MODUL 1
PEMBELAJARAN IPA DAN KONSEP IPBA
Kegiatan Belajar 2:
Inkuiri dalam Pembelajaran IPA, Manajamen Lab. IPA, dan PTK
Penulis:
Agus Fany Chandra Wijaya
i
DAFTAR ISI
i
Kegiatan Belajar 2: Inkuiri dalam Pembelajaran IPA, Manajamen Lab. IPA, dan PTK
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Modul Hybrid Learning Pembelajaran IPA dan Konsep IPBA ini merupakan buku modul
PPG dalam jabatan yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka membekali guru dengan
kompetensi professional yang berorientasi pada implementasi Kurikulum 2013. Buku ini
dirancang untuk memperkuat kompetensi guru dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap secara utuh. Proses pencapaiannya dirancang melalui pembelajaran hybrid dengan
didukung berbagai jenis media terkait yang menunjang sebagai suatu kesatuan yang saling
mendukung pencapaian kompetensi tersebut. Sebagai transisi menuju ke pendidikan
menengah, pemisahan mata pelajaran masih belum dilakukan sepenuhnya bagi peserta
didik SMP/ MTs. Materi-materi dari bidang-bidang ilmu Fisika, Kimia, Biologi, serta Ilmu
Bumi dan Antariksa masih perlu disajikan sebagai suatu kesatuan dalam mata pelajaran IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan yang utuh bagi
peserta didik SMP/MTs tentang prinsip-prinsip dasar yang mengatur alam semesta beserta
segenap isinya.
Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum
2013, peserta didik diberanikan untuk mencari sumber belajar lain yang tersedia dan
terbentang luas di sekitarnya. Peran peserta didik sangat penting untuk meningkatkan dan
menyesuaikan daya serap mereka dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini. Peserta didik
dapat memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan
relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
2. Relevansi
Buku Modul IPA ini disusun dengan pemikiran di atas. Bidang ilmu Fisika, Kimia, dan
ii
Biologi dipakai sebagai landasan (platform) pembahasan bidang ilmu kebumian dan
keantariksaan yang akan disajikan. Makhluk hidup digunakan sebagai objek untuk
menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang mengatur alam seperti objek alam dan interaksinya,
energi dan keseimbangannya, dan lain-lain. Melalui pembahasan menggunakan bermacam
bidang ilmu dalam rumpun ilmu pengetahuan alam, pemahaman utuh tentang alam yang
dihuninya beserta benda-benda alam yang dijumpai di sekitarnya dapat dikuasai oleh guru
IPA SMP/MTs untuk diajarkan kepada para siswanya.
Sebagai salah satu rumpun ilmu yang berperan penting dalam mempersiapkan dan
membekali siswa sebagai insan yang akan hidup di era abad 21, maka penyusunan modul ini
juga berkaitan erat dengan pengembangan kemampuan-kemampuan abad 21. Selain itu
pula, proses mengukur kemajuan pendidikan suatu negara serta pemahaman peserta didik
suatu negara terhadap IPA dibandingkan secara rutin sebagaimana dilakukan melalui
TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program
for International Student Assessment). Melalui penilaian internasional seperti ini kita dapat
mengetahui kualitas pembelajaran IPA dibandingkan dengan negara lain. Materi IPA pada
Kurikulum 2013 ini telah disesuaikan dengan tuntutan penguasaan materi IPA relevan
dengan TIMSS dan PISA.
3. Petunjuk Belajar
Sebelum Anda menggunakan modul ini, Anda perlu membaca bagian petunjuk ini. Mengapa
diperlukan? Ibarat Anda sedang berlibur di tempat wisata, Anda tentunya ingin
memanfaatkan fasilitas yang ada di tempat wisata tersebut bukan? Tentunya, agar tujuan
tersebut tercapai Anda akan membaca peta di mana fasilitas itu berada. Begitu juga dengan
modul ini. Jika Anda ingin memperoleh manfaat yang maksimal dari modul ini tentu
merupakan tindakan yang bijak jika Anda benar-benar memerhatikan dan memahami bagian
petunjuk penggunaan modul ini. Selamat mempelajari!
Fitur mari kita cari tahu ini berisi tugas atau permasalahan yang perlu untuk dicari jawabannya
atau untuk mencari pengetahuan tambahan terkait materi yang dipelajari. Fitur mari kita diskusikan
ini berisi suatu masalah yang berkaitan dengan konsep yang perlu untuk dipecahkan melalui
kelompok. Fitur ini dapat melatih Anda dalam mengungkapkan pendapat atau berkomunikasi dan
memecahkan masalah. Fitur rangkuman ini berisi ringkasan materi dari bab yang telah dipelajari.
iii
Anda dapat mereview keseluruhan materi yang telah dipelajari melalui fitur ini. Fitur tes formatif
ini berisi soal-soal untuk mengevaluasi pemahaman dan penerapan konsep dalam satu bab yang telah
dipelajari.
iv
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
1
3. Uraian Materi
a. Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bagian dari struktur keilmuan (sains) berkaitan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan (prosedur). Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Prinsip dasar dan
utama proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan bermakna tentang alam sekitar.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan
perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya
yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena
alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah
mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis,
universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah
alam dan segala isinya. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang
sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen”.
Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat
unsur utama yaitu:
1. sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab
akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang
benar; IPA bersifat open ended;
2. proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan
penarikan kesimpulan;
3. produk: berupa fakta, prinsip, prosedur, dan konsep;
4. aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
2
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul,
sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena
alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja
dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah peserta
didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan
ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai
proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.
Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya
kompetensi inti dan kompetensi dasar. Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya
menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual. Peserta didik
hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Peserta didik tidak dibiasakan
untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak
peserta didik yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri. Cara berpikir yang
dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan
yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar,
dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak.
Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam berbagai bidang
kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu,
diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA dan
teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam
kenyataan, memang tidak banyak peserta didik yang menyukai bidang kajian IPA, karena
dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik, atau karena mereka tak berminat
menjadi ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar pembelajaran
IPA di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien, dan efektif.
Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai peserta didik yang dituangkan dalam
empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan
oleh sekolah, disesuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta lingkungan belajar yang
ada di sekolah. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih aktif, kreatif, dan melakukan inovasi
dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi kurikulum. Melalui pembelajaran IPA terpadu,
diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja
sama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
3
1) Karakteristik Bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan
data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang
sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan
untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati,
dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap
ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan
pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”,
“mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-
cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal
dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari
IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang
meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis,
melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuKIan hukum umum yang sederhana
yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen.
Ayo Amati
Disajikan beberapa komponen elektronika dan alat ukurnya seperti yang disajikan pada Gambar 2.1.
berikut ini:
4
Gambar 2.1. Komponen Elektronika
Tersedia beberapa komponen Elektronika berupa baterai 1,5 V, beberapa lampu pijar dengan nilai
hambatan dalam masing-masing 10 ohm, 20 ohm, dan 30 ohm, serta sebuah amperemeter.
Diskusikan
Strategi apakah yang dapat dilakukan agar mendapatkan nyala lampu paling terang, jika komponen-
komponen elektronika tersebut tersusun dalam rangkaian tertutup? (dengan ketentuan setiap menyusun
satu rangkaian tertutup hanya diperbolehkan memasang satu buah lampu saja namun dapat merangkai
lebih dari satu baterai)
1. Rangkailah sebuah rangkaian tertutup sederhana yang terdiri dari baterai, lampu dan
amperementer seperti rangkaian berikut ini:
4. Rancanglah rangkaian percobaan yang menurut anda dapat menghasilkan nyala lampu yang
berbeda dengan tanpa mengganti bola lampu pada rangkaian tertutup sederhana Gambar 2.2.
tersebut.
5
5. Buat rancangan rangkaian percobaan lain untuk tujuan yang sama (menghasilkan nyala lampu
yang berbeda) namun kali ini tanpa mengganti jumlah baterai yang dipasang dalam rangkaian.
6. Bandingkan kedua rancangan pada kegiatan 4 dan 5 tadi, besaran apa yang terukur saat besaran
lainnya berubah? (variable terikat)
7. Identifikasi pula besaran apa yang tidak diubah (variable control) serta besaran mana yang
diubah-ubah nilainya (variable bebas) pada masing-masing kegiatan 4 dan 5?
8. Buatlah kalimat dengan menggunakan pola aturan “Jika…. Maka ….” untuk menggambarkan
hubungan variable terikat dan variable bebas pada hasil kegiatan 4.
9. Buatlah kalimat dengan menggunakan pola aturan “Jika…. Maka ….” untuk menggambarkan
hubungan variable terikat dan variable bebas pada hasil kegiatan 5.
10. Jika pola aturan yang didapatkan pada kegiatan 8 dan 9 digabungkan, konsep persamaan seperti
apakah yang dibangun?
Simpulkan
Jika Jawaban untuk pertanyaan yang tercantum pada kegiatan 2 disebut sebagai Pengetahuan Faktual,
kemudian rancangan variasi kombinasi besaran yang disusun pada kegiatan 4 dan 5 adalah Pengetahuan
Prosedural, serta kalimat pola aturan yang disusun pada kegiatan 8 dan 9 merupakan Pengetahuan
Prinsip, sedangkan persaman yang dibangun pada kegiatan 10 tidak lain adalah Pengetahuan
Konseptual, apakah ciri atau karakteristik yang dimiliki masing-masing jenis pengetahuan tersebut?
1. Susunlah sebuah kalimat definisi untuk masing-masing jenis pengetahuan tersebut berdasarkan
hasil diskusi tersebut.
2. Pilihlah sebuah konsep yang menurut anda dapat ditelaah lebih jauh jenis pengetahuannya seperti
aktivitas yang telah dilakukan tadi. (coba pilih konsep Biologi atau Kimia untuk menegaskan
bahwa jenis-jenis pengetahuan ini tidak hanya berlaku untuk konsep-konsep yang berkaitan
dengan konsep matematis saja)
Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan
teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan
pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan
6
“berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses
penyelidikan atau “enquiry KIills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan
pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan
peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan,
tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa
ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap
lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.
7
yang disajikan terpisah-pisah dalam energi dan perubahannya, makhluk hidup dan proses
kehidupan, materi dan sifatnya, dan bumi-alam semesta memungkinkan adanya tumpang
tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta
membosankan bagi peserta didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat
dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efisien dan efektif. Keterpaduan bidang kajian dapat
mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi karena adanya tuntutan untuk
memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lain. Guru dituntut memiliki
kecermatan, kemampuan analitik, dan kemampuan kategorik agar dapat memahami
keterkaitan atau kesamaan materi maupun metodologi.
8
Walaupun kompetensi inti dan kompetensi dasar IPA dikembangkan dalam bidang kajian,
pada tingkat pelaksanaan, guru memiliki keleluasaan dalam membelajarkan peserta didiknya
untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh yang akan dikembangkan dalam
model ini adalah guru dapat mengidentifikasi kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu tema dan disajikan dalam kegiatan
pembelajaran yang terpadu. Yang perlu dicatat ialah pemaduan kegiatan dalam bentuk tema
sebaiknya dilakukan pada jenjang kelas yang sama dan masih dalam lingkup IPA .
Kekuatan/manfaat yang dapat dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu antara lain
sebagai berikut.
(1) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena
ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan
Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih
materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
(2) Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antarkonsep Energi dan
perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan proses kehidupan.
(3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan
pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi
pembelajaran.
(4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan
kepemilikan kompetensi IPA.
(5) Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
(6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani
antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait,
sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan
memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.
(7) Akan terjadi peningkatan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan
peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber;
sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks
yang lebih bermakna.
9
Di samping kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu, model pembelajaran IPA Terpadu juga
memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada model pembelajaran yang
cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan
konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA memiliki
beberapa kelemahan sebagai berikut ini.
(1) Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani
mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk
terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang
akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak
terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran
terpadu dalam IPA akan sulit terwujud.
(2) Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta
didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan
pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-
hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali).
Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini
sangat sulit dilaksanakan.
(3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan
bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi,
mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan
mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka
penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
(4) Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target
penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan
materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
(5) Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik
dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru
10
selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian
dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan
guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
(6) Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan
mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain.
Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru
berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut
sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu
sendiri.
Salah satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa bidang kajian adalah
menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan peserta didik mendapat pengalaman belajar
yang dapat menghubungkaitkan konsep-konsep dari berbagai bidang kajian. Pengertian terpadu di
sini mengandung makna menghubungkan IPA dengan berbagai bidang kajian (Carin 1997;236).
Lintas bidang kajian dalam IPA adalah mengkoordinasikan berbagai disiplin ilmu seperti
makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, geologi, dan
astronomi. Sebenarnya IPA dapat juga dipadukan dengan bidang kajian lain di luar bidang
kajian IPA dan hal ini lebih sesuai untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Mengingat
pembahasan materi IPA pada tingkat lebih tinggi semakin luas dan mendalam, maka pada jenjang
pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA, akan lebih baik bila keterpaduan dibatasi pada bidang
kajian yang termasuk bidang kajian IPA saja. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu banyak guru
yang terlibat, yang akan membuka peluang timbulnya kesulitan dalam pembelajaran dan
penilaian, mengingat semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin dalam dan luas pula
pemahaman konsep yang harus diserap oleh peserta didik.
Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan TEMA, karena penentuan tema akan membantu
peserta didik dalam beberapa aspek yaitu:
11
(a) peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih bertanggung jawab,
berdisiplin, dan mandiri;
(b) peserta didik menjadi lebih percaya diri dan termotivas dalam belajar bila mereka berhasil
menerapkan apa yang telah dipelajarinya;
(c) peserta didik lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka ‘mendengar’,
‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan ‘melakukan’ kegiatan menyelidiki masalah yang
sedang dipelajarinya;
(d) memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik;
(e) belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat secara aktif melalui tugas proyek,
kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan dunia nyata.
Oleh karena itu, jika guru hendak melakukan pembelajaran terpadu dalam IPA, sebaiknya
memilih tema yang menghubungkaitkan antara IPA–lingkungan- teknologi-masyarakat. Berikut
ini diberikan contoh pembelajaran IPA Terpadu dengan tema yang bernuansa IPA-lingkungan-
teknologi-masyarakat.
Contoh 1:
Contoh 2:
12
Gambar 2.4 Jaringan Tema Energi
Contoh 3:
Perencanaan
Secara konseptual yang dimaksud terpadu pada pengembangan pembelajaran IPA dapat berupa
contoh, aplikasi, pemahaman, analisis, dan evaluasi dalam mata pelajaran IPA. Konsep-konsep
13
yang dapat dipadukan pada semester yang berlainan pembelajarannya dapat dilaksanakan pada
semester yang sama (tertentu) dengan tidak meninggalkan kompetensi inti dan kompetensi dasar
pada semester lainnya. Keberhasilan pembelajaran terpadu akan lebih optimal jika perencanaan
mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan).
Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah tercantum dalam
Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA.
Ada berbagai model dalam mengembangkan pembelajaran IPA Terpadu yang dapat dilihat pada
alur penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu berikut ini:
Langkah (1):
Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan. Pada saat menetapkan beberapa bidang kajian
yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan atau rasional yang berkaitan dengan
pencapaian kompetensi inti dan kompetensi dasar oleh peserta didik dan kebermaknaan belajar.
Langkah (2):
14
Langkah berikutnya dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah mempelajari
kompetensi inti dan kompetensi dasar dari bidang kajian yang akan dipadukan dan melakukan
pemetaan pada semua Kompetensi Dasar bidang kajian IPA per kelas yang dapat dipadukan.
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh.
Langkah (3):
Setelah pemetaan Kompetensi Dasar selesai, langkah selanjutnya dilakukan penentuan tema
pemersatu antar-Kompetensi Dasar. Tema yang dipilih harus relevan dengan Kompetensi Dasar
yang telah dipetakan dan dapat dirumuskan dengan melihat isu-isu yang terkini, misalnya
penyakit demam berdarah, HIV/AIDS, dan lainnya, kemudian baru dilihat koneksitasnya dengan
kompetensi dasar dari berbagai bidang kajian IPA. Dengan demikian, dalam satu mata pelajaran
IPA pada satu tingkatan kelas terdapat beberapa topik yang akan dibahas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema pada pembelajaran IPA
Terpadu antara lain meliputi hal-hal berikut.
a) Tema, dalam pembelajaran IPA Terpadu, merupakan perekat antar-Kompetensi Dasar yang
terdapat dalam bidang kajian IPA.
b) Tema yang ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi Dasar yang terdapat
dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan dengan pengalaman pribadi peserta didik,
dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat.
15
c) Dalam menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini, dapat menjadi
prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan antar-Kompetensi Dasar pada
bidang kajian yang telah dipetakan.
Langkah (4):
Membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu. Tujuannya adalah
untuk menunjukkan kaitan antara tema/topik dengan kompetensi dasar yang dapat dipadukan.
Langkah (5):
Setelah membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema pemersatu, maka
Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar
yang nantinya digunakan untuk penyusunan silabus.
Langkah (6):
Menyusun silabus pembelajaran IPA terpadu, dikembangkan dari berbagai indikator bidang
kajian IPA menjadi beberapa kegiatan pembelajaran yang konsep keterpaduan atau keterkaitan
menyatu antara beberapa bidang kajian IPA. Komponen penyusunan silabus terdiri dari
Kompetensi inti IPA, Kompetensi Dasar, Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu,
Penilaian, dan Sumber Belajar.
Langkah (7):
Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan tema yang terpadu, selanjutnya adalah
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada pembelajaran IPA Terpadu, sesuai dengan
Standar Isi, keterpaduan terletak pada strategi pembelajaran. Hal ini disebabkan Kompetensi inti
dan Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi.
16
b. Model Pelaksanaan Pembelajaran (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Model pelaksanaan pembelajaran dalam hal ini adalah menjabarkan silabus menjadi rencana
pelaksanaan pembelajaran terpadu, dikemas dalam kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup/tindak lanjut.
1) Kegiatan Awal/Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal yang harus ditempuh guru dan peserta didik
pada setiap kali pelaksanaan pembelajaran terpadu. Fungsinya terutama untuk menciptakan
suasana awal pembelajaran yang efektif, yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Efisiensi waktu dalam kegiatan awal ini perlu
diperhatikan, karena waktu yang tersedia relatif singkat yaitu antara 5-10 menit. Dengan
waktu yang relatif singkat tersebut, diharapkan guru dapat menciptakan kondisi awal
pembelajaran dengan baik sehingga peserta didik siap mengikuti pembelajaran dengan
seksama.
17
berbeda) maupun tingaktan sekolah dasar dahulu. Konsep-konsep prasyarat yang
dimaksud untuk menunjang konsep pada aktivitas 2.1. diantaranya adalah: tegangan,
kuat arus, rangkaian tertutup, serta prinsip kerja dan pengukuran menggunakan
amperemeter. Konsep-konsep prasyarat ini perlu dipastikan telah peserta didik kuasai
sebelum kegiatan pembelajaran dilanjutkan. Aktivitas memastikan penguasaan
konsep-konsep pra-syarat ini tidak lain adalah kegiatan apersepsi.
2) Kegiatan Inti
a) Kegiatan yang paling awal: Guru memberitahukan tujuan atau kompetensi dasar
yang harus dicapai oleh peserta didik beserta garis besar materi yang akan
disampaikan. Cara yang paling praktis adalah menuliKIannya di papan tulis
dengan penjelasan secara lisan mengenai pentingnya kompetensi tersebut yang
akan dikuasai oleh peserta didik.
b) Alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didik. Guru menyampaikan
kepada peserta didik kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam
mempelajari tema atau topik yang telah ditentukan. Kegiatan belajar hendaknya
lebih mengutamakan aktivitas peserta didik, atau berorientasi pada aktivitas
peserta didik. Guru hanya sebagai fasilitator yng memberikan kemudahan
18
kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk menemukan
sendiri apa yang dipelajarinya. Prinsip belajar sesuai dengan ’konstruktivisme’
hendaknya dilaksanakan dalam pembelajaran terpadu.
Dalam membahas dan menyajikan materi/bahan ajar terpadu harus diarahkan pada suatu
proses perubahan tingkah laku peserta didik, penyajian harus dilakukan secara terpadu
melalui penghubungan konsep di bidang kajian yang satu dengan konsep di bidang kajian
lainnya. Guru harus berupaya untuk menyajikan bahan ajar dengan strategi mengajar yang
bervariasi, yang mendorong peserta didik pada upaya penemuan pengetahuan baru, melalui
pembelajaran yang bersifat klasikal, kelompok, dan perorangan.
Kegiatan akhir dalam pembelajaran terpadu tidak hanya diartikan sebagai kegiatan
untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar peserta
didik dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan
pada proses dan hasil belajar peserta didik. Waktu yang tersedia untuk kegiatan ini
relatif singkat, oleh karena itu guru perlu mengatur dan memanfaatkan waktu
seefisien mungkin. Secara umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam
pembelajaran terpadu di antaranya:
19
c. Penilaian
Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap proses dan
hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian
hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai
dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan
pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang
dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu
dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Penilaian yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan instrumen yang digunakan
terdapat pada lampiran. Model penilaian ini disesuaikan dengan penilaian berbasis kelas
pada Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar. Objek penilaian mencakup penilaian
terhadap proses dan hasil belajar peserta didik.
1) Teknik Penilaian
2) Bentuk Instrumen
Bentuk instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan
penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik.
Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan teknik
penilaian adalah:
(a) Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, uraian, dan unjuk kerja
3) Instrumen
20
Instrumen merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
ketercapaian kompetensi. Apabila penilaian menggunakan tehnik tes tertulis uraian,
tes unjuk kerja dan tugas rumah yang berupa proyek, harus disertai rubrik penilaian.
Jenis penilaian terpadu terdiri atas tes dan bukan tes. Sistem penilaian dengan
menggunakan tes merupakan sistem penilaian konvensional. Sistem ini kurang dapat
menggambarkan kemampuan peserta didik secara menyeluruh, sebab hasil belajar
digambarkan dalam bentuk angka yang gambaran maknanya sangat abstrak. Oleh
karena itu untuk melengkapi gambaran kemajuan belajar secara menyeluruh maka
dilengkapi dengan non-tes, seperti terlihat pada gambar 2.7. berikut ini.
Guru dapat mempraktikkan beberapa teknik penilaian, baik yang termasuk dalam
ranah kognitif, afektik, maupun psikomotor. Tugas berupa laporan baik secara
21
individu maupun kelompok sebaiknya berupa tugas aplikasi, misalnya merupakan
hasil pengamatan di luar kelas. Dapat pula berupa tugas sintesis dan evaluasi,
misalnya tugas pemecahan masalah lingkungan dan usulan cara penanggulangannya.
Melalui penugasan ini maka kemampuan berpikir dan kepekaan peserta didik akan
terasah.
Untuk keperluan pelaporan hasil penilaian guru dapat memberikan bobot bagi setiap
tugas yang diberikan tergantung pada pertimbangan guru sesuai dengan karakteristik
tugas, baik tes maupun nontes. Penilaian untuk pelaporan mengacu pada pedoman
penilaian. Oleh karena keterpaduan pembelajaran IPA meliputi bidang kajian energi
dan perubahannya, materi dan sifatnya, makhluk hidup dan proses kehidupan, maka
dalam pelaporan hasil penilaian tidak menjadi masalah. Ketiganya akan dipadukan
menjadi nilai bidang kajian IPA.
https://www.youtube.com/watch?v=Uit4yJRy0vs
https://www.youtube.com/watch?v=M4ITc77mLSk
https://www.youtube.com/watch?v=KE3Sgw4fiQ4
22
Aktivitas 2.2. Mencoba Memanfaatkan Aplikasi Penilaian Interaktif
Pelajari ketiga jenis aplikasi penilaian ineteraktif yang telah disajikan sebelumnya. Pilihlah
minimal 2 dari ketiga aplikasi tersebut (dapat juga dicoba seluruhya) dan cobakan di kelas
sebagai bagian penilaian formatif.
Diskusikan
1) Berdasarkan pengalaman mencoba tersebut, identifikasi kelebihan dan kekurangan
masing-masing aplikasi tersebut.
2) Manakah menurut anda yang merupakan aplikasi paling mudah dibuat dan dioperasikan
sesuai dengan karakteristik peserta didik dan fasilitas yang dimiliki sekolah?
3) Manakah menurut anda yang merupakan aplikasi paling menarik bagi siswa
dibandingkan aplikasi lainnya, mengapa demikian?
Simpulkan
Coba cermati lebih jauh berdasarkan karakteristik aplikasi dan pengalaman mencoba di
kelas yang telah dilakukan, bagaimanakah karakteristik penilaian yang sesuai untuk
masing-masing aplikasi yang telah dicoba.
Beraktivitas dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan. Alat dan
bahan yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium sains memerlukan perlakuan
23
khusus sesuai sifat dan karakteristik masing-masing. Perlakuan yang salah dalam
membawa, menggunakan dan menyimpan alat dan bahan di laboratorium sains dapat
menyebabkan kerusakan alat dan bahan, terjadinya kecelakaan kerja serta dapat
menimbulkan penyakit. Cara memperlakukan alat dan bahan di laboratorium sains secara
tepat dapat menentukan keberhasilan dan kelancaran kegiatan.
https://www.youtube.com/watch?v=K1TbLIh3UfQ
Pada laboratorium sains yang terdapat di sekolah guru sebagai pengelola maupun sebagai
guru mata pelajaran sains bertanggung jawab atas keselamatan kerja siswa di laboratorium.
Tanggung jawab tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya-upaya preventif untuk mencegah
terjadinya kecelakaan di laboratorium. Upaya-upaya preventif tersebut dapat antara lain
dengan menyediakan:
24
3) Kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakanan (P3K)
Gambar 2.8. Peralatan Pemadam Api, Pengaman Tabung Gas dan Kotak P3K
Selain peralatan tersebut pengelola laboratorium wajib melakukan tindakan preventif yaitu
dengan:
Desain dan penataan ruang yang memenuhi persyaratan keamanan dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
25
Gambar 2.9. Desain Penataan Ruang Laboratorium
1) Terluka,
2) Terbakar
3) Terkena Racun
4) Terkena Zat Korosif
5) Terkena Radiasi
6) Terkena Kejutan Listrik
Kecelakaan dalam laboratorium dapat disebabkan oleh keteledoran manusia, maupun kondisi
alat, sarana, dan prasarana laboratorium yang memang berbahaya jika tidak diperlakukan secara
khusus. Berikut merupakan beberapa contoh bahaya yang perlu diketahui guru IPA sebagai
pengelola dan pengguna Laboratorium:
26
1) Bahaya Listrik Penyebab:
a) I > 80 mA (DC), I > 20 mA 50 Hz (AC)
b) Kulit basah
c) Terkonduksi dengan bumi
Pencegahan:
a) Memastikan casis alat elektronik tidak hidup (mengalami kebocoran listrik) secara
periodik
b) Kapasitor > 10000 uF disimpan dalam keadaan short
c) Memakai alas kaki dari karet
d) Memakai sarung tangan karet
2) Bahaya Radiasi Penyebab:
a) Radiasi meng-ion-kan: tabung sinar
b) X, zat radioaktif.
c) Laser berdaya > 10-2 W/cm2
d) Sinar ultraviolet
Pencegahan:
27
Untuk menghindari terjadinya bahaya biologi perlu dilakukan tindakan-tindakan pencegahan:
Ada beberapa simbol sebagai tanda peringatan dan label harus terpasang pada botol karena sangat penting
untuk untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Contoh simbol seperti ini :
28
Gambar 2.10. Contoh simbol-simbol keselamatan kerja
1) Zat korosif: zat yang dapat merusak zat yang dikenainya, yaitu :
a) Asam : asam nitrat, asam asetat, asam sulfat
b) Basa : NaOH, KOH, larutan amonia dengan air
c) Zat-zat yang menghasilkan zat korosif dengan air: HCl, AlCl2, Br2, fenol, fosfor,
SO2.
2) Zat beracun: zat yang menyebabkan orang menjadi sakit bahkan kematian, contoh: logam
berat, gas CO,H2S, asbes dll.
3) Zat karsinogenik: zat yang berpotensi dapat menyebabkan kanker, Contohnya adalah
jenis amina aromatik, metil yodida, karbon tetraklorida, benzena, hasil reaksi
formaldehida dengan hirdogen klorida yaitu bischloromethyl eter,
Untuk lebih memperluas pengetahuan kita berkenaan dengan jenis-jenis bahan berbahaya yang
harus diperhatikan saat melakukan aktivitas laboratorium, mari kita simak tayangan video
berikut ini:
29
https://www.youtube.com/watch?v=ck_T9ELL0Q8
30
Penempatan bahan kimia pun diusahakan agar aman. Beberapa bahan kimia mudah bereaksi
sehingga dapat membahayakan. Bahan kimia yang mudah bereaksi misalnya asam sulfat
(H2SO4) pekat dan natrium hidroksida (NaOH) pekat yang bereaksi menghasilkan air (H2O) dan
garam sulfat (Na2SO4). Kedua zat tersebut bahkan bereaksi dengan cepat ketika berwujud uap
dan uap garam sulfat membahayakan jika terhirup. Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan dari
beberapa simbol yang umum digunakan pada bahan-bahan kimia di Laboratorium:
https://www.youtube.com/watch?v=n-hjlwA63gk
31
Gambar 2.11. Merupakan petunjuk penempatan bahan kimia menurut Ibnu Susanto.
Selain cara tersebut, kita juga dapat memperhatikan penyimpanan bahan-bahan kimia
berdasarkan kelasnya, seperti yang dijelaskan pada tayangan berikut ini:
32
(Aktivitas Menyimak 2.7.)
https://www.youtube.com/watch?v=OrowQcOhnlw
Sebagai pengingat apa yang telah dipelajari pada bagian bahan kimia ini, mari kita simak
rangkuman kategori bahan-bahan kimia di laboratorium berikut ini:
https://www.youtube.com/watch?v=PuLEcSEoSpc
Pelaksanaan praktikum di tingkat SMP tidak terlepas dari tuntutan Kurikulum. Kurikulum
mensyaratkan beberapa kompetensi dasar dapat dicapai dengan melaksnakan praktikum
misalnya pada materi kemagnetan, kelistrikan, gelombang dan optic, gaya dan energy, perubahan
sifat kimia, pemuaian, sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem peredaran darah. Semua
kegiatan tersebut mengandung resiko kecelakaan apabila tidak dilaksanakan dengan hati-hati.
Pada percobaan untuk menguji perubahan sifat kimia, praktikum pengujian bahan makanan dan
praktikum untuk menguji fotosintesis misalnya, pada praktikum ini menggunakan api sebagai
salah satu bahan yang harus digunakan siswa, apabila tidak hati-hati potensi terjadinya
kebakaran cukup besar. Demikian pula praktikum yang menggunakan alat-alat gelas yang rentan
pecah, maka pecahan gelas tersebut dapat melukai siswa yang tidak hati-hati.
Penggunaan bahan-bahan kimia misalnya alkohol yang digunakan untuk melarutkan klorofil
pada daun pada praktikum fotosintesis dan penggunaan chloroform dalam praktikum
pembedahan juga harus hati-hati. Misalnya alkohol tidak boleh dipanaskan langsung di api
karena dapat meledak sehingga dalam pelaksanaannya alkohol dipanaskan dengan cara direbus
dalam air yang sedang dipanaskan. Untuk chloroform karena sifatnya dapat membius dan mudah
menguap, maka perlu hati-hati dalam menggunakannya.
33
Guru wajib selalu mengingatkan siswa untuk selalu berhati-hati dalam bekerja. Siswa diberi
pengetahuan tentang symbol-symbol tanda bahaya berikut artinya, sisw juga diberi pengetahuan
akan bahan-bahan kimia berbahaya. Siswa setingkat SMP sebaiknya tidak dibiarkan melakukan
praktikum tanpa pengawasan. Guru juga harus menerapkan tata tertib yang ketat ketika
mengajak siswa bekerja di laboratorium. Siswa yang cenderung tidak fokus sebaiknya segera
diperingatkan ketika bekerja di laboratorium, Siswa sudah seharusnya dilatih untuk bertanggung
jawab atas semua alat dan bahan yang digunakan dan dibiasakan untuk selalu menjaga
kebersihan laboratorium. Sisa-sisa bahan praktikum yang dapat membusuk dan menimbulkan
bau tidak sedap harus dibuang diluar laboratorium. Siswa juga dibiasakan untuk menjaga
kebersihan bak pencucian dan tidak menjadikannya sebagai tempat sampah. Selain itu siswa
sebaiknya juga dibiasakan untuk mematikan kran air dan seluruh sumber listrik yang tidak
terpakai ketika meninggalkan laboratorium.
Bila terjadi keadaan darurat maka tindakan yang harus segera dilakukan adalah sebagai berikut :
34
Tindakan pencegahan kecelakaan kerja di Laboratorium telah dibahas, berikut akan kita
simak bersama bagaimana penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di Laboratorium
pada tayangan berikut ini:
https://www.youtube.com/watch?v=r4yPVsYkLIw
Sebagai penutup sub bagian ini, silahkan anda simak pemaparan Pengelolaan
Laboratorium IPA di Sekolah berikut ini:
35
semua itu, kesadaran secara sistematis dan terstruktur dalam mengelola proses
pembelajaran perlu dilakukan dengan tujuan yang jelas dan terarah. Simaklah tayangan
infografis berikut ini untuk mengenal secara umum bagaimana ciri dan prinsip upaya
peningkatan kualitas pembelajaran di kelas melalui proses Penelitian Tindakan Kelas
(PTK):
https://www.youtube.com/watch?v=2jY9ZMKoFq8
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk
meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru
ditujukan untuk meningkatkan kualitas situasi pembelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya dan secara khusus penelitian tindakan ini disebut ’penelitian tindakan kelas’
atau PTK.
Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama
sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas
sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat
situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan)
dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa subyek dalam PTK
termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga kualitas PTK?
Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa melibatkan guru lain
yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator
Anda.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula,
apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda
memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan
situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya
perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua
orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga
perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah
36
diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata?
Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari
waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
1) Masalah belajar siswa di sekolah (termasuk di dalam tema ini, antara lain: masalah
belajar di kelas, kesalahan-kesalahan pembelajaran, miskonsepsi).
2) Desain dan strategi pembelajaran di kelas (termasuk dalam tema ini,antara
lain:masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran,implementasi dan inovasi
dalam metode pembelajaran, interaksi di dalam kelas, partisipasi orangtua dalam
proses belajar siswa).
3) Alat bantu, media dan sumber belajar (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah
penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas,
peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat).
4) Sistem asesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran (termasuk dalam tema
ini, antara lain: masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan
instrumen asesmen berbasis kompetensi).
5) Pengembangan pribadi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya
termasuk dalam tema ini antara lain: peningkatan kemandirian dan tanggungjawab
peserta didik, peningkatan keefektifan hubungan antara pendidik- peserta didik dan
orangtua dalam PBM, peningkatan konsep diri peserta didik).
6) Masalah kurikulum (termasuk dalam tema ini antara lain: implementasi KBK, urutan
penyajian materi pokok, interaksi guru-siswa, siswa-materi ajar, dan siswa-
lingkungan belajar).
Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syarat-syarat
lain? Betul, untuk lebih jelasnya anda dapat membaca McNiff, Lomax dan Whitehead
(2003). Berikut adalah rangkumannya:
37
a) Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan
mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin
terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut.
b) Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk
bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.
c) Tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik
pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis
prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman
orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai
yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika
didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran
mengakui kelemahan/kekurangan diri.
d) Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi
dapat diubah ke arah perbaikan.
e) Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan
perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh
kerumitannya.
f) Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah
dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik
terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi.
g) Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan
yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat
subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan
riwayat fiksional.
h) Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik
tersebut di atas, yang mencakup:
(1) Identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik
yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan
pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu
38
dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama
penjelasannya;
(2) Mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif
tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan #
(3) Teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang
dilakukan dengan cara tertentu.
i) Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk:
(1) Tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog,
yaitu percakapan dengan dirinya sendiri;
(2) Percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses
percakapan tersebut;
(3) Narasi dan cerita; dan
(4) Bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.
j) Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat
pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah),
baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman
sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya
(validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar
(validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain
karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika
ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
Pernyataan tersebut merupakan bentuk lain dari: ”Kapan Anda secara tepat dapat
melakukan PTK?” Jawabannya adalah: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas
pembelajaran yang menjadi tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan
murid-murid Anda dalam proses pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan
kata lain, Anda ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap
praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84).
Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran
Anda, perilaku murid-murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja
39
melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk
mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk
memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas.
Cohen & Manion (1980: 211), mengungkapkan bahwa di ruangan kelas, PTK dapat
berfungsi sebagai:
Ada tiga butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan
dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya.
Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera
diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait.
Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus
pengembangan.
Benarkah PTK harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya penelitian,
PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk
penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu
makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya
(Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang
lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999). Karena
40
PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik,
validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus
dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan
kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns, 1999: 161-162,
menyitir Anderson dkk,1994).
41
merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan hipotesis tindakan yang akan
menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga dilaksanakan melalui proses
yang melibatkan semua peserta penelitian untuk mengungkapkan pandangan dan
pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang mendorong setiap peserta
penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan pandangan, pendapat, dan
gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung.
Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil
yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya
melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu
kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar
dalam siklus penelitian, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan
pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan IPA lewat tugas
‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan
sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul
pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut
salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri
dalam kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru
timbul pada akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu
pertanyaan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap,
berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan
kondisi. (Mohon dicermati uraian masing-masing tahap dan kesinambungan
masalah yang timbul). Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses
pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.
42
berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman
penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
Dalam kasus penelitian tindakan kelas IPA yang disebut di atas, para peneliti dapat
menentukan indikator kelas IPA yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa
siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan IPA untuk berkomunikasi lewat
tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak konsep IPA yang diproduksi
siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu
yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru
memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah
yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis
merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan
cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk
menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang
aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah
ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah
lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan
kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari
peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya
sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan
disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik.
Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan
kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan
pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas
IPA yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan
oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat
kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran IPA yang komunikatif yang mencakup
pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3)
karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian,
motivasi, tingkat perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap
pembelajaran sains. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat,
43
maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana
yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang
tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya.
Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk
mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan
lapangan dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak
seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati
perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja,
yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium,
yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru
dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti
melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan,
perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran.
Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian
tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan
kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya,
kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat
pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan
pengumpulan data tentang proses tersebut.
Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas
kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk
perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan
tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini.
Dalam kasus penelitian tindakan kelas IPA yang dicontohkan di atas, validitas
katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor
yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran.
Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan
malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk
mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta
44
mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses
pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam
peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam
proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator
dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin
dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil
tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk
meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi
tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai
dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau
melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya,
review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat
sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK
lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih
berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu,
setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau
gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis
sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan
untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin.
Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang
sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan,
diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang
dikritisi.
45
4) Tahapan Penelitian Tindakan Kelas
Gambar 2.12. di atas menunjukkan bahwa PTK terdiri dari empat tahap besar yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Selain menunjukkan
empat tahap besar tersebut, diagram di atas juga menunjukkan bahwa PTK tidak
sekali jalan kemudian selesai melainkan menunjukkan adanya siklus atau
pengulangan. Dengan demikian terdapat dua hal yang perlu dibahas di sini, pertama
adalah tahap-tahap dan kedua adalah siklus. Pertama kita akan bahas tahap-tahap
terlebih dahulu.
46
Gerald Susman (1983) mengelaborasi tahap-tahap dalam satu siklus ke dalam
tahap-tahap yang lebih terperinci yang terdiri dari:
a) Diagnosis
Pada tahap ini peneliti (mandiri atau bersama partnernya) mengumpulkan berbagai data
terkait dengan praktek yang akan diperbaiki. Dalam hal ini fokus kita pada pembelajaran.
Data yang terkait dengan pembelajaran dapat berupa: nilai rata-rata siswa pada mata
pelajaran tertentu dan mata pelajaran lainnya, fasilitas pembelajaran yang tersedia,
karakteristik kelas/keterlibatan siswa dalam pembelajaran berdasarkan pengamatan,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, termasuk kemampuan guru dalam
menerapkan metode pembelajaran tertentu, dan kemampuan guru dalam mengggunakan
media tertentu, serta informasi lainnya yang terkait dengan pembelajaran.
Berdasarkan data tersebut peneliti mulai melakukan diagnosa dan membuat perkiraan, apa
yang menjadi sebab utama atau sumber persoalan yang dihadapi saat itu. Proses diagnosa
dan perumusan hipotesis atas sumber masalah ini merupakan hal yang penting karena akan
menuntun peneliti dalam pengambilan keputusan pada langkah berikutnya. Apabila
perkiraan sumber masalah yang dirumuskan oleh peneliti berbeda dengan sumber masalah
yang sesungguhnya maka tindakan yang dilaksanakan tidak akan menyelesaikan masalah.
Pada tahap ini perlu diperjelas perbedaan antara prestasi belajar siswa dengan persoalan
pembelajaran. Yang akan dilakukan melalui PTK adalah pemecahan masalah
pembelajaran, bukan semata-mata hanya menaikkan prestasi siswa. Penyelesaian
masalah yang dihadapi dalam pembelajaran seharusnya berdampak pada peningkatan hasil
belajar siswa. Oleh karena itu peningkatan hasil belajar merupakan dampak dari
diselesaikannya atau dipecahkannya persoalan.
Tidak jarang PTK diarahkan semata-mata untuk menaikkan prestasi belajar siswa tanpa
didahului kajian apa yang menjadi penyebab rendahnya prestasi siswa selama ini dan masa
yang lampau. Apabila PTK terlalu terarah pada peningkatan prestasi belajar murid tanpa
didahului analisis penyebabnya maka bisa terjadi pada saat PTK dilakukan prestasi murid
meningkat akan tetapi setelah itu prestasi menjadi turun lagi karena sumber persoalan yang
menjadi penyebab rendahnya prestasi tidak diketahui apalagi tidak diatasi.
47
Analisis sumber permasalahan harus dilakukan secara mendalam supaya diperoleh rumusan
sumber masalah yang mendasar dan tepat, bukan hanya fenomenanya melainkan inti
persoalannya. Identifikasi masalah harus mampu ‘menjamin’ bahwa apabila inti persoalan
tersebut diselesaikan maka kualitas pembelajaran akan meningkat dan pada akhirnya
prestasi siswa juga meningkat. Salah satu contoh persoalan mendasar adalah kemampuan
belajar siswa. Kemampuan belajar bisa terdiri dari bermacam-macam komponen misalnya
kemampuan mencari informasi dan merumuskannya secara benar, kemampuan
mengungkapkan atau mempresentasikan informasi atau gagasan, kemampuan berdiskusi,
kemampuan menyelesaikan persoalan secara sistematis.
Bisa saja fenomena yang langsung terlihat adalah nilai siswa rendah. Akan tetapi nilai yang
diperoleh siswa hanya merupakan akibat dari suatu proses panjang yang harus dicari
sebabnya. Salah satu sebabnya bisa saja rendahnya kemampuan belajar siswa atau juga
kurangnya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Kesimpulan tentang rendahnya
kemampuan belajar murid atau kurangnya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
tidak boleh diambil secara serampangan atau gegabah, melainkan harus didasarkan pada
data yang tersedia. Tanpa data maka diagnosa atas persoalan dan dugaan atas sumber
persoalannya tidak akan tepat. Inilah pentingnya partner dalam PTK, yaitu untuk
mendiskusikan berbagai kemungkinan sumber persoalan. Partner juga dapat diajak
berdiskusi perlu atau tidaknya suatu data tertentu untuk mendukung suatu dugaan atas
sumber persoalan.
b) Perencanaan tindakan
Langkah berikutnya yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan identifikasi sumber
persoalan dalam pembelajaran adalah merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk
menyelesaikan persoalan tersebut. Pada tahap ini peneliti membuat perencanaan tindakan
apa yang akan dilakukan untuk mengatasi persoalan yang telah dirumuskan pada langkah
pertama. Tindakan yang akan dilakukan harus cocok dengan persoalan yang akan
dipecahkan.
Tindakan yang direncanakan untuk dilaksanakan adalah tindakan yang mengarah pada
pemecahan masalah sebagaimana telah dirumuskan pada tahap yang terdahulu. Sebagai
contoh, bila persoalannya adalah persoalan kemampuan guru dalam mengembangkan
48
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, maka tindakan yang
dilakukan adalah tindakan-tindakan yang melatih kemampuan guru dalam melibatkan siswa
secara aktif dalam pembelajaran melalui pemilihan metode-metode pembelajaran yang tepat.
Pemilihan metode yang tepat dapat ‘memaksa’ guru untuk melibatkan siswa secara aktif
sehingga secara bertahap kemampuan guru dalam melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran akan meningkat.
Selain aspek-aspek tersebut di atas, hal lain yang tidak kalah pentingnya dilakukan oleh
peneliti pada tahap perencanaan tindakan adalah menentukan ukuran keberhasilan tindakan
dan membuat instrumen untuk mengukur keberhasilan itu. Ukuran keberhasilan harus sesuai
dengan persoalan yang akan dipecahkan, demikian pula instrumen yang dipergunakan harus
cocok dengan ukuran untuk mengukur keberhasilan. Ukuran-ukuran keberhasilan itu tidak
hanya prestasi siswa karena prestasi siswa hanya merupakan akibat dari proses
pembelajaran. Instrumen untuk mengukur keberhasilan dapat berupa tes, kuesioner, atau
lembar observasi. Pada langkah ini, selain dibuat instrumen untuk memperoleh data, harus
pula dibuat metode analisis data.
Dengan demikian dari tahap kedua ini dihasilkan dokumen rencana pembelajaran yang di
dalamnya sudah memuat tindakan yang akan dilaksanakan dan instrumen untuk
mengumpulkan data yang akan dipergunakan untuk mengukur keberhasilan tindakan,
ukuran atau kriteria keberhasilan, serta metode analisis data. Oleh karena itu dapat
49
dibayangkan bahwa pada akhir tahap kedua peneliti bersama partnertnya sudah memiliki
gambaran secara detail tentang apa yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak.
c) Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan bersifat lebih teknis dalam arti hanya melaksanakan rencana yang
telah disusun pada langkah kedua. Harus diupayakan sedapat mungkin agar pelaksanaan
penelitian sesuai dengan rencana. Pada tahap ini partner peneliti biasanya hadir di kelas
melakukan observasi. Kehadiran partner peneliti sangat penting untuk memberikan umpan
balik kepada peneliti. Ketika partner peneliti berada di dalam kelas, ia sudah siap dengan
catatan untuk mencatat kejadian atau informasi penting yang perlu dicatat.
Dari tahap ini bisa diperoleh bahwa ternyata dengan tindakan yang telah dilakukan itu,
masalah langsung terpecahkan. Akan tetapi dapat pula pembelajaran sudah menunjukkan
perbaikan akan tetapi belum mencapai tingkat keberhasilan yang ditentukan. Hasil evaluasi
dan refleksi ini menuntun peneliti mempersiapkanlangkah berikutnya.
Apabila dengan satu siklus persoalan langsung teratasi, biasanya tindakan yang sama
diulangi pada siklus yang kedua untuk meyakinkan atau mengkonfirmasi bahwa tindakan
itu memang telah mampu menyelesaikan masalah. Akan tetapi apabila indikator
50
keberhasilan belum tercapai maka harus dilakukan siklus kedua dengan perubahan-
perubahan tertentu agar indikator keberhasilan tercapai
Perencanaan Hipotesis
Tindakan Tindakan
Pelaksanaan
Analisis Data
Tindakan
dan Observasi
Indikator Keberhasilan
Belum
Tercapai Tercapai
STOP
Refleksi atau
Pemantapan
Data yang diperoleh dari proses PTK yang telah dilakukan perlu disusun secara cermat
dan komprehensif untuk menghasilkan simpulan yang tepat sasaran dan reliable.
51
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melaukan proses analisis
hasil PTK yang diperoleh:
a) Data penelitian tindakan kelas pada dasarnya dikumpulkan oleh guru yang berperan
sebagai peneliti dan pengajar, dan jika perlu dapat dibantu oleh teman sejawat. Data
tersebut lebih banyak bersifat kualitatif, meski ada juga yang berupa data
kuantitatif.
b) Analisis data adalah upaya yang dilakukan oleh guru yang berperan sebagai peneliti
untuk merangkum secara akurat data yang telah dikumpulkan dalam bentuk yang
dapat dipercaya dan benar.
c) Sehubungan dengan butir 2, maka analisis data dilakukan dengan cara memilih,
memilah, mengelompokkan, data yang ada, merangkumnya, kemudian menyajikan
dalam bentuk yang mudah dibaca atau dipahami. Penyajian hasil analisis data
kualitatif dapat dibuat dalam bentuk uraian singkat, bagan alur, atau tabel sesuai
dengan hakikat data yang dianalisis.
e) Interpretasi data adalah upaya peneliti untuk menemukan makna dari data yang
dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Interpretasi ini pada
gilirannya akan menjadi temuan penelitian.
f) Analisis yang akurat dan cara penyajian yang tepat akan memungkinkan
tafsiran/interpretasi hasil penelitian yang akurat dan valid itu. Oleh karena itu, guru
harus sangat berhati-hati dalam melakukan analisis. Kekurang-akuratan dapat
diminimalkan dengan melakukan “cross check” dengan sumber data atau dengan
data lain yang sejenis.
g) Agar mampu melakukan analisis data, guru harus banyak melakukan latihan dan
bekerja dalam kelompok.
52
adalah kesudahan pendapat atau pendapat terakhir yang dibuat berdasarkan uraian
sebelumnya.
i) Dalam kaitan dengan PTK, kesimpulan harus disusun secara singkat, padat, dan
jelas; sesuai dengan uraian, dan mengacu kepada pertanyaan penelitian/tujuan
perbaikan. Di samping itu, kesimpulan harus disusun secara sistematis sesuai
dengan urutan pertanyaan penelitian/tujuan perbaikan.
l) Saran tindak lanjut hasil PTK harus memenuhi rambu-rambu: (1) bersumber atau
sesuai dengan kesimpulan, (2) bersifat kongkret, operasional, dan penting, sehingga
menarik untuk dilaksanakan oleh guru, (3) jelas sasarannya, apakah ditujukan
kepada guru atau sekolah, atau barangkali instansi lain, serta (4) dapat meliputi hal-
hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian.
Laporan PTK adalah laporan yang ditulis secara sistematis berdasarkan penelitian
tindakan kelas yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri. Laporan ini ditulis karena
53
merupakan dokumen yang dapat dijadikan acuan, harus diserahkan kepada pihak
sponsor, serta dapat diketahui oleh umum, terutama oleh para guru yang barangkali
mengalami masalah yang sama dengan yang dilaporkan.
Sistematika laporan PTK pada umumnya tidak jauh berbeda dari laporan penelitian
formal. Sesuai dengan format Laporan PTK yang terdapat dalam Panduan Umum, maka
Sistematika Laporan PTK dibuat sebagai berikut:
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Abstrak
Daftar Isi
BAB 1. Pendahuluan
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penelitian
d. Manfaat Penelitian
a. Subjek Penelitian (Lokasi, waktu, mata pelajaran, kelas, dan karakteristik siswa)
54
BAB 5. Simpulan dan Saran
a. Kesimpulan
b. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
Secara teknis, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan saat menyusun laporan PTK
yang akan dibuat, diantaranya:
b) Abstrak memuat sari pati dari setiap komponen penelitian, mulai dari masalah,
tujuan penelitian, pelaksanaan penelitian, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan
dan saran. Dengan membaca abstrak, orang akan mendapat gambaran umum
mengenai PTK yang dilaporkan.
f) Hasil Penelitian dan Pembahasan menyajikan hasil penelitian setiap siklus dengan
data lengkap, mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengamatan, refleksi, yang
berisi penjelasan tentang keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Bagian ini
didukung dengan tabel dan grafik, dan disertai dengan pembahasan mengapa
hasilnya seperti itu.
55
g) Kesimpulan dan saran berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk
menindaklanjuti hasil penelitian tersebut.
h) Daftar Pustaka memuat semua sumber yang digunakan sebagai acuan, yang disusun
berdasarkan abjad dengan menggunakan gaya penulisan tertentu
Selain kontruksi isi laporan secara teknis, pertimbangan lain yang juga perlu diperhatikan
saat menyusun laporan PTK yang siap dan layak didiseminasikan antara lain:
a) Dalam menulis laporan PTK, perlu diperhatikan berbagai ketentuan, seperti: (1) etika
penulisan, (2) penggunaan bahasa Indonesia ragam tulis, serta (3) berbagai ketentuan
teknis.
b) Etika penulisan mencakup: (1) kejujuran, (2) keobjektifan, dan (3) pengutipan.
Ketiga aspek ini sangat berkaitan erat. Kejujuran menuntut penulis jujur terhadap diri
sendiri dan orang lain dengan cara mengungkapkan dan menafsirkan data/informasi
apa adanya tanpa dicampuri oleh kepentingan pribadi. Keobjektifan menuntut penulis
menyajikan informasi sebagaimana adanya, tanpa manipulasi, sehingga apa yang
dibaca oleh pembaca memang benar adanya. Pengutipan berkaitan dengan mengutip
atau menggunakan pendapat orang lain dalam tulisan. Dalam hal ini, penulis harus
mencantumkan sumber kutipan dengan mengikuti aturan yang berlaku.
56
margin. Sistem penomoran dapat menggunakan sistem digit atau campuran angka
dan huruf, asal digunakan secara konsisten. Cara mengutip mengikuti aturan
American Psychology Association (APA); sedangkan huruf yang digunakan adalah
Times New Roman atau Arial dengan font size 12, spasi 1,5; serta margin 4 cm dari
pinggir kiri dan atas, dan 3 cm dari pinggir kanan dan bawah. Laporan PTK dapat
didiseminasikan melalui berbagai pertemuan tatap muka seperti seminar, rapat kerja,
kelompok kerja guru (MGMP dan PKG); di samping melalui berbagai media, seperti
majalah, jurnal, atau buletin.
4. Forum Diskusi
Setelah menyelesaikan pembahasan materi Modul 1 Kegiatan Belajar 2 ini, marilah kita
lanjutkan dengan membahas permasalahan berikut ini:
“Jika anda telah mengelola pembelajaran Peserta Didik kelas VII di semester satu,
kemudian mendapatkan fakta bahwa kemampuan Peserta Didik dalam menyelesaikan
permasalah pembelajaran berkenaan dengan representasi gambar senantiasa kurang. Hal
tesebut juga diindikasikan dengan banyaknya kesalahan yang dilakukan Peserta Didik
saat menyelesaikan soal-soal yang berkenaan dengan gambar. Jika anda bermaksud untuk
melakukan Penelitian Tindakan Kelas atas situasi tersebut, Apa sajakah data karakteristik
peserta didik yang perlu anda kumpulkan sebagai dasar penyelenggaraan PTK? Rencana
Tindakan apa sajakah yang menurut anda paling tepat untuk menangani permasalahan
yang dimaksud? Serta, Bagaimanakah pemetaan Instrumen dan proses pengolahan data
yang dihasilkan dari instrument tersebut guna menjawab permasalah yang teridentifikasi?
Diskusikanlah!”
C. Penutup
57
1. Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang Inkuiri dalam Pembelajaran IPA,
Manajamen Lab. IPA, dan PTK. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul
Inkuiri dalam Pembelajaran IPA, Manajamen Lab. IPA, dan PTK adalah sebagai berikut.
a. Hakikat IPA pada prinsipnya meliputi empat unsur utama yaitu: Produk, Proses,
Sikap, dan Aplikasinya.
b. Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta didik dapat membangun
pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar
berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
c. Salah satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa bidang kajian
adalah menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan peserta didik mendapat
pengalaman belajar yang dapat menghubungkaitkan konsep-konsep dari berbagai
bidang kajian.
d. Proses merencanakan pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan menjabarkan
silabus menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran terpadu yang dikemas dalam
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup/tindak lanjut.
e. Pada laboratorium sains yang terdapat di sekolah guru sebagai pengelola maupun
sebagai guru mata pelajaran sains bertanggung jawab atas keselamatan kerja siswa di
laboratorium.
f. Siswa sudah seharusnya dilatih untuk bertanggung jawab atas semua alat dan bahan
yang digunakan dan dibiasakan untuk selalu menjaga kebersihan laboratorium.
g. Secara umum, Kecelakaan kerja dalam laboratorium dapat berupa: Terluka,
Terbakar, Terkena Racun, Terkena Zat Korosif, Terkena Radiasi, Terkena Kejutan
Listrik
h. Penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan kualitas
situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan secara khusus penelitian
tindakan ini disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.
i. PTK terdiri dari empat tahap besar yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi. Selain menunjukkan empat tahap besar tersebut, PTK juga
menunjukkan adanya siklus atau pengulangan dari tahapan-tahapan tersebut.
58
2. Tes Formatif
2. Materi berikut yang tidak sesuai dengan KD. Menganalisis interaksi antara makhluk hidup
dan lingkungannya serta dinamika populasi akibat interaksi tersebut adalah
a. Komponen ekosistem
b. Jaring-jaring makanan
c. Bentuk-bentuk interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya
d. Individu, populasi, komunitas, dan ekosistem
e. Proses fotosintesis pada malam hari
3. Perhatikan KD. Menjelaskan berbagai zat aditif dalam bahan makanan dan minuman, zat
adiktif serta dampaknya terhadap kesehatan. Materi berikut yang tidak sesuai dengan cakupan
KD tersebut adalah....
a. Zat-zat pengawet pada bahan makanan dan minuman
b. Zat-zat pemanis pada bahan makanan dan minuman
c. Zat-zat pengawet bahan makanan dan minuman
d. Za-zat adiktif, stimulan dan halusinasi
e. Hukum bagi pengedar dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang
4. Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik pada materi suhu dan kalor,
Bu Rani meminta siswa untuk melakukan pengamatan terhadap fenomena perpindahan kalor,
yaitu dengan menunjukkan data pengaruh massa terhadap kalor yang diterima oleh benda.
Setelah siswa merumuskan masalah dan jawaban sementara, siswa diminta untuk melakukan
eksperimen untuk mendapatkan jawaban terhadap masalah yang sudah dirumuskan. Berikut
ini prosedur yang paling tepat untuk memfasilitasi siswa melakukan eksperimen adalah....
a. Menjelaskan petunjuk eksperimen dan alat-bahan yang dibutuhkan selama eksperimen
b. Meminta siswa merancang eksperimen menggunakan bahan bacaan, yaitu
mengidentifikasi variabel-variabel yang terlibat, mengidentifikasi alat bahan dan
merancang prosedur eksperimen, kemudian Bu Rani mengecek membimbing siswa.
c. Bu Rani melakukan demonstrasi bagaimana melakukan eksperimen
d. Menjelaskan contoh-contoh hasil eksperimen yang sudah dilakukan orang lain
59
e. Meminta siswa mencari contoh melalui media google atau sumber lainnya untuk
dijadikan rancangan percobaan
5. Suatu pembelajaran memiliki tujuan sebagai berikut: 1) siswa dapat menjelaskan hukum II
Newton dan 2) siswa dapat menerapkan hukum II Newton. Untuk mencapai kedua tujuan
tersebut, dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dengan
kegiatan pendahuluan sebagai berikut:
(1) Mengucapkan salam, presensi, dan mengkondisikan kelas untuk belajar
(2) Menginformasikan bahwa kita akan melanjutkan pembelajaran minggu lalu
(3) ...
(4) Memotivasi siswa dengan mendemonstrasikan menarik benda dengan gaya tertentu,
benda yang semula diam menjadi bergerak
Kegiatan yang paling tepat untuk (3) adalah....
a. Menanyakan apa gaya itu, dan bagaimana jika benda tidak mendapatkan gaya
b. Menanyakan apa gaya itu, dan bagaimana jika benda mendapatkan gaya
c. Menanyakan pengertian gaya aksi dan gaya reaksi
d. Menanyakan keterkaitan gaya dengan percepatan
e. Menjelaskan hukum II Newton
6. Berikut adalah penggalan tahapan pembelajaran guru untuk tujuan pembelajaran: 1) siswa
dapat menjelaskan hukum II Newton dan 2) siswa dapat menerapkan hukum II Newton
(7) Meminta satu kelompok tertentu mempresentasikan hasil percobaannya, dan ditanggapi
kelompok lain
(8) Menguatkan prinsip yang diperoleh , dikenal sebagai hukum II Newton, dan
mendiskusikan lebih lanjut berbagai penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
(9) Memberi penghargaan kepada kelompok yang kinerjanya baik, misalnya pujian
(10) ...
(11) Melakukan refleksi terhadap pembelajaran hari ini
(12) Menginformasikan apa yang akan dipelajari selanjutnya, dan tugas untuk
mempelajarinya
Kegiatan yang paling tepat untuk (4) adalah...
a. Bersama siswa merangkum materi yang didapat hari ini, yakni hukum II Newton
b. Menanyakan apa gaya itu, dan bagaimana jika benda tidak mendapatkan gaya
c. Memberikan postes
d. Melakukan percobaan hukum II Newton
e. Guru menjelaskan hukum II Newton
7. Pak Amir sedang merancang pembelajaran pada KD. Menyelidiki pengaruh gaya terhadap
gerak benda. Kegiatan pembelajaran direncanakan menggunakan pendekatan saintifik dan
metode eksperimen, berikut ini yang paling tepat sebagai apersepsi adalah....
a. Siswa diminta untuk membaca bahan ajar materi tentang pengaruh gaya terhadap gerak
benda pada berbagai literatur.
b. Menjelaskan pengaruh gaya terhadap gerak benda di depan kelas termasuk materi
pembelajaran agar siswa menjadi tahu materi sebelum melakukan kegiatan eksperimen
60
c. Mengorientasikan siswa pada hasil-hasil kerja gaya dalam kehidupan sehari-hari,
kemudian melakukan tanya jawab atau curah pendapat tentang pengalaman siswa dalam
kehidupan sehari-hari yang relevan dengan pengaruh gaya terhadap gerak benda.
d. Menjelaskan prosedur eksperimen untuk menyelidiki pengaruh gaya terhadap gerak
benda di sekitar.
e. Mendemonstrasikan hasil-hasil kerja gaya terhadap gerak benda di depan kelas,
kemudian mencontohkan cara melakukan penyelidikan.
8. Bu Hany melakukan pembelajaran materi IPA dengan KD. Menerapkan konsep pengukuran
berbagai besaran dengan menggunakan satuan standar, yang melibatkan pengukuran massa
benda dengan menggunakan neraca OHAUS 310. Model pembelajaran yang digunakan
adalah pembelajaran langsung (direct instruction) yang melatih siswa mengukur massa tahap
demi tahap. Pada pertama, Bu Hany mengklarifikasi tujuan dan memotivasi siswa serta
menjelaskan kegiatan belajar siswa. Bu Hany juga menjelaskan pengetahuan deklaratif
tentang komponen-komponen neraca dan fungsinya masing-masing termasuk bagaimana
menggunakannya. Diantara kegiatan berikut yang merupakan tahap 2 yang seharusnya
dilakukan oleh Bu Hany adalah....
a. Menjelaskan materi pengukuran
b. Mendemonstrasikan tahap-tahap pengukuran massa dengan menggunakan neraca
OHAUS 310 tahap demi tahap.
c. Memberikan latihan soal kepada siswa
d. Meminta siswa berdiskusi tentang pengukuran
e. Melakukan kegiatan pengukuran massa dengan menggunakan neraca OHAUS 310
10. Dalam suatu kegiatan pengamatan lapangan, para siswa bersama guru mengamati hewan-
hewan Invertebrata di tepi pantai. Guru mengajak siswa untuk mengambil sampel beberapa
hewan yang tujuannya untuk dibuat awetan basah di laboratorium sekolah. Hewan-hewan itu
berupa dolar pasir, bintang ular, ubur-ubur, beragam cangkang kerang, dll. Selama di
lapangan, para siswa juga membawa larutan alkohol dan formalin untuk pengawetan hewan
61
tersebut. Kembali dari pantai, sesampainya di sekolah, diketahui ubur-ubur yang dibawa itu
hancur. Menurut Anda mengapa bisa terjadi demikian?
a. Karena larutan alkohol yang digunakan 40%
b. Karena larutan formalin yang digunakan 40%
c. Karena ubur-ubur yang dibawa didalam wadah terkena guncangan
d. Karena membawa ubur-ubur harus didalam wadah kaca
e. Karena membawa ubur-ubur harus didalam wadah plastik
11. Kegiatan praktikum materi asam, basa, dan garam, siswa menggunakan larutan asam sulfat
encer padahal di laboratorium hanya tersedia larutan asam pekat. Oleh karena itu, siswa harus
melakukan aktivitas pengenceran sendiri. Kelalaian yang sering terjadi dalam proses
pengenceran adalah mata atau bagian tubuh lainnya terkena asam sulfat yang pekat dan
korosif karena percikan asam sulfat pekat. Agar hal ini dapat dihindari, maka prosedur
pengenceran yang sebaiknya dilakukan adalah...
a. Mengambil sejumlah asam sulfat pekat dengan hati-hati kemudian disimpan dalam labu
pengenceran, kemudian ditambahkan air secara bertahap
b. Mengambil sejumlah air dan dimasukkan secara hati-hati ke dalam labu pengenceran,
baru kemudian asam sulfat pekat ditambahkan ke dalamnya dengan perlahan dan hati-
hati
c. Mengambil sejumlah asam sulfat dan dimasukkan ke dalam labu pengenceran kemudian
ditumpahkan sejumlah air sesuai volume yang diinginkan dengan cepat
d. Mengambil asam sulfat dan air ke dalam labu pengenceran secara bersamaan agar terjadi
pencampuran
e. Melakukan pencampuran asam sulfat dan air menggunakan cepat dan hati-hati.
12. Penggunaan bahan-bahan volatile dan mudah terbakar, seperti eter dalam proses ekstraksi
bahan-bahan alam sering menyebabkan terjadinya kebakaran jika tidak dilakukan dengan
hati-hati. Tindakan yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah kebakaran tersebut adalah...
a. Menggunakan pemanas menggunakan sumber listrik dengan suhu yang tidak terlalu
tinggi
b. Menggunakan pemanas bunsen yang dilapisi kasa pengaman sehingga bahan volatile dan
mudah terbakar terlindungi oleh kasa
c. Memasang alat ekstraksi dengan sebaik mungkin sehingga tidak ada bahan volatil yang
mudah terbakar yang bocor atau terbuang ke udara
d. Mengganti bahan volatil dengan yang tidak mudah volatil dan terbakar
e. Melakukan kegiatan percobaan di ruang khusus dengan tekanan udara yang rendah
13. Pada pembelajaran tentang keanekaragaman hayati tumbuhan di SMP guru menghadapi
permasalahan pembelajaran sebagai berikut: siswa dapat menyebutkan nama-nama tumbuhan
monokotil dan dikotil yang ada didalam buku yang dibacanya, namun jika diberikan
tumbuhan lain yang belum dikenalnya, mereka tidak bisa mengklasifikasikan mana yang
termasuk tumbuhan monokotil, dan mana yang termasuk dikotil. Jadi ciri-ciri tumbuhan
monokotil dan dikotil yang diketahui siswa hanya berasal dari informasi yang dihafalnya dari
buku. Guru berencana melakukan penelitian tindakan kelas agar siswa memiliki kemampuan
62
eksplorasi sendiri yang membuat siswa mampu membedakan serta menemukan ciri-ciri
tumbuhan monokotil dan dikotil berdasarkan pengamatannya. Manakah rumusan masalah
yang tepat untuk penelitian tindakan kelas tersebut?
14. Ibu Mina menganalisis hasil belajar siswa pada materi klasifikasi makhluk hidup. Siswa pada
umumnya mudah memahami keragaman makhluk hidup tetapi kesulitan ketika diminta
menganalisis faktor-faktor yang menjadi penyebab berkurangnya keragaman hayati. Jika
Anda menjadi guru biologi, apa yang sebaiknya dilakukan agar siswa tidak hanya memahami
konsep keragaman hayati tetapi dapat menganalisis masalah keragaman hayati minimal di
lingkungan sekitarnya.
a. Menerapkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik agar siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran
b. Menerapkan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) agar siswa
melakukan analisis masalah dan mencari solusinya
c. Menerapkan pembelajaran kooperatif tipe group investigation untuk menyelidiki faktor-
faktor penyebab berkurangnya keragaman makhluk hidup
d. Melakukan kegiatan remedial dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional
e. Menerapkan pembelajaran berbasis projek untuk mengembangkan produk pemuliaan
spesies tertentu yang dianggap punah atau menuju kepunahan.
15. Materi keragaman hewan dan tumbuhan memiliki cakupan yang lebih luas jika dikaji secara
detail sehingga banyak siswa kesulitan untuk menguasai semua spesies dalam suatu
ekosistem. Guru biologi seringkali menyajikan materi keragaman hayati secara deklaratif dan
detail. Meskipun demikian siswa sulit menghubungkan antara satu bagian dengan bagian
ekosistem yang terkait satu dengan lainnya. Jika Anda sebagai guru biologi, tindakan berikut
yang paling tepat untuk dilakukan agar siswa menjadi lebih mudah mempelajari materi
tersebut adalah....
a. Menyajikan video keanekaragaman makhluk hidup sehingga siswa lebih tertarik dan
mudah belajar
b. Menggunakan peta konsep yang dilengkapi dengan contoh-contoh spesifik sehingga
materi keanekargaman hayati yang luas cakupannya menjadi lebih sederhana dan mudah
dipahami
63
c. Menggunakan peta pikiran (mind mapping) agar hubungan antara satu bagian dengan
bagian lainnya menjadi semakin jelas.
d. Menggunakan outline materi agar gambaran umum materi tampak jelas
e. Menggunakan ceramah dibantu slide power point agar siswa mendapatkan informasi
yang lebih komprehensif.
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul
ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar
selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2,
terutama bagian yang belum dikuasai.
3. Daftar Pustaka
64
Mettetal, G. Classroom Action Research Overview. http://www.accessexcellence.org/
LC/TL/AR/; diakses 6/1/2005
http://mypage.iusb.edu/~gmetteta/Classroom Action_Research.html
O’Brien, R. 2005. An Overview of the Methodological Approach of Action
Research.http://www.web.net/~robrien/papers/arfinal.html diakses 06/01/05
Suhardjono, Azis Hoesein, dkk. (1996). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di
Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara. Jakarta
: Depdikbud, Dikdasmen.
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/envrnmnt/drugfree/sa3act.htm;diakses 06/01/05
Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research ). Jakarta :
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan
Menengah Umum.
Fasli Jalal (2006). Peningkatan Mutu Pendidikan. (Seminar Nasional Pendidikan).
Jakarta
Hardjodipuro, S. (1997). Action Research. Jakarta: IKIP Jakarta.
Ishaq, M. F(1997). Action Research. Malang: Depdiknas.
Mukhlis, A. (2001). Penelitian Tindakan Kelas, Konsep Dasar dan Langkah – langkah.
Surabaya: Unesa.
Rochiati Wiriatmadja, (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas, UPI Bandung dan
Rosda
Supriyadi, (2005), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta
Susilo, H. (2003). "Konsep dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas bagi Pengembangan
Profesi Guru dan Dosen MIPA." Makalah Seminar Exchange Experience dan
Workshop Pembelajaran MIPA Konstektual Menyongsong Implementasi KBK di
Malang tanggal 9 – 12 Juli 2003.
Kertiasa, Nyoman. 2006. Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya. Bandung: CV.
Pudak Scientific.
Nafianti, Sarah Diana. 2011. Bahan Kimia Berbahaya. Tersedia (online):
http://sarahdianafianti.wordpress.com/2011/05/15/bahan-kimia-berbahaya/ [diakses
pada tanggal 28 Maret 2013] Santosa, Edi. 2008. Bahan Bakar Hidrogen dari Air
Telah Dipatenkan Stanley Meyer. Tersedia (online):
http://m.detik.com/read/2008/05/25/115552/944712/10/bahan-bakar-hidrogen-
dariair-telah-dipatenkan-stanley-meyer [diakses pada tanggal 7 Maret 2013].
65
Sulisto, Suryo Bambang. 2013. Kadin Minta Subsidi BBM Dicabut Sepenuhnya.
Tersedia [online]: http://m.metrotvnews.com/read/news/2013/02/28/134564/Kadin-
Minta-Subsidi-BBM-DicabutSepenuhnya [diakses pada tanggal 7 Maret 2013].
Suryana, Sarna. 2010. Service MIkroskop. Tersedia (online): http://service-
mikroskop.blogspot.com [diakses pada tanggal 13 Maret 2010].
Tim Pudak Scientific. 2009. Panduan Contoh-Contoh Aktivitas Biologi untuk SMP dan
Sekolah Sederajat. Bandung: CV. Pudak Scientific.
Yunita. 2009. Panduan Pengelolaan Laboratorium Kimia. Bandung: CV. Insan Mandiri.
66