Anda di halaman 1dari 33

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN BAHAN AJAR


TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DI SMA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Seminar Proposal Penelitian Dalam Rangka


Penyusunan Tugas Akhir Skripsi

Oleh:
Asmiranda Sinambela
NIM 4203131017
Program Studi Pendidikan Kimia

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MEDAN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan sangat dibutuhkan orang untuk kelangsungan hidup dalam
segala aspek, baik kemajuan negara, teknologi, maupun budaya. Pendidikan
tidak hanya sekedar proses belajar mengajar di kelas, pendidikan juga
diharapkan dapat membangun sikap dan karakter yang baik, membawa anak ke
tingkat kedewasaan dan kematangan. Arti kedewasaan dalam konotasi ini tidak
terbatas hanya pada usia kalender, melainkan lebih menekankan pada mental-
spiritual, sikap nalar, baik intelektual maupun emosional, sosial dan spiritual.
Bobot kedewasaan ini akan terungkap dalam kematangannya dalam berpikir,
berucap, berperilaku dan membuat keputusan. Pendidikan adalah
mempersiapkan seseorang agar dia dapat mandiri mengatasi perubahan dan
masalah-masalah kehidupan yang akan dihadapinya (Purba dan Yusnadi, 2015).
Salah satu masalah pokok pendidikan formal adalah masih rendahnya
kemampuan siswa dalam memahami pelajaran. Hal ini dikarenakan kondisi
pembelajaran masih bersifat konvensional atau guru masih mendominasi dan
tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui
proses berpikirnya. Pendidikan lebih menekankan kepada pemikiran tidak
produktif, hapalan, dan mencari satu jawaban yang benar saja, dan akibatnya
kreativitas siswa pun dapat terhambat. Proses pemikiran yang tinggi termasuk
berpikir kreatif jarang sekali dilatih, sehingga pembelajaran seperti ini dapat
menimbulkan kekakuan dalam proses berpikir siswa dan kurang luas dalam
meninjau suatu masalah sehingga hasil belajar menjadi rendah. Guru
merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan kreativitas dan hasil
belajar siswa. Banyak hal yang dapat dilakukan guru untuk merangsang dan
meningkatkan daya pikir siswa, sikap dan perilaku kreatif siswa, yakni dengan
melakukan kegiatan di dalam atau di luar kelas. (Purnamawati, 2010).
Pencapaian hasil belajar oleh siswa didukung oleh beberapa faktor yaitu
faktor internal yang meliputi peserta didik dan faktor eksternal yaitu meliputi
aspek keluarga, metode belajar, fasilitas, dan alat-alat belajar yang sedang
digunakan dalam proses belajar, selain itu hal yang mendukung peningkatan
hasil belajar adalah model pembelajaran yang digunakan (Yakina et al., 2017).
Model pembelajaran dan juga media pembelajaran harus dapat
dimanfaatkan oleh seorang guru dengan baik agar terciptanya suasana belajar
yang menyenangkan bagi peserta didik, pembelajaran yang menyenangkan itu
adalah pembelajaran yang memiliki interaksi antara guru dan peserta didik
tanpa adanya tekanan, karena model pembelajaran dan juga media
pembelajaran merupakan sebuah alat bantu yang dapat digunakan oleh seorang
pendidik dalam proses pembelajaran untuk menghilangkan kejenuhan siswa
saat mengikuti proses pembelajaran (Balim, 2009).
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik adalah model pembelajaran discovery
learning. Model pembelajaran discovery learning mengajar siswa dengan
gagasan menemukan, berpikir kritis, mempertanyakan, dan kemampuan
memecahkan masalah, sehingga siswa juga akan aktif dalam membangun
pengetahuan mereka sendiri dan meningkatkan keberhasilan belajar siswa
(Balim, 2009). Model pembelajaran discovery learning merupakan suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
(Nugrahaeni, 2017). Model ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk
berpikir, menemukan, berpendapat, dan saling bekerja sama melalui aktivitas
belajar secara ilmiah. Sehingga model ini dapat melatih keterampilan proses
sains siswa terhadap pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan
konsep-konsep penting yang nantinya akan berdampak pada peningkatan hasil
belajar.
Penelitian yang mendukung keberhasilan dari penggunaan discovery
learning adalah penelitian Kurnianto (2016), dimana hasil posttest kelas
eksperimen I adalah 76,3 dan eksperimen II adalah 74,4, sedangkan kelas
kontrol adalah 67,3. Pada penelitian Istiana (2016) mengalami peningkatan
ketuntasan prestasi belajar pada siklus I yaitu 70% dan pada siklus II yaitu 85%.
Dibantu dengan penelitian lain dimana kelompok siswa yang mengikuti
pembelajaran discovery learning mendapat rata-rata nilai hasil belajar sebesar
74,70 sedangkan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional
sebesar 70,38 (Putrayasa, dkk,. 2014)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 13 Medan
proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran kimia, pembelajaran
masih berpusat pada guru atau guru lebih aktif dibandingkan semua peserta
didiknya. Hal ini terjadi dikarenakan guru sampai saat ini masih menggunakan
metode ceramah dan jarang sekali menggunakan media pembelajaran saat
proses belajar mengajar di kelas. Pembelajaran 4 dengan metode ceramah ini
sering kali menimbulkan kejenuhan bagi seluruh siswa, karena tidak dituntut
untuk aktif dalam menyelesaikan masalah yang sedang di bahas. Tetapi
membuat siswa hanya terbiasa untuk mendengarkan informasi yang diberikan
oleh guru tanpa berusaha untuk memahami konsep atau permasalahan yang
sedang dibahas saat proses pembelajaran sehingga kemampuan berfikir kritis
siswa menjadi rendah dan cenderung mudah merasa bosan saat mengikuti
pembelajaran dan ahkirnya tidak fokus, hal ini juga sangat berdampak bagi
hasil belajar siswa itu sendiri. Terbukti dengan hasil observasi awal yang telah
dilakukan dengan salah satu guru kimia di SMA Negeri 17 Medan, berdasarkan
hasil nilai ulangan tengah semester peserta didik, nilai rata-rata siswa pada mata
pelajaran kimia khususnya pada materi larutan penyangga masih rendah, tidak
memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75. Hal ini lah
yang sering menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agustina, dkk (2018),
pada materi larutan penyangga, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model discovery learning mencapai ketuntasan belajar sebesar
91,18% (31 dari 34 siswa). Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, dapat
direkomendasikan bahwa dengan menerapkan model discovery learning
merupakan suatu alternatif untuk meningkatan prestasi belajar siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua media yang
berbeda, di kelas yang berbeda juga, dan peneliti akan melihat perbandingan di
mana hasil belajar yang lebih tinggi. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Model
Pembelajaran dan Bahan Ajar Terhadap Hasil Belajar Siswa di SMA “

1.2 Identifikasi Masalah


1. Proses pembelajaran masih berfokus pada guru.
2. Pentingnya guru mempunyai keahlian dalam menentukan model
pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
3. Hasil belajar yang diperoleh siswa rendah, khususnya pada mata pelajaran
kimia.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini adalah penggunaan jenis Model
Pembelajaran dan Bahan Ajar serta pengaruhnya terhadap hasil belajar kimia
siswa pada pokok bahasan Larutan Penyangga.

1.4 Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi hanya tentang penggunaan jenis Model
Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dan DL (Discovery Learning)
serta jenis bahan ajar LKS (Lembar Kerja Siswa) dan Modul terhadap hasil
belajar kimia siswa pada pokok bahasan Larutan Penyangga di kelas Xl SMA.

1.5 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada interaksi antara jenis bahan ajar dan model pembelajaran
terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan larutan penyangga?
2. Apakah ada pengaruh jenis bahan ajar terhadap hasil belajar kimia siswa
pada pokok bahasan larutan penyangga?
3. Apakah ada pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar kimia
siswa pada pokok bahasan larutan penyangga?

1.6 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan di atas, maka yang menjadi tujuan pada penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara jenis bahan ajar dan model
pembelajaran terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan
larutan penyangga.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis bahan ajar terhadap hasil
belajar kimia siswa pada pokok bahasan larutan penyangga.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran terhadap hasil
belajar kimia siswa pada pokok bahasan larutan larutan penyangga.

1.7 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian yang dilakukan adalah :
1. Manfaat teoritis, yaitu dapat memberikan sumbangan ide bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di indonesia.
2. Manfaat Praktis, yaitu :
a. Bagi guru, yaitu dapat menjadi pertimbangan untuk memilih bahan ajar
yang efektif dalam proses belajar mengajar kimia sesuai dengan model
pembelajaran yang digunakan.
b. Bagi siswa, yaitu dapat meningkatkan minat belajar dan pemahaman
siswa tentang materi ajar yang diberikan oleh guru.
c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini akan menambah wawasan, kemampuan
dan pengalaman dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
d. Bagi peneliti selanjutnya, yaitu sebagai bahan pertimbangan dan
referensi tambahan peneliti dalam melakukan penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1 Hakikat Belajar
Pengertian belajar dalam dunia pendidikan diartikan sebagai proses yang
disengaja dan direncanakan agar terjadi perubahan perilaku seseorang. Dalam
belajar terjadi transfer sikap kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan
perilaku tersebut sifatnya adalah menetap, hanya prosesnya antara individu yang
satu dengan yang lain tidak sama. Ada yang berlangsung cepat, ada yang
berlangsung lama (Nasution, 2014). Menurut Slamento dalam Sitohang (2012)
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar ialah suatu proses usaha yang memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan,sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dan lingkungannya (Slamerto dalam Cahyono, 2010) Belajar
adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan dalam pelatihan menurut
Sabri dalam Putri (2014), selanjutnya Dimyati dalam Hasugian (2012). Belajar
merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar merupakan kapabilitas, setelah
belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan sikap dan nilai. Berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan kompleks antara
proses usaha untuk mendapatkan perubahan perilaku dari pengalaman dan latihan.

2.1.2 Hakekat Belajar Mengajar


Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan peserta didik yang
menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan
oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep ini menjadi padu dalam suatu kegiatan
dimana terjadi interaksi antara guru dan siswa pada saat pembelajaran
berlangsung. Inilah makna belajar dan mengajar sebagai suatu Pembelajaran
memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif.
Dalam kegiatan proses belajar mengajar, siswa adalah subjek dan sebagai objek
dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti dari proses pengajaran tidak lain adalah
kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran, sehingga
anak dituntut selalu berusaha aktif baik dari segi fisik maupun kejiwaan. Untuk itu
diperlukan peranan guru yang mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif
demi kegairahan dan kesenangan belajar siswa.
Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari banyaknya anak didik
yang bermasalah, misalnya anak yang cepat memahami pelajaran, yang sedang
dan ada pula yang lamban mengerti apa yang diberikan guru. Ketiga tipe ini
menghendaki guru agar dapat mengatur strategi pengjarannya yang sesuai dengan
gaya belajar anak didik. Dengan demikian bila hakikat belajar adalah perubahan,
maka hakikat belajar mengajar adalah proses pengaturan yang diberikan oleh guru
(Djamarah dalam Manalu, 2011).

2.1.3 Hakikat Belajar kimia


Ilmu kimia didefenisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari struktur,
susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi
tersebut. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban pertanyaan apa, mengapa dan
bagaimana gejala-gejala alam: khususnya yang berkaitan dengan komposisi,
struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika tentang materi. Oleh
karena itu, kimia mempelajari segala sesuatu tentang materi dan perubahannya
yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk
(pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan
proses (kerja ilmiah) yang dapat mengembangkan sikap ilmiah.
Dari uraian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kimia
didasarkan tiga aspek yang saling mendukung satu sama lain yaitu konsep,
eksperimen, dan perhitungan matematika, yang artinya dalam pembelajaran kimia
sangat diperlukan pemahaman mengenai konsep atau teori ilmu kimia, kemudian
konsep diujicobakan/ dibuktikan dalam eksperimen dan dapat diperkuat bukti
kebenarannya melalui logika matematika atau perhitungan (Manik dalam
Panjaitan, 2014).
2.2 Hasil Belajar Kimia
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu yang
belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi kemampuan untuk
membentuk kecakapan, kebiasaan sikap, pengertian penguasaan dan penghargaan
dalam diri individu yang belajar (Surdin dan Melvin, 2017).
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah
mereka menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang telah dicapai akan
bertahan lama dalam ingatan dan bermakna bagi dirinya sendiri untuk dapat
membentuk perilaku yang dapat digunakan sebagai alat memperoleh informasi
dan pengetahuan lainnya. Hasil belajar kognitif adalah hasil dari tingkah laku
siswa yang dikehendaki yang benar-benar terjadi terhadap penugasan materi
pembelajaran. Hasil belajar merefleksikan keluasan, kedalaman,
kekompleksitasan secara bergradasi, dengan teknik penilaian tertentu (Hamsiah,
2012).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah suatu perubahan perilaku yang dialami oleh seseorang baik itu ilmu
pengetahuan maupun perilaku yang bertahan dalam waktu yang lama.
Menurut Hamalik (2018), hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga
ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual meliputi
pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan dan aplikasi (C3), analisis
(C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).
2. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap meliputi penerimaan, jawaban,
penilaian, organisasi dan internalisasi.
3. Ranah Psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemapuan bertindak meliputi gerak rieks, keterampilan dasar, persepsi,
ketepatan, Gerakan keterampilan kompleks, dan Gerakan ekspresif dan
interaktif.
Dengan demikian hasil belajar kimia adalah kemapuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar kimia baik dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam penelitian ini aspek hasil belajar kimia
yang ingin diukur adalah hasil belajar dalam bidang kognitif.

2.2.1 Taksonomi Tujuan Kognitif


Menurut Istarani (2011), taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan
kognitif ke dalam 6 kategori yaitu:
1. Pengetahuan (Knowledge), pada tahap ini siswa mengingat data atau
informasi
2. Pemahaman (Comprehension), pada tahap ini individu memahami makna,
terjemahan, interpola dan interpretasi atas intruksi-intruksi dan masalah-
masalah. Pada tahap ini pula, mereka umumnya mampu menyatakan suatu
masalah dengan caranya sendiri
3. Penerapan (Aplication), pada tahap ini memungkinkan individu untuk
menggunakan suatu konsep dalam situasi yang baru, individu pada tahap ini
pula bisa menerapkan apa yang telah dipelajari diruang kelas dalam situasi-
situasi yang rumit di temat kerja.
4. Analisis (Analysis), pada tahap ini individu sudah mampu memisahkan
materi-materi atau konsep-konsep ke dalam kegiatan-kegiatan komponen
sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. Individu mampu
membedakan antara fakta dan dugaan.
5. Sintesis (Synthesis), pada tahap ini individu mencapai level sintesis, mempu
membangun semacam struktur atau pola dari berbagai elemen yang berbeda-
beda. Ia mampu menggabungkan berbagai macam bagian kedalam suatu
keseluruhan, dengan menekankan kepada upaya menciptakan makna atau
struktur yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation), pada tahap terakhir ini individu sudah bisa membuat
penelitian tentang nilai suatu gagasan atau materi.

Dari ke 6 kategori pengelompokan tujuan kognitif oleh taksonomi Bloom


tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan tujuan kognitif: pengetahuan
(C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4).

2.3 Model Pembelajaran


Model pembelajaran merupakan suatu strategi mengajar yang dirancang
secara sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun menurut Istarani
(2012) model pembelajaran adalah seluruh serangkaian penyajian materi ajar yang
meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan
guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak
langsung dalam proses belajar mengajar (Helmiati, 2012). Sementara Menurut
Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan
pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem
pengelolaanya. Sedangkan menurut Trianto (2009) model pembelajaran
merupakan pendekatan yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifikasikan
berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat
lingkungan belajarnya.
Model Pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkatan dan
karakteristik kelas, pokok materi yang akan dibahas, kesediaan media
pembelajaran dan lainlain. Maka sangat penting untuk menentukan model
pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam suatu pembelajaran sehingga
tujuan atau hasil belajar tercapai.
Karakteristik Model Pembelajaran Bruce dan Weil (1980 dan 1992: 135-
136) mengidentifikasi karakteristik model pembelajaran ke dalam aspek-aspek
berikut:
1. Sintaks Suatu model pembelajaran memiliki sintaks atau urutan atau tahap-
tahap kegiatan belajar yang diistilahkan dengan fase yang menggambarkan
bagaimana model tersebut dalam praktiknya, misalnya bagaimana memulai
pelajaran.
2. Sistem sosial Sistem sosial menggambarkan bentuk kerja sama guru dengan
peserta didik dalam pembelajaran atau peran-peran guru dan peserta didik dan
hubungannya satu sama lain serta jenis-jenis aturan yang harus diterapkan.
Dalam beberapa model pembelajaran, guru bertindak sebagai pusat kegiatan
dan sumber belajar, namun ada pula peran guru dan peserta didik seimbang,
setiap model memberikan peran yang berbeda pada guru dan peserta didik.
3. Prinsip reaksi Prinsip reaksi menunjukkan kepada guru bagaimana cara
menghargai atau menilai peserta didik dan bagaimana menanggapi apa yang
dilakukan oleh peserta didik. Sebagai contoh, dalam suatu situasi belajar,
guru memberi penghargaan atas kegiatan yang dilakukan peserta didik atau
mengambil sikap netral.
4. Sistem pendukung Sistem pendukung menggambarkan kondisi-kondisi yang
diperlukan untuk mendukung keterlaksanaan model pembelajaran, termasuk
sarana dan prasarana, misalnya alat dan bahan, kesiapan guru, serta kesiapan
siswa.
5. Dampak pembelajaran langsung dan iringan Dampak pembelajaran langsung
merupakan hasil belajar yang dicapai dengan cara mengarahkan para peserta
didik pada tujuan yang diharapkan sedangkan dampak iringan adalah hasil
belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran sebagai akibat
terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh pembelajar.

2.3.1 Model Problem Based Learning

2.3.2 Model Discovery Learning


Menurut Anitah (2016), belajar penemuan atau discovery learning
merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam pemecahan
masalah untuk pengembangan pengetahuan dan ketrampilan. Melalui penemuan,
peserta didik belajar secara intensif dengan mengikuti metode investigasi ilmiah
di bawah supervisi guru. Jadi belajar dirancang, disupervisi, diikuti metode
investigasi. Tiga ciri utama dari belajar menemukan (discovery learning) yaitu:
1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasikan pengetahuan;
2. Berpusat pada siswa;
3. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning
Tahapan Perlakuan Guru
Tahap 1. Stimulation (pemberian Guru menjelaskan tujuan pernyataan,
rangsangan) mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecah masalah
Tahap 2. Problem statement Guru memberi kesempatan kepada
(identifikasi masalah) peserta didik untuk mengidentifikasi
masalah yang diberikan oleh guru 13
melalui media powerpoint dan video
pembelajaran,kemudian
merumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan
masalah)
Tahap 3. Data collection Guru memberi kesempatan kepada
(pengumpulan data) peserta didik untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis. Data dapat
diperoleh melalui membaca literatur,
mengamati objek, wawancara
dengan narasumber dan melakukan
uji coba sendiri.
Tahap 4. Data processing Guru membimbing peserta didik
(pengelolaan data) untuk mengolah data dari informasi
yang telah diperoleh.
Tahap 5. Verification (pembuktian) Guru membantu peserta didik
melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang telah
ditetapkan, dihubungkan dengan
hasil data yang diperoleh.
Tahap 6. Generalization (menarik Guru membantu peserta didik untuk
kesimpulan) menarik kesimpulan terhadap proses
penyelidikan

(Kemendikbud, 2013)
Model Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi
belajar siswa, terutama untuk materi yang membutuhkan pemahaman konsep dan
kemampuan matematis yang baik.
Adapun kelebihan dari model pembelajaran discovery learning, menurut
Sumantri (2010) yaitu:
1. Menekankan kepada proses pengolahan informasi oleh siswa sendiri
2. Membuat konsep diri siswa bertambah dengan penemuan-penemuan yang
diperolehnya.
3. Memiliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan
dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif para siswa.
4. Penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikannya dan sangat
sulit
melupakannya,
5. Tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, karena siswa
dapat belajar memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
6. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa
7. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri
8. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

2.4 Bahan Ajar


Hamdani (2011) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar
yaitu sebagai berikut: (1) Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas. Bahan yang
dimaksud bisa berupa bahan tertulis atau bahan tidak tertulis, (2) Bahan ajar
merupakan informasi, alat dan atau teks yang diperlukan oleh guru untuk
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran, (3) Bahan ajar adalah
seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak
tertulis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa
untuk belajar. Selanjutnya Situmorang (2013) mengemukakan bahan ajar adalah
segala bahan yang disusun secara sistematis yang menampilkan sosok utuh dari
kompetensi dasar yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelahaahan implementasi
pembelajaran. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
adalah bahan yang digunakan guru secara tertulis yang disusun secara sistematis
untuk menciptakan suasana yang memungkinkan siswa belajar.
Ada empat tujuan pembuatan bahan ajar yang dikemukakan Prastowo
(2010) yaitu: (1) Membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu. (2)
Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar sehingga mencegah timbulnya rasa
bosan pada peserta didik. (3) Memudahkan peserta didik dalam melaksanakan
pembelajaran dan (4) Agar kegiatan pembelajaran lebih menarik.
Jenis-jenis bahan ajar menurut Tocharman dalam Nugraha (2013): (1)
Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain
handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar,
dan non cetak (non printed), seperti model / maket, (2) Bahan ajar dengar (audio)
seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio, (3) Bahan ajar
pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film, (4) Bahan ajar
multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer
Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan
bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

2.4.1 Bahan Ajar Modul

2.4.2 Bahan Ajar LKS


Menurut Prastowo (2010), (1) LKS merupakan suatu bahan ajar cetak
berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan dan petunjuk-petunjuk
pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang
mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. Secara umum LKS
merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/sarana pendukung
pelaksanaan Rencana Pembelajaran (RP). Lembar Kegiatan Siswa berupa
lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab oleh siswa). Selanjutnya, menurut Endang, dkk dalam sarana
untuk Panjaitan (2014) menyebutkan bahwa (2) lembar kerja adalah belajar yang
wujudnya lembaran yang berisi informasi dan tugas-tugas yang harus dikerjakan
oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Lembar kerja ini harus dipersiapkan
dengan baik, memenuhi persyaratan dan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan
menurut Isti Hidayah dan Sugiarto dalam Panjaitan (2014), (3) lembar kerja siswa
berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal - soal (pertanyaan-
pertanyaan) yang harus dijawab siswa. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa LKS merupakan lembar kerja yang berwujud lembaran berisi
soal dan informasi guna memenuhi tujuan yang hendak dicapai.

LKS sangat baik dipakai untuk menggalakkan keterlibatan siswa dalam


belajar baik dipergunakan dalam strategi heuristik maupun strategi teuristik, LKS
dipakai untuk memberi latihan pengembangan. LKS ini sebaiknya dirancang oleh
guru sendiri sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya.
LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap
penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap pemahaman
konsep siswa dalam mempelajari topik. Pada tahap pemahaman konsep LKS
dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari
sebelumnya yaitu penanaman konsep (Lestari 2006). LKS dalam penelitian ini
adalah LKS yang disusun oleh peneliti.
Dalam menyiapkan LKS ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh
pendidik. Untuk bisa membuat LKS yang baik, pendidik harus cermat serta
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Karena sebuah lembar
kerja siswa harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai
atau tidaknya sebuah kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik
(Prastowo, 2010).
LKS setidaknya memiliki empat fungsi sebagai berikut : (1) sebagai
bahan ajar yang meminimalkan peran peserta didik, namun lebih mengaktifkan
peserta didik, (2) sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk
memahami materi yang diberikan, (3) sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya
tugas berlatih, (4) memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
2.5 Materi Larutan Penyangga
2.5.1 Pengertian Larutan Penyangga
Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang pH-nya
praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit
basa, atau bila larutan diencerkan. Larutan penyangga mengandung campuran
asam lemah dan basa konjugasinya atau basa lemah dan asam konjugasinya.
Larutan penyangga dibedakan atas 2 :
• Larutan penyangga asam yang mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7).
• Larutan penyangga basa yang mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7).

2.6.2 Jenis-Jenis Larutan Penyangga


Jenis larutan penyangga ditentukan oleh komponen penyusunnya yakni
asam atau basa lemah dan asam atau basa konjugasinya (garam).
Berikut ini jenis-jenis larutan penyangga :
a. Larutan Penyangga Asam
Larutan penyangga bersifat asam apabila terdiri dari campuran asam
lemah dengan basa konjugasinya . Contohnya adalah C H 3COOH dengan C H 3
COONa atau C H 3CO O−¿¿. Basa konjugasi C H 3CO O−¿¿ ini dapat diperoleh dari
larutan garamnya yaitu dari kation logam dari masing-masing anionnya misalnya,
C H 3COONa, C H 3COOK, (C H 3COO)2Mg, HCO3K, dan lainnya. Contoh asam
lemah dan basa konjugasinya adalah,
−¿¿
 HCOOH - HCO O
 H 2CO3 - HCO−¿
3
¿

 H 2PO−¿
4
¿ 2−¿¿
- H P O4
−¿¿
 HF - F

b. Larutan Penyangga Basa


Larutan penyangga bersifat basa apabila terdiri dari campuran basa lemah
+¿¿
dengan asam konjugasinya ,contohnya adalah N H 4 OH dengan N H 4 atau N H 4
+¿¿
Cl. Asam konjugasi N H 4 ini dapat diperoleh dari larutan garamnya yaitu dari
anion logam dari masing-masing kationnya misalnya N H 4 Cl, N H 4 Br, N H 4 NO3,
N H 4 I, dan lainnya. Contoh basa lemah dan asam konjugasinya adalah : C 6 H 5 N H 2
- C 6 H 5N H 3Cl.

2.6.3 Prinsip Kerja Larutan Penyangga


Larutan penyangga bekerja sesuai konsepnya bahwa larutan ini dapat
mempertahankan pH awal larutan meskipun ke dalam larutan ditambahkan asam
kuat maupun basa kuat atau air dalam jumlah tertentu. Bagaimana prinsip kerja
larutan penyangga?

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Larutan Penyangga

Larutan penyangga mengandung komponen asam dan basa lemah,


dengan asam dan basa konjugasinya, sehingga dapat mengikat baik ion H +¿¿
−¿¿
ataupun ion OH . Sehingga penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat
serta sedikit pengenceran tidak bisa mengubah pH-nya secara signifikan.
 Larutan Penyangga Asam
Larutan penyangga asam merupakan campuran asam lemah dengan
garamnya (basa konjugasi), contohnya larutan penyangga yang mengandung C
H 3COOH dan C H 3CO O−¿¿yang mengalami kesetimbangan akan terbentuk
larutan penyangga yang bersifat asam. Dalam larutan tersebut, terdapat
kesetimbangan kimia:
−¿¿ +¿¿
C H 3COO H (aq) ⇌ C H 3CO O(aq) + H (aq)

Prinsip kerja larutan penyangga asam sebagai berikut :

1. Pada Penambahan Asam


+¿¿
Pada penambahan asam, ion H dari asam akan menambah
+¿¿
konsentrasi H pada larutan dan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri.
+¿¿
Sehingga reaksi mengarah pada pembentukan C H 3COOH. Artinya, ion H
−¿¿
yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion C H 3CO O membentuk molekul
C H 3COOH. Dengan kata lain, asam yang ditambahkan akan dinetralisasi oleh
−¿¿
komponen basa konjugasi (C H 3CO O ).
−¿¿ +¿¿
CH₃CO O(aq) + H (aq) ⇄ CH₃COO H (aq)

Oleh karena itu, pada kesetimbangan baru tidak terjadi perubahan konsentrasi
ion H +¿¿ , sehingga pH dapat dipertahankan.

2. Pada Penambahan

Basa Bila yang ditambahkan adalah suatu basa, ion O H−¿¿ dari basa
akan bereaksi dengan ion H +¿¿ dan membentuk air. Sehingga dapat
menyebabkan keseimbangan bergeser ke kanan dan konsentrasi Ion H +¿¿ tetap
dipertahankan. Selain itu, penambahan basa juga menyebabkan berkurangnya
komponen asam (C H 3COOH). Berkurangnya komponen asam inilah yang
menyebabkan reaksi bergeser ke kanan. Dengan kata lain, basa yang
ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen asam lemah (C H 3COOH). Basa
yang akan ditambahkan tersebut bereaksi dengan asam C H 3COOH dan
membentuk Ion C H 3CO O−¿¿ dan air.
−¿¿ −¿¿
C H 3COO H (aq) + O H(aq) ⇄ C H 3CO O(aq)+ H 2 O(l)

Oleh karena itu, pada kesetimbangan baru tidak terjadi perubahan konsentrasi
+¿¿
ion H , sehingga pH dapat dipertahankan.

3. Pengenceran
Pada penambahan air (pengenceran), derajat ionisasi asam lemah C H 3
COOH akan bertambah besar, yang berarti jumlah ion H +¿¿ dari ionisasi C H 3
COOH juga bertambah. Akan tetapi, karena volume larutan juga bertambah,
pengaruh penambahan konsentrasi H +¿¿ menjadi tidak berarti. Dengan
demikian, nilai pH larutan tidak mengalami perubahan.

 Larutan Penyangga Basa

Pada campuran basa lemah dan garamnya (asam konjugasi) contohnya


+¿¿
pada N H 3 dan N H 4 yang mengalami kesetimbangan. akan terbentuk larutan
penyangga yang bersifat basa. Dalam larutan tersebut, terdapat kesetimbangan
kimia:
+¿¿ −¿¿
N H 4 O H ( aq) ⇌ N H 4 (aq) + O H(aq)

Prinsip kerja larutan penyangga basa sebagai berikut :

1. Pada penambahan asam

Bila yang ditambahkan suatu asam, maka Ion H +¿¿ dari asam akan
mengikat Ion O H−¿¿ . Hal itu akan dapat menyebabkan keseimbangan dan akan
bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi Ion O H−¿¿ dapat dipertahankan. Suatu
sisi penambahan ini dapat menyebabkan sehingga berkurangnya komponen
basa (N H 3), bukannya Ion O H−¿¿ . Asam yang ditambahkan akan bereaksi
+¿¿
dengan basa N H 3 akan membentuk Ion N H 4 .

N H 3 (aq ) + H +¿¿ +¿¿


(aq) ⇄ N H 4 (aq)

Oleh karena itu, pada kesetimbangan baru tidak terjadi perubahan konsentrasi
ion O H−¿¿, sehingga pH dapat dipertahankan.

2. Pada penambahan basa

Bila yang ditambahkan adalah suatu basa, maka keseimbangan


bergeser ke kiri, sehingga konsentrasi ion O H−¿¿ dapat dipertahankan. Basa
+¿¿
yang ditambahkan itu bereaksi dengan komponen asam ( N H 4 ), membentuk
komponen basa (N H 3) dan air.
+¿¿ −¿¿
NH 4 (aq) + O H(aq) ⇄ NH 3 (aq ) + H 3 O(l)

Oleh karena itu, pada kesetimbangan baru tidak terjadi perubahan konsentrasi
ion O H−¿¿ , sehingga pH dapat dipertahankan.

3. Pengenceran

Pada penambahan air (pengenceran), derajat ionisasi basa lemah akan


bertambah besar, yang berarti jumlah O H−¿¿dari ionisasi NH₃ bertambah.
Akan tetapi, karena volume larutan juga bertambah, pengaruh penambahan
konsentrasi O H−¿¿ menjadi tidak berarti. Dengan demikian, nilai pH larutan
tidak mengalami perubahan.

2.6.4 Perhitungan pH Larutan Penyangga

Perhitungan pH Larutan Penyangga Untuk melakukan penghitungan pH larutan


penyangga maka kita harus memahami dulu larutan penyangga tersebut bersifat
asam atau basa. Berikut ini klasifikasi larutan penyangga dan rumus
penghitungan pH-nya

a. Larutan penyangga asam

Larutan penyangga bersifat asam apabila terdiri dari campuran asam lemah
dengan basa konjugasinya. Contohnya adalah: CH3COOH dengan
CH3COONa. atau CH3COO Basa konjugasi CH3COO- ini dapat diperoleh dari
larutan garamnya yaitu dari kation logam dari masing-masing anionnya
misalnya CH3COONa, CH3COOK, (CH3COO)2Mg, HCO3K, dan lainnya.

Perumusan larutan penyangga yang bersifat asam adalah sebagai berikut:

pH = -log [H+]
Keterangan:
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
na = Jumlah mol asam lemah
nbk= Jumlah mol basa konjugasinya
b. Larutan penyangga basa

Larutan penyangga bersifat basa apabila terdiri dari campuran basa lemah
dengan asam konjugasinya, contohnya adalah NH4OH dengan NH4+ atau
NH4Cl. Asam konjugasi NH4+ ini dapat diperoleh dari larutan garamnya yaitu
dari anion logam dari masing-masing kationnya misalnya NH4Cl, NH4Br,
NH4NO3, NH4I, dan lainnya .Perumusan larutan penyangga yang bersifat basa
adalah sebagai berikut:

pOH = – log [OH–] pH = 14 – pOH

Keterangan:

Ka = tetapan ionisasi asam lemah

nb = Jumlah mol basa lemah

nak = Jumlah mol asam konjugasinya

2.7 Kerangka Berpikir

Kegiatan belajar mengajar memiliki keterikatan dengan proses dan belajar.


Belajar adalah sebuah kegiatan yang berproses dan dapat mengubah perilaku
atau tingkah laku seseorang yang dapat di indikasi kedalam bentuk pemahaman
dan pengetahuan. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa adalah media pembelajaran. Model pembelajaran merupakan suatu
strategi mengajar yang dirancang secara Sistematis untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan sebuah informasi.
Pemilihan model ini dilakukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan
dengan baik dan pada saat proses belajar mengajar berlangsung pembelajaran
tersebut tidak membosankan dan dapat memberikan materi yang menarik
sehingga semua siswa menjadi lebih minat dalam mengikuti proses belajar
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan lebih efektif dan ahkirnya
dalam proses belajar ini semua siswa mendapatkan hasil belajar yang
diinginkan.

2.8 Hipotesis Penelitian

• Hipotesis I

Hipotesis Verbal

Ha : Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media


video pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa pada kelas
eksperimen I

H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning berbantuan


media video pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa pada
kelas eksperimen I

Hipotesis Statistik

Ha : μ1 ≠ 0

H0 : μ1 = 0

• Hipotesis II

Hipotesis Verbal

Ha : Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media


powerpoint terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa pada pada kelas
eksperimen II

H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning berbantuan


media powerpoint terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa pada pada
kelas eksperimen II

Hipotesis Statistik
Ha : μ1 ≠ 0

H0 : μ1 = 0

• Hipotesis III

Ha : Hasil belajar kimia siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan media


video pembelajaran lebih tinggi dibandingkan hasil belajar kimia siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakan media powerpoint.

H0 : Hasil belajar kimia siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan media


video pembelajaran lebih kecil atau sama dengan dibandingkan hasil belajar
kimia siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan media powerpoint.

Hipotesis Statistik

Ha : μ1 > μ2

H0 : μ1 ≤ μ2
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 13 Medan, pada kelas


XI MIA 1, 2, 3 dan 4, pada bulan Maret - Mei, semester Genap tahun ajaran
2023/2024.

3.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
penelitian metode eksperimen dengan menggunakan pendekatan quasi
eksperimen.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI


jurusan IPA, di SMA Negeri 17 Medan T.A 2023/2024 yang terdiri dari 6 kelas
dimana masing-masing kelas terdiri sebanyak kurang lebih 36 siswa.

3.3.2 Sampel Penelitian


Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebanyak 4 kelas. Pengambilan sampel kelas dilakukan dengan teknik sampling
random sederhana, yaitu dengan cara melakukan undian. Tahap pertama,
peneliti mengambil sampel secara acak, yaitu peneliti membuat 6 gulungan
kertas yang berisi nama-nama seluruh kelas Xl SMA Negeri 17 Medan pada
masing-masing kertas tersebut (bentuk, ukuran, warna, dan jenis gulungan
kertas sama). Setelah itu, diambil 4 gulungan kertas secara acak. Sehingga
diperoleh 4 kertas sebagai sampel. Sampel pertama dijadikan sebagai kelas
eksperimen dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning
serta bahan ajar Modul, sampel kedua dijadikan kelas eksperimen dengan
penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan bahan ajar Modul,
sampel ketiga dijadikan kelas eksperimen dengan penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning dengan bahan ajar LKS (Lembar Kerja
Siswa), serta sampel keempat dijadikan kelas eksperimen dengan penerapan
model pembelajaran Discovery Learning dengan bahan ajar LKS (Lembar
Kerja Siswa).
Pada tahap kedua, sampel siswa diambil secara purposif 12 orang siswa
di setiap kelas yang relatif homogen statusnya. Kehomogenan sampel dilihat
dari beberapa faktor yaitu : kesamaan pretest dan kuisioner.

3.4 Variabel Penelitian


Adapun yang menjadi variabel penelitian ini adalah model pembelajaran
dan jenis bahan ajar sebagai variabel bebas. Sementara variabel terikat adalah
hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan pada pokok bahasan Larutan
Penyangga, dan variabel kontrol adalah materi Larutan Penyangga , guru yang
mengajar serta waktu mengajar.

3.5 Definisi Operasional (Operational Definifions)


1. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan bahan ajar adalah bahan
materi pelajaran yang disusun dalam bentuk Modul dan LKS (Lembar
Kerja Siswa).
2. Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh siswa, sesuai usia dan tingkat
pengetahuan mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri dengan
bimbingan minimal dari pendidik (Andi Prastowo, 2012: 106).
3. LKS (Lembar Kerja Siswa) adalah catatan soal dan ringkasan materi
yang dibuat oleh peneliti dalam penelitian ini agar siswa dapat belajar
secara mandiri.
4. Hasil belajar adalah nilai atau skor yang diperoleh siswa pada akhir
(post-test) dan akhir penelitian.
5. Model Pembelajaran Problem Based Learning adalah model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensi dari mata pelajaran.
6. Model Pembelajaran Discovery learning merupakan Model pelajaran
yang mendorong para siswa untuk mempelajari dan menggunakan cara-
cara yang akurat melalui observasi, klasifikasi, investigasi, dan
interpretasi kritis akan apa yang mereka temukan melalui pembelajaran
yang didasarkan pada aktivitas, demostrasi nyata, diskusi, dan
eksperimen.

3.6 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan rancangan faktorial 2 x 2. Ada dua


faktor yang diteliti yaitu faktor model pembelajaran (A) dan jenis bahan ajar
(B). Untuk faktor A ada dua taraf yaitu model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL). Untuk faktor B ada 2 taraf yaitu
bahan ajar Modul dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Secara inti desain penelitian
ini disajikan pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Desain Penelitian faktorial 2 x 2

Model Pembelajaran (A) Bahan Ajar (B)

Modul ( B1) LKS ( B2)

Problem Based Learning ( A1) A1 B 1 A1 B 2

Discovery Learning ( A2 ) A2 B 1 A2 B 2

Keterangan :

A1 B 1 = Kombinasi perlakuan Model Pembelajaran Problem


Based Learning dan Bahan Ajar Modul
A1 B 2 = Kombinasi perlakuan Model Pembelajaran Problem
Based Learning dan Bahan Ajar LKS
A2 B 1 = Kombinasi perlakuan Model Pembelajaran Discovery
Learning dan Bahan Ajar Modul
A2 B 2 = Kombinasi perlakuan Model Pembelajaran Discovery
Learning dan Bahan Ajar LKS

Model statistik untuk penelitian adalah sebagai berikut :


Y ijk = µ + α i + β j + ¿ + ε ijk
i = 1,2 j=1,2 k= 1,2,3,.........12
Dimana:
Y ijk = Nilai hasil belajar siswa ke - k yang diberi kombinasi perlakuan
ij
(taraf ke-i dari faktor metode mengajar dan taraf ke -j dari faktor
jenis bahan ajar).
μ = Rata rata nilai belajar siswa.
αi = Pengaruh perlakuan metode mengajar taraf ke-i.
βj = Pengaruh perlakuan bahan ajar
¿ = Pengaruh faktor model pembelajaran dan faktor bahan ajar
ε ijk = Pengaruh galat percobaan pada siswa ke-k yang diberikan
perlakuan IJ (taraf ke I dari faktor metode mengajar dan taraf
ke-
j dari jenis bahan ajar.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Pada tahap persiapan dilakukan penyusunan instrumen tes, uji coba
instrumen, penulisan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), serta penulisan
Bahan Ajar.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial 2 x 2.
Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dari Silitonga
(2011) sebagai berikut:
1) Secara acak ditentukan empat kelas dari enam kelas XI pararel yang ada
disekolah SMA negeri 1 Binjai. Pada secarik kertas kecil tuliskan nama nama
seluruh kelas XI disekolah tersebut lalu digulung, dimasukkan kedalam
wadah dan dikocok. Secara sembarang diambil satu gulungan kertas lalu
dibuka, misalnya yang terambil ialah kelas XI A 1 maka kelas ini diberikan
kombinasi perlakuan A1B1. Dengan cara yang sama dilakukan untuk kelas
berikutnya, sehingga keempat kelas sebagai sampel penelitian tesebut
mendapat kombinasi perlakuan yang berbeda-beda.
2) Sebelum pembelajaran dimulai lebih dahulu dilaksanakan pretest (lampiran 7)
untuk mengukur prestasi belajar (T1) sebelum perlakuan, lalu pemberian
kuisoner (lampiran 3) yang bertujuan memilih sampel siswa ditinjau dari
kehomogenan nilai awal dan status siswa berdasarkan kuisoner yang diisi.
3) Menetapkan sampel siswa yaitu siswa yang relatif homogen statusnya.
Jumlah siswa yang menjadi sampel diusahakan sama setiap kelas. Dan
diupayakan agar siswa tidak mengetahui bahwa mereka dijadikan sampel
penelitian, sedang temannya yang lain di kelas tersebut tidak ikut menjadi
sampel. Apabila siswa mengetahui bahwa mereka sedang diteliti maka
kemungkinan akan terjadi bias pada data yang diperoleh. Jika jumlah sampel
lebih dari 10 maka dihomogenkan lagi melalui data kuisomner dengan
menetapkan data yang paling diutamakan. Dalam penelitian ini data kuisoner
yang paling diutamakan adalah lama jam belajar dirumah dan ke
ikutsertaannya dalam bimbingan belajar/privat.
4) Memberikan kombinasi perlakuan kelas eksperimen selama beberapa waktu
tertentu sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam penelitian. Selama
penelitian diusahakan agar kondisi kelompok tetap sama seperti lamanya
waktu mengajar, guru yang mengajar kecuali perbedaan bahan ajar, yakni
Handout (lampiran 8) dan LKS ( Lampiran 9) dan metode mengajar
praktikum (lampiran 2) dan demonstrasi (lampiran 2).
5) Selama proses penelitian akan dipertahankan agar kondisi semua kelompok
tetap sama misalnya guru yang mengajar, buku yang digunakan, lama waktu
mengajar dan lain lain kecuali satu hal yaitu perbedaan perlakuan disetiap
kelompok sesuai dengan yang telah ditetapkan.
6) Setelah proses pembelajaran/pemberian perlakuan disetiap kelas eksperimen
selesai, lakukan post-tes untuk mengetahui perubahan nilai belajar hasil
belajar siswa.

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen pada penelitian ini berupa pemberian kuisoner pada awal
pembelajaran untuk menghomogenkan sampel dan tes objektif pada awal dan
akhir proses pelajaran. Bentuk tes yang diberikan adalah objektif tes sebanyak 20
soal dengan 5 opsi (a,b,c,d dan e). Sebelum instrumen pengumpul data digunakan,
terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui sejauh mana
instrumen tersebut telah memenuhi syarat dari segi tingkat kesukaran, daya beda,
validitas dan reabilitasnya. Uji coba instrumen dilakukan pada sampel yang
karakteristiknya sama dengan karakteristik sampel penelitian. Disamping itu
kondisi uji coba instrumen diusahakan sama dengan kondisi peneliti sebenarnya.
Setelah analisis item telah selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan revisi untuk
item item yang masih kurang baik, lalu diidentifikasi item- item yang benar-benar
memenuhi syarat untuk digunakan pada penelitian sebelumnya, Uji validitas butir
tes dilakukan dengan menggunakan Rumus Product moment, Reliabilitas tes
ditentukan dengan Rumus KR-20, Tingkat kesukaran setiap butir tes ditentukan
dengan menghitung perbandingan siswa yang menjawab item dengan benar
dengan keseluruhan peserta tes, Daya pembeda butir tes ditentukan dengan
menghitung indeks daya beda, dan distraktor dihitung dengan pembagian jumlah
pemilih kelompok atas dan bawah dengan jumlah seluruh siswa atas dan bawah
(Silitonga, 2011).

3.9 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian yang akan dilakukan pada suatu SMA. Secara umum
penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu :

3.9.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan yaitu diawali dengan mencari informasi dan


kondisi awal pada tempat yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian.

3.9.2 Tahap Persiapan


Pada tahap persiapan dilakukan beberapa Langkah-langkah yaitu:
1. Penyusunan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Silabus
2. Penyusunan alat peraga atau model dan media pembelajaran yang akan
digunakan.
3. Penyusunan instrument test yang akan digunakan pada saat pretest dan
posttest, lalu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.
4. Melakukan uji coba soal untuk mengetahui reliabilitas, validitas, tingkat
kesukaran dan daya pembeda pada soal.

3.9.3 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan yaitu:


1. Menetapkan jadwal penelitian.
2. Menentukan sampel sebanyak dua kelas.
3. Memberikan pretest kepada kepada sampel, yang dilakukan diawal
sebelum, proses pembelajaran dilaksanakan dengan materi yang sudah
ditentukan.
4. Melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran discovery learning.
5. Memberikan materi pembelajaran yang telah ditentukan kepada kelas
eksperimen I dengan menggunakan media video pembelajaran dan kelas
eksperimen II dengan menggunakan media power point.
6. Memberikan posttest diakhir pembelajaran untuk mengukur perbedaan
hasil belajarsiswa setelah dibelajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran discovery learning yang dibantu dengan media video
pembelajaran dan power point pada materi larutan penyangga.

3.9.4 Tahap Akhir

Pada tahap akhir adalah mengumpulkan, mengolah dan menganalisis


data, serta melaporkan hasil penelitian dan menarik kesimpulan.

3.10 Analisis Data


Setelah proses pembelajaran/pemberian perlakuan disetiap kelas
eksperimen dan pelaksanaan post-tes telah selesai maka data nilai hasil belajar
siswa yang diperoleh disetiap kelas eksperimen dimasukkan dalam tabel penyajian
sebagai berikut:
Tabel 3.2 Bentuk Tabel Penyajian Data Nilai Hasil Belajar

Model Pembelajaran (A) Bahan Ajar (B)

Modul ¿) LKS ¿)

Problem Based Learning ¿) - -


- -
Dst Dst

Discovery Learning ¿) - -
- -
Dst Dst

Kemudian dilakukan uji persyaratan analisis. Uji normalitas dilakukan


dengan Uji Chi Kuadrat, Uji homogenitas dilakukan dengan dengan menguji
kesamaan varians sampel sesuai prosedur Silitonga (2014).
Pengujian hipotesis dilakukan secara berjenjang dengan prosedur
sebagaimana disajikan Silitonga (2014) sebagai berikut.
1) Hipotesis tentang pengaruh interaksi (hipotesis 1) dihitung dengan rumus: F hit
(AB) = KT (AB) / KTG, dengan kriteria: Jika F hit (AB) > Fα ( v 1 , v 2) maka
Ho.1 ditolak berarti Ada pengaruh interaksi terhadap respons yang diamati,
dimana v 1 = (a - 1) (b - 1) dan v 2 = ab (r - 1).
2) Jika Ho.1. ditolak, berarti ada pengaruh interaksi antara faktor A (Model
Pembelajaran) dan faktor B (Bahan Ajar) terhadap respons yang diamati,
maka kita harus melakukan pengujian lanjutan terhadap pengaruh- pengaruh
sederhana dari masing-masing faktor.
3) Hipotesis pengaruh utama faktor A (Model Pembelajaran) pada hipotesis 2
dihitung dengan rumus: F hit (A) = KT (A) /KTG, dengan kriteria: Jika F hit
(A) > Fα ( v 1 , v 2) maka Ho.2 ditolak yang berarti Ada perbedaan respons
diantara taraf-taraf faktor A (Model Pembelajaran), dimana v 1 = (a - 1) (b-1)
dan v 2 = ab (r - 1).
4) Hipotesis tentang pengaruh utama faktor B (Metode mengajar) pada hipotesis
3 dihitung dengan rumus: Fhit (B) KT (B) /KTG, dengan kriteria penarikan
keputusan yaitu: Jika Fhit (B) > Fa (V1,V2) maka Ho.3 ditolak, yang berarti
Ada perbedaan respons diantara taraf-taraf faktor B (Metode mengajar),
dimana v1 = (b-1) (b-1) dan v2 = ab (r-1).

Anda mungkin juga menyukai