Anda di halaman 1dari 16

PRINSIP TEORI KONSTRUKTIVISTIK MELALUI

DISCOVERY LEARNING

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori Pembelajaran
Program Studi Pendidikan Agama Islam Semester 3 (Tiga)
Program Pascasarjana IAIN Bone

Oleh:

(861082019009) HARDIANTI
(861082019015) AHMAD MUHAIMIN
(861082019014) TAJAHUDDIN

DOSEN

Dr. Nursyirwan, S.Ag., M.Pd


Dr. Ridwan, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan potensi SDM,
melalui kegiatan belajar mengajar karena pendidikan merupakan bagian dari
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat meningkatkan kualitas manusia
Indonesia. Agar terwujud masyarakat yangdamai, demokrasi, berkeadilan,
berbudaya saing, maju dan sejahtera. Disadari atau tidak, pendidikan merupakan
hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal
dari pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal
dan nonformal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian,
terutama anak atau peserta didik.Pendidikan merupakan upaya yang terencana
dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar berkembang
dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu,
sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat dari aspek jasmani maupun ruhani.
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan Peserta
didik di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang
berlangsung akibat penyatuan materi, media, guru, Peserta didik, dan konteks
belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat
mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu
sangatlah diperlukan keaktifan guru dan Peserta didik untuk menciptakan proses
belajar mengajar yang baik tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan
guru dalam membawa Peserta didik menuju target yang diinginkan secara tepat.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat
strategi dasar dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah: (1) mengidentifikasikan
serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan
kepribadian Peserta didik seperti yang diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan
belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat, (3)
memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal
keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang
selanjutnya dijadikan umpan balik untuk kepentingan kegiatan pembelajaran.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir
pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching
and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang dibangun oleh Peserta didik sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit).
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu,
memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui
pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa Peserta
didik harus menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks ke situasi lain
dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
“mengkonstruk” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran
Peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif
dalam proses belajar mengajar. Peserta didik menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada
Peserta didik (student center). Peserta didik harus menjadikan informasi itu
sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak dapat hanya semata-mata
memberikan pengetahuan kepada Peserta didik, melainkan Peserta didiklah yang
harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan pokok yaitu bagaimana prinsip teori konstruktivistik melalui
discovery learning dengan beberapa sub permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep teori belajar konstruktivistik?


2. Bagaimana prinsip-prinsip konstruktivistik?
3. Bagaimana teori konstruktivistik melalui discovery learning?

C. Tujuan Pembasan
Dari hasil rumusan di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis sebagai
berikut:
1. Untuk mendeskripsikan konsep teori belajar konstruktivistik.
2. Untuk menguraikan prinsip-prinsip konstruktivistik.
3. Untuk mendeskripsikan teori konstruktivistik melalui discovery learning.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Belajar Konstruktivistik


1. Pengertian Teori Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky,
Piaget dan Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Keduanya
menekankan adanya hakekat sosial dari belajar. Pembelajaran kooperatif, berbasis
kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk pembelajaran.
Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa Peserta didik harus secara
individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam
situasi lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
Peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran, sedangkan guru adalah
membantu membuat kondisi yang memungkinkan Peserta didik untuk secara
mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
Menurut Wina Sanjaya bahwa “konstruktivistik adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif Peserta didik
berdasarkan pengalaman. Guru bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas
semua masalah yang terjadi di kelas”.1
Selanjutnya Aunurrahman bahwa: “konstruktivistik memberikan arah yang
jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan
pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik
untuk mengumpulkan informasi atau fakta saja”.2
Sedangkan Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan
konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan

1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Prenada Media, 2008), h. 264.
2
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 28.
tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai
skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan
merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk
mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata)
yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau
pengetahuan secara aktif dan terus-menerus.3
2. Ciri-ciri Pembelajaran yang Konstruktivistik
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:
a. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah
ada sebelumnya.
b. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
c. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan
berdasarkan pengalaman.
d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui
berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau
bekerja sama dengan orang lain.
e. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus
terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.4
Dari keterangan diatas dapatlah dipahami bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri.

B. Prinsip-Prinsip Konstruktivistik
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam
belajar mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh Peserta didik sendiri

3
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius,
1997), h. 2-3.
4
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung:
Pakar Raya, 2004), h. 54.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan Peserta didik
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat peserta didik
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik.5

Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang


paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan
pengetahuan kepada Peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan
di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-
cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi Peserta didik, dengan memberikan kesempatan kepada Peserta didik
untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak Peserta
didik agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada Peserta didik yang mana tangga
itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
Sehingga apa yang diharapkan bisa terwujud dalam pembelajaran yang dilakukan.

C. Konstruktivistik Melalui Discovery Learning


1. Pengertian Discovery Learning
Inti dari konstruktivisme di atas berkaitan erat dengan beberapa teori
belajar. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar Bruner dengan gagasan
discovery learning. Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome
Bruner dan koleganya mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian

5
Budiningsih, C.A, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), h. 58.
dikenal sebagai pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu
pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu Peserta didik memahami
struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya Peserta didik aktif
terlibat dalam proses pembelajarannya terjadi melalui penemuan pribadi.
Menurut Bruner bahwa menemukan sesuatu oleh murid memakan waktu
yang lebih banyak, apa yang dapat diajarkan dalam waktu 30 menit, mungkin
memerlukan 4-5 jam, yakni merumuskan masalah, merencanakan cara
memecahkannya, melakukan percobaan, membuat kesalahan, berpikir untuk
mengatasinya, dan akhirnya menemukan penyelesaiannya tak ternilai harganya
bagi cara belajar selanjutnya atas kemampuan sendiri. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan hubungan dan sampai pada
suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery Learning”, Bruner
mengatakan bahwa: “Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada Peserta didik untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai
dalam kehidupannya”.6
“Discovery Learning atau pembelajaran penemuan adalah belajar untuk
menemukan, dimana seorang Peserta didik dihadapkan dengan suatu masalah atau
suatu situasi yang tampak ganjil sehingga Peserta didik dapat mencari jalan
pemecahannya”. “Belajar “menemukan” (discovery learning) merupakan proses
belajar yang memungkinkan Peserta didik menemukan sesuatu untuk dirinya
melalui suatu rangkaian pengalaman-pengalaman yang kongkret. Bahkan yang
dipelajari tidak dalam bentuk final, Peserta didik diwajibkan melaksanakan
beberapa aktivitas mental sebelum itu diterima ke dalam struktur kognitifnya.7
”Sementara itu, Sani menyatakan bahwa “discovery adalah menemukan
konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui
pengamatan atau percobaan. Pembelajaran discovery merupakan model

6
Budiningsih, C.A, Belajar dan Pembelajaran,.... h. 43.
7
Asrul Karim, Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran
Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta
didik Sekolah Dasar, (Bireun-Aceh. ISBN: 978-602-17004-0-2, 2011), h. 11. Jurnal diseminarkan
pada tamggal 28-29 November 2011 di Universitas Almuslim.
pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi
yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan
sendiri”.8
Berdasarkan beberapa pengertian diatas model pembelajaran discovery
learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, dan logis. Sehingga mereka dapat menemukan sendiri
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.
Model pembelajaran discovery learning ini berusaha mengembangkan cara belajar
aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan peserta didik lebih mandiri, dan
reflektis.

2. Prosedur Penerapan Model Discovery Learning


Pembahasan mengenai langkah-langkah dan prosedur pembelajaran begitu
penting, mengingat pembelajaran discovery learning membutuhkan pemahaman
secara substansial dan integral. Oleh karena itu, langkah-langkah dan garis besar
prosedur pembelajaran discovery learning menjadi suatu penting untuk
diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar.Tekanan-tekanan yang ada
pada pembelajaran discovery learning, sesungguhnya tidak lepas dari keterlibatan
anak didik dalam pelaksanaan kegiatan ini, dimana diantara guru dan anak didik
sama-sama sebagai subjek pendidikan, dan tidak ada yang didudukan sebagai
objek pendidikan. Dengan kata lain, untuk mempermudah penerapan discovery
learning dibutuhkan langkah-langkah pokok yang harus dilalui terlebih dahulu.
Menurut Illahi langkah-langkah pokok yang harus dilalui terlebih dahulu
untuk mempermudah penerapan model discovery learning, adalah sebagai berikut:
a. Adanya Masalah yang Akan Dipecahkan.
Setiap strategi yang diterapkan pasti memerlukan analisis persoalan
mengenai topik pembahasan yang sedang diperbincangkan. Dari persoalan itu,
kita dapat mencari pemecah masalah (problem solving) secara keseluruhan.

8
Ridwan Abudullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 220.
b. Sesuai dengan Tingkat Kemampuan KognitifAnak Didik.
Untuk dapat memahami discovery learning, tidak sekedar berbekal
kemampuan fisik saja yang dibutuhkan, akan tetapi juga tingkat pengetahuan
para anak didik terhadap materi yang disajikan.9 Tingkat pengetahuan mereka
dalam memahami pelajaran, pada gilirannya menjadi langkah primordial dalam
pelaksanaan discovery learning secara komprehensif.
c. Konsep atau Prinsip yang Ditemukan Harus Ditulis secara Jelas.
Setiap persoalan yang disajikan dalam penerapan discovery learning,
semestinya diupayakan dalamkerangka yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar
penerapan discovery learning dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan kita.
d. Harus Tersedia Alat atau Bahan yang Diperlukan.
Penerapan discovery learning yang diterapkan di berbagai sekolah,
pada dasarnya membutuhkan alat atau bahan yang sesuai dengan tingkat
kebutuhan anak didik. Alat atau bahan tersebut bisa berupa media
pembelajaran yang berbentuk audio visual atau media lainnya. Semua alat dan
bahan yang digunakan dalam penerapan discovery learning bertujuan
mepermudah pemahaman mereka dalam mengaplikasikan setiap strategi
pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian,
langkah tersebut dapat membantu terhadap implementasi pembelajaran yang
egaliteral dan demokratis.
e. Suasana Kelas Harus Diatur Sedemikian Rupa.
Suasana kelas yang mendukung akan mempermudah keterlibatan arus
berfikir anak didik dalam kegiatan belajar-mengajar. Dalam penerapan
discovery learning, suasana yang kelas yang kondusif sangat membantu
terhadap iklim pembelajaran yang menyenangkan, sehingga Peserta didik
termotivasi untuk mengikuti materi pembelajran discovery learning.
f. Guru Memberi Kesempatan Anak Didik untuk Mengumpulkan Data.
Langkah ini sejatinya sangat penting bagi proses pengethuan anak didik
dalam menerima materi pelajaran yang diberkan guru. Dengan begitu,

9
Mohammad Takdir Illahi, Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational
Skill, (Jakarta: Diva, 2012), h. 83.
kesempatan mereka untuk mengumpulkan data akan semakin mempermudah
pemahaman pembelajaran discovery learning, karena secara faktual merekan
akan memperoleh pengetahuan baru.
g. Harus Dapat Memberikan Jawaban secara Tepat Sesuai dengan Data yang
Diperlukan Anak Didik.
Langkah-langkah penerapan discovery learning tersebut setidaknya
memiliki cakupan yang sangat luas. Dengan langkah-langkah yang ditawarkan
tersebut, secara tidak langsung para anak didik akan menemukan data dan
informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan proses pembelajaran. Mereka
yang mampu menerapkan pembelajaran discovery learning, berarti telah
menguasai aspek kognitif secara matang, sehingga akan mampu
menerapkannya dalam kehidupan nyata.10

Menurut Ahmadi dkk dalam Illahi, tahap-tahap penerapan model


pembelajaran discovery learning adalah:
a) Stimulasis (pemberian rangsangan)
Guru memulai dengan mengajukan persoalan, atau seluruh peserta didik
membaca serta mendengarkan uraian yang memusat pada permasalahan.
b) Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifiksi berbagai
permasalahan, mereka boleh memilih sebanyak mungkin masalah apa
yangdipandang lebih menarik dan fleksibel untuk dipecahkan.
c) Data Collection (pengumpulan data)
Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis itu, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, sepertimembaca literatur, mengamati objek, mencoba
sendiri, mewawancara dan lain-lain.

10
Mohammad Takdir Illahi, Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational
Skill,...h. 83.
d) Data Processing (pengolahan data)
Semua data yang telah diperoleh kemudian diolah, diacak, diklasifikasi,
ditabulasi, bahkan dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
e) Verifikasi
Bedasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pertanyaan yang telah dirumuskan terdahulu kemudian di cek apakah terbukti
atau tidak.
f) Generalisasi
Berdasarkan verifikasi, Peserta didik belajar menarik generalisasi atau
kesimpulan tertentu.11

3. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Discovery Learning


Menurut Setiani kelebihan dan kekurangan pembelajaran discovery
learning yaitu:
a. Kelebihan:
1) Mampu meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan
masalah (problem solving).
2) Mampu meningkatkan motivasi.
3) Mendorong keterlibatan keaktifan peserta didik.
4) Peserta didik aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sebab ia berfikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
5) Menimbulkan rasa puas bagi peserta didik. Kepuasan batin ini mendorong
ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat.
6) Peserta didik akan dapat mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.
7) Melatih peserta didik belajar mandiri.
b. Kekurangan:
1) Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara
guru dengan peserta didik.
2) Menyita waktu banyak. Guru dituntut untuk mengubah kebiasaan mengajar
yang umumnya sebagai pemberi informasi, menjadi fasilitator, motivator
dan pembimbingpeserta didik dalam belajar.
3) Menyita pekerjaan guru
4) Tidak semua peserta didik mampu melakukan penemuan.
5) Tidak berlaku untuk semua topik.12

11
Mohammad Takdir Illahi, Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational
Skill,...h. 87.
Sedangkan menurut Syaodih dalam Illahi beberapa kelebihan dan
kelemahan belajar mengajar dengan discovery learning, yaitu:
a) Kelebihan :
1. Dalam penyampaian bahan discovery learning, digunakan kegiatan dan
pengalaman langsung. Kegiatan dan pengalaman tersebut akan lebih
menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan konsep-
konsep abstrak yang mempunyai makna.
2. Discovery Learning lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab para anak
didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata. Mereka
langsung menerapkan berbagai bahan uji coba yang diberikan guru,
sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan kemampuan intelektual yang
dimiliki.
3. Discovery Learning merupakan suatu model pemecahan masalah. Para
anak didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal dalam
pemecahan masalah. Melalui strategi ini mereka mempunyai peluang untuk
belajar lebih intens dalam memecahkan masalah, sehingga dapat berguna
dalam menghadapi kehidupan di kemudian hari. Discovery learning yang
menitikberatkan pada kemampuan memecahkan suatu persoalan sangat
relevan dengan perkembangan masa kini, dimana kita dituntut untuk
berfikir solutif mengenai suatu persoalan yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Itulah sebabnya, discovery learning perlu diaktualisasikan
dalam kehidupan nyata, sehingga memungkinkan anak didik untuk
menjawab persoalan kehidupan yang lebih kompleks.
4. Dengan sejumlah transfer secara langsung,maka kegiatan discovery
learning akan lebih mudah diserap oleh anak didik dalam memahami
kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.
5. Discovery Learning banyak memberikan kesempatan bagi para anak didik
untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar. Kegiatan demikian akan
banyak membangkitkan motivasi belajar, karena disesuaikan dengan minat
dan kebutuhan mereka sendiri.
6. Discovery Learning meniyikberatkan pada kemampuan mental dan fisik
yang akan memperkuat semangat dan konsentrasi mereka dalam melakukan
kegiatan discovery.
b) Kelemahan:
1. Berkenaan dengan waktu. Belajar-mengajar dengan menggunakan
discovery learning membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bisa memahami
strategi ini, dibutuhkan tahapan-tahapan yang panjang dan kemampuan
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Bagi peserta didik yang berusia muda, kemampuan berfikir rasional
mereka masih terbatas. Dalam belajar discovery, mereka sering

12
Ani Setiani dan Donni Juni Priansa, Manajemen Peserta Didik dan Model
Pembelajaran: Cerdas, Kreatif, dan Inovatif, (Bandung: CV. Alafabeta, 2015), 224.
menggunakan empirisnya yang sangat subjektif untuk memperkuat
pelaksanaan prakonsepnya. Hal ini disebabkan usia mereka yang muda
masih membutuhkan kematangan dalam berfikir rasional mengenai suatu
konsep atau teori. Kemampuan berfikir rasional dapat mempermudah
pemahaman discovery learning yang memerlukan kemampuan
intelektualnya.
3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan
kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan
pengajaran discovery learning.
4. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery learning menuntut
kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak
sebagai subjek. Tuntutan-tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan
keterpaksaan yang tidak biasa dilakukan dengan menggunakan sebuah
aktivitas yang biasa dalam proses pembelajaran.13
Berdasarkan kelebihan dan kelemahan discovery learning tersebut, dapat
dipahami bahwa discovery learning yang melibatkan para anak didik secara
langsung dalam proses pembelajaran, tidak selamanya mempermudah
pembelajaran. Kelemahan model discovery learning menjadi sebuah
permasalahan tersendiri dalam pembelajaran. Oleh karena itu, kelebihan dan
kelemahan discovery learning membutuhkan sebuah komunikasi yang saling
berkesinambungan dan sejalan dengan minat dan kebutuhan mereka dalam
memahami discovery learning.

13
Mohammad Takdir Illahi, Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational
Skill,...h. 70.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan
hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam
belajar mengajar adalah: Pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri,
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar, Murid aktif mengkonstruksi secara terus
menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, Guru sekedar
membantu, menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar,
Menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik, Struktur pembalajaran
seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Inti dari konstruktivisme di atas berkaitan erat dengan beberapa teori
belajar. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar Bruner dengan gagasan
discovery learning. Model pembelajaran discovery learning merupakan suatu
rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal kemampuan
peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis.
Sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan
sebagai wujud adanya perubahan perilaku. Model pembelajaran discovery
learning ini berusaha mengembangkan cara belajar aktif, berorientasi pada proses,
mengarahkan peserta didik lebih mandiri, dan reflektis.
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman, 2009, Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

C.A, Budiningsih, 2005, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Illahi, Mohammad Takdir, 2012, Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental


Vocational Skill. Jakarta: Diva.
Karim, Asrul. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran
Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan
Berpikir Kritis Peserta didik Sekolah Dasar, (Bireun-Aceh. ISBN: 978-
602-17004-0-2, 2011). Jurnal diseminarkan pada tamggal 28-29 November
2011 di Universitas Almuslim.
Sanjaya, Wina. 2008, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Sani, Ridwan Abudullah. 2013, Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Setiani, Ani dan Donni Juni Priansa. 2015, Manajemen Peserta Didik dan Model
Pembelajaran: Cerdas, Kreatif, dan Inovatif. Bandung: CV. Alafabeta.
Suparno, Paul.1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Yulaelawati, Ella. 2004, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan
Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.

Anda mungkin juga menyukai