Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR IPA MELALUI


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA
SISWA KELAS IX A SMP ZAINUDDIN TAHUN 2017/ 2018

OLEH

ISLACHIYAH

NIM. 18050209710172

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PENJAMINAN MUTU

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran IPA adalah salah satu ilmu dasar yang dipelajari dalam pendidikan
berorientasi IPTEK. Sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang ada, pembelajaran IPA
mempunyai tujuan-tujuan mendasar dalam menanamkan dan mengembangkan konsep-konsep
dasar IPA. Keberhasilan pendidikan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk guru.
Guru yang profesional akan selalu berupaya untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi yang diajarkan. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam upaya
meningkatkan proses belajar, guru harus berupaya menciptakan strategi yang cocok, sebab
dalam proses belajar mengajar yang bermakna, keterlibatan siswa sangatlah penting, hal ini
sesuai dengan pendapat Bruner yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar
di kelas.

Guru terbiasa dengan model demonstrasi saat melakukan praktikum, untuk mengatasi
tersebut, Penelitian Tindakan Kelas merupakan sarana termudah untuk meneliti,
menyempurnakan, meningkatkan, dan mengevaluasi pengelolaan pembelajaran. Model
pembelajaran konstruktivistik dimaksudkan menjadikan kebiasaan guru yang bersifat otoriter
menjadi fasilitator. Yang terjadi pada pembelajaran IPA kelas IX A SMP Zainuddin memberikan
hasil aktivitas yang lebih rendah dari kelas IX lainnya. Selama pembelajaran berlangsung, hanya
sebagian kecil siswa yang melakukan interaksi (komunikasi) dengan teman maupun dengan
guru. Ketika guru memberikan pertanyaan atau soal, hanya sebagian siswa saja yang mampu
mengikuti. Setelah dilakukan tes akhir (post tes), hanya sebagian kecil siswa yang mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kompetensi dasar terkait.

Berdasarkan observasi diketahui bahwa faktor penyebab kurangnya kompetensi siswa


dalam pembelajaran IPA adalah metode pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada
guru, siswa tidak diarahkan untuk berfikir kreatif dan menguasai konsep berdasarkan hasil
praktikum. Oleh sebab itu salah satu model pembelajaran IPA yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kompetensi siswa adalah model pembelajaran penemuan (Discovery Learning)
yang akan membuat pembelajaran lebih bermakna karena akan mengubah kondisi belajar yang
semula teacher center ke student center.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Apakah model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas siswa pada
pembelajaran IPA?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran IPA
melalui model pembelajaran Discovery Learning.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Mendapatkan pengetahuan tentang aktivitas belajar dan hasil belajar IPA melalui
model pembelajaran Discovery Learning pada kelas IX A SMP Zainuddin

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

1) Siswa sebagai subyek belajar dapat belajar secara aktif, kreatif, dan
menyenangkan,

2) Siswa mampu mencapai KKM, tuntas secara klasikal.

b. Manfaat bagi peneliti

1) Guru memiliki pengalaman dalam mengungkap masalah dan upaya mengatasi


masalah yang terjadi dalam pembelajaran secara efektif,

2) Guru mampu menerapkan suatu metode dengan media inovatif guna


meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.

3). Guru menambah pengetahuan agar dapat memilih model yang tepat sesuai
dengan karakteristik materi pelajaran yang disampaikan
BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam wikipedia (2018), Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Salah satu pengertian pembelajararan dikemukakan oleh Gagne (1977) yaitu pembelajaran
adalah seperangkat peristiwa -peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung beberapa
proses belajar yang bersifat internal. Lebih lanjut, Gagne (1985) mengemukakan teorinya lebih
lengkap dengan mengatakan bahwa pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar,
situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan
mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Dalam konteks pendidikan,
guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai
sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap
(aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik.

1. Beberapa teori belajar

Dalam Dewi (2013), Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.

Teori Behavioristik merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Teori
Pengkondisian Klasik menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha dari organisme
untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan sustu
respon. Teori Gestalt lebih menekankan belajar adalah kecenderungan mempersepsikan apa
yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. Inti dari Teori Skinner adalah
dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan
terjadi . Teori Gane menyatakan bahwa belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan
proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Teori
Pemerosesan Informasi menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi
dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Metakognisi adalah suatu kemampuan
individu diluar kepalanya dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan
proses kognitif yang dilakukan. Sedangkan Sibernetik mengatakan bahwa belajar adalah
pengolahan informasi. Jadi masing-masing teori menjelaskan belajar dan pembelajaran dalam
pengertian yang berbeda-beda.

Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk
mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah
hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa
belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan
mudah, karena belajar bersifat kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah
belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas
tersebut berasal dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang
dilakukan siswa. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas
baru. Juga dikemukakan bahwa belajar merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan, perkembangan tingkah laku merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar.
Berdasarkan pandangan ini Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa
belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama
satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu
berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui dengan jalan membandingkan
tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh setelah belajar. Perubahan
tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas jenis kerja atau perubahan sikap, minat
atau nilai. Perubahan itu harus dapat bertahan selama periode waktu dan dapat dibedakan
dengan perubahan karena pertumbuhan, missalnya perubahan tinggi badan atau
perkembangan otot dan lain-lain.

a. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura dengan konsep dasar pemodelan (
modeling )
Ada 4 (empat) fase yakni fase atensi, fase retensi, fase produksi, fase motivasi ( Wartono ,
2004:SN-36:3)

b. Teori Belajar Konstruktivis

Menurut Teori Kontruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun sendiri dalam benaknya. Guru dapat memberikan
kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan dan
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Teori yang terkait dengan
pembelajaran kontruktivis antara lain : Teori Piaget, Teori Vygotsky, Teori Bruner (
Wartono, 2004 : SN-36:9).

2. model pembelajaran Discovery Learning

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.

Dalam Ikhsanuddin (2013), Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan
inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery
Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya
tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang
diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada
inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh
pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu
melalui proses penelitian.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan
mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar
perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini
dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat
melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang
mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam
proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses
belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai
dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk
memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami)
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dalam mengaplikasikan metode Discovery
Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi
seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan
bahan serta membuat kesimpulan.

Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran.

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning di kelas,ada


beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum
antara lain sebagai berikut :

1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda
tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Permasalahan
yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis,
yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan


yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar
mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3) Data Collection (Pengumpulan Data)


Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai


informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah
siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4) Data Processing (Pengolahan Data)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing
disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep
dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5) Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan
siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan
pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.

3. Karakteristik siswa

Keberhasilan proses belajar mengajar antara lain dipengaruhi oleh kesesuaian antara materi
pelajaran dan tingkat berfikir siswa.

Dalam Wedan (2016), Berdasarkan pendapat Piaget tentang teori perkembangan kognitif,
maka peserta didik usia SMP masuk pada kelompok tahap operasional formal (mulai 11
tahun dan seterusnya) dimana pada tahap ini peserta didik sudah mampu berpikir abstrak,
yaitu berpikir mengenai ide dan memikirkan beberapa alternative pemecahan masalah
remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses
informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri (Haryanto,
Suyono, 2014). Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan
memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri.
Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan
kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.

4. Kriteria Aktivitas Belajar Siswa

Dalam Pradanawan Abdul Gani (2014), Indikator keaktifan siswa yang akan diamati dalam
penelitian ini dikembangkan dan dimodifikasi dari Dierich dalam Hamalik (2012:172)
meliputi: (1) kegiatan-kegiatan visual; (2) kegiatan-kegiatan lisan; (3) kegiatan-kegiatan
mendengarkan; (4) kegiatan-kegiatan menulis; (5) kegiatan-kegiatan metrik; (6)
kegiatankegiatan mental; (7) kegiatan-kegiatan emosional. Cara menghitung persentase
keaktifan siswa berdasarkan lembar pengamatan untuk setiap pertemuan yaitu: persentase
= (Skor yang diperoleh)/(Skor maksimal) × 100% Kriteria persentase aktivitas siswa
diklasifikasikan sebagai berikut: (1) 0% - 24,99% = Keaktifan siswa rendah; (2) 25% -
49,99% = Keaktifan siswa sedang; (3) 50% - 74,99% = Keaktifan siswa tinggi; (4) 75% -
100% = Keaktifan siswa sangat tinggi(Yonny 2010:175).

5. Siklus PTK
Dalam Riyanto (2017), Secara umum, penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri atas beberapa
siklus atau pengulangan dari siklus. Setiap setiap siklus terdiri dari empat langkah, yaitu:
(1) perencanaan; (2) pelaksanaan, (3) pengamatan/observasi; dan (4) refleksi. Keempat
tahapan tersebut merupakan unsur yang membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran
kegiatan beruntun. Sehingga bentuk penelitian tindakan kelas tidak pernah merupakan
kegiatan tunggal, tetapi berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke bentuk asal, yaitu
siklus.

Alur model penelitian tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut.

6. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan sudah disampaiakan oleh UMI HANIIN, S.Pd, dengan judul
“Peningkatan Aktivitas Belajar Ipa Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning
Dengan Media Lingkungan Pada Siswa Kelas VII F Smp Negeri 3 Batang Tahun 2013/
2014”

7. Kerangka berpikir
8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan, maka dirumuskan
hipotesis tindakan penelitian yaitu “Melalui model pembelajaran Discovery Learning dapat
meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran IPA di kelas IX A SMP Zainuddin”
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian : SMP Zainuddin

2. Waktu Penelitian : bulan Nopember 2018

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas IX A SMP Zainuddin

C. Data dan Sumber Data

Data penelitian ini terdiri atas :

1. Data aktivitas siswa

2. Data hasil belajar siswa

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik pengumpulan data aktivitas siswa melalui observasi proses belajar siswa.

2. Teknik pengumpulan hasil belajar siswa melalui tes akhir pelajaran berupa tes tertulis
dengan soal essay sejumlah 5 butir soal.

E. Validitas Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu data kuantitatif bentuknya tes
ulangan tertulis dengan soal essay dan data kualitatif bentuknya non tes yang diperoleh dari
pengamatan.

F. Teknik Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif dan data kualitatif.
Analisis data kuantitatif dengan membandingkan ulangan tiap siklus. Analisis data kualitatif
dengan membandingkan aktivitas belajar siswa tiap siklus.
G. Indikator Kinerja

Indikator kinerja dalam penelitian ini diharapkan pada akhir siklus II terjadi peningkatan
hasil belajar dan keaktifan siswa.

H. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang
terdiri dari 2 siklus dan refleksi di tiap siklusnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Lestari.2013. TEORI-TEORI BELAJAR Dan PEMBELAJARAN (online).. http://biologi-


lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html. Diakses 27
september 2018

Gani, Pradanawan Abdul.2014. Keefektifan Pendekatan Savi Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Seni
Musik (online). conference.unsyiah.ac.idSN-MIPA3paperdownload835111. Diakses 28 September
2018

Haniin, Umi.2013. Peningkatan Aktivitas Belajar Ipa Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning
Dengan Media Lingkungan Pada Siswa Kelas VII F Smp Negeri 3 Batang Tahun 2013/ 2014
(online).https://anzdoc.com/.../proposal-penelitian-tindakan-kelas151688229815081.html. diakses 28
September 2018

Ikhsanuddin, Eka.2013.Pembelajaran Model Discovery Learning


(online).https://www.ekaikhsanudin.net/2014/12/pembelajaran-model-discovery-
learning.html. diakses 27 September 2018

Riyanto, Agus.2017. Mengenal Tahapan Siklus Penelitian Tindakan Kelas PTK (online).
https://www.amongguru.com/mengenal-tahapan-siklus-penelitian-tindakan-kelas-ptk/.
Diakses 27 september 2018

Wedan, Mas.2016. Perkembangan Psikologi, Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah (SMP)
(online). https://silabus.org/perkembangan-psikologi/. Diakses 27 september 2018

Wikipedia.2018. Pembelajaran (online).https://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran. Diakses 27


september 2018

Anda mungkin juga menyukai