Anda di halaman 1dari 35

Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Kelas X SMAN 3 Kota Jambi

Menggunakan Model Probelm Based Learning (PBL) Berbasis Mind Mapping Pada
Materi Fungi

MINI RISET

OLEH

ANNISA RAHMA DIENI C

A1C417031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu upaya terencana dan sadar dalam menjadikan
suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan dan melatih kemampuan diri untuk memiliki kepribadian kekuatan,
akhlak mulia,, kecerdasan, keterampilan yang diperlukan bagi dirinya sendiri, untuk
masyarakat, bangsa dan negara, serta untuk memiliki nilai spiritual keagamaan dalam
dirinya.
Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu upaya memanusiakan manusia,
artinya manusia yang mendapat pendidikan akan lebih baik dalam menjalani hidup
dibandingkan manusia yang tidak mendapatkan pendidikan. Pendidikan akan terus
melekat dalam diri manusia hingga sepanjang hayatnya.
Pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang dilakukan guru untuk
meningkatkan intelektual, moral, dan juga mengembangkan berbagai kemampuan yang
dimiliki peserta didik, baik itu kemampuan dalam berpikir, dalam mengkonstruksi
pengetahuan, dalam kreativitas, dalam pemecahan masalah, hingga kemampuan
penguasaan materi pembelajaran dengan baik. Kemampuan tersebut merupakan
kemampuan yang perlu dikembangkan dan diterapkan pada peserta didik pada
pendidikan abad 21, yang dicirikan dengan maraknya perkembangan dan penggunaan
informasi secara digital. Sehingga Masyarakat secara masif terkoneksi satu dengan
lainnya.
Pelajaran Biologi sejatinya merupakan bagian dari ilmu Sains yang menuntut
kompetensi belajar pemahaman tingkat tinggi. Oleh karena itu pada mata pelajaran
Biologi yang ditekankan bukanlah hafalan semua aspek dari materi Biologi akan tetapi
lebih kepada memahami segala konsep biologi itu sendiri. memahami merupakan syarat
dan modal awal bagi pengorganisasi pemikiran dan penguasaan sehingga peserta didik
mempu menyelesaikan persoalan ataupun masalah yang terdapat pada metri saat proses
pembelajaran.
Dalam pembelajaran Biologi khusunya pada materi fungi banyak peserta didik
yang masih mengalami kesulitan dan kebingungan dalam memahami materi sehingga
menyulitkan mereka dalam menyelesaikan soal-soal Biologi yang berhubungan dengan
Fungi yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan pemahaman
konsep serta penalaran logis dalam memahami materi.
Tujuan dari pembelajaran biologi adalah untuk memahami konsep-konsep biologi
yang saling berkaitan. Ada beberapa cara yang dapat membantu siswa dalam memahami
konsep, salah satunya yaitu dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran. Dengan melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran maka dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam memahami konsep serta dapat
membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dengan keterampilan-keterampilan dan
ilmu pengetahuan yang telah dimiliki. Hamdi (2012:82) juga menekankan pentingnya
untuk memahami konsep bagi siswa yang telah mengalami proses belajar. Melalui
pemahaman konsep yang dimiliki siswa maka dapat digunakan dalam penyelesaian
permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan yang terdapat di dalam kehidupan
sehari-hari.
Proses pemahaman yang dialami oleh peserta didik dalam memahami materi saat
proses pembelajaran berlangsung dapat ditimbulkan dengan cara mengenali terebih
dahulu apa yang menjadi pokok bahasan, memberi kesempatan untuk menyerap makna
dari pokok bahasan, lalu melakukan proses pengelompokan antara masalah dan solusi,
setelah dikelompokkan maka akan memasuki proses penemukan fakta lalu
membandingkan fakta tersebut dengan teoori di kehidupan. Hasil akhir dari proses ini
adalah peserta didik mampu memahami serta memberi uraian yang rinci sesuai dengan
bahasanya sendiri, serta pengaplikasian materi yang telah ia pahami di dalam kehidupan
kesehariannya.
Pemilihan model Problem Based Learning (PBL) dan mengkombinasikannya
dengan Mind mapping dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep
siswa pada meteri Fungi ini memiliki keistimewaan dan kelebihan tersendiri serta saling
melengkapi satu sama lain, dimana melalui model PBL yang menggunakan
permasalahan yang terdapat di dalam kehidupan nyata sebagai awal pembelajaran
sehingga siswa dituntut untuk mampu memecahkan masalah serta mengoptimalkan
kemampuan berpikir siswa melalui diskusi kelompok sehingga siswa dapat mengasah,
menguji serta mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Dengan demikian, diharapkan siswa mampu mempu memahami konsep serta memiliki
kemampuan yang baik dalam memecahkan masalah. Agar lebih mudah dalam
memahami konsep dari suatu materi dibutuhkan penyederhanaan dan pemetakan pokok-
pokok materi, maka dari itu penggunaan mind mapping sangat tepat digunakan untuk
memetakkan pokok-pokok gagasan yang terdapat di dalam materi sehingga siswa dapat
memahami materi secara menyeluruh.
Melalui wawancara kepada siswa kelas X yang dilakukan lewat Whatsaap,mereka
mengatakan bahwa cukup sulit memahami materi Fungi yang memiliki banyak materi
yang harus mereka pahami di dalamnya. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru
hanya menampilkan beberapa gambar melalui proyektor, sehingga siswa merasa bosan
selama proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran yang diterapkan guru
juga kurang melibatkan siswa, sehingga pembelajaran hanya berpusat pada guru.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
tertarik untuk meneliti dan membahas skripsi dengan judul “Upaya Peningkatan
Pemahaman Konsep Siswa Kelas X SMAN 3 Kota Jambi Menggunakan Model
Probelm Based Learning (PBL) Berbasis Mind Mapping Pada Materi Fungi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas didapatkan rumusan masalah yaitu


bagaimana Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Kelas X SMAN 3 Kota
Jambi Menggunakan Model Probelm Based Learning (PBL) Berbasis Mind Mapping
Pada Materi Fungi?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep
siswa SMA kelas X SMAN 3 Kota Jambi pada materi Fungi dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis mind mapping.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
kepada pembelajaran biologi, terutama pada pemahaman konsep siswa melalui
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan mind mapping. Secara
khusus hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai langkah untuk
melanjutkan dan mengembangkan peneleitian-penelitian yang sejenis, dan dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan pembelajaran biologi.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian tindakan kelas ini dapat memperbaiki dan
mengatasi masalah yang terdapat dikelas dengan menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning dan mind mapping untuk meningkatkan pemahaman
konsep siswa.
BAB II

KAJIAN TEORETIK

2.1 Kajian teori dan hasil penelitian yang relevan


A. Kajian teori
1. Model Pembelajaran
Sebelum membahas mengenai model pembelajaran maka harus memahami
terlebih dahulu apa itu model. Model merupakan suatu konsep ataupun objek yang
dapat digunakan untuk menyajikan seseuatu. Model pembelajaran merupakan suatu
pola, langkah-langkah pembelajaran ataupun rencana yang digunakan untuk
mengorganisasi pembelajaran dalam kelas serta dapat menunjukan bagaimana cara
penggunaan materi dan penentuan suatu perangkat pembelajaran yang akan dipakai
dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola atau suatu desain
yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan
pada diri siswa dalam proses digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto,2011:51). Menurut
Susan Ellis (1979:275) dalam Sundari (2015:109) model pembelajaran merupakan
strategi-strategi yang berdasarkan pada teori-teori dan penelitian yang terdiri dari
rasional, seperangkat langkah-langkah dan tindakan yang dilakukan guru dan siswa,
sistem pendukung pembelajaran dan metode evaluasi atau sistem penilaia
perkembangan belajar siswa. Model pembelajaran hakikatnya menggambarkan
keseluruhan yang terjadi dalam pembelajaran dari mulai awal, pada saat, maupun
akhir pembelajaran pada tidak hanya guru namun juga siswa.
Model pembelajaran merupakan suatu perangkat pembelajaran kompleks yang
menaungi pendekatan, strategi, metode, teknik, dan prosedur yang luas dan
menyeluruh. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu contoh
model pembelajaran, pembentukan kelompok-kelompok yang diberikan suatu
persoalan atau masalah yang menuntut siswa untuk bekerja samadalam memecahkan
suatu masalah. Penerapan model ini juga menuntut siswa untuk berpikir kritis dan
terampil dalam memecahkan suatu permasalahan.
2. Model Problem Based Learning
a. Pengertian Model Problem Based Learning

Dalam proses pembelajaran yang berupaya untuk meningkatkan pengetahuan


siswa, sebagai seorang pendidik guru haruslah membangun suasana belajar yang
menyenangkan dan jauh dari rasa jenuh, untuk itu guru dapat menggunakan model
pembelajaran, salah satu model pembelajaran tersebut adalah Problem Based Learning
(PBL). Menurut Saleh (2013:203) Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) merupakan suatu model pembelajaran yang berdasarkan
pada prinsip penggunaan masalah sebagai titi awal akuisisi dan integrasi pengetahuan
baru. PBL adalah salah satu model pebelajaran yang berpusat pada peserta didik
dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalaha
yang di hadapai dalam kehidupannya. Melalui pembelajaran model ini, peserta didik
sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan
ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah.

Secara umum, Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan


pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketermapilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
kuliah atau pelajaran. Maka secara ringkas dan simpel, PBL merupakan sebagai
sebuah pelajaran yang bermula ketika masalah dihadapkan pada siswa. Jadi, PBL
merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan mengintegrasikan pengetahuan baru. Masalah tersebut yang kemudian
menentukan arah pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok (Esema dan Susari,
2012:167)

Dalam model PBL, peranan pengajar sebagai fasilitator yang dapat membentuk
kelompok, memaparkan suatu permasalahan, memberi kesempatan pertanyaan
terbuka, menghindari lecturing, memberikan tuntutan ke sumber yang dibutuhkan,
mengatur hubungan antara pribadi dalam grup untuk meminimalisir konflik dan
kesalah pahaman yang menggangu pembelajaran, mendorong pembelajaran untuk
bersikap mandiri dengan mendorong pembelajaran untuk mengeksplorasi pengetahuan
yang telah mereka miliki dan menentukan pengetahuan yang diperlukan selanjutnya,
mendorong fungsi kelompok dengan mengasistensi kelompok untuk menentukan
tujuan dan menciptakan rencana, mengenali masalah kelompok dan mencapai
pemecahan, pengajar juga berperan sebagai evaluator bagi kinerja siswa yang
ditunjukkan dengan cara mengevaluasi proses kelompok dengan menjadi model atau
contoh untuk pemberian feedback, mengevaluasi pelaksanaan diskusi dan melakukan
perbaikan segera bilamana diperlukan bauk dari sisi konten maupun proses (Esema
dan susari,2012:168).

b. Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Terdapat beberapa langkah-langkah yang penting untuk dipahami oleh guru
dalam melaksanakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut
Kodariyati (2016:96) ada 5 langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan model
PBL diantaranya yaitu: (1) menemukan masalah, (2) menganalisis masalah, (3)
menemukan dan melaporkan, (4) mempresentasikan sokusi dan merefleksi, dan (5)
melihat kembali, mengevaluasi dan belajar secara mandiri.

Tahap Kegiatan Guru


Guru memberikan informasi pengenai tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan
Tahap 1
logistik penting, dan memotivasi siswa agar
Orientasi siswa kepada masalah
terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah
yang mereka pilih sendiri.
Tahap 2 Guru memberikan bantuan kepada siswa untuk
Mengorganisasikan siswa untuk menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar
belajar yang berhubungan dengan masalah itu.
Tahap 3 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
Membantu penyelidikan mandiri dan informasi yang sesuai, melaksanakan
kelompok eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
Tahap 4
menyiapkan hasil karya yang sesuai sepert
Mengembangkan dan menyajikan
laporan , rekaman video, dan model, serta
hasil karya serta memamerkannya.
mambantu mereka berbagi karya mereka.
Tahap 5 Guru membantu siswa melaksanakan refleksi
Menganalisis dan mengevaluasi atas penyelidikan dan proses-proses yang
proses pemecahan masalah. mereka gunakan.
Sumber: Arends (dalam Dwi,2013:9).

Sintaks suatu model pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus


dilakukan oleh guru dengan peserta didik dalam suatu kegiatan. Tahapan pelaksanaan
model pembelajaran Problem Based Learning memiliki ciri khusus yang berkaitan
dengan tahap pembelajarannya. Adapun langkah penerapan model pembelajaran PBL
Simatupang (2019:10) :

1. Pra pembelajaran.
Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh guru saat sebelum
memasuki kegiatan pembelajaran inti. Pada tahap ini guru merancang persiapan
sumber belajar serta media, dan mengorganisasikan peserta didik. Selain itu juga
menjelaskan prosedur pembelajaran.
2. Fase 1: Menemukan masalah.
Pada tahap ini guru menyajikan masalah secara individu yang harus dibaca oleh
peserta didik. Setelah membaca masalah peserta didik dapat menuliskan segala
informasi penting yang diperoleh, menemukan hal yang dianggap sebagai suatu
masalah, dan menentukan pentingnya masalah tersebut bagi dirinya secara individu.
Guru bertugas memotivasi peserta didik untuk mampu menemukan masalah.
3. Fase 2: membangun struktur kerja.
Pada tahap ini secara individu peserta didik membangunstruktur kerja yang akan
dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Upaya membangun struktur kerja ini
diawali dengan aktivitas peserta didik mengungkapkan apa yang mereka ketahui
tentang masalah, perihal apa yang ingin diketahui dari masalah, dan ide apa yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Hal terakhir yang harus siswa
dilakukan oleh siswa pada tahap ini adalam merumuskan rencana aksi yang akan
dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Guru bertugas memberikan kesadara
akan pentingnya rencana aksi untk memecahkan masalah pada tahap ini.
4. Fase 3:menetapkan masalah.
Pada tahap ini guru memberikan arahan kepada peserta didik untuk menetapkan
masalah yang dianggap paling penting atau masalah yang mereka hadapi dalam
kehidupan nyata. Kemudian masalah tersebut dikemas dalam bentuk pertanyaan
menjadi sebuah rumusan masalah. Pada tahap ini Guru bertugas mendorong peserta
didik untuk menemukan masalah dan membantu peserta didik menyusun rumusan
masalah.
c. Kelemahan Problem Based Learning (PBL)
Setiap model memiliki kelebihan dan kekuranga. Menurut Shoimin (dalam
Rerung:2017:49) kelemahan dari model PBL antara lain:
1. Problem based learning (PBL) tidak dapat diterapkan untuk setiap materi
pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih
cocok diterapkan untuk pembelajaran yang memnuntut kemampuan tertentu yang
kaitannya dengan pemecahan masalah.
2. Akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas dikarenakan tingginya keragaman
kemampuan peserta didik didalam kelas.
d. Kelebihan Problem Based Learning (PBL)
Ada beberapa kelebihan dari model pembelajaran PBL menurut Sanjaya
(2016:220) yaitu:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami
isi pelajaran.
b. Melalui pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Melalui belajar memecahkan masalah dapat meningkatkan aktivitas
pembelajaran siswa.
d. Melaui belajar memecahkan masalah dapat membantu siswa bagaimana cara
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata siswa.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa agar dapat mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
f. Model ini dianggap lebih menyenangkan bagi siswa.
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Pemahaman Konsep
a. Pengertian Pemahaman Konsep
Dalam kata pemahaman konsep, terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan
konsep. Dimulai dari kata pemahaman, menurut Sumarmo (dalam Muhsin,2013:15)
Pemahaman merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu understanding, yang dapat
diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Untuk memahami suatu
objek secara mendalam, seseorang harus mengetahui: (1) Objek itu sendiri. (2) relasinya
dengan objek lain yang sejenis, (3) relasinya dengan objek lain yang tidak/sejenis, (4)
relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis dan (5) relasinya dengan objek dalam
teori lainnya.
Skemp (dalam Muhsin:2013:16) membedakan pemahaman menjadi dua macam
yaitu pemahaman relasional dan pemahaman instrumental. Skemp(2006:2)
mendefinisikan Pemahaman relasional sebagai “knowing what to do and why” dan
pemahaman instrumental didefinisikan sebagai “knowing rules without reasons.”
Pemahaman instrumental artinya mengetahui prosedur tanpa mengetahui mengapa
prosedur tersebut digunakan, sedangkan pemahaman relasional artinya mengetahui apa
yang harus dikerjakan dan mengapa mereka harus melakukan hal itu. Lebih lanjut,
Skemp berpendapat bahwa dengan pemahaman relasional siswa akan mampu
menghubungkan suatu konsep terhadap suatu masalah yang dihadapinya dan
mengadaptasikan konsep tersebut ke permasalahan yang baru.
Susanto (2014:8) menjelaskan bahwa konsep merupakan sesuatau yang tergambar
dalam pikiran, gagasan, atau suatu pengertian. Menurut Rosser (dalam
Hamdani,2012:82) konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili dari satu kelas
objek-objek, suatu kejadian, ataupun hubungan-hubungan yang memiliki atribut yang
sama. Konsep merupakan benruk penyajian-penyajian internal dari stimulus. Konsep
merupakan dasar dari proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan
generalisasi. Dari penjelasan mengenai konsep tersebut maka konsep merupakan buah
pemikiran ataupun gagasan yang dinyatakan dalam definisi, hukum dan teori.
Dalam memahami suatu materi pelajaran siswa dituntut untuk memahami konsep.
Pemahaman merupakan suatu kemampuan untuk mengerti, memahami, atau mengetahui
sesuatu dengan benar. Konsep merupakan suatu abstraksi dari sejumlah benda ataupun
gagasan yang memiliki karakteristik ataupun ciri yang sama, untuk kemudian
dikelompokkan atau diklasifikasikan.
b. Indikator Pemahaman Konsep
Dalam proses pembelajaran ada beberapa kemampuan yang perlu diperhatikan
dalam penilaian materi dalam Biologi salah satunya yaitu mengenai pemahaman konsep
yang meliputi kemampuan mendefenisikan, menafsirkan, mencontoh,
mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, serta menjelaskan
makna konsep. Saragih (2012:371) mengutip tujuh indikator dari pemahaman konsep
menurut Depdiknas, yaitu: (1) menyatakan ulang sebuah konsep; (2)
mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu; (3) memberi contoh dan bukan contoh;
(4) menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematik; (5) mengembangkan
syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep; (6) menggunakan, memanfaatkan, dan
memilih prosedur atau operasi tertentu; dan (7) mengaplikasikan konsep ke pemecahan
masalah.
c. Pentingnya Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep merupakan level kedua dalam ranah kognitif yang merupakan
kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan
kemampuan intelektual. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, diantaranya: (1)
mengingat, (2) memahami, (3) mengaplikasikan, (4) menganalisa, (5) penilaian, dan (6)
mencipta. Dari keenam level tersebut seseorang harus melaluinya secara bertahap dari
mulai yang sederhana sampai yang kompleks, apabila pada level yang sederhana saja
seseorang belum bisa menguasainya maka ia akan kesulitan untuk menginjak pada level
kognitif yang lebih kompleks yaitu mengaplikasikan, menganalisa, penilaian, dan
mencipta (Rahmat,2018:240).
Pemahaman konsep sangat penting diterapkan karena malalui pemahaman konsep
akan memudahkan siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Menurut Sanjaya
(Febriyanto,2018:34) pemahaman konsep merupakan kemampuan peserta didik yang
berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, tetapi mampu menggunakan kembali
dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mamapu
mengaplikasikan konsep yang dimilikinya.

4. Mind Map
Untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa salah satu cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan cara menggunakan maind mapping dalam proses
pembelajaran. Melalui mind mapping siswa diharapkan lebih mudah memahami
materi yang berisi uraian kata-kata yang panjang yang disederhanakan menjadi peta
pikiran yang berisi pokok-pokok materi. Menurut Melania (dalam Zunaidah,2017:
229) Maind mapping merupakan cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara
harfiah akan memetakkan pikiran kita. Melalui maind mapping makan pokok
permasalahan akan terpandang menyeluruh. Manid mapping dapat membantu peserta
didik menemukan pengelaman sendiri dalam memahami dan menyerap materi yang
diberikan guru/dosen. Dari hasil pengalamannya tersebut peserta didik akan mampu
memetakan setip materi menurut alur dan pandangannya sendiri yang kemudian
dituangkan dalam bentuk sebuah gambar maupun bagan yang beralur. Sehingga,
melalui mind mapping ini peserta didik diharapkan mampu menyerap, mengingat dan
memahami setiap materi yang disampaikan oleh guru/dosen dengan lebih mudah.
Menurut Buzan(dalam Pratama,2015:3) model mind map merupakan suatu
diagram yang digunakan untuk mempresentasikan kata-kata, ide ataupun gagasan,
tugas-tugas ataupun yang lainnya yang disusun dan dikaitkan secara radial
mengelilingi kata kunci ide utama. Model mind map ini ditujukan agar peserta didik
lebih mudah dalam penguasaan konsep, dengan menyusun sendiri peta pikiran (model
mind map), peserta didik akan lebih memahami keterkaitan antar konsep serta dapat
mendorong peserta didik untuk mencari kaitan (asosiasi) di antara informasi dan
membantu memilih dengan benar.
Menurut Michael (2010:55) pembelajaran dengan menggunakan model mind
map dapat mengaktifkan seluruh kerja otak, memungkinkan kita berfokus pada pokok
bahasan, membereskan akal dari kekusutan mental, membantu menunjukkan
hubungan antara bagian-bagian informasi yang saling terpisah, serta memungkinkan
kita untuk dapat mengelompokkan konsep, memberikan gambaran jelas pada
keseluruhan dan perincian, mensyaratkan kita untuk memusatkan perhatian pada
pokok bahasan yang membeantu menhalihkan informasi dari ingatan.
Untuk memulai model mind map ada beberapa tahapan-tahapan penting,
menurut Huda (2013:308) ada beberapa tahapan penting yang harus dilakukan
diantaranya yaitu: meletakkan gagasan/poin utama/tema ditengah-tengah halaman
kertas, gunakan garis, tanda panah percabanganm serta warna yang berbeda untuk
memnunjukkan hubungan antara tema utaman dan gagasan-gagasan pendukung lain.
Umrotun (2016:58) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode mind map akan membantu peserta didik dalam: (1) Mudah mengingat sesuatu,
(2) mengingat fakta, aknga, serta rumus dengan lebih mudah, (3) meningkatkan
motivasi dan konsentrasi peserta didik, (4) menghafal dan mengingat materi menjadi
lebih cepat.
Pembelajaran dengan menggunakan Mind map akan membantu memudahkan
otak dalam bekerja dan mencerna materi. Menurut Asrianto(2016:260) manfaar dari
penggunaan maind ap adalah:
a. Mempercepat pembelajaran
b. Melihat koneksi antara topic yang berbeda
c. Membantu “brainstroming”
d. Memudahkan ide mngalir
e. Melihat gambaran besar
f. Memudahkan dalam mengingat
g. Menyderhanakan struktur
Penggunaan maind mapping memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut
Siswanto(2016:87-88) keunggulan maind mapping sebagai berikut:
1. Mind mapping dapat digunakan untuk beberapa keperluan dalam pembelajaran
dengan tingkat efektivitas, efisiensi, dan daya tarik yang tinggi.
2. Mind mapping dapat mengonkritkan konsep – konsep abstrak dan mengaktifkan
siswa.
3. Membuatnya tidak membutuhkan waktu yang lama, tidak membutuhkan biaya
yang tinggi
4. Mind mapping dapat menjadi daya tarik tersendiri dan memenuhi kebutuhan
estetik pembuatannya
5. Dapat mengoptimalkan kerja indra siswa
6. Penggunaan mind mapping dalam pembelajaran tidak hanya membentu
pembelajaran visual, tetapi dapat juga membantu modelitas kinestetik.

Menurut Siswanto(2016:87-88) keunggulan maind mapping sebagai berikut:


a. Masih memerlukan bimbingan dalam membuat mind map
b. Model pembelajaran ini menyebabkan banyak indra yang terlibat, sehingga sulit
digunakan pada kelompok siswa yang memiliki kekurangan fungsi indra.

5. FUNGI
Jamur merupakan organisme eukariotik, berspora, tidak berklorofil.
Bereproduksi secara seksual dan aseksual. Jika dilihat dari ukuran tubuhnya, jamur
terbagi atas 2 jenis yaitu Makroskopis, yaitu jamur yang berukuran besar, sehingga
dapat dilihat tanpa menggunakan alat. Dan yang kedua yaitu jamur Mikroskopis yaitu
jamur yang memiliki ukuran yang kecil dan tak kasat mata yang hanya dapat dilihat
dengan alat bantu mikroskop. Beberapa jenis jamur ada yang bersifat eadibel atau
dapat dikonsumsi bahkan ada yang dijadikan obat namun juga ada yang berbahaya dan
bersifat racun (Darwis, dkk,2011:1)
Jamur adalah sekelompok besar makhluk hidup eukariotik heterotrof yang
mencerna makanannya di luar tubuh kemudian menyerap molekul nutrisi kedalam sel-
selnya, maka jamur tidak tergolong dalam kingdom plantae, akan tetapi membentuk
dunia jamur atau yg disebut regnum Fungi. Jamur atau fungi memiliki peranan penting
pada ekosisitem, jamur mampu menguraikan bahan-bahan organik seperti misalnya
lignin, protein, selulosa,hemiselulosa, serta senyawa pati dengan dibantu oleh enzim
menjadikan bahan organik tersebut dapat diserap dan digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangan makhluk hidup lain (Hasanudin,2014:39).
5.1 Ciri-ciri jamur
Menurut John (Gandjar:2006:15) sebagian besar jamur tumbuh sebagai filamen
tubular yang disebut juga dengan Hifa. Sekelompok Hifa yang terjalin disebut
misellium. Jamur tidak memiliki klorofil sehingga bersifat heterofitik, jamur
memperoleh makan dengan cara menyerap molekul makanan dari alam. Makanan
jamur berasal dari sumber seperti tanah yang subur, produk makanan buatan pabrik
serta tubuh tumbuhan ataupun hewan baik yang mati ataupun yang masih hidup. Akan
tetapi jamur lebih sering merusak inangnya. Peranan jamur di dalam ekosistem,
menghancurkan organisme mati dan membebaskan nutriennya agar dapat digunakan
oleh makhluk hidup kembali.
5.2 Struktur Morfologi Jamur
Jika dilihat dari morfologinya, jamur dapat dibedakan menjadi beberapa bagian,
yaitu: rhizoid,stalk, dan pileus. Bagian paling atas jamur disebut tudung, tudung ini
tersusun atas benang-benang tipis yang disebut hifa. Sedangkan pada bagian bawah
tudung terdapat organ yang memiliki stalk (batang), pada bagian batang ini berfungsi
sebagai penopang tudung dari tempat tumbuhnya jamur (Rahmat, 2011:910)
5.3 Reproduksi Jamur
Jamur dapat berkembang biak secara vegetatif (aseksual) dan generatif (seksual).
Perkembang biakan dengan cara aseksual dapat dilakukan dengan cara fragmentasi
miselium (thalus) atau dengan cara membentuk spora aseksual. Sepora aseksul dapat
terbentuk melalui 2 cara, pada jamur tingkat rendah spora aseksual terbentuk melalui
hasil pembelahan inti yang dilakukan berulang-ulang. Sedangkan jamur tingkat tinggi
terbentuk spora yang disebut dengan konidia. Konidia terbentuk pada ujung
konidiofor, terbentuk dari ujung hifa atau konidi yang telah terbentuk sebelumnya
(Fifendy, 2017:57-58).

Perkembangbiakan secara seksual, dilakukan dengan pembentukan spora seksual


dan peleburan gamet (sel seksual). Peleburan gamet terjadi antara 2 tipe kelamin yang
berbeda. Proses reproduksi secara seksual dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Plasmogami yaitu meleburnya dua plasma sel
2. Kariogami yaitu meleburnya dua inti haploid yang menghasilkan satu inti diploid,
3. Meiosis yaitu pembelahan reduksi yang menghasilkan inti haploid.

5.4 Klasifikasi Jamur

Jamur Karakteristik makroskopis dilihat dari ukuran tubuh buah jamur seperti

besar, sedang, atau kecil diperlukan sebagai perbandingan, warna tubuh buah kadang

menjadi ciri utama dalam identifikasi, namun warna tubuh buah dapat berubah,

perubahan warna pada beberapa spesies jamur tubuh buahnya mudah teroksidasi

dengan udara dengan memberikan warna ketika tubuh buahnya memar, patah

ataupun tergores sebagai contoh Boletus akan memberikan warna biru pada bagian

tubuh buahnya (Nurtjahja dan Retno, 2015:3) dan tekstur tubuh buah sangat beragam

tergantung pada spesies, beberapa spesies memiliki tekstur yang lunak sehingga
mudah rusak terhadap goncangan, berair, berpori, rapuh dan karakteristik

mikroskopisnya dilihat dari pengamatan menggunakan mikroskop saat identifikasi

jamur dilakukan untuk melihat bentuk spora (lonjong, bulat telur, seperti gelendong).

Dalam kategori taksonomi, setiap jamur dibedakan berdasarkan tipe spora,

morfologi hifa serta siklus seksualnya. Klasifikasi dari regnum ini yaitu :

Zygomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes, semua jamur

menghasilkan spora seksual kecuali pada jamur Deuteromycetes.

1. ZYGOMYCETES

Jamur ini tergolong jamur benang yang memiliki hifa yang tidak bersepta, sel
vegetatifnya multinukleat, atau disebut juga dengan miselium soenositik. Jamur ini
secara vegetatif mempu memperbanyak diri dengan potongan-potongan hifanya, dan
menghasilkan spora aseksual dalam sporangium (sporangiospor). Zygospora
merupakan hasil dari peleburan gamet-gamaet yang sama besarnya filum didalam
Zygomycota terdiri dari kelas zygomycetes dan trichomycetes yang merupakan
simbion obligat pada arthropoda. Zygomycetes mencakup 3 ordo, yaitu Mucorales,
Entomopthorales, dan Zoopagales (Hidayat,2016:17).
Subardi (2009:72) Jamur ini hidupnya di darat, talusnya bermiselium aseptat

pada jamur muda dan berseptat pada jamur yang lebih tua. Reproduksi seksualnya

melalui gametangiogami dan menghasilkan zigospora. Contoh Mucor mucedo

Gambar: Daur hidup mucor Sumber: Subardi (2009:72)


mucedo
2. ASCOMYCETES

Golongan jamur Ascomycocetes dicirikan dengan sporanya yang terletak di

dalam kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar, yang di

dalamnya terbentuk spora yang disebut askuspora. Setiap askus biasanya

menghasilkan 2-8 askospora (Darwis, dkk. 2011:2). Kelas Ascomycetes umumnya

memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium askus atau stadium aseksual.

Perkembangbiakan aseksual Ascomycetes berlangsung dengan cara pembelahan,

pertunasan, klamidospora, dan konidium tergantung kepada spesies dan keadaan

sekitarnya ascomycetes mikroskopik, hanya sebagian kecil memiliki tubuh buah. Pada

umumnya hifa terdiri dari sel–sel yang berinti. Gambar: Askokarp berbentuk cawan

Jamur Ascomycotina mempunyai talus

yang terdiri dari miselium septat. Reproduksi

seksualnya dengan membentuk askospora di

dalam askus, sedang aseksualnya dengan

membentuk konidium tunggal atau berantai


Sumber: Subardi (2009:73).
pada ujung hifa khusus yang disebut konidiofor. Ada yang hidup sebagai sapro fit

yang menghancurkan sisa-sisa organik, ada pula yang parasit sehingga dapat

menimbulkan penyakit Subardi (2009:73). Contoh jamur yang termasuk

Ascomycotina sebagai berikut.

a. Khamir (Saccharomyces)
Kelompok ini tidak membentuk askokarp, tidak terlihat hifa yang jelas seperti
jamur-jamur lainnya. Tubuhnya terdiri dari sel bulat oval dan dapat
bertunas/membentuk kuncup sehingga membentuk rantai sel atau hifa semu.
Khamir dapat melakukan fermentasi berbagai bahan organik, salah satu fermentasi
yang paling umum ialah fermentasi dalam pembentukan alkohol.
b. Penicillium
Jenis jamur ini menyukai habitat yang mengandung gula, seperti pada roti
atau buah yang ranum. Jamur ini tampak berwarna hijau atau kebirubiruan.
Reproduksi aseksual dengan pembentukan konidium dalam rantai pada
konidiofor tegak.
Macam spesiesnya adalah Penicillium notatum,
Penicilium chryzogenum, penghasil anti biotik.
Penicillium camemberti dan Penicillium requoforti
untuk peningkatan kualitas dalam pembuatan keju,
Penicilliun italicum, Penicillium digitatum perusak
buah jeruk
Aspergillus fumigatus penyebab aspergilosis
(penyakit yang berbahaya pada unggas piaraan dan
liar yang menyerang saluran pernapasan). Jamur ini
tumbuh pada kotoran. Sumber: Subardi (2009:74).

Aspergillus fumigatus, penghasil aflatoksin, yang diduga penyebab kanker


hati. Jenis ini tumbuh pada kacang tanah yang sudah tidak segar atau makanan
yang terbuat dari kacang tanah
3. BASIDIOMYCETES
Basidiomtcetes dicirikan memproduksi spora seksual yang disebut basidiospora.
Kebanyakan anggota basidiomycetes adalah cendawan, jamur payung dan cendawan
berbentuk bola yang disebut jamur daging, yang spora seksualnya menyebar diudara
dengan cara yang berbeda dari jamur lainnya. Struktur tersebut berkembang setelah
fusi (penyatuan) dari dua hifa haploid. Sebuah sel yang memiliki kedua inti yang
diberikan oleh sel yang kompatible secara seksual. Sel–sel yang diploid membelah
secara meiosis menghasilkan spora yang haploid. Spora yang dihasilkan oleh
basidiomycetes dilepaskan menyebar dan berkecambah menjadi hifa vegetatif
(Wahyudi,2016:102)
Subardi (2009:75) Berbagai contoh Basidiomycotina :
a. Volvariella volvacea. Jamur ini pada umumnya tumbuh pada tumpukan jerami yang
melapuk. Bentuknya seperti payung terdiri atas tudung (pileus, bilah-bilah/lamella)
dan membentuk basidium yang menghasilkan basidiospora. Jenis jamur ini telah
banyak dikonsumsi sebagai makanan.
b. Auricularia polytricha (jamur kuping). Habitat jamur ini menempel pada kayu-
kayuan yang lapuk, bentuknya pipih berlekuk-lekuk seperti daun telinga, warna
kecokelat-an. Jamur ini telah dibudidayakan dan dikomersialkan sebagai bahan
makanan.
c. Lentinous edodes, jenis jamur ini selain dapat dikonsumsi manusia juga dapat
dipergunakan sebagai bahan obat.
d. Pleurotus, jamur kayu atau jamur tiram. Jamur ini enak untuk dikonsumsi, habitat
yang baik pada lingkungan yang mengandung banyak lignin dan selulosa. Jamur ini
telah banyak dibudidayakan dengan medium serbuk gergaji.
e. Amanita muscaria. Jamur ini menghasilkan racun muskarin yang dapat membunuh
lalat. Hidup pada kotoran ternak.

Sumber: Subardi (2009:75).

4. DEUTEROMYCOTYNA

Deutromycota berasal dari kata Deutero yang artinya kelas kedua atau tidak
sempurna, sedang mykota berarti jamur. Kelompok jamur ini menunjukkan ciri yang
mirip dengan kelompok Ascomycota yakni dengan adanya konidia. Di sisi lain
kelompok ini menunjukkan kedekatan ciri dengan kelompok jamur Zygomycota dan
Basiodiomycota karena kemiripan cara reproduksinya (aseksual), artinya jamur ini
sebenarnyal masih belum diketahui bagaimana reproduksi seksualnya. Jamur ini
bersifat saprofit dan parasit pada organisme lain dan menyebabkan penyakit. Contoh
jamur ini adalah spesies Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton yang
menyebabkan penyakit kurap. Ada pula jenis Tinea versicolor yang menyebabkan
penyakit panu pada kulit (Rini,2016:24).
Klasifikasi jamur terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan tubuh buah
selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya. Jamur yang diketahui tingkat
seksualnya disebut jamur perfek (sempurna). Jamur yang belum diketahui tingkat
seksualnya disebut imperfek. Selama belum diketahui tingkat perfeknya digolongkan
pada Fungi imperfecti atau Deuteromycotina.

Subardi (2009:76) Ciri-ciri jamur Deuteromycotina ini antara lain hidup saprofit
maupun parasit, hifa bersekat-sekat, dinding selnya dari zat kitin, kebanyakan
mikroskopis. Beberapa contoh jamur yang belum diketahui reproduksi seksualnya
antara lain:

a. Epidermophyton floocosum, parasit pada kaki, biasanya menyebabkan penyakit


pada kaki para atlet.
b. Epidermophyton, Microsporium, Trichophyton penyebab penyakit dermatomikosis,
sasarannya ialah pada kulit, rambut, dan kuku.
c. Alternaria, parasit pada tanaman kentang.
d. Helminthosporium, parasit pada tanaman padi.
e. Colletrichum parasit pada bawang merah.

2.5 Kerangka Berpikir

Kerangka Berpikir berisi penjelasan teoritik digunakan untuk mendiagnosis


masalah. Dari diagnosis ini, kemudian dilanjutkan dengan memodelkan penelitian yang
kita buat. Di sini terkandung teori dasar dan referensi penelitian terdahulu. Kerangka
pemikiran bisa juga dibantu dengan menampilkan bagan yang akan membantu
mempermudah pembaca mengetahui arah penelitian dan bagi peneliti bisa sebagai
petunjuk penguraian variabel dan indikator instrument penelitian (Slameto,2015:66).

Suatu proses pembelajaran akan berhasil secara optimal jika terdapat penguatan
proses pembelajaran yang bervariasi yang bermakna dan menyenangkan bagi peserta
didik. Melalui penerapan Problem Based Learning dan Mind mapping ini diharapkan
mampu meningkatan pemahaman konsep siswa, dengan begitu siswa mampu
melaksanakan proses pembelajaran kontekstual dengan cara mengkaitkan masalah di
kehidupan sehari-hari siswa dengan kehidupan nyata. Sehingga materi yang
disampaikan oleh guru pada materi Fungi dapat mudah diterima dan dipahami oleh
siswa, selain itu juga akan memberikan pengalaman dan pembelajaran yang bermakna
bagi siswa.

Berikut ini adalah gambaran dari Kerangka berpikir:

1. Kurangnya pemahaman konsep siswa


Input
2. Guru belum optimal dalam menerapkan variasi
model pembelajaran
3. Guru kurang mengkaitkan materi pembelajaran
dengan situasi dunia nyata siswa
4. Kurangnya perhatian dan pemahaman siswa ketika
guru menjelaskan materi pelajaran.
5. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

Penerapan model PBL dan mind mapping pada


pembelajaran Fungi dengan langkah-langkah sebagai
berikut.

Proses 1. Orientasi siswa pada masalah


2. Mengorganisasi siswa untuk belajar.
3. Membimbing pengalaman individual/kelompok.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
dalam bentuk mind mapping.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah

1) Siswa mampu memahami konsep materi yang di


ajarkan.
2) Hasil analisis angket menunjukan rata-rata nilai
lebih dari 2,50 maka tindakan dapat dikatakan
Output berhasil.
3) Siswa mampu menginterpretasi, memberikan
contoh, mengklasifikasikan, merangkum,
menduga, membandingkan, dan menjelaskan
materi Fungi.
4) Meningkatnya nilai kinerja guru setiap siklusnya.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 3 Kota Jambi yang beralamtkan di Jl. Dr.
Mawardi No.19, Kebun Handil, Kec. Jelutung, Kota Jambi, Jambi pada tahun 2020.

3.2 Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan cara kolaborasi antara peneliti dengan guru
kelas X. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X SMAN 3 Kota Jambi. Dalam
penelitian ini, hanya mengambil satu kelas yang memiliki masalah rendahnya
pemahaman konsep belajar siswa, yakni pada kelas X MIPA 6. Pengamatan yang
dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati bagaimana
peningkatan pemahaman konsep siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar pada
materi Fungi dengan menggunakan model Problem Based Learning dan maind
mapping.

3.3 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kualitatif dimana data
ini diwujudkan dari kata-kata dari pada angka. Jenis data kualitatif memiliki sumber
deskripsi yang berlandasan kokoh dan luas, dan juga memuat penjelasan mengenai
proses yang terjadi dalam lingkungan setempat. Sedangkan sumber data merupakan
sesuatu yang menjadi permasalahan dalam penelitian, lalu kemudian melalui
permasalahan tersebut, sampel penelitian akan dicaritahu lebih mendalam.

Sumber pengumpulan data utama dalam penelitian ini melalui hasil tes
pemahaman konsep, kemampuan memecahkan masalah serta kemampuan untuk
berpikir kritis siswa dalam bentuk data lembar observasi yang diberikan kepada siswa
MIPA kelas X SMAN 3 Kota Jambi. Selain itu untuk menguatkan sumber data juga
dilakukan dokumentasi dari proses pembelajaran berlangsung.
3.4 Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan Penelitian Tindakan


Kelas ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik non tes

Teknik non tes digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif. Teknik
ini dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung untuk menilai sikap,
ketermapilan siswa dan kinerja guru melalui observasi yang diisi oleh peneliti sebagaai
observer. Cara pengisian nilai pada lembar observasi yaitu dengan cara memberikan
cheklist atau mengisi nilai pada kolom skor sesuai dengan kriteria.

2. Teknik tes

Tes merupakan segala bentuk perangkat latihan yang diberikan oleh guru yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa dalam suatu materi
pelajaran. Teknik tes ini digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kuantitatif.
Teknik ini dilaksanakan setiap siklus pembelajaran biologi dengan menggunakan model
PBL untuk memperoleh data nilai siswa berupa angka.

3.5 Teknik Uji Validitas Data

Suryabrata (2000: 41) menyatakan bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk
kepada derajat fungsi pengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu
tes. Validitas suatu tes mempermasalahkan apakah tes tersebut benar-benar mengukur
apa yang hendak diukur. Maksudnya adalah seberapa jauh suatu tes mampu
mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur,
akan tergantung dari tingkat validitas tes yang bersangkutan.

Djaali(Matondang,2009:91-92) menyatakan bahwa untuk menghitung validitas


internal untuk skor butir dikotomi digunakan koefisien korelasi biserial (rbis) dengan
rumus:

() √
Keterangan:

( )= koefisien korelasi antara skor butir ke i dengan skor total.

= rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir ke i.


= rata-rata skor total semua responden.
= standar deviasi skor total semua responden.
= proporsi jawaban yang benar untuk butir ke i.
= proporsi jawaban yang salah untuk butir ke i.

Selanjutnya, Djaali(Matondang,2009:91-92) dikatakan bahwa untuk menghitung


koefisien validitas internal untuk skor butir politomi digunakan korelasi product
moment (r) dengan rumus:

√∑ ∑

Keterangan:

= koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total.

∑ = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xi .

∑ = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xt .

3.6 Teknk Analisis Data

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data secara kualitatif
dan kuantitatif sebagai berikut:

2. Kualitatif
Analisis data secara kualitatif diperlukan untuk menganalisis data yang
menunjukkan dinamika proses yang dilakukan dengan cara memberikan
pemaknaan mendalam dan nyata sesuai dengan permasalaha dalam penelitian,
yaitu berupa data dari kinerja guru, afektif, serta psikomotor siswa. Data kualitatif
ini didapatkan dari data non tes yang berupa observasi terhadap siswa saat proses
pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning dan maind
mapping .
a. Kinerja guru
Nilai kinerja guru (Purwanto,2008:112) diperoleh dengan menggunakan
rumus:

Keterangan:
NK = nilai kinerja yang dicari atau diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh
SM = Skor maksimum
100 = bilangan tetap
Tabel. 2 Kategori Kinerja Guru

No Skor Interval Nilai Kategori


1 4 76-100 AB (Amat Baik)
2 3 51-75 B (Baik)
3 2 26-50 C (Cukup)
4 1 01-25 K (Kurang)
(Purwanto,2008:78)

b. Aktivitas Siswa
Menurut Hidayatullah (2018:53) untuk menentukan aktivitas siswa dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(1) Menentukan presentase per aspek aktivitas siswa, dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

Keterangan:
P = presentase
F = Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
N = jumlah siswa

(2) Menentukan rata-rata presentase aktivitas siswa secara keseluruhan dengan


rumus:


Keterangan:
= rata-rata presentase aktivitas siswa
∑ = Jumlah presentasi setiap aspek
∑ = jumlah aspek aktivitas yang diukur

Tabel. 3 Aktivitas siswa


Interval presentase Kategori
84< rP >100 AB (Amat Baik)
69< rP >85 B (Baik)
54< rP > 69 C (Cukup)
rP <54 K (Kurang)
(Hidayatullah,2018:54)

3. Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan tingkat
pemahaman konsep siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang
diajarkan guru. Data ini merupakan data dari hasil tes yang dikerjakan siswa pada
proses pembelajaran Problem based learning dan mind mapping pada siklus I. Untuk
mengetahui dan mengukur tingkat pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi,
siswa diberikan tes, tes ini digunakan untuk memperoleh data hasil pembelajaran. Data
yang diperoleh dari tes ini akan dilakukan perhitungan nilai rata-rata kelas, dengan
rumus:

Untuk menentukan rata-rata nilai dapat ditemukan dengan rumus:

Keterangan :

= Nilai rata-rata

∑ = Jumlah skor nilai siswa

= Jumlah siswa
3.7 Indikator Capaian Penelitian

Indikator capaian penelitian Tindakan Kelas ini dapat dikatakan berhasil apabila
terbukti adanya peningkatan pemahaman konsep siswa kelas X MIPA 6 SMAN 3
Kota Jambi saat diterapkannya model Problem Based Learning dan Mind mapping
saat pdilakukan proses pembelajaran. Peningkatan pemahaman konsep ini dapat
diketahui melalui hasil tes ataupun angket yang telah diisi responden (siswa), lalui
dihitung dengan cara membandingkan pemahaman konsep siswa sebelum dan
sesudah dilakukannya tindakan didalam kelas, apabila hasil analisis angket
menunjukan rata-rata nilai lebih dari 2,50 maka tindakan dapat dikatakan berhasil.
Selain itu, indikator pemahaman konsep yang dikembangkan oleh
Anderson(Semarabawa,2013:21) yang meliputi menginterpretasi, memberikan
contoh, mengklasifikasikan, merangkum, menduga, membandingkan, dan
menjelaskan.

3.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus yang terdiri dari siklus I dan Siklus II.
Daur siklus terdiri dari 4 tahapan yang berkesinambungan, yaitu: (1) Perencanaan
(Planning), (2) Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (Observing), (4) refleksi
(reflecting).

SIKLUS I

1. Perencanaan (Planning)
Pada tahap ini, dilakukan penyusunan tindakan berupa persiapan
pembelajaran yang telah disesuaikan dengan masalah yang dihadapi peserta didik di
dalam kelas. Peneliti juga mempersiapkan semua yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan pembelajaran seperti, mempersiapkan penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus, menyusun Lembar Kerja Siswa
(LKS), angket (kuisioner), serta instrumen tes dan instrumen penilaian lainnya.

2. Pelaksanaan (acting) dan Pengamatan (Observing)


Pada tahap pelaksanaan ini, dilakukan kegiatan diantaranya: peneliti
melaksanakan proses pembeljaran dengan menggunakan model Problem Based
Learning dan mind mapping, diharapkan melalui proses pebelajaran dengan
penggunaan model ini mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap
materi Fungi. Secara umum dalam tahap pelaksanaan ini berisi:
a) Pendahuluan
Guru memberi salam dan memulai pelajaran dengan berdo’a terlebih dahulu,
setelah itu guru memeriksa kehadiran siswa. Kemudian guru menyampaikan tujuan
yang akan dicapai selama proses pembelajaran, dan memberi motivasi untuk
membengkitkan rasa ingin tahu siswa dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan
dasar seputar materi yang akan dipelajari. Selanjutnya guru memberikan soal pre test
yang bertujuan untuk megukur kemampuan awal siswa.
b) Inti
Pada tahapan ini. Guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model
Problem Based Learning dan mind mapping dalam menjalankan proses pembelajaran.
Dalam model Problem Based Learning terdapat 5 tahap pelaksanaan yang harus
dilakukan. Berikut tahapan-tahapan yang harus dilakukan:
(1) Orientasi siswa pada masalah
Guru memfasilitasi Permasalahan kepada siswa, agar dapat membangkitkan rasa
ingin tahu siswa trhadap masalah yang disajikan. Permasalahan ini dapat disajikan
dalam bentuk artikel, video, foto atau apapun yang berkaitan dengan materi Fungi.
(2) Mengorganisasi siswa dalam belajar
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, selanjutnya menyediakan
waktu kepada siswa untuk berpendapat ataupun bertanya untuk mempersiapkan
siswa agar dapat berpikir lebih jauh pada langkah selanjutnya. Melalui pendapat
dan pertanyaan, diharapkan siswa mulai mempunyai pandangan mengenai materi
fungi yang akan dipelajari.
(3) Membimbing dan mengidentifikasi masalah
Setelah siswa duduk dalam kelompok masing-masing, guru memberi arahan
mengenai pelaksanaan model pembelajaran Problem based learning. Selanjutnya
setiap peserta didik didalam kelompok diharapkan mampu menganalisis masalah
yang terjadi, hal ini bertujuan agar dapat membangun pemikiran mandiri siswa
dalam pemecahan masalah pada materi. Pada tahapan ini guru melakukan
pengamatan pada siswa dengan cara mengecek setiap kelompok. Dalam
menganalisis permasalahan yang ada guru mengarahkan siswa untuk membuat
mind map dari permasalahan yang diberikan agar siswa lebih memahami konsep
materi yang yang menjadi permasalahan, dengan membuat mind map atau peta
konsep siswa dilatih untuk mampu memahami materi bukan menghafal materi
sehingga melalui mind map siswa mampu menggambarkan ide-ide ataupun
gagasan yang berkaitan dengan kata kunci topik permasalahan.
(4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Setelah mendapatkan hasil analisis yang dilakukan dalam diskusi kelompok,
setiap perwakilan kelompok memaparkan hasil yang telah diperoleh kelompoknya
selama diskusi, hasil yang dipaparkan setiap perwakilan kelompok berupa peta
konsep yang menarik. Guru melakukan pengamatan terhadap hasil diskusi siswa
dalam kelompok pada saat perwakilan kelompok memaparkan hasil kerjanya.
Setelah semua kelompok selesia memaparkan karyanya, guru menjelaskan dan
meluruskan analisis kelompok yang dirasa masih kurang tepat. Selanjutnya guru
menarik kesimpulan dari materi yang diajarkan.
(5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru mambantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan yang telah
dilaksanakan siswa dalam kelompok. pada tahapan ini guru dapat memberikan
penguatan dan pengkoreksian pada hasil yang diperoleh siswa.
C) Penutup
Guru dan siswa menarik kesimpulam pembelajaran dari materi yang telah
diajarkan. Selanjutnya guru menyampaikan kepada peserta didik untuk
mempersiapkan diri pada materi yang akan datang. Setelah itu guru menutup
pembelajaran dengan berdo’a bersama dan mengucapkan salam.
3. Refleksi (reflecting)
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan selama pembelajaran
berlangsung. Melalui refleksi ini diharapkan guru dapat memperbaiki kesalahan ataupun
kekurangan dalam proses pembelajaran selanjutnya untuk meningkatkan pemahaman
konsep siswa terhadap materi. Perbaikan proses ini dapat dilakukan pada siklus
berikutnya yaitu siklus II.
SIKLUS II
Pelaksanaan pada siklus II hampir sama dengan pelasananaan pembelajaran yang
dilakukan pada siklus I. Siklus ke-II ini merupakan perbaikan siklus sebelumnya yang
dirasa masih kurang dalam meningkatkan konsep pemahaman siswa. Pada siklus II ini
diharapkan kekurangan maupun kesalahan yang terjadi pada siklus sebelmunya dapat
diperbaiki dan disempurnakan sehingga dapat berjalan lebih baik lagi untuk kedepannya
dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Asriantoni,S.N. 2016. Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta: Rajawali Pres.

Darwis,W., Desnalianif., & Suprianti R. 2011. Inventarisasi jamur yang dapat di


konsumsi dan beracun yang terdapat di hutan dan sekitar Desa Tanjung
Kemuning Kaur Bengkulu. Jurnal Ilmiah. 7(2) 1-8.

Dwi,I.M.,Arif,H.,&Sentot,K.2013. Pengaruh Strategi Problem Based Learning Berbasis


ICT Terhadap Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Pemecahan Masalah
Fisika. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 9(1):8-17.

Esema,D.,& Susari,E. 2012. Problem Based Learning. Satya Widya. 28(2):167-


174.Trianto. 2011. Model pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Febriyanto,B.,Haryanti,D.Y.,&Komalasari,O. 2018. Peningkatan Pemahaman Konsep


Matematis Melalui Penggunaan Media Kantong Bergambar Pada Materi
Perkalian Bilangan Di Kelas II Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Pendas.
4(2):32-44.

Fifendy, Mades. (2017). Mikrobiologi. Depok : Kencana.

Gandjar, I, Syamsurijal, 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia:
Jakarta.

Hamdani,D.,Kurniati,E.,& Sakti,I. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Generatif


dengan Menggunakan Alat Peraga Terhadap Pemahaman Konsep Cahaya Kelas
VIII Di SMP Negeri 7 Kota Bengkulu. Jurnal Exacta. 10(1):79-88.

Hasanuddin. 2014. Jenis Jamur Kayu Makroskopis Sebagai Media Pembelajaran


Biologi (Studi di TNGL Blangjerango Kabupaten Gayo Lues. Jurnal Biotik.
2(1):1-76.

Hidayat, N. 2016. Mikologi Industri. Malang: UB Press.

Hidayatullah. 2018. Penelitian Tindakan Kelas. Banten: LKP Setia Budi.


Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan
Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kodariyati,L.,&Astuti,B. 2016. Pengaruh Model PBL Terhadap Kemampuan


Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V SD. Jurnal
Prima Edukasia. 4(1): 93-106.

Matondang, Z. 2009. Validitas dan reliabilitas suatu instrumen penelitian. Jurnal


Tabularasa, 6(1), 87-97.

Michael,M.2010. Cracking Creativity The Secrets Of Creative Genus. Yogyakarta:


Andi press.

Muhsin, Johar,R.,&Nurlaelah,E. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan


Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan
Kontekstual. Jurnal Peluang. 2(1):13-24.

Nurtjahja, K. dan R. Widhiastuti. 2015. Biodiversitas Cendawan Makroskopik di Taman


Wisata Alam Sibolangit dan Sicikeh cikeh, Sumatera Utara. Prosiding Seminar
Nasional Biologi. Departemen Biologi FMIPA USU. Meda.

Pratama, E.I.,E.Ningrum.,&A.Yani. 2015. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep


Dengan Menggunakan Model Mind Map Pada Pembelajaran Geografi. Jurnal
Anatomi Geografi. 3(3):1-11.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja


Rosdakarya: Bandung.

Rahmat,F.L.A.,Suwanto.,&Rasto. 2018. Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa


Melalui Team Games Tournament (TGT):Meta Analysis. Manajerial. 3(5):239-
246.

Rerung,N.,Iriwi L.S.,& Sri W.W. 2017. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik SMA Materi
Usaha dan Energi. Jurnal ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi. 6(1):47-55.
Retnawati, H. 2015. Perbandingan akurasi penggunaan skala likert dan pilihan ganda
untuk mengukur self-regulated learning. Jurnal Kependidikan: Penelitian
Inovasi Pembelajaran, 45(2):156-167.

Rini, Windia. 2016. Rangkuman Pengetahuan Alam. Depok: Huta Publisher.

Sanjaya,W. 2016. Strategi Pembelajaran:Berorientasi Standar Proses pendidikan.


Jakarta: Kencana.

Saragih,Sahat. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Grafik Fungsi Trigonometri


Siswa SMK Melalui Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograph.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 18(4):368-381.

Simatupang,H.,&Purnama,D. 2019. Handbook Best Practice Strategi Belajar Mengajar.


Surabaya: Pustaka Mediaguru.

Siswanto,W., dan Dewi Ariani. 2016. Model Pembelajaran Menulis Cerita. Bandung:
PT Refika Aditama.

Skemp,Richard R. 2006. Relation Understanding and Instrumental Understending.


Mathematics Teaching in The Middle School. 12(2): 1-16.

Slameto, S. 2015. Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Scholaria: Jurnal


Pendidikan Dan Kebudayaan, 5(2), 60-69.

Smarabawa, I. G. B. N., Arnyana, I. B., & Setiawan, I. G. A. N. 2013. Pengaruh model


pembelajaran sains teknologi masyarakat terhadap pemahaman konsep biologi
dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran IPA Indonesia, 3(1):1-28.

Subardi.,Nuryani.,& Shidiq P. 2009. Biologi. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen


Nasional.

Sundari,Hanna. 2015. Model-Model Pembelajaran dan Pemefolehan Bahasa


Kedua/Asing. Jurnal Pujangga. 1(2): 106-117.

Susanto,A. 2016. Teori Belajar Pembelajaran. Jakarta: PRENAMEDIA GROUP.


Umrotun. 2016. Pembelajaran Melalui Teknik Mind Mapping Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman Konsep Kemagnetan Peserta Didik Kelas IX Semester
Dua Tahun Ajaran 2012/2013. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika.7(1):56-62.

Wahyudi,T.R. 2016. Keanekaragaman Jamur Basidiomycota Di Hutan Tropis Dataran


Rendah Sumatera, Indonesia (Studi Kasus Di Arboretum Fakultas Kehutanan
Universitas Lancang Kuning Pekanbaru). Jurnal Kehutanan 11(2):98-111.

Zunaidah,F.N.,& Mukmin,B.A. 2017. Pembelajaran Menggunakan Mind Mapping


Berbasis Lesson Study Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Dan Hasil
Belajar Konsep Dasar IPA 2. Jurnal Pendidikan Guru MI. 4(2):227-234.

Anda mungkin juga menyukai