Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PENGGUNAAN SIMULASI PHET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA

SKRIPSI

Oleh:

DEWI YULIASTUTI

NIM: PMM2100059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang memiliki peran penting
dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam menghasilkan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, mampu dalam
mengambil keputusan, dan mampu memecahkan masalah serta mampu mengaplikasikan
ilmu pengetahuan dalam kehidupan untuk kesejahteraan umat manusia (Sastrika, Sadia &
Muderawan, 2013). Pendidikan sains mempelajari suatu gejala alam melalui sebuah Commented [6j1]: Dalam satu paragraf, usahakan jangan
pengamatan, eksperimen, dan analisis. Fisika sebagai salah satu cabang dari pendidikan hanya berisi satu kalimat. Paling tidak 2 atau tiga kalimat,
sehingga jelas mana ide pokok dan mana kalimat penjelas.
sains.
Fisika secara umum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam,
gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut.
Dalam fisika juga tidak hanya sekedar teori dan rumus yang harus dihafal, tetapi juga
membutuhkan pemahaman konsep yang dititikberatkan pada terbentuknya suatu
pengetahuan melalui suatu percobaan, penyajian data secara matematis, dan berdasarkan
aturan-aturan tertentu (Yuliani, 2017). Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif,
menanamkan pemahaman konsep sebelum menghafal serta terampil dalam proses untuk
memperoleh konsep yang baru sangat penting untuk diterapkan. Siswa diarahkan untuk
berpikir kritis dalam mengolah fakta dan gagasan, serta menyimpulkan masalah-masalah
yang ada, sehingga memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang fisika. Tetapi
kenyataannya sebagian besar siswa berpikir bahwa fisika merupakan bidang ilmu yang
sulit dan kurang disenangi (Suratni, 2021). Pada akhirnya, siswa hanya mendengarkan
penjelasan dari guru saja dan sulit untuk memahaminya.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 19 ayat 1, diperlukan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa. Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang standar proses, model
pembelajaran kooperatif diutamakan dalam implementasi kurikulum 2013. Dalam
kurikulum 2013, siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan melakukan
kegiatan seperti menjawab beberapa pertanyaan dan memecahkan permasalahan untuk
menemukan konsep dasar, karena keberhasilan dan kegagalan suatu proses pembelajaran
dapat dilihat melalui prestasi belajar yang didapatkan oleh siswa (Amiroh, 2014). Prestasi
belajar adalah bagian yang sangat penting dan merupakan hasil akhir yang dicapai setelah
melalui proses kegiatan belajar mengajar (Rahma, 2013).
Pembelajaran fisika di sekolah sebaiknya menekankan pada pemberian pengalaman-
pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar dapat
mengembangkan ide-ide dalam kehidupan nyata. Siswa diharapkan dapat menemukan
pengetahuan dan keterampilan bukan hanya mengingat seperangkat fakta atau rumus-
rumus yang ada tetapi juga menemukan sendiri dengan cara observasi, bertanya,
mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, dan mengambil kesimpulan (NSTA, 2004).
Keaktifan dan kemampuan siswa dalam menemukan konsep wajib dilatih agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik (Wenning, 2011).
Kesulitan yang dihadapi siswa dalam melatih keaktivan dan menemukan sendiri
konsep yang dipelajari disebabkan oleh model pembelajaran yang masih berpusat pada
guru (Klahr & Nigam, 2004). Kegiatan yang berpusat pada guru kurang mendukung
pengembangan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam penguasaan konsep fisika
(Crebert, dkk, 2011). Guru bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi juga
dapat memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya (AAPT, 2009).
Aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan penguasaan
konsep saja, tetapi juga siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran melalui kelompok
untuk mencari informasi, membahas pertanyaan, dan mencapai informasi melalui
percobaan (Balim, 2009).
Untuk menyajikan materi fisika menjadi lebih menarik, guru harus memiliki
kemampuan untuk mengembangkan metode atau model pembelajaran dan pemanfaatan
media pembelajaran sehingga menarik minat siswa dan tujuan pembelajaran dapat dicapai
dengan baik. Arsyad (2011) mengemukakan dua unsur yang amat penting dalam proses
pembelajaran di kelas yaitu model atau strategi dan media pembelajaran. Model
pembelajaran yang dapat diterapkan agar siswa dapat berpartisipasi secara aktif yaitu
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Menurut Posamentier (1999: 12)
secara sederhana menyebutkan bahwa belajar secara kooperatif adalah penempatan
beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa
tugas. Dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil tersebut, dapat membantu siswa
saling ketergantungan positif, tanggung jawab, komunikasi antar anggota, dan evaluasi
proses kelompok (Lie, 2003:30).
Menurut Ibrahim (2000:2) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang
dapat membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Kagan (1992)
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi instruksional yang
melibatkan interaksi siswa secara kooperatif atau kelompok dalam mempelajari suatu topik
sebagai bagian penting dari proses pembelajaran. Jacob (1999) mendefinisikan
pembelajaran kooperatif sebagai suatu metode instruksional dimana siswa dalam
kelompok kecil bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas akademik.
Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya belajar dan menerima apa
yang disampaikan guru dalam kegiatan belajar mengajar, namun juga dapat belajar dari
siswa lainnya, sekaligus memiliki kesempatan untuk berbagi pengetahuan dengan siswa
yang lainnya. Dengan model pembelajaran tersebut, siswa akan lebih termotivasi, percaya
diri, mampu berpikir tingkat tinggi dalam menganalisis permasalahan, dan mampu
membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan
semua siswa dapat memahami materi pada tingkat yang relatif sama. Johnson dan Johnson
(1984) serta Hilke mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah; (1)Terdapat
saling ketergantungan yang positif di antar anggota kelompok, (2)dapat
dipertanggungjawabkan secara individu, (3)heterogen, (4)berbagi kepemimpinan,
(5)berbagi tanggung jawab, (6)menekankan pada tugas dan kebersamaan, (7)membentuk
keterampilan sosial, (8)peran guru/dosen mengamati proses belajar siswa, dan
(9)efektivitas belajar tergantung pada kelompok.
Namun penerapan model pembelajaran kooperatif saja tidak cukup apabila tidak
didukung dengan media pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat yang dapat
membantu proses kegiatan belajar mengajar dan menanggulangi keterbatasan atau
ketiadaan perangkat laboratorium. Salah satu solusinya yaitu dengan pemanfaatan
laboratorium virtual sebagai media pembelajaran. Dengan menggunakan laboratorium
virtual, siswa dapat leluasa menggali pengetahuannya melalui penggantian berbagai
parameter yang terdapat dalam praktik simulasi tersebut, sehingga didapat analisis tanpa
harus menggunakan alat peraga yang berbahaya dan mahal (Maryani, 2010). Walaupun
laboratorium virtual merupakan simulasi yang tidak dapat digunakan untuk menggantikan
pratikum (Sutrisno, 2011:32).
Laboratorium virtual juga menunjang pendidikan kearah yang lebih maju dan modern.
Karena saat ini pengembangan kualitas sumber daya manusia menjadi kewajiban, terutama
dalam memasuki era globalisasi dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Selain itu, laboratorium virtual dapat digunakan sebagai sistem pendukung untuk
memperdalam pengalaman dan memotivasi siswa untuk melakukan percobaan secara
interaktif dan mengembangkan ketrampilannya. Saregar, Sunarno,& Cari (2013)
mengemukakan bahwa, tujuan penggunaan media berbasis laboratorium virtual yaitu untuk
mempermudah mengkomunikasikan dan membangun konsep tentang konten materi fisika
yang bersifat abstrak.
Untuk dapat beradaptasi dengan era globalisasi dan perkembangan teknologi tidak ada
jalan lain selain melalui pendidikan. Simulasi yang dilakukan melalui laboratorium virtual
dapat membantu siswa membangun pemahanan dan intuisi untuk fenomena yang bersifat
abstrak. Media yang digunakan berupa simulasi virtual yaitu simulasi Physics Education
Technology (PhET) yang dibuat oleh University of Colorado yang berisi simulasi
pembelajaran fisika, biologi, dan kimia. Simulasi PhET menekankan hubungan antara
fenomena kehidupan nyata dengan ilmu yang mendasari,mendukung pendekatan interaktif
dan konstruktivis, memberikan umpan balik, dan menyediakan tempat kerja kreatif
(Finkelstein, 2006).
Program PhET Simulation merupakan media simulasi interaktif yang menyenangkan,
berbasis penemuan berupa software dan dapat digunakan untuk memperjelas konsep-
konsep fisis atau fenomena yang telah dipraktikumkan (Mubarrok & Mulyaningsih, 2014).
Pembelajaran dengan menggunakan PhET Simulation membuat siswa tertarik dan
semangat melakukan praktikum sehingga menuntaskan hasil belajar siswa
(Prihatiningtyas, dkk., 2013). Di samping itu, pembelajaran fisika dengan menggunakan
media interaktif PhET Simulation memberikan hasil belajar lebih baik daripada kelas yang
hanya menggunakan praktikum saja tanpa disertai penggunaan media PhET Simulation
(Mubarrok &Mulyaningsih, 2014)
Menurut Farreira (2010), beberapa manfaat yang didapatkan dalam penggunaan
laboratorium virtual yaitu : 1) mengurangi keterbatasan waktu, jika tidak ada cukup waktu
untuk mengajari seluruh peserta didik di dalam lab hingga siswa paham; 2) mengurangi
hambatan geografis, jika terdapat siswa yang berlokasi jauh dari pusat pembelajaran
(kampus perguruan tinggi); 3) ekonomis, tidak membutuhkan bangunan lab, alat-alat dan
bahan-bahan seperti pada laboratorium konvensional; 4) meningkatkan kualitas
eksperimen, karena memungkinkan untuk diulang untuk memperjelas keraguan dalam
pengukuran dilab; 5) meningkatkan efektivitas pembelajaran, karena siswa akan semakin
lamamenghabiskan waktunya dalam lab virtual tersebut berulang-ulang; 6)meningkatkan
keamanan dan keselamatan, karena tidak berinteraksi dengan alat dan bahan kimia yang
nyata.
Berdasarkan uraian yang telah di sampaikan, maka dilakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Penggunaan Simulasi PhET Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap
Perkembangan Kognitif Siswa.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan simulas PhET dengan model pembelajaran kooperatif terhadap perkembangan
kognitif siswa SMA pada materi hukum coulomb.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas maka didapatkan rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana minat belajar siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran
menggunakan simulasi PhET dengan model pembelajaran kooperatif untuk
siswa kelas X IPA SMA Negeri 5 Semarang?
2. Bagaimana perkembangan kognitif siswa kelas X IPA SMA Negeri 5
Semarang sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan
simulasi PhET dengan model pembelajaran kooperatif?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas maka tujuan peneitian ini
adalah untuk mengetahui:
1. Minat belajar siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran
menggunakan simulasi PhET dengan model pembelajaran kooperatif untuk
siswa kelas X IPA SMA Negeri 5 Semarang.
2. Perkembangan kognitif siswa kelas X IPA SMA Negeri 5 Semarang sebelum
dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan
model pembelajaran kooperatif.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Secara teoris, hasil penelitian ini menambah wawasan metode pembelajaran
yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif siswa kelas X IPA.
2. Secara praktis:
a. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
sekolah untuk mengetahui dan membantu pengadaan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pembelajaran
berbantuan media simulasi PhET tersebut. Karena penelitian ini dapat
dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam mengevaluasi
proses pembelajaran di kelas yang telah dilakukan dan hasil belajar yang
telah dicapai dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran fisika di
SMA Negeri 5 Semarang.
b. Bagi Guru
Proses belajar mengajar fisika menggunakan model pembelajaran
kooperatif dengan media simulasi PhET dapat menjadi salah satu
referensi metode mengajar oleh guru-guru untuk dapat dikembangkan
dalam proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan perkembangan
kognitif siswa.
c. Bagi Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi pembelajaran fisika
menggunakan simulasi PhET dengan model pembelajaran kooperatif
yang berpengaruh terhadap perkembangan kognitif siswa.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Model Pembelajaran Kooperatif


Menurut (Ahyar, dkk, 2021)Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa berproses
dalam pembelajaran. Hal ini ditandai oleh adanya kerjasama , diskusi , atau hubungan kerja
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai dan menyelesaikan permasalahan dengan
baik sebagai tujuan yang harus dicapai oleh kelompok itu sendiri . Prinsip pembelajaran
kooperatif menurut Slavina : penghargaan kelompok , tanggung jawab individual ,
kesempatan yang sama untuk sukses.
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan
faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Untuk
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa harus saling bekerja sama setiap
kelompoknya dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. (Samio, 2021 : 165)
Unsur pertama dalam pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif,
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawab
kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang telah ditugaskan kepada kelompok. Kedua,
menjamin semua anggota kelompok tersebut secara individu mempelajari bahan yang
ditugaskan. (Aswan, 2016 : 73-74)
Menurut Mercer (1996) dalam Gillies, 2008, Cooperative learning can be widely
accepted as a pedagogical practice that can be used in the classroom to stimulate students'
interest in learning through engagement with their learning partners during the learning
process. When children interact cooperatively, they learn to listen to what others have to
say, give and receive information, discuss different perspectives by doing so, develop an
understanding of the topic at hand. In fact, speaking is so important that it is now
recognized as more than a means of sharing thoughts. It is also a way of social thinking
and a tool for the shared construction of knowledge by teachers and learners (Gillies, 2008
: 239). Menurut Coie (1990) dalam Gillies, 2003, Cooperative learning activities provide
an ideal vehicle for teachers to structure the environment for successful peer interaction
and to provide students with the coaching and support they need to develop their social
and emotional skills and understanding. Cooperative learning in early childhood can
develop positive attitudes toward school and learning, and toward peers, and can provide
many opportunities to learn how others think, to develop language skills, and to learn how
to solve interpersonal problems. (Gillies :2003 : 20)
Menurut Kagan, (1992).dalam dyson, 2012 Cooperative Learning Structure is how to
manage individual interactions in the classroom. The structure provides a step-by-step
procedure used to present, practice, and review assignments. manage interactions between
pairs, some best for small groups and others involving the entire class. (dyson, 2012 : 4)
Asumsi yang mendasari pengembangan komunitas pembelajaran kooperatif adalah:
sinergi yang dihasil dalam pengaturan pembelajaran kooperatif, anggota kelompok saling
belajar, intraksi satu sama lain meningkatkan pembelajaran siswa, kerjasa sama
neningkatkan perasaan positif satu sama lain, kerja sama meningkatkan harga diri saat
dihargai dan diperhatikan orang sekitar, siswa merespon pengalaman untuk menyelesaikan
tugas yang membutuhkan kerja sama.

B. Media Simulasi PhET


Physics Education Technology atau PhET merupakan sebuah aplikasi yang berisi
berbagai simulasi yang berguna untuk mengajar dan belajar fisika yang dikembangkan oleh
Universita Colorado. Simulasi PhET menggunakan gambar bergerak (animasi), bersifat
interaktif dan dibuat layaknya permainan dimana siswa dapat belajar dan bereksplorasi.
Simulasi ini menekankan pada hubungan antara fenomena dalam kehidupan nyata dan ilmu
yang mendasarinya, serta berusaha unutk membuat model-mode konseptual fisis yang
mudah dimengerti oleh para siswa (Perkins, dkk, 2006).
Tujuam utama dari simulasi PhET ini yakni untuk meningkatkan keterlibatan siswa dan
meningkatkan hasil belajarnya. Simulasi ini didesain dengan menarik sehingga dapat
mengundang perhatian siswa untuk mencoba bereksplorasi (terlibat aktif), serta simulasi
ini juga didesain khusus untuk mendukung siswa dalam membangunpemahaman konsep
yang kuat mengenai fisika melalui eksplorasi tersebut.
Seluruh pengaturan dalam simulasi ini sederhana dan mudah digunakan seperti click-
drag, menggeser dan terdapat tombol-tombol yang dapat digunakan. Selain itu, pada
simulasi PhET juga menampilkan hal yang tidak dapat dilihat oleh mata seperti atom,
electron, foton, dan medan listrik sehingga dapat memberikan sedikit gambaran kepada
siswa. Pada simulasi ini juga menyediakan berbagai instrumen/alat pengukuran seperti
penggaris, stopwatch, voltmeter, thermometer, dan alat pengukur tekanan untuk
melakukan pengukuran kuantitatif.
Simulasi PhET ini dibuat dalam Java, Flash, dan Html sehingga dapat dijalankan
langsung dari website PhET (http://phet.colorado.edu) menggunakan web browser standar.
Selain itu, PhET juga dapat diunduh secara gratis dan dipasang pada komputer (perangkat
lokal) sehingga dapat digunakan secara offline (Perkins dkk, 2006)
Pada simulasi PhET ini juga dapat memberi respon (feed back) yang cepat seteah
dilakukannya berbagai pengaturan, sehingga membuat simulasi ini menjadi sangat berguna
bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam membuat sebuah hubungan sebab
akibat dari suatu tindakan tersebut. Respon (feed back) yang dimaksudkan yakni seperti
adanya pergerakan dari objek (benda), hasil grafik, serta hasil angka-angka.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penlitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
dengan metode wawancara bersama guru fisika SMAN 5 Semarang dan observasi yang
dilakukan terhadap siswa SMAN 5 Semarang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 5 Semarang dan melalui media daring google
meet. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2021.

C. Desain Penelitian
Penelitian mengacu pada tahapan-tahapan sesuai dengan penggunaan PhET Simulation
dan model pembelajaran kooperatif. Berikut ini alur penelitian yang digunakan pada saat
melaksanakan penelitian.

Tanya jawab dengan


Observasi pelaksanaan
siswa SMAN 5
Wawancara dengan penggunaan PhET
Semarang yang
guru fisika SMAN 5 Simulation dengan
digunakan untuk
Semarang model pembelajaran
analisis pemahaman
kooperatif siswa

Menganalisis hasil yang Membuat laporan


didapatkan penelitian

D. Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dengan guru fisika
SMAN 5 Semarang dan hasil observasi pembelajaran yang dilakukan bersama siswa
SMAN 5 Semarang melalui media google meet. Data yang telah didapatkan kemudian
diperlihatkan kepada guru fisika yang mengajar siswa tersebut untuk pengembangan model
pembelajaran kedepannya.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut:
• Analisis model pembelajaran yang diterapkan
• Analisis sistem pendukung yang digunakan dalam pembelajaran
• Analisis butir soal yang akan digunakan untuk sesi tanya jawab
• Tanya jawab sebagai uji pemahaman siswa terkait materi

Anda mungkin juga menyukai