Anda di halaman 1dari 20

Makalah: Model-model Pembelajaran

“MODEL PEMBELAJARAN PBL


(Problem Based Learning)”

Disusun oleh:

KELOMPOK V
KURNIA ADIATI PUTRI (1414440003)
KARMILA (1414441005)
ANDI DWI MEYTIANA (1414441007)
NUR UMMU PRATIWI A. (1414442007)

PENDIDIKAN BIOLOGI ICP A


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekarang ini pendidikan bukan lagi menjadi kebutuhan di nomor urutan
ke sekian tapi telah menjadi kebutuhan mendasar bagi setiap individu. Hal ini
pun ditunjang oleh berbagai macam lembaga atau instansi yang penyelenggara
pendidikan. Secara lazim kita tahu bahwa pembelajaran berlangsung antara
tenaga pendidik atau guru terhadap peserta didiknya. Namun sayangnya
budaya yang ada di masyarakat kita menganggap bahwa guru sebagai sumber
belajar satu-satunya sehingga secara monoton dan klasikal kita sering
menjumpai suasana kelas dengan metode ceramah semata-mata, tanpa adanya
sesuatu yang berbeda.
Proses pembelajaran yang begitu-begitu saja lama kelamaan akan
membuat siswa merasa jenuh dan bosan dengan sistem pembelajaran yang ada
sehingga berdampak pada penurunan hasil belajar siswa. Tidak hanya itu,
sekarang ini guru kerap kali hanya menganggap dirinya sebagai penyaji materi
tanpa adanya tanggung jawab lebih sehingga potensi-potensi siswa tidak
terekspos secara maksimal. Permasalahan seperti ini hanyalah sebagian kecil
dari segudang masalah pembelajaran lainnya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran
sehingga proses tersebut terkesan menarik sehingga kejenuhan peserta didik
dan suasana kelas yang monoton dapat teratasi. Guru perlu mengubah sistem
pembelajaran dimana siswa menjadi pusat dalam kegiatan belajar dan guru
hanya memfasilitasi dan membimbing kegiatan belajar.
Salah satunya melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah
atau problem based-learning. Proses pembelajaran menggunakan model ini
diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara sistematis
dan logis. Selain itu, guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka
dan jujur, karena kelas itu sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide
peserta didik dalam menanggapi berbagai masalah. Jadi kita mampu
memaksimalkan aktivitas pembelajaran di dalam kelas dengan melibatkan
siswa secara utuh. Untuk itu perlu kita pahami lebih lanjut tentang apa dan
bagaimana model pembelajaran problem-based learning bisa diterapkan
dalam suatu kelas serta beberapa hal terkait lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran problem based learning?
2. Bagaimana ciri dan karakteristik dari model pembelajaran problem based
learning?
3. Apa tujuan dari penerapan model pembelajaran problem based learning?
4. Bagaimana langkah-langkah penerapan model pembelajaran problem
based learning?
5. Bagaimana peran guru dalam model pembelajaran problem based
learning?
6. Apa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran problem based
learning?
7. Bagaimana contoh implementasi model pembelajaran problem based
learning pada materi pembelajaran biologi?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi model pembelajaran problem based learning
2. Mengetahui ciri dan karakteristik dari model pembelajaran problem based
learning
3. Mengetahui tujuan dari penerapan model pembelajaran problem based
learning
4. Mengetahui langkah-langkah penerapan model pembelajaran problem
based learning?
5. Mengetahui peran guru dalam model pembelajaran problem based
learning
6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran problem
based learning
7. Mengetahui contoh implementasi model pembelajaran problem based
learning pada materi pembelajaran biologi
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Definisi Model Pembelajaran Problem Based Learning


Pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya merupakan pembelajaran
yang mengarahkan pembelajar pada pemecahan masalah. Guru berperan
memfasilitasi dengan mengajukan permasalahan dan memotivasi pembelajar
untuk melakukan penyelidikan dan penemuan/inkuiri.
Problem based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah
merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Di dalam kelas
yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam
tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world) (Saefuddin, 2014).
Problem based learning adalah model pembelajaran yang berlandaskan
paham kontruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar
dan pemecahan masalah autentik (Arends, 2004).
PBL mengorganisasikan pengajaran seputar pertanyaan dan masalah yang
penting secara social dan bermakna secara personal bagi siswa. Para
pembelajar menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat
diberi jawaban-jawaban sederhana dan ada berbagai solusi yang competing
untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran dengan PBL sebaiknya dikemas
dengan kerja sama, membentuk kelompok kolaborasi siswa untuk membangun
situasi yang mendorong penyelidikan, dialog bersama dan pengembangan
keterampilan berpikir dan berbagai keterampilan social (Saefuddin, 2014).
Pembelajaran berbasis masalah dirancang terutama untuk membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan
masalah dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang
dewasa dengan mengalaminya dan melalui berbagai situasi nyata atau situasi
yang disimulasikan, dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom (Arends,
2004).
Menurut Arend dalam Saefuddin (2014), dalam PBL ada hal-hal yang
perlu dielaborasi diantaranya :
1. Tujuan utama pelajaran bukanlah untuk mempelajari sejumlah besar
informasi baru, tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan
penting dan menjadi pembelajar yang mandiri. Untuk pembelajar yang
lebih muda, konsep ini dapat dijelaskan sebagai pelajaran bagi mereka
untuk dapat “menemukan sendiri makna-makna berbagai hal”.
2. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasikan tidak memiliki
jawaban yang mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks
memiliki banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.
3. Selama fase investigasif pelajaran, siswa akan didorong untuk
melontarkan pertanyaan dan mecari informasi. Guru akan memberikan
bantuan, tetapi siswa mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau
dengan teman-temannya.
4. Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, siswa akan didorong untuk
mengekspresikan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak ad aide yang
akan ditertawakan guru maupun teman sekelas. Semua siswa akan diberi
kesempatan untuk berkontribusi dalam investigasi dan untuk
mengekpresikan ide.
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
pembelajar mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, berfikir kritis
yang mengharuskan pembelajar mempunyai kecakapan nalar secara teratur,
kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik
keputusan, member keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah,
serta memotivasi pembelajar untuk mencari solusi pemecahan masalah yang
terjadi pada lingkungan terdekat pembelajar dengan keterampilan
intelektualnya.
Pembelajaran dengan PBL harus membangkitkan ketertarikan untuk
melakukan investigasi. Salah satu caranya menyodorkan situasi bermasalah
yang dapat membangkitkan minat siswa dan menimbulkan keinginan untuk
menyelesaikan masalah, dengan discrepant event (situasi yang hasilnya tidak
dapat diperkirakan dan mengejutkan.
PBL dimulai dengan suatu masalah yang memicu ketidaksetimbangan
kognitif pada diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu
sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah. Bila
pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri pebelajar maka
motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut
diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan pebelajar tentang
pengetahuan apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah, apa yang harus
dilakukan, atau bagaimana melakukannya dan seterusnya.
Penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong pebelajar
mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan
pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Lebih lanjut. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar belajar secara
mandiri. Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar
yang konstruktivistik.

B. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning


Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005)
menjelaskan karakteristik dari Problem Based Learning (PBL), yaitu:
1. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa
sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
2. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik
sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta
dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
3. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui
dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha
untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi
lainnya.
4. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok
kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan
penetapan tujuan yang jelas.
5. Teachers act as facilitator.
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun,
walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas
siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai
Sedangkan menurut Pierce dan Jones (Rusman 2012:242) kejadian yang
harus muncul dalam implementasi PBL adalah: (1) keterlibatan yaitu
mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah dengan
bekerja sama, (2) inquiry dan investigasi yaitu mengeksplorasi dan
mendistribusikan informasi, (3) performansi yaitu menyajikan temuan, (4)
tanya jawab tujuannya untuk menguji keakuratan dari solusi, (5) refleksi
terhadap pemecahan masalah.
Jadi, karakteristik PBL itu antara lain pembelajarannya dimulai dengan
suatu permasalahan yang mana permasalahan yang diberikan tersebut
berhubungan dengan kehidupan nyata siswa, menggunakan kelompok kecil,
memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada siswa dalam mengalami
secara langsung proses belajar mereka sendiri, dan menuntut siswa untuk
mempresentasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau
kinerja.

C. Tujuan Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning


Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), pembelajaran berbasis
masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika
siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil
menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses
belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu. Dari
pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah
adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi
siswa untuk terus belajar.
Model pembelajaran PBL ini sesuai dengan paham konstruktivisme yang
menjadi salah satu paham yang digunakan pada dunia pendidikan saat ini.
Dimana siswa berusaha mandiri dalam membangun pengetahuan bedasarkan
pemahamannya sendiri. Problem Based Learning sendiri menekankan pada
peran aktif siswa dalam belajar dan juga dalam mengelaborasi
pengetahuannya tersebut. Siswa juga diharapkan mampu berpikir kritis
terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru. Hal ini nantinya akan
berdampak pada pengembangan kemampuan siswa dalam meningkatkan
interaksi antara guru dengan murid itu sendiri karena siswa telah memiliki
semangat atau ketertarikan untuk belajar lebih mengenai suatu materi.
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka
dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.
Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis
masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk
membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan
kepada siswa saat proses pembelajaran (Ibrahim, 2000).
Pada hakekatnya model pembelajaran berbasis masalah (PBL) ini
menciptakan pembelajaran yang menantang siswa untuk memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi dengan menjalin kerjasama dengan siswa
lain, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Jadi pembelajaran berpusat
pada siswa atau biasa dikenal dengan istilah student centered.
D. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning
Sama halnya dengan model pembelajaran yang lain, model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) juga memiliki sintaks atau tahapan dalam
pelaksanannya yaitu sebagai berikut :
Table 1. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning
No Tahapan Aktivitas Guru Dan Peserta Didik
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana
Mengorientasikan atau logistic yang dibutuhkan.
1. peserta didik Guru memotivasi peseta didik untuk terlibat dalam
terhadap masalah aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih
atau ditentukan.
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan
Mengorganisasi
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan
2. peserta didik untuk
dengan masalah yang sudah diorientasikan pada
belajar
tahap sebelumnya.
Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing
mengumpulkan informasi yang sesuai dan
penyelidikan
3. melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
individual maupun
kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan
kelompok
masalah.
Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas
Mengembangkan
dan merencanakan atau menyiapkan karya yang
4. dan menyajikan
sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam
hasil karya
bentuk laporan, video, atau model.
Menganalisis dan
mengevaluasi Guru membantu peserta didik melakukan refleksi
5.
proses pemecahan terhdap proses pemecahan masalah yang dilakukan
masalah

Arends (2004) mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan


untuk mengimplementasikan PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-
tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Fase 1: Mengorientasikan siswa/mahasiswa pada masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan
aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL,
tahapan ini sangat penting dimana guru/dosen harus menjelaskan
dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh pebelajar dan juga oleh
dosen. Disamping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga
dijelaskan bagaimana guru/dosen akan mengevaluasi proses
pembelajaran.
Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat
terlibat dalam pembelajaran yang akan dilakukan.
Fase 2: Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar
Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah,
pembelajaran PBL juga mendorong siswa/mahasiswa belajar
berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan
kerjasama antar anggota. Guru/dosen dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana
masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah
yang berbeda.
Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif
dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen,
pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya
tutor sebaya, dan sebagainya. Guru/dosen sangat penting memonitor
dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga
kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Setelah
pebelajar diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk
kelompok belajar, selanjutnya guru/dosen dan pebelajar menetapkan
subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.
Tantangan utama bagi guru/dosen pada tahap ini adalah mengupayakan
agar semua pebelajar aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan
hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap
permasalahan tersebut.
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Inti dari PBL adalah penyelidikan. Mungkin saja setiap situasi
permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun
pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni
pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan
memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi
merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru/dosen
harus mendorong pebelajar untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka
betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya
adalah agar pebelajar mengumpulkan cukup informasi untuk
menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini
seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah
dalam buku-buku. Guru/dosen membantu pebelajar untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber,
dan guru/dosen seharusnya mengajukan pertanyaan pada pebelajar
untuk berifikir tentang massalah dan ragam informasi yang dibutuhkan
untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah pebelajar mengumpulkan cukup data dan memberikan
permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka
mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan
pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru/dosen mendorong pebelajar
untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide
tersebut. Guru/dosen juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat
mahasiswa berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat
serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan hasil karya dan
memamerkannya. Hendaknya hasil karya lebih dari sekedar laporan
tertulis, melainkan dapat berupa suatu videotape (yang menunjukkan
situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan
secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program
komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan hasil karya
sangat dipengaruhi tingkat berfikir pebelajar. Selanjutnya adalah
memamerkan hasil karya pebelajar dan guru/dosen berperan sebagai
organisator pameran.
Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan
untuk membantu pebelajar menganalisis dan mengevaluasi proses
mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang
mereka gunakan. Selama fase ini guru/dosen meminta pebelajar untuk
merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama
proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali memperoleh
pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin
dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima
penjelasan lebih siap dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak
beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir
dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah
ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu?
Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan
datang? Tentunya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan
untuk memberikan umpan balik dan menginvestigasi kelemahan dan
kekuatan PBL.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi dan penilaian
dalam PBM tidak hanya kepada hasil aakhir tetapi juga yang tidak kalah
pentingnya adalah penilaian proses. Penilaian ini bisa didasarkan pada jenis
penilaian otentik dimana penilaian difokuskan terhap proses belajar. Oleh
karena itu, peran guru dalam proses PBM tidak pasif tetapi harus aktif dalam
memantau kegiatan siswa serta mengontrol agar proses pembelajaran berjalan
dengan baik. Sementar itu, untuk mengetahui sejauhmana hasil belajar yang
telah diperoleh siswa, guru pun perlu untuk mengadakan tes secara individual.
Jadi penialaian dilakukan secara kelompok juga individual.

E. Peran Guru Dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning


Menurut Inggrid (2016), Berdasarkan kegiatan guru yang telah
dilaksanakan, dapat diketahui bahwa peran guru dalam pembelajaran berbasis
masalah adalah menyajikan berbagai masalah, memfasilitasi penyelidikan
yang dilakukan peserta didik, dan mendukung proses pembelajaran yang
dilakukan peserta didik sebagai fasilitator. Guru memberikan bantuan yang
kuat kepada peserta didik dalam menyeleksi masalah yang akan diinvestigasi.
Bantuan yang diberikan guru kepada peserta didik ketika proses pemecahan
masalah dilakukan dengan terbuka untuk kolaborasi, dan penuh makna bagi
para peserta didik.
Salah satu peran essensial guru pada model pembelajaran berbasis
masalah adalah aktif menuntun siswa dalam menyeleksi masalah. Hal ini tidak
serta merta berarti pembelajaran didominasi oleh guru namun guru dituntut
mendampingi siswa-siswanya dalam pembelajaran mulai dari mengkaji
masalah, melakukan penyelidikan, memberi solusi terhadap penyelesaian
suatu masalah. Solusi yang diberikan oleh guru pun tidak boleh diberitahukan
secara langsung kepada siswa, melainkan dapat berupa kalimat-kalimat
stimulus yang merangsang siswa untuk berpikir kreatif untuk merancang dan
membuat solusi terhadap suatu masalah. Sehingga akan tampak kolaborasi
dari guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Selanjutnya pada proses pembelajaran tidak langsung (tidak dirancang
khusus dalam kegiatan pembelajaran), diobservasi kompetensi sikap yang
berhasil dikembangkan oleh setiap peserta didik melalui proses pembelajaran
langung yaitu pada tahap mengamati, menanya, mengumpulkan data,
mengasosiasikan, dan menyampaikan kesimpulan. Sikap yang diobservasi
pada proses pembelajaran tidak langsung antara lain sikap ketelitian, rasa
ingin tahu, kemampuan berkomunikasi, kerja keras, dan menyampaikan
pendapat. Observasi terhadap kompetensi dilakukan pada setiap pertemuan,
hal ini disebabkan agar diketahui bagaimana perkembangan sikap yang
ditunjukkan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran berbasis
masalah (Inggrid, 2016).
Guru hendaknya tidak hanya berfokus pada pencapaian hasil belajar
namun juga diharapkan untuk mengawasi tingkah laku siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Tingkah laku yang dimaksud berfokus pada usaha-
usaha siswa seperti keterampilan dalam mengemukakan pendapat, menyimak
dan berkomunikasi dengan siswa lainnya. Segala bentuk antusiasme siswa ini
sangat perlu dipertimbangkan karena berhubungan dengan tingkat minat
belajar siswa itu sendiri.
Guru berperan dalam memberikan kemudahan peserta didik dalam
mengkontruksi pengetahuannya melalui tahap orientasi masalah. Adanya
interaksi antar guru dan peserta didik melalui pengelolaan yang baik pada
proses pembelajaran, menyebabkan waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis
masalah berlangsung sesuai target yang ditetapkan (Inggrid, 2016).
Berdasarkan uraian mengenai peran guru pada model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) diatas dapat disimpulkan bahwa model PBL
dianggap mampu untuk member sejumlah dampak positif terhadap
pembelajaran peserta didik diantaranya: meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok.
F. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based
Learning
Menurut Sefuddin (2014) ada beberapa kelebihan dalam penggunaan
PBL sebagai model pembelajaran yaitu :
1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang
belajar memecahkan suatu masalah, maka mereka akan menerapkan
pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat
diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan
situasi dimana konsep diterapkan.
2. Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan secara stmulan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan.
3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif pserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Melalui PBL siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan
masalah dalam situasi nyata, kemampuan membangun pengetahuannya sendiri
melalui aktivitas belajar. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi
yang tidak ada hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini
mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasidan
terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok serta siswa terbiasa
menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet,
wawancara dan observasi.
Lalu, sama halnya dengan model pengajaran yang lain, model
pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan
dalam penerapannya. Menurut Sanjaya (2007), kelemahan tersebut
diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
PBL membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja
siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik karena dakalanya sumber yang dibutuhkan
tidak tersedia dengan lengkap.

G. Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Mata


Pelajaran Biologi
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara
memulai pembelajaran dengan suatu masalah atau pertanyaan. Pembelajaran
yang dimulai dengan permasalahan difasilitasi melalui model Problem Based
Learning (PBL). PBL merupakan pembelajaran yang diawali dengan adanya
masalah dan peserta didik diberikan waktu untuk berpikir bersama mencari
informasi dan menyusun strategi dan pemecahan masalah. Masalah
dihadirkan di awal pembelajaran dan berfungsi sebagai stimulus aktivitas
pembelajaran (Astuti, 2015).
Berdasarkan kurikulum 2013 revisi 2016, salah satu kompetensi dasar
materi pembelajaran biologi yang bisa kita terapkan dalam model
pembelajaran problem based learning yaitu KD 3.11 dan 4.11 pada kelas X
SMA dengan materi pokok Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur Ulang.
3.11 Menganalisis data perubahan lingkungan dan penyebab, serta dampak
dari perubahan–perubahan tersebut bagi kehidupan
4.11 Mengajukan gagasan pemecahan masalah perubahan lingkungan sesuai
konteks permasalahan lingkungan di daerahnya.
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang penting dari materi
pelajaran.
Jadi dari permasalahan lingkungan sekitar, diharapkan peserta didik mulai
menyusun pemikiran kontruktivismenya sehingga bisa menghubungkan sebab
akibat suatu hal dan elemen-elemen terkait lainnya. Sehingga timbul
pertanyaan-pertanyaan pada peserta didik misalnya:
a. Apa yang menyebabkan pencemaran lingkungan tersebut?
b. Apa dampak yang kita rasakan saat ini dan bagaimana efeknya untuk
kedepannya?
c. Apa manusia turut andil dalam pencemaran yang terjadi?
d. Solusi apa yang bisa kita kemukakan dalam mengatasi permasalahan
tersebut?
Jawaban atas pertanyaan tersebut tentunya berupa hasil pemikiran yang
didasarkan pada analisis autentik, sistematis dan logis. Sehingga akan ada
bentuk tindak lanjut, bukan hanya sekedar pemikiran tetapi juga langkah real
yang bisa ditempuh, misalnya laporan analisis pencemaran lingkungan, atau
pun pembuatan video kampanye tentang dampak perubahan lingkungan
maupun demo mengenai aksi daur ulang limbah-limbah yang masih bisa
diolah.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Problem based learning adalah model pembelajaran yang berlandaskan
paham kontruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam
belajar dan pemecahan masalah autentik
2. Karakteristik model pembelajaran problem based learning, antara lain:
a. Pembelajaran berpusat pada siswa
b. Siswa menganalisis masalah dengan penyelidikan autentik
c. Pengetahuan baru yang diperoleh berdasarkan hasil belajar mandiri
d. Proses pembelajaran berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil
e. Guru berperan sebagai fasilitator
3. Tujuan dari penerapan model pembelajaran problem based learning ini
yakni agar guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
jujur, karena kelas itu sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta
didik dalam menanggapi berbagai masalah
4. Sintaks model pembelajaran problem based learning:
a. Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah
b. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
5. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan
berbagai masalah, memfasilitasi penyelidikan yang dilakukan peserta
didik, dan mendukung proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik
sebagai fasilitator.
6. Melalui PBL siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan
masalah dalam situasi nyata, kemampuan membangun pengetahuannya
sendiri melalui aktivitas belajar. Namun di sisi lain, PBL membutuhkan
kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok
secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa
dengan baik karena dakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia
dengan lengkap.
7. Penerapan model pembelajaran problem based-learning untuk mata
pelajaran biologi, salah satunya dapat kita kembangkan pada materi
perubahan lingkungan, limbah dan daur ulang kelas X SMA.

B. Saran
Model pembelajaran problem based-learning dapat menjadi alternative
pilihan dalam menyajikan materi pembelajaran dikelas. Apalagi dalam
membangun pola pikir konstruktivisme peserta didik. Namun hal itu tidak
serta merta dilakukan, melainkan ada beberapa prinsip maupun unsur lainnya
yang perlu dipertimbangkan sehingga penerapan model pembelajaran ini bisa
dimaksimalkan.
Selain itu, sebagaimana yang telah dipaparkan bahwa model pembelajaran
langsung ini juga memiliki kekurangan. Untuk itu diperlukan peran lebih
tenaga pendidik dalam meminimalisir kesalahan-kesalahan dalam proses
penerapannya di dalam kelas.
DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I. 2004. Learning to Teach. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Astuti, H. R. P. (2015). Penerapan problem based learning pada materi
pencemaran lingkungan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik kelas X MIA 3 SMA Negeri 3 Surakarta.
Depdiknas. (2003). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:
UNESA Press.
Inggrid, D. A. (2016). Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pada Mata Pelajaran Jaringan Dasar Kelas X Program Keahlian Teknik
Komputer Jaringan Smk Ma’arif 1 Wates (Doctoral dissertation, UNY).
Liu, Min. (2005). Motivating Students Through Problem-based Learning.
University of Texas : Austin.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saefuddin, H. Asis. 2014. Pembelajaran Efektif. Bandung : PT Remaja Rosda
Karya.
Sanjaya, Wina. 2007. Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. SPs UPI : Bandung

Anda mungkin juga menyukai