Anda di halaman 1dari 39

JURNAL

KIMIA PERAIRAN

DI SUSUN OLEH:

YOHANES KENEDI NAHAK

(2013020036)

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

PRODI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

2020/2021

1. JURNAL PERTIMBANGAN ANALITIK

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah
dengan metode inkuiri dan proyek yaitu kreativitas, interaksi sosial dan interaksinya terhadap prestasi
belajar kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimental dan dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Februari 2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa D-III Akademi Nasional Analis Kesehatan Surakarta
tingkat I yang telah mengikuti perkuliahan kimia analitik I. Pengambilan sampel dengan cluster
random sampling terdiri dari dua kelas reguler 1B.1 dan kelas reguler 1B.2. Metode pembelajaran
yang diterapkan pada 1B.1 reguler adalah inkuiri terbimbing dan pada 1B.2 reguler adalah proyek.
Pengumpulan data dilakukan melalui tes hasil belajar kognitif siswa, didukung kuesioner untuk
mengukur prestasi afektif dan lembar observasi untuk penilaian psikomotor. Hipotesis diuji dengan
ANOVA tiga desain faktorial dengan sel tidak sama. Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1)
tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil Guided Inquiry dan Project Method terhadap prestasi
belajar siswa, 2) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil kreativitas tinggi dan kreativitas
rendah siswa. Prestasi belajar siswa, 3) tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil interaksi sosial
yang tinggi dan hasil belajar siswa yang rendah interaksi sosialnya, 4) tidak ada interaksi antara
metode pembelajaran dan kreativitas terhadap prestasi belajar siswa, 5) tidak ada interaksi antara
metode pembelajaran dan interaksi sosial terhadap hasil belajar siswa, 6) tidak terdapat interaksi
antara kreativitas dan interaksi sosial terhadap hasil belajar siswa, 7) tidak terdapat interaksi antara
metode pembelajaran, kreativitas, dan interaksi sosial terhadap hasil belajar siswa.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Metode Inkuiri Terbimbing, Metode Proyek,
Kreativitas, Interaksi Sosial.

Pendahuluan
Penilaian kualitas produk pendidikan pertama-tama terlihat pada perkembangan sikap dasar,
seperti sikap kritis, berpikir ilmiah dan kesediaan terus mencari kebenaran (Andreas, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, konsep pendidikan tidak direduksi pada ujian yang hanya mengukur
transfer pengetahuan, namun lebih luas, mencakup pembentukan keterampilan (skill) dan sikap dasar
(basic attitude), seperti: kekritisan, kreativitas, sikap ilmiah, dan keterbukaan terhadap inovasi dan
aneka penemuan. Semua itu amat diperlukan agar peserta didik mampu bertahan hidup dan menjawab
tantangan yang selalu berkembang. Dalam hal ini, pendidik dituntut tidak sekedar sebagai pentransfer
ilmu, namun lebih dari itu, juga berperan sebagai agen pencerahan. Idealisme pendidik, menurut
Socrates adalah eutike, bidan yang membantu peserta didik melahirkan inovasi dan pengetahuan.
HELTS (Higher Education Long Term Strategy) 2003-2010 yang dikeluarkan Ditjen Dikti pada bulan
April 2003 memberikan amanah yang salah satunya adalah penerapan prinsip Student-Centered
Learning (SCL) dalam proses pembelajaran.

Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL dan dua di antaranya adalah Case-Based
Learning dan Cooperative Learning. Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta adalah salah satu
institusi yang mempersiapkan ahli madya analis kesehatan, dimana dalam kurikulum KBK yang
dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM
Kesehatan tahun 2010, diharapkan lulusan analis kesehatan dapat melaksanakan tugas dalam
pelayanan laboratorium kesehatan, yang memiliki fungsi: 1) mempersiapkan proses teknis operasional
di laboratorium kesehatan; 2) mengembangkan prosedur untuk mengambil dan memproses spesimen;
3) melaksanakan uji analitik terhadap reagen dan spesimen; 4) mengoperasikan dan memelihara
peralatan atau instrument laboratorium; 5) menjaga kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium
dan lingkungannya; 6) mengevaluasi data laboratorium untuk memastikan akurasi dan prosedur
pengendalian mutu, serta mengembangkan pemecahan masalah yang berkaitan dengan data hasil uji;
7) membantu klinis dalam pemanfaatan data laboratorium secara efektif dan efisien untuk
menginterprestasikan hasil uji laboratorium; 8) merencanakan, mengatur, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan laboratorium; 9) membimbing dan membina tenaga kesehatan lain dalam
bidang teknik laboratorium; 10) melaksanakan penelitian dalam bidang laboratorium kesehatan; 11)
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang berkaitan dengan laboratorium kesehatan. Mata
kuliah kimia analitik I termasuk dalam mata kuliah keilmuan dan ketrampilan (MKK).

Nilai semesteran untuk kimia analitik I pada Tahun Akademik 2010/2011, didapatkan nilai
rata-rata 68.90 untuk regular A, dan rata-rata 73.36 untuk reguler B. Masih banyak peserta didik yang
harus mengikuti pembelajaran remidi untuk mencapai angka kelulusan minimum C (dengan rentang
skor 60-69). Sehubungan dengan permasalahan seperti yang dijelaskan di atas, metode pengajaran
yang diusulkan untuk diterapkan pada matakuliah kimia analitik I yaitu model pembelajaran berbasis
masalah dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing dan proyek. Alasan utama model
pembelajaran berbasis masalah diajukan dalam perkuliahan ini adalah: 1) pembelajaran memerlukan
adanya ilustrasi kasus nyata dalam penerapan ilmu yang diperoleh dari kuliah dan buku teks; 2)
pengajaran didasarkan hanya pada materi perkuliah saja seringkali membuat mahasiswa menjadi
pasif; 3) proses belajar yang efektif adalah proses yang melibatkan refleksi (double loop learning).
Pembelajaran berbasis kasus adalah proses pembelajaran yang memungkinkan terjadi double-loop
learning. Diharapkan dengan melibatkan mahasiswa dalam pembelajaran kimia analitik I dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, mahasiswa dapat memiliki pemahaman yang
lebih baik dibanding bila hanya sebatas menerima teori saja. Penelitian Ni Made Suci (2008)
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan kooperatif
berperan dalam: 1) meningkatkan aktivitas (partisipasi) mahasiswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM); 2) meningkatkan hasil belajar mata kuliah teori akuntansi; 3) mendapat respon yang positif
dari mahasiswa karena pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Pembelajaran dengan inkuiri dimulai dengan suatu kejadian yang menimbulkan teka-teki, hal
ini akan memotivasi mahasiswa untuk mencari penyelesaiannya. Inkuiri sains diharapkan dapat
menciptakan kegiatan sains yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang
diyakini sebelumnya dengan suatu bukti baru untuk mencapai pengalaman baru yang lebih saintifik,
melalui proses eksplorasi untuk mencapai gagasan baru (Amien, 1987). Pengambilan model ini
diharapkan akan dapat membantu mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman pada konsep yang
dipelajari dan peningkatan pada hasil belajar. Penelitian yang dilakukan Zawadzki R. (2010)
menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri menjadikan siswa aktif berpikir di dalam kelas (discussion
in class) dan laboratorium (laboratory work). Kegiatan siswa diawali dengan mengkaji teori kemudian
bereksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, berdiskusi, bekerja bersama dalam tim untuk
memahami konsep, dan menyelesaikan masalah, serta merefleksi apa yang sudah dipelajari selama
proses pembelajaran. Penerapan POGIL (processoriented guided-inquiry learning) ternyata
berpengaruh positif terhadap prestasi belajar dan thinking skills siswa. Pembelajaran berbasis proyek
merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk memantapkan pengetahuan yang dimiliki
siswa, serta memungkinkan siswa memperluas wawasan pengetahuan dari suatu mata pelajaran
tertentu.

Demikian pula pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih berarti dan kegiatan belajar
mengajar lebih menarik, karena pengetahuan itu lebih bermanfaat bagi siswa untuk mengapresiasi
lingkungannya, memahami serta memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-
hari (Semiawan, dkk cit. Made Wena 2009:107). Pembelajaran berbasis proyek akan meningkatkan
kreativitas dan motivasi siswa (clegg dan Bearh cit. Made Wena, 2009:144). Dalam pembelajaran
proyek, kerja proyek dapat dipandang sebagai bentuk open-ended contextual activity-base learning,
dan merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada pemecahan
masalah sebagai suatu usaha kolaborasi. Implementasi model pembelajaran masalah dengan metode
inkuiri terbimbing dan metode proyek dalam penelitian ini menggunakan sintak PBL yang meliputi 5
fase yaitu: 1) fase pertama, orientasi mahasiswa kepada masalah, dosen megajukan fenomena dari
jurnal penelitian untuk memunculkan masalah, mahasiswa dimotivasi untuk terlibat dalam pemecahan
masalah, 2) fase kedua, mahasiswa diorganisasi untuk belajar, dosen membantu mahasiswa dalam
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut, 3)
fase ketiga, mahasiswa mengumpulkan fakta, 4) fase keempat, mahasiswa menyusun hipotesis
(dugaan sementara) dan menyajikan hasil karya, 5) fase kelima, menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah, dituntut untuk menemukan solusi terbaik yang mungkin ada.

Di dalam kelas pembelajaran berbasis masalah dengan metode inkuiri terbimbing, peran
dosen berbeda dengan kelas proyek. Dalam fase 3 pada tahap mengumpulkan fakta, peran dosen
dalam kelas inkuiri terbimbing akan lebih banyak. Dosen mempunyai peran aktif membantu
mahasiswa dalam tahap-tahap pemecahan masalah yang diberikan oleh dosen. Pada proses inkuiri
terbimbing menuntut dosen bertindak sebagai fasilitator, narasumber, dan penyuluh kelompok.
Sedangkan pada kelas proyek mahasiswa diberikan kesempatan bekerja secara mandiri dengan peran
dosen sebagai fasilitator, pendamping dengan tidak berperan secara langsung sebagai narasumber
dalam pengumpulan fakta, menyusun hipotesis dan menyajikan hasil karya, mahasiswa
mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya dengan menghasilkan
produk nyata berupa laporan, video dan bahan presentasi mereka mengenai penyelesaikan dari
permasalahan yang mereka dapatkan. Gagne menyatakan bahwa hasil belajar termasuk prestasi
kognitif, ditentukan dari interaksi kondisi internal dan eksternal siswa. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa metode pembelajaran (kondisi eksternal) bukan satu-satunya penentu prestasi
kognitif.

Faktor internal siswa seperti gaya belajar, logika berpikir, kemampuan verbal, kemampuan
numerik, kemampuan analisis, kemampuan memori juga memberikan sumbangan terhadap prestasi
belajar (Gagne cit. Syaiful Sagala, 2010: 170). Kreativitas merupakan kemampuan berfikir tentang
suatu dengan cara baru dan tak biasa sehingga menghasilkan solusi yang unik atas suatu problem
(Santrock cit. Shinto & Sherly, 2003). Peran kerja analis kesehatan sekarang dituntut memiliki
kreativitas yang tinggi dalam menganalisa hasil pengujian. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa berfikir kreatif adalah kemampuan untuk mengelola informasi dalam memori tentang sesuatu
dengan cara baru dan tak biasa sehingga menghasilkan solusi yang unik atas suatu problem dalam
hubungan dengan diri sendiri, dengan alam dan dengan orang lain. Pendidikan pada dasarnya
merupakan interaksi antara dua pihak yaitu antara dosen dan mahasiswa. Interaksi antara
komponenkomponen tersebut akan terjadi selama proses pembelajaran berlangsung yaitu interaksi
dalam belajar antara dosen dengan mahasiswa maupun interaksi antar mahasiswa sendiri. Peranan
dosen sangat penting dalam melakukan usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi
agar mahasiswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. Pembelajaran inkuiri dapat berjalan dengan
lancar dan memberikan hasil yang optimal maka diperlukan interaksi antara pengajar dengan siswa,
siswa diberikan kebebasan untuk menyatakan pendapat atau mengajukan pertanyaan serta adanya
persamaan hak antara pengajar dengan siswa dalam mengutarakan pendapat (Diptoadi cit. Made
Wena, 2009:79) Atas dasar beberapa wacana diatas, penulis ingin meneliti apakah penggunaan
metode yang berbeda yaitu inkuiri terbimbing dan proyek dengan model pembelajaran berbasis
masalah akan membantu mahasiswa dalam pemahaman penerapan materi kimia analitik I, analisa
makanan dan minuman dalam dunia industri, dengan harapan meningkatkan prestasi belajar
mahasiswa yang bersangkutan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui:

1) pengaruh pembelajaran berbasis masalah

dengan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan proyek terhadap prestasi belajar
mahasiswa;

2) pengaruh kreativitas tinggi dan kreativitas rendah terhadap prestasi belajar mahasiswa;

3) pengaruh interaksi sosial tinggi dan interaksi sosial rendah terhadap prestasi belajar
mahasiswa;

4) interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas mahasiswa terhadap prestasi


belajar mahasiswa;

5) interaksi antara metode pembelajaran dengan interaksi sosial mahasiswa terhadap prestasi
belajar mahasiswa;

6) interaksi antara kreativitas dengan interaksi sosial mahasiswa terhadap prestasi belajar
mahasiswa;

7) interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas dan interaksi sosial mahasiswa
terhadap prestasi belajar mahasiswa.

Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta yang
beralamat di Jl. Yos Sudarso, Dawung 338 Surakarta. Dengan beberapa pertimbangan bahwa terdapat
seratus mahasiswa yang dibagi menjadi 3 kelas dengan sarana prasarana yang memadai untuk
penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2011/2012 Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh mahasiswa D-III Analis Kesehatan AAK Nasional Surakarta tingkat I
yang sedang mendapat mata kuliah kimia analitik I sebanyak 100 mahasiswa terbagi dalam 3 kelas,
sampel penelitian sebanyak 2 kelas dengan jumlah 74 mahasiswa sedangkan 26 mahasiswa lain yang
bukan sampel penelitian sebagai kelompok uji coba instrumen penelitian yang berupa test kognitif,
dan angket afektif.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik Cluster
Random Sampling sebagai kelompokkelompok yang akan dipilih dua kelas secara random (acak)
untuk dijadikan sebagai kelompok sampel. Setelah diundi secara acak, terpilihlah kelas Reguler 1B.1
dan Reguler 1B.2 sebagai kelompok sampel dalam penelitian ini, kelompok regular 1B.1 dan 1B.2
sebagai kelompok sampel dikarenakan setelah pengujian kesetaraan data skor prestasi mata pelajaran
IPA saat ujian tulis SIPENSIMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dengan

uji t dua sampel independen menunjukkan data yang tidak ada perbedaan yang sejati. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terbimbing dan proyek untuk
meningkatkan prestasi belajar kimia Analitik I mahasiswa. Adapun desain penelitian yang digunakan
adalah penelitian eksperimen (experimental research) dengan pertimbangan bahwa penelitian ini
berusaha untuk mengetahui pengaruh antara suatu variabel terhadap variabel lainnya, pembelajaran
dengan metode eksperimen melalui metode inkuiri terbimbing dengan metode proyek. Pada penelitian
ini, kreativitas dibatasi pada kreativitas inggi dan kreativitas rendah. Interaksi sosial mahasiswa
dikategorikan menjadi interaksi sosial tinggi dan rendah.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (A)


Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 yaitu: 1) variabel bebas: metode
pembelajaran inkuiri terbimbing dan metode pembelajaran proyek; 2) variabel moderator: kreativitas
dan interaksi sosial; 3) variabel terikat: prestasi belajar kimia analitik I, analisa makanan dan
minuman mahasiswa AAK Nasional Surakarta dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Data
yang diungkap dalam penelitian dapat berupa fakta, pendapat, dan kemampuan. Instrumen yang
digunakan untuk pengambilan data prestasi belajar ranah kognitif, kreativitas, dan interaksi sosial
berupa tes. Sedangkan untuk mengukur prestasi ranah afektif mahasiswa menggunakan angket dan
prestasi ranah psikomotor menggunakan lembar observasi yang dilengkapi rubrik penilaian.
Instrumen pembelajaran dalam penelitian ini meliputi: silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Instrumen pengambilan data diuji validitas konstruk (construct validity) adalah pengujian
validitas yang dilakukan dengan melihat kesesuaian konstruksi butir yang ditulis dengan kisikisinya.
Pengujian validitas konstruk dapat dilakukan dengan meminta pertimbangan ahli atau professional
atau rater. Setelah butir soal divalidasi oleh penilai, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
perhitungan menurut Gregory.

Data pengujian validitas konstruk instrumen yang akan digunakan dalam penelitian perlu
diuji coba terlebih dahulu pada kelas yang tidak digunakan untuk penelitian. Uji coba ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai
instrumen yang baik, instrument kognitif maupun afektif dilakukan uji validitas soal dengan
menggunakan teknik korelasi rumus ProductMoment dari Pearson, uji reliabilitas (untuk kognitif
dengan rumus Kuder Richardson dan nilai afektif dengan menggunakan penilaian rumus alpha), uji
taraf kesukaran soal, dan uji daya pembeda soal. Sebagai uji prasyarat analisis dilakukan uji kesamaan
rata-rata, normalitas dimana nilai signifikansi yang digunakan mengacu pada rumus Kolmogorov-
Smirnov dan homogenitas. Kemudian data yang diperlukan dianalisis dengan menggunakan analisis
variansi tiga jalan dengan sel tak sama (uji ANAVA). Tujuan dari analisis ini untuk menguji
signifikasi efek tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan interaksi ketiga variabel bebas
terhadap variabel terikat.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Pengukuran kreativitas dan interaksi sosial dilakukan
sebelum pembelajaran. Instrumen yang dipakai untuk mengukur kreativitas berupa penugasan untuk
membuat lebih dari satu skema identifikasi kation yang mungkin bisa digunakan untuk identifikasi
larutan X kation berdasarkan data table hasil percobaan. Pengukuran kreativitas mencakup komponen
ketrampilan berpikir lancar, ketrampilan berpikir luwes (flexibility) dan ketrampilan berpikir orisinal
(Originality). Pengukuran interaksi sosial, mahasiswa diberi kertas yang bergambar delapan buah
segiempat, setiap segiempat berisi suatu tanda kecil. Tanda-tanda itu tidak memiliki arti khusus, tapi
sekedar merupakan bagian dari

1. Pengaruh pembelajaran berbasis masalah dengan metode pembelajaran inkuiri


terbimbing dan proyek terhadap prestasi belajar mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama (UJI ANAVA) diperoleh
nilai signifikansi kognitif, afektif maupun psikomotorik > 0,05. Diambil kesimpulan bahwa kedua
metode baik inkuiri terbimbing dan proyek tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap
prestasi kognitif. Gagne menyatakan bahwa hasil belajar termasuk prestasi kognitif, ditentukan dari
interaksi kondisi internal dan eksternal siswa. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa metode
pembelajaran (kondisi eksternal) bukan satu-satunya penentu prestasi kognitif. Faktor internal siswa
seperti gaya belajar, logika berpikir, kemampuan verbal, kemampuan numerik, kemampuan analisis,
kemampuan memori juga memberikan sumbangan terhadap prestasi belajar (Gagne cit. Syaiful
Sagala, 2010: 170). Tidak adanya perbedaan prestasi kognitif dari penggunaan metode pembelajaran
yang berbeda (inkuiri terbimbing dan proyek) kemungkinan disebabkan karena sintak pada inkuiri
terbimbing maupun proyek tidak berbeda secara signifikan, kedua metode tersebut sama-sama
menggunakan sintak model pembelajaran berbasis masalah yang menjadikan mahasiswa mempunyai
keberaniannya untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya dan untuk meningkatkan
kompetensi pada beberapa ketrampilan diantaranya komunikasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah.
Dalam penelitian ini yang membedakanya hanya pada fase 3 (mengumpulkan fakta) peran dosen
dalam kelas inkuiri terbimbing akan lebih banyak. Dosen mempunyai peran aktif membantu
mahasiswa dalam tahap-tahap pemecahan masalah yang diberikan.

Pada proses inkuiri terbimbing menuntut dosen bertindak sebagai fasilitator, nara sumber, dan
penyuluh kelompok. Sedangkan pada kelas proyek mahasiswa diberikan kesempatan bekerja secara
mandiri dengan peran dosen sebagai fasilitator, pendamping dengan tidak berperan secara langsung
sebagai narasumber dalam pengumpulan fakta, menyusun hipotesis dan menyajikan hasil karya.
Disisi lain dimana materi yang diberikan merupakan materi mata kuliah baru untuk mahasiswa
semester pertama, yang sebelunya belum pernah diperoleh pada jenjang pendidikan SMU/SMK,
sehingga dibutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pemahaman materi dalam proses pembelajaran.
Rata-rata nilai uji analisa makanan dan minuman mahasiswa yang dikenai metode inkuiri terbimbing
dan proyek berturut-turut adalah 79,05 dan 76,62. Implikasi dari diterimanya hipotesis ini adalah
metode inkuiri terbimbing maupun proyek dapat digunakan untuk pembelajaran kimia analitik I,
analisa makanan dan minuman. Data pendukung yang menguatkan diterimanya hipotesis ini dapat
dilihat dari prestasi belajar ranah afektif dan psikomotor yang diukur. Rata-rata skor prestasi belajar
ranah afektif antara mahasiswa yang dikenai metode inkuiri terbimbing maupun proyek mempunyai
kategori yang sama yaitu baik (B). Tipe hasil belajar afektif tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku seperti perhatianya pada pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai dosen
dan teman sekelas, kebiasaan belajar, hubungan sosial dan lainlain manakala seseorang dihadapkan
pada obyek tertentu. Misalnya bagaimana sikap peserta didik pada waktu belajar dikelas, terutama
pada waktu dosen mengajar. Sikap tersebut dapat dilihat dalam hal: kemampuan menerima pelajaran
dari dosen, perhatian terhadap pelajaran yang dijelaskan oleh dosen, keinginan mendengarkan dan
mencatat yang dijelaskan oleh dosen dan hasrat untuk bertanya kepada dosen atau teman sekelas yang
sedang presentasi. Sedangkan sikap peserta didik setelah pelajaran selesai dapat dilihat dalam hal:
kemampuan mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut, senang pada mata pelajaran yang diberikan.

Oleh karenanya penilaian afektif tidak tergantung pada metode pembelajaran yang digunakan,
dan peserta didik tidak dituntut memiliki konsentrasi yang cukup dalam mengingat untuk menjawab
pertanyaan angket afektif. Prestasi psikomotor mahasiswa juga memberikan rataan yang hampir sama
antara mahasiswa yang belajar menggunakan metode inkuiri terbimbing dengan metode proyek. Rata-
rata nilai psikomotorik eksperimen analisa makanan dan minuman diperoleh untuk mahasiswa yang
dikenai metode inkuiri terbimbing dan proyek berturut-turut adalah 82,87 dan 82,91.

2. Pengaruh kreativitas tinggi dan kreativitas rendah terhadap prestasi belajar mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama (UJI ANAVA) diperoleh
nilai signifikansi kognitif, afektif maupun psikomotorik > 5%. Berdasar nilai signifikasi yang didapat
dapat disimpulkan bahwa secara umum tidak ada perbedaan prestasi belajar ranah kognitif antara
mahasiswa yang memiliki kreativitas tinggi dan mahasiswa yang memiliki kreativitas rendah Dari
hasil penelitian kreativitas tinggi dan rendah tidak memberikan perbedaan prestasi belajar kognitif,
afektif maupun psikomotorik, kemungkinan hasil disebabkan oleh materi perkuliahan kimia analitik I,
materi analisa makanan dan minuman merupankan materi baru bagi mahasiswa AAK Nasional
Surakarta semester I, menurut Bernard A.N. et al. (2010) menyatakan pengaktifan suasana hati yang
positif akan meningkatkan kreativitas karena kondisi kejiwaan yang baik akan meningkatkan
fleksibilitas kognitif, dikarenakan akan merangsang ketekunan kognitif. Pernyataan ini didukung juga
oleh Clore, Schwarz, & Conway menyatakan sebuah keadaan afektif yang positif menyebabkan
orang untuk mengalami situasi aman dan bebas dari masalah, menyebabkan mereka menjelajahi
kemungkinan baru yang tak terbatas dan fleksibel (Clore, Schwarz, & Conway cit. Bernard A.N et al.,
2010) Berdasarkan pernyataan dalam jurnal diatas kejiwaan dan mood dari mahasiswa sangat
berpengaruh dalam menaikkan tingkat kreativitas dan nilai kognitif mahasiswa, sehingga beberapa
mahasiswa yang memiliki kreativitas rendah dengan kejiwaan dan mood yang baik dalam
mempelajari materi kimia analisa makanan dan minuman, maka nilai kognitifnya bisa bagus, hal ini
juga terjadi dari beberapa mahasiswa yang memiliki kreativitas tinggi pada proses pembelajaraan atau
saat tes kognitif memiliki kejiwaan atau mood yang rendah menyebabkan hasil nilai prestasi belajar
kognitifnya juga akan menjadi rendah.

Hal ini sejalan dengan pernyataan dari clegg & Bearh, dimana pembelajaran berbasis proyek,
kreativitas dan motivasi siswa akan meningkat (clegg & Bearh cit. Made Wena, 2009:144). Kerja
proyek dapat dipandang sebagai bentuk open-ended contextual activity-base learning, dan merupakan
bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai
suatu usaha kolaborasi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas)
Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil
Belajar Peserta Didik ditegaskan bahwa jenjang pendidikan diploma lebih diarahkan kepada
penguasaan ketrampilan atau keahlian tertentu yang bersifat profesional. Penekanan dalam penataan
kurikulumnya lebih berorientasi kepada kompetensi yang akan dihasilkan melalui mata kuliah
bersangkutan, kimia analitik I termasuk kedalam mata kuliah keilmuan dan ketrampilan (MKK),
mempelajari analisa kimia kualitatif dan analisa kimia kuantitatif anorganik yang menjadi dasar
pemeriksaan kimia klinik, kimia air, kimia farmasi serta bahan berbahaya.

Fokus pembelajaran adalah menyiapkan peserta didik supaya memiliki ketrampilan dalam
melakukan analisa kimia kualitatif dan kuantitatif non instrumentasi, termasuk didalamnya membuat
pereaksi, melakukan standarisasi serta menerapkan konsep K3 pada saat melakukan praktek kimia
analitik. Sementara itu kreativitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan mahasiswa
mencetuskan banyak jawaban penyelesaian masalah, memberikan banyak cara untuk melakukan
berbagai hal, selalu memikirkan lebih dari satu jawaban, menghasilkan jawaban yang bervariasi,
mencari banyak alternatif yang berbeda-beda dan mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak
lazim dari bagian-bagian atau unsur untuk memberikan keputusan. Dari penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa kretaivitas yang dinilai tidak sesuai dengan fokus pembelajaran yang akan
dicapai, dalam artian dalam proses pembelajaran tidak memerlukan kreativitas dalam penilaian
dikarenakan sebelum percobaan mereka ditugaskan untuk mencari buku panduan uji kualitatif
anorganik, sehingga sebelum pelaksanaan percobaan dalam fase 3 pada proses pengumpulan data,
mahasiswa dari inkuiri terbimbing maupun proyek mempunyai panduan percobaan yang mereka
dapatkan sebelumnya dan mahasiswa tidak begitu membutuhkan kreativitas dalam pengujian sampel
yang mereka bawa.

3. Pengaruh interaksi sosial tinggi dan interaksi sosial rendah terhadap prestasi belajar
mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama (UJI ANAVA) diperoleh
nilai signifikansi kognitif, afektif maupun psikomotorik > 5%. Berdasar nilai signifikansi dapat
disimpulkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan prestasi belajar ranah kognitif antara
mahasiswa yang memiliki interaksi sosial tinggi dan mahasiswa yang memiliki interaksi sosial
rendah. Dalam penelitian pengambilan instrument interaksi sosial dilakukan sebelum pemberlakukan
metode inkuiri terbimbing maupun proyek kepada mahasiswa, hasil dari interaksi sosial yang
diperoleh menunjukkan penyebaran data interaksi sosial mahasiswa. Pelaksanaan pemberian metode
baik inkuiri terbimbing maupun proyek, mahasiswa dibentuk kedalam kelompok kecil, kemungkinan
mahasiswa yang memiliki interaksi sosial rendah akan naik nilai kognitifnya yang disebabkan oleh
adanya interaksi dalam kelompok selama pemberian metode berlangsung. Kemungkinan ini didukung
oleh penelitian Ybarra, et al. (2008), hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa bahwa semakin
peserta terlibat secara sosial dengan cara berbicara, mengunjungi teman dan kerabat, semakin tinggi
tingkat kinerja kognitif, dan interaksi sosial jangka pendek yang berlangsung selama 10 menit
mendorong kinerja kognitif peserta ke tingkat yang yang lebih baik dibandingkan peserta kontrol.

Menurut Diptoadi menyatakan bahwa Pembelajaran inkuiri dapat berjalan dengan lancar dan
memberikan hasil yang optimal maka diperlukan interaksi antara pengajar dengan siswa, dimana
siswa diberikan kebebasan untuk menyatakan pendapat atau mengajukan pertanyaan serta persamaan
hak antara pengajar dengan siswa dalam mengutarakan pendapat (Diptoadi cit. Made Wena, 2009:79).
Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing akan meningkatkan interaksi antar
mahasiswa maupun antara pengajar dengan siswa. Menurut teori belajar Bandura menyatakan bahwa
interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar diasumsikan berhubungan
dengan motivasi belajar siswa.

Motivasi belajar sebagai daya dorongan bagi seseorang dalam melakukan sesuatu adalah hal
yang dimiliki oleh setiap siswa. Motivasi belajar ini dapat melalui interaksi teman sebaya, dan
interaksi guru dan siswa dalam proses belajar yang diterima siswa. Dengan adanya motivasi belajar
yang baik maka akan diperoleh hasil prestasi yang baik pula. Dari uraian diatas dapat dikatakan
bahwa minat terhadap materi kimia analitik I, analisa makanan dan minuman juga berperan dalam
prestasi belajar. Hipotesis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi sosial tinggi maupun
rendah terhadap prestasi belajar dimungkinkan karena beberapa mahasiswa yang memiliki interaksi
sosial tinggi tetapi dalam proses pembelajaran tidak memiliki motivasi terhadap materi kimia analitik
I, analisa makanan dan minuman hasil prestasi belajar akan sama atau bahkan kurang dari mahasiswa
yang memiliki interaksi sosial rendah.

4. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas mahasiswa terhadap prestasi


belajar mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama (UJI ANAVA) diperoleh
nilai signifikansi kognitif, afektif maupun psikomotorik > 5%. Data ini menunjukkan bahwa tidak ada
interaksi antara penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan proyek dengan kreativitas
tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar mahasiswa. Mean prestasi kognitif mahasiswa yang
dikenai metode pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kreativitas tinggi dan rendah berturut-turut
80.59 dan 77.75, sedangkan nilai mean prestasi kognitif mahasiswa yang dikenai metode
pembelajaran proyek dengan kreativitas tinggi dan rendah berturut-turut 78,57 dan 74,06. Mahasiswa
dengan kreativitas tinggi jika diajar dengan metode pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki rataan
prestasi kognitif yang tidak jauh beda dengan mahasiswa dengan kreativitas tinggi yang diajar dengan
metode proyek. Demikian pula pada mahasiswa yang memiliki kreativitas rendah yang diajar dengan
metode inkuiri terbimbing mempunyai prestasi kognitif yang tidak jauh berbeda dengan yang diajar
menggunakan metode proyek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
metode pembelajaran baik inkuiri terbimbing maupun proyek dengan kreativitas pada mahasiswa.
Artinya tingkat kreativitas dan penggunaan metode pembelajaran mempunyai pengaruh yang sama
terhadap prestasi belajar kimia analitik I, materi analisa makanan dan minuman. Hal ini dimungkinkan
karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik dari dalam
maupun dari luar diri mahasiswa di luar faktor metode pembelajaran dan kreativitas yang digunakan
dalam penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini sehingga peneliti tidak
dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di luar kegiatan belajar mengajar.

5. Interaksi antara metode pembelajaran dengan interaksi sosial mahasiswa terhadap prestasi
belajar mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama (UJI ANAVA) diperoleh
nilai signifikansi kognitif, afektif maupun psikomotorik > 5%, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
interaksi antara metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan proyek dengan interaksi sosial tinggi dan
rendah. Mean prestasi kognitif mahasiswa yang dikenai metode pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan interaksi sosial tinggi dan rendah berturut-turut 77,50 dan 80,88, sedangkan nilai mean
prestasi kognitif mahasiswa yang dikenai metode pembelajaran proyek dengan nilai interaksi sosial
tinggi dan rendah berturut-turut 76,67 dan 76,59. Mahasiswa dengan interaksi sosial tinggi jika di ajar
dengan metode pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif yang tidak
jauh beda dengan mahasiswa dengan interaksi sosial tinggi yang diajar dengan metode proyek.
Demikian pula pada mahasiswa yang memiliki interaksi sosial rendah yang diajar dengan metode
inkuiri terbimbing mempunyai prestasi kognitif yang tidak jauh berbeda dengan yang diajar
menggunakan metode proyek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
metode pembelajaran baik inkuiri terbimbing maupun proyek dengan interaksi sosial mahasiswa.
Artinya tingkat kemampuan interaksi sosial dan penggunaan metode pembelajaran mempunyai
pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar kimia mahasiswa pada materi analisa makanan dan
minuman. Hal ini dimungkinkan karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian
prestasi belajar baik dari dalam maupun dari luar diri mahasiswa di luar faktor metode pembelajaran
dan interaksi sosial yang digunakan dalam penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam
penelitian ini sehingga peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di luar kegiatan belajar
mengajar.

6. Interaksi antara kreativitas dengan interaksi sosial mahasiswa terhadap prestasi belajar
mahasiswa

Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama (UJI ANAVA)

diperoleh nilai signifikansi kognitif, afektif maupun psikomotorik > 5%, dari nilai signifikansi
diperoleh kesimpulan tidak terdapat interaksi antara kreativitas tinggirendah dengan interaksi sosial
tinggi-rendah terhadap prestasi belajar ranah kognitif. Data pendukung yang menguatkan diterimanya
hipotesis pertama ini rataan prestasi belajar ranah afektif maupun psikomotorik antara mahasiswa
yang memiliki kreativitas tinggi-rendah dengan interaksis sosial tinggi-rendah terhadap prestasi
belajar kognitif yang menunjukkan tidak adanya beda nyata.

7. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas dan interaksi sosial mahasiswa
terhadap prestasi belajar mahasiswa.

Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama (UJI ANAVA) menunjukan
nilai signifikansi kognitif, afektif maupun psikomotorik > 5%. maka hipotesis dinyatakan tidak
terdapat interaksi antara penggunaan metode inkuiri terbimbing dan proyek dengan kreativitas dan
interaksi sosial terhadap prestasi belajar pada materi analisa makanan dan minuman mahasiswa AAK
Nasional Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Dengan kata lain metode pembelajaran yang diberikan
tidak mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa yang memiliki kreativitas maupun interaksi sosial
tinggi maupun rendah. Data pendukung yang menguatkan diterimanya hipotesis pertama ini dapat
dilihat dari prestasi belajar ranah afektif dan psikomotor yang diukur.
PENUTUP`

Simpulan dan Saran Dari analisis data dan pembahasan untuk mata kuliah kimia analitik I, analisa
makanan dan minuman mahasiswa semester I Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta, maka
dapat ditarik beberapa simpulan antara lain:

1) tidak ada pengaruh penggunaan metode inkuiri terbimbing dan proyek dengan model pembelajaran
berbasis masalah terhadap prestasi belajar kognitif. Implikasi dari diterimanya hipotesis ini adalah
pembelajaran kimia analitik I, analisa makanan dan minuman dapat menggunakan metode inkuiri
terbimbing maupun proyek;

2) tidak ada pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar ranah kognitif;

3) tidak ada pengaruh interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif; 4) tidak ada
interaksi antara penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan proyek dengan kreativitas
tinggi-rendah terhadap prestasi belajar kognitif;

5) tidak ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dan proyek dengan
interaksi sosial tinggi-rendah terhadap prestasi belajar kognitif;

6) tidak ada interaksi antara tinggi rendahnya kreativitas dengan interaksi sosial mahasiswa terhadap
prestasi belajar aspek kognitif;

7) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran yang diberikan, kreativitas dan interaksi sosial
mahasiswa terhadap prestasi belajar kognitif. Berdasarkan dari data penelitian, maka disarankan bagi
peneliti selanjutnya pelaksanaan penelitian yang akan datang dengan jangka waktu penelitian lebih
lama sehingga diharapkan akan mencapai hasil yang lebih baik untuk melengkapi segala kekurangan
yang ada dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka
Amien M. (1987). Apakah Metode Discovery dan Inquiry Itu. FKIP – IKIP Yogyakarta.
(Unpublished).. Andreas Y. (2006). Pedagogi Pasca-UU Guru dan Dosen. Kompas, Selasa, 17
Januari. Bernard A.N. et al. (2010). The dual pathway to creativity model: Creative ideation as a
function of flexibility and persistence. European Review of Social Psychology (21). 34-37 Made
Wena. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Komtemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional.
Malang: Bumi Akasara. Ni Made Suci. (2008). Penerapan Model Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Partisipasi Belajar Dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi
Undiksha. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. Lembaga Penelitian Undiksha (1), 74-86.
Syaiful Sagala. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung.: Alfabeta. Zawadzki, Rainer.
(2010). Is process-oriented guided-inquiry learning (POGIL) suitable as a teaching method in
Thailand’s higher education?. Asian Journal on Education and Learning 1(2), 66-74. Shinto B.A. &
Sherly S. (2003). Andolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Ybarra, et al. (2008).
Mental Exercising Through Simple Socializing: Social Interaction Promotes General Cognitive
Functioning. Society for Personality and Social Psychology, Inc. (2). 248-25

2. JURNAL POLA VARIASI DAN DISTRIBUSI


ABSTRAK
Pola distribusi Unsur cuaca Udara atas Telah dibuat peta pola distribusi suhu udara,
kelembapan udara, dan kecepatan angin di lapisan atas pada bulan Januari dan Agustus di
Manado, dengan menggunakan software Surfer 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa di
bulan Januari pada lapisan 850 mb suhu di belahan bumi selatan (BBS) lebih tinggi dari
belahan bumi utara (BBU), kelembapan lebih besar ke arah Sulawesi Utara, angin zonal
baratan di BBS dan angin zonal timuran di BBU, sedangkan angin meridional dominan dari
arah utara. Pada lapisan 500 mb dan 300 mb penyebaran suhu hampir merata untuk setiap
wilayah dengan suhu terendah terdapat di sekitar wilayah Sulawesi Utara, kelembapan lebih
besar ke arah BBS, angin zonal dari arah timur, sedangkan angin meridional dari arah utara di
BBU dan dari arah selatan di BBS. Perbedaan kecepatan angin antar lapisan tidak signifikan.
Di bulan Agustus, pada lapisan 850 mb suhu di BBU lebih tinggi dari BBS, kelembapan lebih
besar ke arah Maluku, angin zonal dari arah timur di BBU dan dari arah barat di BBS,
sedangkan angin meridional dominan dari arah selatan. Pada lapisan 500 mb penyebaran
suhu hampir merata dengan suhu tertingi terdapat di wilayah Davao, dan pada lapisan 300 mb
penyebaran suhu sama dengan bulan Januari. Pada lapisan 500 mb dan 300 mb kelembapan
lebih besar ke arah timur, sedangkan angin zonal dari arah timur. Angin meridional dominan
dari arah selatan pada lapisan 500 mb dan dominan dari arah utara pada lapisan 300 mb.
Kata kunci abstrak : Pola sebaran Unsur cuaca Udara

1. Pendahuluan
Cuaca berkaitan dengan aktivitas manusia sehari-hari, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Misalnya, penerbangan pesawat yang tertunda karena adanya
hujan deras atau adanya badai guntur dan lain-lain. Hal ini menjadi menarik kerena
manusia tidak mempunyai kontrol atas cuaca. Diperlukan informasi cuaca yang akurat
agar dapat meminimalisir efek negatif cuaca seperti kecelakaan pesawat terbang,
korban jiwa dan materi karena banjir dan sebagainya. Metode yang digunakan BMKG
untuk memprediksi cuaca jangka pendek maupun cuaca jangka panjang cukup
banyak, antara lain analisis radar, analisis satelit, analisis perbedaan tekanan, analisis
pola angin (streamline) dan masih banyak lagi. Metode-metode tersebut umumnya
masih terpusat pada data di permukaan, sementara analisis distribusi lapisan atas
masih jarang digunakan. Pola distribusi cuaca ialah gambaran keadaan atau kondisi
unsur-unsur cuaca dari beberapa titik baik secara horizontal maupun vertikal.
Pola distribusi terbentuk berdasarkan garis yang menghubungkan nilai-nilai
yang sama pada setiap parameter cuaca. Analisis udara atas sangat penting dalam
memprediksi cuaca harian atau prediksi jangka pendek. Manfaat mengetahui pola
distribusi unsur-unsur cuaca adalah untuk mempelajari pola penyebaran unsur-unsur
cuaca di lapisan atas atmosfer pada saat terjadinya hujan dan juga pada saat tidak
hujan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat peta pola distribusi unsur-unsur cuaca
di lapisan atas pada bulan Januari dan bulan Agustus di Manado, pada akhirnya dapat
bermanfaat sebagai data dukung prakiraan cuaca jangka pendek untuk memprediksi
peluang terjadinya hujan atau tidak hujan..
2. Metode
Dalam pembuatan peta pola distribusi diperlukan peta wilayah pengamatan
(Gambar 1) yang digunakan sebagai titik-titik pengambilan data. Data yang
digunakan adalah data udara atas selama 4 tahun meliputi data suhu udara,
kelembapan udara, dan arah angin yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Mutiara
Palu, Stasiun Meteorologi Pattimura Ambon, Stasiun Meteorologi Davao Filipina, dan
Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado.
Gambar 1. Peta wilayah Pengamatan
Data udara atas diukur dengan menggunakan Radiosonde, dan proses pembuatan peta
pola distribusi menggunakan software surfer 10. Prosedur kerja analisis pola distribusi unsur-
unsur cuaca lapisan atas mengikuti logika sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data udara atas meliputi suhu udara, kelembapan udara, arah dan
kecepatan angin di masing-masing stasiun pengamatan.
b. Mengolah data-data tersebut dan mencari nilai rata-rata. Data arah angin diolah menjadi
angin zonal dan angin meridional.
c. Menyiapkan peta wilayah pengamatan.
d. Memasukkan peta wilayah pengamatan dan data yang telah diolah ke dalam software
surfer 10 untuk diproses menjadi peta distribusi.
e. Menganalisis hasil pemetaan.
f. Membuat kesimpulan.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Suhu Udara
Peta distribusi suhu udara pada bulan Januari dan Agustus ditunjukkan pada Gambar
2. Pada bulan Januari dan Agustus secara vertikal di troposfer suhu semakin turun. Pada
lapisan 850 mb bulan Januari makin ke selatan suhu semakin tinggi, hal ini tampak pada
gradasi warna yang semakin merah di belahan bumi selatan (BBS). Distribusi suhu yang
makin tinggi di BBS dikarenakan pengaruh posisi semu matahari yang sedang berada di BBS
sehingga menyebabkan daerah-daerah di BBS memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan
daerah-daerah di BBU. Pada lapisan 500 mb bulan Januari, distribusi suhu udara di sekitar
ekuator pada umumnya hampir sama. Suhu udara terendah terdapat di atas wilayah Sulawesi
Utara, hal ini karena pengaruh jumlah curah hujan yang tinggi sehingga otomatis banyak
awan yang meliputi wilayah tersebut yang menghalangi masuknya sinar matahari ke
permukaan bumi. Pada lapisan 300 mb sebaran suhu hampir sama untuk setiap wilayah
dengan suhu terendah terdapat di wilayah Sulawesi Utara.
Gambar 2. Peta distribusi suhu udara bulan Januari dan Agustus
Pada lapisan 850 mb di bulan Agustus makin ke utara suhu makin tinggi, hal ini
tampak pada gradasi warna yang semakin merah di BBU. Distribusi suhu yang makin tinggi
di BBU dikarenakan pengaruh posisi semu matahari yang sedang berada di BBU sehingga
menyebabkan daerah-daerah di BBU memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan daerah-
daerah di BBS. Pada lapisan 500 mb suhu pada umumnya hampir sama dengan suhu tertinggi
terdapat di sekitar daerah Davao. Pada lapisan 300 mb bulan Agustus, distribusi suhu udara
sama dengan lapisan 300 mb bulan Januari.
3.2. Kelembapan Udara
Peta distribusi kelambaban udara pada bulan Januari dan Agustus ditunjukkan pada
Gambar 3. Pada lapisan 850 mb bulan Januari distribusi kelembapan makin besar ke arah
Sulawesi Utara, hal ini tampak pada gradasi warna yang makin biru di atas wilayah Sulawesi
Utara. Distribusi Kelembapan yang makin besar di wilayah Sulawesi Utara mengindikasikan
bahwa curah hujan di Sulawesi Utara lebih banyak dibandingkan dengan di daerah lain, yang
artinya kandungan uap air di atas daerah Sulawesi Utara lebih banyak.
Gambar 3. Peta distribusi kelembapan udara bulan Januari dan Agustus
Pada lapisan 500 mb dan 300 mb distribusi kelembapan dominan lebih besar ke arah
selatan. Posisi matahari pada bulan Januari berada di BBS sehingga menyebabkan suhu udara
tinggi, hal ini berdampak pada proses penguapan yang lebih besar dibandingkan dengan di
BBU. Makin besar penguapan, makin besar pula kelembapan udaranya. Pada lapisan 850 mb
bulan Agustus distribusi suhu makin besar ke arah Maluku, hal ini tampak pada gradasi
warna yang makin biru di atas wilayah Maluku. Distribusi Kelembapan yang makin besar di
wilayah Maluku mengindikasikan bahwa curah hujan di Maluku lebih banyak dibandingkan
dengan di daerah lain, yang artinya kandungan uap air di atas daerah Maluku lebih banyak.
Berbeda dengan bulan Januari, pada lapisan 500 mb dan 300 bulan Agustus arah distribusi
kelembapan dominan makin besar ke arah timur. Hal ini karena adanya Samudera Pasifik di
sebelah timur yang merupakan sumber potensial untuk uap air. Pengaruh curah hujan yang
lebih banyak di Maluku tidak terlihat pada lapisan 500 mb dan 300 mb.
3.3. Angin Zonal
Peta distribusi angin zonal pada bulan Januari dan Agustus ditunjukkan pada Gambar
4. Secara umum pada lapisan 850 mb bulan Januari di BBU bernilai negatif sedangkan di
BBS bernilai positif. Nilai negatif di BBU menandakan angin timuran sedangkan nilai positif
di BBS menandakan angin baratan. Pada bulan Januari posisi matahari berada yang
menyebabkan di BBS banyak terdapat daerah tekanan rendah. Sebaliknya di BBU musim
dingin dan tekanan udara tinggi. Kondisi ini menyebabkan udara bergerak dari BBU yang
bertekanan tinggi menuju BBS yang bertekanan rendah. Pola sirkulasi ini dinamakan
sirkulasi monsun barat. Karena pengaruh gaya coriolis sehingga angin timuran dari BBU
akan dibelokan ke barat di BBS. Gaya coriolis bekerja ke arah kanan di BBU, dan ke arah
kiri di BBS. Monsun barat membawa massa udara lembap dan tidak stabil sehingga
menyebabkan musim hujan di Manado.
Pada lapisan 850 mb bulan Agustus di BBU bernilai positif sedangkan di BBS
bernilai negatif. Nilai positif di BBU menandakan angin baratan sedangkan nilai negatif di
BBS menandakan angin timuran. Pada bulan Agustus posisi matahari berada di BBU yang
menyebabkan di BBU banyak terdapat daerah tekanan rendah. Sebaliknya di BBS musim
dingin dan tekanan udara tinggi. Kondisi ini menyebabkan udara bergerak dari BBS yang
bertekanan tinggi menuju BBU yang bertekanan rendah. Pola sirkulasi ini menggambarkan
adanya pengaruh sirkulasi monsun timur yang terjadi. Monsun timur membawa massa udara
kering dan stabil sehingga menyebabkan terjadi musim panas di Manado. Pada lapisan 500
mb dan 300 mb bulan Januari dan Agustus angin zonal dominan dari arah timur.
3.3. Angin Meridional
Peta distribusi angin meridional bulan Januari dan Agustus ditunjukkan pada
Gambar5
Gambar 5. Peta distribusi angin meridional bulan Januari dan Agustus Untuk angin
komponen utara-selatan dapat ditunjukan dengan pola sirkulasi Hadley. Pada sirkulasi
Hadley udara akan naik di daerah ekuator yang memiliki suhu yang lebih panas sepanjang
tahun daripada daerah lintang tinggi. Karena suhu yang tinggi, maka densitas udara semakin
renggang, sehingga terjadi kenaikan di ekuator. Setelah sampai di lapisan atas udara naik ini
bergerak menuju ke masing-masing kutub belahan bumi. Setelah sampai di kutub, udara akan
turun dan bergerak kembali menuju ekuator. Udara dari masing-masing belahan bumi akan
bertemu di daerah ITCZ. Tampak pada gambar nilai positif berada di sekitar daerah Palu
(gradasi warna ungu), dan sisanya bernilai negatif. Untuk daerah yang positif, angin
meridional yang bertiup adalah angin selatan, sedangkan yang negatif angin yang bertiup
adalah angin utara. Adanya daerah angin selatan yang muncul pada gambar diperkirakan
merupakan daerah pertemuan ITCZ yang pada bulan Januari melintasi wilayah Indonesia.
Dominannya aliran dari utara pada gambar merupakan penyebab terjadinya musim hujan di
Indonesia. Seperti pada angin monsun, aliran sirkulasi Hadley pada lapisan 850 mb yang
berpusat di BBU membawa massa udara yang lembap dan tidak stabil sehingga terjadi musim
hujan di Indonesia, khususnya Manado.
Pada lapisan 500 mb dan 300 mb di BBS angin meridional bernilai positif yang
merupakan angin selatan, dan di BBU angin meridional bernilai negatif yang merupakan
angin utara. Kondisi ini menggambarkan pengaruh sirkulasi Hadley seperti yang telah
dijabarkan sebelumnya. Pada lapisan 850 mb bulan Januari bernilai positif. Nilai positif
menunjukan angin selatan. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa dalam sirkulasi
Hadley udara pada lapisan bawah troposfer bergerak menuju daerah ekuator dan akan saling
bertemu di daerah ITCZ. Karena pada bulan Agustus posisi ITCZ berada di sebelah utara di
luar wilayah Indonesia, maka aliran udara didominasi oleh aliran dari selatan. Aliran udara
dari selatan yang berpusat di BBU membawa massa udara kering dan stabil sehingga
menyebabkan terjadinya musim kemarau di Indonesia, khususnya Manado.
Pada lapisan 500 mb didominasi oleh angin selatan. Masih adanya angin selatan pada
lapisan 500 mb diperkirakan karena pengaruh gangguan tropis yang dominan di daerah utara
ekuator. Pada lapisan 300 mb aliran udara menunjukan dari arah utara. Pada saat angin
selatan di lapisan bawah troposfer bertemu di daerah ITCZ yang berada di lintang sedang
bagian utara, maka udara akan naik dan akan di transferkan kembali ke arah kutub sebagai
angin utara.
3. Kesimpulan
Peta pola distribusi suhu udara, kelembapan udara, dan kecepatan angin di
lapisan atas pada bulan Januari dan Agustus di Manado yang dibuat menggunakan
software Surfer 10 menunjukkan bahwa pada bulan Januari di lapisan 850 mb, suhu di
BBS lebih tinggi dari BBU dan kelembapan lebih besar ke arah Sulawesi Utara. Pada
lapisan 500 mb dan 300 mb penyebaran suhu hampir merata untuk setiap wilayah
dengan suhu terendah terdapat di sekitar wilayah Sulawesi Utara dan kelembapan
lebih besar ke arah BBS. Pada bulan Agustus di lapisan 850 mb, suhu di BBU lebih
tinggi dari BBS dan kelembapan lebih besar ke arah Maluku. Pada lapisan 500 mb
penyebaran suhu hampir merata dengan suhu tertingi terdapat di wilayah Davao, pada
lapisan 300 mb penyebaran suhu sama
dengan bulan Januari, dan kelembapan lebih besar ke arah timur.
Daftar Pustaka
[1] Fritz, B. K., 2003, Measurement and Analysis of Atmospheric Stability in Two Texas
Regions, 2003 ASAE/NAAA Technical Session, 37th Annual National Agricultural Aviation
Association Convention, Reno, NV.
[2] Neiburger, M., Edinger, J. G., Bonner, W. D., 1995, Memahami Lingkungan Atmosfer
Kita, Edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung.
[3] Prawirowardoyo, S., 1996. Meteorologi, Penerbit ITB, Bandung.
[4] Soepangkat. 1994. Pengantar Meteorolgi, Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan
Geofisika. Jakarta.
[5] Tjasyono, HK, B., 2008, Meteorologi Terapan, penerbit ITB, Bandung.
[6] Tjasyono, HK, B., 2008, Karakteristik dan Sirkulasi Atmosfer, penerbit ITB, Bandung.
[7] Tjasyono, HK, B., 2007, Awan dan Hujan Monsun, Penerbit BMG, Jakarta.
[8] Tjasyono, HK, B., 2007, Mikrofisika Awan dan Hujan, Penerbit BMG, Jakarta.
[9] Tjasyono, HK, B., 2006, Meteorologi Indonesia, Penerbit BMG, Jakarta.
[10] Tjasyono, HK, B., 2004, Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Press. Bandung
[11] Tjasyono, HK, B., 1990, Meteorologi Fisis, FMIPA, ITB, Bandung.
[12] Wirjohamidjojo, S., Ratag, M., 2007, Kamus Istilah Meteorologi aeronautik, Badan
Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. [13] Zakir, A. 2000. Operasional Prakiraan Cuaca Jangka
Pendek di Badan Meteorologi dan Geofisika.Prosiding Temu Ilmiah Prediksi Cuaca dan
Iklim Nasional. Makalah Review. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. pp 1517
3. JURNAL MERCURI DALAM BEBERAPA KASUS DILAUTAN

Abstract
Merkuri (Hg) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya. Sebagai salah satu
kontaminan, merkuri memasuki ekosistem perairan melalui dekomposisi atmosfer atau
bersumber dari eksternalisasi limbah industri dan bahan kimia dan bilogis yang diubah
menjadi metil merkuri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan
konsentrasi merkuri yang terkandung dalam jaringan air laut, sedimen dan belanak (Liza
melinoptera) di perairan Teluk Palu. Analisis kandungan merkuri pada sampel yang diuji
menggunakan Automatic Mercury Analyzer. Prinsip kerja perangkat ini adalah metode
amalgamasi emas dengan pemanasan dan pemisahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan merkuri pada jaringan belanak adalah 0,143 - 0,188 ppm, sedimen 2,453 - 2,800
ppm dan air laut 0,030 - 0,040 ppm. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor: Kep-51/2004 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Hg Air Laut adalah
0,002 ppm dan 0,001 ppm untuk biota laut. Hal itu menunjukkan kondisi perairan Teluk Palu
sudah tercemar dan belanak sudah tidak layak untuk dikonsumsi.

Pendahuluan
Teluk palu merupakan ekosistem pesisir yang sangat kompleks, dimana memiliki
berbagai macam potensi alam yang cukup besar, diantaranya adalah potensi perikanan
tangkap. Potensi sumberdaya ikan merupakan sumber mata pencaharian utama bagi nelayan
di sekitar perairan laut Kota Palu (Ansar, 2011). Kota Palu kondisi kotanya dibelah oleh
sungai, salah satu sungai yang terbesar adalah Sungai Palu. Sepanjang aliran sungai terjadi
banyak aktivitas kehidupan manusia yang limbah cairnya dialirkan kesungai tersebut,
misalnya aliran limbah cair domestik, perbengkelan, pertanian dan pertambangan (Arsyad,
2012). Pencemaran air berasal dari berbagai sumber serta mempunyai karakteristik yang
berbeda. Peningkatan pencemaran merupakan masalah global. Hal ini disebabkan
penggunaan bahan kimia beracun atau zat xenobiotik atau senyawa sintetis tertentu seperti
logam berat (Hounkpatin, dkk., 2012).
Manusia serta mahluk hidup atau organisme lainnya dalam kegiatannya yang
menghasilkan limbah yang selanjutnya masuk ke sungai, laut, dan air permukaan lainnya
(Said, 2010). Pertambangan emas poboya merupakan sumber terbesar masuknya logam
merkuri di teluk Palu. Aktivitas pertambangan poboya dilaksanakan dengan cara pemecahan
partikel tanah, penggilingan, pemisahan partikel tanah dengan ikatan merkuri dan butiran
emas, penyaringan dan pemanasan (Lubis & Aman, 2008). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Harian Mercusuar (2010), dalam setahun terjadi peningkatan kandungan merkuri
pada udara di pusat Kota Palu. Hasil penelitian dari dua titik sampel yang diperiksa pada
akhir Juli 2011, kandungan merkuri udara di seputaran Jalan Sultan Hasanuddin dan Jalan
Gajah Mada, telah mencapai 4.000 nanogram atau melonjak drastis dari kandungan udara
pada penelitian tahun 2010, yang hanya mencapai 56 nanogram dan 64 nanogram. Demikian
halnya kandungan merkuri pada udara di sekitar kampus Universitas Tadulako yang
meningkat menjadi 300 nanogram, dibanding tahun 2010 yang hanya berkisar 89 nanogram.
Menurut Polii & Sonya (2002) pengelolaan yang berlebihan terhadap sumber-sumber alam di
daratan akan mengakibatkan kerusakan yang hebat di lautan.
Merkuri (Hg) adalah salah satu jenis logam berat yang sangat berbahaya (Markus,
2009), sangat beracun dan sangat bioakumulatif (Chen, dkk., 2012). Logam berat tersebut
yang terkontaminasi dengan tanah dapat sampai pada rantai makanan yang pada akhirnya
dapat membahayakan kehidupan manusia (Moenir, 2010). Sebagai salah satu zat pencemar,
merkuri masuk dalam ekosistem ekuatik melalui dekomposisi atmosferik maupun bersumber
dari ekternalisasi limbah industri dan secara biologis maupun kimiawi terkonversi dalam
bentuk metil merkuri (Suseno & Panggabean, 2007). Keracunan metil merkuri menyebabkan
efek pada gastrointestinal yang lebih ringan tetapi menimbulkan toksisitas neurologis yang
berat berupa: rasa sakit pada bibir, lidah dan pergerakan (kaki dan tangan), konfusi,
halusinasi, iritabilitas, gangguan tidur, ataxia, hilang ingatan, sulit bicara, kemunduran cara
berfikir, pendengan rusak, emosi tidak stabil, tidak mampu berfikir, koma dan kematian
(Nurdin, 2012).
Pencemaran perairan akibat pertambangan emas dengan menggunakan merkuri
seringkali menjadi perhatian khusus bagi banyak pihak karena dapat menimbulkan keracunan
kronis pada biota perairan. Nurdin (2012) menyatakan bahwa bila ikan kecil yang tercemar
metil merkuri dimakan oleh ikan besar, dan ikan besar dikonsumsi oleh manusia, maka
manusia paling beresiko terpapar lebih banyak dari zat toksit tersebut. Menyadari akan
bahayanya pencemaran yang disebabkan adanya kandungan merkuri yang berlebihan di
lingkungan perairan, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui dan menentukan
konsentrasi merkuri yang terkandung dalam air laut, sedimen dan jaringan ikan di perairan
Teluk Palu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan
instansi yang terkait mengenai kandungan merkuri dan penanggulangan penceraman logam
merkuri di perairan Teluk Palu.

Metode
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan meliputi pengambilan, preparasi dan analisis sampel.
Pengambilan sampel dilakukan dimuara Sungai Palu pada tiga titik yang berbeda. Tempat
penelitian adalah di Laboratorium Analisis Sumber Daya Alam dan Lingkungan UNTAD
Palu.

Alat dan Bahan


Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mercury Analyzer
SP-3D (MA-1S dan MD-1), jaring, neraca digital (Shimadzu Corporation), alat-alat gelas,
spatula, pH meter (Hanna Instrument), cutter, pipa PVC, dan botol plastik. Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan Belanak (Liza melinoptera), sedimen dan
air laut yang berasal dari muara Sungai Palu (Teluk Palu), larutan standar merkuri 1 ppm,
aquades, Ca(OH)2, Na2SO3, dan Al2O3 (Merck Darsmated Germany).

Metode Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel air laut dilakukan dengan menggunakan botol plastik,
selanjutnya botol plastik dimasukkan ke dalam permukaan air setelah itu sampel air laut
dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Sampel yang diambil di setiap titik diberi kode yaitu
A1, A2 dan A3. Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan jaring ikan di
sekitar muara sungai, selanjutnya dipisahkan antara daging dan tulangnya, sedangkan
pengabilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan pipa PVC, selanjutnya sampel
sedimen dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup rapat. Sampel yang diambil di setiap titik
diberi kode yaitu S1, S2, dan S3.

Prosedur Analisis
Sampel air laut yang akan diuji diambil masing-masing sebanyak 0,1 mL, untuk
sampel ikan belanak ditiriskan (tanpa matahari), kemudian sampel yang akan digunakan
diblender hingga halus dan homogen. Selanjutnya ditimbang masingmasing sebanyak 0,0213
gram, 0,0233 gram dan 0,0210 gram. Sampel sedimen yang akan dianalisis ditimbang
masing-masing sebanyak sampel S1 = 0,0052 gram, S2 = 0,0053 gram, dan S3 = 0,0050
gram. Penentuan kadar merkuri dalam sampel dilakukan cara pengukuran larutan standar,
pengukuran blanko dan pengukuran sampel.
Pengukuran larutan standar dilakukan dengan cara memipet larutan standar 1 ppm sebanyak
0,5 mL dan 0,1 mL ke kertas saring quarts yang diletakkan pada cawan porselin yang khusus
digunakan untuk alat ini. Tekan Mode 1 pada alat dan membuka penutup tempat masuknya
sampel yang ada pada alat, selanjutnya memasukkan cawan yang berisi kertas saring ke
dalam alat tersebut dengan menggunakan pendorong yang tersedia sampai tanda garis yang
ada pada pendorong tersebut. Kemudian menutup kembali penutupnya. Memilih blank yang
ditampilkan pada alat kemudian menekan tombol start. Sedangkan untuk pengukuran blanko
dilakukan dengan cara memasukkan additives M (Ca(OH)2 dan Na2CO3), lalu B (Al2O3)
kemudian M lagi ke dalam porselin yang khusus digunakan untuk alat ini. Tekan Mode 2
pada alat dan membuka penutup tempat masuknya sampel yang ada pada alat, selanjutnya
memasukkan cawan yang berisi additives ke dalam alat tersebut dengan menggunakan
pendorong yang tersedia sampai tanda garis yang ada pada pendorong tersebut. Kemudian
menutup kembali penutupnya. Memilih blank yang ditampilkan pada alat kemudian menekan
tombol start. Untuk pengukuran pada sampel dilakukan dengan cara sampel yang akan
dianalisis ditimbang. Memasukkan additives M ke dalam cawan porselin yang khusus untuk
alat ini, kemudian memasukkan sampel lalu ditutupi lagi dengan additives M lalu B
kemudian M lagi. Selanjutnya memasukkan cawan tersebut ke dalam alat dengan pendorong
yang tersedia. Menutup kembali penutupnya lalu menekan tombol start. Hasil analisis
tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:
Untuk sampel padat:

berat yang di peroleh ( ng )−berat blanko (ng)


Kadar merkuri(ppb) =
berat sampel ( g)

Untuk Sampel Cair:


berat yang di peroleh ( ng )−berat blanko(ng)
Kadar merkuri(ppm) =
volume sampel (L)

Hasil dan Pembahasan


Sumber utama masuknya logam merkuri di muara sungai Palu adalah aktivitas
pertambangan Poboya, selain itu terdapat 48 anak sungai yang masuk ke muara sungai Palu
tersebut. Hasil analisis kandungan merkuri dalam jaringan Ikan, dan Sedimen diperairan
Teluk Palu dengan menggunakan alat Mercury SP-3D (Takatsuki, 2003) dapat dilihat pada

Kandungan Merkuri di Perairan


Data pada Gambar 1, menunjukkan bawa kondisi perairan teluk palu telah
mengandung logam merkuri, dengan kadar merkuri sebesar 0,030-0,040 ppm. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 82 tahun 2001, konsentrasi merkuri dalam air adalah <
0,001 ppm. Hal tersebut didukung juga dengan keputusan Menkes RI no 907/menkes/sk/
vii/2002 yang mensyaratkan bahwa kandungan merkuri yang diperbolehkan adalah 0.001
mg/l (Patangga, dkk., 2013). Jika dibanding dengan standar baku mutu air tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan teluk Palu sudah tercemar. Hal ini karena
kandungan merkuri yang diperoleh melebihi standar baku yang ditentukan.
Ekosistem perairan di teluk Palu unsur merkuri mengalami penurunan konsentrasi
yang sangat lambat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya merkuri yang larut dalam air, terlebih
lagi akumulasinya di bagian dasar sungai seringkali dihubungkan dengan karakteristik
hidrologis sungai tersebut. Jika telah menutupi pertambangan, terutama pada aliran sungai
yang tidak terlalu deras (Kitong, dkk., 2012). Proses ini akan terbawa terus sepanjang waktu
dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi di daerah estuari.
Kandungan Merkuri pada Sedimen
Logam berat merkuri mudah larut dan mengubah kestabilan dari bentuk karbonat
menjadi hidroksida yang membentuk ikatan partikel pada perairan, kemudian mengendap
membentuk lumpur. Penyebab logam berat merkuri tidak terdeteksi di permukaan perairan
karena merkuri memiliki sifat yang kembali logam yang dikandungnya ke
Gambar 1. Digram Kadar Merkuri Dalam Air Laut, Ikan dan Sedimen di Perairan Teluk Palu.
dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu
(Rachmawatie, dkk., 2009).
Menurut Ali & Rina (2013) logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di
sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu
pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organismeorganisme perairan. Berdasarkan
pengukuran pH perairan yang dilakukan diperoleh sebesar 9,44. Data pada Gambar 1,
menunjukkan bahwa logam merkuri lebih banyak mengendap dipermukaan dimana diperoleh
konsentrasinya sebesar 2,453-2,800 ppm. Hal tersebut disebabkan karena pada kondisi netral
hingga basa, kation akan terhidrolisis membentuk hidroksidanya, dimana sebagian besar
hidroksida logam bersifat tidak larut (Rahayu & Purnavita, 2007). Selain itu, jika dilihat dari
Ksp Hg(OH)2 di muara sungai Palu sebesar 3,1 x 10-16,88 g/mol sedangkan tetapan hasil
kali kelarutan Hg(OH)2 sebesar 3,1 x 10-26. Hal tersebut mengindikasikan bahwa merkuri
diperairan akan lebih banyak mengendap.
Chen, dkk., (2012) menyatakan bahwa jumlah Hg yang terkandung dalam sedimen
mencerminkan tingkat polusi bagi badan air. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan
pencemar dalam sedimen meningkat. Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan
akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme
yang hidup di perairan tersebut.
Ketersediaan logam berat di lingkungan akuatik mempunyai kecenderungan untuk
berikatan dengan bahan partikulat dan merupakan penyusun terbesar dari proses
pembentukan sedimen yang berpotensi sebagai sumber polusi sekunder ke kolom air
(Sudarso, dkk., 2008).
Kandungan Merkuri pada Ikan
Hg pada ikan merupakan proses yang rumit dan belum dipahami sepenuhnya. Secara
umum, ada 4 cara bahan tertentu (termasuk logam-logam) dapat terakumulasi ke dalam
jaringan tubuh ikan, yaitu melalui aliran air pada insang, proses makan dan minum, serta
kulit. Akumulasi logam pada ikan diawali dengan proses pengambilan melalui insang dan
kemudian terserap ke dalam seluruh jaringan tubuh dan tersimpan/tersekap di dalam.
Berbagai faktor yang mempengaruhi proses pengambilan Hg dan jumlah yang akan
terakumulasi. Di antaranya adalah kecepatan metabolisme, ukuran dan jenis, alkalinitas dan
pH. Selain itu, proses demetilasi, suhu, tingkat kontaminasi, waktu, sumber dan bentuk Hg,
serta tingkat kehidupan organisme (Markus, 2009).
Ikan merupakan organisme air yang bergerak dengan cepat. Ikan pada umumnya
mempunyai kemampuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran. Namun
demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas (seperti sungai, danau dan teluk)
akan sulit menghindarkan diri dari pencemaran (Murtini & Rachmawatie, 2007). Faktor lain
yang dapat mempengaruh kandungan logam berat dalam tubuh ikan adalah tingkah laku
makan ikan. Apabila ikan termasuk kelompok pemakan sedimen dan detritus, maka peluang
merkuri untuk masuk ke dalam tubuhnya akan semakin besar dan akhirnya akan terakumulasi
dalam jumlah besar seperti halnya ikan belanak yang tertangkap dimuara sungai Palu
(Simbolon, dkk., 2010).
Data pada Gambar 1, menunjukkan bahwa logam merkuri sudah terakumulasi dalam
tubuh ikan belanak (Liza melinoptera). Hal ini dapat dilihat dari tingginya konsentrasi
merkuri pada ikan dibandingkan dengan perairan yaitu sebesar 0,143-0,188 ppm.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep-51/2004 Tentang
Pedoman Penetapan Baku Mutu Air Laut NAB Hg adalah 0.001 ppm untuk biota laut. Hal ini
berarti bahwa kandungan merkuri yang terdapat pada bagian daging ikan belanak tidak layak
dikonsumsi.
Menurut Markus (2009), sekitar 70% metil merkuri yang masuk lewat makanan akan
diabsorpsi ke dalam jaringan tubuh ikan dan hanya 10% yang melalui penyerapan melalui
insang. Merkuri yang terakumulasi ke dalam jaringan tubuh ikan, khususnya di dalam otot
(daging), memberikan konsekuensi keracunan pada manusia yang mengkonsumsi daging ikan
sebagai sumber protein. Karena bersifat larut dalam lemak, bentuk merkuri ini mudah melalui
sawar otak dan plasenta. Di otak ia akan berakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum
dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkuri (Hg2+) ion merkuri ini akan berikatan
dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga menggangu fungsi enzim
dan transport sel (Rianto, 2012).
Asupan makanan metil merkuri melalui konsumsi ikan terkontaminasi merupakan
masalah kesehatan masyarakat, terutama karena toksisitas perkembangan saraf pada janin dan
anak-anak. Gejala neurologis termasuk keterbelakangan mental, kejang, penglihatan dan
gangguan pendengaran, bisu dan kehilangan memori (Estecha, dkk., 2013).
Merkuri sejak lama terkenal sebagai racun karena dapat mengganggu fungsi otak,
paruparu, dan menghambat jaringan pernapasan, sehingga orang menjadi seperti tercekik dan
cepat diikuti oleh kematian. Efek toksik logam berat dan zat kimia ini sulit dideteksi pada
manusia karena reaksinya tidak terjadi segera setelah masuk ke tubuh. Berbagai kelainan
seperti tumor, kelainan janin, kerusakan hati atau ginjal, timbul lama (mungkin
bertahuntahun) setelah pencemaran kronis. Pada waktu itupun hubungan kausal tidak dapat
ditentukan kasus demi kasus, karena kelainan tersebut juga dapat terjadi secara spontan dan
mirip penyakit. Hal ini hanya dapat dihubungkan secara asosiatif dalam studi epidemiologik.
Ketidakpastian seperti ini maka cara yang terbaik menghindari keracunan ialah dengan
menghindari sumber-sumber air, makanan dan udara dari logam berat dan zatzat kimia yang
sangat berbahaya bagi manusia. Solusi lainnya adalah perlu digalakkan terus penanaman
pohon (penghijauan). Pohon hijau nan rindang dapat mereduksi atau menyerap polutan
berbahaya, baik logam berat (termasuk merkuri) berdasarkan reaksi konsep Asam-Basa
Lewis.

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
kandungan merkuri pada sedimen dan ikan belanan (Liza melinoptera) diperaian Teluk Palu.
Kadar merkuri dalam jaringan ikan belanak sebesar 0,143-0,188 ppm, sedimen sebesar 2,453-
2,800 ppm dan air laut sebesar 0,030-0,040 ppm.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tasrik laboran di Laboratorium Kimia FKIP
Universitas Tadulako dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

Referensi
Ali, M., & Rina. (2013). Kemampuan tanaman mangrove untuk menyerap logam berat
merkuri (Hg) dan timbal (Pb). Ilmiah Teknik Lingkungan, 2(2), 29-36.
Ansar. (2011). Menuju kebijakan pengelolahan teluk Palu yang harmonis. Media Litbang
Sulteng, 4(2), 142-148.
Arsyad, M. (2012). Akumulasi logam Pb dalam ikan belanak (Liza Melinoptera) yang hidup
di teluk Palu. Palu : Skripsi S-1 FKIP UNTAD.
Chen, C. W., Chen, C. F., & Dong, C. D. (2012). Contamination and potential ecological of
mercury in sediments of Kaohsiung river mouth, Taiwan. International Journal of
Envitonmental Science and Development. 3(1), 66-71.

Estecha, M. G., Garcia, M. J. M., Ferrer, M. F., Pinedo, A. B., Pascual, A. C., Iriate, C. M.
O., Perez, C. F., Claros, N. M., Herrera, M. A. R., Hoyos, E. G., & Peres, J. J. G. (2013).
Mercury in canned Tuna in Spain. Is light Tuna really light?. Food and Nutrition Sciences.
4(1), 48-54.
4. JURNAL SPESIFIKASI METAL DAN ELEMEN MINOR

Abstrak
Pada penelitian terdahulu telah didapatkan bahwa emisi dari trace element dapat
dideteksi dalam batubara menggunakan teknik laser-induced plasma spectroscopy. Dalam
penelitian tersebut analisa dilakukan langsung pada sampel batubara (fresh sample) tanpa
sembarang perlakuan (without any sample preparation). Pada penelitian sekarang, batubara
akan diberikan perlakuan awal yaitu sampel padat digerus menjadi bubuk kemudian ditekan
untuk membuat pelet. Studi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mekanik
tersebut terhadap kinerja analitik teknik ini dalam analisa batubara. Pada dasarnya, perangkat
teknik ini terdiri dari sebuah laser berdaya tinggi yaitu laser neodium yttrium aluminum
garnet (Nd-YAG) untuk pembangkitan plasma dari sampel tersebut dan sebuah spektrograf
dan intensified charge coupled device, ICCD untuk deteksi emisi plasma. Garis emisi spektral
memberikan informasi mengenai jenis konstituen (unsur kimia) sementara dan intensitasnya
garis emisi spektral tersebut memberikan informasi jumlahnya (konsentrasi) dalam batubara
tersebut. Dalam penelitian ini, studi dilakukan untuk analit konstituen anorganik dalam
batubara, seperti Fe, Si dan lain-lain. Didapatkan bahwa intensitas emisi analit unsur-unsur
anorganik dalam laser plasma yang dibangkitkan dari sampel batubara meningkat dengan
sangat signifikan dibandingkan dengan yang dari sampel tanpa sembarang perlakuan. Hal ini
menyiratkan bahwa perlakuan mekanik sangat berpengaruh pada emisi analit untuk sampel
sulit seperti batubara.
Kata kunci: teknik spektroskopi plasma laser, teknik analitik, batubara, pelet, trace
element

PENDAHULUAN
Batubara mengandung hampir semua elemen dalam tabel periodik kimia baik sebagai
elemen utama (major), minor maupun trace element. Elemen utama terdiri dari elemen
(unsur) organik seperti C, H, O, N dan S. Sementara minor elemen adalah unsur kimia
anorganik seperti Fe, Si, Ca dan lain-lain. Sementara trace elemen adalah elemen-elemen
yang kandungannya kurang dari 100 ppm (part per million) dalam batu bara termasuk logam
berat [1].
Seperti telah diketahui bahwa kandungan ketiga jenis elemen ini (major, minor dan
trace element) sangat mempengaruhi kualitas batu bara. Kandungan elemenelemen utama
tersebut akan sangat menentukan jumlah kalori dari suatu batubara dan juga emisi sulfurnya.
Pada sisi lain, emisi elemen anorganik minor dan trace elemen termasuk logam berat dari
penambangan, penyimpanan, benefikasi dan pembakaran batubara merupakan salah satu
sumber antropogenik polusi Nasrullah Idris: Pengaruh Perlakuan Mekanik Pada Emisi Analit
Dari Batubara Menggunakan Teknik Laser-Induced Plasma Spectroscopy lingkungan, yang
memunculkan resiko bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Mengingat
penggunaan utama batu bara sekarang adalah untuk pembangkit listrik di berbagai belahan
dunia, maka diperkirakan ada jutaan ton emisi polutan ke atmosfir akibta penggunaan batu
bara tersebut. Bahkan pelepasan polutan ke atmosfir akibat pemanfaatan batubara akan
semakin meningkatkan di masa- masa yang akan datang seiring peningkatan pemanfaatan
batu bara sebagai bahan baku utama pembangkit listrik yang menggantikan sumber-sumber
energi hidrokarbon karena minyak bumi diperkirakan akan habis dalam jangka waktu 60
tahunan ke depan [2].
Dengan demikian, pemanfaatan batubara untuk pembangkit energi listrik dan lain-lain
yang meningkat tersebut juga akan meningkatkan pencemaran antropogenik lingkungan oleh
unsur-unsur kimia (minor and trace element) termasuk unsur-unsur logam berat (heavy
metal) akan meningkat. Oleh karena itu analisa elemen major, minor dan trace sangat penting
dilakukan baik pada saat penambangan dan pemanfaatannya. Namun karena, seperti
diuraikan di atas, batubara adalah sampel yang sangat kompleks, mengandung hampir semua
elemen dalam tabel periodik dan juga matriks lemah dibandingkan zat padat yang lain, maka
analisa sulit.
Dengan demikian dibutuhkan suatu alat analitik yang efektif dan efisien untuk dapat
melakukan analisa batubara. Salah satu teknik analitik yang sedang berkembang dengan pesat
(emerging analtyical tool) adalah teknik spektroskopi plasma laser. Teknik spektroskopi
plasma laser (laserinduced plasma spectroscopy) sekarang sangat populer dan sedang
berkembang dengan pesat, sehingga disebut sebagai bintang super masa depan teknik analitik
(future super star of analyical tool) karena berbagai keunggulannya dibandingkan dengan
teknik analitk konvensional lainnya seperti inductively coupled plasma atomic emission
spectroscopy (ICP AES), dan inductively coupled plasma mass spectroscopy (ICP MS).
Keunggulan yang sangat utama teknik ini adalah kemampuannya untuk menganalisa sampel
dalam berbagai keadaan baik padat, gas dan cair.
Keunggulan utama lainnya adalah kemampuan deteksi serempak banyak elemen.
Keunggulan selanjutnya adalah susunan perangkat eksperimen dan pengambilan datanya
sederhana. Analisa dilakukan dengan cepat dan seketika (real time), memungkinkan analisa
di tempat atau lapangan (in situ), dan lain-lain. Keunggulan-keunggulan ini sangat penting
dan dibutuhkan untuk analisa sampelsampel sulit atau kompleks seperti sampel geologis
(geoanalysis), yakni batu, batubara, dan mineral-mineral lainnya [47]. Kemampuan teknik ini
untuk menganalisa sampel-sampel sulit tersebut belum banyak diteliti sehingga keefektifan
teknik ini untuk kasus sampel sulit belum dapat dinyatakan secara pasti.
Penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan sebuah teknik analitik yang paling baik
untuk analisa kandungan unsur-unsur anorganik baik minor maupun trace element termasuk
logam berat dalam batubara [1, 8-10]. Beberapa studi penerapan teknik ini untuk analisa
elemen minor dalam batubara telah dilakukan [11-13] dan juga trace element [14-15]. Studi-
studi tersebut dilakukan pada sampel batubara langsung (fresh sample) tanpa sembarang
perlakuan awal (no sample pretreatment). Penelitian sekarang dilakukan untuk
mengivestigasi pengaruh perlakuan mekanik minimal pada kinerja analitik teknik
spektroskopi plasma laser untuk analisa batubara. Untuk tahap pertama, analisa dilakukan
untuk elemen anorganik minor dalam batubara.

METODE PENELITIAN
Perangkat eksperimen teknik laserinduced plasma spectroscopy (LIPS) pada dasarnya
terdiri dari sumber eksitasi,
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Semirata 2013 FMIPA Unila |395
perangkat optik pemfokus berkas laser, serat optik atau sistem lensa, spektrograf dan sistem
pendeteksi (detektor optik) dan perangkat perekam dan pengolah spektrum. Susunan
peralatan teknik LIPS yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada dasarnya sama
seperti susunan teknik LIPS yang digunakan studi-studi terdahulu [14-16]. Dalam teknik ini
sumber laser adalah yang digunakan adalah sebuah laser Nd-YAG (Quanta Ray; LAB
SERIES; 1,064 nm; 500 mJ) dengan durasi pulsa 8 ns dan laju repitisi 10 Hz. Energi berkas
laser dapat divariasikan dalam jangkauan 1-500 mJ dengan melakukan pengaturan secara
halus tegangan lampu lucutan. Dalam penelitian ini energi laser ditetapkan sebesar 68 mJ.
Pengukuran energi berkas laser dilakukan dengan joulemeter (Duo watt-joule). Berkas laser
tersebut difokuskan menggunakan sebuah lensa (f=+25cm) pada permukaan sampel batubara
yang dilekatkan pada pemegang sampel yang ditempatkan dalam bilik sampel untuk
memproduksi plasma sampel. Tempat tersebut dilekatkan pada sumbu yang dapat
digerakkan.
Emisi plasma tersebut dikumpulkan dengan seutas serat optik (optical fibre bundle)
dan dikirimkan bagian masukkan spektrograf (sistem optical multichannel analyzer, OMA)
(McPherson model 2061 dengan panjang fokus 1,000 mm, f/8.6 Czerny-Turner). Sistem
OMA ini dilengkapi dengan intensified charge couple device, ICCD 1024x256 piksel (Andor
I*Star), 26-mm kuadrat (960 x 256 piksel aktif), yang dikopling dengan penguat resolusi
tinggi 25-mm Grade 1 Gen 2 serta dengan generator penunda waktu digital yang mampu
untuk gatung yang sangat cepat< 7 ns. Sistem OMA tersebut diperasikan pada kisi 1800
garis/mm dengan jangkauan panjang gelombang spektral yang berguna untuk tiap-tiap celah
panjang gelombang pengukuran (window) adalah 12 nm. Waktu tunda dan lebar gerbang
ICCD dalam percobaan ini masingmasing diset pada 3 s dan 50 s. Sampel batubara
diambil dari Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Berbeda dengan
penelitian terdahulu, dimana pengukuran dilakukan langsung pada batubara yang diambil
dari tempat penambangan tanpa sembarang perlakuan fisika maupun kimia, pada penelitian
ini sampel batubara tersebut digerus dan kemudian dibuat dalam bentuk pelet menggunakan
mesin tekan. Tekanan mesin tersebut berkisar dari 1 ton sampai 10 ton. Pengujian dan
ukuran dengan teknik LIPS telah dilakukan di Laboratorium CV. Maju Makmur Mandiri
Research Centre, Jakarta. Data spektral yang direkam tersebut diolah dan dianalisa di
Laboratorium Gelombang, Optika dan Aplikasi Laser (GOAL) Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian sebelumnya pada sampel batubara langsung (fresh sample) tanpa
sebarang perlakuan (without pretreatment) telah didapatkan bahwa garisgaris emisi spektral
baik atomik maupun ionik dari elemen-elemen anorganik dapat dideteksi dengan sangat jelas
dan tidak meragukan pada beberapa jangkauan panjang gelombang pengukuran (spectral
window) bersamaan dengan garis-garis emisi spektral dari trace element Nasrullah Idris:
Pengaruh Perlakuan Mekanik Pada Emisi Analit Dari Batubara Menggunakan Teknik Laser-
Induced Plasma Spectroscopy Spektrum garis-garis emisi spektral yang diambil dari plasma
yang dibangkitkan pada sampel batubara yang diambil dari Aceh Barat, Aceh dengan
jangkauan panjang gelombang pengukuran berpusat pada panjang gelombang 200 nm, yang
dideteksi dari sampel batubara langsung (fresh sample) tanpa sebarang perlakuan (without
pretreatment); (a) spektra lengkapnya; (b) spektra yang yang diperbesar.
Pada penelitian ini pengukuran garisgaris emisi spektral juga dilakukan pada
jangkauan-jangkauan panjang gelombang pengukuran (spectral window) yang sama seperti
ketika pengukuran dilakukan untuk sampel batubara langsung (fresh sample) tanpa sebarang
perlakuan (without pretreatment). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perbandingan
langsung features garis-garis emisi spektral yang berasal dari elemen-elemen anorganik
kedua sampel yang berbeda tersebut (dengan dan tanpa perlakuan awal). Gambar 1
memperlihatkan spektrum garis-garis emisi spektral yang dideteksi dari sampel batubara
langsung (fresh sample) tanpa sebarang perlakuan (without pretreatment) pada jangkauan
panjang gelombang pengukuran yang berpusat pada 400 nm.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1(a) garis-garis emisi spektral dari elemen
anorganik dapat dideteksi dengan jelas, seperti garis-garis emisi spektral aluminium (Al I
394.40 nm dan Al I 396.18 nm), calcium (Ca II 396.84 nm) dan besi (Fe I 400.52 nm dan Fe I
404.58 nm). Ini berarti batubara tersebut mengandung elemenelemen minor anorganik
tersebut pada konsentrasi tertentu. Gambar 1(b) memperlihatkan secara lebih terperinci garis-
garis emisi spektral tersebut dan juga intensitasnya pada jangkauan panjang gelombang
pengukuran tersebut (pembesaran dari Spektrum garis-garis emisi spektral yang diambil dari
plasma yang dibangkitkan pada sampel batubara yang diambil dari Aceh Barat, Aceh dengan
jangkauan panjang gelombang pengukuran berpusat pada 200 nm, yang dideteksi dari sampel
batubara dalam bentuk pelet (perlakuan mekanik); (a) spektra lengkapnya; (b) spektra yang
yang diperbesar. Gambar 2 menunjukkan spektrum garisgaris emisi spektral yang dideteksi
dari sampel batubara dalam bentuk pelet (perlakuan mekanik) pada jangkauan panjang
gelombang pengukuran yang berpusat pada panjang gelombang 400 nm.
Dalam Gambar 2(a) dapat dilihat dengan jelas garis-garis emisi spektral dari elemen
anorganik, yaitu garis-garis emisi spektral aluminium (Al I 394.40 nm dan Al I 396.18 nm),
calcium (Ca II 396.84 nm) dan besi (Fe I 400.52 nm dan Fe I 404.58 nm). Garis-garis emisi
spektral yang terdeteksi ini sama seperti garis-garis emisi yang terdeteksi dari sampel
langsung (fresh sample). Sementara Gambar 2(b) merupakan pembesaran bagian bawah dari
spektra dalam Gambar 2(a). Perbandingan secara langsung Gambar 1(a) (sampel batubara
langsung) dan Gambar 2(a) (sampel batubara dalam bentuk pelet) memperlihatkan bahwa
secara keseluruhan intensitas emisi dalam kasus batubara dalam bentuk pelet meningkat
sangat signifikan dibandingkan dengan intensitas emisi dalam kasus batubara langsung.
Selanjutnya dapat diamati bahwa secara kualitatif rasio antara intensitas emisi atomik (Al dan
Fe) dan ionik (Ca) meningkat. Selanjutnya kalau perbandingan dilakukan antara Gambar 1(b)
dengan Gambar 2(b), terlihat dengan jelas bahwa intensitas garis-garis emisi meningkat
dengan sangat signifikan, bahkan garisgaris emisi yang sebelumnya tidak nyata ketika sampel
batubara langsung, muncul dengan nyata dan jelas pada kasus batubara dalam bentuk pelet.
Ini berarti tidak hanya intensitas emisi yang meningkat, namun jumlah garis emisi juga
meningkat dalam kasus batubara dalam bentuk pelet dibandingkan dengan kasus sampel
batubara langsung.
Perbandingan kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa perlakuan mekanik sangat
berpengaruh pada features garis emisi analitik (analit). Fenomena ini mungkin dapat
dipahami menggunakan model gelombang kejut dalam pembangkitan plasma [17-19]. Dalam
model gelombang kejut, kekerasan sampel sangat mempengaruhi proses pembangkitan
plasma, dimana sampel yang keras akan menghasilkan plasma yang kuat dan besar sementara
sampel yang lunak menghasilkan plasma yang kecil atau bahkan tidak daapt membangkitkan
plasma. Karenanya intensitas emisi lemah dan jumlah garis emisi juga lebih sedikit.

KESIMPULAN
Perbandingan spektrum emisi plasma yang diambil dari sampel batubara langsung
(fresh sample) tanpa sebarang perlakuan dengan sampel batubara dalam bentuk pelet
menunjukkan bahwa intensitas emisi sangat berbeda, dimana emisi untuk kasus sampel
batubara dalam bentuk pelet jauh lebih tinggi. Selain intensitas emisi, perbandingan secara
lebih terperinci memperlihatkan bahwa jumlah garis emisi untuk kedua kasus tersebut juga
berbeda dimana jumlah garis emisi untuk sampel batubara dalam bentuk pelet lebih banyak
dibandingkan untuk sampel dalam bentuk pelet. Hal ini membawa kita pada suatu
pemahaman bahwa perlakuan mekanik mempengaruhi emisi analit elemen-elemen anorganik
dalam batubara, dimana features spektrum emisi dalam kasus batubara dalam bentuk pelet
jauh lebih dibandingkan kasus sampel batubara langsung. Fenomena ini mungkin dapat
diintepretasikan menggunakan model gelombang kejut dalam pembangkitan plasama laser.
DAFTAR PUSTAKA
D. J. Swaine, Why trace elements are important, Fuel Processing Technology 65–66 (2000)
21–33. F. Vejahati, Z. Xu, and R. Gupta, Trace elements in coal: Associations with coal and
minerals and their behavior during coal utilization – A review, Fuel (2009) in press. J. D.
Winefordner, I. B. Gornushkin, T. Correll, E. Gibb, B. W. Smith, and N. Omenetto,
Comparing several atomic spectrometric methods to the super stars: special issue on laser-
induced breakdown spectrometry, LIBS, a future super star. J. Anal. Atom. Spectrom., 19
(2004), 106-108. D. A. Cremers, and L. J. Radziemski, Handbook of Laser-Induced
Breakdown Spectroscopy, John Wiley and Sons, Ltd, England, 2006. A. W. Miziolek, V.
Palleschi, and I. Schechter (Eds), Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS),
Fundamentals and Applications, Cambridge University Press, New York, 2006. F. Y. Yueh,
J. P. Singh, and H. Zhang, Laser-Induced Breakdown Spectroscopy, Elemental Analysis in
Encyclopedia of Analytical Chemistry, R.A. Meyers (Ed.) John Wiley&Sons Ltd, Chichester,
2000 pp. 2066-2087 K. Kagawa and N. Idris, Emission spectrochemical analysis using laser
September 28-October 1, 2009, Rome, Italy, p. 104 N. Idris, M. Ramli, Mahidin, R. Hedwig,
M. Pardede, M. M. Suliyanti and K. H. Kurniawan, Direct analysis of trace elements in coal
by means of laserinduced breakdown spectroscopy (LIBS), Asian Journal of Physics, Vol. 21,
No. 1 (2012) 25-32. N. Idris, M. Ramli, Mahidin, R. Hedwig, M. Pardede, M. M. Suliyanti,
K. H. Kurniawan, Heavy Metal Detection in Aceh Coal by Means of Laser-Induced
Breakdown Spectroscopy (LIBS) Technique, Proceeding of 6th Annual International
Workshop & Expo on Sumatra Tsunami Disaster & Recovery 2011 in Conjunction with 4th
South China Sea Tsunami Workshop, 23 November 2011. K. Kagawa, and S. Yokoi,
Application of N2 laser microprobe spectrochemical Analysis, Spectrochim. Acta B 37
(1982) 789. K. Kagawa, S. Yokoi, and S. Nakajima, Metal plasma induced by the
bombardment of 308 nm excimer and 585 nm dye laser pulses at low pressure, Opt. Comm.
45 (1983) 261 Y. I. Lee, N. Idris, K. H. Kurniawan, T. J. Lie, K. Tsuyuki, S. Miura, and K.
Kagawa, Subtarget Effect in Film Analysis Using TEA CO2 Laser-Induced Plasma, Curr.
Appl. Phys. 7, 5 (2007) pp.540-546.

5. JURNAL BESI DALAM BEBERAPA KASUS DI LAUTAN

Abstract
Analisis timbal (Pb) dan besi (Fe) telah dilakukan di perairan laut Taipa. Tujuannya adalah untuk
menentukan kadar timbal dan logam besi dengan metode spektrofotometri. Pengambilan sampel air
laut pada pagi dan sore hari di tiga tempat berbeda. Jarak 3 sampel kurang lebih 5 m, 10 m, dan 15 m
dari pelabuhan dan sekitar 5 m dari tepi pantai. Hasil analisis kadar timbal dan logam besi dari 3 titik
untuk timbal diambil pagi hari, titik A 0,919 mg / L, titik B 0,703 mg / L, dan titik C 0,810 mg / L.
Sedangkan diminum pada sore hari kadar timbal titik A 0,729 mg / L, titik B 0,837 mg / L, dan titik C
0,729 mg / L. Untuk kadar zat besi yang diminum pagi hari, titik A 0,394 mg / L, titik B 0,546 mg / L,
dan titik C 0,324 mg / L. Sedangkan pada sore hari kadar zat besi titik A 0,449 mg / L, titik B 0,365
mg / L, dan titik C 0,504 mg / L. Konsentrasi logam timbal dalam air laut berkisar antara 0,703 mg / L
- 0,919 mg / L. Konsentrasi ini lebih tinggi dari nilai rentang batas logam timbal 0,025 mg / L.
Konsentrasi logam besi di air laut pelabuhan Taipa sekitar 0,324 mg / L - 0,546 mg / L. Konsentrasi
ini lebih tinggi dari batas nilai logam besi 0,01 mg / L.
Kata Kunci: Timbal, Besi, Air Laut, Pencemaran, Wilayah Pesisir

Pendahuluan
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, dimana
buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Limbah yang mengandung polutan
tersebut akan masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air,
sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam
jaringan tubuh organisme laut. Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan sebagai sarana
perhubungan lokal maupun internasional, juga memiliki sumber daya laut yang sangat kaya,
antara lain sumber daya perikanan, terumbu karang, mangrove, bahan tambang, dan daerah
pesisir pantai dapat dimanfaatkan sebagai wisata yang menarik (Rengki, 2011).
Sulawesi Tengah dalam hal ini khususnya perairan laut Taipa, memegang peran
penting dalam menunjang kebutuhan hidup dari sebagian masyarakatnya, yang paling umum
adalah berupa kebutuhan ikan serta adanya budidaya rumput laut yang dapat meningkatkan
pendapatan bagi sebagian masyarakat terutama nelayan. Selain itu juga terdapat sebuah
pelabuhan, yaitu pelabuhan kapal ferry yang digunakan sebagai tempat pelabuhan
penyeberangan yang menghubungkan antar pulau. Pada pelabuhan ini banyak terjadi kegiatan
manusia. Kegiatan manusia yang dimaksud adalah aktivitas kapal laut yang keluar masuk
pelabuhan guna melakukan aktivitas bongkar muat barang dan juga penggantian bahan bakar
minyak oleh kapal-kapal (Syafitrianto, 2010). Aktivitas pelabuhan dapat menjadi salah satu
sumber pencemaran logam berat di perairan sekitarnya (Amin dkk, 2011). Umumnya bahan
bakar minyak mendapat zat tambahan tetraetyl yang mengandung Pb untuk meningkatkan
mutu, sehingga limbah dari kapal-kapal tersebut dapat menyebabkan kadar Pb di perairan
tersebut menjadi tinggi (Rochyatun dkk, 2006). Logam berat Pb yang terkandung dalam
bahan bakar sebagai anti pemecah minyak (seperti Pb tetraethyl dan tetramethyl) ini
kemudian dilepaskan ke atmosfir melalui alat pembuangan asap dan bagian ini kemudian
terlarut dalam laut. Selain itu aktivitas manusia yang terjadi di daratan seperti buangan
limbah rumah tangga melalui sampah-sampah metabolik dan korosi pipa-pipa air yang
mengandung logam-logam berat juga dapat memberikan andil yang cukup besar terhadap
masuknya logam-logam berat di perairan laut.
Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan aktivitas
makhluk hidup yang masuk ke daerah laut (Rengki, 2011). Keberadaan logam berat di
perairan laut dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain dari kegiatan pertambangan,
rumah tangga, limbah pertanian dan buangan industri (Parawita dkk, 2009). Pencemaran laut
dibatasi sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) bagi kehidupan biota,
sumber daya, kenyamanan ekosistem laut serta kesehatan manusia yang disebabkan oleh
pembuangan bahan-bahan atau limbah secara langsung atau tidak langsung yang berasal dari
kegiatan manusia (Yennie dan Martini, 2005). Pencemaran laut secara langsung maupun
tidak langsung dapat disebabkan oleh pembuangan limbah ke dalam laut, dimana salah satu
bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah adalah logam berat yang
beracun (Hala dkk, 2005). Penurunan kualitas air diakibatkan oleh adanya zat pencemar,
baik berupa komponen-komponen organik maupun anorganik. Komponen-komponen
anorganik, diantaranya adalah logam berat yang berbahaya (Siaka, 2008). Adanya logam
berat di perairan berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun
efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia.
Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yaitu sulit terurai, sehingga mudah
terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai. Logam
berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang sama dengan logam-logam lain.
Perbedaannya terletak pada pengaruh yang diakibatkan bila logam ini diberikan dan atau
masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan
keracunan pada makhluk hidup, namun sebagian dari logam berat tersebut tetap dibutuhkan
dalam jumlah yang sangat kecil. Bila kebutuhan yang sangat sedikit itu tidak dipenuhi, maka
dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup organisme (Rusman, 2010). Faktor yang
menyebabkan logam tersebut dikelompokkan ke dalam zat pencemar yaitu logam berat tidak
dapat terurai melalui biodegradasi seperti pencemar organik, logam berat dapat terakumulasi
dalam lingkungan terutama sedimen sungai dan laut, karena dapat terikat dengan senyawa
organik dan anorganik, melalui proses adsorpsi dan pembentukan senyawa komplek (Susiati
dkk, 2009).
Besi merupakan logam berat yang dibutuhkan dimana zat ini dibutuhkan dalam proses
untuk menghasilkan oksidasi enzim cytochrome dan pigmen pernapasan (haemoglobin).
Logam ini akan menjadi racun apabila keadaannya terdapat dalam konsentrasi di atas normal
(Hasbi, 2007). Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi menjadi
dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial di mana keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun, contoh logam berat ini adalah Fe. Keberadaan besi dalam air laut
juga dapat bersumber dari perkaratan kapalkapal laut dan tiang-tiang pancang pelabuhan
yang mudah berkarat. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat non esensial atau beracun,
dimana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat
bersifat racun seperti Pb.
Secara alamiah timbal dapat masuk ke dalam badan perairan melalui pengkristalan
timbal di udara dengan bantuan air hujan (Khasanah, 2009). Kandungan logam berat yang
menumpuk pada air laut dan sedimen akan masuk ke dalam sistem rantai makanan dan
berpengaruh pada kehidupan organisme (Said dkk, 2009). Logam berat ini dapat
menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat
tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja
enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan
bertindak sebagai alergen, mutagen, atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah
melalui kulit, pernafasan, dan pencernaan. Masing-masing logam berat tersebut memiliki
dampak negatif terhadap manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dalam waktu
yang lama. Kegiatan atau aktivitas di laut yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan
laut antara lain: perkapalan, dumping di laut, pertambangan, eksplorasi dan eksploitasi
minyak, budidaya laut, dan perikanan (Sugara, 2012).
Laut juga mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia,
ikan, tumbuh-tumbuhan, dan biota laut lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelautan
mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat ikut mendorong pembangunan di masa
kini maupun masa depan. Oleh karena itu, laut yang merupakan suatu sumber daya alam,
sangat perlu untuk dilindungi. Hal ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan dengan
bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang
(Rengki, 2011). Suatu hal yang menjadi masalah, luas dan besar dijadikannya lautan sebagai
tempat penampungan bagi kegiatan kehidupan di darat dan di laut, karena dianggap mampu
mengelola limbah. Namun ternyata proses fisika dan kimiawi berlangsung tidak secepat yang
diperkirakan. Masuknya unsur lain ke dalam lingkungan laut memberi dampak pada
keseimbangan ekosistem secara keseluruhan (Sumarni, 2004).
Metode Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Analitik Pertanian Universitas Tadulako
sebagai tempat dilakukannya analisis kimia, sedangkan untuk pengambilan sampel yaitu pada
air laut di Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa Kecamatan Palu Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat SSA Type Spektra AA 30, Botol
berwarna gelap 150 mL , Labu ukur 25 mL, Gelas ukur 50 mL, pH meter. Sedangkan untuk
Bahan yang digunakan yaitu Bahan-bahan yang digunakan yaitu Air laut, Aquades, HNO3,
Pb(NO3)2, Fe(NO3)2.

Prosedur Kerja
a. Pengambilan sampel dan penyiapan cuplikan
b.Pembuatan deret kerja dan kurva kalibrasi Dari larutan standar Pb dan Fe 1000 ppm dibuat
deret kerja sebagai berikut :
1. Untuk logam Pb: 5 ppm; 10 ppm; 15 ppm dan 20 ppm
2. Untuk logam Fe: 2,5 ppm; 5,0 ppm; 7,5 ppm dan 10,0 ppm Kemudian terhadap
deret ini, diukur serapannya pada panjang gelombang 217 nm untuk logam timbal dan
pada panjang gelombang 248,3 nm untuk logam besi.
c. Penentuan kadar logam dengan alat SSA.
Hasil dan Pembahasan
Sampel diambil pada waktu pagi dan sore hari, kemudian ditetetsi asam nitrat
(HNO3), dimana asam nitrat berfungsi sebagai pengawet. Kemudian sampel dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan analisis dengan menggunaan alat SSA.

Logam Timbal (Pb)


Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian utama dalam segi kesehatan,
karena dampaknya pada sejumlah besar orang akibat keracunan makanan atau udara yang
terkontaminasi Pb memiliki sifat toksik berbahaya (Yusuf dkk, 2005). Timbal (Pb) juga salah
satu logam berat yang mempunyai daya toksitas yang tinggi terhadap manusia karena dapat
merusak perkembangan otak pada anak-anak, menyebabkan penyumbatan sel-sel darah
merah, anemia dan mempengaruhi anggota tubuh lainnya. Timbal dapat diakumulasi
langsung dari air dan dari sedimen oleh organisme laut (Purnomo, 2009). Berdasarkan hasil
pengamatan dan perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi linear yakni y = a + bx
maka diperoleh konsentrasi timbal (Pb) pada sampel yang terlihat pada Gambar 1. Sampel air
laut yang di ambil pada waktu pagi hari yaitu pada titik A = 0,919 mg/L, pada titik B= 0,703
mg/L dan pada titik C= 0,810 mg/L, selanjutnya konsentrasi timbal (Pb) pada sampel air laut
yang diambil pada waktu sore hari yaitu pada titik A= 0,729 mg/L, pada titik B= 0,837 mg/L
dan pada titik C= 0,729 mg/L. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa konsentrasi timbal
pada air laut Taipa bagian pelabuhan ferry berkisar antara 0,703 mg/L – 0,919 mg/L sehingga
dapat diketahui bahwa air laut tersebut telah tercemar oleh logam timbal, hal ini diketahui
dari NAB logam berat timbal dalam air laut yaitu 0,025 mg/L.
Gambar 1 Grafik konsentrasi logam timbal (Pb) pada pagi dan sore hari
Logam berat timbal sangat beracun, mempunyai sifat bioakumulatif dalam tubuh
organisme air, dan akan terus diakumulasi hingga organisme tersebut tidak mampu lagi
mentolerir kandungan logam berat timbal dalam tubuhnya. Karena sifat bioakumulatif logam
berat timbal, maka bisa terjadi konsentrasi logam tersebut dalam bentuk terlarut dalam air
adalah rendah, dalam sedimen semakin meningkat akibat proses-proses fisika, kimia dan
biologi perairan, dan dalam tubuh hewan air meningkat sampai beberapa kali lipat (Sitorus,
2004). Logam berat secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan manusia
seperti Timbal (Pb) dapat mengakibatkan penghambataan sistem pembentukan hemoglobin
(Hb) sehingga menyebabkan anemia, terganggunya sistem syaraf pusat dan tepi, sistem
ginjal, sistem reproduksi,   idiot pada anak - anak, sawan (epilepsi), cacat rangka dan merusak
sel - sel somatik. Walaupun jumlah Timbal (Pb) yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam
ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa – senyawa Timbal (Pb)
dapat memberikan efek racun terhadap banyak organ yang terdapat dalam tubuh (Palar,
2004).

Logam Besi (Fe)


Dalam air besi tersuspensi dan berwarna kecoklatan. Suspensi yang terbentuk akan
segera menggumpal dan mengendap di dasar badan air (Suciastuti dan Sutrisno, 2002). Besi
(Fe) termasuk dalam golongan logam transisi. Suatu sifat khas logam ini, ialah kebanyakan
logam ini cenderung untuk memperlihatkan beberapa keadaan oksidasi. Sifat-sifat yang lain
adalah unsur-unsur transisi memiliki orbital d atau f yang belum terisi penuh (Syam, 2004).
Zat besi (Fe) merupakan suatu komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh
reaksi kimia yang penting di dalam tubuh meskipun sukar diserap (10-15%).
Besi juga merupakan komponen dari hemoglobin yaitu sekitar 75%, yang
memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dan mengantarkannya ke jaringan tubuh
(Admin, 2009). Logam besi (Fe) sebenarnya adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, terdapat pada buah, sayuran, serta suplemen makanan (Pratama
dkk, 2012). Pada tanaman lamun besi merupakan bagian dari enzim tertentu dan protein yang
berfungsi sebagai pembawa elektron pada fase terang fotosintesis dan respirasi (Tahril dkk,
2011). Kadar besi dalam perairan alami berkisar antara 0,05-0,2 mg/L. Pada air tanah dalam
dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi dapat mencapai 10-100 mg/L, pada air hujan
mengandung besi sekitar 0,05 mg/L, sedangkan pada air laut sekitar 0,01 mg/L (Effendi,
2003).
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi
linear yakni y = a + bx maka diperoleh konsentrasi besi (Fe) pada sampel yang terlihat pada
Gambar 2. Konsentrasi besi (Fe) pada sampel air laut yang diambil pada waktu pagi hari
yaitu pada titik A = 0,394 mg/L, pada titik B= 0,546 mg/L dan pada titik C=0,324 mg/L,
selanjutnya konsentrasi besi pada sampel air laut yang diambil pada waktu sore hari yaitu
pada titik A= 0,449 mg/L, pada titik B= 0,365 mg/L dan pada titik C= 0,504 mg/L. Dari hasil
perhitungan diketahui bahwa konsentrasi besi pada air laut Taipa bagian pelabuhan ferry
berkisar antara 0,324 mg/L – 0,546 mg/L, sehingga dapat diketahui bahwa air laut tersebut
telah tercemar oleh logam besi, hal ini diketahui dari NAB logam berat besi dalam air laut
yaitu 0,01 mg/L. Tingginya konsentrasi besi di perairan diduga disebabkan oleh aktivitas
manusia yang terjadi di daratan yaitu buangan limbah rumah tangga yang mengandung besi
dan korosi pipa-pipa air yang mengandung logam besi. Peningkatan konsentrasi timbal juga
disebabkan karena adanya pengikisan batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin
serta pengkaratan kapal-kapal laut dan tiangtiang pancang pelabuhan yang mudah berkarat
Kelebihan zat besi bisa menyebabkan keracunan dimana terjadi muntah, kerusakan usus,
penuaan dini hingga kematian mendadak, mudah marah, radang sendi, cacat lahir, gusi
berdarah, kanker, cardiomyopathies, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah
lelah, kulit kehitam-hitaman, sakit kepala, gagal hati, hepatitis, hiperaktif, infeksi, insomnia,
sakit liver, masalah mental, rasa logam di mulut, myasthenia gravis, nausea, nevi, mudah
gelisah, dan iritasi, Parkinson, rematik, sikoprenia, sariawan perut, sickle-cell anemia, keras
kepala, strabismus, gangguan penyerapan vitamin dan mineral, serta hemokromatin (Admin,
2009).

Kesimpulan
Konsentrasi logam timbal pada air laut di wilayah pesisir Pelabuhan ferry Taipa yaitu
berkisar antara 0,703 mg/L – 0,919 mg/L, konsentrasi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan
dengan NAB logam Timbal yaitu 0,025 mg/L. Konsentrasi logam besi pada air laut di
wilayah pesisir Pelabuhan ferry Taipa yaitu berkisar antara 0,324 mg/L – 0,546 mg/L,
konsentrasi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan NAB logam besi yaitu 0,01 mg/L.
Referensi
Admin. (2010). Penghilangan besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam air. Diunggah kembali dari
http://smk3ae.wordpress. com/2010/08/28/penghilangan-besi-fedan-mangan-mn-dalam-air-
2/.
Alamsyah. (2010). Distribusi logam berat timbal (Pb) dan kromium (Cr) dalam air muara
sungai Poboya. (Skripsi). UNTAD Press, Palu.
Amin, B., Afriyani, E., & Saputra, A. M. Distribusi spasial logam Pb dan Cu pada sedimen
dan air laut permukaan di perairan Tanjung Buton Kabupaten Siak Provinsi Riau. Jurnal
Teknobiologi, 2(1), 1–8.
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air. Yogyakarta: Kanisius.
Garno, S. Y. (2001). Kandungan beberapa logam berat di perairan pesisir timur pulau Batam.
Jurnal Teknologi Lingkungan, 2(3), 281-286.
Hala, Y., Wahab, A. W., & Meilanti, H. (2005). Analisis kandungan ion timbal dan seng pada
kerang darah (anadara granosa) di
perairan pelabuhan Pare-Pare. Jurnal Marina Chimica Acta, 6(2).12-16.
Hasbi, R. (2007). Analisis polutan logam tembaga (Cu) dan timbal (Pb) dalam sedimen laut
pelabuhan Pantoloan berdasarkan kedalamannya (skripsi). UNTAD Press, Palu.
Khasanah, N. E. (2009). Adsorpsi logam berat. Jurnal Oseana, 34(4), 1-7.
Palar, H. (1995). Pencemaran dan etoksiologi logam berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Parawita, D., Insafitri., & Nugraha, A.W. (2009). Analisis konsentrasi logam berat timbal
(Pb) di muara sungai Porong. Jurnal Kelautan, 2(2), 34-41.
Pratama, G. A., Pribadi, R., & Maslukah, L. (2012). Kandungan logam berat Pb dan Fe pada
air, sedimen, dan kerang hijau (Perna viridis) di sungai Tapak kelurahan Tugurejo kecamatan
Tugu Kota Semarang. Jurnal of Marine Research. 1(1), 133-137.
Purnomo, D. (2009). Logam berat sebagai penyumbang pencemaran air laut. Di Unggah
kembali dari http:// masdony.wordpress.com/2009/04/19/ logam-berat-sebagai-
penyumbangpencemaran-air-laut/.
Rengki. (2011). Kandungan logam berat pada air laut permukaan dan sedimen serta
pencemaran limbah padat. Diunggah kembali dari http://rengkiik08.blogspot.
com/2011/01/kandungan-logam-beratpada-air-laut.html.
Retyoadhi, Y. A., Susanto, T., Martati, E. (2005). Kajian cemaran logam timbal (Pb), total
mikrobia dan e.coli pada kerang darah (Anadara granosa linn) segar di kabupaten Sidoarjo.
Jurnal Teknologi Pertanian, 6(3), 203-211.
Rochyatun, E., Kaisupy, T.M., & Rozak, A. (2006). Distribusi logam berat dalam air dan
sedimen di perairan muara sungai Cisadane. Jurnal Makara, Sains, 10(1), 35-40.
Rusman. (2010). Analisis kandungan logam kromium (Cr) dan timbal (Pb) dalam air muara
sungai Palu (skripsi). Untad Press, Palu.
Said, I., Jalaluddin, M. N., Upe, A., & Wahab, A.W. (2009). Penetapan konsentrasi logam
berat krom dan timbal dalam sedimen estuaria sungai matangpondo Palu. Jurnal
Chemica,10(2), 40–47.

6. JURNAL TRACE ELEMEN DALAM SEDIMEN

ABSTRAK
didominasi oleh konsentrasi mangan (2865-3211 ppm), sedangkan unsur tanah jarang
didominasi oleh Barium (245-289 ppm). Tingginya konsentrasi secara Makalah ini
merupakan hasil dari kegiatan penelitian geologi laut dalam yang dilaksanakan oleh
Puslitbang Geologi Kelautan di Cekungan Tomini, Sulawesi Tengah. Mineralogi sedimen
permukaan dasar laut secara umum dari contoh penginti tunggal GRT-05-03 setebal 145 cm
terdiri atas unsur utama (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O, TiO2 and LiO),
unsur logam (Au, Ag, Cu, Pb, Zn, Cr, Mn, Ni, Fe and Co) dan unsur tanah jarang (Th, Zr, Ba,
Nb, Ce and Sr). Hasil analisis mineral dari contoh penginti tunggal GRT-05-03 menunjukkan
bahwa mineral logam vertikal dari kedua unsur tersebut di atas, menunjukkan bahwa proses
sedimentasi di Teluk Tomini berada pada lingkungan reduksi.
Kata kunci : penginti tunggal, mineral, elemen major, minor dan unsur tanah jarang;
Cekungan Tomini

PENDAHULUAN
Cekungan Tomini berada di bagian dalam dari Teluk Tomini. Cekungan ini secara
fisiografis merupakan cekungan sedimen laut dalam dengan luas permukaan dasar lautnya
mencapai kira-kira 15.000 km2. Kedalaman laut cekungan ini antara 1500 sampai 2400 meter
dan dialasi oleh beberapa struktur geologi yang menyerupai graben. Jajaran Kepulauan
Togian yang tersusun oleh formasi batuan vulkanik serta gunung api Colo dengan ketinggian
sekitar 600 meter di atas permukaan laut bertindak sebagai sayap bagian timur dari Cekungan
Tomini (Gambar 1). Maksud dari kegiatan ini adalah melakukan penelitian geologi dan
geofisika di Cekungan Tomini sebagai kawasan frontier untuk memperoleh data awal sumber
daya geologi. Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh data keterdapatan mineral
dalam sedimen permukaan Cekungan Tomini. Hasil dari penelitian ini secara keseluruhan
adalah untuk memahami penyebaran dan indikasi sumber daya gelogi dasar laut Cekungan
Tomini. Cekungan Tomini secara administratif terletak di Propinsi Gorontalo, memanjang
berarah timur-barat seluas ± 60.000 km². Cekungan Tomini adalah suatu cekungan yang
terletak di kawasan utara Sulawesi diapit oleh Lengan Timur Sulawesi yang disusun oleh
batuan Komplek Ofiolit Sulawesi Timur dan batuan sedimen Tersier terimbrikasi dengan
lengan utara Sulawesi yang disusun oleh batuan gunung api Tersier-Kuarter. Batuan gunung
api Kuarter tersingkap di kepulauan Togian dan di pulau Una-Una.
Permana drr (2002) beranggapan bahwa aktivitas gunungapi Colo diakibatkan oleh
penunjaman ke arah baratlaut kontinen mikro Banggai-Sula di bawah lengan timur Sulawesi.
Tingginya potasium dan rendahnya rasio MgO/ FeO*di tempat ini merupakan karakter asli
dari kontinen mikro. Hadirnya senolit-dunit berkarakter busur dalam produk gunungapi Colo
merupakan indikasi bahwa sumber magma sampai ke permukaan setelah melewati batuan
kerak samudera.
METODE
Pengambilan data sedimen dasar laut dilakukan dengan menggunakan instrumen
geofisika dan geologi yang terpasang pada Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang dilengkapi
dengan peralatan depth sonar, single-beam echosounder 10.000 m (EA500). Navigasi selama
survey berlangsung menggunakan Global Positioning System (GPS) dengan EIVA A/S
NAVIpac software. Penanda waktu dan titik tetap posisi pada perekam menggunakan
peralatan Annotator. Pengambilan inti sedimen permukaan dasar laut menggunakan gravity
corer sepanjang 300 cm terbuat dari PVC dengan sub-sampling 1-15 pemercontoh dengan
diameter 10 cm dan tinggi 15 cm. Pemerian sedimen inti GRT-05-03 menggunakan alat
loupe dengan perbesaran 20x. Prosedur penanganan pemercontoh untuk semua unsur
tanahjarang seperti Th, Zr, Ba, Nb, Ce dan Sr dilakukan di laboratorium analitis milik
dengan menggunakan metode X-ray fluorescence (XRF), sedangkan untuk unsur logam dan
oksida utama menggunakan analisis Flame AAS dan gravimetry. Semua analisis unsur baik
XRF maupun Flame AAS dilakukan di laboratorium milik Puslitbang Mineral dan Batubara
(Tekmira).
HASIL DAN DISKUSI
Hasil penelitian seismik (Kusnida dan Subarsyah, 2008) dan penelitian magnetik
(Kusnida drr, 2009) menunjukkan bahwa Cekungan Tomini diisi oleh sedimen berumur
Tersier Akhir-Kuarter dengan ketebalan lebih dari 1500 m berkomposisi lumpur. Pola
pengendapan di Cekungan Tomini diduga merupakan redistribusi sedimen yang berasal dari
daratan sekitarnya yang tererosi sebagai sedimen turbidit pada lereng bawah cekungan dan
endapan pelagos pada lantai pusat cekungan. Sedimen inti diambil pada kedalaman dasar laut
2012,92 m dengan cakupan sedimen sepanjang 145 cm. Pemerian sedimen inti GRT-05-03
(Gambar 2) dengan menggunakan alat loupe perbesaran 20x menunjukkan bahwa hampir di
setiap sub-sampel sedimen permukaan terdiri atas lempung pasiran lengket berwarna abu-abu
kehijauan yang mengandung mineral opak, mika dan bioklastik, terkadang mengandung
gas metana.
Keberadaan mineral mika dan mineral opak, ditafsirkan sebagai hasil rombakan dari
batuan metamorf (gneis dan sekis) yang berasal dari sebelah timur dan selatan daerah
penelitian, yaitu sekitar Pegunungan Ineba (Palu) di timur daerah penelitian dan Pegunungan
Pompangeo (Poso) di selatan daerah penelitian. Tabel 1 dan Tabel 3 masing-masing
menunjukkan unsur logam dan unsur utama hasil analisis Flame AAS dan gravimetry untuk
beberapa unsur oksida, sedangkan unsur tanah yang diperoleh dari hasil analisis XRF
ditunjukan pada Tabel 2. Pada Tabel 1 komposisi unsur logam dicirikan oleh dominasi unsur
Mn dengan kisaran dari 2800-3200 ppm dengan konsentrasi cenderung menurun sampai
GRT05-03D kemudian cenderung meninggi ke arah bawah, sedangkan Au adalah merupakan
unsur yang sangat kecil konsentrasinya dan bervariasi dengan kisaran antara 0,005 – 0,015
ppm.
Konsentrasi ini menurun hingga GRT05-03G, pada GRT05-03D agak tinggi, dan
pada GRT05-03 E-F menurun lagi. Pada pemercontoh GRT05-93H meninggi lagi. Unsur
lainnya menunjukkan kecenderungan konsentrasi yang mengecil ke arah bawah seperti Ag
(40-20 ppm), tapi di bagian paling bawah meninggi lagi. Namun demikian, Cu (85-95 ppm),
Pb (100-130 ppm), Cr (45-70 ppm), Ni (30-40 ppm) dan Fe (1.11-1.55 ppm) menunjukkan
peningkatan konsentrasi ke arah bawah, sedangkan Zn (± 100 ppm) dan Co (± 20 ppm)
merupakan unsur logam yang menunjukkan jumlah konsentrasi cenderung stabil.
Barium (Ba) menunjukkan konsentrasi meningkat dari 276 ppm di bagian atas
menjadi 278 ppm di bawah. Thorium (Th) berkisar antara 32-34 ppm (menurun ke bawah),
Strontium (Sr ) dari 65 ppm di bagian atas, menjadi 67 ppm di bagian bawah. Konsentrasi
Cerium (Ce) dan Niobium (Nb) sepanjang inti sedimen tampak konstan yaitu < 10 ppm
untuk Ce dan 45 ppm untuk Nb. Sebaliknya, zircon (Zr) menunjukkan kecenderungan yang
berbeda dibandingkan dengan Ba, Th and Sr. Zirkon memiliki konsentrasi 41 ppm di bagian
atas, 46 ppm di bagian tengah dan 44 ppm di bagian paling bawah.Unsur Oksida Utama
didominasi oleh SiO2 dengan konsentrasi yang relatif konstan yaitu antara 67-69 ppm,
diikuti oleh Al2O3 (7-10 ppm), Fe2O3 (1.5-2.5 ppm), CaO (2 - 3 ppm), MgO (4-8 ppm),
K2O 1-3 ppm) dan NaO (± 3.5 ppm). Sebaliknya, TiO2, bisa dikatakan sebagai unsur oksida
dengan konsentrasi yang sangat kecil yaitu 0.1-0.8 ppm.
Tingginya kandungan unsur logam Mn dalam kolom sedimen permukaan di
Cekungan Tomini bukanlah merupakan kejadian yang luar biasa karena hal yang sama umum
dijumpai pada sedimen laut dalam (Lepland dan Stevens, 1996). Sedimen yang mengandung
Mn berada pada kondisi reduksi di tempat mana pada awalnya Mn larut dan terkubur dalam
sedimen. Selanjutnya, secara perlahan Mn terlarut bermigrasi dan terakumulasi pada lapisan
sedimen teroksidasi di atasnya membentuk unsur logam. Menurut Homoky drr (2011), difusi
ionik Mn ataupun molekuler dalam larutan pori merupakan mekanisme utama di tempat mana
proses migrasi tersebut terjadi.
Distribusi vertikal unsur Barium (Ba) pada sedimen permukaan di Cekungan Tomini
telah dijelaskan oleh Kusnida drr (2009) di tempat mana peningkatan konsentrasi Ba ke arah
bawah menunjukkan adanya peningkatan penyerapan dan aliran partikel Barium oleh
konsentrasi Barium yang lebih tinggi di perairan yang lebih dalam di Cekungan Tomini.
Menurut Misayasu drr (2002), aliran Barium menunjukkan adanya hubungan antara proses
biologis lautan dari bagian atas ke dasar laut, oleh karenanya perbandingan karbon organik
terhadap Barium berkurang secara sistematis dengan kedalaman laut. Dengan demikian,
berkurangnya konsentrasi Barium ke arah top dari contoh penginti dari Cekungan Tomini
dapat disintesakan sebagai hasil dekomposisi material organik secara simultan dan menyerap
Barium pada saat terjadinya pengendapan partikel sedimen.

KESIMPULAN
Pada semua sub-sampel inti sedimen GRT-0503 dijumpai adanya mineral opak dan
mika yang kemungkinan besar berasal dari batuan malihan (gneiss and schist). Keberadaan
mineral jarang mengindikasikan bahwa asal sedimen terutama berasal dari daerah selatan
Cekungan Tomini yang didominasi oleh batuan ofiolit. Konsentrasi unsur Barium dalam
sedimen permukaan dasar Cekungan Tomini diduga berhubungan dengan proses dekomposisi
material organik secara simultan dan menyerap Barium pada saat terjadinya pengendapan
partikel sedimen.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Joni Widodo M.Si. selaku Kepala Tim
dalam kegiatan pengambilan data sedimen dasar laut di Cekungan Tomini. Terima kasih juga
disampaikan kepada Ir. Yudhicara M.T. yang telah membantu preparasi contoh sedimen serta
seluruh seluruh anggota tim dan Kru K.R. Baruna Jaya VIII yang terlibat dalam kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Homoky, W.B., Hembury, D.J., Hepburn, L.E., Mills, R.A., Statham, P.J., Fones, G.R. and
Palmer, M.R.,2011. Iron and manganese diagenesis in deep sea volcanogenic sediments and
the origins of pore water colloids. Geochimica et Cosmochimica Acta, 75, (17), 5032-5048.
Kusnida, D. and Subarsyah, 2008. Deep Sea Sediment Gravity Flow Deposits in Gulf of
Tomini, Central Indonesia., Indonesian Journal of Geology, Vol.3, No.4. Kusnida, D.,
Subarsyah and B. Nirwana, 2009. Basement Configuration of Tomini Basin Deduced from
Marine Magnetic Interpretation, Indonesian Journal of Geology, Vol.4, No. 4. Lepland, A.
and Stevens, R.L., 1996. Authigenic manganese mineralogy in the Landsort Deep, west‐
central Baltic Sea, GFF (Geologiska Föreningen i Stockholm Förhandlingar), Volume 118,
Issue 2, pages 118-119. Masayasu M. Sato, Hisashi Narita and Shizuo Tsunogai,
2002.Barium Increasing Prior to Opal during the Last Termination of Glacial Ages in the
Okhotsk Sea Sediments, Journal of Oceanography, Vol. 58, No.3, p.461-467. Permana H.,
Hananto, D.H., Gaol K.L., Utomo, E.P., Burhanuddin, S., Hidayat, S., Triarso, E., Pratomo,
I., Helfinalis , Binns, R., Parr, J. 2002. Abstract. IASSHA Cruise 2001 result (Leg A):
tectonic of Tomini-Gorontalo basin. Inferred from new petrological and geophysical data.
PIT IAGI, Surabaya, 2002.

Anda mungkin juga menyukai