Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan

kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar

dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat

seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.

Proses interaksi peserta didik dengan pendidik, dengan bahan

pelajaran, metode penyampaian, strategi pembelajaran, dan sumber belajar

dalam suatu lingkungan belajar. Kemudian, keberhasilan dalam proses

belajar dan pembelajaran dapat dilihat melalui tingkat keberhasilan dalam

mencapai tujuan pendidikan. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka

dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Dengan

demikian, efektivitas sebuah proses belajar dan pembelajaran ditentukan

oleh interaksi diantara komponen komponen tersebut. Dalam tulisan ini,

penulis akan membahas mengenai pemahaman tentang proses belajar dan

pembelajaran yang merupakan penjelasan tentang makna belajar dan makna

pembelajaran, penjelasan tentang komponen komponen pembelajaran,


kemudian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar

dan pembelajaran. Proses belajar dan Pembelajaran Dalam kegiatan belajar

dan mengajar, peserta didik adalah subjek dan objek dari kegiatan

pendidikan.

Oleh karena itu, makna dari proses pengajaran adalah kegiatan

belajar peserta didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan

pengajaran akan dicapai apabila peserta didik berusaha secara aktif untuk

mencapainya. Keaktifan anak didik tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi

juga darisegi kejiwaan. Apabila hanya dari segi fisik saja yang aktif dan

mentalnya tidak aktif,maka tujuan dari pembelajaran belum tercapai. Hal ini

sama saja dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak

merasakan perubahan dalam dirinya. Belajar pada hakikatnya adalah suatu

“perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas

belajar.

Pembelajaran yang diikuti dengan kegiatan mengamati selain dapat

menarik perhatian siswa juga sekaligus meningkatkan pemahaman karena

sesuatu yang dilihat akan melekat lebih lama dalam pikiran. Penyampaian

materi pelajaran kimia sangat efektif bila disajikan menggunakan metode

praktikum karena siswa akan diperhadapkan dengan situasi nyata, sehingga

akan dapat menarik minat dan perhatian siswa terhadap materi pelajaran

yang sedang diajarkan. Salah satu model tersebut adalah model Problem

Based Learning (PBL). Diharapkan model PBL lebih baik untuk meningkatkan
keaktifan peserta didik jika dibandingkan dengan model konvensional. Guru

hendaknya dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan

dan pembelajaran secara langsung sesuai dengan prinsip problem based

learning (Wulandari, 2012).

Kenyataan pembelajaran yang ada di SD Negeri 6 Kendari selama

semester genap nampak penguasaan materi terkhusus pada pembelajaran

sains tergolong rendah. Hal ini disebabkan beberapa faktor yakni kurangnya

pertama kurannya minat belajar siswa terlihat pada proses pembelajaran

siswa seperti kurang fokus dalam menerima materi, bercerita sesama teman

saat proses pembelajaran. Kemudian pembelajaran kelompok banyak terlihat

siswa yang tidak aktif. Faktor kedua, kejenuhan anak dalam menerima materi

karena model pembelajaran yang dirasa kurang menyenangkan.

Kedua faktor tersebut berdampak pada nilai anak, hal ini ditunjukan

berdasarkan hasil belajar rata-rata siswa dibawah nilai standar Kriteria

ketuntasan Maksimal yakni 75.

Salah satu model yang ditawarkan dalam penelitan ini yakni dengan

menggunakan model PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis

peserta didik dalam memecahkan suatu masalah yang diberikan oleh guru.

Selain itu, penerapan model PBL ini dapat menumbuhkan motivasi peseta

didik dalam pembelajaran. Salah satu keunggulan model PBL adalah peserta

didik dapat merasakan manfaat pembelajaran karena masalah yang

dihadapkan kepada anak dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan terhadap materi yang dipelajari

(Santiani at, all, 2017). Saat menerapkan model PBL tahap yang harus

diperhatikan adalah mengorientasikan peserta didik terhadap masalah

karena tahap ini menentukan keberhasilan pelaksanaan model PBL

(Setyosari & Sumarmi, 2017).

Meningkatkan ketertarikan siswa dengan mengaitkan pembelajaran

dengan kehidupan nyata serta mengorientasikan siswa dalam masalah

menjadi hal yang perlu dilakukan untuk menarik minat belajar dan

meningkatkan hasil belajar. Dalam penelitian ini peserta didik juga dibimbing

untuk melakukan proses pembelajaran kelompok-kelompok kecil untuk

merangsang siswa agar bersemangat dan tidak jenuh dalam melaksanakan

pembelajaran. Dari uraian diatas penulis menarik rumusan judul” Penerapan

Model Problem Basic Learning Berbasis Praktikum Kelompok Kecil Untuk

Meningkatkan Literasi Sains Pada Siswa Kelas V SD Negeri 6 Kendari

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Apakah terdapat peningkatan literasi sains siswa SD Negeri 6 Kendari

setelah penerapan Model Problem Basic Learning Berbasis Praktikum

Kelompok Kecil?
2. Apakah terdapat pengaruh penerapan model problem basic learning

berbasis praktikum kelompok kecil terhadap peningkatan literasi sains

siswa SD Negeri 6 Kendari?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa SD Negeri 6 Kendari

setelah penerapan model problem basic learning berbasis praktikum

kelompok Kecil.

2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model problem basic learning

berbasis praktikum kelompok kecil terhadap peningkatan literasi sains

siswa SD Negeri 6 Kendari.

1.4 Manfaat penilitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis peneltian ini diharapakan menambah imformasi dan

pengetahuan mengenai pengaruh, peningkatan dan seberapa efektif

penerapan model problem basic learning menggunakan kelompok kecil

dalam meningkatkan kemampuan liteasi sains siswa.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi siswa
Pembelajaran dengan model problem basic learning dengan

pendekatan praktikum kelompok kecil dapat meningkatkan dan

memiliki nilai tambah dalam proses pembelajaran

b) Bagi guru

Berdasarkan hasil penilitian ini, guru dapat memilih model

pembelajaran yang sekiranya tepat untuk diterapkan dalam

pembelajaran terkhusus dalam pembelajaran peningkatan kemampuan

literasi sains siswa.


BAB II

TINJAUAN PUSTKA

2.1 Landasan Teori

1. Konsep Problem Basic Learning

Menurut Slameto (2011:7) model Problem Based Learning (PBL)

merupakan model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan

kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada

masalah autentik dari kehidupan aktual siswa untuk merangsang

kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Hosnan (2014:295) mengemukakan bahwa model Problem Based

Learning merupakan model pembelajaran dengan pendekatan

pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat

menyusun sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi

dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri.

Arends dalam Trianto (2011:68) menjelaskan bahwa pembelajaran

berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dimana siswa

mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk

menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan

kemampuan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian, dan

rasa percaya diri.

Pendapat di atas, dapat disimpulkan Problem Based Learning

merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah untuk


dipecahkan siswa baik secara individu ataupun kelompok dengan

memahami konsep dari masalah yang ada agar dapat memahami esensi

dari materi dan merangsang pemikiran kritis siswa untuk menyelesaikan

masalah dengan cara yang mereka pahami.

Selanjutnya, model pembelajaran PBL adalah pembelajaran yang

menitik beratkan kepada peserta didik sebagai pembelajar serta terhadap

permasalahan yang otentik atau relevan yang akan dipecahkan dengan

menggunakan seluruh pengetahuan yang dimilikinya atau dari sumber-

sumber lainnya (Lidnillah, 2013).

2. Karateristik Problem Basic Learning

Karakteristik Problem Based Learning menurut Arends dalam

Trianto (2011:93) adalah sebagai berikut : (1) Pengajuan pertanyaan atau

masalah (2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu (3) Penyelidikan

autentik (4) Menghasilkan produk dan memamerkannya (4) Kolaborasi.

Sedangkan menurut Menurut Amir (2009:12) karakteristik model Problem

Based Learning (PBL) antara lain: 1) pembelajaran diawali dengan

pemberian masalah, 2) siswa, berkelompok secara aktif merumuskan

masalah, 3) mempelajari dan mencari sendiri materi yang berhubungan

dengan masalah serta melaporkan solusinya.

Ciri-ciri pembelajaran problem based learning (PBL) yaitu

menerapkan pembelajaran yang kontekstual, masalah yang disajikan

dapat memotivasi siswa peserta didik untuk belajar, pembelajaran


integritas yaitu pembelajaran termotivasi dengan masalah yang tidak

terbatas, peserta didik terlibat secara aktif dalam pembelajaran,

kolaborasi kerja, peserta didik memiliki berbagai keterampilan,

pengalaman, dan berbagai konsep.

Model pembelajaran problem based learning menjadikan masalah

autentik sebagai fokus pembelajaran yang bertujuan agar siswa mampu

menyelesaikan masalah tersebut, sehingga siswa terlatih untuk berpikir

kritis dan berpikir tingkat tinggi (Kurnia dkk, 2015).

3. Langkah- Langkah Problem Basic Learning (PBL)

Endang (2011) menyebutkan ada 4 langkah dalam proses

pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1) guru menjelaskan tujuan

pembelajaran kemudian memberi tugas atau masalah untuk dipecahkan

(2) guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi

siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah (3) guru membantu

siswa menyusun laporan hasil pemecahan masalah yang sistematis (4)

guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi proses-

proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Ada 5 langkah dari

model Problem Based Learning yang digunakan dalam pembelajaran

yaitu; orientasi masalah, organisasi belajar, penyelidikan, pengembangan

dan penyajian hasil, analisis dan evaluasi.


2.2 Kemampuan Literasi Sains

Konsep literasi sains yang mulai dikembangkan pada 1958 senantiasa

menyesuaikan dengan perubahan masyarakat, termasuk kemunculan era

informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring. Secara harfiah,

literasi berarti “melek”, sedangkan sains berarti pengetahuan alam. PISA

mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan mengambil kesimpulan

berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan

berkenaan dengan alam dan perubahannya akibat aktivitas manusia (OECD,

2003).

Sedangkan National Academy of Science (1996) menyatakan bahwa,

penekanan literasi sains bukan hanya pada aspek pengetahuan dan

pemahaman terhadap konsep dan proses sains saja, tetapi juga diarahkan

bagaimana seseorang dapat membuat keputusan dan berpartisipasi dalam

kehidupan bermasyarakat, budaya, dan pertumbuhan ekonomi.

Gormally, dkk. (2012) menyusun indikator keterampilan literasi saintifik

menjadi 2 bagian, yakni: memahami metode penyelidikan yang mengarah

pada pengetahuan ilmiah; serta mengatur, menganalisis, sekaligus

menafsirkan data kuantitatif dan informasi ilmiah.

Sementara Fives, dkk. (2014) mengklasifikasi literasi saintifik ke dalam

5 komponen, berupa: peran sains, pemikiran dan kegiatan ilmiah, sains dan

masyarakat, matematika dalam sains, serta motivasi dan keyakinan sains.


Kemampuan literasi sains adalah kemampuan literasi saintifik melalui

pembelajaran Upaya yang sama belum dilakukan di sekolah dasar. Kami

menganggap bahwa pembelajaran berorientasi literasi saintifik harus sedini

mungkin dimulai di sekolah dasar yang merupakan tahap awal kehidupan

pelajar.

Literasi sains juga didefinisikan oleh AAAS (American Association for

the Advancement of Science) dengan “Project 2061”, sebagai kapasitas

untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-

pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar

dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang dunia alami

dan interaksi manusia dengan alam Sedangkan menurut Gbamanja dalam

Adolphus, dkk. (2012) mendefinisikan literasi sains sebagai "pengetahuan

dan pemahaman tentang peristiwa dan kejadian di lingkungan".

Lebih lanjut Astuti (2016) literasi sains dapat dicirikan sebagai terdiri

dari empat aspek yang akan diperoleh yaitu: 1). menyadari situasi kehidupan

yang melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini adalah konteks untuk

unit penilaian dan barangbarang; 2) memahami dunia alam, termasuk

teknologi, atas dasar pengetahuan ilmiah yang meliputi pengetahuan tentang

alam dan pengetahuan tentang ilmu itu sendiri; 3) kompetensi mencakup

mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah, dan

menggunakan bukti ilmiah sebagai dasar argumen mengambil kesimpulan

dan keputusan.
Teoritis yang komprehensif untuk penilaian literasi sains selama studi

sains di sekolah menjadi empat tingkatan. Empat tingkatan literasi sains,

yakni: 1) Buta huruf ilmiah (Scientific illiteracy). Peserta didik yang tidak

memiliki kosa kata, konsep, konteks, atau kapasitas kognitif untuk

mengidentifikasi pertanyaan ilmiah dan tidak mampu untuk menghubungkan

konsep atau tidak mengenali konsep sains. 2) Literasi sains nominal

(Nominal scientific literacy). Peserta didik mengenali konsep yang terkait

dengan ilmu pengetahuan, tetapi tingkat pemahaman jelas menunjukkan

kesalahpahaman. 3) Literasi sains fungsional (Functional scientific

literacy).Peserta didik dapat menjelaskan konsep dengan benar, tetapi

memiliki pemahaman yang terbatas tentang konsep itu. 4) Literasi sains

konseptual (Conceptual scientific literacy). Peserta didik mengembangkan

beberapa pemahaman utama skema konseptual dari suatu disiplin ilmu dan

mampu menghubungkannya untuk memperoleh suatu pemahaman umum

tentang sains termasuk di dalamnya kemampuan prosedural dan

pemahaman tentang proses penyelidikan ilmiah dan desain teknologi. 5)

Literasi sains multidimensi (Multidimensional scientific literacy). Perspektif

literasi sains yang mampu menggabungkan pemahaman ilmu yang

melampaui konsep disiplin ilmu dan prosedur penyelidikan ilmiah

PISA 2000 membagi literasi sains alam tiga dimensi besar dalam

pengukurannya, yakni konten/pengetahuan sains, kompetensi/proses sains,

dan konteks aplikasi sains (OECD, 2001). Rosidah, Sunarti (2017) PISA
(Program for International Student Assessment) mengembangkan domain

literasi sains ke dalam empat domain besar yakni konten sains,

kompetensi/proses sains, konteks aplikasi sains, dan sikap.

a) Konten sains, merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang

diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang

dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Suciati, dkk, 2013).

Hal ini dapat membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik.

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan dari berbagai bidang ilmu

baik konsep-konsep fisika, kimia, biologi, ilmu bumi dan antariksa.

b) Proses sains, merujuk pada proses mental yang melibatkan suatu

jawaban dari pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti

mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan

kesimpulan (Rustaman, 2011).Kemampuan yang diuji dalam proses

sains meliputi; 1) mengenali pertanyaan ilmiah 2) mengidentifikasi

bukti; 3) menarik kesimpulan; 4) mengkomunikasikan kesimpulan; 5)

pemahaman konsep ilmiah.

c) Konteks aplikasi sains, lebih menekankan pada kehidupan seharihari,

serta mengaplikasikan sains dalam pemecahan masalah nyata.

d) Sikap, terdiri dari mendukung penyelidikan ilmiah, kepercayaan diri,

minat terhadap sains dan rasa tanggung jawab terhadap sumber daya

dan lingkungan.
Kemampuan literasi sains merupakan suatu kemampuan yang

berperan penting dalam hal ketertarikan dan tanggapan peserta didik

terhadap isu-isu sains. Ketertarikan terhadap isu sains akan mendorong

peserta didik berusaha untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan

dengan sains. Selain itu, keterampilan literasi sains menuntut peserta didik

untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap ling kungan sekitarnya.

2.3 Pembelajaran Praktikum Kelompok

Pembelajaran kelompok atau pembelajaran koorporatif merupakan

pembelajaran yang melibatkan kelompok. Menurut David W.Johnson

(2010:4), pembelajaran kooperatif: “Merupakan proses belajar mengajar yang

melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa

untuk bekerja bersama-sama didalamnya guna memaksimalkan

pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain.

Pembelajaran cooperative menekankan kerja sama antar peserta didik dalam

kelompok untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Melalui belajar secara

kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi

dengan teman-temannya.

Pembelajaran Kooperatif berasal dari kata cooperative yang

artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling

membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu

tim (Ismail, 2003).


Is Joni (2011) mengemukakan “In pembelajaran kooperatif methods,

students work together in four member teams to master material initially

presented by the teacher”. Yang berarti bahwa pembelajaran kooperatif

adalah suatu model pembelajaran dimana system belajar dan bekerja dalam

kelompok- kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif

sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.

Srigita, et all (2019) metode pembelajaran kelompok kecil merupakan cara

atau upaya yang digunakan oleh seorang pendidik agar proses belajar-

mengajar kepada siswa yang terdiri dari 3-6 orang dalam setiap kelompoknya

tercapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan/diharapkan.

Margunayasa dalam Faizal chan (2022) menjelaskan bahwa sebagai

suatu yang tidak terpisahkan adanya kegiatan praktikum akan memberikan

kesempatan kepada siswa dalam pengujian hipotesis melalui observasi objek

yang nyata sebagai pembuktian konsep maupun teori yang dipelajari.

Menurut Hurrahman dalam Umi Mahmudatun (2017) target dari

metode praktikum adalah supaya siswa dapat membuktikan kebenaran dari

teori-teori konsep yang berlaku dan supaya siswa mendapat kepuasan dari

hasil belajarnya.

2.4 Pembelajaran sains

Pembelajaran sains, termasuk pengenalan konsep kealaman bagi

anak merupakan suatu upaya membantu anak untuk menemukan konsep

dan proses tertentu dalam kehidupan, dengan kata lain pembelajaran sains
bagi anak pada hakikatnya dijadikan sebagai media yang digunakan untuk

menstimulasi aspek perkembangan dan memaksimalkan potensi yang ada

dalam diri anak (mirawati & rini nugraha, 2017). Lebih lanjut, Trundle

(2009) menyatakan bahwa pembelajaran sains pada pendidikan

anak usia dini memberikan manfaat yang sangat besar untuk berbagai aspek

perkembangan anak,sehingga para peneliti menekankan betapa pentingnya

pembelajaran sains yang dimulai sejak dini.

Pelajaran Sains di Sekolah Dasar merupak- an salah satu program

pembelajaran yang bertujuan untuk membina dan menyiapkan peserta didik

agar peserta didik siap dan tanggap dalam menghadapi lingkungannya

(Supriaty, 2015).

2.5 Penelitian terdahulu

Untuk mendukung dan memperkuat pemilihan judul ini peneliti

memberikan perbandingan penelitian terdahulu yang terkait dengan

penelitian ini:

1. Penelitian yang dilakukan {Formatting Citation}Penelitian ini

dilatarbelakangi adanya fakta di lapangan yang menunjukkan masih

rendahnya hasil belajar karena guru masih menggunakan model

pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh model Problem

Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar materi sistem gerak pada

manusia siswa kelas VIII SMPN 4 Tulungagung. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan desain quasi experiment yaitu nonequivalent

control group design. Teknik pengambilan sampel menggunakan

purposive sampling, di mana penelitian ini melibatkan dua kelas, yaitu

kelas eksperimen (VIII F) dengan jumlah 32 siswa dan kelas kontrol (VIII

D) dengan jumlah 30 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

berupa tes essay. Hasil penelitian menunjukan apat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh model Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil

belajar materi sistem gerak pada manusia siswa kelas VIII SMPN 4

Tulungagung.

2. (Rohmah and Setiani 2022) Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

peningkatan literasi sains siswa dengan menerapkan model problem

based learning. Metode dalam penelitian ini, yaitu pra-eksperimen dengan

rancangan one group pretest posttest design. Subjek dalam penelitian ini,

yaitu 20 siswa kelas VIII I SMP Negeri 32 Surabaya. Keterlaksanaan

model problem based learning sangat baik sesuai dengan sintaks. Hasil N-

Gain yang diperoleh melalui pretest dan posttest literasi sains dengan

kategori sedang. Penerapan model problem based learning pada

memperoleh respons positif dari siswa dengan kategori sangat baik yang

menunjang tumbuhnya kemampuan literasi sains siswa. Berdasarkan hasil

tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model problem based

learning dapat meningkatkan literasi sains siswa pada materi zat aditif.
Aspek kompetensi/proses sains merupakan aspek yang memiliki

peningkatan paling tinggi dengan kategori sedang.

3. Penelitian yang dilakukan (Rosidah and Sunarti 2017) penelitian ini

bertujuan untuk mengembangkan tes literasi sains pada materi kalor yang

layak secara teoritis dan empiris. Kelayakan teoritis tes literasi sains

meliputi validitas logis pada ranah materi, onstruksi, dan bahasa yang

divalidasi oleh dua dosen fisika dan satu guru fisika. Kelayakan empiris

ditinjau dari validitas empiris butir soal, reliabilitas tes, tingkat kesukaran

butir soal, dan daya pembeda butir soal berdasarkan uji coba di lapangan.

Pengembangan tes literasi sains mengacu pada model pengembangan

Researc and Development (R&D). Tahap pertama yang dilakukan adalah

analisis potensi dan masalah, pengumpulan data awal, desain produk,

validasi secara logis, dan revisi hingga didapatkan draf final yang siap

untuk diujicobakan. Tes literasi sains diujicobakan kepada 30 siswa kelas

XI MIPA SMA Negeri 5 Surabaya yang sudah mendapatkan materi kalor.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tes literasi sains dinyatakan

layak secara teoritis berdasarkan validitas logis pada ranah materi,

konstruksi dan bahasa dalam kategori sangat layak. Tes literasi sains

layak secara empiris berdasarkan analisis validitas empiris butir soal,

reliabilitas tes, tingkat kesukaran butir soal dan daya pembeda butir soal.

Berdasarkan kriteria pada kelayakan empiris, maka sebanyak 54% dari


keseluruhan soal dinyatakan layak. Dari soal yang telah layak dapat

diketahui profil kemampuan literasi sains siswa yang menjadi sujek uji

coba, yaitu sebanyak 27% siswa dengan kategori sangat kurang, 23%

siswa dengan kategori kurang, 20% siswa dengan kategori cukup, 20%

siswa dengan kategori baik, dan 10% siswa dengan kategori sangat baik.

4. Penelitian yang dilakukan (Suparwati and Ni Nyoman Suastini 2022)

dimana hasil penelitian diperoleh perbandingan yang sangat signifikan

sebelum diterapkannya model PBL, siklus I dan siklus II. Nilai rata-rata

hasil belajar siswa pada mata pelajaran Agama Hindu kelas V sebelum

diterapkan metode PBL adalah 66,67. Sedangkan setelah dilakukan

penelitian tindakan kelas dengan metode PBL, rata-rata hasil belajar siswa

pada aspek kognitif 85, rata-rata aspek afektif 87,5 dan aspek psikomotorik

83,5. Perbandingan antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan kelas

pada siklus I terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 12,5% pada skor

kognitif, untuk peningkatan hasil belajar afektif sebesar 20% dan

peningkatan sebesar 17% pada aspek psikomotorik. Untuk hasil belajar

pada siklus II jika dibandingkan sebelum tindakan juga menunjukkan

peningkatan yang maksimal, terjadi peningkatan sebesar 17,5% pada

aspek kognitif, peningkatan nilai pada aspek afektif sebesar 25%, dan

untuk hasil belajar pada aspek psikomotor ada adalah peningkatan 20%
BAB III

KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pikir

Peningakatan kualitas pembelajaran dan masalah pembelajaran

dalam meningkatkan literasi sains pada siswa sekolah dasar. Upaya

penignkatan mutu pendidikan menjadi bagian terpadu darai upaya

peningkatan kualitas manusia, bai aspek kemampuan, kepribadian maupun

tanggung jawab. Oleh karena itu , model pembelajaran untuk menghasilkan

kualitas. Model pembelajaran yang berkualitas dapat diterapkan dengan tidak

hanya berfokus kepada guru sebagai sumber ilmu. Siswa dan guru saling

mendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran yang di harapkan.

Begitu pula dalam pembelajaran, model pembelajaran juga harus

diterapkan Model pembelajaran yang tepat akan menghasilkan peningkatan

hasil belajar serta mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir. Salah

satu model yang tepat dalam pembelajaran IPA yakni model pembelajaran

Problem Basic Learning (PBL). Model pembelajaran PBL memiliki

karakerisitik yang kuat dan sangat sesuai jika diperaktekan dengan

pembelajaran IPA. Dimana pembelajaran Model PBL diawali dengan


pemberian masalah kepada siswa, berkelompok dan secara aktif

merumuskan masalah, mempelajari dan mencari sendiri materi yang

berhubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya. Oleh sebab itu

dalam penelitan in selain penggunaan Model pembelajaran PBL, juga

menggunakan praktikum kelompok kecil sehingga siswa lebih aktif dan

proses pembelajaran lebih menyenangkan.

Peran guru disini hanya sebagai pengarah dan pembimbing dalam

melakuakn dalam melakukan aktivitas. Siswa diberikan kesempatan untuk

belajar merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil

Kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal penentuan

topik,pertanyaan dan bahan penunjang pembelajaran disediakan oleh guru.

Dalam penelitian ini guru juga perlu memperhatikan pendukung model

pembejaran dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini.

Sehingga tidak hanya peningkatan prestasi belajar para peserta didik tetapi

juga terdapat peningkatan serta pembaruan model pembeljaran. Berdasarkan

uraian di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian Ini adalah sebagai

berikut:
3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana

kebenarannya perlu diuji serta di buktikan melalui penelitian. Dikatakan

sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang

relevan, namun belum didasarkan pada fakta fakta empiris yang peroleh

melalui pengumpulan data menurut Sugiono (Yahdi, 2016) Adapun hipotesis

yang dikemukakanpenulis dalam penelitian ini yaitu:

Ha : Terdapat pengaruh Model Problem Basic Learning Berbasis

Praktikum Kelompok Kecil Untuk Meningkatkan Literasi Sains Pada

Siswa Kelas V SDN 6 Kendari

Ho : Tidak terdapat pengaruh Model Problem Basic Learning Berbasis

Praktikum Kelompok Kecil Untuk Meningkatkan Literasi Sains Pada

Siswa Kelas V SDN 6 Kendari

Uji T dalam Penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS 25.0 dengan

standar signifikasi adalah 5% atau 0,05.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 6 Kendari yang

beralamat di Jl. Bunggasi No. 19, Kelurahan Andounohu, Kecamatan Poasia,

Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini akan berlangsung pada

Semester Genap Tahun Ajaran 2022/2023.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi merupakan suatu wilayah yang terdiri dari objek atau subjek

yang mempunyai karakteristik tertentu dan berkualitas yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari kemudian hasilnya akan ditarik kesimpulannya

menurut Sugiono (Yahdi Kusnadi 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa kelas V SD Negeri 6 Kendari yang terdaftar pada tahun 2022/2023

yang berjumlah 218 siswa yang terbagi ke dalam delapan kelas.

4.3 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populai tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajarai

semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga

dan waktu maka peneliti dapat mengambil sampel dari populasi itu (Yahdi

Kusnadi 2016). Sampel dalam penelitian ini adalah kelas V SD Negeri 6

Kendari yakni kelas V-A yang berjumlah 33 sebagai Kelas Eksperimen dan

Kelas V-B berjumlah 32 sebagai kelas Kontrol.


4.4 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Metode

penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk

mencari pengaruh perlakuan tertentu (Sugiono, 2017). Sedangkan jenis

penelitian yang akan digunakan adalah quasi eksperiment atau eksperimen

semu. Jenis penelitian ini, mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

Desain penelitian menggunakan Nonequivalent Posttest-Only Control

Group Design. Desain penelitian ini di bagi menjadi dua kelompok yang

dipilih. Kelompok pertama di beri perlakuan (X) dan kelompok lain tidak.

Secara rinci desain Nonequivalent Posttest-Only Control Group Design

(Lestari and Yudhanegara 2017) dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Grup Perlakuan Posttest

Eksperimen X O1

Kontrol - O2

Keterangan:

X = Perlakuan pada kelas Eksperimen

O1 = Posttest kelas eksperimen

O2 = Posttest kelas Kontrol


Rancangan ini akan diterapkan pada situasi yang berbeda yaitu

kelas eksperimen akan diterapkan Model Problem Based Learning dan kelas

kontrol akan diterapkan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru.

Hubungan antara Model Problem Based Learning berbasis praktikum

kelompok kecil terhadap peningkatan Literasi sains siswa dapat dilihat pada

Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2. Hubungan Model Pembelajaran berbasis praktikum kelompok

kecil dan Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Siswa

Kelas

Kemampuan Eksperimen (D1) Kontrol (D2)

Literasi

Sains

Tinggi (E1) D1 E1 D2 E1

Rendah (E2) D1 E2 D2 E2

Keterangan:

D1 : Kemampuan Literasi Sains Siswa dilakukan dengan Model

Problem Based Learning berbasis praktikum kelompok kecil

D2 : Kemampuan Literasi Sains Siswa dilakukan dengan

pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru

D 1 E1 : Kemampuan Literasi Sains Tinggi yang diajar dengan Model


Problem Based Learning berbasis praktikum kelompok kecil

D 1 E2 : Kemampuan Literasi Sains Rendah yang diajar dengan Model

Problem Based Learning berbasis praktikum kelompok kecil

D 2 E1 : Kemampuan Literasi Sains Tinggi yang diajar dengan

pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru

D 2 E2 : Kemampuan Literasi Sains Rendah yang diajar dengan

pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru

4.5 Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Model Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menitik

beratkan pada kegiatan pemecahan masalah.

2. Pendekatan berbasis kelompok kecil merupakan pendekatan yang harus

dikuasai oleh teacher trainee sebagai salah satu dari keterampilan dasar

digunakan secara tepat untuk menciptakan suasana yang

menyenangkan dan bergairah.

3. Kemampuan Literasi Sains adalah kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan mengambil

kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta

membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya akibat

aktivitas manusia.
4.6 Pengumpulan Data

Berdasarkan variabel yang telah diuraikan di atas, maka teknik

pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian yaitu:

1. Soal Preetest literasi Sains siswa diberikan pada sampel yang akan

diteliti baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, sekaligus akan

menentukan kemampuan Literasi Sains tinggi dan kemampuan Literasi

Sains rendah.

2. Soal Posttest setelah penelitian selesai. Posttest dilakukan untuk

mengukur Kemampuan Literasi siswa. Tujuan dari tes ini adalah untuk

menjawab hipotesis penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Soal-

soal tes dirancang berdasarkan indikator Kemampuan literasi siswa.

4.7 Instrumen Penelitian

Menurut Sugiono (Yahdi Kusnadi 2016) instrument penelitian adalah

suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun social

yang diamati. Penelitian ini menggunakan beberapa instrument penelitian

dengan tujuan untuk memperoleh indikator yang valid yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar Penilaian Pretest Literasi Sains Siswa

Intrumen ini merupakan alat untuk mengukur tingkat pemahaman

Literasi Sains siswa berdasarkan materi yang telah diberikan. Instrument

penilaian ini sebanyak 8 butir soal essay yang terkait pada materi yang
diberikan. Instrument Literasi Sains diberikan pada kelas Kontrol dan

Kelas Eksperimen

2. Lembar Penilaian Posttest Literasi Sains Siswa

Intrumen ini merupakan alat untuk mengukur tingkat pemahaman

Literasi Sains siswa berdasarkan materi yang telah diberikan. Instrument

penilaian ini sebanyak 8 butir soal essay yang terkait pada materi yang

diberikan dan melalui perlakuan. Selanjutnya, Instrument Literasi Sains

akan diberikan pada kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen. Instrument ini

merujuk pada 4 indikator kemampuan Literasi Sains, yaitu 1) Memahami

fenomena sains (Memahami konsep dengan benar ); 2) Menjelaskan

fenomena sains secara ilmiah; 3) Mengidentifikasi permasalahan secara

ilmiah; 4) Menafsirkan data dan bukti ilmiah.

4.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis secara deskriptif dan inferensial. Statistik inferensial adalah teknik

statistik yang digunakan dalam menganalisis data sampel dari suatu populasi

dan hasilnya akan diberlakukan untuk populasi. Menurut Sugiono (Asrin

2022) Statistik inferensial sangat tepat digunakan bila sampel diambil dari

populasi yang jelas dan teknik pengambilan sampel dari populasi dilakukan

secara random. Tujuan dari statistik inferensial adalah melakukan

generalisasi, dimana data dianalisis kemudian ditarik kesimpulan.

Kesimpulan tersebut akan diberlakukan pada populasi, karena pada statstika


inferensial menggeneralisasi dari sampel ke populasi. Sehingga kebenaran

hasil dari statistic inferensial bersifat peluang. Berikut langkah-langkah

analisis data statistik inferensial yang dilakukan dalam penelitian ini

(menggunakan microsof excel dan aplikasi SPSS 25.0):

1. Analsis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan leterlaksanaan

pembelajaran dan skor yang diperoleh masing-masing kelompok (rata-

rata, standar deviasi, skor maksimum, skor minimum)

2. Analisis Inferensial

a. Menghitung nilai rerata dari soal pretest dan posttest terkait dengan

literasi sains yang diajar dengan pembelajaran yang biasa digunakan

oleh guru

b. Menghitung nilai rerata dari soal pretest dan posttest terkait dengan

literasi sains yang diajar dengan Model Problem Based Learning

berbasis praktikum kelompok kecil

c. Untuk menghitung rerata nilai pada setiap butir test adalah sebagai

berikut:

Skor Perolehan
Nilai akhir= ×100 %
Skor Maksimal

d. Menghitung N-Gain Pretest dan Posttest menggunakan rumus :

S Post−S Pre
N−Gain=
S Maks−S Pre
Dimana:

S Post = Skor Posttes

S Pre = Skor Pretest

S Maks = Skor Maksimal Ideal

e. Uji Prasyarat

Syarat menggunakan analisis varian harus terpenuhi asumsi

dasarnya, agar kesimpulan yang diambil tidak menimbulkan kesalahan

atau kurang akurat (Hartono, 2010: 235). Adapunasumsi dasar yang

harus terpenuhi adalah:

a) Uji Normalitas Data

Uji yang digunakan untuk menguji distribusi normal atau tidak

menggunakan uji chi-kuadrat. Data yang diuji merupakan data N-Gain

dengan menguakan uji statistik sebagai berikut:


k
X =∑ ¿ ¿ ¿
2

i=1

Keterangan:

X2 = chi kuadrat

fo = frekuensi hasil pengamatan

fh = frekuensi yang diharapkan

b) Uji Homogenitas Data


Uji homogenitas variansi bertujuan untuk melihat apakah kedua

data mempunyai variansi sama atau tidak. Uji homogentas yang

digunakan adalah uji Harley dengan rumus sebagai berikut:


1
S2 Varians terbesar
F= =
S
1
2
Varians terkecil

Dimana, S2=n ∑ X 12−¿ ¿ ¿

Keterangan:

F = homogenitas

S = Varians

n = jumlah anggota sampel

X1 = Nilai Tengah

Adapun kriteria pengujiannya adalah:

 Jika Fhitung > Ftabel maka data tidak homogen

 Jika Fhitung ≤ Ftabel maka data homogen

f. Uji hipotesis

Melakukan Uji hipotesis terkait kemampuan literasi sains

berdasarkan model pemebelajaran Problem Based Learning

menggunakan Uji t (t-test) melakukan pengujian koefisien regresi secara

parsial, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran

secara parsial antara variabel independen dan variabel dependen dngan

mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan.


Pengujian hipotesis dilakukan dengan taraf signifikansi 0.05 atau (sig <

0.05).

g. Uji Wilcoxon test

Uji Wilcoxon test merupakan uji statistik non-parametrik yang

digunakan untuk mengukur perbedaan dua kelompok data

berpasangan berskala ordinal atau interval. Wilcoxon test akan

dilakukan sebagai uji hipotesis alternatif ketika data dari penelitian ini

tidak berdistribusi normal. Adapun dasar pengambilan keputusan

dalam Wilcoxon test sebagai berikut:

 Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05, maka H 0 ditolak dan Ha

diterima;

 Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, maka H 0 ditolak dan Ha

ditolak;

DAFTAR PUSTAKA

Asrin, Ahmad. 2022. “Metode Penelitian Eksperimen.” Jurnal Maqasiduna:


Ilmu Humaniora, Pendidikan & Ilmu Sosial 2(1): 1–9.
https://journal.mukhlisina.id/index.php/maqasiduna/article/view/24/15.
Lestari, Karunia Eka, and Mokhammad Ridwan Yudhanegara. 2017. “Analisis
Kemampuan Representasi Matematis Mahasiswa Pada Mata Kuliah
Geometri Transformasi Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Menengah.” Jurnal Matematika Integratif 13(1): 29.
Rohmah, Choirun Nurul, and Rahyu Setiani. 2022. “Pengaruh Model Problem
Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Materi Sistem Gerak Pada
Manusia Siswa Kelas VIII SMPN 4 Tulungagung.” Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Sains Indonesia (JPPSI) 5(2): 99–106.
Rosidah, Fitri Eli, and Titin Sunarti. 2017. “Pengembangan Tes Literasi Sains
Pada Materi Kalor Di SMA Negeri 5 Surabaya.” Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika (JIPF) 6(3): 250–57.
Suparwati, Ni Putu, and Ni Nyoman Suastini. 2022. “Penerapan Model
Problem Based Learning (Pbl) Dengan Metode Belajar Daring Terhadap
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas V Sdn 1 Gadungan Kecamatan
Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan Pada Masa Pandemi Covid-19.”
Guna Widya: Jurnal Pendidikan Hindu 9(2): 97–104.
Yahdi Kusnadi, Mutoharoh. 2016. “PARADIGMA Vol. XVIII. No.2 September
2016 PENGARUH KETERIMAAN APLIKASI PENDAFTARAN ONLINE
TERHADAP JUMLAH PENDAFTAR DI SEKOLAH DASAR NEGERI
JAKARTA.” Paradigma XVIII(2): 89–101.
Asrin, Ahmad. 2022. “Metode Penelitian Eksperimen.” Jurnal Maqasiduna:
Ilmu Humaniora, Pendidikan & Ilmu Sosial 2(1): 1–9.
https://journal.mukhlisina.id/index.php/maqasiduna/article/view/24/15.
Lestari, Karunia Eka, and Mokhammad Ridwan Yudhanegara. 2017. “Analisis
Kemampuan Representasi Matematis Mahasiswa Pada Mata Kuliah
Geometri Transformasi Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Menengah.” Jurnal Matematika Integratif 13(1): 29.
Rohmah, Choirun Nurul, and Rahyu Setiani. 2022. “Pengaruh Model Problem
Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Materi Sistem Gerak Pada
Manusia Siswa Kelas VIII SMPN 4 Tulungagung.” Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Sains Indonesia (JPPSI) 5(2): 99–106.
Rosidah, Fitri Eli, and Titin Sunarti. 2017. “Pengembangan Tes Literasi Sains
Pada Materi Kalor Di SMA Negeri 5 Surabaya.” Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika (JIPF) 6(3): 250–57.
Suparwati, Ni Putu, and Ni Nyoman Suastini. 2022. “Penerapan Model
Problem Based Learning (Pbl) Dengan Metode Belajar Daring Terhadap
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas V Sdn 1 Gadungan Kecamatan
Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan Pada Masa Pandemi Covid-19.”
Guna Widya: Jurnal Pendidikan Hindu 9(2): 97–104.
Yahdi Kusnadi, Mutoharoh. 2016. “PARADIGMA Vol. XVIII. No.2 September
2016 PENGARUH KETERIMAAN APLIKASI PENDAFTARAN ONLINE
TERHADAP JUMLAH PENDAFTAR DI SEKOLAH DASAR NEGERI
JAKARTA.” Paradigma XVIII(2): 89–101.

Anda mungkin juga menyukai