PROPOSAL SKRIPSI
OLEH
AINI FATHIYYATUR ROHMAH
NIM 160341606035
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.
1. Apakah ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share terhadap keterampilan komunikasi siswa kelas XI MIPA?
2. Apakah ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas XI MIPA?
C. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa
a. Memperoleh kesempatan yang berharga karena mendapat pengalaman
belajar dengan model pembelajaran yang baru.
b. Meningkatkan keterampilan komunikatif dan hasil belajar siswa.
2. Bagi Peneliti Commented [WU2]: Kegunaan penelitian berbeda
dengan tujuan penelitian
a. Meniningkatkan keterampilan mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning terintegrasi Think Pair Share.
b. Menambah pengetahuan mengenai salah satu keterampilan abad 21 yakni
keterampilan komunikasi.
3. Bagi Guru:
a. Menambah wawasan dalam pemilihan strategi pembelajaran yang dapat
meningkatkan keprofesionalannya sehingga mampu untuk meningkatkan
kualitas pendidikan.
b. Masukan bagi guru sebagai fasilitator, motivator dan mediator di dalam
suatu pembelajaran
4. Bagi Sekolah
a. Memberikan masukan kepada sekolah tentang penerapan pembelajaran
dalam rangka supervisi oleh kepala sekolah kepada guru-guru di
sekolahnya.
b. Menjadi masukan bagi perlunya guru difasilitasi dalam mengembangkan
profesinya sebagai pendidik sekaligus peneliti yang professional.
c. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga warga sekolah
baik guru, siswa, serta karyawan sekolah memiliki semangat yang tinggi
menghasilkan prestasi yang baik.
5. Bagi Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA UM
Menambah khasanah dan keragaman bukti-bukti penerapan pembelajaran
pada Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA UM.
6. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti lain untuk mengadakan
penelitian yang lebih lanjut tentang pembelajaran.
D. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada beberapa asumsi berikut:
1. Pembelajaran discovery terintegrasi TPS dapat diterapkan dengan baik oleh
siswa.
2. Keterampilan komunikasi siswa dapat diukur melalui rubrik keterampilan
komunikasi.
3. Hasil belajar dapat diukur dengan tes hasil belajar kognitif.
A. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi adalah keterampilan individu untuk mengemukaan
dan menerima informasi sesuai dengan konteks. Komunikasi membantu siswa
untuk mengemukaan informasi secara lisan, tulisan, maupun nonverbal dalam
berbagai konteks sehingga dapat dipahami secara efektif oleh penerima informasi
(East, 2015). Komunikasi dikatakan tepat apabila siswa mampu menyampaikan
pesan sesuai dengan situasi dan konteks yang tengah dihadapi. Sementara itu,
komunikasi dikategorikan efektif jika pendengar dengan mudah memahami
informasi dari komunikan (Morreale et al, 2014). Terdapat tiga aspek yang perlu
dipahami agar komunikasi berjalan efektif, yakni motivasi, pengetahuan, dan
kompetensi individu (Lederman, 2012).
Siswa perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk berkomunikasi. Siswa dapat
menentukan topik yang tepat untuk disampaikan kepada si penerima baik itu pada
teman sejawat maupun guru (Morreale, 2013). Selanjutnya, siswa harus memiliki
banyak pengetahuan termasuk mengikuti perkembanngan zaman. Pengetahuan
tidak hanya tentang materi yang akan disampaikan tetapi pengetahuan tentang
cara menyampaikan materi dengan teknik menyenangkan agar menarik minat
pendengar. Pengetahun merupakan komponen penting bagi siswa sehingga
mereka memahami tindakan apa yang harus dilakukan ketika situasi tidak sesuai
perkiraan (Morreale, 2013). Aspek yang terakhir yang perlu dikembangkan agar
komunikasi lebih efektif adalah kompetensi. Kompetensi berkaitan dengan emosi
da tingkah laku siswa dalam melakukan komunikasi. Siswa dengan aspek
kompetensi yang rendah akan merasa kesulitan dalam melakukan komunikasi
(Wodd & Hartshorne, 2017). Kesulitan yang sering dijumpai dalam
berkomunikasi yaitu rasa percaya diri yang rendah, sehingga komunikasi
terganggu. Sebagai akibatnya siswa akan berbicara tersendat dan yang
mengakibatkan informasi yang disampaikan kurang jelas.
B. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kualitas peserta didik yang dihasilkan setelah
mengikuti proses pembelajaran. Keberhasilan dalam proses belajar salah satunya
dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa. Peningkatan hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu (Arianti, 2011).
Hasil belajar merupakan hasil akhir dari suatu proses belajar mengajar dan
merupakan perwujudan dari kemampuan diri yang optimal setelah menerima
pelajaran (Wulantika, 2012).
Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari
enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying
(menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan
creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan
tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6 (Utari,
tanpa tahun). Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah
melakukan usaha untuk mendapat ilmu pengetahuan. Hasil belajar dapat diketahui
setelah diberi tes akhir kegiatan pembelajaran (Fadhilla, 2011).
C. Model Pembelajaran Discovery
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan
para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran (Trianto, 2007).
Hanafiah dan Suhana (2012), menjelaskan bahwa discovery learning merupakan
suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan
logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku. Pembelajaran discovery
learning mengarahkan siswa untuk memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Kemendikbud, 2013).
Discovery adalah proses mental siswa hingga mampu mengasimilasikan suatu
konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain mengamati, mencerna,
mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan
membuat simpulan (Roestiyah, 2012). Dalam pembelajaran ini, guru tidak
menyajikan materi, namun memberikan stimulasi bagi siswa untuk mengamati,
mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
dan membuat simpulan. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir (final),
tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan seperti mengamati,
mengumpulkan informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan, serta membuat kesimpulan (Kemendikbud,
2013). Borthick dan Jones (2000) menyatakan bahwa dalam pembelajaran
discovery, siswa belajar untuk mengenali masalah, mencari solusi, mencari
informasi yang relevan, mengembangkan strategi solusi, dan melaksanakan
strategi yang dipilih. Dalam kolaborasi pembelajaran penemuan, siswa tenggelam
dalam komunitas praktik dan memecahkan masalah bersama-sama.
Disimpulkan bahwa discovery learning merupakan proses pembelajaran yang
terjadi bila siswa disajikan materi pembelajaran yang masih bersifat belum tuntas
atau belum lengkap sehingga menuntut siswa untuk aktif menemukan jawaban
atas permasalahan dan hipotesis yang telah disusun melalui kegiatan-kegiatan
seperti mengamati, memahami, menggolongkan, membuat hipotesis,
menjelaskan, dan menarik kesimpulan. Sutman et al. (2008) menyebutkan bahwa
saat proses pembelajaran guru menstimulasi siswa agar aktif dalam proses
pengumpulan data, mengamati, dan meringkas. Hal tersebut dianggap efektif
merangsang kemampuan berdiskusi dan mengembangkan kemampuan berpikir
kritis siswa.
Langkah-langkah discovery learning sebagaimana dikemukakan oleh Syah
(2005) adalah sebagai berikut.
1. Stimulasi (stimulation)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungan tanpa pemberian generalisasi untuk menimbulkan keinginan
siswa untuk menyelidiki sendiri. Tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan. Guru harus menguasai teknik-teknik dalam
memberi stimulus kepada siswa agar siswa mampu untuk mengeksplorasi
materi pembelajaran.
2. Pernyataan masalah (problem statement)
Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin permasalahan yang relevan dengan bahan
pelajaran untuk kemudian dijadikan hipotesis.
3. Pengumpulan data (data collection)
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan dengan membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba, dan sebagainya.
4. Pengolahan data (data processing)
Pada tahap ini siswa mengolah data dan informasi yang diperoleh. Data
tersebut diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, dan dihitung dengan cara
tertentu. Dari proses tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif atau penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara
logis.
5. Pembuktian (verification)
Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6. Penarikan kesimpulan (generalization)
Tahap ini adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
Model pembelajaran discovery learning memiliki kelebihan sebagaimana
menurut Roestiyah (2012) adalah sebagai berikut.
a. Membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, memperbanyak kesiapan,
serta menguasai keterampilan dalam proses kognitif siswa.
b. Membantu siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau
individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa
tersebut.
c. Membangkitkan kegairahan belajar siswa.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai
dengan kemampuannya masing-masing.
e. Mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat
untuk belajar lebih giat.
f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
dengan proses penemuan sendiri.
g. Membuat pembelajaran berpusat pada siswa. Guru hanya sebagai teman
belajar dan memfasilitasi siswa.
Setiap model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelemahan model discovery learning menurut Ilahi (2012) adalah sebagai
berikut.
a. Membutuhkan waktu yang relatif lama, diperlukan manajemen waktu yang
maksimal dalam memanfaatkan waktu pada setiap tahapan-tahapan pada
model pembelajaran discovery.
b. Diperlukan kematangan dalam berpikir secara rasional mengenai suatu konsep
(teori), atau dengan kata lain diperlukan kemampuan intelektual yang cukup
tinggi dari siswa untuk menunjang terlaksananya model pembelajaran ini.
c. Diperlukan kemandirian siswa, kepercayaan diri, dan kebiasaan bertindak
sebagai subjek dalam pembelajaran.
Widyastuti (2015) mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penerapan discovery learning, yaitu guru harus selalu memantau siswa dengan
cara membatasi waktu dalam melakukan kegiatan supaya siswa benar-benar
efektif menggunakan waktu yang ada, kemudian mencatat dan memberi
bimbingan kepada siswa yang pasif dan cenderung tidak mau melakukan apapun.
Hasil penelitian pada model pembelajaran discovery menunjukkan bahwa
model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran guna menjadikan
pembelajaran lebih bermakna. Penelitian yang dilakukan oleh Bahri et al. (2011)
menyimpulkan bahwa pendekatan inquiry dan discovery dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi. Widiadnyana (2014) juga
membuktikan dalam penelitiannya, bahwa model discovery learning mampu
meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pemahaman konsep IPA. Balim (2009)
dalam penelitiannya yang berjudul “The Effects of Discovery Learning on
Students’ Success and Inquiry Learning Skills” menyimpulkan bahwa
pembelajaran dengan discovery learning dengan bimbingan guru dapat
meningkatkan rasa keingintahuan dan hasil belajar siswa. Pembelajaran discovery
mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang pada akhirnya
mampu meningkatkan hasil belajar siswa (Akanmu MA & FM Olubusuyi, 2013).
Penelitian Suprihatin et al. (2014) membuktikan bahwa pembelajaran discovery
learning berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.
D. Model Pembelajaran Think, Pair, and Share (TPS)
Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) merupakan
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekannya di
Maryland pada tahun 1981. Langkah-langkah pada tahap utama TPS di antaranya
menurut Rusdiana, 2011, yaitu:
1. Think (berpikir): guru memancing siswa melalui suatu permasalahan, guru
mengajak berpikir mengenai permasalahan.
2. Pair (berpasangan): siswa dapat mencari teman berpasangan untuk
memecahkan permasalahan yang diberikan.
3. Share (berbagi): tiap-tiap pasangan dapat membagikan hasil pemikiran
mereka kepada teman lain dan kelas. Teknisnya, guru memanggil tiap
pasangan untuk berbagi solusi, mendatangi tiap pasangan, atau
mempersilahkan tiap pasangan yang mengajukan diri, dan lainnya.
TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan pembelajaran
kelompok dimana siswa diberi kesempatan untuk berfikir mandiri dan saling
membantu dengan teman yang lain. Pembelajaran TPS membimbing siswa untuk
memiliki tanggung jawab individu dan tanggung jawab dalam kelompok atau
pasangannya. Kelebihan dari metode TPS yaitu dapat meningkatkan rasa percaya
diri, dan memudahkan siswa dalam berkomunikasi sehingga memperlancar
jalannya diskusi (Arianti, 2011).
Menurut Arianti (2011) kegiatan “berpikir-berpasangan-berbagi” dalam
model pembelajaran TPS memberikan banyak keuntungan. Siswa secara individu
dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu
berpikir (wait or think time), sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat.
Pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa dapat mengembangkan dan melatih
berbagai sikap dan nilai. Penelitian yang dilakukan oleh Margaret Bowering et al
(2007:105-116) diperoleh hasil bahwa: beberapa siswa mengakui potensi TPS
bertujuan untuk membangun pengetahuan baru dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif dan refleksi. Selain itu dengan membantu dan belajar
dari satu sama lain, siswa bisa terinspirasi untuk membuka pikiran dan dapat
membuat kemajuan bersama. Hasil dari penelitian yang lain juga menyatakan
bahwa: untuk beberapa murid, TPS merupakan kesempatan untuk
mengembangkan hubungan profesional. Selain itu dengan kerja berpasangan
memudahkan pemahaman siswa terhadap isi pembelajaran, dan menunjukkan
hubungan interpersonal (Rusdiana, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Sormin dan Ginting, tanpa tahun menunjukkan TPS teknik ini memotivasi
siswa untuk aktif dalam membaca pemahaman. Ini memberi banyak kesempatan
kepada siswa untuk berbagi mereka berpikir, dan bekerja sama dalam kelompok
kecil. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis artikel ini memiliki beberapa
tahapan penelitian tindakan kelas seperti biasanya.
Kelebihan dari model TPS ini yaitu memiliki prosedur yang secara eksplisit
memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, menjawab dan saling
membantu satu sama lain. Selain itu tipe TPS ini relatif sederhana, tidak menyita
waktu dalam mengatur tempat duduk dimana siswa dikelompokkan secara
berpasangan sehingga dapat mengaktifkan proses diskusi dalam pembelajaran
kooperatif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat terjadi apabila
siswa melibatkan diri mereka dalam proses pembelajaran. Semakin banyak peran
aktif yang dilakukan anak selama proses kegiatan belajar berlangsung, maka anak
akan mampu dalam berinteraksi sosial dengan lingkungan disekitarnya. Melalui
pengalaman belajar ini siswa dapat secara langsung menanamkan konsep yang
ingin disampaikan oleh guru (Azizah, 2008). Kelemahan dari model ini adalah
guru mengalami kesulitan apabila jumlah siswa terlalu banyak dan membutuhkan
waktu yang lama.
E. Kerangka Pikir
Perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus dilaksanakan.
Pembelajaran Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk belajar secara mandiri untuk
menggali dan mengolah data maupun informasi. Namun, kenyataannya di
lapangan proses pembelajaran belum melibatkan siswa secara aktif untuk
memberdayakan berpendapat maupun mengeluarkan ide berdasarkan fakta dan
data dengan teliti. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang mengajari
bagaimana siswa dalam bagaimana belajar, bagaimana berpendapat dengan baik.
Model pembelajaran discovery menekankan pada pengalaman langsung dan
pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,
melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Sehingga melalui
model pembelajaran ini siswa diharapkan mampu mengungkapkan ide atau
gagasannya berdasarkan hasil pengumpulan dan pemrosesan data. Model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) ini mampu menghadirkan suasana
pembelajaran yang lebih nyaman karena peserta dapat saling bertukar ide maupun
informasi sesuai konteks pembelajaran. Sehingga melalui model pembelajaran ini
siswa diharapkan mampu mengkomunikasikan ide atau gagasannya kepada
temannya melalui kegiatan diskusi. Diskusi dalam bentuk kelompok-kelompok
kecil ini sangat efektif untuk memudahkan siswa dalam memahami materi dan
menemukan konsep materi tertentu, karena siswa akan lebih mudah belajar
dengan teman sebayanya.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran discovery yang terintegrasi TPS
berpotensi untuk memberdayakan keterampilan komunikasi siswa yang mana
juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Kerangka konseptual yang dideskripsikan
di atas, digambarkan pada Gambar 2.1
PPembelajaran Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk belajar secara
mandiri untuk menggali dan mengolah data maupun informasi
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.
1. H1 : Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share, terhadap keterampilan komunikasi siswa kelas XI
MIPA
H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
terintegrasi Think Pair Share, terhadap keterampilan komunikasi
siswa kelas XI MIPA
2. H1 : Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terintegrasi
Think Pair Share, terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas XI MIPA
H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning
terintegrasi Think Pair Share, terhadap hasil belajar kognitif siswa
kelas XI MIPA
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena meneliti ada tidaknya
hubungan sebab akibat dan mengontrol variabel tertentu, yaitu model
pembelajaran discovery terintegrasi TPS yang digunakan untuk melihat
pengaruhnya terhadap keterampilan komunikasi dan hasil belajar siswa.
Rancangan penelitian ini menggunakan eksperimen semu (Quasi-eksperimental
Design). Rancangan penelitian eksperimen semu digunakan karena daam desain
ini memiliki kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel – variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen
(Sugiyono, 2012). Rancangan dalam penelitian ini adalah Pre test-post test
Control Group Design, dimana dalam penelitian ini menggunakan dua kelas,
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen pada penelitian ini
adalah kelas yang kegiatan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
Discovery terintegrasi Think, Pair, and Share (TPS). Sedangkan kelas kontrol
dalam penelitian ini adalah kelas yang kegiatan pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran Discovery.
Sebelum diberikan perlakuan pada penelitian ini awalnya kedua kelas akan
diberikan tes awal berupa pretest di awal pembelajaran, setelah diberikan
perlakuan kedia kelas akan diberikan tes akhir berupa post-test, yang diberikan
saat ulangan harian. Adapun rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. sebagai berikut:
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di MAN 1 Lamongan, Jl. Veteran No.43, Jetis.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2019/2020 pada
bulan Februari sampai Juni 2020.
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester
genap MAN 1 Lamongan tahun pelajaran 2015/ 2016.
2. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada MAN 1 Lamongan adalah seluruh siswa
yang terdapat pada kelas XI MIPA 6 dan XI MIPA 7. Siswa pada kelas-kelas
yang akan digunakan terlebih dahulu telah diuji kesetaraannya dengan
menggunakan data nilai rapor menggunakan teknik ANOVA. Penentuan kelas
yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol akan
dilakukan secara acak.
D. Instrumen Penelitian
1. Lembar Wawancara
Lembar wawancara digunakan sebagai studi pendahuluan dan penggalian
masalah mengenai objek yang akan diteliti.
2. Instrumen Variabel Bebas
a. Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat: Identitas mata
pelajaran, identitas sekolah, kompetensi inti, kompetensi dasar, tema, materi
pokok, pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar, serta
dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
(Kemendikbud, 2016).
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencan a kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP
dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta
didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (Kemendikbud, 2016). RPP
disusun dengan mengimplementasikan sintaks model pembelajaran Discovery
terintegrasi TPS untuk kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol
menggunkan RPP dengan mengimplementasikan sintaks model pembelajaran
Discovery.
c. Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM)
UKBM merupakan satuan berupa rangkuman singkat yang bersumber
pada BTP (Buku Teks Pelajaran) dan mengacu pada KD (Kompetensi Dasar)
yang disusun secara teratur sesuai tingkat kesukaran untuk membantu siswa
belajar mandiri supaya mencapai ketuntasan minimum yang menjadi tuntutan
KD.
d. Lembar Observasi
Observasi pembelajaran digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran berdasarkan lembar observasi keterlaksaan RPP yang telah
dihasilkan dalam pengembangan perangkat pembelajaran.
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran setiap butir
Penghitungan derajat kesukaran tes dilakukan dengan menggunakan software
program Excell for Windows. Kemudian nilai tingkat kesukaran dicocokkan
dengan kriteria uji yang dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Kriteria Uji Tingkat Kesukaran
Nilai Tingkat Kesukaran Kriteria Uji
>72% Sukar
27% - 72% Sedang
<27% Mudah
Sumber: (Arifin, 2013)
Keterangan :
X1 = rata – rata dari kelompok atas
X2 = rata – rata dari kelompok bawah
∑𝑋12 = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas
E. Prosedur Penelitian
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui 2 tahapan yaitu tahap persiapan
dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap persiapan.
Tahap persiapan yang dilakukan sebelum pengambilan data antara lain:
a. melakukan kegiatan observasi ke MAN 1 Lamongan
b. menyusun proposal penelitian
c. mengurus surat ijin penelitian yang nantinya akan diserahkan kepada kepala
sekolah
d. melakukan konsultasi dengan guru bidang studi biologi kelas XI untuk
membicarakan terkait prosedur penelitian yang akan dilakukan, jadwal
pelaksanaan penelitian dan materi yang akan diajarkan kepada siswa;
e. menentukan sampel dari populasi yang ada di MAN 1 Lamongan.
f. menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi silabus, RPP, lembar kerja
siswa.
g. menyusun instrumen penelitian yang meliputi lembar observasi
keterlaksanaan model pembelajaran Discovery, lembar pengamatan
ketrampilan siswa dan tes hasil belajar siswa.
h. melakukan validasi perangkat pembelajaran dan instrumen tes yang
digunakan.
2. Tahap pelaksanaan.
a. Melakukan pretest, untuk mengetahui keterampilan komunikasi dan hasil
bealajar kognitif siswa yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan
b. Melakukan prost-test, untuk mengetahui keterampilan komunikasi dan hasil
bealajar kognitif siswa yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan
Ahmetoglu, E., & Acar, I. H. (2016). The Correlates of Turkish Preschool Preservice
Teachers’ Social Competence, Empathy and Communication Skills. European
Journal of Contemporary Education, 16(2).
https://doi.org/10.13187/ejced.2016.16.188
Azizah, N. (2008). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk
Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Matematika Anak Tunarungu. Jurnal
Pendidikan Luar Biasa.
Bahri A, Syamsiah & R Agni. (2011). Pengaruh Pendekatan Inquiry dan Discovery
terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Walenrang.
Bionature 12(2): 110-122.
East, M. (2015). Taking communication to task again: What difference does a decade
make? The Language Learning Journal, 43 (1)
Ilahi MT. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill.
Yogyakarta: DIVA Press.
Suprihatin, W.Isnaeni & W.Christijanti. (2014). Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa
pada Materi Sistem Pencernaan dengan Penerapan Strategi Pembelajaran
Discovery Learning. Unnes Journal Biology Education 3(3): 275-282.
Sutman FX, Schmuckler JS & Woodfield JD. (2008). The Science Quest Using
Inquiry/Discovery to Enchance Student Learning. San Francisco: Jossey-Bass.
Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Van Epps, A., & Sapp Nelson, M. (2016). One-shot or Embedded? Assessing
Different Delivery Timing for Information Resources Relevant to Assignments.
Evidence Based Library and Information Practice, 8(1), 4.
https://doi.org/10.18438/b8s319
Widiadnyana IW, Sadia IW & Suastra IW. 2014. Pengaruh Model Discovery
Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP. e-
Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi
IPA 4(1): 1-13.
Widyastuti ES. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada
Materi Konsep Ilmu Ekonomi. Prosiding Seminar Nasional. 9 Mei 2015. Hlm
33-40. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.