IPA
MAKALAH
Disusun oleh:
Ihda
80300222054
ALAUDDIN MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
manusia, terutama dalam proses pembangunan nasional. Oleh karena itu upaya peningkatan
mutu pendidikan di sekolah merupakan strategi dalam meningkatkan sumber daya manusia.
Pendidikan sebagai wahana utama pembangunan sumber daya manusia berperan dalam
mengembangkan peserta didik menjadi sumber yang produktif dan memiliki kemampuan
professional dalam meningkatkan mutu kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu
pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, melalui
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya
untuk suatu profesi atau jabatan tertentu, akan tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dari setiap satuan pendidikan harus
mengacu kearah pencapaian tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
disebutkan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.3
1
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 1994), h. 2.
2
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 81.
3
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2009), h. 3.
Dalam dunia pendidikan, mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.8 Salah satu masalah pokok
pembelajaran IPA pada pendidikan formal dihadapkan pada pembelajaran itu sendiri yang belum
memuaskan. Penggunaan metode yang belum sesuai dengan tujuan pembelajaran akan menjadi
sebuah kendala dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, sehingga banyak
materi pembelajaran yang terabaikan dengan percuma karena penggunaan metode yang
dikehendaki guru dan mengabaikan karakteristik siswa, fasilitas sekolah, serta situasi kelas. 4
Tujuan ilmu pengetahuan alam adalah mencari kebenaran menemukan fakta. Peserta
didik tetap memerlukan alat bantu berupa media atau alat peraga yang dapat memperjelas apa
yang disampaikan oleh pendidik (guru) ataupun melakukannya secara langsung. Sehingga lebih
cepat dipahami dan dimengerti oleh peserta didik. Selain itu dijelaskan juga bahwa IPA
merupakan suatu ilmu teoritis, tetapi teori tersebut didasarkan atas pengamatan, percobaan-
percobaan terhadap gejala-gejala alam. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam pembelajaran
IPA hendaknya menggunakan metode yang melibatkan langsung peserta didik dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian mereka akan mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang
Inquiry berasal dari bahasa Inggris yang artinya penyelidikan, metode inquiry dikenal
masalah merupakan suatu pendekatan cukup ilmiah dalam melakukan penyelidikan dalam
rangka memperoleh suatu penemuan. Semua langkah yang ditempuh dari mulai merumuskan
masalah, hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dengan data dan menarik kesimpulan
jelas membimbing siswa untuk selalu menggunakan pendekatan ilmiah dan berfikir secara
objektif dalam memecahkan masalah. Dengan metode inquiry maka siswa akan memiliki
4
Amalia Sapriati, dkk, Pembelajaran IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), h.28.
5
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 108.
pengalaman baru dalam belajar, berbeda dengan sebelumnya yang hanya dilakukan melalui
metode ceramah.6
alam dan segala keanekaragamannya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga
metode inquiry ini dirasa dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Karena
metode inquiry merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara
bagi siswa. Adanya metode pembelajaran berbeda yang diterapkan oleh guru dibandingkan
dengan pembelajaran sebelumnya, menjadikan proses belajar mengajar lebih bervariatif sehingga
siswa tidak merasa jenuh dalam belajar di kelas. Secara tidak langsung kondisi tersebut akan
membuat motivasi belajar siswa menjadi lebih meningkat sehingga diharapkan akan
B. Rumusan Masalah
6
Sumiati dan Arsa, Metode Pembelajaran. (Bandung: CV Wacana Prima, 2008), h. 103.
BAB II
PEMBAHASAN
pengetahuan-pengetahuan tersebut menjadi sebuah ide yang baru. Teori belajar konstruktivisme
berkaitan erat dengan bagaimana seorang individu memperoleh pengetahuan yang baru dengan
cara menghubungkan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya dengan pengetahuan yang
pembelajaran siswa di sekolah. Menurut Trianto (2010: 28) salah satu prinsip penting teori
menyampaikan/menyajikan pengetahuan kepada siswa namun siswa juga harus terlibat dalam
pembelajaran di kelas siswa tidak sekedar menerima begitu saja informasi, pengetahuan atau pun
materi yang disampaikan guru namun siswa juga harus mampu menemukan dan membangun
Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman (2010: 37) dalam teori belajar
konstruktivisme pengetahuan bukanlah proses peniruan dari lingkungan atau keadaan yang
individu sendiri. Ini artinya seseorang memperoleh pengetahuan tidak hanya dari melihat dan
menerima apa yang diberikan pada mereka namun seseorang membangun dan membentuk
merupakan suatu teori belajar yang menekankan bahwa individu memperoleh pengetahuan dari
dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang saat ini diterima dan dilakukan oleh individu
secara mandiri. Pembelajaran berbasis inquiry merupakan pembelajaran yang didasarkan dari
teori teori belajar konstruktivisme. Salah satu prinsip teori belajar konstruktivisme adalah bahwa
siswa tidak boleh hanya sekedar menerima begitu saja informasi, pengetahuan atau pun materi
namun siswa juga harus mampu menemukan dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Gulo dalam Trianto (2010: 166) bahwa inquiry
merupakan rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya. Selain
itu, teori konstruktivisme menyatakan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan tidak hanya
dari melihat dan menerima apa yang diberikan namun seseorang membangun dan membentuk
pengetahuan mereka sendiri menjadi suatu pemahaman yang mendalam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hamiyah dan Jauhar (2014: 185) bahwa pembelajaran inquiry bertujuan memberikan
berpikir reflektif.
Teori belajar konstruktivisme juga berkaitan erat dengan bagaimana seorang individu
menghubungkan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru
mereka terima sehingga terbentuklah pengetahuan atau ide-ide yang baru . Hal ini sesuai dengan
pendapat Seif dalam Ngalimun (2012: 33) bahwa inquiry didasarkan pada asumsi “kebebasan
Oleh karena itu, berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa
konstruktivisme.
Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran IPA ahkir-ahkir ini para ahli
Piget. Pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya
sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1989: 160). Oleh karena
itu, setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi
Konstruktivisme memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk melakukan dialog
dengan guru dan teman-temannya karena hal ini bisa meningkatkan pengembangan konsep dan
ketrampilan berpikir para siswa. Dikenal beberapa model pembelajaran yang dilandasi
kontruktivisme yaitu model siklus belajar (Learning cycle model), model pembelajaran
model), model CLIS (Children learning in science), dan model strategi pembelajaran kooperatif
atau CLS (Cooperative learning strategies). Masing-masing model tersebut memiliki kekhasan
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional. Kekhasan model-model tersebut tampak pada
Tytler (1996: 11-17) dalam buku Materi dan Pembelajaran IPA SD menyatakan bahwa
setiap model memiliki fase-fase dengan istilah yang berbeda, tetapi pada dasarnya memiliki
tujuan yang sama yaitu: (a) menggali gagasan siswa, (b) mengadakan klarifikasi dan perluasan
terhadap gagasan tersebut, kemudian (c) merefleksikannya secara eksplisit. Perbandingan fase-
I II III IV V
konsep konsep
Generatif
kooperatif
(construct) pemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitar. Pemahaman itu sendirilah yang
membentuk pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sekitar. Menurut Ernset dan Brook (1999)
ada lima prinsip prinsip petunjuk dari konstruktivisme yang dapat diaplikasi didalam kelas.
a. Prinsip pertama adalah memberikan permasalahan yang relevan dengan siswa. Fokus pada
apa yang menarik bagi siswa dan penggunaan pengetahuan awal atau sebelumnya sebagai
titik awal. Hal ini dapat membantu siswa untuk lebih termotivasi dan terlibat dalam belajar.
Pertanyaan-pertanyaan relevan yang ditujukan kepada siswa akan memaksa para siswa
Hal ini merujuk pada perancangan belajar pelajaran pada ide dan konsep utama dari pada
memberikan kepada siswa topik-topik terpisah dan tanpa kesamaan yang mungkin atau tidak
saling berkaitan. Penggunaan konsep-konsep yang luas mengundang tiap siswa untuk
c. Prinsip ketiga adalah mencari dan menilai sudut pandang siswa. Prinsip ini memberikan
keluasan pada proses berpikir bagi siswa. Hal ini juga dapat menantang siswa untuk
membuat proses pembelajaran lebih bermakna. Untuk mencapai hal ini,guru harus memiliki
kemauan untuk mendengarakan siswa dan menyediakan kesempatan agar hal ini bisa terjadi
di kelas.
d. Mengadaptasi kurikulum sesuai dengan kayakinan-keyakinan yang dimiliki siswa . Adaptasi
tujuan dari tuntutan kognitif yang tersirat dalam tugas-tugas khusus (dikurikulum).
e. Prinsip terakhir adalah menilai pembelajaran siswa dalam konteks pengajaran. Hal ini
merujuk pada ketidakterkaitan yang lama ada antara konteks pembelajaran dengan
pengajaran interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta mengobservasi siswa
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang
biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada
struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak
atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan
hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai
cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran kontruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan
aplikasi).
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau ketahui
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi
kesempatan untuk merumuska hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
dikembangbiakkan.
· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin
yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Artinya model pembelajaran inquiry
siswa melalui proses penyelidikan dan penemuan secara mandiri. Menurut Sanjaya (2011: 196)
pengembangan proses berpikir itu sendiri dapat dilakukan melalui proses tanya jawab yang
Menurut Ellis dan Ngalimun (2012: 33) bahwa pendekatan inquiry di dasarkan atas tiga
pengertian yang salah satunya adalah siswa terlibat dalam kesempatan belajar dengan derajat
“selfdirection” yang tinggi. Pembelajaran inquiry memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mencari dan menemukan sendiri konsep-konsep baru dari apa yang dipelajarinya. Siswa belajar
untuk aktif terlibat dalam mencari dan menemukan informasi serta melakukan penyelidikan
secara mandiri tentang suatu permasalahan. Menurut Sanjaya (2011: 197) siswa tidak hanya
berperan sebagai pendengar penjelasan verbal dari guru saja namun siswa juga berperan aktif
menemukan sendiri inti dari materi yang diajarkan. Pengalaman siswa menemukan sendiri
informasi dan konsep-konsep baru serta melakukan penyelidikan terhadap suatu masalah
diharapkan dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang lebih bermakna.
pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa menemukan cara untuk meningkatkan
menjadikan kemampuan berpikir ilmiah sebagai dasar dalam memecahan masalah. Pemecahan
masalah menuntut siswa untuk mampu menggali dan mencermati secara kritis suatu
permasalahan.
inquiry adalah pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah siswa dengan
menuntut siswa untuk aktif terlibat mencari dan menemukan pengetahuan serta melakukan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta
menghubungkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang saat ini
Ada beberapa model pembelajaran yang dilandasi kontruktivisme yaitu: Model siklus
belajar (Learning cycle model), model pembelajaran generative (generative learning model),
model pembelajaran Interaktif (Interactive learning model), model CLIS (Children learning in
science), dan model strategi pembelajaran kooperatif atau CLS (Cooperative learning
strategies).
ilmiah siswa dengan menuntut siswa untuk aktif terlibat mencari dan menemukan pengetahuan
serta melakukan penyelidikan secara mandiri dalam pemecahan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Sapriati, dkk. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka, 2011.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta: Sinar
Grafika. 2009.