Anda di halaman 1dari 75

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

5E TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR


KRITIS SISWA KELAS IX PADA MATERI
BIOTEKNOLOGI DI SMPN 1
TANASITOLO

SKRIPSI

ANDI MUH. FATHUL


NPM 190202036

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan
Biologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Puangrimaggalatung

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS PUANGGRIMAGGALATUNG
2023

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan secara umum sebagai proses atau usaha dalam meningkatkan

sumber daya manusia untuk beradaptasi terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Pendidikan sangat berpengaruh dalam kehidupan

manusia, karena pendidikan dapat menciptakan manusia yang kreatif dan

inovatitif sebagai langkah awal persiapan untuk masa yang akan datang.

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru

dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada

peningkatan pembelajaran siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran.

Menurut Aunurahman, model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan

untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar

secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan

prestasi yang optimal (Adelina Damayanti, 2018). Karena pada umumnya proses

pembelajaran merupakan perubahan sikap dan keterampilan siswa yang

melibatkan aktivitas fisik dan mental, keterlibatan siswa baik fisik maupun mental

mengakibatkan terbentuknya pengalaman belajar yang dapat mempererat

pemahaman siswa terhadap konsep belajar dan pembelajaran didalam pendidikan

sekolah maupun luar sekolah.


3

Seseorang siswa telah dapat dikatakan berhasil dalam belajar ketika ia

mampu membuktikan adanya perubahan pada dirinya. Perubahan-perubahan

tersebut diantaranya dari segi kemampuan bernalar, berpikir, keterampilan, atau

sikapnya terhadap suatu objek (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Harapan terbesar

dunia pendidikan adalah menjadikan siswa sebagai pemikir dan pemecah masalah

yang baik. Untuk itu perlu peningkatan kemampuan berpikir mulai dari level

terendah yaitu recall (kemampuan bersifat ingatan dan spontanitas), basic,

(kemampuan bersifat pemahaman), sampai pada kemampuan berpikir tingkat

tinggi. Salah satu aspek kemampuan tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir

kritis (Noer Sry Hastuty, 2009).

Kemampuan berpikir kritis akan cenderung memiliki sikap yang positif

terhadap biologi, sehingga akan berusaha terhadap kemampuan bernalar, berpikir

kritis dan mencari strategi penyelesaian masalah pembelajaran biologi.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdurrahman “Dari berbagai bidang studi

yang diajarkan di sekolah. Biologi merupakan bidang studi yang dianggap paling

sulit oleh para siswa, karena biologi banyak menghafal, dan mengingat baik yang

tidak berkesulitan belajar, apalagi bagi siswa yang berkesulitan belajar berpikir

kritis” (Septy Yustian, 2015).

Kemampuan berpikir kritis menjadi kemampuan yang sangat diperlukan

agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-tantangan

dalam kehidupan yang selalu berkembang. Penguasaan kemampuan berpikir kritis

tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai

proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi berbagai


4

permasalahan masa mendatang di lingkungannya (Fachrurazi, 2011). Apalagi saat

ini berbagai informasi dapat diperoleh semua orang di penjuru dunia tanpa

terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga berkembang begitu

pesat, kini tak ada batasan ruang dan waktu lagi bagi tiap manusia untuk mencari

informasi dan berkomunikasi. Pesatnya perkembangan IPTEK berdampak pada

tantangan dan persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya

Indonesia. Adanya sumber daya manusia berkualitas diharapkan mampu untuk

berkompetisi dengan masyarakat luas, khususnya di dunia Pendidikan.

Pada proses pembelajaran saat ini diharapkan mampu mempersiapkan

siswa menghadapi dunia yang relatif kompleks, statis, dan dinamis. Maka dari itu,

sekolah harus merubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru

(teacher-centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada

siswa (student-centered learning) agar siswa memiliki kecakapan dalam berpikir

dan berkomunikasi. Untuk menjawab tantangan dan harapan tersebut hanya dapat

diwujudkan melalui suatu pendidikan yang memfasilitasi siswa untuk dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, kegiatan

pembelajaran di sekolah harus merujuk pada 4 karakter belajar era revolusi

industri 4.0 yang dirumuskan dalam 4C yaitu Communication, Collaboration,

Critical Thinking and Problem Solving, Creativity and Innovation.

Salah satu model pembelajaran yang dikenal dalam mengembangkan

proses belajar mengajar adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E, model

pembelajaran ini mempunyai rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang

diorganisasi sedemikian rupa sehingga memberikan beberapa keuntungan yaitu


5

meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam

proses pembelajaran, membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik, dan

pembelajaran menjadi lebih bermakna. Berikutnya untuk mengatasi masalah perlu

diupayakan suatu model pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa dalam

proses belajar mengajar sehingga dapat mengatasi kesulitan siswa dalam berpikir

kritis.

Adapun model pembelajaran yang peneliti maksud yaitu model

pembelajaran yang bersifat konstruktivisme, yakni pembelajaran yang menitik

beratkan pada keaktifan siswa dan mengharuskan siswa membangun

pengetahuannya sendiri. Salah satu model pembelajaran yang dapat memacu

dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam penguasaan konsep

biologi adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E (Irhamna, 2017).

Sehubungan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh, Irhamna

Penerapan merupakan bentuk hubungan sebab akibat antar variabel. Model

Pembelajaran Learning Cycle 5E adalah suatu model pembelajaran yang berpusat

pada siswa (student centered). Model pembelajaran Learning Cycle 5E

merupakan proses kognitif yang aktif, dimana peserta didik melewati berbagai

pengalaman pendidikan eksploratif yang memungkinkannya untuk menggali

pengetahuan. Model Learning Cycle 5E membantu peserta didik memahami ide-

ide ilmiah, meningkatkan penalaran ilmiah mereka, dan meningkatkan

keterlibatan mereka dalam kelas sains (Dwi Putri Rejeki, 2015).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Adelia Damayanti.

(2018), menunjukan model Pembelajaran Learning Cycle 5E berpengaruh positif


6

terhadap hasil belajar dan meningkatkan berpikir kritis siswa. Penelitian tentang

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap peningkatan berpikir

kritis siswa perlu dilakukan pada materi bioteknologi karena erat dengan peristiwa

dan fenomena untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa. pada materi

bioteknologi siswa dituntut untuk mengamati dan memahami fenomena yang

terjadi pada perkembangan teknologi saat ini. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian dilalukan oleh Adelia Damayanti terletak pada materi yang diajarkan

dan pemilihan lokasi penelitian.

Penilitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1

Tanasitolo. Sekolah ini berada di Kelurahan Baru Tancung, Kecematan

Tanasitolo, Kabupaten Wajo. Peneliti melakukan penelitian kepada peserta didik

kelas IX. Alasan penelitian memilih sekolah SMPN 1 Tanasitolo adalah, kepala

sekolah beserta guru menerima kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan di

sekolah tersebut, siswa-siswa yang ada di sekolah tersebut bisa diajak bekerja

sama, belum pernah ada peneliti yang mengembangkan model pembelajaran

Learning Cycle 5E di sekolah tersebut. Hal ini juga berkaitan ketika peneliti

melaksanakan PPL di SMPN 1 Tanasitolo dimana siswa masih perlu peningkatan

kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan berbagai uraian diatas, penelitian tentang pengaruh model

pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap kemampuan berpikir kritis siswa perlu

dilakukan, materi bioteknologi dipilih karena erat dengan peristiwa dan fenomena

untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa. Pada materi bioteknologi siswa

dituntut untuk mengamati dan memahami fenomena yang terjadi pada lingkungan
7

sekitar siswa. Dengan meningkatkan keterampilan berpikir siswa, diharapkan

siswa memiliki kepedulian yang lebih terhadap pemanfaatan perkembangan

bioteknologi. Paparan diatas melatar belakangi penulis untuk meneliti

“Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap Peningkatan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX pada Materi Bioteknologi di

SMPN 1 Tanasitolo”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi bioteknologi

di kelas IX SMPN 1 Tanasitolo?

2. Bagaimanakah respon kemampuan berpikir kritis siswa terhadap model

pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi bioteknologi di kelas IX

SMPN 1 Tanasitolo?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi Bioteknologi

kelas IX SMPN 1 Tanasitolo.


8

2. Untuk mengetahui respon kemampuan berpikir kritis siswa terhadap model

pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi Bioteknologi kelas IX SMPN 1

Tanasitolo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah dan

Peniliti sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan informasi serta

dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam pendidikan tentang

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa khususnya mata pelajaran IPA dan sebagai

bahan pengembangan serta kajian terhadap teori- teori belajar.

2. Secara Praktis

Proses pembelajaran ini dapat dilihat peningkatan kemampuan berpikir

kritis dalam pembelajaran biologi sehingga peningkatan kemampuan berpikir

kritis siswa.

a. Bagi siswa

Proses pembelajaran ini dapat dilihat dari peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajarn IPA sehingga

peningkatan kemampuan kritis siswa.

b. Bagi guru
9

Sebagai masukan bagi tenaga pengajar agar lebih kreatif dalam

melakukan proses belajar mengajar dengan model pembelajaran Learning

Cycle 5E untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

c. Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan dalam upaya pengembangan kurikulum

mata pelajaran ipa khususnya dan mata pelajaran lain pada umumnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Berpikir Kritis

1. Pengertian Berpikir Kritis

Kemampuan berfikir kritis tidaklah datang sendirinya. Kemampuan

tersebut perlu dilatih. Namun kebiasaan berpikir kritis siswa belum dijadikan

tradisi di sekolah-sekolah. Menurut Snyder (2008) dalam Nadhirah & Fitria

(2020) berpikir kritis adalah suatu kemampuan yang harus di kembangkan,

dipraktekkan dan secara terus menerus diterapkan dalam kurikulum untuk

melihat siswa dalam pembelajaran aktif yaitu dengan kegiatan yang

mengharuskan siswa menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi

untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan agar dapat mengasah

kemampuan berpikir kritis siswa.

Sedangkan Facione (2006) dalam Zubaidah (2010) menyatakan

bahwa berpikir kritis sebagai pengaturan diri dalam memutuskan (judging)

sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi,

maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria,

atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan.

Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis merupakan suatu

kekuatan serta sumber tenaga dalam kehidupan bermasyarakat dan personal

seseorang.

10
11

Kemudian Samsudin (2009) dalam menyimpulkan dari berbagai

sumber, bahwa berpikir kritis yang dipelajari dalam kelas sains juga

mempengaruhi hidup siswa jauh setelah mereka meninggalkan pendidikan

formal mereka dengan memberikan alat dimana mereka dapat menganalisa

sejumlah besar isu yang akan mereka hadapi dalam kehidupan mereka sehari-

hari.

Masalah yang berhubungan dengan pengembangan berpikir kritis

dalam pembelajaran sering luput dari perhatian kita. Pengembangan berpikir

kritis hanya diharapkan muncul sebagai efek pengiring (nurturan effect)

semata. Mungkin juga kita tidak memahami bagaimana cara

mengembangkannya sehingga kita kurang memberikan perhatian secara

khusus dalam pembelajaran. Sistem pendidikan juga tidak mengajarkan

bagaimana cara berpikir. Sistem pendidikan lebih menitikberatkan pada

penyampaian informasi daripada pengembangan kemampuan berpikir. Padahal

informasi belum menjadi pengetahuan sampai pikiran manusia

menganalisanya, menerapkannya, mensintesisnya, mengevaluasinya dan

mengintegrasikannya ke dalam kehidupan sehingga informasi dapat digunakan

untuk tujuan produktif, yaitu membuat keputusan dan memecahkan masalah.

Kemampuan berpikir kritis menurut Glaser dalam Fisher, (2009)

adalah “berpikir kritis sebagai suatu sikap mau berpikir secara mendalam

tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan

pengalaman seseorang, pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan

penalaran yang logis, dan semacam suatu keterampilan untuk menerapkan


12

metode-metode tersebut”. Ennis dalam Soemarmo (2017) dalam Furqany et

al., (2017) menyimpulkan “berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang

beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau yang

dilakukan”.

Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan sebagai modal

dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan

merupakan bagian yang fundamental dari kematangan manusia yang harus

dimiliki siswa untuk bersiap pada jenjang pendidikan dan dunia kerja abad 21

(Zubaidah, 2010). Namun pada kenyataanya kompetensi tersebut masih

rendah, TIMSS (Third International in Mathematics and Science Study)

menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam bidang sains

termasuk didalamnya keterampilan berpikir krtis berada pada urutan ke-38 dari

40 negara yang disurvei. Untuk meningkatakan keterampilan berpikir kritis

siswa proses pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan satu arah.

Pembelajaran satu arah, atau berpusat pada guru, akan membelenggu

kekritisan siswa dalam mensikapi suatu materi ajar. Penerimaan materi dari

satu sumber, membuat kecenderungan menerima dan tidak dapat mengkritisi.

2. Langkah-langkah Berpikir Kritis

Menjadi pemikir kritis tentunya memerlukan waktu, kesabaran, dan

yang terpenting latihan. Kamu dapat menerapkan 7 langkah berpikir kritis ini

dalam masalah sehari-hari yang kamu hadapi untuk melatih pola pikir kamu.

Langkah-langkah tersebut adalah:


13

1. Identifikasi permasalahan atau pertanyaan.

Identifikasilah masalah yang kamu hadapi setepat mungkin.

Semakin tepat kamu menganalisa, maka akan semakin mudah untuk kamu

mencari solusi atau jawabannya.

2. Kumpulkan data, pendapat, dan juga argumen.

Carilah beberapa sumber yang menyampaikan hal-hal yang

berbeda dan sudut pandang yang berbeda pula.

3. Analisa dan evaluasi data yang telah terkumpul.

Pastikan sumber yang kamu gunakan valid dan dapat

dipertanggungjawabkan. Cari tahu juga apakah kesimpulan yang kamu

ambil memiliki data pendukung atau hanya bersifat argumentatif.

4. Identifikasi data yang kamu temukan dengan asumsi

Asumsikan jika sumber yang kamu gunakan bias ataupun jika

kamu yang bias dalam mencari jawaban. Hal ini akan membuat kamu

untuk berpikir dua kali.

5. Tentukan hal-hal yang signifikan

Misalnya, hal apa yang paling penting, atau apakah jawaban yang

kamu temukan sudah memadai, dan yang pasti apakah jawaban yang kamu

temukan relevan dengan masalah yang sedang kamu hadapi.

6. Buat keputusan untuk mencapai kesimpulan

Identifikasi beberapa kesimpulan yang telah kamu temukan dan

tentukan mana yang paling cukup terdukung. Timbang pro dan kontra dari

semua kemungkinan.
14

7. Gunakan buah pikirmu

Setelah mencapai kesimpulan, kamu dapat menggunakan hasil

dari pikiranmu untuk memecahkan masalah.

3. Manfaat Berfikir Kritis

Metode berpikir kritis memiliki beberapa manfaat, diantaranya:

a. Menjadi lebih open-minded

Salah satu manfaat berpikir kritis adalah dapat lebih terbuka

terhadap perbedaan pendapat. Pada saat kamu menerima informasi baru

atau mencari solusi tentang masalah yang ada, kamu tetap bisa objektif

dengan sumber-sumber pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Jika kamu sudah mempunyai pengetahuan yang luas dan tetap

dapat objektif saat melihat sesuatu, maka kamu akan lebih mudah untuk

menerima informasi baru. Kamu juga bisa menjadi lebih open-minded saat

menerima informasi baru, bahkan dari orang-orang yang memiliki

perbedaan pandangan.

b. Mudah menyelesaikan masalah

Berpikir kritis juga bisa membuat kamu lebih mudah

menyelesaikan masalah. Pasalnya, kamu akan menemukan benang merah

dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Kemampuan

berpikir kritis ini juga bisa membantu kamu untuk mencari solusi. Dengan

kata lain, berpikir kritis bisa meningkatkan kemampuan problem solving

kamu.
15

c. Meminimalkan salah persepsi

Jika kamu tak terbiasa berpikir kritis, salah persepsi akan jadi

tantangan terbesar. Berpikir kritis dapat membuat kamu lebih mudah dalam

menjabarkan pendapat dari orang lain dan tidak mudah percaya begitu saja.

Saat kamu tahu persepsi dari orang tersebut salah, kamu akan

membantunya mencari kebenaran. Hal ini tentunya akan meminimalkan

salah persepsi.

d. Mengetahui kemampuan diri

Manfaat berpikir kritis selanjutnya adalah kamu bisa lebih

mengetahui kemampuan diri, khususnya saat menganalisis permasalahan

secara kritis. Kamu akan menemukan informasi baru yang sebelumnya

belum diketahui. Hal tersebut akan membuatmu lebih paham terhadap

kemampuan diri dan dapat mencari cara untuk bisa memperbaikinya.

e. Mampu berkomunikasi lebih baik

Secara tidak langsung, berpikir kritis bisa meningkatkan

kemampuanmu berkomunikasi. Berpikir kritis dapat membuat kamu

mengkomunikasikan ide-ide yang terlintas dalam kepala secara sistematis

dan lebih informatif sehingga mudah dipahami orang lain.

f. Tidak mudah dimanfaatkan oleh orang lain.

Kasus tentang merasuknya aliran agama yang berseberangan

dengan ajaran-ajaran agama, seperti terorisme kian marak terjadi. Salah

satu objek yang seringkali menjadi korban adalah mahasiswa. Namun, hal

itu tidak akan terjadi jika kamu terus mengasah soft skill berpikir kritis.
16

B. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

1. Pengertian Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Model pembelajaran Learning Cycle 5E adalah model pembelajaran

yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasikan

sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi

yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Model

pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran

yang sesuai dengan paradigma kontruktivisme. Pendekatan teori

kontruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun

sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses belajar mengajar

(Aryani Noviati, 2014). Sehingga proses belajar mengajar lebih berpusat pada

siswa (student centered) dari pada teacher centered. Dengan kata lain

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E berpusat

pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator.

Model pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan model

pembelajaran yang berpusat pada siswa. Proses pembelajaran siswa dituntun

untuk membangun pengetahuan mereka sendiri. Model ini memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan daya nalar atau kemampuan

berpikir mereka melalui tahap-tahap kegiatan yang terdiri dari: 1)

Engagement, membangkitkan minat siswa pada mata pelajaran, 2)

Eksploration, memberikan kesempatan pada siswa untuk memanfaatkan panca

indra mereka semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan, 3)

Eksplanation, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide


17

atau gagasan yang mereka miliki melalui kegiatan diskusi, 4) Elaboration,

mengajak siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka dapat untuk

memacahkan suatu permasalahan, dan 5) Evaluation, mengevaluasi

pengetahuan, pemahaman konsep atau kompetensi siswa (Dwi Putri Rejeki,

2015). Tahapan kegiatan Learning Cycle 5E diorganisir sedemikian rupa

sehingga siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran (Muh Nasir, dkk,

2015).

2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Adapun sintaks menurut Warsono dan Harianto (2012), model

pembelajaran Learning Cycle 5E adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sintaks model pembelajaran Learning Cycle 5E

Tahapan Kegiatan guru Kegiatan siswa

Engage 1. Membangkitkan 1. Mengembangkan

(Mengajak) minat siswa dan minat dan rasa

keingintahuan siswa ingintahu siswa

terhadap materi yang

akan diajarkan.

Explore 1. Membentuk 1. Berkelompok dan

(Menyelidiki) kelompok, memberi berusaha bekerja dalam

kesempatan untuk kelompok

bekerjasama dalam 2. Membuktikan hipotesis

kelompok secara yang sudah dibuat pada

mandiri tahap sebelumnya,


18

Tahapan Kegiatan guru Kegiatan siswa

2. Guru berperan mencoba alternatif

sebagai fasilator pemecahannya dengan

melakukan

pengamatan,

mengumpulkan data,

diskusi dengan

kelompoknya dan

membuat suatu

kesimpulan

Explain 1. Mendorong siswa 1. Mencoba memberikan

(menjelasakan) menjelaskan konsep penjelasan terhadap

dengan kalimat konsep yang ditemukan

mereka sendiri 2. Menggunakan data

2. Meminta bukti dan hasil pengamatan

klarifikasi dari dalam memberi

penjelasan siswa penjelasan

3. Mendengar secara 3. Melakukan

kritis penjelasan antar pembuktian terhadap

siswa konsep yang diajukan

4. Memandu diskusi 4. Melakukan diskusi

5. Memberi difinisi dan 5. Mendengar dan

penjelasan tentang memahami penjelasan


19

Tahapan Kegiatan guru Kegiatan siswa

konsep yang dibahas guru

dengan menggunakan

penjelasan siswa

Elaboration 1. Mengigatkan siswa 1. Menerapkan konsep

(memperluas) pada penjelasan dan keterampilan

alternatif dan dalam situasi dan

mempertimbangkan menggunakan label dan

data saat mereka definisi formal

mengeksplorasi 2. Memecahkan masalah,

situasi baru memberi keputusan,

2. Mendorong dan melakukan percobaan

memfasilitasi siswa dan pengamatan

untuk menerapakan

konsep dalam situasi

yang baru.

Evaluasi 1. Mengamati 1. Mengevaluasi

(menilai) pengetahuan dan belajarnya sendiri

pemahaman siswa dengan mengajukan

2. Mendukung siswa pertanyaan dan mencari

melakukan evaluasi jawaban dari bukti dan

diri penjelasan yang telah

3. Mendorong siswa diperoleh


20

Tahapan Kegiatan guru Kegiatan siswa

memahami 2. Mengambil kesimpulan

kekurangan dan lanjut atas situasi

kelebihannya dalam belajar yang

kegiatan dilakukanya

pembelajaran 3. Melihat dan

menganalisis

kekurangan atau

kelebihan dalam

kegiatan pembelajaran

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

a. Kelebihan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Model pembelajaran Learning Cycle 5E memiliki beberapa

kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran.

2) Lebih berpeluang untuk menyampaikan pendapat dan gagasan.

3) Dapat menumbuhkan kegiatan belajar,

4) Pembelajaran lebih bermakna.

b. Kekurangan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Adapun kekurangan model pembelajaran Learning Cycle 5E

yaitu:
21

1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan

langkah-langkah pembelajaran.

2) Menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan

melaksanakan proses pembelajaran.

3) Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi

(Rifatul Amaliyah, 2016).

C. Materi Bioteknologi

1. Bioteknologi

Bioteknologi berasal dari kata “bio” yang artinya makhluk hidup dan

“teknologi” yang artinya suatu cara (alat) untuk memudahkan manusia dalam

memecahkan masalah atau membuat produk yang berguna. Bioteknologi dapat

didefinisikan sebagai penggunaan organisme atau bagian dari organisme untuk

membuat suatu produk atau jasa, sehingga dapat mensejahterakan manusia.

Bioteknologi mulai berkembang pesat sejak tahun 1857, setelah Louis Pasteur

menemukan hasil fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada tahun

1920, proses fermentasi yang melibatkan mikroorganisme sudah banyak

digunakan untuk membuat larutan kimia, seperti pembuatan alkohol.

Bioteknologi yang memanfaatkan secara langsung mikroorganisme seperti

bakteri maupun jamur secara langsung, enzim yang dihasilkan

mikroorganisme, dan melibatkan proses fermentasi untuk menghasilkan

produk atau jasa disebut dengan bioteknologi konvensional.


22

Contoh produk bioteknologi konvensional misalnya tempe, tapai, roti,

keju, dan yoghurt. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

bioteknologi juga terus berkembang menjadi bioteknologi modern. Dalam

bioteknologi modern melibatkan prinsip biokimia, biologi molekuler, dan

rekayasa genetika. Bioteknologi modern tidak terlepas dari penemuan enzim-

enzim yang membantu dalam proses rekayasa genetika. Melalui teknik

rekayasa genetika, para ahli bidang bioteknologi dapat menyusun pola gen

sedemikian rupa sehingga menghasilkan organisme yang sifat-sifatnya sesuai

dengan yang diharapkan. Misalnya, melalui rekayasa genetika dapat

dihasilkannya ikan yang memiliki ukuran lebih besar dari ukuran ikan normal.

2. Penerapan bioteknologi dalam kehidupan

a. Bioteknologi pangan

Bioteknologi pangan adalah bioteknologi yang digunakan untuk

menghasilkan produk makanan dengan memanfaatkan mikroorganisme.

Beberapa contoh produk bioteknologi di bidang pangan yaitu tapai,

yoghurt, keju, tempe, kecap, roti, dan minuman beralkohol. Penjelasan

mengenai proses pembuatan produk makanan dengan memanfaatkan

mikroorganisme sebagai berikut.

1) Tapai

Tapai dibuat dengan memanfaatkan mikroorganisme yang ada

dalam ragi tapai. Salah satu mikroorganisme yang berperan dalam

pembuatan tapai adalah khamir Saccharomyces cerevisiae. Selain

Saccharomyces cerevisiae, jamur Aspergillus sp., dan bakteri


23

Acetobacter aceti juga berperan dalam pembuatan tapai.

Mikroorganisme yang terdapat pada ragi tapai memiliki peranan yang

sinergis, artinya mikroorganisme tersebut akan bekerja bersama untuk

mengubah bahan baku dari singkong atau beras ketan menjadi tapai.

Selama pembuatan tapai terjadi pemecahan (hidrolisis) amilum atau

pati menjadi glukosa. Proses ini dibantu oleh jamur Aspergillus sp.

Proses inilah yang membuat tapai berasa manis. Glukosa yang

dihasilkan dari proses tersebut difermentasi menjadi alkohol oleh

khamir Saccharomyces cerevisiae. Proses ini menyebabkan tapai

memiliki aroma yang khas. Proses fermentasi yang dilakukan

mikroorganisme dalam pembuatan tapai merupakan respirasi anaerob.

Artinya dalam prosesnya tidak dibutuhkan oksigen.

2) Yoghurt

Yoghurt merupakan makanan yang dihasilkan dari proses

fermentasi susu dengan bantuan bakteri. Yoghurt kaya akan protein,

kalsium, vitamin A, B, C, E, dan vitamin K. Mengonsumsi yoghurt

secara teratur memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, di antaranya

dapat meremajakan kulit, membantu proses pencernaan, menjaga

jantung tetap sehat, mencegah hipertensi, mengurangi risiko

osteoporosis, mengatasi jerawat, dan mengurangi kolesterol. Proses

fermentasi susu menjadi yoghurt melibatkan peranan bakteri asam

laktat, misalnya Lactobacillus casei, Streptococcus thermophillus,

Lactobacillus bulgaricus, dan Bifidobacteria.


24

Dalam pembuatan yoghurt, susu harus dididihkan terlebih

dahulu pada suhu 85-90 C agar bakteri-bakteri lain mati dan protein

dalam susu terdenaturasi (mengalami kerusakan). Bakteri asam laktat

mampu mengubah laktosa yang terkandung dalam susu menjadi asam

laktat. Asam laktat inilah yang menyebabkan rasa masam pada yoghurt.

Akibat dihasilkannya asam laktat, pH menjadi turun. Turunnya pH juga

menyebabkan denaturasi protein dan pelepasan kalsium serta fosfat dari

protein kasein susu. Akibatnya, protein kasein menjadi tidak stabil dan

mengalami pengendapan. Proses tersebut yang menyebabkan yoghurt

memiliki tekstur yang kental.

3) Keju

Keju merupakan makanan yang dihasilkan dari proses

koagulasi atau pengentalan protein kasein susu. Selama proses

pembuatan, susu biasanya dibuat dalam kondisi asam dan ditambahkan

rennet. Pengasaman susu, dapat dilakukan dengan menambahkan

bakteri asam laktat seperti Lactococcus sp., Lactobacillus bulgaricus,

dan Streptococcus thermophillus. Rennet merupakan kompleks enzim

yang dihasilkan di dalam perut hewan ruminae (hewan memamah biak)

yang komponen penyusun utamanya adalah enzim

Renin atau enzim chymosin. Enzim renin merupakan kelompok

enzim protease yang mampu memutuskan ikatan peptida dalam protein

yang menghubungkan asam amino satu dengan yang lain. Enzim inilah

yang berperan penting dalam pemisahan dan pengentalan protein kasein


25

dalam susu, sehingga terbentuk bagian padat yang disebut dengan dadih

(curd) dan bagian yang cair disebut dengan air dadih (whey). Dadih

inilah yang akan diproses lebih lanjut melalui proses pematangan dan

pengemasan sehingga terbentuk olahan makanan yang dikenal dengan

keju.

4) Tempe

Tempe adalah makanan tradisional khas Indonesia yang sering

dikonsumsi dan menjadi salah satu makanan favorit. Tempe

menggunakan teknik fermentasi, fermentasi dilakukan dengan

menumbuhkan jamur Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus pada

biji kedelai. Pada proses pertumbuhannya, jamur akan menghasilkan

benang-benang yang disebut dengan hifa. Benang-benang itu

mengakibatkan biji-bijian kedelai saling terikat dan membentuk struktur

yang kompak. Pada waktu pertumbuhannya, jamur juga akan

menghasilkan suatu enzim protease yang dapat menguraikan kompleks

protein yang ada pada kedelai menjadi asam amino yang lebih mudah

dicerna oleh tubuh kita. Inilah alasan yang menjadikan tempe lebih

mudah dicerna oleh tubuh kita daripada kedelai.

5) Kecap

Kecap merupakan salah satu produk hasil bioteknologi yang

terbuat dari kacang kedelai. Secara tradisional proses pembuatan kecap

melibatkan proses hidrolisis dan fermentasi dengan menggunakan

jamur Aspergillus oryzae, Aspergillus sojae, dan Aspergillus wentii. Di


26

Jepang, proses fermentasi dalam pembuatan kecap juga melibatkan

Saccharomyces cerevisiae dan spesies Lactobacillus untuk

menghasilkan aroma khas. Pada tahap awal pembuatan kecap, kedelai

dicuci hingga bersih, kemudian direbus hingga matang. Selanjutnya,

kedelai yang telah direbus ditaburi dengan kultur jamur. Kemudian,

dicampur air garam dengan jumlah tertentu. Setelah beberapa waktu,

jamur akan berkembang, menghasilkan enzim yang mampu

menghidrolisis amilum menjadi gula sederhana dan menghidrolisis

protein menjadi asam amino. Gula sederhana dan asam amino akan

mengalami reaksi membentuk ikatan amino-glikosida sehingga

menghasilkan warna cokelat gelap. Dari proses tersebut, akan terbentuk

campuran butiran biji kedelai dan cairan kental berwarna cokelat gelap.

Selanjutnya, campuran ini disaring untuk memisahkan cairan dengan

butiran biji kedelai. Cairan cokelat gelap tersebut selanjutnya

dipanaskan untuk mematikan jamur maupun bakteri. Cairan inilah yang

dinamakan kecap, yang biasanya dikemas dalam botol.

6) Roti

Roti merupakan makanan yang terbuat dari bahan dasar utama

tepung terigu dan air. Roti sudah dikenal oleh masyarakat seluruh

dunia. Selain tepung terigu dan air, masih banyak komposisi yang

ditambahkan ke dalam adonan roti. Perbedaan komposisi ini

menyebabkan roti sangat beragam, baik jenis, bentuk, ukuran, dan

teksturnya.
27

Proses pembuatan roti dan donat memanfaatkan peristiwa

fermentasi yang dibantu oleh Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi

yang dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae menghasilkan banyak

gas karbon dioksida dan sedikit alkohol. Gas karbon dioksida akan

membuat adonan roti mengembang, sedangkan alkohol akan

menghasilkan aroma khas pada adonan roti. Gas karbon dioksida yang

terperangkap dalam adonan akan memuai saat adonan dimasukkan ke

oven, sehingga membuat roti semakin mengembang, dan meninggalkan

rongga dalam roti. Peristiwa ini yang membuat tekstur roti lebih

menarik, lebih ringan, dan lebih mudah untuk dikonsumsi.

7) Minuman beralkohol

Bioteknologi juga banyak dimanfaatkan dalam pembuatan

minuman beralkohol, misalnya bir dan wine. Bir merupakan minuman

beralkohol yang terbuat dari biji serealia, sedangkan wine terbuat dari

ekstrak buah anggur. Pembuatan minuman beralkohol juga melibatkan

proses fermentasi yang dilakukan oleh Saccharomyces. Jenis

Saccharomyces dan jenis bahan baku yang berbeda mampu

menghasilkan aroma dan rasa yang khas pada jenis-jenis minuman

beralkohol. Lama proses fermentasi memengaruhi jumlah alkohol yang

dihasilkan. Semakin lama proses fermentasi minuman, semakin tinggi

kandungan alkoholnya.
28

b. Bioteknologi pertanian

Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap peningkatan

kebutuhan pangan. Saat ini, produksi pangan dengan cara tradisional tidak

lagi memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat.

Keterbatasan ini menuntut para ilmuwan untuk mencari solusi dalam

memproduksi bahan pangan dengan cara yang lebih baik. Penerapan

bioteknologi modern dalam pertanian menjadi solusi terbaik saat ini untuk

mengatasi masalah tersebut. Penerapan bioteknologi modern dalam

pertanian berpotensi meningkatkan produksi tanaman budi daya dan

mengurangi pemakaian bahan kimia berbahaya seperti pestisida.

Bioteknologi modern dalam pertanian dilakukan dengan

menerapkan teknik rekayasa genetika, yaitu dengan melakukan manipulasi

susunan gen suatu organisme sehingga dapat dihasilkan organisme yang

memiliki sifat baru. Manipulasi susunan gen dapat dilakukan dengan cara

menambah gen suatu organisme yang diambil dari organisme lain atau

dengan menghilangkan gen tertentu dalam organisme tersebut. Tanaman

yang susunan gennya telah dimanipulasi disebut dengan tanaman

transgenik. Saat ini, telah banyak tanaman transgenik yang sudah

dikembangkan, misalnya jagung, padi, kedelai, tomat, dan pepaya. Melalui

rekayasa genetika, suatu tanaman dapat direkayasa agar dapat tahan

terhadap serangan hama atau bahkan membunuh hama yang menyerang

tanaman tersebut, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Tanaman


29

juga dapat dirancang untuk tahan terhadap herbisida dan insektisida

melalui rekayasa genetika.

Teknik rekayasa genetika dilakukan melalui beberapa tahapan

berikut.

1) Menyiapkan potongan DNA yang mengandung gen tertentu, misalnya

gen “tahan serangan hama” dari makhluk hidup lain. Pemotongan DNA

dibantu oleh enzim restriksi (enzim pemotong).

2) Menyiapkan vektor (perantara) misalnya menggunakan plasmid Ti yang

diambil dari bakteri Agrobacterium tumefaciens atau menggunakan

virus tertentu. Plasmid adalah suatu DNA dalam bakteri yang berbentuk

sirkuler dan mampu melakukan duplikasi secara mandiri. Secara alami

plasmid dapat ditransfer ke dalam sel lain dengan membawa gen

tertentu.

3) Menggabung (merekombinasi) potongan DNA yang mengandung gen

tertentu dengan plasmid Ti menggunakan enzim ligase, sehingga

dihasilkan plasmid Ti yang telah mengandung gen “tahan serangan

hama”.

4) Memasukkan plasmid Ti yang telah mengandung gen “tahan serangan

hama” pada sel-sel tanaman.

5) Tanaman akan mendapatkan DNA yang mengandung gen “tahan

serangan hama” dan tumbuh menjadi tanaman yang memiliki sifat

tahan terhadap serangan hama.

c. Bioteknologi peternakan
30

Selain di bidang pertanian, bioteknologi juga banyak diterapkan

dalam bidang peternakan, yaitu dengan dikembangkannya hewan

transgenik melalui teknik rekayasa genetika. Pada awalnya, hewan

transgenik merupakan bahan penelitian para ilmuwan untuk menemukan

jenis penyakit yang menyerang hewan tertentu dan cara

penanggulangannya. Namun, saat ini ilmuwan telah menggunakan teknik

rekayasa genetika untuk berbagai keperluan dalam bidang peternakan,

misalnya meningkatkan produksi susu.

Peningkatan produksi susu dilakukan dengan cara memproduksi

hormon bovine somatotropin (bST) yang kemudian disuntikkan pada sapi

perah atau dengan cara membuat sapi perah transgenik yang mampu

memproduksi hormon bST lebih banyak. Dengan cara seperti ini, produksi

susu dapat meningkat sekitar 8.3–21.8%. Selain meningkatkan produksi,

susu yang dihasilkan juga dapat direkayasa, sehingga lebih kaya protein,

dan rendah lemak. Selain untuk meningkatkan produksi susu, rekayasa

genetika juga dapat dilakukan pada hewan ternak agar tahan terhadap

penyakit. Misalnya pengembangan sapi transgenik yang tahan terhadap

penyakit mastitis, yaitu penyakit pembengkakan pada kelenjar susu yang

disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus. Pengembangan

sapi transgenik dilakukan dengan cara memasukkan gen pengode enzim

lysostaphin yang diambil dari bakteri Staphylococcus simulans. Melalui

rekayasa genetika dapat dikembangkan pula sapi yang mampu

menghasilkan daging yang berkualitas dan mampu tumbuh dengan cepat.


31

d. Bioteknologi kesehatan

Bioteknologi banyak diaplikasikan dalam bidang kesehatan atau

bidang medis, misalnya pembuatan antibiotik, insulin sintetis, dan vaksin.

1) Antibiotik

Perkembangan bioteknologi dalam bidang kesehatan dimulai

dengan penemuan antibiotik penisilin oleh Alexander Fleming tahun

1928. Antibiotik merupakan senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme lain, khususnya bakteri. Antibiotik

penisilin dihasilkan oleh jamur Penicillium notatum dan Penicillium

chrysogenum. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, saat ini

ilmuwan telah berhasil menemukan berbagai jenis antibiotik yang

diperoleh dari berbagai jenis mikroorganisme, contohnya. Penicillium

notatum dan Penicillium chrysogenum (Penisilin), Streptomyces griseus

(Streptomycin), Streptomyces fradiae (Neomycin), Streptomyces

aureofaciens (Tetracycline), dan acillus licheniformis (Bacitracin).

2) Insulin sintetis (Humulin)

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit

atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai

dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi

fungsi insulin.
32

Ada dua tipe penyakit diabetes melitus, tipe I dan tipe II.

Penyakit diabetes melitus tipe II disebabkan kerusakan reseptor hormon

insulin dalam hati, sedangkan penyakit diabetes melitus tipe I

disebabkan seseorang tidak dapat menghasilkan hormon insulin, yang

disebabkan rusaknya sel-sel pankreas. Orang yang menderita penyakit

diabetes melitus memiliki kadar gula dalam darah yang tinggi. Gejala

awal penderita diabetes melitus, yaitu sering buang air kecil, mudah

haus, dan mudah lapar. Jika tidak segera ditangani, akan mengakibatkan

komplikasi, seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan kerusakan

pada mata. Untuk mengatasi penyakit diabetes melitus tipe I, penderita

perlu mendapatkan tambahan hormon insulin sintetis.

Melalui bioteknologi, ilmuwan telah dapat memproduksi

hormon insulin sintetis seperti hormon insulin yang dihasilkan oleh

pankreas manusia Untuk menghasilkan hormon insulin, DNA yang

mengode hormon insulin dalam sel pankreas diambil. Selanjutnya DNA

tersebut direkombinasikan ke dalam vektor (perantara), misalnya

plasmid. Menggabung (merekombinasi) potongan DNA yang mengode

gen tertentu dengan vektor. Plasmid yang telah mengandung DNA

pengode hormon insulin dimasukkan ke dalam sel bakteri E. coli,

sehingga bakteri E. coli mengandung DNA pengode hormon insulin.

Dengan memiliki DNA tersebut, bakteri mampu menghasilkan hormon

insulin. Selanjutnya, hormon insulin yang dihasilkan dimurnikan dan

dikemas untuk diberikan pada pasien.


33

3) Vaksin

Vaksinasi merupakan langkah yang sangat efektif untuk

melindungi tubuh kita dari patogenpatogen yang menyebabkan

penyakit, misalnya hepatitis, polio, tetanus, campak, dan lain

sebagainya. Vaksinasi adalah suatu proses peningkatan sistem

kekebalan tubuh dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh

seseorang, sehingga memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu

yang disebabkan oleh virus atau bakteri.

Vaksin dapat berupa bakteri dan virus yang telah dilemahkan

atau merupakan bagian kecil dari tubuh bakteri atau virus. Bakteri dan

virus memiliki protein khusus pada permukaan tubuh luarnya. Jika

protein ini dimasukkan ke dalam tubuh manusia, maka sel darah putih

(limfosit B) akan mengenali protein tersebut dan membelah menjadi sel

plasma dan sel memori. Sel plasma akan menghasilkan antibodi dan

melepaskannya ke dalam cairan tubuh. Sel memori akan tetap mengikat

antibodi untuk digunakan ketika ada bakteri atau virus yang sebenarnya

masuk ke dalam tubuh, sehingga tubuh dapat dengan segera menangkal

bakteri atau virus tersebut. Saat ini ilmuwan telah menghasilkan vaksin

yang lebih aman menggunakan teknik-teknik dalam bioteknologi.

Ilmuwan telah berhasil mengisolasi gen yang mengode protein yang

terdapat dalam permukaan bakteri dan virus tertentu. Gen tersebut

selanjutnya dimasukkan ke dalam sel Saccharomyces. Sel

Saccharomyces yang berkembang biak akan menghasilkan protein yang


34

sama dengan protein yang terdapat pada permukaan luar bakteri atau

virus, namun tidak berbahaya bagi tubuh. Jika protein tersebut

disuntikkan ke dalam tubuh, maka tubuh akan memproduksi antibodi

yang akan menangkal serangan bakteri atau virus yang sesungguhnya.

4) Antibodi monoklonal

Antibodi monoklonal adalah antibodi yang spesifik untuk satu

jenis antigen, yang dihasilkan dari satu jenis sel limfosit B yang

merupakan hasil kloning dari sel induk. Antibodi monoklonal umumnya

dihasilkan dari kultur sel yang melibatkan penggabungan (fusi) sel

myeloma (sel tumor) dan sel limfosit B dari tikus atau dari kelinci

Untuk menghasilkan antibodi monoklonal, tikus atau kelinci

diimunisasi terlebih dahulu dengan antigen tertentu. Akibatnya, sel

limfosit B kelinci akan mengenali antigen tersebut dan akan

membentuk antibodi. Sel limfosit selanjutnya difusikan dengan sel

tumor membentuk sel hibridoma. Penggabungan sel tumor ini

dimaksudkan agar sel limfosit dapat terus membelah menghasilkan

antibodi. Sel hibridoma kemudian diseleksi untuk selanjutnya dikultur

sehingga dapat lebih banyak dihasilkan antibodi. Antibodi yang

dihasilkan selanjutnya dimurnikan kemudian dikemas untuk digunakan

terapi, misalnya untuk terapi artritis, penolakan saat transplantasi organ,

kanker sel darah putih, kanker payudara, dan jenis kanker yang lainnya.
35

e. Bioteknologi lingkungan

Sampai saat ini sudah beberapa kali terjadi kasus pencemaran air

laut oleh tumpahan minyak di perairan Indonesia, contohnya di Kepulauan

Seribu, Pantai Balikpapan, dan Pantai Laut Timor. Pencemaran minyak di

lautan dapat berasal dari ladang minyak bawah tanah, operasi kapal tanker,

perbaikan atau perawatan kapal, tangki bahan bakar kapal, kecelakaan

kapal tanker, dan limbah industri. Pencemaran air laut oleh minyak dapat

menyebabkan ikan, kepiting, udang, dan terumbu karang menjadi mati.

Sebagaimana yang telah kamu ketahui bahwa massa jenis (ρ) air laut dan

minyak berbeda. Inilah yang mengakibatkan minyak tidak dapat bercampur

dengan air dan membentuk lapisan tersendiri pada bagian permukaan air.

Lapisan minyak tersebut akan menempel pada permukaan rumput laut serta

tumbuhan laut lainnya, sehingga mengganggu proses respirasi dan

fotosintesis.

Dampak lain dari pencemaran tersebut adalah rusaknya ekosistem

bakau. Lapisan minyak yang terbentuk di permukaan laut akan dapat

menutupi akar bakau yang mengakibatkan pertukaran antara O dan CO

pada akar bakau berkurang. Dalam jangka waktu yang lama, kondisi ini

akan dapat mengakibatkan akar bakau busuk dan kemudian menyebabkan

kematian pada tumbuhan bakau. Sebagai upaya menanggulangi masalah

tersebut, ilmuwan memanfaatkan bakteri dari genus Pseudomonas untuk

membersihkan tumpahan minyak. Bakteri Pseudomonas mampu

memanfaatkan minyak sebagai sumber energinya dengan cara memecah


36

molekul minyak menjadi karbon dioksida (CO). Namun, yang dilakukan

bakteri tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama. Untuk

mempercepat proses tersebut, ilmuwan menambahkan formula yang

mengandung senyawa kalium fosfat dan urea sebagai nutrisi tambahan bagi

bakteri. Pemanfaatan bakteri untuk mendegradasi atau menguraikan

polutan yang mencemari lingkungan disebut bioremediasi.

Selain untuk mengatasi pencemaran di laut, bioremediasi juga

banyak digunakan untuk mengatasi pencemaran di perairan, seperti di

kolam atau danau. Selain menggunakan bakteri, penanggulangan

pencemaran lingkungan dapat menggunakan tanaman tertentu, misalnya

eceng gondok dan bunga matahari. Teknik tersebut disebut fitoremediasi.

f. Bioteknologi forensik

Forensik merupakan aplikasi teknik-teknik dan metode ilmiah

yang digunakan untuk menginvestigasi suatu kejahatan atau tindak

kriminal. Pada awalnya, untuk mencari atau menginvestigasi pelaku suatu

tindak kejahatan hanya menggunakan tes sidik jari saja. Namun, seiring

dengan perkembangan bioteknologi, telah ditemukan teknik investigasi

yang lebih akurat yaitu melalui teknik DNA fingerprinting atau sidik DNA.

DNA fingerprinting adalah teknik yang dilakukan untuk mengidentifikasi

seseorang berdasarkan pada profilpitan DNA.

Ada dua aspek yang digunakan dalam DNA fingerprinting, yaitu

adanya keseragaman dan variasi profil DNA pada satu individu prosedur

DNA fingerprinting memiliki kesamaan dengan teknik investigasi


37

menggunakan tes sidik jari. Dalam tes sidik jari dilakukan pencocokan

profil sidik jari seseorang. Sementara itu, pada DNA fingerprinting

dilakukan pencocokan profil DNA individu. DNAdapat digunakan sebagai

acuan dalam investigasi karena profil DNA unik pada setiap individu dan

memiliki keterkaitan dengan profil DNA dalam suatu keluarga.

3. Dampak penerapan dan pengembangan bioteknologi

Berdasarkan pembahasan sebelumnya kamu tentu telah mengetahui

berbagai manfaat bioteknologi dalam kehidupan manusia, di antaranya dalam

bidang pangan, pertanian, peternakan, kesehatan, lingkungan, dan forensik.

Sampai saat ini ilmuwan terus melakukan penelitian dalam bidang

bioteknologi yang dapat menghasilkan suatu produk baru, sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan manusia. Akan tetapi, selain memberikan

berbagai keuntungan, penerapan bioteknologi juga memiliki dampak negatif.

a. Dampak terhadap lingkungan

Tanaman atau hewan transgenik memiliki susunan gen yang telah

dimodifikasi, baik ditambahkan suatu gen atau dilakukan pengurangan

suatu gen organisme tersebut. Organisme transgenik ini jika tidak dikelola

dengan baik, akan dapat mencemari keanekaragaman gen yang ada di

lingkungan alami atau merusak plasma nutfah. Plasma nutfah merupakan

materi yang membawa sifat suatu makhluk hidup. Proses pencemaran

tersebut dikenal dengan polusi gen. Misalnya, pengembangan tanaman

jagung transgenik yang tahan terhadap herbisida, jika jagung transgenik ini
38

ditanam di lahan alami, maka serbuk sari dapat membawa gen jagung

transgenik dan menyerbuki jagung alami. Penyerbukan seperti ini membuat

gen-gen pada jagung alami terkontaminasi dengan gen-gen dari tanaman

jagung transgenik.

Tanaman transgenik biasanya merupakan tanaman unggul. Sifat

unggul ini membuat petani lebih cenderung menanam tanaman transgenik

(monokultur) dan tidak lagi menanam tanaman lokal. Akibatnya, tanaman

lokal (bukan tanaman transgenik) akan menjadi langka. Kondisi ini

mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah plasma nutfah. Penggunaan

tanaman transgenik juga dapat menimbulkan hama baru yang lebih kuat

daripada hama sebelumnya dan mengganggu keseimbangan ekosistem.

b. Dampak terhadap kesehatan

Banyak masyarakat yang khawatir bahwa pengembangan tanaman

dan hewan transgenik berbahaya bagi kesehatan manusia. Hal ini

disebabkan di dalam organisme transgenik terdapat kombinasi gen baru,

yang jika dikonsumsi oleh manusia dikhawatirkan dapat memicu

munculnya penyakit pada beberapa orang yang sensitif terhadap zat yang

dihasilkan oleh organisme transgenik.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap tanaman kedelai transgenik

yang mengandung gen dari kacang Brazil dapat memicu reaksi alergi pada

orang tertentu yang sensitif terhadap kacang Brazil. Meskipun demikian,

tidak semua orang mengalami reaksi alergi karena mengonsumsi produk

tanaman atau hewan transgenik. Beberapa produk bioteknologi lainnya,


39

seperti alkohol dapat disalahgunakan untuk dibuat menjadi minuman

beralkohol yang apabila dikonsumsi terus-menerus dapat menimbulkan

dampak buruk bagi kesehatan.

c. Dampak terhadap sosial dan ekonomi

Berbagai produk dari bioteknologi juga berpengaruh terhadap

bidang ekonomi dan sosial. Seseorang yang memiliki modal dapat

mengembangkan pertanian transgenik yang dapat meningkatkan hasil

panen menjadi sangat berlimpah dengan kualitas sangat baik. Tindakan ini

tentunya dapat membuat petani tradisional kalah bersaing dalam

pemasaran, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi petani tradisional.

Jika masalah ini terus berlanjut, maka akan menimbulkan kesenjangan

perekonomian yang semakin besar. Begitu juga apabila negara yang sudah

maju dalam mengembangkan organisme transgenik memasarkan

produknya dalam perdagangan internasional, tentunya produk negara

berkembang akan kalah. Akibatnya penghasilan negara pun dapat

berkurang. Kondisi ini juga dapat membuat negara berkembang menjadi

tergantung pada produk negara maju.


40

D. Kerangka Pikir

Berikut ini dikemukakan kerangka pikir yang menjadi dasar asumsi

peneliti dalam melalukan kegiatan penelitian dan pengumpulan data penelitian

sebagai berikut:

Kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah secara optional

Model pembelajaran Learning Cycle 5E

Model pembelajaran Learning Cycle 5E membantu mengkonstruksi

pengetahuan dan pengalaman mereka sendiri dengan terlibat secara aktif

mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir baik secara

individu maupun kelompok.

Tes kemampuan berpikir

Penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas IX pada materi bioteknologi di SMPN 1

Tanasitolo

Bagan 2.1 Kerangka piker


41

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Ho = “Tidak terdapat peningkatan pada penerapan model Learning Cycle 5E

Terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Bioteknologi di

kelas IX SMPN 1 Tanasitolo”.

Ha = “Terdapat peningkatan pada penerapan model Learning Cycle 5E terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Bioteknologi di kelas IX

SMPN 1 Tanasitolo”.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan yang menghasilkan

data berupa angka-angka dari hasil tes (Sugiyono, 2013). Jenis penelitian ini

adalah penelitian Quasi Ekspriment (eksperimen semu) eksperimen dengan desain

One-GroupPretest-Posttest. Peneliti menggunakan metode ini karena sampel yan

digunakan adalah kelas biasa tanpa mengubah struktur yang ada. Selanjutnya pada

kelas eksperimen dibelajarkan dengan mengunakan model pembelajaran Learning

Cycle 5E. Rancangan secara singkat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest


Eksperimen Oₗ X O₂
Keterangan:

O = Hasil tes siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan

H = Pembelajaran IPA dengan model Learning Cycle 5E

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan di SMPN 1 Tanasitolo pada semester

genap tahun pelajaran 2022/2023.

42
43

C. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran Learning Cyle 5E

Model pembelajaran Learning Cycle 5E adalah suatu model

pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Learning Cycle 5E

merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi

sedemikian rupa sehingga siswa berperan aktif untuk dapat menguasai

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam tujuan pembelajaran (Muh

Nasir, dkk, 2015). Adapun sintaks model pembelajaran Learning Cycle 5E

adalah sebagai berikut: Fase yang pertama Fase Engagement (Pendahuluan),

kedua Fase Exploration (Eksplorasi), yang ketiga Fase Explanation

(Penjelasan), keempat Fase Elaboration dan yang kelima (Perluasan), Fase

Evaluation (Evaluasi).

2. Kemampuan berpikir kritis

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat

esensial, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan. Berdasarkan

indikator di atas, dapat dikelompokkan ke dalam lima aspek kemampuan

berpikir kritis, yaitu: Aspek kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu: Kemampuan memberikan penjelasan dasar (memahami

soal), kemampuan memberikan penjelasan lanjut (menentukan dasar

pengambilan keputusan), kemampuan mengatur strategi dan taktik,

kemampuan menarik kesimpulan yang logis.


44

3. Materi bioteknologi

Materi bioteknologi pada peneletian ini adalah yang di ajarkan di

kelas IX pada semester genap. Berdasarkan kurikulum 2013 kompetensi dasar

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3.7 memahami konsep

bioteknologi dan perannya dalam kehidupan manusia.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atu subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh penulis

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMPN 1 Tanasitolo,

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 4 kelas

Tabel 3.2 Jumlah kelas dan siswa kelas IX SMPN 1 Tanasitolo

No. Kelas Jumlah

1 IX A 26

2 IX B 26

3 IX C 23

4 IX D 25

Jumlah 100

Peneliti mengambil sampel dengan menggunakan purposive sampling.

Menurut Sugiyono (Adelina Damayanti, 2018), Purposive sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini yang


45

menjadi sampel adalah bagian dari populasi siswa kelas IX SMPN 1 Tanasitolo

yang terdiri dari kelas IX C sebagai kelas eksperimen. Kelas ini diambil sebagai

sampel menurut pertimbangan peneliti. Sedangkan sampel pada penelitian ini

yaitu IX C yang terdiri dari 23 siswa.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono,

2007). Variabel bebas dari penelitian ini adalah model pembelajaran Learning

Cycle 5E.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007). Variabel

terikat penelitian ini sebagai hasil adalah kemampuan berpikir kritis siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara peneliti mengumpulkan data

selama penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua teknik

pengumpulan data yaitu berupa tes tulis, dan lembar angket. Dalam penelitian ini

tes tulis akan dilakukan sebanyak dua kali yaitu:


46

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes merupakan cara yang dipergunakan atau prosedur yang perlu

ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang

berbentuk pemberian soal (pertanyaan yang harus dijawab) atau perintah-

perintah (yang harus dikerjakan) sehingga atas dasar data yang diperoleh dari

hasil pengukuran tersebut dapat melambangkan pengetahuan dan keterampilan

siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar mengajar (Anas Sudjono, 2007). Tes

yang digunakan dalam penelitian ini ialah pretest dan posttest.

Dalam bentuk sejumlah soal yang digunakan mencakup materi

tentang bioteknologi pada tingkat SMP. Hal ini bertujuan untuk memperoleh

data tentang tingkat kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan

model pembelajaran Learning Cycle 5E, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data berupa tes.

2. Angket

Angket untuk melihat respon siswa terhadap pembelajaran dengan

penerapan model Learning Cycle 5E pada materi bioteknologi yang diberikan

kepada siswa setelah pelaksanaan belajar mengajar selesai seluruhnya,

pengisian dilakuakan secara jujur tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

G. Instrumen Penelitian

Instrument Penelitian adalah alat yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Adapun instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpulan


47

data ini yaitu berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E, LKPD, soal tes yang

dibuat berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis.

1. Lembar Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Lembar tes digunakan untuk memperoleh data tentang peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah diterapkan model

pembelajaran. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes.

Pada hal ini dilakukan dua kali tes, yaitu pretest dan posttest. Soal Pretest dan

Posttest dalam bentuk soal essay. yang berupa sejumlah soal esaay yang

berjumlah 16 sesuai dengan unsur berpikir kritis.

2. Respon

Menurut Sugiyono “Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efesien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang

akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapakan dari responden” (Adelina

Damayanti, 2018). Angket dapat berbentuk pertanyaan atau pernyataan yang

dibagikan kepada siswa, angket yang dimaksud dalam penelitian ini

merupakan angket respon siswa terhadap pembelajaran IPA materi

bioteknologi dengan menggunakan model Learning Cycle 5E untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Adapun masing-masing indikator memiliki 2 jumlah pernyataan yaitu

2 pernyataan positif dan 2 pernyataan negatif, jumlah keseluruhan pernyataan


48

20 pernyataan. Pernyataan dalam angket respon siswa berjumlah 20 butir

terdiri atas pernyataan positif dan negatif. Keseluruhan butir pernyataan dalam

angket tersebut dikelompokkan ke dalam aspek yang meliputi: pernyataan

positif skor 1) SS, 2) S, 3) KS, 4) TS, 5) STS.

H. Teknik Analisis Data

Pada dasarnya ada dua data yang akan dianalisis dalam penelitian ini.

Kedua data tersebut adalah data hasil tes tulis kemampuan bepikir kritis siswa dan

yang kedua respon siswa terhadap pembelajaran yang berupa data kegiatan guru

mengajar siswa.

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis dilihat dari

hasi Pretest dan Posttest. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

jumlah skor yang diperoleh siswa


𝑦= X 100%
jumlah indikator
Keterangan:

y: Presentase kemampuan berpikir kritis

Adapun di bawah ini merupakan tabel kriteria tes kemampuan

berpikir berdasarkan persentase skor tes menurut Wayan dan Sunartana

(Adelina Damayanti, 2018) sebagai berikut:


49

Tabel 3.3 Kriteria Tes Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan


Persentase Skor Tes

Persentase skor Kriteria

89% - 100% Sangat Tinggi

79% - 89% Tinggi

64% - 79% Sedang

54% - 64% Rendah

0% - 54% Sangat Rendah

Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan

sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus N-Gain. Yaitu:

Skor 𝑝𝑜𝑠𝑡 − Skor 𝑝𝑟𝑒


N − 𝐺𝑎𝑖𝑛 =
Skor 𝑚𝑎𝑘𝑠 − Skor 𝑝𝑟𝑒

Keterangan:

Xpre= rata-rata pretest

Xpost= rata-rata posttest

Xmaks= rata-rata maksimum

Kriteria N-Gain kemudian diinterprestasikan menggunakan Tabel

berikut:

Tabel 3.4 Karakteristik Nilai N-Gain

Rentang Kriteria
NG ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≥ NG < 0,70 Sedang
NG < 0,30 Rendah
(Hake, 1999).
50

2. Respon peserta didik

Respon digunakan untuk menggunakan pendapat peserta didik

terhadap ketertarikan, perasaan senang, serta kemudahan memahami pelajaran

dan juga cara guru mengajar serta pendekatan pembelajaran yang digunakan,

persentase respon peserta didik dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Sukardi, 2004):


𝐴
P= 𝐵 ×100%

Keterangan:

P= persentase respom siswa

A= prorporsi siswa yang memilih

B= jumlah siswa

Adapun kriteria menghitung tanggapan siswa adalah sebagai berikut:

Keterangan:

0 – 10%= Tidak Tertarik

11 – 40%= Sedikit Tertarik

41 – 60%= Cukup Tertarik

61 – 90%= Tertarik

91 – 100%= Sangat Tertarik


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMPN 1 Tanasitolo pada tanggal 04

Mei sampai dengan 11 Mei 2023. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

kelas IX SMPN 1 Tanasitolo, Kabupaten Wajo. Sampel pada penelitian ini adalah

siswa kelas IX C yang berjumlah 23 siswa. Hasil penelitian ini yang dianalisis

adalah tingkat kemampuan berpikir kritis siswa yaitu nilai pretest dan posttest

serta respon siswa.

1. Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Bioteknologi dalam

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Indikator pencapaian tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada

pertemuan pertama adalah: 3.7.1. Menjelaskan prinsip dasar bioteknologi,

3.7.2. Menjelaskan perbedaan prinsip dasar pengembangan bioteknologi

konvensional dan modern, 3.7.3. Mengidentifikasi penerapan bioteknologi

dalam berbagai bidang, 3.7.4. Mengidentifikasi sumber-sumber agen

bioteknologi dan produk yang dihasilkan. Data tingkat kemampuan berpikir

kritis siswa pada pertemuan pertama dapat dilihat pada Tabel 4.1

51
52

Tabel 4.1 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis (Pretest) Siswa


Pertemuan Pertama

Kode I₃.₇.₁ I₃.₇.₂ I₃.₇.₃ I₃.₇.₄ Jumlah Nilai

siswa

S1 50 50 55 60 215 53

S2 50 50 50 75 225 56

S3 50 50 100 50 250 62

S4 50 25 45 50 170 42

S5 50 25 70 40 185 46

S6 25 20 50 100 195 48

S7 50 20 35 60 165 41

S8 25 70 50 60 205 51

S9 50 50 70 60 230 57

S10 100 25 50 50 225 56

S11 50 25 100 75 250 62

S12 30 25 40 50 145 36

S13 50 25 50 75 200 50

S14 50 25 100 75 250 62


53

S15 45 50 55 100 250 62

S16 25 100 50 50 225 56

S17 100 25 50 25 200 50

S18 30 50 50 50 180 45

S19 45 50 90 50 235 58

S20 50 45 30 40 165 41

S21 40 35 30 40 145 36

S22 50 35 50 50 185 46

S23 45 50 50 40 185 46

Jumlah 1110 925 1320 1335 4680

Rata-rata 48,26 40,21 57,39 58,4

Keterangan TK TK CK CK

Keterangan: Sangat kritis (SK), Kritis (K), Cukup kritis (CK), Tidak

Kritis (TK)

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa secara

keseluruhan indikator berpikir kritis siswa pada materi bioteknologi sebelum

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E, indikator yang paling

tinggi adalah 3.7.4 Mengidentifikasi sumber-sumber agen bioteknologi dan

produk yang dihasilkan, rata-rata 58,4 dengan dengan kategori cukup kritis

dan indikator yang rendah adalah indikator 3.7.2 Menjelaskan perbedaan


54

prinsip dasar pengembangan bioteknologi konvensional dan modern, rata-rata

40,21 dengan kategori tidak kritis.

Tabel 4.2 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis (Posttest) Siswa


Pertemuan Pertama

Kode I₃.₇.₁ I₃.₇.₂ I₃.₇.₃ I₃.₇.₄ Jumlah Nilai

Siswa

S1 100 100 90 75 365 91

S2 100 100 100 100 400 100

S3 100 100 100 75 375 93

S4 100 75 100 100 375 93

S5 100 75 100 100 375 93

S6 75 100 75 100 350 87

S7 75 75 75 100 325 81

S8 100 80 90 90 360 90

S9 75 75 90 90 330 82

S10 100 100 85 100 385 96

S11 100 100 100 75 375 93

S12 100 100 75 100 375 93

S13 100 100 100 75 375 93


55

S14 100 100 100 75 375 93

S15 75 75 80 100 330 82

S16 100 100 80 100 380 95

S17 100 75 100 90 365 91

S18 75 100 90 100 365 91

S19 100 100 90 80 370 92

S20 100 100 100 80 380 95

S21 75 100 100 100 375 93

S22 100 100 100 90 390 97

S23 75 80 100 90 345 86

Jumlah 2125 2110 2120 2085 8440

Rata-rata 92,39 91,73 92,17 90,65

Keterangan SK SK SK SK

Keterangan: Sangat kritis (SK), Kritis (K), Cukup kritis (CK), Tidak

Kritis (TK)

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa secara

keseluruhan indikator berpikir kritis siswa pada materi bioteknologi setelah

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E, indikator yang paling

tinggi adalah indikator 3.7.1 Menjelaskan prinsip dasar bioteknologi, rata-rata


56

92,39 dengan kategori sangat kritis dan indikator yang rendah adalah indikator

3.7.4 Mengidentifikasi sumber-sumber agen bioteknologi dan produk yang

dihasilkan rata-rata 90,65 dengan kategori sangat kritis. Nilai rata-rata tingkat

kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat pada Gambar 4.1

N I L AI R ATA - R ATA T I N G KAT KE M AM P U AN


B E R P I KI R KR I T I S S I S WA
100 92,39 91,73 92,17 90,65

80
57.39 58.4 Pretest
60 48.26
40.21
40 Posttest

20

0
Indikator 3.7.1 Indikator 3.7.2 Indikator 3.7.3 Indikator 3.7.4

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Tingkat


Kemampuan Berpikir Siswa Pertemuan Pertama (Pretest dan
Posttest)

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, tingkat kemampuan berpikir kritis

siswa (pretest) sebelum penerapan model Learning Cycle 5E rata-rata nilai

indikator 3.7.1 dan 3.7.2 termasuk kategori tidak kritis, dan indikator 3.7.3 dan

3.3.4, termasuk kategori cukup kritis. Sedangkan tingkat kemampuan berpikir

kritis siswa (posttest) setelah penerapan model Learning Cycle 5E rata-rata

nilai semua indikator meningkat menjadi kategori sangat kritis. Adapun

indikator pertama 3.7.1. Menjelaskan prinsip dasar bioteknologi, rata-rata nilai

pretest yaitu 48,26 dengan kategori tidak kritis, dan rata-rata nilai posttest

yaitu 92,39 dengan kategori sangat kritis.

Indikator kedua 3.7.2. Menjelaskan perbedaan prinsip dasar

pengembangan bioteknologi konvensional dan modern, rata-rata nilai pretest


57

yaitu 40,21 dengan kategori tidak kritis, dan rata-rata nilai posttest 91,73

dengan kategori sangat kritis, indikator ketiga 3.7.3. Mengidentifikasi

penerapan bioteknologi dalam berbagai bidang, rata-rata nilai pretest yaitu

57,39 dengan kategori cukup kritis, sedangkan rata- rata nilai posttest yaitu

92,17 dengan kategori sangat kritis. Indikator keempat 3.3.4. Mengidentifikasi

sumber-sumber agen bioteknologi dan produk yang dihasilkan, rata-rata nilai

pretest yaitu 58,4 dengan kategori cukup kritis, dan rata-rata nilai posttest

yaitu 90,65 dengan kategori sangat kritis. Data tingkat kemampuan berpikir

kritis siswa pada pertemuan kedua dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis (Pretest) Siswa


Pertemuan Kedua

Kode siswa I₃.₇.₅ I₃.₇.₆ I₃.₇.₇ I₃.₇.₈ Jumlah Nilai

S1 50 50 35 100 235 59

S2 50 50 75 100 275 69

S3 50 50 100 50 250 62

S4 50 100 50 50 250 62

S5 50 60 100 45 255 64

S6 50 50 100 50 250 62

S7 50 50 55 100 255 64

S8 100 50 50 50 250 62
58

S9 100 50 75 35 210 52

S10 50 50 75 45 220 55

S11 100 75 50 50 275 69

S12 50 35 100 75 260 65

S13 50 75 35 100 260 65

S14 100 100 75 50 325 81

S15 50 75 50 100 275 69

S16 100 75 50 50 275 69

S17 50 75 100 50 275 69

S18 50 50 75 100 275 69

S19 50 75 100 65 290 72

S20 50 50 75 100 275 69

S21 50 75 50 100 275 69

S22 50 50 50 100 250 62

S23 50 50 50 50 200 50

Jumlah 1400 1420 1575 1615 5960

Rata-rata 60,86 61,73 68,47 70,21


59

Keterangan CK CK K K

Keterangan: Sangat kritis (SK), Kritis (K), Cukup kritis (CK), Tidak

Kritis (TK)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa secara

keseluruhan indikator kemampuan berikir kritis pada pertemuan kedua

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi bioteknologi,

indikator yang paling rendah adalah indikator pertama 3.7.5. Menjelaskan

prinsip rekayasa genetika dan hasilnya, rata-rata yaitu 60,86 dengan kategori

cukup kritis dan indikator yang paling tinggi adalah indikator ketiga 3.7.8.

Menemukan solusi dalam mengatasi pencemaran lingkungan dengan

menerapkan prinsip bioteknologi, rata-rata yaitu 70,21 dengan kategori kritis.

Data tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan kedua dapat

dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis (Posttest) Siswa


Pertemuan Kedua

Kode I₃.₇.₅ I₃.₇.₆ I₃.₇.₇ I₃.₇.₈ Jumlah Nilai

siswa

S1 100 100 75 100 375 93

S2 100 75 100 100 375 93

S3 100 100 100 75 375 93

S4 100 75 100 100 375 93


60

S5 75 75 100 100 350 87

S6 100 100 100 80 380 95

S7 100 100 100 60 360 90

S8 100 100 100 65 365 91

S9 100 100 100 100 400 100

S10 100 100 75 100 375 93

S11 100 100 100 100 400 100

S12 100 100 100 75 375 93

S13 75 75 100 100 350 87

S14 100 100 100 80 380 95

S15 100 100 100 75 375 93

S16 100 75 100 100 375 93

S17 100 100 100 100 400 100

S18 75 100 75 100 350 87

S19 100 75 100 100 375 93

S20 100 100 75 100 375 93

S21 100 75 100 100 375 93


61

S22 75 100 75 100 350 87

S23 75 75 75 65 390 72

Jumlah 2175 2100 2150 2075 8500

Rata-rata 94,56 91,30 93,47 90,21

Keterangan SK SK SK SK

Keterangan: Sangat kritis (SK), Kritis (K), Cukup kritis (CK), Tidak

Kritis (TK)

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa secara

keseluruhan indikator kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan kedua

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E, indikator yang paling

tinggi adalah indikator yang ketiga rata-rata yaitu 96,5 dengan kategori sangat

kritis, sedangkan yang rendah adalah indikator pertama rata-rata yaitu 94,56

dengan kategori sangat kritis. Nilai rata-rata tingkat kemampuan berpikir kritis

siswa dapat dilihat pada Gambar 4.2.

N I L AI R ATA - R ATA T I N G KAT


KE94.56
M AM P U AN B E R P I KI R KR I T I S S I S WA
93.47
100 91.30 90.21

68.47 70.21
60.86 61.73
Pretest
50
Posttest

0
Indikator 3.7.5 Indikator 3.7.6 Indikator 3.7.7 Indikator 3.7.8

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Tingkat


Kemampuan Berpikir Siswa Pertemuan Kedua (Pretest dan Posttest)
62

Berdasarkan Gambar 4.2 di atas, tingkat kemampuan berpikir kritis

siswa (pretest) sebelum penerapan model Learning Cycle 5E rata-rata nilai

indikator 3.7.5 dan 3.7.6 termasuk kategori cukup kritis, indikator 3.7.7 dan

3.7.8 termasuk kategori kritis. Sedangkan tingkat kemampuan berpikir kritis

siswa (posttest) setelah penerapan model Learning Cycle 5E rata-rata nilai

semua indikator meningkat menjadi kategori sangat kritis. Adapun indikator

pertama 3.7.5. Menjelaskan prinsip rekayasa genetika dan hasilnya, rata-rata

nilai pretest yaitu 60,86 dengan kategori cukup kritis, dan rata-rata nilai

posttest yaitu 94,56 dengan kategori sangat kritis, indikator kedua 3.7.6.

Menjelaskan keuntungan dan kerugian dari penerapan bioteknologi dalam

berbagai bidang, yang rata-rata nilai pretest yaitu 61,73 dengan kategori cukup

kritis, dan rata-rata nilai posttest yaitu 91,30 dengan kategori sangat kritis,

indikator ketiga 3.7.7. Menganalisis perbedaan kandungan gizi bahan baku

bioteknologi dengan produk bioteknologi, rata-rata nilai pretest yaitu 68,47

dengan kategori kritis, sedangkan rata-rata nilai posttest yaitu 93,47 dengan

kategori sangat kritis, untuk indikator keempat 3.7.8. Menemukan solusi dalam

mengatasi pencernaan lingkungan dengan menerapkan prinsip bioteknologi,

rata-rata nilai pretest yaitu 70,21 dengan kategori kritis, rata-rata nilai posttest

yaitu 90,21 dengan kategori sangat kritis.

Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai pretest dan posttest pada

pertemuan pertama dan kedua yang dianalisis untuk mengetahui peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah penerapan model

Learning Cycle 5E. Nilai pretest dan posttest diperoleh dari kemampuan siswa
63

dalam menjawab soal pretest dan posttest berdasarkan Kompetensi dasar (kd)

3.7. Memahami konsep bioteknologi dan perannya dalam kehidupan manusia.

Hasil belajar yang diperoleh siswa dari kemampuan berpikir kritis dapat dilihat

pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Hasil Keseluruhan Pretest dan Posttest serta N-gain

No Nama Pertemuan Pertemuan

Siswa
Pertama N-gain Ket. Kedua N-gain Ket.

Pretest Posttest Pretest Posttest

1 A1 53 91 0,808 Tinggi 59 93 0,829 Tinggi

2 A2 56 100 1 Tinggi 69 93 0,774 Tinggi

3 A3 62 93 0,815 Tinggi 62 93 0,815 Tinggi

4 A4 42 93 0,879 Tinggi 62 93 0,815 Tinggi

5 A5 46 93 0,870 Tinggi 64 87 0,638 Sedang

6 A6 48 87 0,75 Tinggi 62 95 0,868 Tinggi

7 A7 41 81 0,677 Tinggi 64 90 0,722 Tinggi

8 A8 51 90 0,795 Tinggi 62 91 0,763 Tinggi

9 A9 57 82 0,581 Sedang 52 100 1 Tinggi

10 A10 56 96 0,909 Tinggi 55 93 0,844 Tinggi

11 A11 62 93 0,815 Tinggi 69 100 1 Tinggi

12 A12 36 93 0,890 Tinggi 65 93 0,8 Tinggi

13 A13 50 93 0,86 Tinggi 65 87 0,628 Sedang

14 A14 62 93 0,815 Tinggi 81 95 0,736 Tinggi


64

15 A15 62 82 0,526 Sedang 69 93 0,774 Tinggi

16 A16 56 95 0,886 Tinggi 69 93 0,774 Tinggi

17 A17 50 91 0,82 Tinggi 69 100 1 Tinggi

18 A18 45 91 0,836 Tinggi 69 87 0,580 Sedang

19 A19 58 92 0,809 Tinggi 72 93 0,75 Tinggi

20 A20 41 95 0,915 Tinggi 69 93 0,774 Tinggi

21 A21 36 93 0,890 Tinggi 69 93 0,774 Tinggi

22 A22 46 97 0,944 Tinggi 62 87 0,657 Sedang

23 A23 46 86 0,740 Tinggi 50 72 0,44 Sedang

Jumlah 1162 2100 18,840 Tinggi 1489 2114 17,762 Tinggi

Rata-rata 50,52 91,30 0,81 Tnggi 64,73 91,91 0,7723 Tinggi

Berdasarkan dari Tabel 4.5 di atas, terlihat nilai pretest sebelum dan

sesudah penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E. Rata-rata untuk

pretest pertemuan pertama 50,52, dan posttest rata-rata 91,30. Sedangkan

pretest pada pertemuan kedua rata-rata 64,73 dan posttest 91,91. Selisih N-

gain pada pertemuan pertama rata-rata 0,81 dengan kategori tinggi. Sedangkan

selisih N-Gain pertemuan kedua rata-rata 0,77 dengan kategori tinggi. Dari

nilai KKM 75, pada pertemuan pertama rata-rata nilai pretest rendah, tidak

mecapai KKM yang ditetapkan, sedangkan rata-rata nilai posttest tinggi

mencapai KKM 75 yang ditetapkan. Dan pada pertemuan kedua rata-rata nilai

pretest rendah tidak mencapai KKM 75, dan rata-rata nilai posttest tinggi
65

mencapai KKM 75 yang di tetapkan di sekolah SMPN 1 Tanasitolo. Begitu

juga dengan rata-rata N-Gain pertemuan pertama dan kedua dengan kategori

tinggi.

Nilai Perbandingan Rata-rata Hasil


Belajar Siswa

91.3 91.91

100 64.73
50.52
80
60
Posttest
40
Pretest
20 0.81 0.77
N-Gain
0
Pertemuan Pertemuan
Pertama kedua

N-Gain Pretest Posttest

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Nilai Pretest dan Posttest serta N-gain
pada Pertemuan Pertama dan Kedua.

Berdasarkan Gambar 4.3 Grafik di atas, pada pertemuan pertama rata-

rata nilai pretest 50,52 dengan kategori rendah, sedangkan rata-rata nilai

posttest 91,30 dengan kategori tinggi dan rata-rata N-Gain 0,81 dengan

kategori tinggi. Sedangkan pada pertemuan kedua rata-rata nilai pretest 64,73,

sedangkan rata-rata nilai posttest 91,91 dan rata-rata N-Gain 0,80 dengan

kategori tinggi

2. Respon Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Data respon angket yang diperoleh dari hasil respon angket siswa

setelah proses belajar dengan penerapan model pembelajaran Learning Cycle

5E. Respon angket siswa terhadap penerapan model pembelajaran Learnig


66

Cycle 5E pada materi bioteknologi. Kemudian dijabarkan menjadi 5 aspek.

Indikator tersebut adalah ketertarikan siswa terhadap model pembelajaran

Learning Cycle 5E, keinginan atau partisipasi siswa belajar dengan penerapan

model pembelajaran Learning Cycle 5E, kegiatan siswa dalam belajar,

kebutuhan siswa mengenai kemudahan atau kesukaran belajar dengan

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E, dan perasaan senag

terhadap model pembelajaran Learning Cycle 5E. Masing-masing indikator

memiliki 2 jumlah pernyataan yaitu 2 pernyataan positif dan 2 pernyataan

negatif, jumlah keseluruhan pernyataan 20 pernyataan.

Berdasarkan hasil analisis data respon angket siswa terhadap

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dari lima aspek

menunjukkan bahwa respon yang lebih tinggi terdapat pada pernyataan positif

daripada pernyataan negatif, data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Hasil Angket Siswa Terhadap Model Pembelajaran Learning Cycle
5E

No Aspek & Setiap Pertayaan Rata-rata Kategori

Positif Negatif &

1 Ketertarikan 91 73 64 Baik

86 43

2 Keinginan 92 67 64 Baik

91 79
67

3 Kegiatan 90 76 75 Baik

85 93

4 Kebutuhan 91 84 74 Baik

85 81

5 Perasaan senang 91 94 80 Sangat

Baik
97 86

Rata-rata 71 Baik

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa masing-masing dari

pernyataan positif menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari pada pernyataan

yang negatif. Adapun pernyataan yang tinggi yaitu pernyataan perasaan

senang rata-rata 80 dengan kategori sangat baik, sedangkan pernyataan yang

rendah yaitu pernyataan ketertarikan dan keinginan rata-rata 64 dengan

kategori baik, dan begitu juga pernyataan kegiatan dan kebutuhan rata-rata 75

dan 74 dengan kategori baik. Persentase respon siswa dapat dilihat pada

Gambar 4.4

Persentase Respon Siswa


64 64 75 74 80
100%

80%

60%

40%

20%

0%
Ketertarikan Keinginan Kegiatan Kebutuhan Perasaan
Senang
68

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Respon Angket Siswa

Berdasarkan Gambar 4.4 di atas, menunjukkan bahwa aspek perasaan

senang lebih tinggi dengan rata-rata 80 dari aspek kebutuhan 74, dan aspek

kegiatan 67, keinginan 65, ketertarikan 63. Penerapan model pembelajaran

Learning Cycle 5E ini membuat respon angket siswa terhadap materi sistem

pencernaan yang akan dipelajari meningkat, siswa lebih tertarik dan

semangat, belajar dan baik untuk diterapkan sehingga siswa ikut aktif dalam

proses pembelajaran.

B. Pembahasan

Model pembelajaran Learning Cycle 5E suatu pembelajaran yang

membantu guru memberikan atau menanamkan pelajaran dan mendorong siswa

untuk melatih kemampuan berpikir kritis serta memperkuat daya nalar siswa

dalam belajar. Proses belajar mengajar siswa merupakan subjek pembelajaran,

bukan objek pembelajaran, oleh sebab itu siswa yang lebih banyak berperan aktif

dalam pembelajaran dari guru, guru sebagai fasilitator yang membimbing siswa

dalam proses pembelajaran. Pemahaman siswa terhadap materi sistem pencernaan

maka penulis mengadakan tes, tes ini diadakan dalam empat tahap pretest dan

posttest pertemuan pertama, dan pretest, posttest pertemuan kedua adalah tes yang

diberikan sebelum dan sesudah belajar mengajar. Tes ini bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana materi dapat dikuasai oleh siswa, posttest adalah tes

yang diberikan setelah dilaksanakan proses pembelajaran. Tes tersebut bertujuan

untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis siswa.


69

Berdasarkan analisis data yang diperoleh melalui pretest dan posttest dari

kedua pertemuan memiliki rata-rata yang tidak jauh berbeda. Pada pertemuan

pertama rata-rata pretest yaitu 50,52 dengan kategori rendah dan rata-rata posttest

yaitu 90,30 dengan kategori tinggi, sedangkan pertemuan kedua nilai rata-rata

pretest yaitu 64,73 dengan kategori rendah dan nilai rata-rata posttest yaitu 91,91

dengan kategori tinggi.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari hasil pretest

yang diberikan sebelum dilakukan pembelajaran dan posttest yang diberikan pada

akhir pertemuan. Tes berbentuk essay yang berjumlah 8 untuk pertemuan pertama

dan 8 soal untuk pertemuan kedua yang setiap soal mempunyai bobot skor yang

sama. Kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dengan

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi bioteknologi di

SMPN 1 Tanasitolo. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pada

penerapan model Learning Cycle 5E terhadap kemampuan berpikir kritis siswa

pada materi bioteknologi di SMPN 1 Tanasitolo.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dapat dilihat

dari hasil pretest dan posttest siswa yang menyelesaikan soal yang diberikan

dengan baik. Kemampuan berpikir kritis menjadi kemampuan yang sangat

diperlukan agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-

tantangan dalam kehidupan yang selalu berkembang. Penguasaan kemampuan

berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga

sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi berbagai

permasalahan masa mendatang dilingkungannya (Fachrurazi, 2011).


70

Angket siswa diberikan pada akhir pertemuan yaitu setelah posttest,

pengisian respon angket siswa bertujuan untuk mengetahui aspek ketertarikan,

keinginan, kegiatan dan kebutuhan serta perasaan senang dan pendapat siswa

mengenai penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi

bioteknologi. Berdasarkan angket yang dibagikan kepada siswa terhadap

penerapan model pembelajaran pada materi bioteknologi dapat diketahui tangapan

siswa yang sangat baik terhadap model pembelajaran yang diterapkan. Dan

pernyataan aspek perasaan senang rata-rata 80 dengan kategori sangat baik,

sedangkan aspek ketertarikan, keinginan dan kebutuhan dengan kategori baik.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dapat dilihat

dari hasil pretest dan posttest siswa. Berdasarkan angket yang dibagikan kepada

siswa terhadap penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi

bioteknologi dapat diketahui tangapan siswa yang sangat baik terhadap model

pembelajaran yang diterapkan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir

kritis meningkat dan angket siswa juga mengalami peningkatan dengan penerapan

model pembelajaran Learning Cycle 5E.

Sehubungan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh, Irhamna

penerapan merupakan bentuk hubungan sebab akibat antar variabel. Model

pembelajaran Learning Cycle 5E adalah suatu model pembelajaran yang berpusat

pada siswa (student centered). Model pembelajaran Learning Cycle 5E

merupakan proses kognitif yang aktif, dimana peserta didik melewati berbagai

pengalaman pendidikan eksploratif yang memungkinkannya untuk menggali

pengetahuan. Model Learning Cycle 5E membantu peserta didik memahami ide-


71

ide ilmiah, meningkatkan penalaran ilmiah mereka, dan meningkatkan

keterlibatan mereka dalam kelas sains (Dwi Putri Rejeki, 2015). Agar mengetahui

bagaimana tingkat kemampuan berpikir kritis pada seseorang, Ennis (dalam

Suwarma) menyebutkan indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan

dari aktivitas siswa, yaitu mencari pertanyaan yang jelas dari setiap pertanyaan,

mencari alasan, berusaha mencari informasi yang baik, memakai sumber yang

memiliki kreabilitas dan menyebutkannya. Memperhatikan situasi dan kondisi

secara keseluruhan, berusaha relevan, mengingatkan kepentingan yang asli dan

mendasar, mencari alternatif, bersikap dan berpikir terbuka, mengambil posisi

ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu, mencari penjelasan

sebanyak mungkin apabila memungkinkan, bersikap secara sistematis dan teratur

dengan bagian-bagian dan keseluruhan masalah (Dina Suwarma, 2013).

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nurfa dkk (2012) dalam

Adelia Damayanti (2018), menyatakan bahwa dari hasil angket tanggapan model

pembelajaran Learning Cycle 5E terungkap bahwa siswa lebih tertarik mengikuti

pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 5E

dikarenakan mereka bisa lebih aktif, kreatif, dan mandiri. Selain itu mereka

berpendapat bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 5E

mereka bisa mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang materi yang

dipelajari serta dapat mengetahui proses-proses yang bersifat abstrak, sehingga

pembelajaran tidak membosankan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penerapan model

pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi bioteknolgi di SMPN 1 Tanasitolo

dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi sistem

pencernaaan dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E

2. Respon siswa terhadap pengunaan model pembelajaran Learning Cycle 5E

mendapatkan respon positif dengan persentase setiap aspek berbeda persentase

yang tinggi yaitu aspek perasaan senang 80% dengan kategori sangat baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka

penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Guru perlu memanfaatkan model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam

pembelajaran ipa untuk membantu siswa dalam memahami konsep pelajaran

yang bersifat abstrak, sehingga siswa lebih fokus terhadap proses belajar.

2. Sekolah perlu meningkatkan kemampuan guru dalam penerapan model

pembelajaran Learning Cycle 5E agar motivasi siswa dapat muncul dan

berkembang dengan baik dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat

72
73

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan respon siswa terhadap

model pembelajaran Learning Cycle 5E.

3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian

lebih lanjut terhadap model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi IPA

lainya, sebagai bahan perbandingan dengan hasil penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono, 2007. “Pengantar Evaluasi Pendidikan” PT Raja Gravindo


Persada: Jakarta.

Aryani Novianti. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle Terhadap


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”. Jurnal Edusains. Volume VI (1).

Damayanti, A. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle. Journal of


Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dina Suwarma Mayadiana. 2013. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika.


Jakarta: Cakrawala Maha Karya

Dwi Putri Rejeki. 2015. “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E


Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Dan Sikap Peserta Didik SMAN 1 Krueng Barona Jaya”. Jurnal
Pendidikan Sains Indonesia,3(1).

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Berpikir


Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Edisi
Khusus,1(2).

Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Terjemahan Benyamin


Hadinata. Jakarta:

Erlangga.Furqany, R., Muchlis, E. E., & Hanifah. (2017). Jurnal Penelitian


Pembelajaran Matematika Sekolah (JP2MS), Vol. 1, No. 2, Desember
2017 eISSN 2581-253X. Jp2Ms, 1(2), 122–126.

Irhamna. 2017. “Penerapan Model Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Fluida Statis Kelas VIII”.
Jurnal Fisika Flux, 14(1).

Muh Nasir, dkk. 2015. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran model Learning


Cycle 5E untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa,
eJoernal Pendidikan IPA, 1 (2).

Nadhirah, O. V., & Fitria, Y. (2020). Pengaruh Model Problem Based Learning
terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Journal of
Basic Education Studies, 3(2), 368–379.

74
75

Fallis, A. (2013). Ilmu Pengetahuan Alam. In Journal of Chemical Information


and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1997) Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rifatul Amaliyah. 2016.”Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E


Berbantuan Peta Konsep Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan
Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Laboraturium UM”. Jurnal.Semnas
Pend. IPA Pascasarjana UM,1(2) ISBN.

Samsudin, A. (2009). Berpikir Kritis.


http://pendidikansains.blogspot.com/2009/12/berpikir-kritis.html. Diakses
25 Desember 2022.

Septy Yustyan. 2015. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dengan


Pembelajaran Berbasis Scientific Approach Siswa Kelas X Sma Panjura
Malang”. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia, 1(2).

Sry Hastuty. 2009. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah”. Jurnal Penelitian Berbasis
Pembelajaran Fisika, 1(2).

Sugiyono,2007, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sukardi, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya,


Jakarta: Bumi Aksara.

Warsono dan Harianto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Assesmen, Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Zubaidah, S. (2010). Berfikir Kritis : Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Yang


dapat Dikembangkan Melalui Pembelajaran Sains. Seminar Nasional Sains
2010 Dengan Tema “Optimalisasi Sains Untuk Memberdayakan
Manusia,” January 2010, 11.

Anda mungkin juga menyukai