orang kan dinamis, bisa berubah seiring berjalannya waktu, bisa jadi karena proses
pendewasaan atau kejadian tertentu dalam hidup. Katanya, golongan darah O ngga bisa tepat waktu.
Misalnya ada si Otong bergolongan darah O, suka ngaret. Tapi karena kemudian dia masuk dunia kerja
dan nyadar kalo lelet itu bisa mempengaruhi karir, dia pun belajar untuk tepat waktu dan akhirnya bisa jadi
pribadi yang disiplin. Nah, apa bisa dibilang Otong ganti golongan darah?

Biasnya adalah, kalo ada tipe kepribadian di kartun-kartun golongan darah yang pas beneran dengan
karakter diri atau teman lo, kesesuaian itu diheboh-hebohin trus di-share di timeline socmed, “Ih beneran
ya, gue golongan darah B, emang suka blak-blakan”. Coba aja ada karakter di kartun-kartun itu yang ngga
cocok dengan dirinya, udah diabaikan gitu aja, ngga diseriusin. Dan, itu dilakukan hampir kebanyakan
orang yang suka lucu-lucuan baca tipe kepribadian lewat golongan darah. Makanya, sistem ini bisa jadi
populer.

Mirip kan dengan logika ngaco dan bias pada ramalan bintang/horoskop yang pernah gue bahas di ini.

Tapi, agak berbeda dengan ramalan zodiak, tipe kepribadian per golongan darah ini ada bumbunya sedikit.
Karena dibagi berdasarkan golongan darah, orang mengira ini lebih akurat karena disangkut-pautkan
dengan biologis manusia. Padahal, di kelas 8 SMP atau 11 SMA, kita belajar bahwa golongan darah itu
ditentukan dari ada atau tidaknya antigen tertentu di permukaan sel darah merah yang nantinya dapat
memicu respon imun jika kita menerima darah dari golongan yang ga kompatibel dengan darah kita. Di
sisi lain, kepribadian atau sifat manusia ditentukan oleh susunan gen yang ada di setiap sel tubuh manusia.
So, mendasarkan golongan darah sebagai penentu kepribadian seseorang itu keliru kan, Sis?

Penelitian khusus pun telah dilakukan dan ditemukan bahwa ngga ada hubungan antara golongan darah
dengan personality seseorang.

Kalo lo penasaran dengan bahsan lebih dalam tentang apa itu golongan darah dan bagaimana kategorisasi
kepribadian berdasarkan golongan darah telah menimbulkan kasus rasisme, baca aja tulisan gue yang ini
ya:

Golongan darah bisa mencerminkan kepribadian manusia, masa sih?


****

Itu baru 10 dari sekian banyak mitos sains di kehidupan sehari-hari. Agak miris rasanya jika masyarakat
kita mengeluarkan uang begitu banyak untuk hal yang tidak punya dasar valid dan terbukti secara ilmiah.
Mitos-mitos ini bisa kita tinggalkan perlahan jika sebuah generasi belajar dengan benar, bukan sekedar
mencari nilai atau mengandalkan cara instan. Mereka belajar dengan benar-benar menghargai ilmu
pengetahuan, pentingnya berpikir kritis, dan kerja keras untuk menciptakan perubahan atau inovasi hidup
yang lebih baik.

Sebagai penutup, gue mau nanya ke kalian semua, apakah lo tau mitos sains lain yang dulu sempat
membuat lo terkecoh? Jika kalian mau melengkapi list gue di atas, tambahin mitos sains lain itu di bagian
komen, ya. Thank you..

Stay critical, stay awesome!

Anda mungkin juga menyukai