Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam

membangun upaya peningkatan sumber daya manusiayang berkualitas.

Pendidikan tidaklepas dari peranan seorang guru. Guru merupakan salah satu

pemegang peranan penting dalam pendidikan yang memiliki tugas untuk

mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan pada peserta didiknya agar

terciptalah sumber daya manusia yang berkualitas. Di dalam lingkungan

pendidikan peserta didik akan mengalami suatu proses menerima ilmu

pengetahuan yang disebut dengan proses pembelajaran (Dimyati, 2013:2).

Proses pembelajaran merupakan satu komponen penting dalam dunia

pendidikan dimana didalamnya terdapat guru dan juga peserta didik yang

saling berinteraksi satu sama lain untuk saling bertukar pikiran,dan membagi

ilmu pengetahuan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang mampu

meletakkan posisi guru dengan tepat. Sehingga guru dapat memainkan

perannya sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Sebagai educator,

guru mendidik sesuai dengan materi pembelajaran yang diajarkannya. Sebagai

leader, guru harus bias menguasai,mengendalikan dan mengarahkan kelas

menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru bertugas

memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya.

1
Sebagai motivator, guru mendorong dan membangkitkan semangat peserta

didik untuk belajar. Sebagai pemberi inspirasi, guru mengubah pandangan

hidup peserta didik menjadi lebih baik (Arisanti, 2013: 3). Suatu proses

pembelajaran dikatakan berkualitas dan berhasil juga ditentukan oleh kualitas

dan kemampuan seorang guru. Kemampuan yang dimaksud adalah

kemampuan untuk mengelola kelas, kemampuan untuk membuat materi

pembelajaran menjadi lebih menarik dengan berbantu media pembelajaran,

kemampuan untuk memilih metode dan model pembelajaran yang sesuai,

kemampuan untuk memahami karakter dan kepribadian siswa, serta

mengembangkan potensi peserta didik dan memberikan pengalaman belajar

yang bermanfaat bagi peserta didik. Secara kodrati kemampuan peserta didik

itu berbeda-beda, maka proses pembelajaran yang dilakukan harus sesuai

dengan perkembangan tiap-tiap peserta didik pada setiap tingkat

perkembangan sehingga pendidikan yang diberikan tepat dan berdaya guna

(Hamalik, 2012:118). Siswa diberikan kesempatan untuk bisa lebih aktif dan

kreatif membangun pengetahuan mereka sendiri (Shafa, 2014 :84). Upaya yang

digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa yaitu memilih strategi,cara

atau metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar

siswa maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Salah satunya adalah dalam

mata pelajaran IPA (Musfiro, 2015: 45).

Pembelajaran IPA merupakan salah satu pembelajaran yang sangat

berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

2
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan (Usman, 2018:104). Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi

wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,

serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari(Ali, 2018: 84).Proses pembelajarannya menekankan

pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Usman, 2018:108).

Pembelajaran IPA harus dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang

terkait dengan fenomena gejala alam yang setiap saat akan selalu berubah,

dengan demikian pembelajaran IPA tidak boleh terpisah dengan hakikatnya

yaitu terdapat proses dimana siswa harus melakukan pengamatan tentang

gejala alam tadi yang selanjutnya harus dianalisis dan disimpulkan sebagai

produk dan juga harus terjadi internalisasi sikap ilmiah pada siswa (Ali,

2018:86). Oleh karena itu guru Dalam pembelajaran juga harus memperhatikan

bahwa apa yang dipelajari siswa harus sesuai dengan pengalaman siswa, guru

harus menyesuaikan dengan lingkungan siswa dan menyesuaikan dengan

pengalaman yang dimiliki siswa sebelumnya. Hal ini juga akan berpengaruh

pada pembentukan konsep, sesungguhnya siswa memiliki konsep yang

dibentuk sendiri, oleh karenanya dibutuhkan konsep yang membenarkan

konsep siswa melalui pengalaman siswa dalam belajar (Hasbullah, 2018:274).

Namun dari kenyataan yang adaproses pembelajaran masih

dilaksanakan secara konvensional yaitu proses pembelajaran di dalam kelas

hanya berpusat pada guru (Handayani, 2020:49). Hal ini sangat berdampak

3
pada hasil belajar siswa yang menurun, dan juga kurang efektifnya proses

pembelajaran di dalam kelas (Ferawati, 2021:198).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPA pada

tanggal 18 Maret 2022, di SMP Negeri 4 Wolowaru dari hasil wawancara

proses pembelajarannya masih menggunakan metode ceramah dan diskusi.

Sehingga tidak jarang proses pembelajaran menjadi kurang efektif. Pada saat

proses pembelajaran, siswa cenderung monoton mendengar, mencatat, serta

kurang adanya partisipasi aktif dari siswa untuk bertanya dan mengajukan

pendapat. Selain itu juga, media pembelajaran yang digunakan masih

menggunakan buku paket IPA dan belum menggunakan LCD. Sehingga siswa

juga merasa kesulitan untuk memahami materi dalam proses pembelajaran.

Sementara untuk kriteria ketuntasan minimal (KKM) di sekolah tersebut

adalah untuk pengetahuan 65 dan keterampilan 70. Oleh karena itu, perlu

adanya strategi berupa penerapan model pembelajaran yang bersifat aktif.

Dalam perkembangannya model pembelajaran mempunyai banyak variasi

banyak model pembelajaran kreatif yang berpotensi meningkatkan kemampuan

siswa dalam pembelajaran tematik. Salah satunya, model pembelajaran

Discovery learning. Model ini digunakan untuk mengembangkan cara belajar

aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang akan

diperoleh bertahan lama dalam ingatan sehingga tidak mudah dilupakan oleh

siswa (Kristin, 2016:92). Model discovery learning menuntun siswa untuk

mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dengan mencari informasi sendiri,

kemudian siswa mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang

4
diketahui dan dipahami ke dalam bentuk akhir. Pembelajaran dengan model

discovery learning biasanya dimulai dengan menghadapkan siswa pada satu

masalah (Sunarto, 2020:94)

Selanjutnya siswa berusaha untuk membandingkan kenyataan di

lingkungannya dengan yang tersedia pada struktur mental yang telah

dimilikinya. Melalui pengalaman yang telah dimilikinya, siswa mencoba untuk

menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur agar

mencapai keadaan seimbang. Untuk itu, siswa harus mencoba, mengadakan

analisis, menemukan informasi baru, menyingkirkan informasi yang tidak

perlu, kemudian menjadikannya sebagai pengetahuan barunya. Jadi, model

discoverylearning juga dapat melatih sikap ilmiah siswa (Sunarto, 2020:99).

Peningkatan hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran

discoverylearning didukung oleh beberapa penelitian yaitu menurut Prasetyo

(2018:7) menyatakan bahwa terdapat peningkatan kreativitas dan hasil belajar

IPA siswa. Peningkatan kreativitas belajar siswa terjadi secara bertahap, pada

pra siklus siswa masuk dalam kategori tidak kreatif dengan presentase 32%,

pada siklus I mengalami peningkatan menjadi kategori cukup kreatif dengan

presentase sebesar 80%, pada siklus II juga mengalami peningkatan menjadi

kategori kreatif dengan presentase 96%. Begitu pula dengan peningkatan hasil

belajar IPA mengalami peningkatan secara bertahap, pada pra siklus dengan

presentase ketuntasan 20% dengan rata-rata 58,4, pada siklus I meningkat

dengan presentase ketuntasan 56%, pada siklus II juga mengalami peningkatan

dengan presentasi 92% dengan rata-rata 85,8. Jadi dapat disimpulkan bahwa

5
pada model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan kreativitas

dan hasil belajar IPA.

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PENERAPAN MODEL

DISCOVERY LEARNINGTERHADAPHASIL BELAJAR SISWA KELAS VII

SMP NEGERI 4 WOLOWARU”.

B. Rumusan Masalah

Apakah penerapan model pembelajaran discoverylearning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah masalah di atas, pembatasan masalah

dan fokus penelitian ini berfokus pada penerapan model pembelajaran

Discovery Learning dan hasil belajar siswa.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan hasil

belajar siswa kelas VII SMP Negeri 4 Wolowaru. Melalui penggunaan model

pembelajaran discovery learning.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat bagi siswa

a) Meningkatkan hasil belajar siswa, serta meningkatkan solidaritas

peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, meningkatkan

6
kemampuan, dan menganalisis suatu permasalahan melalui model

pembelajaran yang inovatif.

b) Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.

c) Meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA).

2. Manfaat bagi guru

a) Dapat membantu guru dalam meningkatkan partisipasi dan interaksi

belajar siswa di dalam kelas.

b) Dapat membantu guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

c) Dapat meningkatkan kemampuan guru dalam merancang model

pembelajaran dan juga menerapkan model pembelajaran discovery

learningsehingga pembelajaran menjadi lebih efektif, kreatif, dan

efisien.

3. Manfaat bagi sekolah

Dapat membantu sekolah memberikan inovasi baru dalam perbaikan tata

cara pengajaran di dalam kelas, bukan hanya pada mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) tetapi juga pada mata pelajaran lain.

4. Manfaat bagi peneliti

Dapat digunakan untuk menambah wawasan dan sebagai acuan untuk

mengembangkan penelitian berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai