Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembelajaran adalah kegiatan yang dirancang oleh guru agar terjadi proses
pembelajaran pada siswa. Melalui perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
kegiatan belajar mengajar, siswa dapat mempelajari keterampilan atau nilai baru
secara metodis. Proses pembelajaran memperlakukan siswa sebagai subjeknya;
proses pembelajaran adalah apa yang dipahami siswa ketika mereka belajar; dan
lingkungan belajar. Lingkungan di mana pembelajaran terjadi dikenal sebagai
konteks pembelajaran. Pembelajaran yang dapat membantu siswa
mengembangkan pengetahuan yang luas, keterampilan, kepribadian yang positif,
dan minat aktif dalam belajar dianggap pembelajaran yang efektif (Kamal, 2020).
Siswa dapat dengan sengaja mempelajari keterampilan atau nilai-nilai baru
dengan mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar
mengajar secara cermat. Lingkungan belajar, yang adalah apa yang siswa pahami
saat mereka belajar, dan proses belajar, yang menganggap siswa sebagai topiknya.
Konteks pembelajaran adalah latar di mana pembelajaran berlangsung.
Pembelajaran yang efektif dianggap sebagai instruksi yang menumbuhkan pada
siswa berbagai informasi, kemampuan, kepribadian positif, dan minat dalam
belajar. Hasil penghasilan dipengaruhi oleh dua jenis elemen: faktor internal siswa
dan faktor eksternal yang terkait dengan siswa, seperti tenaga pengajar dan
pendidik. Guru harus mampu melakukan proses pembelajaran dengan cara yang
mempengaruhi proses internal siswa itu sendiri karena mereka berfungsi sebagai
salah satu variabel eksternal yang mendukung hasil belajar siswa mereka (Citra &
Rosy, 2020).
Masalah dengan sistem pendidikan saat ini adalah bahwa siswa menerima
lebih sedikit bimbingan tentang bagaimana mengembangkan dan memajukan
kemampuan berpikir mereka. Siswa kadang-kadang diberitahu untuk hanya
mempertahankan dan mengingat semua pengetahuan yang disampaikan
sebelumnya sebelum mereka diizinkan untuk menjelaskannya sendiri. Untuk
mengatasi tantangan tersebut, diperlukan strategi pengajaran yang
2

memperhitungkan tantangan yang dihadapi instruktur selama proses belajar-


mengajar.
Seelah mendapatkan hasil wawancara dengan guru-guru di SMA N 14
Medan, diketahui bahwa nilai kelulusan minimal kelas XI IPA adalah 75, dan
hanya sekitar 55% siswa yang mencapai KKM saat mengikuti tes harian. Juga
diketahui bahwa masih ada beberapa siswa yang tidak berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran mereka karena hal-hal seperti kurangnya antusiasme atau minat di
pihak mereka. Instruktur menggunakan berbagai model pembelajaran selama
wawancara, tetapi teknik ceramah tetap yang paling populer. Guru juga
menggunakan sumber belajar, seperti foto dan video instruksional, untuk
memastikan bahwa proses belajar mengajar berjalan semulus mungkin. Dengan
pendekatan ceramah ini, guru akan menyajikan informasi ke kelas, diikuti dengan
diskusi tentang topik yang sulit dipahami siswa atau sesi tanya jawab.
Temuan wawancara dengan sejumlah siswa kelas XI IPA SMA N 14
Medan mengungkapkan bahwa siswa kurang tertarik belajar ketika mode
pengajaran ceramah digunakan. Ketika siswa tidak memahami subjek yang
dijelaskan guru di kelas, masalah belajar mungkin terjadi. Akibatnya, siswa
kurang terlibat dalam proses pembelajaran dan kurang mampu menerapkan
keterampilan berpikir kritis untuk pemecahan masalah. Ketika ditanya apakah
mereka akan merasa lebih tertarik dan termotivasi jika pembelajaran didasarkan
pada model pembelajaran berbasis proyek, setiap siswa menjawab dengan tegas.
Tiga faktor yang mempengaruhi keadaan siswa, strategi dan model
instruksional, dan hasil belajar dapat mempengaruhi pembelajaran. Untuk
mencapai pembelajaran yang diinginkan, untuk menyederhanakan proses belajar
mengajar untuk meningkatkan retensi siswa dari materi pelajaran, dan untuk
memenuhi tujuan pembelajaran, instruktur, sebagai pendidik, perlu terampil
mengintegrasikan dan mengembangkan ketiga komponen ini. (Rosyidah, 2016).
Hasil belajar siswa yang rendah adalah hasil dari sejumlah faktor, salah
satunya adalah terus menggunakan ceramah, debat, dan latihan tanya jawab dalam
pengajaran oleh banyak guru. Metode ceramahnya lumayan, tetapi tidak
melibatkan mahasiswa secara aktif dalam pembelajaran; Sebaliknya, mereka
hanyalah penonton, menerima informasi dalam satu arah, menjawab pertanyaan
3

dan menyerahkan tugas tanpa diberi kesempatan untuk memecahkan atau


memecahkan masalah dalam pembelajaran ilmiah, yang membuat mereka kurang
tertarik atau antusias dan membuat mereka menjadi pembelajar pasif dan tidak
mandiri (Putri, 2018).
Dalam upaya membina interaksi sosial dan mendorong perkembangan
siswa yang aktif, kreatif, dan kolaboratif dengan memanfaatkan potensi dalam
pemecahan masalah dimana luaran yang diperoleh siswa dapat
dipertanggungjawabkan, siswa harus diberi kesempatan untuk belajar mandiri
dengan kelompoknya. Dorong anak-anak untuk mengembangkan pola pikir
pembuat produk (Friskilia & Winata, 2018).
Satu-satunya model pembelajaran yang mampu meningkatkan hasil belajar
kognisi siswa secara signifikan adalah Model PjBL. Selama demonstrasi, model
yang dimaksud mendorong audiens untuk berkolaborasi secara aktif dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Pembelajaran berbasis proyek yang inovatif
menempatkan fokus pada tugas-tugas berorientasi proses yang rumit. Proyek yang
telah selesai efektif dalam memfasilitasi pembelajaran, mempersiapkan siswa
untuk skenario pemecahan masalah, memungkinkan mereka untuk menyuarakan
keprihatinan mereka, dan mengharuskan mereka untuk memberikan laporan
proyek. Melalui pembelajaran pengalaman kolaboratif, pembelajaran berbasis
proyek memberi siswa kesempatan untuk mempelajari materi pelajaran dengan
cara yang orisinal dan bermakna pribadi (Niswara et al., 2019).
Paradigma PJBL (Pembelajaran Berbasis Proyek) dipandang baru dan
menarik; Dengan model ini, siswa terinspirasi untuk memecahkan masalah di
lingkungan terdekat mereka. PjBL mendorong siswa untuk menyelesaikan proyek
yang ditugaskan. Siswa akan bersemangat, memperdalam apa yang sudah mereka
ketahui atau pahami, dan memajukan konten yang telah mereka kuasai. Karena
fakta bahwa teori yang mereka pelajari dapat segera diterapkan pada proyek,
siswa akan merasa lebih mudah untuk memahami dan mengingat daripada
kehilangan semua pengetahuan yang telah mereka peroleh (Wahyu et al., 2018).
Salah satu bahan biologi yang membahas alat ekskresi dan tujuannya,
proses pembentukan urine, dan penyakit sistem ekskresi adalah bahan sistem
ekskresi. Banyak siswa masih berjuang untuk memahami isi sistem ekskresi yang
4

mereka pelajari karena mereka tidak dapat segera menonton atau berpartisipasi
dalam bagaimana fungsi organ.. Hal ini membuat siswa kebingungan untuk
membayangkan bagaimana sistem ekskresi pada manusia. Selain itu guru belum
dapat menyampaikan materi dengan melibatkan siswa dalam kegiatan – kegiatan
belajar yang lebih dekat dengan sistem ekskresi, contohnya mengerjakan LKPD
yang berisi instruksi dan soal yang dapat dipecahkan melalui penyelesaian yang
didapat langsung dan diamati seperti kegiatan mekanisme pembentukan urine,
akan seperti apa hasilnya dan lain sebagainya. Kemudian siswa dapat berpikir
kritis semisalnya apabila manusia tidak memiliki sistem ekskresi apa yang akan
terjadi, hal ini dapat dilakukan dengan membuat kegiatan belajar observasi
langsung atau mengadakan praktikum sederhana disekolah.
Penerapan model PjBL ini dapat mengajak siswa secara aktif dalam
perolehan informasi mengenai materi system ekskresi dari berbagai sumber
literatur pada pembelajaran materi sistem ekskresi. Karena fakta bahwa mencari
informasi memperlambat proses membaca, mereka yang terlibat dalam proses
pengumpulan informasi akan memiliki ingatan yang lebih lama. PjBL lebih
konsisten dengan produk yang dihasilkan karyawan karena selama masa kerja
mereka, mereka membantu karyawan memahami apa yang diajarkan sehingga
pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang dimaksud juga akan bertahan
lebih lama. Pembelajaran berbasis proyek dapat menginspirasi siswa untuk
belajar, membuat hampir setiap siswa berpartisipasi aktif dalam kursus. Untuk
memastikan bahwa pekerjaan proyek berjalan lancar dan bahwa siswa
menerapkan apa yang telah mereka pelajari dari subjek yang telah mereka pelajari
dalam pengaturan nyata, pembelajaran berbasis proyek mengharuskan siswa untuk
berkolaborasi dalam kelompok tanpa membedakan. Alat bantu mengajar dan
media poster adalah hasil akhir pembelajaran berbasis proyek dalam penelitian ini.
Alat ajar dan materi poster ini berfungsi sebagai alat pembelajaran dengan
memuat materi pelajaran yang akan dipelajari. Karena alat pengajaran dan poster
ini mencakup komponen pendidikan, daya tarik, dan estetika, mereka dapat
meningkatkan motivasi dan minat siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran
(Kusumaningrum & Djukri, 2016).
5

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian yang dilakukan


berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Project Based Learning
(PjBL ) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Sistem Ekskresi Di Kelas
XI SMA N 14 Medan “.

Identifikasi Masalah

Studi ini menyoroti sejumlah masalah berdasarkan isu-isu tersebut, termasuk:


1. Pengajaran biologi di SMA N 14 Medan terus menggunakan model
pembelajaran tradisional dengan menggunakan pendekatan ceramah.
2. Di kelas, hanya informasi teoritis tentang sistem ekskresi yang dibahas.
3. Masih banyak siswa kelas XI IPA SMA N 14 Medan yang belum
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), menandakan hasil belajar
siswa masih buruk.
4. Karena instruktur mendominasi dalam kegiatan pembelajaran, siswa kelas
XI IPA SMA N 14 Medan kurang mampu berpikir kritis saat menangani
masalah.
5. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek belum pernah digunakan oleh
siswa kelas XI IPA SMA N 14 Medan.

Ruang Lingkup

Fokus penelitian ini adalah bagaimana model pembelajaran berbasis


proyek (PjBL) mempengaruhi hasil belajar siswa untuk informasi sistem ekskresi
di kelas XI IPA SMA N 14 Medan, yang didasarkan pada identifikasi isu-isu
tersebut.

Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat mencapai sasaran yang tepat dan sesuai dengan
yang diharapkan, keterbatasan permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran berbasis proyek
sebagai kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional sebagai kelas
6

kontrol.
2. Hasil belajar siswa diukur dengan kemampuan kognitif siswa melalui
pretest dan postes
3. Materi yang diajarkan adalah materi Sistem Ekskresi Manusia.

Rumusan Masalah

Rumusan topik penelitian ini adalah:


1. Bagaimana tujuan pembelajaran kognitif siswa diajarkan dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek pada muatan
sistem ekskresi kelas XI IPA SMA N 14 Medan.
2. Bagaimana kinerja sistem ekskresi kognitif siswa kelas XI IPA SMA N
14 Medan diajarkan dengan menggunakan teknik pembelajaran standar?
3. Pengaruh pembelajaran berbasis proyek terhadap hasil belajar kognitif
siswa untuk materi kelas XI IPA SMA N 14 Medan terhadap sistem
ekskresi.

Manfaat Penelitian

1. Salah satu tujuan utama penelitian adalah untuk menentukan hasil belajar
kognitif siswa dalam kaitannya dengan materi yang tercakup dalam sistem
ekskresi kelas dengan memanfaatkan paradigma pembelajaran berbasis
proyek.
2. Untuk menilai seberapa baik pengetahuan tentang sistem ekskresi
dipelajari oleh siswa kelas XI IPA SMA N 14 Medan ketika diajarkan
secara konvensional.
3. Menginvestigasi pengaruh pembelajaran berbasis proyek terhadap hasil
belajar kognitif siswa kelas XI IPA SMA N 14 Medan.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah strategi atau kerangka kerja yang dapat


diterapkan untuk membuat kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
membuat materi pembelajaran, dan mengarahkan pembelajaran di kelas atau
bersama orang lain. Model pembelajaran dapat digunakan sebagai pola seleksi,
memungkinkan instruktur untuk memilih model pembelajaran yang paling tepat
dan berhasil untuk memenuhi tujuan pendidikan mereka. Model Pembelajaran
berfungsi sebagai peta jalan bagi guru saat mereka menyiapkan materi
pembelajaran, media, dan teknologi untuk digunakan di kelas, serta sistem
evaluasi yang membantu siswa memenuhi pembelajaran mereka. Model
pembelajaran melibatkan jenis pembelajaran yang sering ditawarkan oleh guru
dan ditampilkan dari awal sampai akhir. Model pembelajaran dengan kata lain
adalah kerangka kerja atau kerangka kerja untuk menerapkan pendekatan, metode,
strategi, atau metodologi pembelajaran (Mirdad, 2020)
Cara penyajian informasi sebelum dan sesudah pembelajaran, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dikenal sebagai model pembelajaran. Pengalaman
belajar disusun menggunakan model pembelajaran dengan penyajian kerangka belajar
agar tercapai suatu tujuan pembelajaran dan memastikan bahwa kegiatan pembelajaran
benar-benar dilaksanakan seefektif mungkin. Model pembelajaran berfungsi sebagai
peta jalan bagi instruktur dan pengajar dalam melaksanakan pembelajaran. Ini
menunjukkan bagaimana setiap model pembelajaran mempengaruhi alat yang
digunakan selama proses pembelajaran. Dalam lingkungan belajar, model pembelajaran
memiliki definisi yang lebih luas daripada strategi, teknik, atau proses. (Nasrun et al.,
2018)
(1) Berdasarkan pedagogi dan teori belajar spesialis tertentu adalah salah
satu fitur model pembelajaran. (2) memiliki tujuan atau sasaran pendidikan yang
jelas. Model penalaran induktif, misalnya, diciptakan untuk mengembangkan
8

proses penalaran induktif. (3) Dapat digunakan sebagai manual untuk


meningkatkan pengajaran dan pembelajaran di kelas. Metode sinektik, misalnya,
dikembangkan untuk mendorong kreativitas dalam perencanaan pelajaran (4).
Bagian model disertakan dengan judul "sintaksis langkah-langkah pembelajaran,"
"prinsip reaksi," "sistem sosial," dan "sistem pendukung." Hasil penggunaan
model pembelajaran adalah sebagai berikut: Hasil belajar yang dapat diukur
adalah (a) hasil belajar, dan (b) hasil bimbingan adalah (c) hasil belajar jangka
panjang. (6) Menyusun pembelajaran jauh-jauh hari sesuai dengan tuntutan
paradigma pembelajaran yang disukai (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016)
Semua metode dan elemen khusus mata pelajaran yang akan digunakan
untuk mendukung siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu
membentuk strategi pembelajaran. Untuk menghasilkan fase kegiatan belajar yang
efektif dan efisien, harus ada keterkaitan antara teknik pembelajaran dengan
tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah kumpulan teknik instruksional
dan sumber daya yang digunakan untuk membantu siswa belajar. Strategi
pembelajaran adalah seperangkat proses dan pendekatan yang memastikan siswa
akan memenuhi tujuan belajar mereka. Instruktur yang efektif siap untuk
menggunakan berbagai pendekatan (teknik) setiap saat untuk mencapai tujuan
sambil menerapkan strategi pembelajaran. Meskipun guru menggunakan model
untuk membantu siswa belajar, pengalaman belajar setiap siswa akan bervariasi
dalam hal efektivitas. Karena setiap pelajar umumnya unik dan memiliki
pandangan mereka sendiri, ada perbedaan (Baroya, 2018)
Beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan seorang pendidik dalam
menentukan model pembelajaran yaitu : Mempertimbangkan tujuan yang hendak
dicapai. Seperti mempertimbangkan apakah model yang digunakan sudah sesuai
dengan tujuan kognitif, afektif maupun psikomotorik yang hendak akan dicapai
dalam pembelajaran; Mempertimbangkan hubungan antara materi dengan
pembelajaran. Dalam artian pendidik harus menentukan bentuk materi yang
diajarkan, apakah berbentuk konsep, fakta ataupun teori tertentu. Dalam
penyampaian materi ini juga perlu diperhatikan kesediaan bahan ajar dalam
menunjang keberlangsungan pembelajaran; Menyesuaikan model pembelajaran
dengan karakteristik tiap siswa. Apakah dengan model yang digunakan dapat
9

menimbulkan rasa antusias dan dapat memotivasi siswa untuk mengikuti


pembelajaran; Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis; dan
Mempertimbangkan efektivitas dari model yang digunakan. Dimana pendidik
harus mempertimbangkan apakah model pembelajaran yang dipilih sudah dapat
mencapai keseluruhan tujuan pembelajaran. (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016)

Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( PjBL )

Melalui proses penelitian dengan serangkaian pertanyaan yang disusun


dalam tugas atau proyek, pembelajaran berbasis proyek melibatkan siswa dalam
transfer informasi dan keterampilan. Tahap pertama dalam mengintegrasikan
pengetahuan pengalaman baru ke dalam tugas-tugas praktis dalam pembelajaran
berbasis proyek adalah menggunakan masalah. Tujuan dari pembelajaran berbasis
proyek adalah untuk memungkinkan siswa melakukan penelitian dengan
memanfaatkan isu-isu yang menantang (Wahyu et al., 2018)
Paradigma pembelajaran berbasis proyek memberi guru kesempatan untuk
mengawasi pembelajaran siswa melalui penyelesaian proyek. Agar siswa dapat
belajar secara bermakna berdasarkan pengetahuan yang diperoleh, pekerjaan
proyek membutuhkan tugas yang rumit berdasarkan pertanyaan dan masalah yang
sangat menantang serta mengarahkan mereka untuk merencanakan, memecahkan
kesulitan, membuat keputusan, dan melaksanakan kegiatan investigasi. Ini juga
menawarkan siswa kesempatan untuk bekerja secara mandiri. Dengan bantuan
model PjBL, siswa dapat mengembangkan kreativitasnya dalam merencanakan
dan meengerjakan secara berkelompok, sehingga timbul suatu proyek dari
permasalahan sehari-hari. (Jayanti Kusuma, 2018)
Instruktur berfungsi sebagai fasilitator dalam pendekatan Project Based
Learning (PjBL), membantu siswa dalam menemukan jawaban atas pertanyaan
utama. Di kelas "konvensional", di sisi lain, instruktur dipandang sebagai orang
yang benar-benar memahami materi pelajaran, dan sebagai hasilnya, semua
pengetahuan dikomunikasikan langsung kepada siswa. Siswa di kelas PjBL
terbiasa bekerja secara kooperatif, evaluasi dilakukan dengan jujur, dan materi
pembelajaran dapat dibuat dengan potensi penuh mereka. Ini berbeda dengan
kelas "konvensional" di mana sumber belajar cenderung stagnan, keadaan kelas
10

individu adalah norma, dan evaluasi lebih difokuskan pada elemen hasil daripada
proses (Eliza et al., 2019)
Pemusatan pertanyaan terhadap suatu permasalahan menjadi langkah awal
dalam proses pembelajaran dengan model PjBl. Dimana pertanyaan tersebut
berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai yang mana hasilnya disajikan
dalam bentuk produk nyata yang dikerjakan oleh siswa. Atau dalam arti akhir dari
pembelajaran ini berupa karya siswa dalam bentuk produk, dimana dalam
pengerjaannya melibatkan siswa secara langsung, sehingga keterampilan proses
sains siswa dapat berkembang. Dalam pembelajaran dengan PjBl guru berperan
sebagai pembimbing, fasilitator ataupun motivator. Evaluasi akhir ditentukan
bukan hanya dari hasil belajar kognitif, melainkan jugadari segi afektif selama
proses pengerjaan proyek. Karena dalam proses tersebut juga memberikan
dampak pada kemandirian serta hasil belajar siswa. (Hutapea & Simanjuntak,
2017)

2.2.1 Karakteristik Project Based Learning

Berikut ini adalah beberapa karakteristik pembelajaran berbasis proyek:


(1) pengambilan keputusan terkait permasalahan yang disajikan; (2) adanya
masalah atau tantangan yang ditimbulkan kepada siswa; (3) solusi desain siswa
untuk masalah yang diajukan; (4) mahasiswa bertanggung jawab secara bersama-
sama mengelola informasi untuk memecahkan masalah; (5) proses evaluasi
dilakukan secara terus menerus; (6) mencerminkan kegiatan yang dilakukan dari
waktu ke waktu; (7) produk di akhir pembelajaran, penilaian kualitatif
(Oktavianto, 2017)

2.2.2 Tujuan Project Based Learning

Beberapa tujuan pembelajaran berbasis proyek meliputi: (1) untuk


meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa, (2) untuk mempelajari
11

materi baru dan teknik belajar, (3) untuk menginspirasi siswa untuk secara aktif
terlibat dalam proses pembelajaran dengan hasil yang dapat diamati, dan (4) untuk
meningkatkan kemampuan siswa untuk mengelola alat dan bahan yang
dibutuhkan untuk penyelesaian proyek, (5) untuk mempromosikan kolaborasi
kelompok, (6) Membuat belajar menyenangkan bagi siswa dan guru untuk
membuat belajar lebih menyenangkan (Andy Ariyanto, 2022)

2.2.3 Prinsip – prinsip model pembelajaran Project Based Learning


Pada umumnya model pembelajaran Project Based Learning memiliki prinsip
sebagai berikut :
a. sebuah. Prinsip sentralistik (Sentralitas), yang menyatakan bahwa fokus
kurikulum harus pada proyek. Dengan paradigma ini sebagai inti dari
metodologi pembelajaran, siswa memperoleh pemahaman tentang dasar-
dasar melalui pekerjaan proyek. Pekerjaan proyek menjadi bagian integral
dari kegiatan pembelajaran di kelas daripada hanya kesempatan lain untuk
praktik dan penerapan praktis dari prinsip-prinsip yang dipelajari.
b. Prinsip pertanyaan mengemudi, yang menyatakan bahwa pekerjaan
proyek harus berkonsentrasi pada isu atau isu yang mungkin memotivasi
siswa untuk bekerja keras untuk memahami ide atau prinsip sentral.
c. Ide penelitian konstruktif adalah metode yang menghasilkan pencapaian
tujuan dengan memasukkan konsep, tindakan, dan pemecahan masalah.
Memilih jenis proyek yang tepat harus dapat memotivasi siswa untuk
menciptakan keahlian mereka sendiri untuk mengatasi masalah yang
mereka hadapi. Dalam situasi ini, instruktur harus mampu memberikan
pekerjaan proyek yang dapat mendorong semangat penyelidikan,
keinginan untuk menemukan solusi untuk masalah, dan tingkat minat yang
tinggi.
d. Menurut gagasan otonomi dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa
harus mandiri dalam melakukan proses pembelajaran, yang meliputi
memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri, bekerja secara mandiri,
dan bertanggung jawab. Akibatnya, pembelajaran berbasis proyek tidak
berlaku untuk lembar kerja siswa, instruksi kerja praktikum, atau materi
12

serupa lainnya. Di sini, instruktur hanya berfungsi sebagai katalisator dan


motivator untuk mendorong perkembangan kemandirian siswa.
e. Prinsip realistis (Realisme), yang menyatakan bahwa proyek ini adalah
upaya asli. Pembelajaran berbasis proyek harus mampu memberikan siswa
rasa realitas dan termasuk kesulitan asli yang berpusat pada isu-isu nyata
daripada yang dibuat-buat, dan jawaban yang dapat dipraktekkan di dunia
nyata (Melinda & Zainil, 2020)
Pembelajaran berbasis proyek membangun kerjasama yang baik antar
siswa dan memahami konsep-konsep ilmiah lebih dalam karena siswa
menciptakan karya dengan menerapkan konsep secara langsung yang ada dalam
karya tersebut. Beberapa sifat-sifat proyek diantaranya, (1) Proyek harus berpusat
pada informasi, keterampilan, dan tujuan pembelajaran siswa yang akan
meningkatkan kapasitas mereka untuk berpikir kritis. (2) Sulit untuk memahami
pertanyaan atau masalah yang tetap dapat diterima untuk tingkat keterampilan
siswa. (3) Berkelanjutan, yang berarti bahwa siswa dapat berpartisipasi dalam
pengembangan proyek secara terus menerus, mengajukan pertanyaan, dan
menggunakan pengetahuan yang mereka miliki. (4) Proyek ini otentik, yaitu
menggambarkan keadaan dunia nyata. (5) Siswa memiliki kemampuan untuk
memilih dan berpartisipasi dalam beberapa pilihan terkait proyek. (6) Proses
pembelajaran, keberhasilan pelaksanaan proyek, dan tingkat kualitas kerja
semuanya dapat didiskusikan oleh mahasiswa dan profesor. (8) Siswa mendapat
kesempatan untuk mempresentasikan, menjelaskan, atau menunjukkannya kepada
orang lain di luar kelas (Fatimah, 2016)

2.2.4 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Proyek


Langkah – langkah Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
13

Tahap Awal Menetapkan tema proyek dan Siswa melaksanakan aktivitas


merencanakan aktivitas – yang telah ditetapkan dalam
aktivitas yang akan dilakukan menyelesaikan permasalahan
siswa sesuai dengan tema yang
diberikan

Tahap Perencanaan Guru bertindak sebagai Siswa membuat rancangan awal


pembimbing dan fasilitator projek dalam melakukan
dalam proses penyelesaian penelitian atau investigasi
produk dalam
memecahkan masalah.
Tahap Pelaksanaan Mengamati aktivitas siswa Menyelesaikan proyek
dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan rancangan
proyek awal yang dibuat,
merevisi hasil untuk
menciptakan produk yang
baik.
Tahap Akhir Mengevaluasi dan menilai Menyusun laporan hasil dan
hasil proyek mempresentasikan hasil
projek.

2.2.5 Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Kelebihan dari model pembelajaran berbasis proyek yaitu : Memotivasi


siswa dalam belajar, serta menghargai hasil akhir siswa ; Melatih siswa dalam
memecahkan suatu permasalahan ; Siswa berperan aktif dalam memecahkan
permasalahan yang kompleks secara kolaboratif dengan teman sekelompoknya;
Meningkatkan interaksi antar siswa, sehingga kemampuan komunikasi siswa
menjadi lebih baik ; PjBL dapat meningkatkan kreativitas siswa; PjBL dapat
meningkatkan kemampuan akademik siswa; PjBL meningkatkan kemampuan
hasil belajar siswa. Siswa lebih terampil dalam memfilter atau mengolah sumber –
sumber yang didapatkan dalam menjawab / memecahkan masalah yang ada;
Siswa menjadi berpengalaman dalam mengolah sumber, menyelesaikan proyek
14

serta menyusun atau merancang waktu dalam menyelesaikan suatu permasalahan


dalam bentuk akhir suatu produk; Kemampuan manajemen dan kemampuan
mengkoordinasi sumber belajar; Siswa mendapatkan pengalaman belajar yang
baik; Siswa diberikan kesempatan untuk berpendapat atau menyampaikan
informasi mengenai pengetahuannya; PjBL mendorong siswa untuk menunjukkan
pemahaman mereka tentang materi dengan menerapkannya ke dunia nyata,
sementara juga membina lingkungan belajar yang santai dan menyenangkan (Sari,
2018)

2.2.6 Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Kekurangan model pembelajaran berbasis proyek yaitu : Dalam


memecahkan masalah dibutuhkan waktu dan biaya yang banyak; kebanyakan
pendidik lebih nyaman menggunakan model pembelajaran konvensional, dimana
disini pendidik menjadi peran penting di dalam kelas; Peralatan dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan PjBL dibutuhkan dalam jumlah yang banyak;
Dalam percobaan awal mengumpulkan informasi para siswa mengalami sedikit
kesulitan; Tidak seluruh siswa berperan aktif dalam kelompoknya; Siswa
dikhawatirkan tidak dapat menguasai materi secara keseluruhan, dikarenakan
dalam pengerjaannya topik dari tiap permasalahn yang diberikan berbeda,
walaupun berhubungan antar satu sama lain; Siswa masih perlu beradaptasi
ketika dihadapkan dengan model pembelajaran yang baru; Bagi siswa dengan
kelemahan dalam tes dan mengumpulkan informasi akan mengalami kesulitan.
(Anggraini & Wulandari, 2020)

Hakikat Hasil Belajar

2.3.1 Hasil Belajar

Akan selalu ada titik akhir atau tengah dalam setiap kegiatan belajar
mengajar di mana hasil belajar dievaluasi. Tujuan proses pembelajaran dan
penilaian hasil belajar saling terkait erat. Evaluasi mencoba untuk memastikan
tingkat pencapaian atau pengetahuan tentang informasi yang diajarkan oleh siswa.
Ada dua jenis alat penilaian: penilaian non-tes dan penilaian yang mencakup tes.
15

Jenis penilaian ini, yang mencakup tes dan non-tes, membutuhkan tingkat
pemikiran tertentu untuk menanggapi berbagai pertanyaan. (Noor, 2020)
Hasil belajar adalah hasil akhir yang dicapai siswa setelah menyelesaikan
proses pembelajaran dan dapat digunakan sebagai ukuran seberapa baik mereka
memahami informasi yang mereka ajarkan. Hasil belajar ditentukan oleh
perubahan perilaku pada peserta didik yang cukup langgeng dan ke arah yang
menguntungkan. Hasil pendidikan ini adalah semua hasil dari interaksi antara
pengajaran dan pembelajaran. Jika seorang pelajar dapat mengidentifikasi
perubahan internal, maka pembelajaran telah berhasil. Kapasitasnya untuk
berpikir, kemampuannya, atau sikapnya terhadap suatu barang adalah beberapa
hal yang telah berubah. (Syachtiyani & Trisnawati, 2021)
Tujuan pembelajaran dapat dievaluasi dan diidentifikasi dengan
menggunakan hasil belajar sebagai baseline. Hasil belajar, atau keterampilan baru
yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan prosedur pembelajaran tertentu, dapat
menjadi subjek evaluasi di kelas. Siswa mungkin dianggap telah belajar dengan
sukses jika mereka mampu menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Mengenai
elemen kognitif, emosional, dan psikomotorik, hasil belajar dan perubahan diri
siswa saling terkait. Proses di mana siswa memperoleh tiga jenis pengetahuan:
pengetahuan intelektual, pengetahuan keterampilan, dan pengetahuan sikap. Hasil
belajar yang dicapai yang menyebabkan peserta didik berperilaku berbeda. Hasil
pendidikan mana yang dapat ditingkatkan melalui upaya yang disengaja yang
diterapkan secara konsisten untuk menghasilkan perbaikan yang menguntungkan
(Mutiaramses et al., 2021)
Taksonomi Bloom menentukan tingkatan kemampuan dari yang terendah
hingga tertinggi. Terdapat 3 domain (Magdalena et al., 2020)
(1) Ranah kognitif : Ranah mencakup kemampuan yang berkaitan dengan
mengiterpretasi sesuatu, bukan hanya sekedar mengetahui, namun harus
paham dengan cara memberikan gambaran, contoh dan disertai dengan
penjelasan.

(2) Ranah afektif : Ranah yang mencakup nilai dan sikap, sikap siswa dapat
dilihat perubahannya. Penilaian ranah afektif dilakukan dengan melalui dua
16

cara, yakni laporan diri oleh siswa yang dilakukan dengan mengisi angket dan
pengamatan yang dilakukan oleh guru.
(3) Ranah psikomotorik : Ranah mencakup berkaitan dengan skill dan kemapuan
bertindak siswa dalam pembelajaran. Hasil belajar ranah psikomotorik
tampak dalam skill ( keterampilan ) siswa.

2.3.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut (Rosyidah, 2016) Dua kategori pengaruh, yaitu:


1. Pengaruh internal, dapat mempengaruhi hasil belajar.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh variabel internal, atau faktor-faktor
yang berasal dari siswa itu sendiri. Sebuah variabel fisiologis. Secara umum,
kualitas fisiologis seperti kesehatan yang baik, tidak kelelahan atau dalam keadaan
ketidakmampuan fisik lainnya, dll. Ini bisa mempengaruhi bagaimana anak-anak
diajar. Masalah kesehatan mental, Hasil belajar dapat bervariasi tergantung pada
keadaan psikologis masing-masing orang.
.
1) Minat belajar, merupakan ketertarikan siswa dalam belajar. Siswa yang
memiliki minat belajar yang tinggi dapat memberikan pengaruh belajar
menjadi lebih mudah dan cepat.
2) Motivasi belajar, motivasi belajar dapat dipengaruhi beberapa faktor yakni
kemampuan belajar siswa, cita – cita siswa, dan kondisi lingkungan.
3) Perhatian dalam belajar, dapat dilihat dari kegiatan belajar siswa kondusif
mendengarkan, memperhatikan, dan mengajarkan bahan ajar yang
diberikan guru.
4) Kesiapan dalam belajar, dapat terlihat dari keaktifan dalam melaksanakan
tugas belajarnya, yakni terlibat dalam pemecahan masalah, dan menerapkan
yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas.

1. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa


yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri.
17

a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Untuk
memperoleh hasil belajar yang baik maka siswa memiliki dan memilih lingkungan
yang memberikan pengaruh terhadap hasil belajar.
b. Faktor Instrumental
Faktor instrumental adalah faktor yang dirancang sesuai dengan hasil belajar
dan berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan belajar yang direncanakan.
Faktor instrumental ini yaitu kurikulum, dan Metode pembelajaran.

Sistem Ekskresi Manusia

2.4.1 Sistem Ekskresi

Sistem ekskresi merupakan proses pengeluaran sisa metabolisme di dalam


tubuh yang tidak dimanfaatkan lagi. Di antara makhluk hidup yang lain, organ
ekskresi yang dimiliki manusia lebih kompleks. Organ ekskresi yang terdapat
pada tubuh memiliki fungsi yang sangat penting seperti mengatur kada pH cairan
tubuh, mengatur homeostasis tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme.

Gambar 2.1 Organ Ekskresi Manusia


1. Kulit
Sisa metabolisme seperti urea, garam, dan air yang berlebih diekskresikan
melalui kulit dalam bentuk kelenjar keringat. Zat seperti garam dan air terkandung
di dalam keringat manusia. Kulit (integument) terbagi atas 2 bagian yaitu dermis
dan epidermis.
18

Gambar 2.2 Struktur Kulit


a. Dermis
Dalam dermis terdapat ujung saraf, akar rambut, dan pembuluh darah. Selain
itu, di sekitar akar rambut terdapat kelenjar minyak (glandula sebassea) dan
kelenjar keringat (glandula sudorifera) yang fungsi agar rambut tetap berminyak.
b. Epidermis
Merupakan bagian yang paling luar yang terdiri dari sel-sel mati epithelial
yang secara berkelanjutan terlepas hingga akhirnya jatuh. Sel-sel yang hilang ini
digantikan sel-sel baru dari lapisan di bawahnya. Ketebalan kulit ditentukan pada
ketebalan lapisan epidermis. Telapak tangan dan ujung jari contoh dari kulit tebal
yang terdiri dari lima lapis epidermis yakni stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basal sedangkan stratum
lusidum tidak dimiliki pada kulit yang tipis misalnya pada kulit yang melapisi
tubuh.

2. Paru – Paru
Fungsi dari paru-paru mengeluarkan hasil dari respirasi berupa uap air (H 2O)
dan karbon dioksida (CO2). Zat ini diangkut oleh hemoglobin darah. Di dalam
paru-paru, terdapat alveoli (tunggal, alveolus) sebagai tempat terjadinya
pertukaran gas, letaknya berada di ujung bronkiolus paling kecil yang menggugus
dalam bentuk kantong-kantong udara. Alveoli ini berjumlah jutaan di dalam paru-
paru manusia. Pada alveoli, karbon dioksida masuk ke rongga udara setelah
berdifusi keluar dari kapiler melintasi epitel alveoli.
19

Gambar 2.3 Paru-paru manusia

3. Hati
Hati memiliki fungsi untuk mengekskresikan zat seperti racun, empedu,
pigmen, dan urea. Di dalam tubuh, kelenjar yang paling besar sekaligus sebagai
kelenjar detoksifikasi adalah hati. Setiap hari ada empedu sekitar ½ liter yang
harus diekskresikan oleh hati. Empedu memiliki biliverdin dan bilirubin yang
merupakan pigmen (zat warna empedu) sehingga empedu berwarna hijau kebiruan
dan bentuknya seperti cairan namun terasa pahit, zat lain yang terkandung di
dalamnya adalah garam empedu, garam mineral, dan kolesterol, empedu memiliki
pH sekitar 7-7,6. Usus dua belas jari akan menerima zat warna yang dikirim dari
empedu kemudian dioksidasi menjadi urobilin. Urine dan feses akan diberi warna
dengan urobilin sehingga akan berwarna kuning cokelat.

Gambar 2.4 Hati manusia

4. Ginjal
Ginjal, atau "ren," adalah organ rongga perut dengan bentuk kacang merah
yang terletak di kedua sisi punggung bawah di dinding tubuh dorsal. Dua ginjal,
keduanya berwarna merah keunguan, ditemukan dalam tubuh manusia. Ginjal
20

kanan agak lebih rendah dari ginjal kiri. Setiap ginjal terhubung ke kantong yang
cukup besar yang disebut kandung kemih oleh ureter tipis yang mengalir melalui
ginjal. Kandung kemih ini sebagai tempat pengumpulan dan penyimpanan urine,
sehingga kandung kemih dapat menampung kapasitas urine yang lebih banyak
dengan memperluas dan mengembangkan volumenya.

Gambar 2.5 Ginjal manusia

2.4.2 Mekanisme Pembentukan Urine


1. Mekanisme Pembentukan Urin
Ginjal menerima darah dengan kadar karbon dioksida yang lebih sedikit
dibandingkan oksigen. Selain itu, zat lain yang ada pada darah saat masuk ke
dalam ginjal kebanyakan mengandung garam mineral, air, dan produk limbah
nitrogen (seperti kreatinin, asam urat, dan urea) dibandingkan darah yang keluar
dari ginjal. Zat yang berlebih seperti yang akan dibuang karena tidak diperlukan
lagi oleh tubuh.
a. Penyaringan Darah (Filtrasi), Proses filtrasi dilakukan di antara glomerulus dan
kapsul Bowman. Tekanan darah menjadi tinggi akibat masuknya darah dari
arteriol aferen ke glomerulus. Akibatnya, zat yang terkandung di dalam darah
seperti zat yang tidak larut dan air akan melalui dinding kapiler glomerulus.
Zat dan air akan masuk ke dalam lempeng filtrat kapsul Bowman. Hasil filtrasi
dinamakan dengan urine primer atau filtrat glomerulus. Filtrat ini kemudian
ditransfer menuju tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus
kontortus distal, dan tubulus pengumpul.
b. Penyerapan Kembali (Reabsorpsi), Darah menjadi sangat pekat setelah
dikeluarkan dari arteriol eferen glomerulus akibat kehilangan banyak air. Urine
21

primer jika dibandingkan dengan darah di kapiler, lebih isotonik ketika telah
memasuki lengkung Henle. NaCl dan air diserap pada lengkung Henle ini.
Selanjutnya, pada tubulus kontortus distal akan menyerap penyerapan NH4-,
H+, bahan obat-obatan, kreatinin, dan urea serta penyerapan kembali ion
HCO3-, air, dan garam NaCl. Urin yang dibentuk dari proses ini dinamakan
dengan urin sekunder. Urine akan berwarna dan memiliki bau dari hasil
reabsorpsi ini, di dalamnya terkandung pigmen empedu, urea, garam, dan air.
c. Pengumpulan (Augmentasi), Tubulus pengumpul akan menerima urine
sekunder hasil tubulus kontortus distal. Penyerapan kembali terhadap urea,
garam NaCl, dan air terjadi pada tubulus ini, yang akan menghasilkan urine
yang akan dibuang dari tubuh. Urine akan bergerak dari tubulus pengumpul
menuju pelvis renalis, kemudian mengalir memasuki ureter ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria). Rasa buang air kecil akan dirasakan oleh manusia
ketika kandung kemih ini penuh. Volume dapat terpengaruh oleh berbagai
faktor seperti emosi, konsentrasi darah, suhu, dan zat-zat diuretik.
Tabel 2.2 Proses Pembentukan Urine

No Nama Proses Contoh


molekul
1. Filtrat Glomerolus Zat dari glomerolus akan Glukosa, urea,
terdorong akibat dari kreatinin,
tekanan darah berpindah asam ureat,
ke kapsul Bowman asam amino,
dan air
2. Reabsorbsi Pada tubulus kontortus Glukosa,
Tubulus proksimal akan menerima garam, asam
kembali zat dalam darah amino, dan air
melalui difusi dan transpor
aktif
3. Sekresi Tubulus Pada tubulus kontortus Kreatinin, ion
distal menerima zat dari hidrogen,
dalam darah yang amonia,
dipindahkan dengan penisilin, dan
transpor aktif asam urat
4. Reabsorbsi air Air akan mengalami Air dan garam
osmosis sehingga akan
bergerak kembali di antara
22

bagian struktur nefron,


lengkung henle, tubulus
pengumpul, serta terjadi
reabsorbsi aktif garam
mineral mengikuti proses
ini
5. Ekskresi Pembentukan zat sisa Garam, asam
metabolik dan urine serta urat, kreatinin,
pembuangan dari tubuh urea,
amonium, dan
air

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi urin


Jumlah urine yang dikeluarkan oleh seseorang bervariasi tergantung pada
berbagai faktor, antara lain sebagai berikut.
1. Jumlah air yang diminum, mengonsumsi banyak air akan menyebabkan
protein darah akan mengalami penurunan konsentrasi, yang berarti koloid
protein juga akan mengalami penurunan tekanan. Akibatnya, efektivitas dari
tekanan filtrasi akan berkurang.
2. Saraf Rangsangan, glomerulus mengalami penyempitan pembuluh darah
yang disebabkan oleh saraf renalis. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
tekanan sebab glomerulus kekurangan darah dan air. Akibatnya, efektivitas
dari proses filtrasi akan berkurang.
3. Hormon Antidiuretik (ADH), merupakan hormon pada dinding tubulus yang
memengaruhi proses penyerapan air. Dinding tubulus akan mengalami
peningkatan penyerapan air jika di dalam darah mengalami kenaikan atau
kelebihan kadar ADH. Dampaknya adalah pembentukan urine yang
dihasilkan jumlahnya sedikit. Sebaliknya, Dinding tubulus akan mengalami
penurunan penyerapan air jika di dalam darah mengalami penurunan atau
pengurangan kadar ADH. Dampaknya adalah pembentukan urine yang
dihasilkan jumlahnya banyak.
4. Kadar Garam, agar tekanan osmotik normal maka perlu dilakukan
pengeluaran zat yang kadarnya berlebih atau tinggi.
23

5. Penyakit Diabetes Melitus, Penyakit diabetes melitus (kencing manis) yang


diderita seseorang akan mengakibatkan kenaikan pengeluaran glukosa dan
volume urine.
6. Suhu, reabsorpsi akan mengalami peningkatan kecepatan ketika mengalami
kenaikan suhu internal dan eksternal yang di atas normal. Akibatnya, volume
urine akan berkurang karena reabsorpsi yang meningkatnya serta kurangnya
aliran darah di glomerulus. Oleh sebab itu, kita akan jarang buang air ketika
cuaca sedang panas.

2.4.3 Kelainan Dan Teknologi Sistem Ekskresi


Beberapa gangguan (kelainan dan penyakit) pada sistem ekskresi manusia
antara lain sebagai berikut:
 Kelainan sistem ekskresi
1. Diabetes Insipidus
Penyakit yang dialami sebab hormon antidiuretik berkurang sehingga terjadi
peningkatan urine dalam jumlah besar sekitar 20 sampai 30 kali lipat dari
biasanya. Gejala penyakit ini yaitu rasa haus yang ekstrem dan buang air kecil
berat, gejala lainnya yaitu bangun di malam hari untuk buang air kecil atau
mengompol.
2. Diabetes Mellitus
Penyakit yang mengakibatkan zat glukosa masih terkandung di dalam urine
sebab pada darah kandungan glukosa memiliki kadar yang tinggi. Kurangnya
hormon insulin menjadi penyebab tingginya kadar glukosa pada darah. Gejala
penyakit diabetes mellitus yaitu haus atau kencing berlebihan, kelelahan,
penurunan berat badan, atau pandangan kabur.

3. Edema
Penyakit yang terjadi akibat ruang antar seluler yang mengalami penimbunan

air. Membengkaknya bagian tubuh tertentu karena terdapat penumpukan cairan


berlebih. Edema bisa terjadi pada seluruh bagian tubuh mulai dari lengan, perut,

kaki, hingga organ vital seperti paru-paru.


24

4. Albuminaria
Penyakit yang menunjukkan alat filtrasi dalam darah yang mengalami
kerusakan, sehingga mengakibatkan urine masih mengandung albumin dan
protein. Gejala penyakit albuminaria yaitu kencing berbusa atau berbuih, sering
buang air kecil, kram otot di malam hari, dan mual.
5. Nefritis
Penyakit yang dialami nefron karena terdapat infeksi. salah satu jenis penyakit
autoimun yang menyerang ginjal akibat dari systemic lupus erythematosus (SLE)
atau lebih sering disebut lupus. Di mana sistem kekebalan tubuh menargetkan dan
menyerang ginjal.
6. Uremia
Penyakit yang terjadi pada reabsorbsi akibat nefron yang rusak sehingga
menghasilkan urine dalam jumlah banyak dan sangat encer. Gejala berupa
kelelahan, mual, hilang nafsu makan, rasa logam di mulut, dan kebingungan
mental.
7. Poliuria
Penyakit yang terjadi pada reabsorbsi akibat nefron yang rusak sehingga
menghasilkan urine dalam jumlah banyak dan sangat encer. Gejala penyakit
poliuria yaitu hesitansi, kondisi ketika proses pengeluaran urine terhenti tiba-
tiba. inkontinensia urine alias urine yang keluar tanpa disadari. urgensi, kandung
kemih tertekan setiap saat.
8. Batu ginjal
Bagian ginjal seperti kandung kemih, saluran ginjal, atau rongga ginjal
memiliki suatu endapan garam kalsium di dalamnya. Gejala yang paling umum
berupa nyeri parah, biasanya di sisi perut, yang sering disertai dengan mual.

9. Gagal ginjal
Fungsi ginjal mengalami kegagalan. Suatu kondisi ketika ginjal kehilangan
kemampuan membuang racun dan menyeimbangkan cairan tubuh.
10. Jerawat
25

Umumnya terjadi pada remaja akibat kelenjar minyak mengalami gangguan

kronis. Gejala jerawat yaitu Benjolan berwarna kemerahan atau kuning (karena
mengandung nanah), benjolan kecil (papul) yang muncul di atas kulit, dan sensasi
panas atau terbakar akibat adanya peradangan.
11. Eksem
Penyakit kronis pada sistem ekskresi kulit yang menyebabkan kulit bersisik,

kering, merah, dan gatal. Gejala eksem yaitu kulit kering dan gatal-gatal, bercak
merah di area kulit yang gatal, kulit tampak berkerut, kulit menjadi sensitif dan
bengkak saat digaruk.
12. Kudis atau skabies
Sistem ekskresi kulit terganggu akibat parasit insekta Sarcoptes scabies yang
dapat menular.
13. Pruvitus Kutaneae
Penyakit akibat iritasi saraf sensori perifer yang menimbulkan gejala rasa
gatal. Penyebab lainnya karena gangguan kelenjar tiroid, penyakit hati, dan
kencing manis.
14. Penyakit kuning
Penyakit yang menyebabkan warna feses menjadi abu-abu kehitaman dan
warna darah menjadi kekuningan karena empedu masuk ke dalam darah bukan ke
dalam usus akibat pembuluh empedu yang tersumbat. Gejala penyakit kuning
yaitu berubahnya warna kulit, sklera mata, dan membran mukosa lain menjadi
kekuningan, demam dan meriang.
15. Asfiksi
Aliran udara terganggu akibat saluran pernapasan yang mengalami kelainan
dan pengikatan oksigen mengalami gangguan pada proses pengikatannya.gejala
penyakit asfiksi yaitu sesak napas, hiperventilasi (tempo napas yang cepat) dan
nyeri tenggorokan.
 Teknologi sistem ekskresi
a. Hemodialisis (Cuci Darah), Pembersihan darah dilakukan dengan bantuan
mesin ginjal buatan yang digunakan pada kasus yang lebih serius. Proses yang
dilakukan mesin ini sama seperti yang ada pada ginjal, yaitu menggunakan
26

prinsip dialisis. Pembuluh arteri pada lengan dihubungkan ke mesin ini agar
darah bisa masuk ke dalamnya. Saluran dialisis yang ada di dalam mesin yang
dibuat dari bahan selulosa (semipermeabel) akan dialiri darah melewatinya. Zat
kecil akan tersaring melalui membran pada saluran ini. Kemudian, pembuluh
vena akan menerima darah yang telah dibersihkan melalui saluran yang
terhubung pada lengan yang sama.
b. Transplantasi ginjal, Proses penggantian ginjal dari orang lain baik masih
hidup maupun sudah mati.
c. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy). Endapan yang membatu di
dalam saluran kemih dihancurkan melalui transmisi gelombang kejut.
d. Skin grafting (cangkok kulit) merupakan proses penggabungan ketebalan
kulit dari orang lain baik sebagian maupun keseluruhan. Biasanya dilakukan
pada pengobatan kulit yang mengalami area luka bakar yang besar dan parah.

Penelitian yang relevan

(Amelia Pertiwi Pasaribu & Simatupang, 2020) mengklaim bahwa pengaruh


model PjBL terhadap bahan pencemaran lingkungan kelas X MIA SMAN 6
Binjai menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol.
Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen dengan pengaruh model PjBL terhadap
bahan pencemar lingkungan sebesar 82,43 lebih besar dari nilai kelas kontrol
berikutnya yaitu 75,69.

(Aisyah & Rosnita, 2021) melaporkan bahwa dampak model PjBL terhadap
kurikulum pesantren kelas XI menyebabkan perbedaan hasil belajar, dengan nilai
rata-rata kelas eksperimen untuk hasil belajar biologi kognitif yang berpedoman
pada model pembelajaran PjBL adalah 85,07 dan nilai rata-rata kelas kontrol yaitu
78,40. Karena itu, siswa yang mempelajari biologi kognitif yang umumnya
diarahkan oleh paradigma PjBL melihat hasil belajar yang jauh lebih baik.

(Darus et al., 2021) melaporkan bahwa pengaruh model PjBL terhadap mata
pelajaran biologi kelas XI di SMA Negeri 1 Tondano menunjukkan perbedaan
hasil belajar dengan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sebesar 86,93
27

sedangkan rata-rata hasil belajar kelas kontrol sebesar 79,83. Model pembelajaran
berbasis proyek dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

(Chasanah et al., 2019) Jelaskan dampak model PjBL pada X IIS 2 SMAN 1
Nglames Kab. Kualitas bahan baku Madiun. Hasil belajar siswa yang
menggunakan modulasi berbasis PjBL jauh lebih besar (83,8) dibandingkan
dengan yang menggunakan teknik presentasi dan diskusi (76,7) jika dibandingkan
dengan kontrol mata kuliah yang tidak menggunakan modulasi berbasis PjBL.

(Panjaitan et al., 2019) menyatakan bahwa topik pembelajaran biologi kelas XI


di SMA Negeri 1 Aeksongsongan dipengaruhi oleh model PjBL, dan hasilnya
menunjukkan perbedaan hasil belajar, dengan hasil belajar rata-rata kelas
eksperimen adalah 80,57 dan hasil belajar rata-rata kelas kontrol adalah 75,26.
Hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dengan pendekatan pembelajaran berbasis
proyek.

Kerangka Berpikir

Hasil belajar yang rendah diakibatkan oleh berbagai faktor. Faktor internal
dapat dilihat dari ciri khas atau karakteristik siswa, sedangkan faktor eksternal
dipengaruhi oleh guru, maupun lingkungan sekitar siswa. Guru yang menjadi
salah satu komponen dalam pembelajaran memiliki tanggung jawab terhadap
pelaksanaan proses pembelajaran. Dengan keberhasilan guru melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, maka akan memberikan pengaruh positif terhadap
hasil belajar siswa.
Salah satu upaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan cara
membuat variasi metode mengajar. Penggunaan model pembelajaran berbasis
proyek ( Project Based Learning ) dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi
rendahnya hasil belajar siswa. Dengan model ini, siswa akan dilibatkan secara
aktif dalam proses pembelajaran. Dimana siswa berkolaborasi mencari jawaban
serta solusi pemecahan suatu permasalahan yang didapatkan secara mandiri.
Peneliti menggambarkan kerangka pikir penelitian dengan skema berikut :

Kondisi Awal
1. Pembelajaran biologi yang berlangsung kurang melibatkan siswa secara aktif
2. Hasil belajar kognitif biologi siswa rendah
28

Tindakan
Menerapkan model pembelajaran berbasis proyek dengan tahap :
1. Memberikan Pretest
2. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok
3. Mengajukan permasalahan ke siswa
4. Siswa mencari informasi dari berbagai literatur dalam tugas pemecahan
masalah
5. Siswa merumuskan hasil proyek
6. Siswa mempresentasikan hasil proyek
7. Memberikan Postest

Kondisi Akhir
Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Biologi Siswa dengan menggunakan
model pembelajaran berbasis proyek ( Project Based Learning )

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis


dalam penelitian ini yaitu :
a. Hipotesis Verbal
H O: Tidak ada pengaruh model pembelajaran berbasis Project Based Learning
( PjBL ) terhadap hasil belajar pada materi Sistem Ekskresi kelas XI IPA SMA N
14 Medan.
H 1 : Terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis Project Based Learning
( PjBL ) terhadap hasil belajar pada materi Sistem Ekskresi kelas XI IPA SMA N
14 Medan.
b. Hipotesis Statistika
H O : μ1=μ 2

H 1: μ 1 ≠ μ 2
29
BAB III
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 14 Medan, Kota Medan,


Provinsi Sumatra Utara. Yang dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran
2022/2023. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2023.

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi experiment (eksperimen


semu).

Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri
14 Medan, Tahun Pembelajaran 2022 / 2023 yang terdiri dari 7 kelas dan
berjumlah 248 siswa.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan (purposive


sampling). Kelas dipilih berdasarkan kesamaan karakteristik siswanya dan
kesamaan guru biologi yang mengajar. Sampel yang di ambil sebanyak 2 kelas
dari kelas XI IPA, yaitu kelas XI IPA 5 dan kelas XI IPA 6.

Variabel Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini ada dua variabel yang akan diukur, yaitu :
 Variabel Bebas : Variabel bebas pada penelitian ini yaitu model
pembelajaran berbasis proyek ( Project Based Learning ).
31

 Variabel Terikat : Variabel terikat pada penelitian ini yaitu hasil belajar
kognitif siswa pada materi sistem ekskresi manusia kelas XI IPA SMA
Negeri 14 Medan.

Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penyelidikan ini memiliki definisi operasional


sebagai berikut:

1. Model pembelajaran berbasis proyek


Strategi pengajaran dimana siswa dituntut untuk menghasilkan alat peraga
dan poster yang berisi mata pelajaran yang sedang dipelajarinya.

2. Hasil Belajar Kognitif


Hasil akhir yang dicapai siswa setelah mengikuti post-test pada akhir
pembelajaran mereka dalam hal indikator dan taksonomi Bloom adalah hasil
belajar yang dimaksud. Pertanyaan pilihan ganda diajukan pada tes.

3. Bahan untuk saluran genital


Bahan pada sistem ekskresi manusia yang menutupi organ dan mekanisme
yang digunakan, serta penyakit yang dapat mempengaruhi mereka.

Desain Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan penelitian kuasi-eksperimental.


Dampak terapi yang diterapkan dalam keadaan terkendali diselidiki menggunakan
metode penelitian kuasi-eksperimental. Kelompok kontrol ada dalam desain
kuasi-eksperimental, tetapi tidak sepenuhnya berkontribusi untuk membatasi
faktor eksternal yang mempengaruhi bagaimana penelitian dilakukan. Desain
kelompok kontrol non-equivalent (Pretest dan Posttest) adalah jenis desain kuasi-
32

eksperimental yang digunakan, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel
3.1 Desain Penelitian

Sampel Pre- Test Treatment Post –


Test
Kelas XI IPA 5 𝑇1 ( PJBL ) 𝑋1 𝑇2

Kelas XI IPA 6 𝑇1 ( Kontrol ) 𝑋2 𝑇2

Keterangan :

T 1 : Tes Pendahuluan

T 2 : Tes Akhir

X 1 : Kelas Eksperimen dengan perlakuan model PjBL

X 2 : Kelas Kontrol

Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Uji Instrumen Penelitian

Untuk menguji kelayakan tes maka sebelum dipergunakan sebagai alat


pengumpul data, maka tes harus divalidasi terlebih dahulu. Selanjutnya tes akan
diuji cobakan dan dianalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, serta daya
pembeda.
Uji Validitas Tes
Validitas tes digunakan untuk mengetahui seberapa valid butir soal yang
digunakan sebagai instrumen penelitian. Didapatkan dengan menggunakan
Rumus :

r xy=n ∑ XY −¿ ¿ ¿

Gambar 3.1 Rumus Uji Validitas


Keterangan :
33

r xy = Koefisien korelasi ; X = Skor butir soal

Y = Skor siswa ; N = Jumlah sampel

Tabel 3.2 Klasifikasi Besaran Koefisien Validitas


No Koefisien Validitas Keterangan
4. 0,80 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 1,00 Validitas Sangat Tinggi
5. 0,60 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,80 Validitas Tinggi
6. 0,40 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,60 Validitas Cukup
7. 0,20 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,40 Validitas Rendah
8. 0,00 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,20 Validitas Sangat Rendah
9. 𝑟𝑥𝑦 < 0,00 Validitas Tidak Valid

Untuk membandingkan keberartian harga validitas tiap item soal , maka nilai
koefisien korelasi tersebut dibandingkan dengan nilai tabel kritik product
moment , dengan α = 0,05. Menurut Arikunto ( 2013 : 122 ) suatu tes dikatakan
valid jika r hitung >¿ r tabel , dan sebaliknya suatu tes dikatakan tidak valid jika r hitung <¿
r tabel dengan taraf kesalahan 5 %.

Tes Reliabilitas
Tes Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana pengukuran itu
dapat memberikan hasil yang relatif tetap bila dilakukan pengukuran kembali
terhadap subjek yang sama. Rumus yang digunakan dalam menentukan reliabilitas
tes yaitu :

[ ∑σi
]
2
k
r 11= 1−
k −1 σi
2

Sumber : Arikunto ( 2013 )


Gambar 3.2 Rumus Alpha Cronbach
Keterangan :
34

−r 11 =¿ reliabilitas instrument

−k =¿ banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2
−∑ σ i =¿ jumlah varians butir

−σ t2=¿ varians total

Penentuan kriteria reliabilitias dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 3.3 Klasifikasi Besaran Koefisien Reliabilitas
No Koefisien Reliabilitas Keterangan
1. 0,90 < 𝑟11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi
2. 0,70 < 𝑟11 ≤ 0,90 Tinggi
3. 0,40 < 𝑟11 ≤ 0,70 Cukup
4. 0,20 < 𝑟11 ≤ 0,40 Rendah
5. 𝑟11 ≤ 0,00 Sangat Rendah

Untuk menfasirkan harga reliabilitas dari soal, maka harga tersebut harus
dibandingkan dengan harga r tabel product moment. jika r hitung >r tabel maka soal
tersebut reliabel , begitu juga sebaliknya , jika r ruang < r tabelmaka soal tidak reliabel ,
dengan taraf kesalahan 5 %.

Indeks Kesukaran
Untuk memperoleh kualitas soal yang baik hendaknya memperhatikan
kesukaran dari soal tersebut. Mengukur soal tersebut mudah, sedang, maupun
sukar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

B
P=
JS
35

Sumber : Arikunto (2013 )

Gambar 3.3 Rumus Indeks Kesukaran


Keterangan :

- P=¿ Indeks Kesukaran


- B=¿ Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
- JS=¿ Jumlah seluruh siswa peserta tes

Di dalam istilah evaluasi , indeks kesukaran diberi symbol P , yang mana


merupakan singkatan dari “ proporsi “.Semakin besar harga P maka soal tersebut
semakin mudah dan semakin kecil harga P maka soal tersebut semakin sukar.

Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

No Proporsi Jenis
(P) Soal
1. 0,00 < 𝑃 ≤ 0,30 Sukar
2. 0,30 < 𝑃 ≤ 0,70 Sedang
3. 0,70 < 𝑃 ≤ 1,00 Mudah

Daya Pembeda
Untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap soal yang diberikan maka
digunakan daya pembeda. Dimana disini akan dibedakan siswa yang memiliki
kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Rumus
untuk mengetahui daya pembeda yaitu :

BA BB
D= −
JA JB
¿ P A −PB

Sumber : Arikunto ( 2013 )


36

Gambar 3.4 Rumus Daya Beda Soal

Keterangan :

−D=¿ daya pembeda soal

−J A =¿ banyaknya siswa kelompok atas

−J B=¿ banyaknya siswa kelompok bawah

−B A =¿ jumlah skor siswa kelompok atas yang menjawab soal benar

−BB =¿ jumlah skor siswa kelompok bawah yang menjawab soal benar

−P A =¿ proporsi siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

−PB =¿ proporsi siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

Menurut Arikunto ( 2013 ) butir – butir soal yang baik yaitu butir soal yang
mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7 . Klasifikasi daya pembeda soal
yaitu :

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Beda

No Daya Pembeda ( 𝑫𝑷) Keterangan


1. 0,00 < 𝐷𝑃 ≤ 0,20 Soal Jelek
2. 0,20 < 𝐷𝑃 ≤ 0,40 Soal Cukup
3. 0,40 < 𝐷𝑃 ≤ 0,70 Soal Baik
4. 0,70 < 𝐷𝑃 ≤ 1,00 Soal Baik Sekali

3.7.2 Tes Hasil Belajar

Nilai Akhir (NA ) peserta didik dapat dihitung sebagai berikut :


37

Jumlah Jawaban benar


NA = x 100 % untuk penskoran pilihan berganda
Jumlah Soal

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu instrumen tes. Sebagaimana


Winarto ( 2013 ) menyatakan bahwa tes merupakan instrumen yang digunakan
untuk mengumpulkan informasi berupa pengetahuan atau keterampilan
seseorang. Tes yang diberikan sebanyak 20 butir soal pilihan berganda kategori
C3- C6 dengan kisi – kisi sebagai berikut :
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Tes

No Indikator Aspek kognitif Jumlah


C3 C4 C5 C6 soal
1. Menyebutkan pengertian 3 1 5 3
sistem ekskresi

2. Mengidentifikasi jenis – 10 8 11 13 4
jenis organ ekskresi manusia

3. Menjelaskan fungsi organ – 9 12, 14, 15 4


organ ekskresi pada manusia

4. Menganalisis proses 4, 18 17 2, 19 5
pembentukan urine pada
manusia
5. Menyebutkan gangguan 7 6 20, 16 4
fungsi yang terjadi pada
sistem ekskresi manusia

Jumlah 6 5 5 4 20

Keterangan :

C3 : Mengaplikasikan C5 : Mengevaluasi

C4 : Menganalisis C6 : Mengkreasikan
38

Prosedur Penelitian
39

Prosedur penelitian merupakan tahapan – tahapan kegiatan yang dilakukan


untuk memperoleh data – data yang dibutuhkan tahap – tahap dari penelitian ini
yaitu :

Populasi

Sampel

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Pre- Test

Kelas dengan model


Kelas dengan metode
pembelajaran berbasis
ceramah
proyek

Post- Test

Pengolahan Data

Kesimpulan

Gambar 3.5 Skema Prosedur Penelitian


1. Memastikan asal penduduk, dalam hal ini semua murid IPA SMA N 14
Medan kelas XI.
40

2. Tentukan kelas mana yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan
kelas mana yang akan digunakan sebagai kelas kontrol untuk sampel
penelitian yang dipilih dengan purposive sampling, sampai dengan
maksimal dua kelas.
3. Berikan siswa pre-test untuk melihat apakah mereka memiliki pemahaman
yang kuat atau pemahaman dasar tentang tujuan yang harus dipenuhi..
4. Setiap kelas menerima perlakuan belajar setelah menyelesaikan pertanyaan
pre-test, dengan kelas eksperimen menerima instruksi pembelajaran
berbasis proyek sementara kelas kontrol menerima instruksi tradisional.
5. Selain itu, setiap kelas menerima post-test untuk mengukur hasil belajar
siswa tentang topik sistem pernapasan manusia.
6. Setelah pasien menerima perawatan dan menjalani pengujian, pemrosesan
data dapat dilakukan. Kemudian kesimpulan bisa dibuat.

Teknik Analisis Data

Sebelum melakukan uji coba instrumen, selanjutnya data yang didapatkan di


lapangan akan dianalisis untuk menguji hipotesis. Sebelum menguji hipotesis
akan dilakukan uji prasayarat analisis data yang terdiri dari uji normalitas dan
homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk pengujian normal tidaknya sebaran data
yang akan dianalisis. Untuk pengujian tersebut digunakan uji Liliefors dengan
rumus :

LO=F ( Zi )−S ( Zi )
Gambar 3.6 Rumus Uji Liliefors
Keterangan :

−LO : Harga mutlak terbesar

−F ( Zi ) : Peluang angka baku


41

−S ( Zi ) : Proporsi angka baku

Kriteria pengujian normal bila Lhitung < Ltabelmaka dikatakan data berdistribusi
normal. Dan sebaliknya, jika Lhitung > Ltabel maka data dikatakan tidak berdistribusi
normal, dengan taraf signifikan α = 0,05.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas varians ini mengamsumsikan bahwasanya skor setiap


variabel memiliki varians yang homogeny. Uji homogenitas ini sendiri
dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil memiliki varians
yang sama atau tidak. Perhitungan uji homogenitas dilakukan dengan Uji varians
( Uji F ) dengan rumus :

2
S1
F= 2
S2

Sumber : Sugiyono ( 2012 )

Perhitungan homogenitas mengggunakan uji F yaitu :

1) Menghitung nilai varians setiap kelompok data


2) Membandingkan nilai varians kedua kelompok data , lalu menentukan
nilai varians yang paling besar dan paling kecil
3) F hitung adalah pembagian varians terbesar dengan varians terkecil.

Pengambilan keputusan adalah jika nilai F hitung < F tabel dengan derajat
kebebasan 0,05 , maka dapat dikatakan bahwasannya variasi data adalah
homogen.

c. Uji Hipotesis
42

Sistem ekskresi manusia kelas XI IPA SMA Negeri 14 Medan kurikulum


sedang dikaji untuk melihat apakah model pembelajaran berbasis proyek (Project
Based Learning) berdampak pada hasil belajar siswa. Ini dilakukan dengan
menggunakan uji hipotesis. Perhitungannya adalah:
X 1− X 2
t hitung =
S
√ 1 1
+
n1 n2

Dimana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :

S2=¿ ¿

Keterangan :

 t=¿ Distribusi T
 X 1 =¿ Skor rata – rata nilai eksperimen

 X 2 =¿ Skor rata – rata nilai kontrol

 N 1=¿ Jumlah siswa eksperimen

 N 2=¿ Jumlah siswa kontrol

 S1=¿ Simpangan baku / standar deviasi nilai kelas eksperimen

 S2=¿ Simpangan baku / standar deviasi nilai siswa control

Persyaratan perhitungan menyatakan bahwa H_0ditolak dan H_1 disetujui jika


t_(menghitung)>t_(tabel) atau sejumlah besar (nilai tanda 0,05). Hal ini
mengindikasikan bahwa penggunaan pendekatan project based learning
berdampak pada hasil belajar siswa ketika mempelajari kurikulum sistem ekskresi
manusia di kelas XI pada IPA SMA Negeri 14 Medan.

H_O disetujui dan H_I ditolak jika t_(hitung)t_tabel atau level signifikan > (nilai
tanda > 0,05). menunjukkan bahwa penggunaan paradigma pembelajaran berbasis
proyek (project-based learning) tidak berdampak pada hasil belajar siswa terhadap
materi sistem ekskresi manusia kelas XI IPA SMA Negeri 14 Medan. H O : μ1=μ 2

H 1: μ 1 ≠ μ 2
43

Keterangan :

 μ1: Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek

 μ2 : Pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional (metode


ceramah )
 ¿ : Tidak ada perbedaan hasil belajar
 ≠ : Ada perbedaan hasil belajar
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Temuan penelitian berasal dari penilaian hasil belajar kognitif siswa pada
informasi yang berkaitan dengan sistem ekskresi dalam bentuk 20 pertanyaan
pilihan ganda. Dalam penelitian ini, dua kelas digunakan sebagai sampel: kelas XI
IPA 5 (kelas eksperimen), yang memiliki 35 siswa, dan kelas XI IPA 6 (kelas
kontrol), yang memiliki 31. PjBL digunakan untuk mengajar siswa IPA kelas XI
5, dan kuliah digunakan untuk mengajar siswa IPA kelas XI 6. 4.1.1 Data
Kemampuan Kognitif

Data Pretest
Dari hasil pretest yang didapatkan dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
diketahui bahwa dari kedua kelas tersebut masing-masing memiliki nilai rata-rata
dan standar deviasi (SD). Perbandingan nilai pretest siswa pada kedua kelas dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Nilai pretest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol


Nilai F XI SD Nilai F XI SD
30 2 30 4
35 5 35 5
40 8 40 5
45 6 45 6
45,28 9,07 44,19 9,84
50 8 50 4
55 2 55 5
60 2 65 2
65 2
Jumlah 35 Jumlah 31

45
Di kelas eksperimen, skor terendah adalah 30 dengan hanya dua siswa, dan
yang terbaik adalah 65 dengan hanya dua siswa. Sebaliknya, skor terendah
kelompok kontrol adalah 30 dengan empat siswa dan yang terbaik adalah 65
dengan dua siswa.

Data postest
Dari hasil postest yang didapatkan dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
diketahui bahwa dari kedua kelas tersebut masing-masing memiliki nilai rata-rata
dan standar deviasi (SD). Perbandingan nilai postest siswa pada kedua kelas dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Nilai postest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol


Nilai F XI SD Nilai F XI SD
60 1 60 1
65 1 65 3
70 3 70 6
75 5 75 8
82,42 9,10 75,96 7,46
80 7 80 7
85 6 85 4
90 7 90 2
95 5

Jumlah 35 Jumlah 31

Di kelas eksperimen, nilai posttest siswa berkisar antara 60 dengan 1 siswa


hingga 95 dengan 5 siswa. Sebaliknya, pada kelompok kontrol, skor terendah
adalah 60 dengan hanya satu anak dan yang terbaik adalah 90 dengan dua.

Untuk memperjelas data hasil kemampuan kognitif siswa yang didapatkan dari
nilai pretes dan postes dapat diperhatikan pada histogram di bawah ini :

46
47

90
82.42
80 75.96

70

60

50 45.28 44.19 Pretes


40 Postes

30

20

10

0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Gambar 4.1 Histogram hasil pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol

Rata-rata kelas kontrol memiliki SD 9,84 dan rata-rata 44,19, sedangkan


rata-rata tes eksperimen memiliki SD 9,07 dan rata-rata 45,28. Statistik yang
disebutkan di atas menunjukkan bahwa ada variasi minimal dalam hasil pretest
khas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Karena fakta bahwa tidak ada
kelas yang mencakup sistem ekskresi, siswa di kedua kelas memiliki hasil belajar
kognitif yang rendah. Statistik postes mengungkapkan bahwa rata-rata postes
untuk kelas eksperimen adalah 82,42 dengan SD 9,10 dan rata-rata postes untuk
kelas kontrol adalah 75,96 dengan SD 7,46. Nilai posttest kelas eksperimen dan
kelas kontrol meningkat. Statistik menunjukkan bahwa dalam hal hasil belajar,
kelas eksperimen mengungguli kelas kontrol.

4.1.2 Hasil Belajar Siswa dengan PjBL

A. Berdasarkan Aspek Indikator Pembelajaran


Melakukan analisis nilai postes kemampuan kognitif siswa bertujuan
untuk mengetahui ketercapaian siswa yang mana ditinjau dari indikator
pembelajaran pada materi sistem ekskresi manusia. Perbandingan presentase
kemampuan kognitif siswa ditinjau dari indikator pembelajaran pada kelas
48

eksperimen yang diberi perlakuan dengan model PjBL dapat dilihat pada
histogram berikut ini :

Kelas Eksperimen
88

86 85.71
84
84
82.85
82
80.71 Kelas Eksperimen
80
77.85
78

76

74

72
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5

Gambar 4.2 Presentase hasil belajar siswa dengan PjBL ditinjau dari
indikator pembelajaran
Dari data diatas, diketahui bahwasanya ketercapaian kelas eksperimen
pada indikator 1 menyebutkan pengertian sistem ekskresi sebesar 85,71, pada
indikator 2 mengidentifikasi jenis – jenis organ ekskresi manusia sebesar 80,71,
pada indikator 3 menjelaskan fungsi organ – organ ekskresi pada manusia sebesar
77,85, pada indikator 4 menganalisis proses pembentukan urine pada manusia
sebesar 84 dan pada indikator 5 menyebutkan masalah fungsi yang bisa terjadi
pada sistem ekskresi manusia sebesar 82,85.

B. Berdasarkan Aspek Taksonomi Bloom


Melakukan analisis nilai postes kemampuan kognitif siswa bertujuan
untuk mengetahui ketercapaian siswa yang mana ditinjau dari aspek kognitif C3-
C6 materi sistem ekskresi manusia. Perbandingan presentase kemampuan kognitif
49

siswa ditinjau dari indikator pembelajaran pada kelas eksperimen yang diberi
dengan model PjBL dapat dilihat pada histogram berikut ini :

Kelas Eksperimen
100
90.95
90
82.85
79.42
80
70.71
70
60
Kelas Eksperimen
50
40
30
20
10
0
C3 C4 C5 C6

Gambar 4.3 Presentase hasil belajar dengan PjBL ditinjau dari aspek
taksonomi Bloom

Dari data diatas didapatkan bahwasanya ketercapaian kelas eksperimen pada


aspek taksonomi bloom dengan rata-rata nilai tertinggi yaitu aspek C3
(Mengaplikasikan) sebesar 90,95, pada aspek C4 (Menganalisis) sebesar 82,85,
pada aspek C5 (Mengevaluasi) sebesar 79,42 dan rata-rata nilai terendah yaitu
pada aspek C6 (Mengkreasikan) sebesar 70,71.

4.1.3 Hasil Belajar Siswa Tanpa PjBL

A. Berdasarkan Aspek Indikator Pembelajaran


Melakukan analisis nilai postes kemampuan kognitif siswa bertujuan
untuk mengetahui ketercapaian siswa yang mana ditinjau dari indikator
50

pembelajarn pada materi sistem ekskresi manusia. Perbandingan presentase


kemampuan kognitif siswa ditinjau dari indikator pembelajaran pada kelas kontrol
yang diberi tindakan dengan metode ceramah dapat dilihat pada histogram berikut
ini :

Kelas Kontrol
90 83.87
80 76.61 77.41
74.19
69.35
70

60

50 Kelas Kontrol

40

30

20

10

0
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5

Gambar 4.4 Presenatse hasil belajar siswa tanpa PjBL ditinjau dari
indikator pembelajaran

Dari data diatas didapatkan bahwasanya ketercapaian kelas kontrol pada


indikator 1 menyebutkan pengertian sistem ekskresi sebesar 83,87, pada indikator
2 mengidentifikasi jenis – jenis organ ekskresi manusia sebesar 76,61, pada
indikator 3 menjelaskan fungsi organ – organ ekskresi pada manusia sebesar
74,19, pada indikator 4 menganalisis proses pembentukan urine pada manusia
sebesar 77,41 dan pada indikator 5 menyebutkan masalah yang terjadi pada
sistem ekskresi manusia sebesar 69,35.

B. Berdasarkan Aspek Taksonomi Bloom


Melakukan analisis nilai postes kemampuan kognitif siswa bertujuan
untuk mengetahui ketercapaian siswa yang mana ditinjau dari indikator
pembelajaran pada materi sistem ekskresi manusia. Perbandingan presentase
51

kemampuan kognitif siswa ditinjau dari aspek kognitif taksonomi bloom pada
kelas kontrol yang diberi perlakuan menggunakan metode ceramah dapat dilihat
pada histogram berikut ini :

Kelas Kontrol
100
89.78
90
82.58
79.42
80
70
60 54.83 Kelas Kontrol
50
40
30
20
10
0
C3 C4 C5 C6

Gambar 4.5 Presentase hasil belajar siswa dari aspek indikator


Dari data diatas didapatkan bahwasanya ketercapaian kelas kontrol pada
aspek taksonomi bloom dengan rata- rata nilai tertinggi yaitu aspek C3
(Mengaplikasikan) sebesar 89,78, pada aspek C4 (Menganalisis) sebesar 82,58,
pada aspek C5 (Mengevaluasi) sebesar 79,42 dan rata-rata nilai terendah yaitu
pada aspek C6 (Mengkreasikan) sebesar 54,83.

4.1.4 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas


Kontrol Berdasarkan Aspek Indikator Pembelajaran

Tabel berikut membandingkan indikator pembelajaran antara siswa kelas


eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dan siswa
52

kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran yang lebih konvensional


yang mencakup pendekatan ceramah. Membandingkan Hasil Belajar Siswa dari
Aspek Indikator

Kelas Indikator Indikator Indikator Indikator Indikator


1 2 3 4 5
Kelas
Eksperimen
(Dengan PjBL)
85,71 80,71 77,85 84 82,85
Kelas Kontrol
(Dengan
Metode
Ceramah) 83,87 76,61 74,19 77,41 69,35

Data dalam tabel di atas menunjukkan bahwa ketika pendekatan


pembelajaran berbasis proyek digunakan, ada perbedaan substansial antara
prestasi kelas eksperimen dan prestasi kelas kontrol. Ketika model pembelajaran
tradisional diterapkan, skor indikator rata-rata kelas eksperimen untuk hasil
belajar siswa lebih besar daripada skor rata-rata kelas kontrol. Histogram di
bawah ini menunjukkan bagaimana hasil belajar siswa dalam beberapa ukuran
53

pembelajaran dibandingkan secara umum:


90 85.71
83.87 80.71 84 82.85
80 76.61 77.85 77.41
74.19
69.35
70

60

50
Kelas Eksperimen
40 Kelas Kontrol

30

20

10

0
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5

Gambar 4.6 Perbandingan hasil belajar siswa dari aspek indikator

4.1.5 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas


Kontrol Berdasarkan Aspek Taksonomi Bloom

Tabel di bawah ini membandingkan hasil belajar siswa dalam komponen


taksonomi bloom learning antara siswa kelas eksperimen yang terpapar model
pembelajaran berbasis proyek dan siswa kelas kontrol yang terpapar model
pembelajaran tradisional dalam bentuk metode ceramah.

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Belajar Siswa dari Aspek Taksonomi Bloom

Kelas C3 C4 C5 C6
Kelas
Eksperimen 90,95 82,85 79,42 70,71

Kelas Kontrol 89,78 82,58 79,42 54,83

Statistik pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan


substansial dalam prestasi siswa dalam unsur taksonomi bloom antara kelas
54

eksperimen yang diajarkan menggunakan metodologi pembelajaran berbasis


proyek dengan kelas kontrol. Nilai rata-rata hasil belajar untuk kursus
eksperimental di daerah ini lebih besar dari nilai rata-rata untuk kelas kontrol
menggunakan metode tradisional. Histogram di bawah ini menampilkan
bagaimana hasil belajar siswa pada beberapa indikator pembelajaran
dibandingkan secara keseluruhan:
100
90.95 89.78
90
82.85 82.58
79.42 79.42
80
70.71
70

60 54.83
50 Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
40

30

20

10

0
C3 C4 C5 C6

Gambar 4.7 Perbandingan hasil belajar siswa dari aspek taksonomi bloom

4.1.6 Pengaruh PjBL Terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa

a. Uji Persyaratan Analisis Data

Kriteria diperiksa menggunakan uji normalitas dan homogenitas terhadap hasil


pretest dan posttest dari kedua kelas yaitu kelas XI IPA 5 untuk kelas eksperimen
dan kelas XI IPA 6 untuk kelas kontrol.

 Uji Normalitas
55

Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Liliefors dikatakan berdistribusi


normal jika data memenuhi kriteria L0 < Lt yang diukur dengan taraf signifikan α
= 0,05. Hasil pengujian normalitas dapat diperhatikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Pengujian Normalitas Data

No Data Kelas L0 Ltabel=0,05 Kesimpulan

1 Pretes Eksperimen 0,1485 0,1499 Normal

2 Pretes Kontrol 0,1166 0,1590 Normal

1 Postes Eksperimen 0,0908 0,1499 Normal

2 Postes Kontrol 0,1322 0,1590 Normal

Data pretest kelas eksperimen L_hitung harga adalah 0,1485 dari tabel di atas,
sedangkan data posttest kelas eksperimen L_hitung harga adalah 0,0908. L_(tabel)
memiliki nilai 0,1499 selama ini. Hasil pretest dan posttest siswa di kelas
eksperimen dapat disimpulkan berdistribusi normal apabila nilai L_hitung
L_(tabel) masing-masing adalah 0,14850,1499 dan 0,09080,1499. Diketahui
bahwa nilai L_hitung L_(tabel) (0,11660,1590) dan (0,13220,1590) dapat
disimpulkan bahwa data pretest dan posttest siswa di kelas kontrol berdistribusi
normal. Ini adalah kasus ketika data pretest dan posttest untuk kelas kontrol
diperoleh.

 Uji Homogenitas
Uji homogenitas akan dilakukan dengan membandingkan varians dari setiap
set data pretest dan posttest dari dua kelas sampel setelah ditentukan bahwa dua
kelas sampel berdistribusi normal. Jika F_Hitung F_ (tabel) dengan tingkat
signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa data tersebut homogen, maka inilah
56

masalahnya. Pada tabel di bawah ini, hasil uji homogenitas data pretest dan
posttest ditampilkan.:

Tabel 4.5 Pengujian Homogenitas Data

No Data Kelas Varians F hitung F tabel Kesimpulan

1 Pretes Eksperimen 82,2689 1,1769 1,8181 Homogen

2 Pretes Kontrol 96,8279

1 Postes Eksperimen 82,8991 1,4883 1,8181 Homogen

2 Postes Kontrol 55,6989

Dari data diatas, diperoleh harga F hitung untuk data pretest sebesar 1,1769. Setelah
membandingkan F hitung dengan F tabel diperoleh bahwa F hitung< F tabel( 1,1769
<1,8181) maka dapat disimpulkan bahwa data pretest homogen. Sedangkan untuk
data postest sebesar 1,4883 dan F hitung< F tabel( 1,4883<1,8181) sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa data postest adalah homogen.

b. Uji Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji yaitu :


H O : μ1=μ 2

H 1: μ 1 ≠ μ2

Dimana jika :

Ketika nilai tanda kurang dari 0,05 dan nilai t_(hitung)>t_(tabel) tercapai, H_0
ditolak dan H_1 diperbolehkan. Dan jika nilai tanda lebih dari 0,05 dan level
signifikan t_hitung > t_tabel, H_(0) diterima dan H_1 ditolak.
57

Tabel di bawah ini menunjukkan ringkasan hasil uji-t untuk pretest dan
postsample untuk kedua sampel :

Tabel 4.6 Pengujian Hipotesis

No Data t hitung t tabel Kesimpulan


1 Nilai Pretes 0,4691 1,9977 Tidak ada perbedaan
yang signifikan
2 Nilai Postes 3,1276 1,9977 Ada perbedaan yang
signifikan

Setelah dilakukan perhitungan menggunakan uji-t, maka diperoleh nilai


t hitung pada data nilai pretes 0,4691 < 1,9977 sehingga didapatkan kesimpulan
bahwasanya tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretes kelas
eksperimen dengan skor pretes kelas kontrol. Dimana ini menunjukkan
bahwasanya terdapat kesamaan kemampuan belajar antara siswa kelas eksperimen
dengan siswa kelas kontrol.

Dan pada perhitungan uji-t pada data nilai postes didapatkan nilai t hitung
pada data postes 3,1276 > 1,9977 dimana ini menunjukkan bahwasanya terdapat
perbedaan yang signifikan antara skor kelas eksperimen dengan skor kelas
kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya model pembelajaran berbasis
proyek (Project Based Learning) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran
menggunakan konvensional.

Pembahasan
4.2.1 Hasil Belajar Kognitif Siswa

Sebelum memulai pembelajaran, terlebih dahulu diberikan tes awal atau


pretest, dengan tujuan untuk melihat kemampuan awal kedua kelas. Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata pretest untuk kelas eksperimen sebesar
45,28 dan nilai rata-rata pretest untuk kelas kontrol sebesar 44,19. Sehingga nilai
58

pretest kelas eksperimen maupun kelas kontrol masih dikategorikan rendah serta
terdapat perbedaan yang tidak jauh berbeda.

Setelah pretest di kelas pertama, kelas eksperimen diinstruksikan


menggunakan model PjBL, sedangkan kelas kontrol diinstruksikan menggunakan
model konvensional, yang meliputi ceramah dan tanya jawab. Perhitungan
mengungkapkan bahwa skor post-test rata-rata untuk kelas eksperimen adalah
82,42, dibandingkan dengan 75,96 untuk kelas kontrol. Hasil belajar siswa telah
meningkat, menurut statistik posttest.

Setelah perbandingan nilai posttest dari kursus eksperimental dan kontrol,


skor rata-rata kelas eksperimen pembelajaran berbasis proyek meningkat bahkan
lebih. Gagasan bahwa model yang diajarkan ke kelas eksperimen berdampak pada
hasil belajar siswa juga diuji melalui posttest. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
melihat hasil uji t, yang menunjukkan bahwa H_0 ditolak dan H_1 diterima
dengan nilai signifikan 3,1276 > 1,9977. Yang menunjukkan bagaimana
paradigma pembelajaran PjBL mempengaruhi hasil belajar kognitif siswa.

Selain itu, hasil belajar siswa di kelas PjBL ditemukan sebesar 78,41 pada
penelitian (Eljas & Zainil, 2022). Sehingga PjBL yang dijabarkan dalam sintaks
pembelajaran dimulai: (1) Penentuan proyek, dimana siswa dan guru menyepakati
proyek yang akan dibuat sesuai dengan materi yang sedang dipelajari; (2)
Merancang langkah-langkah penyelesaian proyek, dimana guru membagikan LKP
(Lembar Kerja Proyek) dan setiap kelompok membuat rencana dalam
menyelesaikan proyek; (3) Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek, dimana siswa
dengan bimbingan guru; dan (4) Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan monitor
guru.

Manfaat lain dari menggunakan paradigma pembelajaran PjBL adalah


kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menawarkan produk sebagai
solusi, memungkinkan siswa untuk mempraktikkan teori yang telah mereka
pelajari sambil juga meningkatkan pemahaman mereka tentang teori tersebut.
melibatkan siswa secara aktif untuk berkolaborasi dengan teman sekelompoknya,
siswa lebih terampil dalam memfilter atau mengolah sumber – sumber yang
59

didapatkan dalam menjawab / memecahkan masalah yang ada, memberi


kesempatan untuk berpendapat atau menyampaikan informasi mengenai
pengetahuannya, dan menyelesaikan proyek serta menyusun dalam bentuk akhir
suatu produk.

Berbeda dengan kelompok kontrol, di mana instruksi disampaikan melalui


metode tradisional seperti ceramah dan pertanyaan dan jawaban. Karena siswa
tidak terlibat aktif dalam pembelajaran dalam pembelajaran langsung, di mana
guru adalah titik fokus dari proses pembelajaran dan menjelaskan materi, retensi
siswa lebih rendah daripada di kelas PjBL. Dalam pembelajaran langsung, materi
pembelajaran dikomunikasikan dalam satu arah, dan interaksi antar siswa lebih
sedikit.

4.2.2 Hasil Belajar Biologi Siswa Berdasarkan Indikator

Berkenaan dengan proses pembelajaran, dua contoh mata kuliah


digunakan dengan berbagai strategi. Model PjBL digunakan untuk mengajar siswa
di kelas XI IPA 5 (kelompok eksperimen), sedangkan kelas XI IPA 6 (kelompok
kontrol) diajarkan dengan metode ceramah. Berdasarkan analisis data postes score
indikator pembelajaran, sering ditemukan bahwa rata-rata capaian indikator kelas
eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata kinerja indikator kelas kontrol. Dimana
dibuktikan ketercapaian pada indikator 1 sebesar 85,71, sedangkan pada kelas
kontrol sebesar 83,87, untuk indikator 2 sebesar 80,71, sedangkan kelas kontrol
76,61, ketercapaian indikator 3 sebesar 77,85, sedangkan kelas kontrol 74,19,
ketercapaian indikator 4 sebesar 84, sedangkan kelas kontrol sebesar 77,41, dan
ketercapaian indikator 5 sebesar 82,85, sedangkan pada kelas kontrol sebesar
69,35.

Dalam proses pembelajaran dengan PjBL siswa pada kelas eksperimen


akan dilatih untuk membuat suatu produk yang bermanfaat dalam membantu
pemahaman dan menunjang proses pembelajaran. Pembelajaran diawali dengan
pembagian kelompok dan pengerjaan tugas membuat sebuah media pembelajaran.
Selanjutnya siswa akan bekerja dengan kelompoknya dalam menyusun kajian
materi dan alat / bahan yang digunakan dalam proses pembuatan. Ditahap akhir,
60

siswa akan mempresentasikan hasil produk dan melakukan tanya jawab. Dengan
dilakukannya pembuatan produk ini siswa akan lebih mencari tahu tentang topik
atau materi yang dipelajari berkaitan dengan produk yang mereka hasilkan. Selain
itu dengan adanya proses tanya jawab antar kelompok juga dapat menambah
pengetahuan siswa dari teman sekelompok lainnya, yang mana ini juga
menyebabkan kemampuan kognitif siswa lebih meningkat.

Hal ini sejalan dengan pernyataan (Radiusman, 2020) dimana dikatakan


bahwasanya pemahaman siswa terhadap suatu materi dapat diperoleh melalui
pengalaman langsung yang akan menghubungkan konsep dengan permasalahan
yang ada dalam kehidupan sehari- hari. dalam proses pemecahan masalah tersebut
siswa akan menggunakan kemampuan berpikirnya selanjutnya menerapkan
konsep – konsep yang diketahuinya dalam upaya pemecahan masalah tersebut.
Dengan proses tersebut maka pemahaman siswa mengenai suatu materi
pembelajaran akan meningkat, memahami informasi baru yang untuk
pengambilan keputusan, pemecahan masalah, menggeneralisasi, merefleksi,
membuat kesimpulan dan hasil belajar yang optimal akan tercapai.

Dalam proses pembelajaran siswa akan melakukan banyak aktivitas -


aktivitas dalam menyelesaikan tugas proyeknya. Dengan melalui aktivitas-
aktivitas selama proses pembelajaran ini, maka pemahaman siswa tentang suatu
materi akan lebih meningkat, karena siswa akan terlibat langsung dalam kegiatan
pembelajarannya serta memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa,
sehingga pengetahuan yang didapatkan siswa juga akan lebih bermakna.

Dalam penerapannya, PjBL memotivasi siswa dalam mengerjakan proyek


yang diberikan. Siswa akan bersemangat dan akan menggali lebih dalam
mengenai apa yang dipelajarinya. Dengan PjBL siswa juga akan termotivasi untuk
mengembangkan pelajaran yang akan dipelajarinya tersebut. Para murid akan
lebih menguasai dan mengingat tentang semua pengetahuan yang dipahami karena
adanya pengaplikasian dan teori yang yang diperoleh atau dipelajarinya secara
langsung mereka dapatkan melalui pembelajaran proyek.

4.2.3 Hasil Belajar Biologi Siswa Berdasarkan Taksonomi Bloom


61

Berdasarkan tingkat C3-C6, kemampuan kognitif siswa menunjukkan


bahwa nilai rata-rata keterampilan kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi
daripada nilai rata-rata kelas kontrol. Skor kognitif rata-rata untuk kelas kontrol
adalah 89,78, sedangkan skor kognitif rata-rata untuk kelompok C3 adalah 90,95,
skor kognitif rata-rata untuk kelompok C4 adalah 82,85, skor kognitif rata-rata
untuk kelompok C5 adalah 79,42, dan skor kognitif rata-rata untuk kelompok C6
adalah 70,71.

Data diatas menunjukkan bahwasanya rata-rata kemampuan kognitif siswa


berdasarkan tingkatan C3-C6 didapatkan lebih tinggi dengan menggunakan model
PjBL daripada dengan metode ceramah. Pada proses pembelajaran dengan PjBL,
siswa akan melakukan aktivitas berupa mencari dan mengolah suatu informasi
dalam pemecahan masalahnya, dalam proses ini akan melibatkan proses
membaca. Dengan adanya keterlibatan proses membaca dalam mengumpulkan
atau memperoleh informasi, maka daya ingat akan jauh lebih tajam dibandingkan
dengan penyampaian informasi secara nyata yang dibuat guru ke para murid
dalam pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Munaroh (2012) dimana proyek yang dihasilkan dari penerapan model PjBL lebih
bermakna sehingga ingatan terhadap pelajaran yang dipelajari siswa lebih tahan
lama.

Dengan PjBL pemahaman siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan


siswa yang diajar dengan metode ceramah diperkuat dengan pernyataan dimana
dijelaskan bahwasanya model PjBL menghasilkan suatu produk yang kemudian
dari proses pembuatan proyek tersebut siswa akan berupaya untuk belajar agar
materi yang akan dituangkan ke dalam bentuk proyek tersebut untuk mudah
dipahami. Proyek yang dihasilkan akan digunakan sebagai alat bantu dalam proses
pemahaman materi pelajaran. Siswa yang paham dan melakukan tahap pembuatan
produk secara mandiri akan menghasilkan pemahaman suatu konsep materi secara
keseluruhan.

Kategori C3 average rating merupakan yang tertinggi jika dibandingkan


dengan kategori lainnya. Skor rata-rata kelas eksperimen adalah 90,95, sedangkan
62

kelas kontrol adalah 89,78. Jelas bahwa ada perbedaan 1,17 antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam hal sifat kognitif C3. Karena diskusi guru
tentang mereka selama sesi kuliah, siswa di kelas kontrol masih dapat menjawab
pertanyaan C3 dengan benar. Kelas eksperimen masih mengungguli kelas kontrol
dalam hal pertanyaan yang merespons pada kelas ini. Paradigma pembelajaran
PjBL, partisipasi keterlibatan siswa, dan ketersediaan informasi yang jelas tentang
materi pelajaran patut disyukuri untuk ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil belajar kognitif biologi di kelas XI IPA SMA N 14 Medan Isi sistem
ekskresi yang diajarkan menggunakan paradigma pembelajaran berbasis
proyek sangat baik, dengan nilai postes rata-rata 82,42.
2. Siswa kelas XI IPA SMA N 14 Medan yang diinstruksikan tentang sistem
ekskresi tanpa menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek
memiliki hasil yang jauh lebih buruk, dengan skor postes rata-rata 75,96
dalam hal indikator dan aspek domain kognitif C3-C6.
3. Penggunaan model pembelajaran berbasis proyek mempengaruhi hasil
belajar kognitif siswa; Pada saat uji t dihitung pada data nilai postes, maka
nilai t_hitung pada data postes yang diperoleh adalah 3,1276 > 1,9977;
menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis proyek (PjBL)
memiliki dampak yang lebih kuat dibandingkan pembelajaran tanpa
menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek.c
Saran

1. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar kognitif, disarankan bagi


instruktur untuk memanfaatkan PjBL sebagai model alternatif yang akan
digunakan di sekolah.
2. Siswa seharusnya menjadi lebih kreatif setelah belajar.
3. Untuk memungkinkan siswa atau peneliti yang mempelajari model
PjBL untuk menerapkannya pada data selain data sistem ekskresi.

46
47

Anda mungkin juga menyukai