Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERINTEGRASI

THINK, PAIR, AND SHARE (TPS) TERHADAP KETERAMPILAN


KOMUNIKASI DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF
SISWA KELAS XI MAN 1 LAMONGAN
MATERI BIOLOGI KD 3.8 DAN 3.9 Commented [WU1]: Tambahkan materi pelajaran biologi

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
AINI FATHIYYATUR ROHMAH
NIM 160341606035

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
April 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kurikulum 2013 mulai diberlakukan oleh Pemerintah mulai tahun ajaran
2013/2014. Berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar isi tuntutan
kurikulum 2013 terdapat beberapa penyempurnaan pola pikir mengenai prinsip
pembelajaran diantaranya dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik
mencari tahu, dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah, peningkatan dan keseimbangan antara
keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills)
(Kemendikbud, 2016). Sehingga pembelajaran Kurikulum 2013 menuntut siswa
untuk belajar secara mandiri untuk menggali dan mengolah data maupun
informasi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi
untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki
lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Untuk memperkuat
pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar matapelajaran), dan
tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).
Siswa memiliki berbagai tingkat kompetensi sosial, empati, dan keterampilan
komunikasi yang berbeda – beda tergantung pada karakteristik individu.
(Ahmetoglu & Acar, 2016). Saat ini, seiring berkembangnya teknologi, kegiatan
diskusi saling tatap muka secara langsung semakin berkurang. Perilaku demikian
menyebabkan siswa menjadi kurang peka dan tidak peduli dengan sekitarnya,
sehingga menyebabkan semakin tinggi sikap individualitas. Hal ini menyebabkan
rendahnya keterampilan komunikasi pada siswa. (Van Epps & Sapp Nelson,
2016) menerangkan bahwa memasuki abad 21 yang sarat teknologi tidak
menjadikan siswa lebih kreatif dan berdaya saing akan tetapi melemahkan
keterampilan komunikasi siswa. Hal ini dibuktikan oleh Weaver & Pier dalam
surveynya yang dilakukan kepada mahasiswa di beberapa kampus di Texas,
Amerika Serikat yang menunjukkan setidaknya 65% mahasiswa memiliki
keterampilan komunikasi oral yang rendah. Keterampilan komunikasi adalah
salah satu keterampilan yang paling penting untuk dikembangkan karena jika
informasi tersebut tidak dapat ditransfer secara efektif maka akan terjadi miss
communication atau kesalahpahaman.
Pembelajaran Biologi mencakup materi tentang makhluk hidup beserta semua
komponen kehidupan. Mata pelajaran Biologi mempelajari permasalahan yang
terkait dengan fenomena alam, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dan
berbagai permasalahan yang berkait dengan penerapannya untuk membangun
teknologi guna mengatasi permasalahan dalam kehidupan masyarakat.
Pembelajaran biologi biasanya menekankan siswa untuk mengahafal konsep dari
pada memahami esensi dari suatu konsep tersebut. Pemahaman konsep pada
pembelajaran biologi cenderung lemah karena kurangnya akomodasi pendidik
terhadap konsepsi awal peserta didik (MarizaFitri dan Derlina, 2014).
Permasalahan yang sering terjadi pada pembelajaran biologi yakni rendahnya
motivasi belajar karena menganggap biologi sebagai pelajaran yang sulit
dipahami dan membosankan, kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran,
serta kecenderungan siswa belajar dengan cara mengahafal. Permasalahan
pembelajaran biologi tersebut dapat diatasi dengan cara menerapkan model
pembelajaran inovatif. Pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang
mampu menarik perhatian siswa melalui pelibatan aktif siswa yang bersangkutan.
Model pembelajaan inovatif yang mampu meningkatkan motivasi belajar siswa
adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pembelajaran
yang berpusat pada siswa memberikan kesempatan untuk membangun
pemikirannya sendiri dan pembelajaran akan berlangsung lebih menyenangkan.
Model pembelajaran yang melibatkan peran aktif peserta didik adalah
pembelajaran kooperatif. Peran aktif peserta didik inilah yang mampu
meningkatkan motivasi belajar karena kegiatan belajarnya didukung oleh teman
sebaya (Isjoni, 2009). Menurut Shoimin (2014) Model pembelajaran Think Pair
Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi
kesempatan pada peserta didik untuk untuk berpikir dan merespon serta saling
bantu satu sama lain. Model pembelajaran ini juga mampu menghadirkan suasana
pembelajaran yang lebih nyaman karena peserta didik dapat saling bertukar ide
maupun informasi sesuai konteks pembelajaran.
Menurut Kurniasih & Sani (2014) discovery learning didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Pembelajaran
discovery learning adalah proses menemukan konsep melalui serangkaian data
atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Model
discovery learning menekankan pada pengalaman langsung dan pentingnya
pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui
keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Model discovery learning
dalam pembelajaran biologi khususnya pada materi sistem pernapasan pada
manusia diharapkan dapat membantu siswa dalam menemukan ide-ide baru, demi
memperbaiki prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran biologi. Salah
satu diantara materi yang banyak berkaitan dengan konsep adalah materi Sistem
Pernafasan Manusia. Penggunaan model pembelajaran ini diharapkan dapat
memperbaiki kualitas kegiatan pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, maka
dilakukan penelitian quasi eksperimen dengan judul “Pengaruh Model Discovery
Learning Terintegrasi TPS (Think, Pair, and Share) terhadap Keterampilan
komunikasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MAN 1 Lamongan Materi Sistem
Respirasi”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.
1. Apakah ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share terhadap keterampilan komunikasi siswa kelas XI MIPA?
2. Apakah ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas XI MIPA?
C. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa
a. Memperoleh kesempatan yang berharga karena mendapat pengalaman
belajar dengan model pembelajaran yang baru.
b. Meningkatkan keterampilan komunikatif dan hasil belajar siswa.
2. Bagi Peneliti Commented [WU2]: Kegunaan penelitian berbeda
dengan tujuan penelitian
a. Meniningkatkan keterampilan mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning terintegrasi Think Pair Share.
b. Menambah pengetahuan mengenai salah satu keterampilan abad 21 yakni
keterampilan komunikasi.
3. Bagi Guru:
a. Menambah wawasan dalam pemilihan strategi pembelajaran yang dapat
meningkatkan keprofesionalannya sehingga mampu untuk meningkatkan
kualitas pendidikan.
b. Masukan bagi guru sebagai fasilitator, motivator dan mediator di dalam
suatu pembelajaran
4. Bagi Sekolah
a. Memberikan masukan kepada sekolah tentang penerapan pembelajaran
dalam rangka supervisi oleh kepala sekolah kepada guru-guru di
sekolahnya.
b. Menjadi masukan bagi perlunya guru difasilitasi dalam mengembangkan
profesinya sebagai pendidik sekaligus peneliti yang professional.
c. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga warga sekolah
baik guru, siswa, serta karyawan sekolah memiliki semangat yang tinggi
menghasilkan prestasi yang baik.
5. Bagi Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA UM
Menambah khasanah dan keragaman bukti-bukti penerapan pembelajaran
pada Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA UM.
6. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti lain untuk mengadakan
penelitian yang lebih lanjut tentang pembelajaran.

D. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada beberapa asumsi berikut:
1. Pembelajaran discovery terintegrasi TPS dapat diterapkan dengan baik oleh
siswa.
2. Keterampilan komunikasi siswa dapat diukur melalui rubrik keterampilan
komunikasi.
3. Hasil belajar dapat diukur dengan tes hasil belajar kognitif.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggetahui pengaruh
pembelajaran terhadap keterampilan komunikasi dan hasil belajar kognitif.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran. Sementara variabel terikat dari
penelitian ini adalah keterampilan komunikasi dan hasil belajar kognitif siswa.
Berdasarkan ruang lingkup penelitian di atas, maka batasan penelitian ini
dikemukakan sebagai berikut.
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Discovery
Learning terintegrasi Think Pair Share untuk kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.
2. Penelitian ini hanya mengungkap potensi model pembelajaran yang
digunakan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dan hasil belajar
kognitif.
3. Hasil belajar Biologi yang diteliti dibatasi pada hasil belajar kognitif.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut. Commented [WU3]: Perhatikan susunan SPOK

a. Model discovery learning memiliki sintaks sebaga berikut: stimulasi,


pernyataan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan
penarikan kesimpulan. Commented [WU4]: Lebih spesifik dalam menulis definisi
operasional
b. Model Think Pair Share merupakan pembelajaran kooperatif yang sintaks
sebagai berikut: tahap think, tahap pair, dan tahap share.
c. Model discovery learning terintegrasi Think Pair Share memiliki sintaks
asosiasi dari kedua model pembelajaran tersebut. Keterlaksanaan sintaks
diobservasi melalui lembar keterlaksanaan sintaks Model discovery learning
terintegrasi Think Pair Share
d. Keterampilan komunikasi adalah keterampilan individu untuk menyampaikan
dan menerima pesan sesuai dengan konteks. Skor keterampilan komunikasi
lisan dan tulisan diukur berdasarkan rubrik keterampilan komunikasi
Greenstein, L. (2012). Skor keterampilan komunikasi lisan saat kegiatan
presentasi diobservasi guru, skor keterampilan komunikasi lisan saat diskusi
diobservasi oleh siswa dalam kelompok, sedangkan skor keterampilan
komunikasi tulisan melalui tes uraian terbuka.
e. Hasil belajar Kognitif diukur menggunakan tes pilihan ganda meliputi level
kognitif C1 sampai C5 yang mengacu pada taksonomi Bloom. Dalam
penelitian ini ditunjukkan dengan skor pretest dan posttest.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi adalah keterampilan individu untuk mengemukaan
dan menerima informasi sesuai dengan konteks. Komunikasi membantu siswa
untuk mengemukaan informasi secara lisan, tulisan, maupun nonverbal dalam
berbagai konteks sehingga dapat dipahami secara efektif oleh penerima informasi
(East, 2015). Komunikasi dikatakan tepat apabila siswa mampu menyampaikan
pesan sesuai dengan situasi dan konteks yang tengah dihadapi. Sementara itu,
komunikasi dikategorikan efektif jika pendengar dengan mudah memahami
informasi dari komunikan (Morreale et al, 2014). Terdapat tiga aspek yang perlu
dipahami agar komunikasi berjalan efektif, yakni motivasi, pengetahuan, dan
kompetensi individu (Lederman, 2012).

Siswa perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk berkomunikasi. Siswa dapat
menentukan topik yang tepat untuk disampaikan kepada si penerima baik itu pada
teman sejawat maupun guru (Morreale, 2013). Selanjutnya, siswa harus memiliki
banyak pengetahuan termasuk mengikuti perkembanngan zaman. Pengetahuan
tidak hanya tentang materi yang akan disampaikan tetapi pengetahuan tentang
cara menyampaikan materi dengan teknik menyenangkan agar menarik minat
pendengar. Pengetahun merupakan komponen penting bagi siswa sehingga
mereka memahami tindakan apa yang harus dilakukan ketika situasi tidak sesuai
perkiraan (Morreale, 2013). Aspek yang terakhir yang perlu dikembangkan agar
komunikasi lebih efektif adalah kompetensi. Kompetensi berkaitan dengan emosi
da tingkah laku siswa dalam melakukan komunikasi. Siswa dengan aspek
kompetensi yang rendah akan merasa kesulitan dalam melakukan komunikasi
(Wodd & Hartshorne, 2017). Kesulitan yang sering dijumpai dalam
berkomunikasi yaitu rasa percaya diri yang rendah, sehingga komunikasi
terganggu. Sebagai akibatnya siswa akan berbicara tersendat dan yang
mengakibatkan informasi yang disampaikan kurang jelas.

Keterampilan komunikasi dibagi menjadi 2, yakni komunikasi lisan dan


komunikasi tulisan. Keterampilan komunikasi lisan seseorang dapat diamati
melalui diskusi kelompok, kegiatan presentasi, ataupun tanya jawab lisan.
Sedangkan keterampilan komunikasi tulisan seseorang dapat diamati melaui cara
seseorang dalam menjawab suatu pertanyaan melalui tes tertulis maupun dari cara
menuliskan laporan. (Wulandari & Yulianto, 2018).

B. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kualitas peserta didik yang dihasilkan setelah
mengikuti proses pembelajaran. Keberhasilan dalam proses belajar salah satunya
dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa. Peningkatan hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu (Arianti, 2011).
Hasil belajar merupakan hasil akhir dari suatu proses belajar mengajar dan
merupakan perwujudan dari kemampuan diri yang optimal setelah menerima
pelajaran (Wulantika, 2012).
Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari
enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying
(menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan
creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan
tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6 (Utari,
tanpa tahun). Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah
melakukan usaha untuk mendapat ilmu pengetahuan. Hasil belajar dapat diketahui
setelah diberi tes akhir kegiatan pembelajaran (Fadhilla, 2011).
C. Model Pembelajaran Discovery
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan
para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran (Trianto, 2007).
Hanafiah dan Suhana (2012), menjelaskan bahwa discovery learning merupakan
suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan
logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku. Pembelajaran discovery
learning mengarahkan siswa untuk memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Kemendikbud, 2013).
Discovery adalah proses mental siswa hingga mampu mengasimilasikan suatu
konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain mengamati, mencerna,
mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan
membuat simpulan (Roestiyah, 2012). Dalam pembelajaran ini, guru tidak
menyajikan materi, namun memberikan stimulasi bagi siswa untuk mengamati,
mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
dan membuat simpulan. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir (final),
tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan seperti mengamati,
mengumpulkan informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan, serta membuat kesimpulan (Kemendikbud,
2013). Borthick dan Jones (2000) menyatakan bahwa dalam pembelajaran
discovery, siswa belajar untuk mengenali masalah, mencari solusi, mencari
informasi yang relevan, mengembangkan strategi solusi, dan melaksanakan
strategi yang dipilih. Dalam kolaborasi pembelajaran penemuan, siswa tenggelam
dalam komunitas praktik dan memecahkan masalah bersama-sama.
Disimpulkan bahwa discovery learning merupakan proses pembelajaran yang
terjadi bila siswa disajikan materi pembelajaran yang masih bersifat belum tuntas
atau belum lengkap sehingga menuntut siswa untuk aktif menemukan jawaban
atas permasalahan dan hipotesis yang telah disusun melalui kegiatan-kegiatan
seperti mengamati, memahami, menggolongkan, membuat hipotesis,
menjelaskan, dan menarik kesimpulan. Sutman et al. (2008) menyebutkan bahwa
saat proses pembelajaran guru menstimulasi siswa agar aktif dalam proses
pengumpulan data, mengamati, dan meringkas. Hal tersebut dianggap efektif
merangsang kemampuan berdiskusi dan mengembangkan kemampuan berpikir
kritis siswa.
Langkah-langkah discovery learning sebagaimana dikemukakan oleh Syah
(2005) adalah sebagai berikut.
1. Stimulasi (stimulation)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungan tanpa pemberian generalisasi untuk menimbulkan keinginan
siswa untuk menyelidiki sendiri. Tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan. Guru harus menguasai teknik-teknik dalam
memberi stimulus kepada siswa agar siswa mampu untuk mengeksplorasi
materi pembelajaran.
2. Pernyataan masalah (problem statement)
Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin permasalahan yang relevan dengan bahan
pelajaran untuk kemudian dijadikan hipotesis.
3. Pengumpulan data (data collection)
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan dengan membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba, dan sebagainya.
4. Pengolahan data (data processing)
Pada tahap ini siswa mengolah data dan informasi yang diperoleh. Data
tersebut diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, dan dihitung dengan cara
tertentu. Dari proses tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif atau penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara
logis.
5. Pembuktian (verification)
Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6. Penarikan kesimpulan (generalization)
Tahap ini adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
Model pembelajaran discovery learning memiliki kelebihan sebagaimana
menurut Roestiyah (2012) adalah sebagai berikut.
a. Membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, memperbanyak kesiapan,
serta menguasai keterampilan dalam proses kognitif siswa.
b. Membantu siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau
individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa
tersebut.
c. Membangkitkan kegairahan belajar siswa.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai
dengan kemampuannya masing-masing.
e. Mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat
untuk belajar lebih giat.
f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
dengan proses penemuan sendiri.
g. Membuat pembelajaran berpusat pada siswa. Guru hanya sebagai teman
belajar dan memfasilitasi siswa.
Setiap model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelemahan model discovery learning menurut Ilahi (2012) adalah sebagai
berikut.
a. Membutuhkan waktu yang relatif lama, diperlukan manajemen waktu yang
maksimal dalam memanfaatkan waktu pada setiap tahapan-tahapan pada
model pembelajaran discovery.
b. Diperlukan kematangan dalam berpikir secara rasional mengenai suatu konsep
(teori), atau dengan kata lain diperlukan kemampuan intelektual yang cukup
tinggi dari siswa untuk menunjang terlaksananya model pembelajaran ini.
c. Diperlukan kemandirian siswa, kepercayaan diri, dan kebiasaan bertindak
sebagai subjek dalam pembelajaran.
Widyastuti (2015) mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penerapan discovery learning, yaitu guru harus selalu memantau siswa dengan
cara membatasi waktu dalam melakukan kegiatan supaya siswa benar-benar
efektif menggunakan waktu yang ada, kemudian mencatat dan memberi
bimbingan kepada siswa yang pasif dan cenderung tidak mau melakukan apapun.
Hasil penelitian pada model pembelajaran discovery menunjukkan bahwa
model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran guna menjadikan
pembelajaran lebih bermakna. Penelitian yang dilakukan oleh Bahri et al. (2011)
menyimpulkan bahwa pendekatan inquiry dan discovery dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi. Widiadnyana (2014) juga
membuktikan dalam penelitiannya, bahwa model discovery learning mampu
meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pemahaman konsep IPA. Balim (2009)
dalam penelitiannya yang berjudul “The Effects of Discovery Learning on
Students’ Success and Inquiry Learning Skills” menyimpulkan bahwa
pembelajaran dengan discovery learning dengan bimbingan guru dapat
meningkatkan rasa keingintahuan dan hasil belajar siswa. Pembelajaran discovery
mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang pada akhirnya
mampu meningkatkan hasil belajar siswa (Akanmu MA & FM Olubusuyi, 2013).
Penelitian Suprihatin et al. (2014) membuktikan bahwa pembelajaran discovery
learning berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.
D. Model Pembelajaran Think, Pair, and Share (TPS)
Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) merupakan
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekannya di
Maryland pada tahun 1981. Langkah-langkah pada tahap utama TPS di antaranya
menurut Rusdiana, 2011, yaitu:
1. Think (berpikir): guru memancing siswa melalui suatu permasalahan, guru
mengajak berpikir mengenai permasalahan.
2. Pair (berpasangan): siswa dapat mencari teman berpasangan untuk
memecahkan permasalahan yang diberikan.
3. Share (berbagi): tiap-tiap pasangan dapat membagikan hasil pemikiran
mereka kepada teman lain dan kelas. Teknisnya, guru memanggil tiap
pasangan untuk berbagi solusi, mendatangi tiap pasangan, atau
mempersilahkan tiap pasangan yang mengajukan diri, dan lainnya.
TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan pembelajaran
kelompok dimana siswa diberi kesempatan untuk berfikir mandiri dan saling
membantu dengan teman yang lain. Pembelajaran TPS membimbing siswa untuk
memiliki tanggung jawab individu dan tanggung jawab dalam kelompok atau
pasangannya. Kelebihan dari metode TPS yaitu dapat meningkatkan rasa percaya
diri, dan memudahkan siswa dalam berkomunikasi sehingga memperlancar
jalannya diskusi (Arianti, 2011).
Menurut Arianti (2011) kegiatan “berpikir-berpasangan-berbagi” dalam
model pembelajaran TPS memberikan banyak keuntungan. Siswa secara individu
dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu
berpikir (wait or think time), sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat.
Pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa dapat mengembangkan dan melatih
berbagai sikap dan nilai. Penelitian yang dilakukan oleh Margaret Bowering et al
(2007:105-116) diperoleh hasil bahwa: beberapa siswa mengakui potensi TPS
bertujuan untuk membangun pengetahuan baru dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif dan refleksi. Selain itu dengan membantu dan belajar
dari satu sama lain, siswa bisa terinspirasi untuk membuka pikiran dan dapat
membuat kemajuan bersama. Hasil dari penelitian yang lain juga menyatakan
bahwa: untuk beberapa murid, TPS merupakan kesempatan untuk
mengembangkan hubungan profesional. Selain itu dengan kerja berpasangan
memudahkan pemahaman siswa terhadap isi pembelajaran, dan menunjukkan
hubungan interpersonal (Rusdiana, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Sormin dan Ginting, tanpa tahun menunjukkan TPS teknik ini memotivasi
siswa untuk aktif dalam membaca pemahaman. Ini memberi banyak kesempatan
kepada siswa untuk berbagi mereka berpikir, dan bekerja sama dalam kelompok
kecil. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis artikel ini memiliki beberapa
tahapan penelitian tindakan kelas seperti biasanya.
Kelebihan dari model TPS ini yaitu memiliki prosedur yang secara eksplisit
memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, menjawab dan saling
membantu satu sama lain. Selain itu tipe TPS ini relatif sederhana, tidak menyita
waktu dalam mengatur tempat duduk dimana siswa dikelompokkan secara
berpasangan sehingga dapat mengaktifkan proses diskusi dalam pembelajaran
kooperatif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat terjadi apabila
siswa melibatkan diri mereka dalam proses pembelajaran. Semakin banyak peran
aktif yang dilakukan anak selama proses kegiatan belajar berlangsung, maka anak
akan mampu dalam berinteraksi sosial dengan lingkungan disekitarnya. Melalui
pengalaman belajar ini siswa dapat secara langsung menanamkan konsep yang
ingin disampaikan oleh guru (Azizah, 2008). Kelemahan dari model ini adalah
guru mengalami kesulitan apabila jumlah siswa terlalu banyak dan membutuhkan
waktu yang lama.

E. Kerangka Pikir
Perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus dilaksanakan.
Pembelajaran Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk belajar secara mandiri untuk
menggali dan mengolah data maupun informasi. Namun, kenyataannya di
lapangan proses pembelajaran belum melibatkan siswa secara aktif untuk
memberdayakan berpendapat maupun mengeluarkan ide berdasarkan fakta dan
data dengan teliti. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang mengajari
bagaimana siswa dalam bagaimana belajar, bagaimana berpendapat dengan baik.
Model pembelajaran discovery menekankan pada pengalaman langsung dan
pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,
melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Sehingga melalui
model pembelajaran ini siswa diharapkan mampu mengungkapkan ide atau
gagasannya berdasarkan hasil pengumpulan dan pemrosesan data. Model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) ini mampu menghadirkan suasana
pembelajaran yang lebih nyaman karena peserta dapat saling bertukar ide maupun
informasi sesuai konteks pembelajaran. Sehingga melalui model pembelajaran ini
siswa diharapkan mampu mengkomunikasikan ide atau gagasannya kepada
temannya melalui kegiatan diskusi. Diskusi dalam bentuk kelompok-kelompok
kecil ini sangat efektif untuk memudahkan siswa dalam memahami materi dan
menemukan konsep materi tertentu, karena siswa akan lebih mudah belajar
dengan teman sebayanya.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran discovery yang terintegrasi TPS
berpotensi untuk memberdayakan keterampilan komunikasi siswa yang mana
juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Kerangka konseptual yang dideskripsikan
di atas, digambarkan pada Gambar 2.1
PPembelajaran Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk belajar secara
mandiri untuk menggali dan mengolah data maupun informasi

Aktivitas belajar dan keterampilan


mengomunikasikan data belum berkembang

Perlu adanya model pembelajaran menekankan pada pemahaman konsep


atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, serta melalui keterlibatan
siswa secara aktif dalam pembelajaran

Penerapan model pembelajaran discovery learning


terintegrasi TPS

Siswa saling bertukar ide mengenai Siswa menggali dan mengolah


hasil pengolaan informasi informasi secara mandiri

Kemampuan komunikasi siswa meningkat

Hasil belajar siswa melampaui Kriteria Ketuntasan


Minimal (KKM)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian

F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.
1. H1 : Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share, terhadap keterampilan komunikasi siswa kelas XI
MIPA
H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
terintegrasi Think Pair Share, terhadap keterampilan komunikasi
siswa kelas XI MIPA
2. H1 : Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share, terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas XI MIPA
H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
terintegrasi Think Pair Share, terhadap hasil belajar kognitif siswa
kelas XI MIPA
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena meneliti ada tidaknya
hubungan sebab akibat dan mengontrol variabel tertentu, yaitu model
pembelajaran discovery terintegrasi TPS yang digunakan untuk melihat
pengaruhnya terhadap keterampilan komunikasi dan hasil belajar siswa.
Rancangan penelitian ini menggunakan eksperimen semu (Quasi-eksperimental
Design). Rancangan penelitian eksperimen semu digunakan karena daam desain
ini memiliki kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel – variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen
(Sugiyono, 2012). Rancangan dalam penelitian ini adalah Pre test-post test
Control Group Design, dimana dalam penelitian ini menggunakan dua kelas,
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen pada penelitian ini
adalah kelas yang kegiatan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
Discovery terintegrasi Think, Pair, and Share (TPS). Sedangkan kelas kontrol
dalam penelitian ini adalah kelas yang kegiatan pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran Discovery.
Sebelum diberikan perlakuan pada penelitian ini awalnya kedua kelas akan
diberikan tes awal berupa pretest di awal pembelajaran, setelah diberikan
perlakuan kedia kelas akan diberikan tes akhir berupa post-test, yang diberikan
saat ulangan harian. Adapun rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. sebagai berikut:

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian

Subyek Tes Awal Perlakuan Tes Akhir


Kelas Eksperimen O1 X1 O2
Kelas Kontrol O3 - O4
(Leedy & Ormrod, n.d.)
Keterangan:
O1 = pengetahuan awal pada kelas eksperimen
O2 = pengetahuan akhir pada kelas eksperimen
O3 = pengetahuan awal pada kelas kontrol
O4 = pengetahuan akhir pada kelas kontrol
X1 = perlakuan dengan model pembelajaran Discovery terintegrasi TPS
- = perlakuan dengan model pembelajaran konvensional

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat dan waktu dari penelitian yang dijabarkan sebagai berikut. Commented [WU5]: Diberikan kalimat pengantar

1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di MAN 1 Lamongan, Jl. Veteran No.43, Jetis.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2019/2020 pada
bulan Februari sampai Juni 2020.

C. Populasi dan Sampel


Populasi dan sampek dari penelitian yang dijabarkan sebagai berikut. Commented [WU6]: Diberikan kalimat pengantar

1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester
genap MAN 1 Lamongan tahun pelajaran 2015/ 2016.
2. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada MAN 1 Lamongan adalah seluruh siswa
yang terdapat pada kelas XI MIPA 6 dan XI MIPA 7. Siswa pada kelas-kelas
yang akan digunakan terlebih dahulu telah diuji kesetaraannya dengan
menggunakan data nilai rapor menggunakan teknik ANOVA. Penentuan kelas
yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol akan
dilakukan secara acak.
D. Instrumen Penelitian
1. Lembar Wawancara
Lembar wawancara digunakan sebagai studi pendahuluan dan penggalian
masalah mengenai objek yang akan diteliti.
2. Instrumen Variabel Bebas
a. Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat: Identitas mata
pelajaran, identitas sekolah, kompetensi inti, kompetensi dasar, tema, materi
pokok, pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar, serta
dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
(Kemendikbud, 2016).
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencan a kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP
dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta
didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (Kemendikbud, 2016). RPP
disusun dengan mengimplementasikan sintaks model pembelajaran Discovery
terintegrasi TPS untuk kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol
menggunkan RPP dengan mengimplementasikan sintaks model pembelajaran
Discovery.
c. Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM)
UKBM merupakan satuan berupa rangkuman singkat yang bersumber
pada BTP (Buku Teks Pelajaran) dan mengacu pada KD (Kompetensi Dasar)
yang disusun secara teratur sesuai tingkat kesukaran untuk membantu siswa
belajar mandiri supaya mencapai ketuntasan minimum yang menjadi tuntutan
KD.
d. Lembar Observasi
Observasi pembelajaran digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran berdasarkan lembar observasi keterlaksaan RPP yang telah
dihasilkan dalam pengembangan perangkat pembelajaran.

3. Instrumen Variabel Terikat


a. Perangkat Tes
Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Instrumen tes berupa
soal pilihan ganda dan tes uraian terbuka sesuai dengan kisi-kisi tes.
Instrumen tes disusun oleh peneliti dan pengembangannya mengikuti Arnyana
(2004) meliputi: (1) penentuan standar kompetensi, (2) analisis kompetensi
dasar, (3) penyusunan kisi-kisi, (4) penyusunan tes, (5) penyusunan rubrik, (6)
uji ahli, dan (7) uji lapangan untuk penentuan validitas, reliabilitas, daya beda,
dan tingkat kesukaran. Pelaksanaan uji coba lapangan untuk mencari validitas
butir, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran dilakukan sebelum
penelitian eksperimen dilakukan. Namun sebelum dilakukan uji coba terlebih
dahulu dilakukan validasi isi dan konstruk oleh ahli materi dan ahli perangkat
yang dilakukan oleh _____ sebagai validator ahli perangkat dan ahli materi
pada KD 3.8 yang hasilnya dapat dilihat pada _____. Serta _____ sebagai
validator ahli perangkat dan ahli materi pada KD 3.9 yang hasilnya dapat
dilihat pada _____. Selanjutnya dilakukan uji coba terhadap siswa kelas XI
SMA/MA di Kota Lamongan yang tidak digunakan sebagai eksperimen
penelitian dan telah memperoleh materi yang diteliti.
b. Rubrik Penilaian Keterampilan Komunikasi
Pengukuran keterampilan komunikasi siswa dalam penelitian ini digunakan
rubrik keterampilan komunikasi. Rubrik keterampilan komunikasi mengacu
pada (Greenstein, 2012) dengan skala 1-4. Komponen dalam rubrik
keterampilan komunikasi tersebut memberikan skor keterampilan komunikasi.
c. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda
Instrumen
1) Validitas Tes
Validitas butir tes dihitung dengan koefisien korelasi skor setiap butir
dengan skor total. Penghitungan validitas butir soal dengan menggunakan
rumus korelasi product moment, dengan kriteria validitas butir dibandingkan
antara r-hitung dengan r-tabel, bila r-hitung lebih besar dari r-tabel (r-hitung >
r-tabel) pada taraf signifikansi 5%, maka butir tes dikatakan valid (Arikunto,
2006)
2) Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen tes menggunakan koefisien reliabilitas
dengan rumus Alpha Cronbach (Sugiyono, 2003). Penghitungannya
menggunakan program SPSS 16 for Windows.
𝐾
R1 =
𝐾−1
{1 - ∑𝑆𝑡2
𝑆𝑡2
}
(Sumber: Sugiyono 2003)
Keterangan:
R1 = reliabilitas instrumen
K = rata-rata kuadrat antar subyek
Σ St2 = rata-rata kuadrat kesalahan
St2 = varians total
Hasil rhitung soal tes yang diperoleh akan dibandingkan dengan rtabel
dengan kriteria apabila rhitung > rtabel maka instrumen tes reliabel.

Tabel 3.2 Kriteria Uji Nilai Reliabilitas


Nilai Reliabilitas Kriteria Uji
0,80 – 1,00 Sangat tinggi
0,60 – 0,79 Tinggi
0,40 – 0,59 Cukup
0,20 – 0,399 Rendah
0,00 – 0,199 Sangat rendah
Sumber: (Arikunto, 2006)
3) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran (derajat kesukaran) setiap butir dihitung dengan
menggunakan rumus dari (Arifin, 2013) sebagai berikut.
jumla siswa yang gagal
TK = x 100%
jumlah siswa seluruhnya

Keterangan:
TK = tingkat kesukaran setiap butir
Penghitungan derajat kesukaran tes dilakukan dengan menggunakan software
program Excell for Windows. Kemudian nilai tingkat kesukaran dicocokkan
dengan kriteria uji yang dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Kriteria Uji Tingkat Kesukaran
Nilai Tingkat Kesukaran Kriteria Uji
>72% Sukar
27% - 72% Sedang
<27% Mudah
Sumber: (Arifin, 2013)

4) Daya Pembeda Instrumen


Menurut (Arifin, 2013), Daya beda atau daya pembeda ditentukan
dengan mengambil 27% siswa yang belajar di dalam kelas dan 27% siswa
yang belajar di luar kelas. Rumus yang digunakan untuk menghitung daya
pembeda soal adalah sebagai berikut.
Rumus:
(𝑋1−𝑋2)
t=
∑𝑋2
1 + ∑𝑋2
2

𝑛 (𝑛−1)

Keterangan :
X1 = rata – rata dari kelompok atas
X2 = rata – rata dari kelompok bawah
∑𝑋12 = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas

∑𝑋22 = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok bawah


n = 27% X N (baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah)
dengan ketentuan:
1. jika nilai t hitung > nilai t tabel berarti daya pembeda soal signifikan
2. jika nilai t hitung < nilai t tabel berarti daya pembeda soal tidak signifikan
Penghitungan daya beda dilakukan dengan menggunakan bantuan
software program Excell for Windows.

E. Prosedur Penelitian
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui 2 tahapan yaitu tahap persiapan
dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap persiapan.
Tahap persiapan yang dilakukan sebelum pengambilan data antara lain:
a. melakukan kegiatan observasi ke MAN 1 Lamongan
b. menyusun proposal penelitian
c. mengurus surat ijin penelitian yang nantinya akan diserahkan kepada kepala
sekolah
d. melakukan konsultasi dengan guru bidang studi biologi kelas XI untuk
membicarakan terkait prosedur penelitian yang akan dilakukan, jadwal
pelaksanaan penelitian dan materi yang akan diajarkan kepada siswa;
e. menentukan sampel dari populasi yang ada di MAN 1 Lamongan.
f. menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi silabus, RPP, lembar kerja
siswa.
g. menyusun instrumen penelitian yang meliputi lembar observasi
keterlaksanaan model pembelajaran Discovery, lembar pengamatan
ketrampilan siswa dan tes hasil belajar siswa.
h. melakukan validasi perangkat pembelajaran dan instrumen tes yang
digunakan.
2. Tahap pelaksanaan.
a. Melakukan pretest, untuk mengetahui keterampilan komunikasi dan hasil
bealajar kognitif siswa yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan
b. Melakukan prost-test, untuk mengetahui keterampilan komunikasi dan hasil
bealajar kognitif siswa yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan

F. Teknik Analisis Data


1. Teknik Analisis Data Keterlaksanaan RPP
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi
keterlaksanaan model pembelajaran Discovery terintegrasi TPS. Analisis
keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan presentase keterlaksanaan kegiatan
guru dan murid yang diperoleh dengan cara menjumlahkan tanda cek (√) yang
diberikan oleh pengamat pada lembar pengamatan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Skor 0, apabila guru maupun siswa tidak melakukan sama sekali.
b. Skor 1, apabila guru maupun siswa dapat melakukan tetapi kurang.
c. Skor 2 apabila guru dan siswa melakukan dengan baik.
Persentase keterlaksanaan model pembelajaran Discovery berbasis TPS dapat
dihitung dengan rumus:
∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
% keterlaksanaan = ∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
x 100 %

Pedoman pemberian skor pada setiap tahap kegiatan pembelajaran


berdasarkan kriteria pada Tabel 3.4.
Tabel 3.2 Kriteria Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Nilai Reliabilitas Kriteria Uji
≤ 55% dari seluruh aspek yang dilaksanakan Tidak Baik
55,01%-70% dari seluruh aspek yang dilaksanakan Cukup
70,01% - 85% dari seluruh aspek yang dilaksanakan Baik
>80,01% dari seluruh aspek yang dilaksanakan Sangat Baik
0,00 – 0,199 Sangat rendah
Sumber: Indriwati (2007)
2. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian
Analisis data dilakukan untuk memberikan makna terhadap data yang telah
diperoleh selama penelitian. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara
deskriptif dan statistik. Penjabaran dari kedua analisis adalah sebagai berikut:
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan pada data pretest dan post-test untuk
keterampilan komunikasi dan hasil belajar siswa. Deskriptif pada data pretest
dan post-test digunakan untuk mengetahui rata-rata, standard deviasi, nilai
tertinggi, nilai terendah, sebaran frekuensi dan histogram dari keterampilan
komunikasi dan hasil belajar siswa.
b. Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan pada data keterampilan komunikasi dan hasil
belajar kognitif siswa yang meliputi data pretest dan post-test serta data skor
perolehan (gain scores). Pada data keterampilan komunikasi dan hasil belajar
siswa dilakukan uji prasyarat analisis dan uji hipotesis. Uji prasyarat analisis
menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas, sedangkan uji hipotesis
menggunakan analisis kovarian satu jalur (a one-way between-group
ANCOVA).
Adapun penjabarannya sebagai berikut.
1) Uji Prasyarat Analisis
Data yang diperoleh berupa ketrampilan komunikasi hasil belajar kognitif
siswa yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis statistik
yaitu analisis kovarian yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat terdiri
dari uji normalitas dan uji homogenitas.
a) Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data terdistribusi
secara normal atau tidak. Apabila data yang diperoleh tidak terdistribusi
secara normal maka kesimpulan berdasarkan teori atau hipotesis tidak
berlaku. Pedoman dalam uji normalitas adalah sebagai berikut:
(1) Nilai signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05 berarti data tidak
terdistribusi secara normal.
(2) Nilai signifikasi atau nilai probabiltas > 0,05 berarti data terdistribusi
secara normal.
b) Uji homogenitas
Uji homogenitas data penelitian ini menggunakan uji program
SPSS 16.0 for windows, yaitu test of homogenity Lavene dengan nilai
signifikan α = 0,05. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu
ditentukan hipotesis dalam homogenitas ini sebagai berikut :
H0 : Kedua varian (varian kelas eksperimen dan kelas kontrol) adalah
sama.
Ha : Kedua varian (varian kelas eksperimen dan kelas kontrol) adalah
berbeda.
Pedoman pengambilan keputusan untuk uji homogenitas adalah:
(1) Jika nilai signifikansi < 0,05 dan Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan
Hi diterima berarti data berasal dari populasi – populasi yang
mempunyai varian tidak sama atau berbeda.
(2) Jika nilai signifikansi > 0,05 dan Fhitung > Ftabel, maka Ho diterima dan
Hi ditolak berarti data berasal dari populasi – populasi yang
mempunyai varian sama.
c) Uji hipotesis
Setelah melakukan uji prasyarat analisis maka selanjutnya
dilakukan uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui apakah
hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Adapun hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) H0 = Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
terintegrasi TPS terhadap keterampilan komunikasi siswa kelas XI
MIPA
Ha = Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
terintegrasi TPS terhadap keterampilan komunikasi siswa kelas XI
MIPA
(2) H0 = Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
terintegrasi TPS terhadap hasil belajar siswa kelas XI MIPA
Ha = Ada pengaruh pengaruh model pembelajaran Discovery
Learning terintegrasi TPS terhadap hasil belajar siswa kelas XI
MIPA
Hipotesis diuji dengan uji analisis varian (ANOVA), dengan model
pembelajara sebagai variabel bebas, skor posttest sebagai variabel terikat,
dan skor pretest sebagai variatnya. Pengujian untuk hipotesis ini dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows, yaitu univariate
analysis of variance untuk uji ANCOVA dengan nilai signifikansi α = 0,050.
Pedoman pengambilan keputusan untuk uji hipotesis pretest dan post-test
adalah:
(1) Jika nilai signifikasi atau probabilitas > 0,05, maka hipotesis nol (H0)
diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Hal ini berarti tidak ada
pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi TPS
terhadap keterampilan komunikasi dan hasil belajar
(2) Jika nilai signifikasi atau probabilitas < 0,05, maka hipotesis nol (H0)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini berarti ada pengaruh
model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi TPS terhadap
keterampilan komunikasi dan hasil belajar
Sebagai data pendukung untuk analisis sebelumnya maka juga dilakukan
analisis pada skor perolehan (gain scores). Pengujian untuk hipotesis ini
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows, yaitu
independent sample t-test untuk uji gain scores dengan nilai signifikansi α =
0,050
Pedoman pengambilan keputusan untuk uji hipotesis gain scores adalah :
(1) Jika nilai signifikansi < 0,050 dan thitung > ttabel, berarti bahwa ada perbedaan
gain scores antara kelas kontrol dan kelas eksperimen
(2) Jika nilai signifikansi < 0,050 dan thitung < ttabel, berarti bahwa tidak ada
perbedaan gain scores antara kelas kontrol dan kelas eksperimen
DAFTAR PUSTAKA

Ahmetoglu, E., & Acar, I. H. (2016). The Correlates of Turkish Preschool Preservice
Teachers’ Social Competence, Empathy and Communication Skills. European
Journal of Contemporary Education, 16(2).
https://doi.org/10.13187/ejced.2016.16.188

Akanmu MA & FM Olubusuyi. (2013). Guided-discovery Learning Strategy and


Senior School Students Performance in Mathematics in Ejigbo. Journal of
Education and Practice, 4(12), 82–90.

Arianti, P. (2011). Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair


Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 8 Surakarta.
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Arifin, Z. (2013). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Azizah, N. (2008). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk
Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Matematika Anak Tunarungu. Jurnal
Pendidikan Luar Biasa.

Bahri A, Syamsiah & R Agni. (2011). Pengaruh Pendekatan Inquiry dan Discovery
terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Walenrang.
Bionature 12(2): 110-122.

Balim A. (2009). The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and


Inquiry Learning Skills. Egitim Arastirmalari-Eurasian Journal of
Educational Research 35(1): 1-20.
orthick F & DR Jones. (2000). Motivation for Collaborative Online Learning
Invention and Its Application in Information Systems Security Course. Issues
in Accounting Education 15(2): 181-210

East, M. (2015). Taking communication to task again: What difference does a decade
make? The Language Learning Journal, 43 (1)

Greenstein, L. (2012). Assesing 21st Century Skills: A Guide to Evaluating Mastery


and Authentic Learning. USA: SAGE Publication Ltd.

Ilahi MT. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill.
Yogyakarta: DIVA Press.

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar


Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Kurniasih, I., Sani, B. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta:


Kata Pena

Lederman, D. (2012). Confounded by contradictions. Inside Higher Ed.

Leedy, P. D., & Ormrod, J. E. (n.d.).


[Paul_D._Leedy,_Jeanne_Ellis_Ormrod]_Practical_Res(b-ok.org).
https://doi.org/10.15713/ins.mmj.3

MarizaFitri dan Derlina. (2014). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN


DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA. 3(1985),
1308–1314.

Morreale, S.P. (2013). Student communication competence. In The International


Encyclopedia of Communication (Donsbach, W., Eds). Washington, DC:
Blackwell Publishing.

Roestiyah NK. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Rusdiana, R. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
(TPS) Berbasis Kontekstual untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Biologi
Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Tasikmadu Karanganyar Tahun Pelajaran
2010/2011. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Sebelas Maret Surakarta

Sugiyono. (2003). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suprihatin, W.Isnaeni & W.Christijanti. (2014). Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa
pada Materi Sistem Pencernaan dengan Penerapan Strategi Pembelajaran
Discovery Learning. Unnes Journal Biology Education 3(3): 275-282.

Sutman FX, Schmuckler JS & Woodfield JD. (2008). The Science Quest Using
Inquiry/Discovery to Enchance Student Learning. San Francisco: Jossey-Bass.

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Syah M. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka.

Van Epps, A., & Sapp Nelson, M. (2016). One-shot or Embedded? Assessing
Different Delivery Timing for Information Resources Relevant to Assignments.
Evidence Based Library and Information Practice, 8(1), 4.
https://doi.org/10.18438/b8s319

Widiadnyana IW, Sadia IW & Suastra IW. 2014. Pengaruh Model Discovery
Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP. e-
Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi
IPA 4(1): 1-13.
Widyastuti ES. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada
Materi Konsep Ilmu Ekonomi. Prosiding Seminar Nasional. 9 Mei 2015. Hlm
33-40. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Wulandari, M. D., & Yulianto, A. (2018). Journal of Innovative Science Education


Development of Discovery Learning Model Using Scientific Approach to
Increase Student ’ s Comprehension and Communication Skills. 7(2), 223–228.

Wulantika, A. (2012). Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Team Quiz


Terhadap Hasil Belajar Biologi Ditinjau dari Keaktifan Bertanya pada Siswa
SMA Negeri 1 Karangpandan Tahun Pelajaran 2011/2012.
UniversitasSebelasMaret Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai