Anda di halaman 1dari 30

MATA KULIAH

Penelitian TindakanKelas

Oleh:

Nama : IRMA ERPIANA


NIM : 856599523
Masa : 2022.2
Program : PGSD
Tempat Tutorial : KOTA JAMBI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ-UT JAMBI
2022.2
Soal

1. Buatlah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan dan
manfaat penelitian

2. Buatlah kajian pustaka

3. Buatlah metodogi penelitian yang digunakan


JAWABAN

1.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

IPA merupakan salah-satu mata pelajaran yang penting yang diajarkan di

sekolah dasar. Pelajaran IPA juga termasuk salah satu pelajaran yang sering

diperlombakan ditingkat nasional maupun tingkat internasional. Pelajaran IPA

merupakan pembelajaran yang berkonsep pada alam dan mempunyai hubungan

yang sangat luas terkait kehidupan manusia yang memiliki tujuan untuk

memahami berbagai gejala alam, dan prinsipnya yang bermamfaat dan dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Trihastuti (2008, dalam Neka,

2015) Peranan pelajaran IPA sangat strategis karena menanamkan kebiasaan

berfikir ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri. Kompetensi mata pelajaran IPA

pada kelas I – III diintegrasikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan

Matematika, sedangkan untuk mata pelajaran IPS diintegrasikan pada ke mata

pelajaran Bahasa Indonesia, PPKn, dan Matematika (Murfiah, 2017).

Proses pembelajaran IPA ditekankan dapat memberikan pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi menjelajahi dan memahami alam

sekitar secara ilmiah. Kemampuan siswa semakin kuat apabila dalam

pembelajaran dapat menumbuhkan kemampuan berfikir logis, berfikir kritis,

kreatif, berinisiatif, dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan

(Trihastuti, 2008, dalam Neka, 2015). Kemampuan seperti itulah yang diharapkan
dapat tumbuh dalam diri siswa dalam pelajaran IPA Modern (Iskandar, 1997,

dalam Neka, 2015).

Namun ketika dilakukan observasi di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu, saat

proses pembelajaran ditemukan kurangnya minat dan keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran, siswa cenderung disuruh untuk mendengarkan penjelasan

guru, tanpa diberi kesem]patan untuk mencari dan menemukan suatu yang dapat

dijadikan sebagai sumber pembelajaran. Hal ini dikarenakan tidak adanya media

yang digunakan, guru masi terpengaruh dengan metode pembelajaran KTSP 2006,

serta masi menggunakan metode pembelajaran konvensional, dan kurang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisifasi langsung.

Dari permasalahan proses pembelajaran diatas peneliti mencoba mencari

solusi yang dapat meningkatkan minat dan keaktifan siswa dalam pembelajaran

dan disesuaikan dengan proses pembelajaran IPA yaitu memberikan kesempatan

untuk mengalami langsung, sehingga hasil belajar siswa juga diharapkan dapat

meningkat. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan dalam memperbaiki proses

pembelajaran diantaranya ialah dengan menerapkan model, strategi dan media

pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat

dan keaktifan siswa dalam pelajaran IPA adalah model Discovery Learning,

karena model discovery learning ini dalam proses pembelajarannya membutuhkan

penalaran, dan menemukan sesuatu untuk dirinya dalam memahami struktur dan

ide ide sehingga siswa akan belajar menemukan sendiri, mengordinasikan dan

menyimpulkan pemahamannya terkait mata pelajaran IPA sehingga pengetahuan

tersebut tersimpan lama dalam ingatan siswa (Fitri, 2015, dalam Bahri, 2018).
Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang

bertujuan melatih siswa untuk menentukan konsep secara mandiri. Peran aktif

siswa dalam proses pembelajaran dengan memecahkan berbagai persoalan dan

menjawab pertanyaan untuk menemukan suatu konsep. Model discovery learning

banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam

kegiatan belajar, sehingga dapat membangkitkan motivasi belajar, karena

disesuaikan dengan kebutuhan mereka sendiri,

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Lestari dan

Budiastuti 2018, Prayitno dan Dian 2017, Amyani, Kusumatuty 2017) setelah

menggunakan model Discovery Learning menunjukkan peningkatkan keaktifan

siswa saat proses pembelajaran.

Dari uraian diatas diharapkan setelah menerapkan pembelajaran model

discovery learning dapat meningkatkan keaktifan siswa, dan dengan adanya

keaktifan tersebut dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dengan cara

menemukan sendiri pengetahuan tersebut sehingga siswa aktif dan kreatif dalam

proses pembelajaran.

Sehubungan dengan uraian diatas, dan belum adanya penerapan model

discovery learnig dalam pembelajaran tema di SD Negeri Tanjung Ulu, maka

penulis merasa tertarik untuk melakuka penelitian dengan judul “Penerapan model

discovery learning untuk meningkatkan keaktifan siswa pada tema pertumbuhan

dan perkembangan makhluk hidup di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu”.


B. Rmusan Maslah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang

menjadi pertanyaan yang memandu peneliti dalam penelitian “Penerapan model

discovery learning untuk meningkatkan keaktifan siswa pada Tema pertumbuhan

dan perkembangan makhluk hidup di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu”, adalah:

1. Bagaimana menerapkan model discovery learning pada tema pertumbuhan

dan perkembangan makhluk hidup di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu?

2. Apakah penerapan model discovery learning dapat meningkatkan keaktifan

siswa pada pembelajaran IPA tema pertumbuhan dan perkembangan

makhluk hidup di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah (1) untuk mengetahui

bagaimana penerapan model discovery learning pada tema pertumbuhan dan

perkembangan makhluk hidup di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu dan (2) untuk

mengetahui sejauh mana peningkatan keaktifan siswa menggunakan model

discovery learning pada tema pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup di

kelas III SD Negeri Tanjung Ulu.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan dan secara

teoritis barmanfaat bagi: (1) sekolah, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

di sekolah, (2) Bagi instansi terkait dapat memberikan masukan dalam mengambil

kebijakan yang dapat menunjang proses pembelajaran. Secara praktis bermanfaat


bagi: (1) Guru, dapat manambah wawasan dalam pemilihan model pembelajaran

yang sesuai dengan materi pelajaran, (2) Siswa, dapat lebih aktif dalam proses

pembelajaran, sesuai dengan yang diharapkan, (3) Peneliti, memberikan wawasan

baru yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sebagai tenaga pendidik, (4)

pembaca, dapat memberikan pengetahuan baru mengenai model pembelajaran

discovery learning dan implementasinya dalam pembelajaran yang dapat

meningkatkan minat dan keaktifan siswa.

2. Kajian Pustaka

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tentang garis besar dari

sebuah penelitian yang dilakukan, dimana sebelum dilakukan penelitian kondisi

siswa kelas III SD Negeri Tanjung Ulu masih memiliki semangat yang relativ

rendah yang mempengaruhi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran Tema.

Dalam hal ini mereka kurang tertarik untuk mencari informasi pelajaran yang
mereka butuhkan, karena ketergantungan mereka pada penjelasan guru saat proses

pembelajaran, sehingga pembelajaran cenderung berpusat pada guru bukan pada

siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti merasa tertari untuk

menggunakan model pembelajaran yang bisa menimbulkan semangat dan

keaktifan siswa dalam pembelajaran, dan model yang tepat untuk mengatasi

permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model discovery learning.

Alasan peneliti menggunakan model discovery learning kerena model

tersebut mempunyai beberapa kelebihan diantaranya: (1) dapat memberikan siswa

belajar meningkatkan hubungan antara teman, baik teman sekelompok maupun

teman kelompok lain (2) terjadinya komunikasi tatap muka baik sesama

kelompok, maupun kelompok lain (3) akan menimbulkan rasa kepuasan batin

yang dapat mendorong ingin malakukan penemuan lagi sehingga minat belajarpun

meningkat dan akan terjadinya komunikasi dan interaksi yang positif sesama

siswa.

Model discovery learning merupakan model pembelajaran yang sesuai

dengan karakteristik pembelajaran tematik. Hal ini dikarenakan model discovery

learning merupakan sebuah model yang berpusat pada siswa, guru memberikan

kesempatan dan kebebasan kepada siswa untuk menemukan, menggali dan

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga siswa dapat lebih mengerti dan

mudah memahami materi pembelajaran. Dengan belajar menemukan sendiri,

siswa akan lebih dapat memahami dan mengingat konsep dan pengetahuan yang

dipelajari sendiri, sehingga ssiswa katif mencari informasi yang di perluakn dan

hasil belajar siswa dapat meningkat.


Dari penjelasan tersebut peneliti menerapkan model discovery learning pada

pembelajaran tema pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup untuk

meningkatkan keaktifan siswa kelas III SD Negeri Tanjung Ulu dalam

pembelajaran. Agar lebih jelas, gambar berikut mendeskripsikan garis besar

penelitian yang akan dilakukan.

Kondisi Saat Ini Tindakan Tujuan/ Hasil

• Pembelajaran • Kajian teori • Guru mampu


kurang aktif mengenai D.L menerapkan
• Model • Perencanaan model discovery
pembelajaran Perbaikan learning.
yang digunakan pembelajaran • Keaktifan Siswa
kurang bervariasi. dengan Meningkat
• Rendahnya menerapkan • Kuliatas
kualitas model pembelajaran
pembelajaran pembelajarn D.L baik proses
khususnya tema • Observasi maupun hasil
pertumbuhan dan penelitian meningkat.
perkembangan tindakan kelas
makhlik hidup • Refleksi dari
hasil observasi

Implementasi model
pembelajaran discovery
Diskusi Pemecahan
learning. Hosnan (2014)
Masalah

Evaluasi Awal Evaluasi Tindakan Evaluasi Hasil

Gambar 2.1:

(Kerangka Pemikiran)
B. Model Discovery Learning

Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru. Untuk

mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya model-

model pembelajaran yang dipandang dapat membantu guru dalam proses belajar

mengajar. Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan

suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses

pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

pendidik selama pembelajaran berlangsung.

Menurut Sagala (2009) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model pembelajaran

mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi metode atau prosedur.

Model-model pengajaran sebenarnya juga bisa dianggap sebagai model-model

pembelajaran. Model pengajaran merupakan hasil dari perjuangan guru yang telah

berhasil membuat jalan baru.

Menurut Joyce dan Weil dalam Sagala (2019) “model mengajar adalah

suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan

kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran,

perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program

multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer”.

Selanjutnya Joyce, Weil, dan Calhoun dalam sagala (2009) juga telah

mengelompokkan model-model pengajaran ke dalam empat kelompok yaitu: (1)

Kelompok model pengajaran memproses informasi (the information processing


family) (2) Kelompok model pengajaran sosial (the social family) (3) Kelompok

model pengajaran personal (the personal family) (4) Kelompok model pengajaran

sistem perilaku (the behavioral systems family). Berdasarkan pendapat tersebut,

dapat dikatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang

digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang

menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Menurut Herdi (2010: 78)

Mengartikan model Discovery Learning sebagai berikut:

“Suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,


memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Lebih lanjut
dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan dalam proses belajarnya,
diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Proses yang
dimaksud adalah mengamati, mencerna, mengerti, mengelompokkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan
sebagainya”.

Menurut Sapriati (2014) tugas guru dalam menerapkan model pembelajaran

discovery learning, bertindak hanya sebagai pembimbing dan fasilitator yang

mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, dan sebagainya.

Tiga ciri utama belajar penemuan (discovery learning) adalah: (1) siswa terlibatan

dalam proses belajar (2) guru hanya berperan sebagai petunjuk (guide) dan

pengarah bagi siswa untuk mencari informasi (3) proses belajar mengajar

umumnya mengunakan barang barang nyata.

Jadi model discovery learning juga dapat diartikan sebagai model

pengajaran yang mengatur pengajaran yang mengarahkan anak untuk memperoleh

pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui

pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri, dan siswa sendiri


melakukan pengamatan, penggolongan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik

kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

1. Karakteristik Pembelajaran Model Discovery Learning

Model discovery learning merupakan model pembelajaran yang

dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme, yaitu proses

pembelajaran yang dilakukan individu sendiri dengan caranya sendiri dan

membentuk pengetahuannya secara alami (Berlia, 2011). Adapun ciri-ciri dari

pembelajaran konstruktivisme menurut Hosnan (2014) adalah: (1)

Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan,

dan menganalisir pengetahuan, (2) Mengkombinasikan pengetahuan yang sudah

ada dengan pengetahuan yang baru. (3) Pembelajaran berpusat pada siswa.

Menurut kristin ciri utama dari model discovery learning adalah (1)

mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan

dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa ( 3) kegiatan untuk

menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri diatas maka dapat disimpulkan bahwa,

karakteristik model discovery learning adalah (1) Pembelajaran yang menuntut

siswa melakukan, mencoba dan menemukan sendiri sebuah konsep pembelajaran,

(2) siswa dituntut berperan aktif dalam proses pembelajaran, (3)

mengeksplorasikan pengetahuan untuk memberikan penguatan terhadap

pengetahuan yang sudah ada.

2 Prinsip Pembelajaran Model Discovery Learning


Prinsip belajar yang nampak jelas dalam model discovery learning

menurut Sagala (2009) adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan

tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik

didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan

mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif)

apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Dengan demikian dalam mengaplikasikan model discovery learning dalam

sebuah bahan ajar pada suatu bidang studi tertentu maka tidak semua materi

pelajaran yang harus dipelajari siswa dipresentasikan dalam bentuk final,

beberapa bagian discoverylearning harus dicari diidentifikasikan oleh siswa

sendiri dan mencari informasi sendiri.

3. Tujuan Pembelajaran DiscoverLearning

Menurut Hosnan (2014) beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan

penemuan yakni sebagai berikut: (1) Dalam menemukan siswa memiliki

kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. (2) Melalui pembelajaran

dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun

abstrak, juga siswa banyak meramalkan informasi tambahan yang diberikan. (3)

Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan

menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam

menentukan. (4) Pelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara

kerja bersama yang lebih efektif, saling membagi informasi, serta mendegar dan

menggunakan ide-ide orang lain. (5) Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan

bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang


dipelajari melalui lebih bermakna. (6) Discovery learning keterampilan yang

dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah

ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Riensuciati (2013) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari

pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut: (1) Dalam penemuan

siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat

ketika penemuan digunakan. (2) Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa

belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak

meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan. (3) Siswa juga

belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan

tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

(4) Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja

bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan

menggunakan ide-ide orang lain.

Jadi Model pembelajaran discovery learning bertujuan untuk membentuk

siswa yang mandiri dan aktif dalam pembelajaran, dimana dalam model

pembelajaran tersebut siswa dituntut untuk menemukan prinsip dan konsep secara

mandiri sehingga siswa merasakan pengalaman secar langsung.

4. Langkah-langkah model Discovery Learning

Proses pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning

menggunakan beberapa langkah. Menurut Hosnan (dalam Murfiah, 2017: 127-

128) dalam menerapkan model Discovery Learning di kelas, ada beberapa


prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum

sebagai berikut:

“(1) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah). Setelah


dilakukan stimulasi langkah selanjutnya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
pernyataan singkat. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis, yakni
pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang
diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik
yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk
menemukan suatu masalah.
(2) Stimulation (Pemberian Rangsangan). Kegiatan penciptaan
stimulus (rangsangan) dilakukan pada saat peserta didik melakukan
aktivitas mengamati fakta atau fenomena dengan cara melihat,
membaca, atau menyimak. Fakta yang disediakan dimulai dari yang
sederhana hingga kompleks. Guru dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah kepada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat membantu peserta
didik dalam mengeksplorasi bahan. Ketika memberikan stimulus,
guru dapat menggunakan teknik bertanya. Dengan demikian peserta
didik terlibat secara aktif dalam bereksplorasi.
(3). Data Collection (Pengumpulan Data). Ketika eksplorasi
berlangsung peserta didik mengumpulkan informasi sebanyak
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
pernyataan masalah tersebut. Dengan demikian siswa diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collecting) berbagai informasi
yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Dengan demikian, peserta didik secara aktif menemukan
pengetahuan baru yang berhubungan dengan permasalahan yang
dihadapi.
(4). Data Processing (Pengolahan Data). Semua informasi hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu. Data processing disebut juga dengan
pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan
konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif
jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
(5). Verification (Pembuktian). Pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
jawaban atas pernyataan masalah. Verification bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau
informasi yang ada, pernyataan terdahulu itu kemudian dicek, apakah
terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
(6). Generalization (Menarik Kesimpulan). Tahap
generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik
kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan
kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman
seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.”

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning

Takdir (2002) menyebutkan terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan

mengajar dengan menggunakan model discovery learning, diantara kelebihan itu

ialah: (1) Dalam penyampaian bahan discovery learning digunakan kegiatan

pengalaman langsung. (2) Discovery learning lebih realistis dan mempunyai

makna. (3) Discovery learning merupakan suatu model pemecahan masalah. (4)

Dengan sejumlah transfer langsung, maka kegiatan discovery learning akan lebih

mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan

dengan aktivitas pembelajaran. (5) Discovery learning banyak memberikan

kesempatan bagi anak didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar.

Jadi, dengan menggunakan model discovery learning dapat meningkatkan

minat dan keaktifan siswa serta memiliki daya ingat karena siswa mengalami
langsung proses penemuan yang dapat menciptakan kepuasan dalam diri siswa

yang secara tidak langsung dapat mendorong untuk melakukan penemuan-

penemuan berikutnya.

Adapun kelemahan model discovery learning adalah sebagai berikut: (1)

Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesala pahaman antara guru

dengan siswa. (2) Menyita pekerjaan guru. (3) Tidak semua siswa mampu

melakukan penemuan. (4) Tidak berlaku untuk semua topik. (5) Berkenaan

dengan waktu, strategi discovery learning membutuhkan waktu yang lebih lama

daripada ekspositori. (6) Kemampuan berfikir rasional siswa ada yang masih

terbatas. (7) Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas, terlalu cepat

pada suatu kesimpulan. (8) Faktor kebudayaan atau kebiasaan yang masih

menggunakan pola pembelajaran lama. (10) Tidak semua siswa dapat mengikuti

pelajara dengan cara ini.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan kelemahan model discovery learning

yaitu, kerana belum terbiasanya siswa dalam pembelajaran menemukan dan

berpotensi gagal dalam pembelajaran sehingga perlu berulang-ulang serta

didukung dengan sarana dan prasarana dalam prose pembelajaran.

C. Keaktifan Siswa

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi

keberhasilan proses pembelajaran. Untuk mencapai keberhasilan yang baik dalam

proses belajar mengajar maka diperlukan keaktifan yang baik dari semua pihak

khususnya siswa itu sendiri karena salah satu pengajaran yang berhasil dilihat dari
kadar kegiatan belajar. Semakin tinggi kegiatan yang dilakukan siswa maka

semakin tinggi pula peluang keberhasilannya dalam pengajarannya.

Sardiman (2001) mendefinisikan keaktifan adalah kegiatan yang bersifat

fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang

tidak dapat dipisahkan. Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila

seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif,

baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran (Mulyasa, 2002).

Dari pendapat tersebur dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam

belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa

dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat menciptakan

suasana kelas menjadi kondusif.

1. Indikator Keaktifan Siswa

Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran adalah

keterlibatan secara mental (intelektual dan emosional) siswa yang dalam beberapa

hal atau kegiatan disertai dengan keaktifan fisik dan psikis (kejiwaan). Suasana

pembelajaran aktif memberikan nuansa semangat didalam kelas, dimana setiap

siswa merasa dirinya berharga dan setiap pendapat atau perbuatannya layak

mmendapat apresiasi dari guru dan teman-temannya. Hal yang paling utama

menjadi pemicu keaktifan siswa didalam kelas adalah munculnya rasa ingin tahu,

ketertarikan, dan minat siswa terhadap hal yang sedang dipelajari.

Nana Sujana (2004: 61) berpendapat keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal

beriku:

“(1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya (2) terlibat


dalam pemecahan maslah (3) bertanya kepada siswa lain atau guru
apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya (4) berusaha
mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah (5) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk
guru (6) menilai kemampuan dirinya dari hasil yang diperolehnya (7)
melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis (8)
kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh
dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.”

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator keaktifa siswa dapat

dinilai dari melaksanakan tugas dari guru, bertanya, mencari informasi yang

diperlukan, ikut berdiskusi dalam kelompok, mencoba secara terus menerus, dan

menerapkan apa yang telah dipelajari.

Adapun penelitian ini dibatasi pada pengamatan yang berhubungan dengan

keaktifan siswa saat proses pembelajaran menggunakan model discovery learning.

Acuan pengamatan keaktifan ini antara lain kegiatan siswa dalam proses

pembelajaran seperti memperhatikan, mendengarkan, berdiskusi, kesiapan siswa,

bertanya, kerjasama dalam kelompok, keberanian siswa, dan

mengkomunikasikan informasi. Dalam proses pembelajaran dikelas diharapkan

siswa menggunakan berbagai kegiatan tersebut, sehingga proses pembelajaran

berjalan dengan baik dan keaktifan di dalam kelas juga semakin meningkat.

D. Pembelajaran Tema di Sekolah Dasar

Menurut Kurniawan (2011 dalam Yuniasih, 2014) Pembelajaran tematik

adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan pada pengorganisasian

materi yang terintegrasi dan dipadukan pada suatu tema. Menurut Depdiknas

dalam Trianto (2011, dalam Hidayah, 2015) yang dimaksud dengan pembelajaran

tematik pada dasarnya adalah merupakan model pembelajaran terpadu dengan


menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran di sekolah dasar

sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa.

Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema

untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan

pokok yang menjadi pokok pembicaraan Poerwadarminta (1983, dalam Hidayah,

2015). Selanjutnya, Sutirjo dan Mamik dalam Suryosubroto (2009 dalam

Hidayah, 2015) berpendapat bahwa pembelajaran tematik adalah usaha untuk

mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai atau sikap pembelajaran, serta

pemikiran yang kreatif dengan menggunakan sebuah tema.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

tematik merupakan strategi pembelajaran yang diterapkkan bagi anak sekolah

dasar. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan

tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata

pelajaran.

1. Karakteristi Pembelajaran Tema

Terdapat beberapa karakteristik yang perlu dipahami dari pembelajaran

tematik menurut Hernawan (2011, dalam Yuningsih, 2014) yaitu: (1) Berpusat

pada siswa (student centered), peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu

memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas

belajar. (2) Dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct

experiences), siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar

untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. (3) Pemisahan antar mata pelajaran
menjadi tidak begitu jelas, fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan

tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. (4) Menyajikan

konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran,

siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. (5) Bersifat luwes

(fleksibel), sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran

dengan mata pelajaran yang lainnya. (6) Hasil pembelajaran dapat berkembang

sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, siswa diberi kesempatan untuk

mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

pembelajaran tematik menekankan kepada siswa untuk aktif dalam pembelajaran,

sehingga memberikan pengalaman langsung terhadaap konsep-konsep

pembelajaran yang saling terkait antar mata pelajaran.

E. Menceritakan Daur Hidup Hewan Menggunakan Kosakata yang Tepat

Daur hidup adalah seluruh tahap perubahan yang dialami mahluk hidup

selama hidupnya. Dalam daur hidupnya, hewan ada yang mengalami

metamorfosis dan ada yang tidak. Metamorfosis adalah tahap perubahan bentuk

yang sangat berbeda yang dialami hewan sejak menetas sampai dewasa. Berikut

akan dijelaskan mengenai daur hidup hewan dengan cara metamorfosis

1. Daur Hidup Metamorfosis

Metamorfosis adalah perubahan hewan yang sangat berbeda bentuknya

dibandingkan pada saat lahir. Hewan yang mengalami daur hidup metamorfosis

antara lain terjadi pada kupu-kupu, nyamuk, lalat dan katak.

1. Proses Daur Hidup kupu-kupu


Daur hidup kupu-kupu dimulai dari telur. Telur kupu-kupu biasanya berada

dipermukaan daun. Telur menetas menjadi ulat. Ulat mempertahankan hidupnya

dengan makan dedaunan. Ulat makan selama berhari-hari, tetapi lama kelamaan

makin sedikit. Gerakan ulat makin lama makin lambat. Akhirnya, ulat berhenti

makan dan tampak tidak bergerak.

Walaupun tidak makan dan tampak tidak bergerak, ulat itu tidak mati. Ulat

segera membuang sarang dari air liurnya. Air liurnya mengeras membentuk bahan

semacam benang sutra. Benang-benang itu melekat pada daun atau batang dan

menutup seluruh tubuh ulat. Keadaan ulat yang terbungkus disebut kepompong

(pupa), dari kepompong akan berubah menjadi kupu kupu.

Gambar 2.2

(Daur hidup kupu-kupu)

2. Daur Hidup Katak

Katak berkembang biak dengan bertelur. Daur hidup katak dimulai dari telur

yang berada di air. Telur menetas menjadi kecebong (berudu). Pada kecebong

akan tumbuh sepasang kaki belakang, lalu tumbuh kaki depan. Katak berekor lalu

tumbuh menjadi katak mudah dan menjadi katak dewasa yang tidak berekor.
Gambar 2.3

(Daur hidup katak)

2. Menceritakan Daur Hidup Hewan

Setelah mempelajari tentang daur hidup hewan, kemudian gunakanlah

kosakata yang sudah kamu ketahui artinya untuk menceritakan daur hidup hewan .

Berikut langkah langkahnya.

1. Amati daur hidup hewan dengan seksama

2. Pahami setiap tahapan yang dilalui

3. Ceritakan tahapan-tahapan tersebut secara teratur

4. Gunakan kosakata yang sesuai

F. Penelitian Relevan

Kajian tentang Penerapan model discovery learning pada pembelajaran IPA

bukanlah suatu kajian yang baru dalam penelitian ilmiah, sudah ada penelitian

sejenis yang mengacu pada hal ini. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh:

Rahayu dan Hardini (2019) penerapan model discovery learning untuk

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar tematik. Metode penelitian yang

digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dan dilaksanakan sebanyak dua

siklus. Instrumen pengumpulan data yang digunakan meliputi lembar observasi


guru dan siswa, dan tes hasil belajar. Pada pra siklus presentase keaktifan siswa

hanya 22, 73%, kemudian setelah di lakukan tindakan pada siklus I mengalami

peningkatan dengan rata-rata sebesar 54, 55%, dan pada siklus II nilai rata-rata

keaktifan siswa sebesar 81, 82%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan

menggunakan model discovery learning dapat meningkatkan keaktifan siswa.

Rosdiana, Boleng, dan Susilo (2017) dengan judul pengaruh penggunaan

model discovery learning terhadap efektivitas dan hasil belajar siswa.

Menemukan terdapat pengaruh efektivitas pembelajaran pada kelompok yang

menggunakan model discovery learning, yaitu lebih tinggi dari kelompok lain

yang tidak menggunakan model discovery learning. Data hasil ketuntasan belajar

siswa yang diperoleh adalah 93,33 % di kelompok eksperimen, sedangkan di

kelompok kontrol adalah 60 %, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran

menggunakan model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar.

Safitri, Kurniawa, dan Sulistri (2016) dengan judul penerapan model

discovery learning untuk meningkatkan keterampilan berfikir kritis pada siswa

kelas X pada meteri kalor, menemuka hasil analisis data yang diperoleh dari hasil

tes yang diberikan pada siswa, rata-rata hasil keterampilan berfikir kritis setelah

ternormalisasi dengan menggunakan uji N-gain pada indikator membuat

keputusan sebesar 0,37, membandingkan sebesar 0,39, pemecahan masalah

sebesar 0,33. Hasil dari keterampilan berfikir siswa diperoleh peningkatan dengan

kategori sedang pada rentang 0,3≤< g > <0,7. Diharapkan hasil penelitian ini

dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dan dapat untuk

meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa.


G. Rangkuman Kajian Pustaka dan Alasan Perlunya Penelitian

Dalam kegiatan pembelajaran dimana proses keterlibatan siswa secara aktif

dalam pembelajaran sangat mempengaruhi proses belajar yang efektif. Setiap

satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses

pembelajaran, serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efesiensi

dan efektivitas ketercapain kompetensi lulusan.

Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dinilai

agar terlaksana secara efektif dan afesien. Proses pembelajaran pada setiap satuan

pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, dan memberikan motivasi untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup kemandirian, kreativitas, dan prakarsa sesuai dengan

perkembangan minat dan bakat serta perkembangan fisik dan psikologi peserta

didik. Dalam kegiatan pembelajaran juga keterlibatab aktif siswa sangat

berpengaruh terhadap proses belajar yang efektif. Setiap satuan pendidikan harus

melaksanakan rencana pembelajaran, pelaksanaan, evaluasi dan penilaian untuk

meningkatkan ketercapaian kompetensi lulusan (Kemendikbud dalam materi

pengembangan kurikulum 2013).

Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran sangat mempengaruhi

proses belajar yang efektif. Sesuai salinan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007

tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

mengamanatkan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu
direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan

efisien.

Tujuan penelitian kualitatif dengan desain Penelitian Tindakan Kelas ini

adalah untuk mengetahui implementasi model discovery learning pada

pembelajaran tema pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup di kelas III

SD Negeri Tanjung Ulu.

Penelitian ini penting untuk dilaksanakan mengingat selama ini belum ada

penelitian serupa yang mengungkapkan permasalahan tentang keaktifan siswa

secara kualitatif pada lokasi penelitian tersebut. Hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai rujukan bagi guru terutama penelit sebagai wali kelas dalam

peningkatan kualitas pembelajaran yang efektif dan bermutu.


3.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan keaktifan

siswa menggunakan model discovery learning pada tema pertumbuhan dan

perkembangan makhluk hidup di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu dan untuk

mengetahui dampak dari penerapan model discovery learning terhadap

peningkatan kualitas belajar tema di kelas III SD Negeri Tanjung Ulu. Dalam

penelitian ini, peneliti mengunakan pendekatan penelitian tindakan kelas. Menurut

Kemmis dan McTaggart (1988), penelitian tindakan kelas adalah:

A form of collective self-reflective enquiry undertaken by participants


in social situations in order to improve the rationality and justice of
their own social or educational practices, as well as their
understanding of these practices and the situations in which these
practices are carried out. (p. 5).

Dalam konteks proses belajar mengajar, penelitian tindakan kelas menurut Burns

(2010) adalah:

AR is part of a broad movement that has been going on in education


generally for some time. It is related to the ideas of ‘reflective practice’ and
‘the teacher as researcher’. AR involves taking a self-reflective, critical, and
systematic approach to exploring your own teaching contexts. (p. 2).
Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan

oleh guru dan bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran di

dalam kelas melalui pendekatan refleksi diri yang kritis dan sistimatik dalam

konteks proses belajar mengajar. Untuk mencapai tujuan penelitian, dalam


penelitian tindakan kelas ini, peneliti mengadopsi rancangan yang dibuat oleh

Kemmis dan McTaggart (1988), yang terdiri dari perencanaan (planning),

tindakan (acting), pengamatan (observing), dan reflecting (refleksi) seperti

tergambar dalam bagan 1 berikut ini.

Gambar 3.1

(Prosedur penelitian tindakan kelas Kemmis dan McTaggart (1988)

Dari 4 tahapan penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan McTaggart (1988),

rincian kegiatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan (planning)

Tahap perencanaan merupakan tahapan awal yang harus dilakukan peneliti

sebelum melakukan sesuatu. Dengan perencanaan yang baik peneliti akan lebih

muda untuk mengatasi kesulitan dan mendorong untuk bertindak dengan lebih

efektif. Dalam kegiatan perencanaan (planning) ini, peneliti mempersiapakan

silabus rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang menggunakan model

pembelajaran discovery learning, terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan


penutup, lembar catatan dan refleksi guru, lembar catatan peserta didik, observasi

yang disesuaikan dengan RPP.

2. Tindakan (acting)

Tahap tindakan dilakukan dengan menerapkan strategi pembelajaran

discovery learning. Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal

pelajaran tema semester 2 (dua). Tindakan yang dimaksudkan disini adalah

memberikan respon terhadap semua perilaku peserta didik sesuai dengan tujuan

penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk siklus. Dalam satu siklus

terdiri dari 2 (dua) pertemuan.

Setelah dilakukan tindakan pada siklus 1 (satu) maka dilakukan refleksi

untuk mengetahui hasil dari tindakan. Jika tindakan yang diberikan belum

terlihat keaktifan siswa dalam pembelajaran, maka akan dilakuka perbaikan pada

siklus selanjutnya yaitu proses pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran

tema menjadi lebih efektif dan bermutu sehingga siswa aktifan dalam

pembelajaran.

3. Pengamatan (Observation)

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran dengan menggunakan

lembar observasi yang telah disiapkan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak

terdapat dalam lembar observasi dengan membuat lembar catatan lapangan dan

direkam juga dengan mengunakan audio visual. Observasi yang dilakukan

meliputi pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah

lakunya dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran dengan penerapan


model discovery learning dalam pembelajaran tema pertumbuhan dan

perkembangan makhluk hidup.

4. Refleksi (reflecting)

Pada tahap ini peneliti melakukan evaluasi diri mengunakan “catatan guru”

dari pelaksanaan tindakan pada siklus I yang telah dilaksanakan, yang digunakan

sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus berikutnya. Jika

hasil yang diharapkan belum tercapai maka dilakukan perbaikan yang

dilaksanakan pada siklus kedua dan seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai