Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DALAM KINGDOM


TUMBUHAN (PLANTAE) DENGAN MENGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN MODEL PROBLEM
POSING BERBASIS DARING PADA SISWA KELAS XI SMA N 1
TEBING TINGGI.

THESIS PROPOSAL

Submitted for a Research Proposal Seminar


in the Context of Completing Thesis Final Project

By:
Teresia Okarina
SID 4193342005
Bilingual Biology Education Study Program

BIOLOGY DEPARTMENT
FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES
MEDAN
SEPTEMBER 2022

1
CHAPTER 1

INTRODUCTION

1.1. Background
Pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga dimensi, individu,
masyarakat atau komunitas nasional dari individu tersebut, dan seluruh kandungan
realitas, baik material maupun spiritual yang memainkan peranan dalam
menentukan sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat. Pendidikan lebih
dari sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu,
transformasi nilai, dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang
dicakupnya. Dengan demikian pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan
spesialis atau bidangbidang tertentu, oleh karena itu perhatian dan minatnya lebih
bersifat teknis. Pendidikan juga merupakan sebuah aktifitas yang memiliki
maksud atau tujuan tertentu yang diarahkan untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki manusia baik sebagai manusia ataupun sebagai masyarakat dengan
sepenuhnya. (Nurkholis. 2013).

Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. (Sujana, 2019).

Pemilihan metode atau model pembelajaran yang tepat, tidak hanya


mempertimbangkan tujuan pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan
keaktifan, potensi dan tingkat perkembangan siswa yang beragam, serta
bagaimana memotivasi siswa. Seorang guru haruslah membuat suasana kelas
menjadi menyenangkan sekaligus membantu siswa untuk belajar lebih baik.
Proses pembelajaran yang monoton menyebabkan kejenuhan dalam belajar
(Nasution,2017).
Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai
prinsip atau teori pengetahuan.Para ahli menyusun model pembelajaran
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model
pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis,
sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori yang lain yang mendukung.
Mempelajari model- model berdasarkan teori belajar yang dikelompokan menjadi
empat model pembelajaran. Model tersebut merupakan Pola Umum perilaku
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-
bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.( Joyce & Weil, 2009)

Pembelajaran IPA khususnya Biologi, sangat memerlukan model


pembelajaran yang tepat yang dapat melibatkan siswa seoptimal mungkin baik
secara intelektual maupun emosional, karena pengajaran biologi menekankan
pada keterampilan proses. Oleh karena itu, perlu penerapan model pembelajaran
yang dapat membantu siswa untuk memahami materi ajar dan meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan teori Thorndike bahwa belajar akan
berhasil bila respon siswa terhadap stimulus segera diikuti dengan rasa senang
atau kepuasan (Mudjira, 2018).

Dalam belajar IPA (Biologi) idealnya siswa tidak hanya belajar produk saja,
tetapi juga harus belajar aspek proses, sikap, dan teknologi agar siswa dapat
benar-benar memahami sains secara utuh sebagaimana hakikat dan karakteristik
sains khususnya IPA (Biologi). Karena itu dalam menyiapkan pengalaman belajar
bagi siswanya guru seyogianya tidak hanya menekankan produk semata tetapi
juga kepada aspek proses, sikap dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Kegiatan-kegiatan di dalam pembelajaran Biologi merupakan upaya untuk
mengetahui bagaimana siswa dapat memahami konsep-konsep pembelajaran
biologi. Pemahaman yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran dapat
dilihat dari hasil belajar siswa yang diukur dengan memberikan tes kepada siswa,
sehingga perlu diadakan penelitian untuk mencari model yang aktif dan efektif
dalam proses belajar dikelas sehingga dapat memberikan alternatif pendekatan
atau model yang memungkinkan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran
Biologi.

Permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran pada observasi di


Smansa TT adalah saat pelaksanaan belajar mengajar berlangsung di temukan
sebagian siswa sering berbicara dengan teman sebangkunya yang dapat
mengganggu siswa lainnya. Selain itu, mereka juga menjawab serentak
pertanyaan yang diberikan guru, hal ini menunjukkan tidak adanya rasa percaya
diri yang dimiliki peserta didik untuk mengungkapkan pendapatnya. Model
pembelajaran yang sering dan masih digunakan yaitu ceramah atau diskusi.
Metode ceramah membuat sebagianvsiswa menjadi merasa bosan, dan pada saat
diskusi sebagian kecil saja yang dapat aktif selebihnya hanya ikut-ikutan atau
sebagai pelengkap.

Karena itu, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran problem


solving dan model problem posing, agar proses pembelajaran dikelas maksimal
dimana siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar. Namun saat ini, karena
adanya Covid 19 maka pembelajaran sangat tidaklah efektif untuk siswadalam
belajar dengan bertatap muka dengan pendidik dikelas oleh karena adanya Covid
19 ini siswa diminta belajar dirumah secara daring dengan bantuan media sosial.
Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan siswa untuk belajar sepenuhnya
secara daring. Sementara itu ada sebagian orang yang menganggap pembelajaran
daring membutuhkan tingkat motivasi diri lebih tinggi, lembaga pendidikan
menganggap dukungan pendidikan sama pentingnya dengan umpan balik
pendidik, dan sangat berhati-hati dalam memastikan siswa mereka menerima
tingkat dukungan yang sama dengan yang akan mereka terima di sekolah.

Dengan demikian, saya melakukan penelitian ini untuk melihat perbedaan


hasil belajar siswa dalam biologi dibagian materi kingdom tumbuhan (plantae)
yang di ajarkan menggunakan model pembelajaran Problem Solving dan model
Problem Posing berbasis daring pada siswa kelas XI SMAN.1 Tebing Tinggi.
Dari perbedaan kedua model pembelajaran tersebut, barulah saya dapat
menympulkan mana model pembelajaran yang lebih efektif dan yang lebih
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

1.2. Problem Identification


Based on background above, problems which will be identified are:
1. Tidak banyak siswa yang tertarik mempelajari kingdom plantae.
2. Kurangnya bahan ajar yang membuat pembelajaran kurang bermakna dan
tidak mengasah keterampilan khusus bagi siswa.
3. Siswa bosan dengan pembelajaran yang selama ini hanya mengandalkan
buku, Wa grup dan tidak adanya tatap muka atau interaksi langsung
4. Bahan ajar yang digunakan pada topik yang diajar belum lengkap

1.3. Problem Scoping


The scopes of the problem in this research are:
1. Mengembangkan pengetahuan dan minat siswa mengenai kingdom
plantae dengan menggunakan lembar kerja seperti pre-test atau post-test.
2. Penilaian lembar kerja berdasarkan hasil kerja dan respon siswa baik
dengan problem solving ataupun problem posing.
3. Lembar kerja yang diberikan berisikan materi mengenai dunia tumbuhan
(Plantae).

1.4. Research Formulation


Based on identification and scope of problem which is described above, then the
problem formulation which will be studied are:
1. Bagaimana aktivitas belajar siswa sebelum menggunakan penerapan
model pembelajaran problem solving atau model problem posing berbasis
daring?
2. Bagaimana aktivitas belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran
problem solving atau model problem posing berbasis daring ?
3. Adakah pengaruh model pembelajaran problem solving atau model
problem posing berbasis daring terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa ?
4. Bagaimana perbandingan hasil belajar biologi mengenai kingdom
tumbuhan (plantae) yang diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran problem solving atau model problem posing berbasis
daring?

1.5. Research Objectivities


Based on problem formulation which is described above, the objectivities of this
research are:

1. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa sebelum menggunakan


penerapan model pembelajaran problem solving atau model problem
posing berbasis daring.
2. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa setelah penerapan model
pembelajaran problem solving atau model problem posing berbasis daring.
3. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran problem solving atau
model problem posing berbasis daring terhadap aktivitas dan hasil belajar
siswa.
4. Untuk membuat perbandingan hasil belajar biologi mengenai kingdom
tumbuhan (plantae) yang lebih baik untuk diajarkan dengan menggunakan
model pembelajaran problem solving atau model problem posing berbasis
daring.
1.6. Research Benefit
1. For educator: Menambah wawasan pendidik dalam menggunakan berbagai
macam model pembelajaran untuk meningkatkan kreaktivitasnya dalam
mempersiapkan danmenyajikan bahan ajar, juga untuk mempermudah
pendidik dalam proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.
2. For student: Membantu siswa mendapat suasana belajar yang
menyenangkan dan bervariasi sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman belajar untuk meningkatkan hasil belajar pada siswa melalui
model pembelajaran problem solving dengan model problem posing
3. For researcher: Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis
untuk mengkaji model pembelajaran yang menjadi referensi untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan model pembelajaran ini
terhadap hasil belajar biologi.
CHAPTER II

LITERATURE REVIEW

2.1. Kingdom Tumbuhan

2.1.1. Pengertian Kingdom Tumbuhan


Kingdom tumbuhan atau lebih dikenal dengan tumbuhan merupakan eukariota
multiseluler dengan dinding sel dan klorofil. Klorofil adalah zat hijau daun yang
berfungsi dalam proses fotosintesis, memungkinkan tumbuhan membuat
makanannya sendiri (autotrof). Di luar konteks formal, kata "tanaman" mengacu
pada organisme yang menunjukkan karakteristik tertentu, seperti Kemampuan untuk
berfotosintesis, menghasilkan selulosa, dan menjadi multiseluler.

Tumbuhan dikatakan telah berevolusi sebelum hewan dan berada di awal rantai
makanan. Sebagian besar makhluk hidup tidak dapat hidup tanpa tumbuhan.
Tanaman dapat tumbuh subur bahkan di lingkungan yang paling keras sekalipun.
Bahkan daerah tundra yang dingin di dunia mengandung beberapa vegetasi. Berikut
adalah beberapa ciri plantae :

1. Multiseluler atau mempunyai banyak sel


2. Autrotrof, bisa membuat makanan sendiri
3. Eukariotik, merupakan sel yang telah memiliki membrane inti sel.
4. Terdapat dinding sel yang terbuat dari selulosa
5. Metagenesis dalam kingdom tumbuhan adalah siklus hidup tumbuhan
dengan pergantian generasi. Siklus ini terdiri dari tahap gametofit,
organisme multiseluler yang menghasilkan gamet haploid, dan tahap
sporofit, organisme multiseluler yang menghasilkan spora yang
dihasilkan oleh sel penghasil spora (sel sporogenik)
A. Lumut (Bryophyta)
Lumut (Bryophyta) merupakan tumbuhan darat yang umumnya lebih suka
tempat lembab lembab dataran rendah dan dataran tinggi, misalnya di dinding
atau bangunan. Tumbuhan ini sering disebut tumbuhan pionir atau tumbuhan
pionir. Lumut adalah tanaman pertama yang tumbuh pada awal pewarisan di
daerah yang terdegradasi atau hampir tidak ada nutrisi. Setelah ditumbuhi
lumut, tanahnya terlihat seperti media yang cocok untuk perkecambahan dan
pertumbuhan tanaman lain. (Lukitsari, 2018).
B. Pakis (Pteridophyta)
Paku-pakuan merupakan kelompok tumbuhan keluarga tanaman
Pteridophyta. Tumbuhan paku menyenangi daerah yang lembab. Paku-
pakuan dikelompokkan menjadi satu divisi dan jenisnya memiliki cormus,
yang dapat dibedakan menjadi tiga komponen utamanya adalah akar, batang
dan daun. bagaimana diketahui tumbuhan paku umumnya ditandai dengan
pertumbuhan pertumbuhan pucuknya yang melingkar. Disamping itu pada
permukaan bawah daunnya ada bintik-bintik yang kadangkadang tumbuh
teratur dalam barisannya, menggerombol dan tersebar. Bintik-bintik itu
adalah kotak spora yang dikenal dengan istilah sporangium. Dengan spora ini
tumbuhan pakudapat memperbanyak diri (Raksun, 2018).
C. Tumbuhan Berbiji (Spermatophyta)
Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) merupakan golongan tumbuhan dengan
tingkat perkembangan filogenetik tertinggi. Ciri khas yang dimiliki oleh
tumbuhan berbiji yaitu berupa biji (dalam bahasa Yunani: sperma).
Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) terdiri dari dua sub-divisio yaitu
Gymnospermae, Tumbuhan berbiji terbuka merupakan tumbuhan yang bakal
bijinya
tidak dilindungi oleh daun buah. Tumbuhan ini belum mempunyai bunga,
organ yang berfungsi sebagai bunga adalah strobilus. dan Angiospermae,
Angiospermae (Tumbuhan Biji Tertutup)
Tumbuhan biji tertutup merupakan tumbuhan yang memiliki pelindung biji.
(Tjitrosoepomo, 2010)
2.2 Model Pembelajaran

2.2.1. Model Pembelajaran Kooperatif Problem Solving


Problem solving adalah proses yang dirancang untuk melakukan ini membantu
siswa memecahkan masalah. Pemecahan masalah memiliki dua arti: proses
pemecahan masalah itu sendiri dan hasil dari upaya untuk memecahkan suatu
masalah atau solusi. Ketika dihadapkan dengan masalah, siswa dapat menggunakan
keterampilan pemecahan masalah mereka untuk memilih solusi dan mengembangkan
proses berpikir mereka dengan cara yang memperluas mereka. Pernyataan ini
dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010) bahwa model
pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memecahkan masalah secara mandiri sehingga mereka dapat memperoleh konsep
dan menerapkan konsep-konsep tersebut, diperkuat dengan menyatakan bahwa itu
adalah model pembelajaran. (Asfar, 2018)

Problem solving merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa


secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam pembelajarannya siswa banyak
melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam
rangka mencari pemecahan. Kegiatan Problem solving dapat membangun
pemahaman kognitif siswa menjadi lebih mendalam, sehingga hasil belajar siswa
dapat meningkat menjadi lebih baik. Pada tahap ini guru berkaloborasi dengan siswa
untuk memilih kirakira soal mana saja yang perlu dilanjutkan pada proses
penyelesaian dari beberapa pertanyaan yang dimunculkan siswa pada tahap
sebelumnya (Isrok’atun, 2019). Kelebihan model pembelajaran Creative Problem
Solving menurut Shoimin (2016), yaitu:

1. Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.


2. Berpikir dan bertindak kreatif
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan
6. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk
7. menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat
8. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dunia kerja

Sedangkan kekurangan metode pembelajaran Creative Problem Solving


menurut Shoimin (2016), yaitu:

9. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menetapkan metode


pembelajaran ini. Misalnya keterbatasan alat-alat laboratorium
menyulitkan peserta didik untuk melihat dan mengamati serta
menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
10. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang lain.

2.2.2. Model Pembelajaran Kooperatif Problem Posing


Problem posing merupakan salah satu metode pembelajaran yang pada
awalnya dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan pengajuan dan pemecahan
masalah pada mata pelajaran matematika. Seiring berjalannya ilmu pengetahuan,
bukan hanya matematika yang membutuhkan pengajuan serta pemecahan masalah,
akan tetapi mata pelajaran lainpun termasuk IPA, dirasa perlu menggunakan metode
ini. Problem posing merupakan inti dari proses pembelajaran. Problem posing
melalui dua persepektif kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima) dan
challenging (menantang). acepting terjadi ketika siswa membaca situasi atau
informasi yang disajikan guru, sedangkan challenging terjadi ketika siswa berusaha
mengajukan soal dari situasi atau informasi yang disajikan tersebut (Isrok’atun,
2019).

Problem posing memiliki potensi untuk merangsang kreativitas,bahkan


mungkin lebih dari sekedar pemecahan masalah. Setiap siswa diharapkan
memunculkan pertanyaan berbeda, baik jenis pertanyaanya maupun tingkat kesulitan
(kompleks) pertanyaanya. Adapun pertanyaan yang dikemukakan siswa dapat
bersifat mengingat, menebak/ menduga, analisis, atau sejenisnya. Dalam hal ini,
tentunya siswa harus memunyai kepekaan terhadap permasalahan-permasalahan
yang ada pada situasi. (Isrok’atun,2016)
Sutarto (2017), mengemukakan bahwa model pembelajaran problem posing
mewajibkan siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal dengan
mandiri. Sejalan dengan pendapat tersebut, model pembelajaran problem posing
adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan
soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Adapun kelebihan dan
kekurangan model problem posing adalah:

Kelebihan

1) Mendidik siswa berpikir kritis.

2) Siswa aktif dalam pembelajaran.

3) Belajar menganalisis suatu masalah.

4) Mendidik anak percaya pada diri sendiri.

Kekurangan

1) Memerlukan waktu yang cukup banyak.

2) Tidak bisa digunakan di kelas rendah.

3) Tidak semua murid terampil bertanya

2.3 Hasil belajar


Belajar berarti usaha mengubah tingkah laku, jadi belajar akan membawa
suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya
berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga berbentuk kecakapan,
sikap, pengertian harga diri minat, watak dan penyesuaian diri (Suardi, 2018).
"Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa".
Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa siswa adalah pelaku utama dalam sebuah
pembelajaran, sehingga proses pembelajaran sebaiknya mengutamakan kebutuhan
siswa akan ilmu pengetahuan dan aktivitas sosial mereka agar kemampuan siswa dari
segi kognitif, afektif, dan psikomotorik akan mengalami perkembangan. Fungsi dari
masing-masing pelaku dalam konteks ini berbeda. Siswa sebagai pelaku utama yang
melakukan pembelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Pembelajaran berlangsung lebih efektif dan lebih bermakna karena siswa bertindak
lebih aktif daripada guru sehingga bisa lebih mengembangkan kemampuan mereka
(baik dari kemampuan kognitif maupun kegiatan sosialnya) dengan bantuan guru
sebagai pihak yang selalu memotivasi siswa untuk berkembang. (Sjoni, 2009).

Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh setelah mempelajari materi yang
diwujudkan melalui perubahan pada diri siswa tersebut yang meliputi perubahan
reaksi dan sikap siswa secara fisik maupun mental. Secara luas dapat dikatakan
bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar yang dapat diukur dengan alat ukur tertentu (Radja, 2017). Berdasarkan
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah nilai yang
diperoleh siswa setelah melibatkan secara lansung/aktif seluruh potensi yang
dimilikinya baik segi aspek kognitif, efektif dan psikomotorik yang diwujudkan
dalam bentuk nilai hasil belajar siswa (Gasong, 2018)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor
yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri
siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali
pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.(Nana Sudjana,2006).

Seperti yang dikemukakan oleh Clark dalam buku Nana Sudjana, (2006)
bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan
30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sungguhpun demikian, hasil yang dapat diraih
masih juga bergantung dari lingkungan. Artinya, ada faktor-faktor yang berada di
luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan eksternal. Faktor
internal adalah kemampuan yang dimiliki siswa, sedang faktor eksternal adalah
lingkungan dan kualitas pengajaran. Keduanya dapat diminimalisir apabila guru
dalam hal ini selaku pendidik mampu dan cakap mengorganisir atau mengelolah
proses belajar mengajar di dalam kelas.
2.3 Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan digunakan untuk membandingkan hasil penelitian
penulis dengan penelitian terdahulu maka dibawah ini penulis akan menuliskan
beberapa penelitian yang relevan yang ada kaitannya dengan pokok masalah:

A. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Listiani (2017), yang berjudul


Perbandingan Model Pembelajaran Problem Solving Dan Problem Based
Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Sistem Reproduksi
Manusia pada Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Ciparay Kab. Bandung, dari
hasil penelitian diperoleh data pada kelas eksperimen 1 yang menggunakan
model pembelajaran Problem Solving menunjukkan nilai rata-rata pretest
45,88 dan nilai rata-rata posttest 76,50, sedangkan pada kelas eksperimen 2
yang menggunakan model pembelajaran problem based learning rata-rata
pretest 45,12 dan nilai rata-rata posttest 64,75. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model
problem solving lebih baik atau lebih relevan dibandingkan dengan model
problem based learning pada materi sistem reproduksi manusia.
B. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Khairani (2017) di MAN Rukoh
Banda Aceh dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
penerapan metode pembelajaran problem solving terhadap hasil belajar
peserta didik. N-gain menunjukkan kelas eksperimen lebih tinggi, mencapai
(100%) dibandingkan dengan kelas kontrol(55%). Penerapan metode
pembelajaran problem solving berpengaruh terhadap aktivitas guru dan
peserta didik di MAN Rukoh Banda Aceh yang terlihat lebih aktif dalam
mengikuti proses belajar mengajar.
C. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrullah (2016) di SMA Negeri 1 Sakra
Lombok Timur dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pendekatan
problem posing dan problem solving efektif ditinjau dari ketercapaian
kompetensi dasar, metode matematis, dan sikap matematis siswa SMA; 2)
ada perbedaan keefektifan pendekatan problem posing dan problem solving
ditinjau dari ketiga variabel dependen secara simultan; 3) pendekatan
problem solving lebih efektif dibandingkan dengan Penelitian yang dilakukan
pendekatan problem solving lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan
problem posing ditinjau dari ketercapaian kompetensi dasardan kemampuan
metode matematis; 4) tidak ada perbedaan keefektifan kedua pendekatan
pembelajaran ditinjau dari sikap matematis siswa SMA.

2.4 Kerangka Berpikir


Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam
proses pembelajaran biologi di Kelas XI SMAN 1 Tebing Tinggi. Di sana, guru tidak
melakukan latihan atau mengukur hasil belajar siswa karena siswa tidak terlibat
dalam pembelajaran. Efek pada kegiatan belajar yang monoton. Guru harus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah yang ada. Guru harus kreatif dan inovatif
dalam menentukan model pembelajaran. Dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran untuk meningkatkan prestasi siswa, kegiatan yang dilakukan di sekolah
harus lebih berpusat pada siswa agar siswa dapat lebih akti dalam proses
pembelajaran.

Solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan mengoptimalkan peningkatan


hasil belajar siswa dengan mengembangkan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan belajar siswa. Siswa dilatih dan diharapkan dapat
menumbuhkan atau meningkatkan hasil belajarnya melalui rangkaian kegiatan yang
disajikan dalam model pembelajaran. Diagram bingkai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Siswa yang kurang aktif dalam memperhatikan kegitan belajar


mengajar di SMAN.1 Kota Tebing Tinggi

Pengunaan mode belajar yang monoton

Hasil belajar siswa yang belum menncapai KKM


Penerapan model Penerapan model

problem solving problem posing

Hasil belajar siswa meningkat dan mencapai KKM

Gambar 2.4 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian adalah jawaban masalah terhadap rumusan masalah. Adapun
hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H0 : Tidak ada hasil belajar terbaik pada siswa dari kedua model terhadap materi
dunia tumbuhan (plantae) kelas XI SMAN.1 Kota Tebing Tinggi.

H1 : Salah satu model menghasilkan hasil belajar terbaik pada siswa terhadap materi
dunia tumbuhan (plantae) kelas XI SMAN.1 Kota Tebing Tinggi.
CHAPTER III

RESEARCH METHOD

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi
Lokasi penelitian ini bertempat di SMA NEGERI 1 Kota Tebing Tinggi.

3.1.2. Waktu Penelitian


Waktu pelaksanaan pada penelitian ini adalah sesuai denga jadwal belajar
efektif pada semester ganjil tahun ajaran 2023/2023 sekitar pukul 08.00-10.00 WIB.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi
Populasi yang tertuju pada penelitian ini, adalah siswa/i kelas XI SMAN.1
Tebing Tinggi. pada tahun pelajaran 2022-2023 yang memasuki semester ganjil
dengan siswa yang berjumlah 72 orang yang dibagi menjadi 2 kelas. Adapun tiap
kelas terdiri dari beberapa siswa seperti tertera dalam Tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.1. Data Populasi Siswa Kelas SMANSA TT


No Kelas Jumlah siswa

1 XI MIA 7 36

2 XI MIA 8 36

Jumlah seluruh siswa 72

(Sumber Data : Wakil Kepala sekolah bidang kurikulum SMANSA TT)

3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan sampel
apabila kita bermaksud untuk mengeneralisasikan hasil penelitian sampel. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling
adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.
Menurut (Sugiono, 2007) alasan mengambil total sampling karena jumlah populasi
yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian, sampel yang di
ambil dari penelitian ini adalah 72 siswa.
3.3. Desain dan Variabel Penelitian

3.3.1. Desain
Desain penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Control Group
Design. Desain ini memiliki dua kelompok yang diambil sebagai sampel yaitu
kelompok eksperimen 1 adalah kelompok yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif Problem Solving dan kelompok eksperimen ke 2 yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif Problem Posing. Dalam penelitian ini
diawali dengan pretest dan diakhiri posttest setelah diberikan perlakuan. Secara
umum model ekperimen ini digunakan sebagai berikut:

Tabel 3.2. Bentuk Desain Non Equivalent Control Group Design.


Kelompok Pretest Perlakuan Postest

E1 O1 X O2

E2 O3 X O4

Sumber: Sugiono (2012)

Keterangan :
E1 : Kelompok kelas eksperimen I
E2 : Kelompok kelas eksperimen II
O1 dan O3 : Kelompok eksperimen I dan eksperimen II sama-sama
diberikan pretest untuk mengetahui hasil belajar siswa
X : Perlakuan model pembelajaran untuk eksperimen I
menggunakan Problem Solving dan eksperimen II
menggunakan Problem Posing
O2 : Posttest pada kelompok eksperimen berupa model
pembelajaran problem solving
O4 : Posttest pada kelompok eksperimen berupa model
pembelajaraan problem posing
3.3.2. Variabel Penelitian
Ada dua variabel yang digunakan, yaitu variabel bebas (independent variable)
yang terdiri dari model pembelajaran Problem Solving (X1) dan model pembelajaran
Problem Posing (X2). Serta variabel terikat (dependent variable) yaitu hasil belajar
pada siswa.

3.4. Defenisi Operasional


Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu:

1. Problem Solving adalah sebuah proses yang dirancang untuk membantu


siswa dalam memecahkan masalah serta memilih solusi dan mengembangkan
masalah tersebut.
2. Problem posing adalah pembelajaran dimana siswa diminta untuk
merumuskan, mengajukan pertanyaan mengenai soal dari masalah yang
dihadapi, situasi ini dapat berupa gambar, cerita, atau informasi lain yang
berkaitan dengan materi pelajaran, dan selajutnya siswa sendiri yang harus
mendesain cara penyelesaiannya.
3. Hasil belajar yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh siswa kelas XI
SMANSA TT pada pelajaran biologi. Nilai tersebut baik berupa hasil belajar
siswa yang yang diajar menggunakan model pembelajaran Problem Solving
maupun siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Problem
posing dengan menggunakan tes hasil belajar siswa. Tes yang digunakan
adalah tes essay.

3.5. Instrumen Penelitian


1. Tes hasil belajar siswa
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adala untuk mengukur
tingkat penugasan dalam proses pembelajaran. Instrumen tes yang
digunakan dalam bentuk essay dengan jumlah 10 butir soal.
2. Non tes.
(a) Lembar tes hasil belajar
Lembar tes hasil belajar berisikan lembar penugasan siswa
terhadap materi yang telah diajarkan serta dapat mengukur
kemajuan belajar siswa.
(b) Lembar observasi
Lembar observasi ini berisikan aktivitas terkait proses
pembelajaran. Lembar observai guru berisi aktivitas guru dalam
pembelajaran dan lembar aktivitas siswa berisi aktivitas siswa
dalam pembelajaran.
(c) Pedoman dokumenntasi
Dokumentasi ini berisi petunjuk-petunjuk terkait pelaksanaan
yang sesuai aktivitas peneliti selama penelitian berlangsung.

3.6. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Test
Tes dijalankan di awal pelatihan (pre-test) dan di akhir pelatihan (post-test).
Pretest adalah kegiatan yang menguji tingkat pengetahuan siswa tentang
materi yang akan dibagikan. Post-test adalah jenis pertanyaan yang diajukan
setelah proses pembelajaran berlangsung. Tujuan dari post-test adalah untuk
memeriksa kemampuan dan pemahaman siswa materi yang telah Anda
ajarkan kepada saya. Jangan mengujinya.
2. Observasi
Lembar observasi aktivitas siswa untuk ditinjau aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran, pengamatan ini dilakukan Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui aktivitas belajar siswa. Lembar Observasi Aktivitas Guru
digunakan untuk mengecek aktivitas guru dalam pembelajaran. Mengacu
pada pelaksanaan langkah pembelajaran.
3. Dokumentasi
Dokumen ini dilakukan untuk mendapatkan data kajian tentang nilai hasil
belajar siswa, foto kelas, dan penelitian lain yang terkait dengan penelitian.

3.7. Prosedur Penelitian


Berikut ini adalah prosedur yang dilakukan dalam penelitian

1. Melakukan pra penelitian ke SMANSA TT untuk memperoleh data awal


sebagai sumber data yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya.
2. Menentukan sampel melalui melakukan wawancara dengan guru dan
mencocokkan ciri-ciri antara siswa.
3. Merancang perangkat pembelajaran yangsesuai dengan model pembelajaran
yang akan diberikan pada kelas eksperimen untuk melihat pengaruh model
tersebut terhadap hasil belajar yang dapat berupa Silabus, RPP, beserta LKS
dan Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran.
4. Merancang instrumen penelitian yang berupa tes essay dengan jumlah 25
soal.
5. Menvalidasi instrumen penelitian ke dosen yang ahli dalam materi dunia
tubuhan (plantae).
6. Merevisi instrumen penelitian yang sudah divalidasi oleh ahli materi.
7. Menguji coba soal ke kelas XI Mia 7 dan 8 untuk mengukur validitas,
reabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.
8. Menghitung hasil uji coba instrumen untuk melihat validitas, reabilitas,
tingkat kesukaran dan daya pembeda.
9. Memilih soal yang tidak layak dan layak untuk pretest dan posttest hasil
belajar siswa.
10. Menerapkan kedua model ke tiap kelas eksperimen yang sebelumnya telah
dibagi dalam dua kelas yakni kelas eksperimen 1 dengan perlakuan model
pembelajaran problem solving dan kelas eksperimen 2 dengan perlakuan
model pembelajaran problem posing.
11. Melakukan pretest dan posttest untuk mengukur hasil belajar siswa.
12. Menghitung hasil posttest hasil belajar siswa untuk melihat normalitas,
homogenitas dan uji hipotesis.
13. Menyimpulkan hasil dari perhitungan untuk melihat perbedaan kedua model
terhadap hasil belajar siswa.
3.8. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan dua cara yaitu statistik deskriptif dan statistik
inferensial.

1. Analisis Statistik Deskriptif


Analisis deskriptif adalah analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau
populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiono,2014)

Tabel 3.3. Kategor Hasil Belajar

Interpretasi Huruf Kategori

93-100 A Sangat Baik

84-92 B Baik

75-83 C Cukup

<74 D Rendah

(Sumber: Kemendikbud,2017)

Disamping itu hasil belajar siswa juga diarahkan pada pencapaian


ketuntasan secara individu, kriteria dikatakan tuntas belajar apabila memenuhi
ketuntasan minimal KKM yaitu 75. Dapat di lihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.4. Kriteria Ketuntasan Minimal KKM

Interval Nilai KKM

75-100 Tuntas

<74 Tidak tuntas

(Sumber: SMANSA TT, 2022)

2. Analisis Statistik Infernsial


A. Uji Normalitas
Perhitungan uji normalitas data digunakan untuk mengetahui bentuk
distribusi data (sampel) apakah data yang diperoleh dalam penelitian normal
atau tidak normal. Dalam pengujian data ini digunakan uji Liliefors dengan
bantuan microsoft excel untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu uji
Liliefors, dengan rumus:
𝑳𝑶 = 𝐅(𝐙𝐢) − 𝐒(𝐙𝐢)
Keterangan:
Lο = Harga mutlak terbesar
F(Zi) = Peluang angka baku
S(Zi) = Populasi angka baku
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
A. Urutkan data sampel dari yang terkecil ke terbesar

Zt =xi−x
B. Tentukan nilai
s
dengan :
Zt = Skor baku
Xi = Skor data
X̅ = Nilai rata-rata
S = Simpangan baku
Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Zi dan sebut dengan F(Zi)
dengan aturan, jika Zi > 0, maka F(Zi) = 0,57 (nilai tabel) dan jika Zi > 0,
maka F(Zi) = 1- (0,5 + nilai tabel).

C. Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2, Z3...., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Z1, Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z1), maka:
Banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 , … . Zn ≤ Z 1
S(Z1) n
D. Hitunglah selisih F (Z ) – S (Z1) kemudian tentukan harga
1

mutlaknya.
E. Ambil nilai terbesar antara nilai-nilai mutlak selisih tersebut di
namakan LO .
F. Memberikan interpretasi LO, dengan membandingkan Lt. Lt adalah
nilai yang diambil dari tabel harga kritis Uji Liliefors.
G. Mengambil kesimpulan berdasarkan harga LO dan Lt yang telah di dapat.
Apabila LO < Lt, maka sampel berasal dari distribusi normal.
Kriteria pengujian: :
Jika Lhit < Ltab, berarti data berdistribusi normal
Jika Lhit > Ltab, berarti data berdistribusi tidak normal

B. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui bahwa kedua
sampel yang dibandingkan merupakan kelompok-kelompok yang
mempuanyai varians yang sama atau homogen. Dalam penelitian ini,
pengujian homogenitas dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel
menggunakan uji Fisher (F).
Kriteria pengujian:
Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima, berarti varians kedua populasi
homogen
Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak, berarti varians kedua populasi tidak
homogen.
C. Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat dilakukan dan terbukti bahwa data-data yang diolah
berdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan dengan pengujian
hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis
yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis pada penelitian
ini menggunakan bantuan Microsoft Excel dengan statistic Uji Independent
Samples T-test. Dengan taraf signifikan 0,05 (5%).Ho ditolak jika t>t(1-a)
dan Ho diterima jika t≤t(1-a) dimana a = 5%. Jika t>t(1-a) berarti peningkatan
hasil belajar biologi bisa mencapai 0,30.

Anda mungkin juga menyukai