Anda di halaman 1dari 24

MODEL PEMBELAJARAN

REFLEKTIF
Oleh
Dr. Suliswiyadi, M.Ag
Model Pembelajaran

 Peter F Oliva (1992:413), “models of teaching are


strategies based on theories (and often the
research) of educators, psychologist, philosophers,
and others who question how individual learn” .
 Setiap model mengajar atau pembelajaran harus
mengandung suatu rasional yang didasarkan pada
teori, berisi serangkaian langkah strategi yang
dilakukan guru maupun siswa, didukung dengan
sistem penunjang atau fasilitas pembelajaran, dan
metode untuk mengevaluasi kemajuan belajar
siswa.
Konsep & Prinsip Pembelajaran

 Konsep pembelajaran abad 21 didasarkan pada


empat pilar :
 learning to know,
 learning to do,
 learning to be,
 learning to live together, belajar sepanjang
hayat pada pelajar orang dewasa, pembelajaran
bagaimana caranya belajar (learning how to
learn), dan pembelajaran berfikir (teaching
for thinking).
Dasar Pemilihan Model

 Proses sistematik dalam mengembangkan


pembelajaran yang disajikan dalam bentuk model
pembelajaran, Sukmadinata (2004) mengemukakan
mengenai dasar pemilihan pembelajaran
(pendekatan, model ataupun prosedur dan metode
pembelajaran) yaitu:
1. tujuan pembelajaran,
2. karakteristik mata pelajaran,
3. kemampuan siswa dan guru.
Kemampuan Reflektif

 Kemampuan reflektif sebagai hasil dari pembelajaran yang


dikembangkan, didasarkan pada konsep reflektif John
Dewey berkenaan dengan kemampuan berfikir dan
bersikap reflektif:
1. Recognize or felt difficulty/ problem,
2. location and definition of the problem,
3. suggestion of posible solution,
4. rational elaboration of an idea,
5. test and formation of conclusion,
Kemampuan Reflektif
 Zeichner dan Liston (1996), konsep “critical reflection”
terdiri dari tiga tahap/tingkat reflektif yaitu:
1. Technical level, refleksi dilakukan pada efisiensi aplikasi
pengetahuan dalam bentuk cara atau teknik dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan;
2. Contextual level, refleksi dilakukan untuk menemukan
keterkaitan antara situasi problematik dengan tindakan
yang dilakukan melalui aplikasi teori sesuai dengan
konteksnya;
3. Critical level, refleksi dilakukan berdasarkan
pertimbangan kritis, dan nilai-nilai moral/etis.
Sikap Reflektif
 Sikap reflektif yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan
berfikir reflektif
 Helen L. Harrington dkk, tiga komponen sikap reflektif yaitu:
1. Openmindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai
apa yang diketahui;
2. Responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan
komitmen profesional berkenaan dengan dampak pembelajaran
pada siswa, siswa dan guru, serta siswa, guru dan orang
lainnya;
3. Wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan
melaksanakan tugas, dengan cara pembelajaran langsung guru,
proses interaktif, dan proses interaktif yang kompleks.
Reflective Learning
 Pembelajaran reflektif memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk melakukan analisis atau pengalaman individual yang
dialami dan memfasilitasi pembelajaran dari pengalamannya.
 Pembelajaran reflektif melihat bahwa proses adalah produk dari
berpikir dan berpikir adalah produk dari sebuah proses.
 Dinamika proses pembelajaran reflektif mencakup lima langkah
atau unsur, yaitu :
1. Konteks belajar,
2. Pengalaman,
3. Refleksi,
4. Aksi,
5. Evaluasi.
PEMBELAJARAN AL-ISLAM REFLEKTIF
Kritik Pendidikan Muhammadiyah
 Kritik dan wacana mengenai pendidikan Muhammadiyah
menunjukkan penilaian bahwa penyelenggaraan pendidikan
Muhammadiyah dewasa ini kehilangan elan vital pembaharuan
karena di satu sisi hanya mengambil produk pembaharuan
pendidikan pendirinya, di sisi lain terlalu hanyut dengan
tuntutan pragmatis dengan orientasi program pemerintah. Oleh
karenanya, mereka berpendapat perlunya menghidupkan
kembali ruh pembaharuan yang telah mengangkat sejarah
prestasi Muhammadiyah tempo dulu.
Kritik Pendidikan Muhammadiyah
 Kritik dan wacana mengenai pendidikan Muhammadiyah
menunjukkan penilaian bahwa penyelenggaraan pendidikan
Muhammadiyah dewasa ini kehilangan elan vital pembaharuan
karena di satu sisi hanya mengambil produk pembaharuan
pendidikan pendirinya, di sisi lain terlalu hanyut dengan
tuntutan pragmatis dengan orientasi program pemerintah. Oleh
karenanya, mereka berpendapat perlunya menghidupkan
kembali ruh pembaharuan yang telah mengangkat sejarah
prestasi Muhammadiyah tempo dulu.
Kritik Pendidikan Al Islam
 Kognitif dan dogmatisasi
 Visi Pendidikan al-Islam: Pemberantasan TBC .... ?
 Penyakit TBC yang diberantas oleh Muhammadiyah itu
sesungguhnya adalah identik dengan bentuk keberagamaan
masyarakat agraris yang memang penuh dengan sinkritisme
dan mistis. Ketika pola pikir agraris telah hilang berubah
menjadi pola pikir industrial, maka TBC sesungguhnya tidak
perlu diberantas lagi, karena dengan sendirinya akan hilang
bersamaan dengan proses rasionalisasi dalam masyarakat
industri.
Reinterpretasi Gagasan Awal Pembaharuan
 Konsep pendidikan Muhammadiyah pertama kali dirumuskan
(1914), yaitu ”Menggembirakan dan memajukan pengajaran
dan pelajaran agama Islam”.
 Bagaimana memaknai dan menjabarkan secara operasional
konsep ”maju dan menggembirakan”, sesuai dengan tuntutan
pendidikan masa kini dan berdimensi antisipatif masa depan.
 Reorientasi wawasan dapat dikembalikan pada makna
memajukan pendidikan dan juga makna menggembirakan,
karena bila orientasi program dapat dicapai, pendidikan
Muhammadiyah akan menjadi sebuah lembaga pendidikan yang
menarik dan membanggakan karena memiliki keunggulan.
Corak Pengajaran KH Dahlan

 Cara pengajaran KH Dahlan menunjukkan bahwa


orientasi pemikiran keagamaannya ialah orientasi
fungsional artinya ajaran Islam hanya akan berarti
apabila dapat berfungsi membawa kesejahteraan sosial.
 Orientasi pemikiran keagamaan semacam ini
menunjukkan bahwa KH Ahmad Dahlan telah
melakukan rekonstruksi pemikiran keagamaan dari
simbolik-spiritualistik dan mistis ke substantif
(agama yang syari’atnya dilaksanakan secara
konsekuen) sesuai dengan risalah Islam yakni
terwujudnya rahmatan li al-alamin.
Pengajaran Reflektif KH. Dahlan
 Dalam setiap pengajaran, K.H. Ahmad Dahlan menekankan
makna beragama Islam tidak cukup hanya melakukan ibadah
ritual tetapi harus diwujudkan dalam amal nyata dengan
orientasi sikap peduli sosial.
 Dalam mengajarkan tafsir Al-Qur’an beliau menerangkan
bagaimana cara mempelajari Al-Quran yaitu : (1) bagaimana
artinya, (2) bagaimana tafsirnya, (3) bagaimana maksudnya,
(4) apakah ini larangan dan kamu sudah meninggalkan, (5)
apakah ini perintah yang wajib dikerjakan ?, sudahkan kita
menjalankan?, bilamana belum dapat menjalankan dengan
sesungguhnya, maka tidak perlu membaca ayat-ayat yang
lainnya.
Pengajaran Reflektif KH. Dahlan (lanjutan)

 Konteks pembelajaran dalam praktik pengajaran


yang dilakukan KH Ahmad Dahlan, senantiasa
memfokuskan pada makna normativitas teks-teks
(nash-nash) al-Qur’an dan al-Sunnah secara lebih
kontekstual. Pemaknaan pengajaran dilakukan
dengan cara mengkaitkan dan mempertautkannya
secara langsung atau kontekstualisasi dengan
persoalan-persoalan keberagamaan secara aktual.
Tradisi Pembelajaran KH Dahlan

 Reinterpretasi model pembelajaran Kiai Dahlan, hakekatnya


ada ruang pendalaman untuk tahap refleksi dalam tindakan
pembelajaran yang tidak sekedar kontekstualisasi
pengajaran.
 Interpretasi pedagogis, apa yang dipraktikkan guru
dalam pembelajaran, memperlihatkan kecenderungannya
pada pembelajaran aktif (active learning), yaitu proses
pembelajaran yang tidak hanya didasarkan proses
mendengarkan dan mencatat saja. Karena yang bisa
ditangkap dalam aktivitas pembelajaran aktif adanya dua
dimensi, yaitu pembelajaran mandiri ( independent
learning) dan bekerja secara aktif (active working).
Skenario Pembelajaran Al Islam Reflektif
 Skenario bukanlah sebuah formalitas hitam putih di atas kertas.
Namun, merupakan sebuah desain yang kontekstual sesuai
kebutuhan siswa dan keadaan lingkungan belajar.
 Siswa tidak dihadapkan pada sebuah pengalaman abstrak dan
jauh mengawang di langit namun sebuah pengalaman yang
nyata dan terjadi dalam keseharian mereka.
 Dalam konteks demikian, sebuah refleksi menjadi sebuah
kekuatan yang membawa siswa untuk menyadari dan
merenungkan makna di balik semua pengalaman belajar mereka.
 Bahkan, refleksi menjadi sebuah media yang ampuh bagi guru
untuk selalu menyadari apa yang sudah dilakukannya untuk dan
bersama para siswa.
Rekonstruksi Pembelajaran Al Islam

 Rekonstruksi atas pembelajaran al-Islam, sangat urgen


mempertimbangkan apa yang disebut oleh Jack Mezirow
dengan transformative learning dalam pembelajaran.
 Intisari pembelajaran transformatif adalah proses
perubahan mind-set dari yang sekedar taken-for-granted
terhadap pengetahuan, pengalaman, dan perspektif
menuju mind-set yang lebih terbuka, reflektif, dan
memungkinkan untuk berubah. Mind-set seperti ini
memungkinkan untuk menghasilkan keyakinan dan
pemikiran yang terbukti lebih benar dan lebih meyakinkan
untuk mengarahkan tindakan sosial.
Rekonstruksi Pembelajaran Al Islam (lanjutan)

 Rekonstruksi pembelajaran melalui sebuah proses (Paul V. Taylor)


tahapan : naming, reflecting, dan acting.
1. Naming, yaitu tahap menanyakan sesuatu: what is the problem?
merupakan latihan untuk mempertanyakan sesuatu, misalnya masalah
budaya antikorupsi.
2. Reflecting, yaitu dengan mengajukan pertanyaan mendasar untuk
mencari akar persoalan: why is it happening? Misalnya, mengapa
seseorang mau melakukan korupsi? Apa yang memotivasi melakukan
korupsi? Apakah agama mengajarkan korupsi? Tahapan ini
dimaksudkan agar murid dibiasakan berpikir kritis & reflektif.
3. Acting, yaitu proses pencarian alternatif untuk memecahkan persoalan:
what can be done to change the situation? Bagaimana agar seseorang
tidak melakukan tindakan korupsi? Ini merupakan tahapan praksis,
mencari akar masalah dan bagaimana memecahkan masalah.
Reaktualisasi Pembelajaran Reflektif Al Islam

 Model pembelajaran Al Islam reflektif adalah prinsip


integrasi model pembelajaran aktif (active learning)
dan model pembelajaran reflektif-dialogis Kiai
Dahlan.
 Model pembelajaran reflektif sejalan dengan arah
dasar pendidikan Muhammadiyah yaitu proses
seseorang mentransformasikan diri dengan terus
menerus dan terpadu untuk membangun harapan
makin jadi manusia yang mandiri dalam
kebersamaan dengan alam, manusia lain dan
akhirnya dengan Allah swt.
Pola Reflektif dalam Tindakan Instruksional

 Sekolah :…………………
 Mata pelajaran :…………………
 Kelas/semester :…………………
 Materi pokok : disesuaikan
 Waktu : ………………..
 Standar kompetensi : konteks
 Kompetensi dasar :
 Materi pembelajaran :…………………
 Strategi pembelajaran/ skenario:
Introduksi agar :
 Siswa mengerti bahan pelajaran
 Siswa mau berpartisipasi dalam menumbuhkan nilai keberagamaan
Pola Reflektif dalam Tindakan Instruksional

Kegiatan inti :
 Mengolah materi pembelajarn
 Pengalaman ….....
 Evaluasi dan pembahasaanya
 Refleksi
 Aksi
Penutup :…………………
 Media pembelajaran :…………………
 Life Skill :…………………
 Penilaian :
 Sumber bahan :…………………
 Evaluasi Refleksi : dampak pada siswa, guru, dan orang tua.
KATA AKHIR

 Model pembelajaran refleksi dalam pengembangan nilai


keberagamaan mampu mengubah titik tekan dalam
pembelajaran al Islam dari “having religion” ke “being
religious” dan “being humane”.
 Konsep “having religion” lebih menitikberatkan pada
formalisme agama, sedangkan “being religious” dan
“being humane” lebih menitikberatkan pada substansi
dan nilai agama.
 Mengajarkan agama formal penting, tapi yang lebih penting
adalah bagaimana menggali nilai-nilai agama yang lebih
substantif sehingg peserta didik bisa menjadi manusia yang
lebih religius dan humanis.

Anda mungkin juga menyukai