Anda di halaman 1dari 57

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK


(PROJECT BASED LEARNING) UNTUK MENUMBUHKAN HIGH
ORDER THINGKING SKILL (HOTS) MATA PELAJARAN EKONOMI
PADA SISWA KELAS X & XI IPS SMA NEGERI 11 JENEPONTO
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan bagi manusia sangat berperang penting dalam kehidupan

karena pendidikan bagi manusia adalah acuan dimana acuan ini digunakan

dalam berbagai hal seperti dalam bertindak, berperilaku dan sebagainya.

Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa

Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa (Jeklin et al., 2016).

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.”
Dalam lingkungan sekolah, hal yang paling penting adalah kegiatan

mengajar. Tempat untuk mengajar dan belajar adalah kesuksesan yang dicita-

citakan kebanyakan orang dalam studi mereka. Dengan kegiatan belajar yang

baik tentunya juga akan mempengaruhi minat belajar siswa, dan sekaligus

menunjukkan semangat dari awal sampai akhir dalam proses pembelajaran.

1
Saat ini, pendidikan di dunia dianggap lemah karena satu alasan, proses

pembelajaran. Sejauh proses pembelajaran yang bersangkutan, pendidik

mencegah siswa dari mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik saat ini hanya berfokus

pada kemampuan memori siswa, dan siswa dipaksa untuk menghafal dan

mengumpulkan berbagai data untuk memastikan relevansinya dengan

kehidupan sehari-hari. Jadi ketika siswa lulus, mereka menganggap mereka

sangat baik, tetapi kinerja mereka biasa-biasa saja.

Saat ini, sebagian otoritas sekolah sedang menerapkan kurikulum

2013 seperti yang direkomendasikan oleh Departemen Pendidikan seperti

SMA Negeri 11 Jeneponto tersebut. Pada kurikulum 2013 pembelajaran lebih

berorientasi pada aktivitas peserta didik (Student Centered Learning) dan

memfasilitasi kebutuhan peserta didik akan kebutuhan belajar yang aktif,

kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dengan menerapkan berbagai

metode, pendekatan, strategi, dan model pembelajaran yang tepat agar peserta

didik dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Hijrawati

et al., 2019). Pendekatan saintifik yang digunakan dalam proses pembelajaran

hendaknya dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa (Rusydiana et al.,

2021). Dalam praktiknya siswa diharuskan melakukan serangkaian aktivitas

layaknya langkah-langkah dalam metode ilmiah (Umar, 2017). Namun saat ini

dalam pembelajaran tentunya mengikuti dari kurikulum 2013 tersebut, akan

tetapi penerapan yang dilakukan guru di dalam kelas jauh berbeda dengan

tujuan kurikulum 2013 tersebut. Menurut Permendikbud No 22 Tahun 2016

2
dalam (Anggreni et al., 2019) menyatakan bahwa proses pembelajaran

diselerenggakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang

untuk mengembangkan krativitas peserta didik

Dimana dari hasil observasi yang dilakukan pada SMA Negeri 11

Jeneponto bahwasanya guru masih menerapkan pembelajaran dikelas dengan

metode konvensional. Metode pembelajaran konvensional adalah metode

pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena

sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara

guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran (Iswari et al.,

2016). Pembelajaran konvensional ini adalah pembelajaran yang

memfokuskan guru untuk terlibat penting dalam proses pembelajaran.

Tuntutan kurikulum saat ini mengharapkan siswa memiliki kecakapan

kognitif, kemampuan dalam dunia nyata, dan berakhlak mulia serta lebih aktif

dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan

perbaikan kualitas pendidikan sesuai dengan tuntutan paradigma yang

semakin berkembang. Dunia pendidikan yang diharapkan mampu

menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam memenuhi

tuntutan kemajuan. Seperti pendapat yang diungkapkan Winarno (2014:4)

dalam (Yuliana & Widjaja, 2021) yang menyatakan, “untuk dapat

menghasilkan kualitas yang tinggi sehingga meningkatkan kecerdasan siswa

dan media utama yang diandalkan adalah pendidikan”.

3
Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan atau perbaikan proses

pembelajaran di kelas agar dapat menghasilkan siswa yang berkualitas. Untuk

itu perlu adanya proses pembelajaran yang lebih bermakna, agar pembelajaran

berlangsung tidak hanya tentang mengingat informasi, tetapi juga mampu

memberikan kesan yang mendalam kepada siswa terhadap proses

pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berlangsung. Pembelajaran

bermakna merupakan suatu hal yang harus diupayakan oleh setiap pengajar

(Jeklin et al., 2016). Ketika siswa mempelajari sesuatu dan dapat menemukan

makna, makna itu memberi mereka alasan untuk belajar. Oleh karena itu, salah

satu motivasi siswa untuk belajar disebabkan oleh pembelajaran yang

bermakna. Proses pembelajaran yang digunakan untuk membuatnya lebih

bermakna dimulai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit tentang

fenomena dan kemudian menugaskan siswa suatu kegiatan yang berfokus

pada pengumpulan dan penggunaan bukti, bukan hanya memberikan

informasi langsung dan menekankan memori. Ekonomi adalah ilmu sosial

yang mempelajari aktivitas manusia yang berkaitan dengan produksi,

distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Oleh karena itu, ketika mengajar

ekonomi untuk membuat proses pembelajaran bermakna, pendidik harus

bertindak sesuai dengan tujuan ekonomi itu sendiri.

Metode pembelajaran memiliki kemampuan untuk mendorong siswa

lebih aktif dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

berbasis proyek. Project Based Learning atau pembelajaran berdasarkan

proyek merupakan tugas-tugas kompleks yang didasarkan pada pertanyaan-

4
pertanyaan yang menantang atau permasalahan yang melibatkan para siswa di

dalam desain, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau aktivitas

investigasi, memberi peluang para siswa untuk bekerja secara otonomi dengan

periode waktu yang lama dan akhirnya menghasilkan produk-produk yang

nyata (Yulianto et al., 2017). Selain itu, pembelajaran berbasis proyek adalah

pembelajaran yang dirancang untuk digunakan untuk masalah kompleks yang

perlu diselidiki dan dipahami siswa. Project Based Learning adalah

pembelajaran dengan menggunakan proyek sebagai metode pembelajaran

(Yulianto et al., 2017). Para siswa bekerja secara nyata, seolah-olah ada di

dunia nyata yang dapat menghasilkan produk secara realistis. PjBL merupakan

strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan yang kompleks

dengan beberapa tahapan yang berpusat pada siswa dan kolaboratif yang

mendorong siswa untuk memecahkan masalah dengan menciptakan produk

akhir (Muh.Irfan, 2022).

Metode pembelajaran berbasis proyek mampu meningkatkan

kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa. Dimana pembelajaran berbasis

proyek bertujuan memecahkan permasalahan dengan mengangkat dari

peristiwa sehari-hari di mana peserta didik memiliki kesempatan untuk

menemukan pengetahuan baru dihubungkan dengan pengetahuan prasyarat

(Pratama & Prastyaningrum, 2016). Artinya, dengan medel pembelajaran

berbasis proyek ini dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi

siswa karena dapat memecahkan masalah dengan solusi yang inovatif.

5
Setiap metode pembelajaran memegang peranan penting dalam

pengembangan kemampuan berpikir manusia, yang dikenal dengan

kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satunya adalah studi ekonomi yang

merupakan praktikum yang dilaksanakan di sekolah menengah pertama dan

atas. Ekonomi memainkan peran penting dalam mengembangkan

keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi (High

Order Thinking Skills) adalah proses berpikir yang mengharuskan peserta

didik untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang

memberi mereka pengertian dan implikasi baru (Iffah Nisrina, 2021). Hal ini

siswa didorong untuk memiliki kemampuan berpikir yang tinggi dalam studi

ekonominya. Namun, sebagian besar siswa merasa belajar ekonomi

membosankan dan melelahkan. Literatur tentang ruang lingkup ekonomi

begitu luas sehingga tidak hanya teori perkembangan dan pertumbuhan

ekonomi, tetapi juga akuntabilitas di pasar modal dan proses ekonomi. Banyak

siswa tidak menyukai ekonomi. Dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh

guru, diketahui bahwa kemampuan berpikir tinggi masih lemah khususnya di

SMA Negeri 11 Jeneponto. Telah diamati bahwa masalah yang paling umum

dihadapi oleh siswa adalah kesulitan dalam memahami ekonomi. Sehingga

ketika siswa mengajukan pertanyaan atau mengerjakan pekerjaan rumah,

mereka tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar karena tidak

memahami pertanyaan tersebut. Proses pembelajaran ekonomi yang

digunakan di SMA Negeri 11 Jeneponto cenderung menggunakan metode

pembelajaran langsung yang berpusat pada guru, sehingga siswa kurang

6
memahami atau memperhatikan penjelasan guru. Rata-rata siswa SMA Negeri

11 Jeneponto tidak menyukai pelajaran ekonomi. Hal ini sangat berpengaruh

terhadap kemampuan berpikir siswa SMA Negeri 11 Jeneponto. Selain itu,

ketidakmampuan siswa dalam memahami materi disebabkan oleh faktor

lingkungan. Semua faktor di atas memiliki dampak yang kuat pada

kemampuan berpikir siswa yang lebih tinggi. Kemampuan berpikir ini sangat

penting bagi siswa agar mampu mengahadapi banyak rintangan dan

memecahkan permasalahan atau membuat solusi yang tepat atas permasalahan

yang dihadapi dalam kehidupan (Fitriani et al., 2019).

Dari penjelasan di atas, strategi yang dapat digunakan untuk

mengembangkan HOTS adalah dengan mengadopsi model pembelajaran yang

membuat siswa aktif. Keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat

dikembangkan selama pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, agar siswa

memiliki kemampuan berpikir kritis, perlu disediakan ruang untuk eksplorasi

konsep pengetahuan berbasis proyek. Dalam meningkatkan kemampuan

berfikir kritis siswa yaitu dengan menerapkan model pembelajaran aktif yang

berpusat pada murid dan didasarkan pada konstruktuvisme (Fanani, 2018).

Model pembelajaran aktif adalah: Model pembelajaran berbasis proyek

(PjBL).

Proses pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat

dimulai dari diri sendiri dan didukung oleh lingkungan. Di lingkungan

sekolah, dalam proses pembelajaran, siswa dilatih untuk berpikir kritis pada

tingkat tinggi melalui model pembelajaran yang diberikan oleh guru.

7
Pembelajaran mengarah pada pembelajaran mandiri sehingga siswa dapat

membangun pengetahuan mereka yang berdampak pada pemikiran kritis yang

berasal dari siswa itu sendiri (Yuliana & Widjaja, 2021). Model pembelajaran

yang diberikan guru akan membantu siswa belajar secara mandiri dan menarik

untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya ketika menghadapi suatu

masalah yang terjadi di sekitarnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa adalah pembelajaran

berbasis proyek, khususnya pembelajaran berbasis proyek (PjBL) (Yuliana &

Widjaja, 2021).

Pemilihan model pembelajaran yang tepat merupakan suatu tindakan

yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pengaplikasian

model belajar secara tepat dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah dalam materi pelajaran ekonomi (YaskinulAnwar et al., 2021). Model

pembelajaran Project Based Learning (PjBL) merupakan model pembelajaran

dapat membantu siswa dalam belajar dengan membangun pengetahuan dan

keterampilan melalui sebuah proyek sebagai inti dari pembelajaran (Fitriyani

et al., 2020). Dengan pembelajaran berbasis proyek (PjBL), siswa dapat lebih

kreatif dalam memunculkan ide-ide untuk memecahkan suatu masalah

sehingga kualitas siswa meningkat ketika berpikir kritis berada pada level

yang lebih tinggi.

HOTS siswa dapat ditingkatkan melalui strategi pembelajaran yang

baik seperti menggunakan model pembelajaran yang memiliki karakteristik

saintifik dan berpikir tingkat tinggi saat pembelajaran di dalam kelas salah

8
satunya yaitu model project based learning (PjBL) (Rusydiana et al., 2021).

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan

proses pembelajaran siswa pelajaran ekonomi, khususnya dengan

meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Ilmu ekonomi merupakan

ilmu yang banyak melibatkan materi kontekstual. Dalam materi pembelajaran

kontekstual, guru menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi

kehidupan nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara

pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi

pembelajaran kontekstual membutuhkan pemikiran kritis tingkat tinggi dari

siswa, dan guru dapat menerapkan model pembelajaran yang melibatkan siswa

dalam belajar dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

(Yuliana & Widjaja, 2021).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru ekonomi

SMA Negeri 11 Jeneponto, informasi menunjukkan bahwa guru telah

menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran

kurikulum 2013, yang bertujuan pada proses pembelajaran studi ekonomi.

Dan siswa juga terlibat aktif dalam proses pembelajaran secara langsung,

namun dapat dilihat bahwa umpan balik siswa masih kurang, artinya sebagian

besar siswa dapat menjawab pertanyaan guru tetapi sangat sulit untuk

mengartikan dari jawabannya. Penerapan model pembelajaran yang diterapkan

guru besar ekonomi pada siswa SMA Negeri 11 Jeneponto masih kurang,

perlu diterapkan model pembelajaran baru untuk meningkatkan kualitas siswa.

Oleh karena itu peneliti mengambil judul tersebut kepada siswa SMA Negeri

9
11 Jeneponto untuk meningkatkan kualitas siswa yang baik, meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan unggul berdasarkan penerapan model

pembelajaran baru yaitu pembelajaran berbasis proyek (PjBL).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diterapkan pembelajaran

berbasis proyek dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir

tingkat tinggi siswa. Penelitian ini menggunakan studi kasus kelas X dan XI

IPS SMA Negeri 11 Jeneponto. Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa

SMA Negeri 11 Jeneponto pengelolaan keterampilan berpikir tingkat tinggi

masih belum sepenuhnya terprogram. Artinya siswa selalu bergantung pada

materi yang diberikan guru dan disampaikan sebagai informasi kunci sehingga

menimbulkan kebosanan dan tidak memperkuat kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa. Siswa cenderung belajar bagaimana menjawab soal tes dengan

menghafal materi pelajaran tetapi tidak memahaminya, dengan menganalisis

suatu masalah, dan dengan memecahkan masalah yang mungkin mereka

hadapi sehari-hari, sehingga cara berpikir mereka tidak terarah. SMA Negeri

11 Jeneponto merupakan salah satu sekolah menengah yang berada di

Kabupaten Jeneponto tepatnya di Dusun Kassika, Desa Palajau, Kecamatan

Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Selain itu, SMA Negeri

11 Jeneponto menggunakan kurikulum 2013 sebagai pedoman belajar.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas penulis tertarik untuk

meneliti lebih lanjut terhadap analisis Project Based Learning yang akan

diterapkan di SMA Negeri 11 Jeneponto dan meneliti apakah berpengaruh

Project Based Learnig untuk menumbuhkan HOTS dalam pembelajaran

10
ekonomi terkhusus di kelas X dan XI IPS sehingga diambil judul penelitian

“Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based

Learning) untuk Menumbuhkan High Order Thinking Skills (HOTS)

Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa Kelas X dan XI IPS SMA Negeri 11

Jeneponto”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

penulis mengangkat suatu masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project

Based Learning) (X) untuk menumbuhkan High Order Thinking Skills

(HOTS) (Y) ?

2. Seberapa besar pengaruh Project Based Learning dalam menumbuhkan

HOTS ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengukur apakah terdapat pengaruh dengan diterapkannya model

pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) (X) untuk

menumbuhkan High Order Thinking Skills (HOTS) (Y).

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh PjBL dalam HOTS.

11
D. Manfaat Penelitian

Dari rumusan masalah dan tujuan penelitian sebelumnya, maka hasil

penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi semua yang terkait dalam

penelitian ini. Penelitian ini merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan

biaya, tenaga, waktu yang tidak sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini

diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut, yakni:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan

panduan dalam pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based

Learning untuk menumbuhkan High Order Thinking Skill (Kemampuan

Berfikir tingkat tinggi) di SMA Negeri 11 Jeneponto

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah,

yaitu:

a. Peniliti

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri sebagai

tambahan wawasan baru akan model pembelajaran yang berbasis proyek,

dan bisa mengembangkan kembali di sekolah sebagai tenaga pendidik

yang berada di rana sekolah.

b. Siswa

Dari hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa guna untuk melatih

agar dapat berfikir tingkat tinggi dan berfikir kritis dalam memecahkan

12
masalah. Selain itu juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerja

mandiri dan menghasilkan produk yang nyata, serta memberikan informasi

tentang salah satu model pembelajaran yang baru yakni model

pembelajaran berbasis proyek.

c. Guru.

Dalam penelitian ini bermanfaat bagi tenaga pendidik sebagai strategi

pembelajaran yang baru dan bervariasi yang dapat memperbaiki dan

meningkatkan system pembalajara dikelas, serta mampu meningkatkan

kualitas siswa yang baik.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan melihat dan mengetahu isi dari proposal

penelitian ini secara menyeluruh, maka secara singkat diuraikan isi dari

penelitian ini yang terdiri dari:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan sistematikan penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Pada bab ini terdiri landasan teori (kajian teoritis) yang terkait dengan

variabel penelitian, penelitian terdahulu (kajian empiris) yang

berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, kerangka pikir, serta

hipotesis penelitian.

III. METODE PENELITIAN

13
Pada bab ini terdiri dari jenis dan lokasi penelitian, pendekatan

penelitian, populasi dan sampel penelitian, desain penelitian, teknik

pengumpulan data, instrument penelitian dan teknik analisis data.

IV. JADWAL PENELITIAN

V. DAFTAR PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Grand Teori dan Tinjauan Teoritis

Teori yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

behavioristik. eori belajar behavior pertama kali dikembangkan oleh Ivan

Pavlov pada awal tahun 1930 kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh

Gagne dan Skinner sekitar tahun 1984. Teori belajar behavioristik adalah

sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner. Teori ini lalu berkembang menjadi

aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori

dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran

behavioristik. Teori belajar behavioristik belajar menggambarkan belajar

sebagai proses perubahan perilaku.

1. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Pembelajaran adalah desain sistematis, implementasi dan evaluasi

sistem atau proses pengajaran siswa sehingga siswa dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan (Ismawati & Ngazizah, 2021). Model

14
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang

pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan

pembelajaran (Iswari et al., 2016). Model pembelajaran merupakan suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai acuan dalam

merencanakan pembelajaran dikelas. Model pembelajaran diartikan sebagai

prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar (Panjaitan et al., 2020).

Menurut Soekamto, dkk dalam (Panjaitan et al., 2020)

Mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah : “kerangka


konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para peranan
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar ”.
Dari definisi diatas tentang model pembelajaran dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah kerangka atau pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam proses pembelajaran yang akan diterapkan dalam kelas guna

untuk mencapai tujuan belajar.

Dalam (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016) model pembelajaran juga

terdapat ciri-ciri. Berikut ciri-ciri model pembelajaran, yaitu:

1) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir

induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif

15
2) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di

kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas

dalam pelajaran mengarang.

3) Memiliki bagian–bagian model yang dinamakan:

a) urutan langkah–langkah pembelajaran (syntax),

b) adanya prinsip– prinsip reaksi,

c) sistem sosial, dan

d) sistem pendukung.

Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan

melaksanakan suatu model pembelajaran.

4) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak

tersebut meliputi :

a) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur,

b) dampak pengiring, yaitu hasil belajr jangka panjang.

5) Membuat persipan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman

model pembelajaran yang dipilihnya.

Dari ciri-ciri model pembalajaran diatas dapat disimpulkan bahwa

ciri-ciri dari model pembelajaran yaitu mempunyai tujuan yang ingin dicapai

dalam belajar, sebagai pedomana dalam memperbaiki proses belajar dalam

kelas, memiliki dampak serta sebagai cakapan dalam persiapan mengajar.

16
Maka dari itu, dengan penggunaan model pembelajaran yang kurang

tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami, dan monoton sehingga

siswa kurang termotivasi.

Menurut Syaiful dan Aswan dalam (Jeklin et al., 2016)

Mengatakan bahwa, “Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan


tujuan pembelajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan
yang telah dirumuskan”.
Oleh karena itu variasi model pembelajaran sangat dibutuhkan dalam

proses pembelajaran ekonomi dikelas, agar menarik perhatian siswa untuk

fokus dalam menikmati pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan model

pembelajaran yang baik juga berdampak baik pada siswa dan tujuan yang

ingin dicapai dalam belajar tentunya akan mudah.

b. Karakteristik Model Pembelajaran

Rangke L Tobing, dkk (Pratiwi, 2019:18) dalam (Samsudin, 2020)

mengidentifikasi lima karakteristik suatu model pembelajaran yang baik, yang

meliputi berikut ini:

1) Prosedur ilmiah

Suatu model pembelajaran harus memiliki suatu prosedur yang

sistematik untuk mengubah tingkah laku murid atau memiliki sintaks yang

merupakan urutan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru-

murid.

2) Spesifikasi hasil belajar yang direncanakan

17
Suatu model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara

rinci mengenai penampilan murid

3) Spesefikasi lingkungan belajar

Suatu model pembelajaran menyebutkan secara tegas kondisi

lingkungan di mana respon murid diobservasi.

4) Kriteria penampilan

Suatu model pembelajaran merujuk pada kriteria penerimaan

penampilan yang diharapkan dari para murid. Model pembelajaran

merencanakan tingkah laku yang diharapkan dari murid yang dapat

didemonstrasikannya setelah langkahlangkah mengajar tertentu.

5) Cara-cara pelaksanaannya

Semua model pembelajaran menyebutkan mekanisme yang

menunjukkan reaksi murid dan interaksinya dengan lingkungan.

Dari karakteristik diatas disimpulkan bahwa tenaga pendidik sebelum

mengajar, perlu untuk memilih model pembelajaran yang akan digunakan

dan didesain semenarik mungkin dari model pembelajaran tersebut agar

menarik perhatian murid untuk belajar.

2. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( Project Based Learning )

a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( Project Based

Learning )

Pembelajaran berbasis proyek merupakan penerapan dari

pembelajaran aktif. Secara sederhana dalam (Panjaitan et al., 2020)

18
pembelajaran berbasis proyek didefinisikan “sebagai suatu pengajaran yang

mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari

yang akrab dengan siswa, atau dengan proyek sekolah”. Project-Based

Learning (PjBL) menurut Umamah & Andi (2015) sebagai sebuah

pembelajaran berbasis proyek yang merupakan pendekatan pembelajaran

inovatif sangat menekankan pembelajaran kontekstual melalui kegiatan-

kegiatan yang kompleks (Purnomo, Halim dan Ilyas, 2019). Pembelajaran

berfokus pada konsep inti dan prinsip bidang pembelajaran. Ini memberi siswa

kesempatan untuk berpartisipasi dalam investigasi pembelajaran berbasis

proyek dan membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pembuatan

produk dunia nyata. Fokus pembelajaran pada prinsip dan konsep dari suatu

disiplin ilmu, melibatkan siswa melakukan investigasi pemecahan masalah

dan kegiatan-kegiatan tugas-tugas bermakna, memberi kesempatan pembelajar

bekerja secara mandiri dalam mengontruksi pengetahuan mereka sendiri dan

menghasilkan produk nyata (Refualu & Suriani, 2021).

Pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang berpusat

pada proses, relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit

pembelajaran bermakna dengan memadukan konsep-konsep dari sejumlah

komponen baik itu pengetahuan, disiplin ilmu atau lapangan (Ayu et al.,

2013). Project Based Learning atau pembelajaran berbasis proyek merupakan

salah satu alternatif pembelajaran yang bisa digunakan tidak hanya untuk

menilai aspek kognitif, tetapi juga unjuk kerja siswa (Jannatu et al., 2015).

19
Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi besar untuk melatih

proses berpikir siswa yang mengarah pada kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Model pembelajaran Project Based Learning yaitu model pembelajaran yang

mempunyai sifat kontekstual karena model tersebut diharapkan dapat merubah

gaya belajar siswa secara lebih individual dengan menaikkan motivasi belajar,

serta kreativitas siswa dalam berkarya, memunculkan ide-ide kreatif serta

melatih berpikir kritis, dalam menyikapi suatu masalah yang dihadapi di dunia

nyata (Dinantika et al., 2019). Pembelajaran berbasis proyek memiliki

kelebihan dalam memotivasi peserta didik untuk berpikir secara orisinil dalam

memecahkan masalah pada kehidupan nyata (Jumrodah et al., 2021).

Menurut Birgili dalam (Pratama & Prastyaningrum, 2016)

Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik dituntut


berpartisipasi aktif untuk menciptakan solusi inovatif terhadap
masalah melalui pengalaman yang dialami.
Pada pendekatan Project-Based Learning pengajar berperan sebagai

fasilitator bagi peserta didik untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan

penuntun (Purnomo, Halim dan Ilyas, 2019). Sementara di kelas "kontrol",

guru dianggap memiliki kendali paling besar atas materi dan oleh karena itu

semua informasi diberikan langsung kepada siswa. Di kelas berbasis proyek,

siswa terbiasa bekerja secara kolaboratif, penilaian dilakukan secara otentik,

dan sumber belajar bisa luas. Ini berbeda dari kelas "kontrol", yang terbiasa

dengan situasi kelas individu, di mana penilaian mendominasi dalam hal hasil

daripada pembelajaran, dan sumber daya cenderung mandek. Oleh karena itu,

pekerjaan proyek ini dipandang sebagai bentuk pembelajaran berdasarkan

20
kegiatan kontekstual terbuka yang merupakan bagian dari proses pembelajaran

yang menekankan pemecahan masalah sebagai upaya kolaboratif yang

didukung oleh tugas-tugas kompleks berdasarkan pertanyaan dan masalah

yang sulit dan mengharuskan siswa untuk merancang, memecahkan masalah.

memecahkan, membuat keputusan, melakukan kegiatan inkuiri, dan

memberikan siswa asosiasi kerja yang mandiri (Yuliana & Widjaja, 2021).

b. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( Project Based

Learning )

Project-based learning menurut Doppelt (2003) merupakan salah satu

metode pembelajaran yang berasal dari pendekatan konstruktivis yang

mengarah pada upaya problemsolving (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016).

Konstruktivisme memberikan kemandirian pada pembelajar untuk

merencanakan dan melaksanakan pembelajarannya sendiri ataupun

berkolaborasi di bawah koordinasi guru atau dosen.

Karakteristik model pembelajaran berbasis proyek, yaitu siswa

membuat keputusan tentang suatu konteks, ada masalah atau tantangan yang

disajikan kepada siswa, siswa merancang proses untuk mengidentifikasi solusi

atas masalah atau tantangan yang disajikan, siswa memiliki tanggung jawab

untuk berkolaborasi dalam mengakses dan mengelola informasi untuk

memecahkan masalah, penilaian sedang berlangsung, siswa secara berkala

merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan, produk dari kegiatan

21
pembelajaran akan dinilai kualitasnya, situasi belajar sangat rawan kesalahan

dan berubah-ubah (Niswara et al., 2019).

Karakteristik model project-based learning menurut Buck Institute for

Education, 1999 dalam (Yuliana & Widjaja, 2021) adalah peserta didik

membuat keputusan dan kerangka kerja, Terdapat masalah yang

pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya, peserta didik merancang proses

untuk mencapai hasil, peserta didik bertanggung jawab untuk mendapatkan

dan mengelola informasi yang dikumpulkan, peserta didik melakukan evaluasi

secara kontinu, peserta didik secara teratur melihat kembali apa yang mereka

kerjakan dan hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya. Terdapat

beberapa komponen yang perlu diperhatikan guru dalam

mengimplementasikan model pembelajaran project based learning. Komponen

– komponen tersebut meliputi kurikulum, media pembelajaran, petunjuk

siswa, kerjasama, hubungan dengan dunia nyata, kerangka waktu (jadwal),

serta penilaian.

Di dalam Project Based Learning (PjBL), peserta didik menjadi

terdorong lebih aktif di dalam proses belajar, instruktur dalam hal ini adalah

guru maupun dosen berposisi di belakang dan peserta didik berinisiatif,

instruktur memberi kemudahan dan mengevaluasi proyek baik

kebermaknaannya maupun penerapannya untuk kehidupan mereka sehari-hari.

Sebagai model pembelajaran Thomas, 2020 (dalam Wena, 2008) pembelajaran

berbasis proyek mempunyai beberapa prinsip, yaitu prinsip sentralistik,

prinsip pertanyaan pendorong/penuntun, prinsip investigasi konstruktif,

22
prinsip otonomi dan prinsip realistis (Yuliana & Widjaja, 2021). Project Based

Learning (PjBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat

diterapkan pada Kurikulum 2013 karena dalam hal ini peserta didik lebih

berperan aktif dalam proses pembelajaran. Selain menjadi aktif, peserta didik

disajikan beberapa permasalahan di lingkungan sekitar sesuai dengan konteks

ilmu pengetahuan yang sedang diberikan dikelas menjadikan peserta didik

berlatih untuk berpikir kritis tentang solusi yang diberikan untuk lingkungan

sekitar dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia suatu bangsa akan

meningkat (Yuliana & Widjaja, 2021).

c. Langkah Kerja (Sintak) dan Penerapan Model Pembelajara Berbasis

Proyek

Langkah kerja (sintak) dan penerapan model pembelajaran Project-

Based Leraning dalam kelas sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1
Langkah Kerja (Sintak) Project Based Learning

Langkah Kerja Aktivitas Pengajar Aktivitas Siswa

Penentuan Guru menyampaikan topik Siswa mengajukan


Pertanyaan dan mengajukan pertanyaan pertanyaan mendasar apa
Mendasar bagaimana cara yang harus dilakukan
memecahkan masalah terhadap topik/pemecahan
masalah
Mendesain Guru memastikan peserta Siswa berdiskusi Menyusun
Perencanaan didik dalam kelompok rencana pembuatan proyek
Proyek memilih dan mengetahui pemecahan masalah meliputi
prosedur pembuatan proyek pembagian tugas, persiapan

23
yang akan dihasilkan alat, bahan, media dan
sumber yang dibutuhkan
Menyusun Jadwal Guru dan peserta didik Siswa dapat Menyusun
membuat kesepakatan jadwa penyelesaian proyek
tentang jadwal pembuatan dengan memperhatikan batas
proyek (tahapan-tahapan waktu yang telah ditentukan
dan pengumpulan) bersama
Memonitoring Guru memantau keaktifan Siswa melakukan pembuatan
Keaktifan dan siswa selama melaksanakan proyek sesuai jadwal,
Perkembangan proyek, memantau mencatat setiap tahapan,
Proyek perkembangan proyek dan mendiskusikan masalah yang
membimbing jika muncul selama proses
mengalami kesulitan penyelesaian proyek dengan
Guru
Menguji Hasil Guru berdiskusi tentang Membahas kelayakan proyek
prototipe proyek, yang telah dibuat dan
memantau keterlibatan membuat laporan produk/
peserta didik, mengukur karya untuk dipaparkan
ketercapaian standar kepada orang lain
Evaluasi Guru membimbing proses Setiap peserta didik
Pengalaman pemaparan proyek, memaparkan laporan, peserta
Belajar menanggapi hasil, didik yang lain memberikan
selanjutnya guru dan tanggapan, dan bersama guru
peserta didik merefleksi/ menyimpulkan hasil proyek
kesimpulan
(Purnomo, Halim dan Ilyas, 2019)
Penerapan project based learning sebagai berikut:

1) Topik/ materi yang dipelajari peserta didik merupakan topik yang bersifat

kontekstual dan mudah didesain menjadi sebuah proyek/ karya yang

menarik

2) Peserta didik tidak digiring untuk menghasilkan satu proyek saja, (satu

peserta didik menghasilkan satu proyek)

3) Proyek tidak harus selesai dalam 1 pertemuan (diselesaikan 3-4

pertemuan) Proyek merupakan bentuk pemecahan masalah sehingga dari

pembuatan proyek bermuara pada peningkatan hasil belajar

4) Bahan, alat, dan media yang dibutuhkan untuk membuat proyek

diusahakan tersedia di lingkungan sekitar.

24
5) Penilaian autentik menekankan kemampuan merancang, menerapkan,

menemukan dan menyampaikan produknya kepada orang lain.

Sistem Penilaian Model Project Based Learning

Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu

dipertimbangkan yaitu:

1) Kemampuan pengelolaan

Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan

mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.

2) Relevansi

Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap

pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.

3) Keaslian

Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya,

dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan

dukungan terhadap proyek peserta didik.

d. Rancangan Tugas Proyek

Tugas Proyek Kelas Eksperimen XI IPS SMA Negeri 11 Jeneponto adalah,

yaitu:

Tabel 2.2
Rancangan Tugas Proyek

Tugas Proyek Waktu Pelaksanaan

Analisis dan sajikan tentang jenis-jenis


pajak dengan memilih topik tertentu,

25
kemudian disajikan dalam bentuk laporan 1 – 4 Kali Pertemuan
tertulia !

Membuat Infografis bertemakan ekonomi,


kemudian dipresentasikan didepan kelas ! 1 – 2 Kali Pertemuan

e. Keuntungan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Proyek

(Project Based Learning)

Pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran berbasis

proyek memiliki keuntungan sebagai berikut: Meningkatkan motivasi,

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, Meningkatkan kolaborasi,

Meningkatkan ketrampilan mengelola sumber (Niswara et al., 2019).

Sedangkan kelemahan menggunakan model Project Based Learning,

dalam (Niswara et al., 2019) yaitu: Membutuhkan guru yang terampil dan mau

belajar, Membutuhkan waktu dan biaya yang banyak, Membutuhkan fasilitas,

peralatan dan bahan yang memadai, Tidak sesuai untuk siswa yang mudah

menyerah, Tidak memiliki pengetahuan serta keterampilan, Kesulitan

melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok.

3. High Order Thinking Skills ( HOTS )

a. Definisi High Order Thinking Skills (HOTS)

HOTS (High Order Thinking Skills) pertama kali dikemukakan oleh

seorang penulis sekaligus Assosiate Professor dari Dusquance university

bernama M Brookhhart dalam bukunya, ‘How yo Assess Higher-order

Thinking Skills in Your Classroom’. Dia mendefinisikan model ini sebagai

26
metode untuk transfer pengetahuan, berpikir kritis, dan memecahkan masalah

(Iffah Nisrina, 2021). HOTS bukan sekedar model soal tetapi juga mencakup

model pengajaran. Model pengajaran harus mencakup kemampuan berpikir,

contoh, pengaplikasian pemikiran dan diadaptasikan dengan kebutuhan

peserta didik yang berbeda-beda.

Menurut Thomas Thorne (Nugroho, 16:2019) dalam (Samsudin, 2020)

HOTS merupakann cara berpikir yang lebih tinggi daripada


menghafalkan fakta, mengemukakan fakta,atau menerapkan peraturan,
rumus dan prosedur.
Berpikir tingkat tinggi menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu

terhadap fakta, yaitu memahaminya, menyimpulkannya, menghubungkannya

dengan fakta dan konsep lain, mengkategorikan, memanipulasi, menempatkan

fakta secara bersama-sama dalam cara-cara baru, dan menerapkannya dalam

mencari solusi dari masalah (Purnomo, 2016). Menurut taksonomi Bloom,

HOTS merupakan suatu kegiatan berpikir siswa yang menyertakan tingkat

kognitif hierarki tertinggi yang mencakupi menganalisis, mengevaluasi, dan

menciptakan (Rusydiana et al., 2021). Konsep HOTS berasal dari teori

Taksonomi Bloom pada tahun 1956 yang kemudian disempurnakan oleh

Anderson and Karthwohl 2001. Kemampuan HOTS, mengharuskan peserta

didik untuk menguasai pada level C-4 menganalisis, C-5 mengevaluasi, dan

C-6 menciptakan (Kiswara et al., 2019). HOTS juga merupakan salah satu

komponen dari keterampilan berpikir kreatif dan ketrampilan berpikir kritis

(Suparman, 2021).

27
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Berpikir Kritis Tingkat

Tinggi atau High Order Thinking menerapkan kegiatan berpikir rasional,

sangat kritis yang melibatkan analisis, sintesis, identifikasi, penyelesaian dan

evaluasi masalah dan solusinya meningkat. Semua kegiatan tersebut

didasarkan pada hasil observasi, pengalaman, pemikiran, musyawarah, dan

komunikasi, serta membimbing sikap dan keputusan perilaku. Semakin

berpikir kritis, semakin banyak keterampilan dan peluang yang miliki untuk

memecahkan berbagai masalah.

HOTS merupakan aspek penting dalam pengajaran dan pembelajaran.

Keterampilan berpikir merupakan unsur yang sangat mendasar (fundamental)

dalam proses pendidikan. Pikiran seseorang bisa mempengaruhi kemampuan

belajarnya, kecepatan dan efektivitas belajarnya. HOTS itu sangat diperlukan

karena terdapat beberapa pertimbangan baik secara teoritis maupun empiris.

Secara empiris, peserta didik yang yang memiliki keterampilan berpikir

tingkat tinggi (HOTS) mampu belajar dengan lebih baik, mampu

mengembangkan performa lebih sempurna dan bisa mengurangi kelemahan-

kelemahan dalam belajarnya.

b. Karakteristik High Order Thinking Skills (HOTS)

Karakteristik HOTS sebagaimana diungkapkan oleh Resnick (1987)

dalam (Fanani, 2018) diantaranya adalah non algoritmik, bersifat kompleks,

multiple solutions (banyak solusi), melibatkan variasi pengambilan keputusan

28
dan interpretasi, penerapan multiple criteria (banyak kriteria), dan bersifat

effortful (membutuhkan banyak usaha).

Sedangkan Kemendikbud 2017 dalam (Fanani, 2018) menyatakan

karakteristik soal-soal HOTS adalah sebagai berikut:

1) Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

Keterampilan berpikir tingkat tinggi, termasuk kemampuan untuk

memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis

(critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan

berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision

making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu

kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh

setiap peserta didik (Setiawati et al., 2018).

2) Berbasis permasalahan kontekstual

Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata

dalam kehidupan sehari-hari, dimana murid diharapkan dapat menerapkan

konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah

(Fanani, 2018). Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat

dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan

ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam

berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula

bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),

menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan

mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di

29
kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata (Setiawati

et al., 2018).

3) Tidak rutin (tidak Akrab)

Penilaian HOTS bukan penilaian regular yang diberikan di kelas.

Penilaian HOTS tidak digunakan berkali-kali pada peserta tes yang sama

seperti penilaian memori (recall), karena penilaian HOTS belum pernah

dilakukan sebelumnya. HOTS adalah penilaian yang asing yang menuntut

pembelajar benar-benar berfikir kreatif, karena masalah yang ditemui

belum pernah dijumpai atau dilakukan sebelumnya.

4) Menggunakan bentuk soal beragam

Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-

soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar

dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang

kemampuan peserta tes (Fanani, 2018). Hal ini penting diperhatikan oleh

guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif.

Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan

kemampuan murid sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.

Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk

menulis butir soal HOTS diantaranya pilihan ganda dan uraian

1) Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak). Soal bentuk

pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta

didik terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara

pernyataan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda

30
biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda kompleks juga

memuat stimulus yang bersumber pada situasi kontekstual (Setiawati

et al., 2018). Peserta didik diberikan beberapa pernyataan yang terkait

dengan stilmulus/bacaan, lalu peserta didik diminta memilih

benar/salah atau ya/tidak. Pernyataan-pernyataan yang diberikan

tersebut terkait antara satu dengan yang lainnya.

2) Uraian Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya

menuntut siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang

telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan

gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk

tertulis. Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus

mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan

dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang

jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa

(Setiawati et al., 2018). Dengan kata lain, ruang lingkup ini

menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan.

Di samping itu, ruang lingkup tersebut harus tegas dan jelas tergambar

dalam rumusan soalnya.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

soal-soal HOTS merupakan soal yang membuat murid berfikir kritis dan

kreatif dengan cara memberikan soal yang berbasis masalah kontekstual,

jarang di ujikan,serta memiliki bentuk soal yang beragam.

c. Manfaat HOTS

31
Secara garis besar, paling tidak ada tiga manfaat HOTS itu seperti

dikemukakan oleh Nugroho (2019) dalam (Suparman, 2021):

1) Mengembangkan Sikap Positif

Bila seorang guru mendorong, mengajarkan dan melatih serta

melibatkan peserta didiknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan akademiknya

dengan menggunakan HOTS, maka sikap positif mereka terhadap apa yang

mereka pelajari atau masalah yang mereka hadapi menjadi positif. Sikap

positif amat sangat penting dalam proses pembelajaran, karena sikap positif

tersebut akan mendorong peserta didik untuk mencari solusi terhadap masalah

yang tengah dihadapi dengan dorongan dari dalam, bukan dorongan dari luar,

misalnya bukan karena terpaksa, karena ditugaskan oleh guru (Suparman,

2021).

2) Meningkatkan Motivasi

Banyak penelitian dilakukan mengenai pengaruh langsung dan tidak

langsung dari pemanfaatan HOTS terhadap peningkatan motivasi belajar

peserta didik. Misalnya, Brookhart (2010) menemukan bahwa pelatihan

HOTS bisa menngkatkan motivasi peserta didik (Suparman, 2021). Selain itu,

HOTS juga bisa mendongkrak kemampuan peserta didik untuk mengontrol

dan memanipulasi gagasan-gagasan mereka. Yang lebih penting lagi,

meskipun motivasi itu bersifat abstrak, namun rasa senang belajar para peserta

didik meningkat sangat tajam melalui HOTS tersebut, karena mereka tidak

32
belajar dengan hanya sekedar mengingat dan menghapal seperti apa yang

biasa mereka lakukan selama ini.

3) Meningkatkan Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan indikator yang sangat penting dalam

proses belajar. Sebab manakala prestasi belajar peserta didik meningkat secara

signifikan berarti proses pendidikan di suatu sekolah bisa dikatakan bagus

(Suparman, 2021). Sebaliknya manakala prestasi belajar peserta didik

menurun atau lebih rendah dibandingkan dengan peserta didik lain di sekolah

yang lain berarti proses pendidikan di sekolah tersebut tidak bagus.

Ketidakbagusan kualitas hasil belajar peserta didik di suatu sekolah bisa

tergantung pada banyak faktor, salah satunya cara berpikir peserta didik.

d. Indikator Penilaian High Order Thinking Skills (HOTS)

Untuk menulis butir soal HOTS, harus dapat menentukan perilaku

yang akan diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar

pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang

diharapkan. Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang

digunakan untuk mengukur kemampuanberpikir tingkat tinggi, yaitu

kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan

kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite)

(Supriadi, 2020).

33
Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS

menurut Widana (2016) dan Kemendikbud (2017) dalam (Fanani, 2018):

1) Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS

2) Menyusun kisi-kisi soal

3) Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual

4) Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal

5) Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban

Dari pendapat diatas maka dapat dianalisis bahwa pada awalnya harus

terlebih dahulu menentukan KD yang kira-kira dapat di buat soal-soal HOTS,

lalu menyusun kisi-kisi untuk merencanakan indikator apa saja yang akan

dicapai, lalu menulis pertanyaan dan juga membuat pedoman penskoran serta

kunci jawabannya.

Menurut Bayer dalam (Fanani, 2018) indikator penilaian hots dapat

disajikan seperti Tabel berikut:

Tabel 2.3
Indikator Penilaian HOTS

Mengkreasi ide/gagasan sendiri.


Mengkreasi Kata kerja : mengkonstruksi, desain, kreasi,
mengembangkan, menulis, memformulasikan
Mengambil keputusan sendiri.
Mengevaluasi Kata kerja: evaluasi, menilai, menyanggah,
HOTS memutuskan, memilih, mendukung
Menspesifikasi aspek-aspek/elemen.
Menganalisis Kata kerja : membandingkan, memeriksa,
mengkritisi, menguji

34
Sumber : (Fanani, 2018)

B. Tinjauan Empiris

Tinjauan empiris merupakan hasil penelitian terdahulu yang

mengemukakan beberapa konsep yang relevan dan terkait dengan penelitian

yang akan dilakukan yaitu konsep yang terkait dengan model pembelajara

berbasis proyek untuk menumbuhkan High Order Thinking Skills (HOTS) dan

faktor lain yang mempegaruhi HOTS.

Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu

Peneliti dan Judul Hasil Penelitian


Muh Irfan (2022) “Pengaruh Model Hasil penelitian Muh Irfan (2022) bahwa
Pembelajaran Project Based Learning aktivitas siswa pada pembelajaran pada
(PjBL) Berbasis Etnomatematika terhadap kelas eksperimen yang menggunakan
Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa” model pembelajaran Project Based
(Muh.Irfan, 2022) Learning (PjBl) dengan Etnomatematika
lebih baik dibandingkan kelas kontrol
yang menggunakan pembelajaran yang
konvensional (ceramah) dengan nilai
tertinggi 95,87% untuk kelas eksperimen
dan 81,32% untuk kelas kontrol. Terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap
kemampuan berpikir kreatif anatara kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang
ditunjukan dengan hasil t-hitung 7.915
dan signifikan 0,000 dan dengan nilai
rata-rata kelas eksperimen 97.6742 dan
nilai rata-rata kelas kontrol 97.6742

Hendrik Pratama & Ihtiari Hasil penelitian menunjukkan adanya


Prastyaningrum (2016) “Pengaruh Model peningkatan kemampuan berpikir kritis
Pembelajaran Project Based Learning peserta didik setelah dilakukan proses
Berbantuan Media Pembelajaran pembelajaran dengan menerapkan model
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Project Based Learning. Berdasarkan hasil
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis” perhitungan N-gain ternormalisasi
(Pratama & Prastyaningrum, 2016) diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar
dari 20 orang siswa adalah 0,45. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa kenaikan
hasil belajar peserta didik dalam kategori
“sedang“. Hasil analisis data dengan uji t

35
(t-test) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nilai kemampuan berpikir kritis
peserta didik sebelum diberikan
pembelajaran dengan nilai kemampuan
berpikir kritis peserta didik setelah
diberikan pembelajaran dengan model
Project Based Learning. Nilai rerata mean
diperoleh bahwa rata-rata nilai postes
(81,44) lebih tinggi daripada nilai pretes
(61,41), sehingga dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir kritis peserta
didik semakin baik atau mengalami
peningkatan.

Rika Niswara, Muhajir & Mei Fita Asri Hasil penelitian memperoleh bahwa ada
Untari (2019) “Pengaruh Model Project pengaruh penerapan model Project Based
Based Learning Terhadap High Order Learningberbantu media Puzzle terhadap
Thinking Skill” (Niswara et al., 2019) High Order Thinking Skill kriteria
berpikir kritis siswa. Dibuktikan pada
hasil analisis uji normalitas dan uji
hipotesis (uji-t)yang menunjukkan bahwa
berdistribusi normal, kemudian data
hipotesis diterima.

Wanda Resky Anugrah (2020) “Pengaru Hasil penelitian tersebut memperoleh


Model Pembelajaran Problem Based bahwa hasil analisis statistik inferensial
Learning terhadap Hihg Order Thinking dengan menggunakan rumus uji
Skills (HOTS) Mata Pelajaran independent sampel t test, Setelah
Matematika pada Murid Kelas V SDN 13 diperoleh t hitung 4,007 t tabel = 1,714
Padanglampe” (Samsudin, 2020) maka diperoleh t hitung .> t tabel atau
4,007 > 1,714 dan nilai sig (1-tailed)
diperoleh 0,000 maka diperoleh sig (1-
tailed) < 0,05 sehingga dapat di simpulkan
bahwa H 0 ditolak dan H 1 diterima . ini
berarti bahwa terdapat Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Based Learning
terhadap Higher Order Thinking Skills
(HOTS) Pada Mata Pelajaran Matematika
Pada Murid Kelas V SDN 13
Padanglampe kabupaten Pangkep.

Ade Fitriyani, Toto & Euis Erlin (2020) Hasil penelitian menghasilkan bahwa
“Implementasi Model PjBL Untuk terdapat pengaruh yang sangat signifikan
Meningkatkan Keterampilan Berfikir penerapan model PjBL-STEM terhadap
Tingkat Tinggi” (Fitriyani et al., 2020) keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa
pada materi bioteknologi.

C. Kerangka Konseptual

36
Pembelajaran Ekonomi di SMA Negeri 11 Jeneponto sangat minim

karena model pembelajaran yang digunakan guru Ekonomi masih berbasis

ceramah. Hal ini tidak meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh

karena itu, model pembelajaran SMA Negeri 11 Jeneponto perlu direvisi agar

pembelajaran berpusat pada siswa. Hal ini memungkinkan siswa ini untuk

menjadi proaktif selama studi mereka dan meningkatkan kemampuan mereka

untuk berpikir kritis pada tingkat tinggi.

Yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran ekonomi adalah

penggunaan model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning)

untuk meningkatkan pola pikir siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir

siswa tingkat tinggi. Model pembelajaran berbasis proyek ini menggunakan

keterampilan siswa yang beragam untuk memecahkan masalah secara individu

atau kelompok dan menciptakan produk yang unik. Pembelajaran berbasis

proyek bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam

pembuatan proyek, integrasi konsep Higher Order Thinking Skills (HOTS),

motivasi belajar, belajar mandiri langsung, dan kemampuan mengarahkan dan

memiliki produk.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi harus diajarkan kepada siswa.

Keterampilan berpikir tingkat lanjut membantu siswa mengoptimalkan otak

mereka. Keseimbangan kerja otak kiri dan kanan memungkinkan siswa

menjadi lebih sukses. Hal ini sesuai dengan kurikulum 2013 yang diterapkan

di Indonesia, dimana keterampilan berpikir kognitif berkisar dari keterampilan

berpikir tingkat rendah hingga keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini

37
muncul dari pedoman penilaian aspek kognitif meliputi kemampuan

mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan

mencipta. Kemampuan mengingat, memahami, dan menerapkan, termasuk

keterampilan penalaran tingkat rendah. Menganalisis, mengevaluasi, dan

mencipta adalah keterampilan penalaran tingkat tinggi atau blok bangunan

keterampilan penalaran tingkat tinggi.

Pada sekolah SMA Negeri 11 Jeneponto ini dalam hal menganalisis,

mengevaluasi serta mencipta masih sangat minim karena kecendrungan

pembelajaran yang mengharuskan mereka menghafal dan mengingat yang

diterapkan oleh tenaga pendidik. Pembelajaran yang diterapkan oleh tenaga

pendidik adalah pembelajaran yang tidak berpusat pada siswa sehingga

kurangnya siswa untuk memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi. Hal

tersebut perlu untuk ditingkatkan agar cara berfikir tersebut sama di erah abad

21 sehingga masyarakat Indonesia dapat bersaing dengan masyarakat luas.

Sehingga pada penelitian ini peneliti akan mengukur cara berfikir tingkat

tinggi pada siswa SMA Negeri 11 Jeneponto dengan menggunakan Pretest

terlebih dahulu agar mengetahui bagaimana kemampuan murid sebelum

diberikan perlakuan atau sebelum diterapkan Model PjBL.

Pada penelitian ini akan menggunakan 2 kelas yakni kelas X IPS 1

dan XII IPS 1 pada SMA Negeri 11 Jeneponto. Kelas XI IPS 1 sebagai kelas

eksperiment dan kelas X IPS 1 sebagi kelas kontrol.

38
Peniliti akan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek (PjBL)

pada kelas XI IPS 1, dan untuk kelas X IPS 1 akan menerapkan model

pembelajaran pada biasanya atau dikatakan model pembelajaran konvensional

yang sering diberikan oleh guru Ekonomi SMA tersebut.

Setelah diterapkan-nya maka akan diberikan kembali tes yakni Post-

test untuk mengetahui apakah model PjBL memberikan pengaruh terhadap

HOTS pada siswa kelas XI IPS 1, dan post-test juga tetap diberikan kepada

kelas X IPS 1 sebagai kelas kontrol agar peneliti lebih mudah membandingkan

antara kelas yang diterapkan-nya dan yang tidak diterapkan-nya PjBL, ini

akan mempermudah peneliti mengetahui pengaruh PjBL terhadaap HOTS

pada murid.

Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pikir dari penelitian ini

dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

MODEL
PEMBELAJARAN

Kelas Eksperiment Kelas Kontrol


( XI IPS 1 ) ( X IPS 1 )

39
Pre-Test Pre-Test

Model Pembelajaran
Strategi Pembelajaran
Project Based
Konvensional
Learning (PjBL)

Post-Test Post-Test

Temuan

Gambar : Kerangka Pikir Penelitian

D. Hipotesis Penelitians

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang prilaku,

fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis

merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-variabel

dalam penelitian, serta merupakan pernyataan paling spesifik (Purwanto dan

Dyah Ratih Sulistyastuti, 2017). Dengan adanya hipotesis dalam penelitian ini

akan memudahkan peneliti untuk menentukan alternatif penelitian dan focus

peneliti hanya pada data yang diperlukan yaitu pengujian hipotesis pada

penelitian tersebut (Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2017).

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir yang telah dikemukakan,

40
peneliti beranggapan bahwa “ Terdapat pengaruh model pembelajaran Project

Based Learning Terhadap Higher Order Thinking Skills (HOTS) mata

pelajaran Ekonomi pada siswa SMA Negeri 11 Jeneponto” secara statistika,

hipotesis ini dikatakan benar jika H1 > H0.

Keterangan:

H1 : Terdapat pengaruh model pembelajaran Project Based Learning

terhadap High Order Thinking Skills (HOTS) siswa.

H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran Project Based

Learning terhadap High Order Thinking Skills (HOTS) siswa

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen. Dimana

penelitian eksperimen adalah jenis penelitian yang digunakan untuk mencari

pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan berfikir tingkat tinggi

siswa. Penelitian jenis eksperimen ini menggunakan quasi experimental

41
karena pengontrolan variabel hanya dilakukan terhadap satu variabel yang

dipandang paling dominan. Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok control (Jeklin et al., 2016). Untuk

kelompok kelas eksperimen diajar dengan menggunakan model project based

learning sedngkan pada kelompok kelas kontrol diajar menggunakan metode

konvensional. Dari jenis penelitian yang digunakan peneliti, maka penelitian

ini menggunakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai objek penelitian

dan variabel- variabel tersebut harus didefinisikan dalam bentuk operasional

variabel masing- masing. Menggunakan metode pendekatakan kuantitatif

karena data yang dibutuhkan adalah data yang berupa angka-angka dan

menggunakan rumus-rumus statistik dalam proses analisis datanya (Prof. Dr.

Sugiyono, 2018). Maka dari itu penelitian ini menggunakan penelitian dengan

pendekatan kuantitatif dan pengelolaan data melalui statistik 26.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 11 Jeneponto. Lokasi

sekolah ini adalah di Dusun Kassika, Desa Palajau, Kecamatan Arungkeke,

Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan

B. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel

42
Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau yang menjadi titik

perhatian dalam suatu penelitian tersebut. Dalam penelitian ini terdiri dari dua

variabel yaitu:

a. Variabel Independen (X)

Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel lain (variabel

dependen). Adapun variabel independent dalam penelitian ini adalah

pembelajaran berbasis proyek (PjBL).

b. Variabel Dependen (Y)

Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena adanya variabel independent. Adapun variabel dependen

dalam penelitian ini adalah High Order Thinking Skills.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-

posttest control group design. Pretest-posttest control group design; dalam

rancangan ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian

diberi tes awal untuk mengetahui keadaan awal agar terlihat ada atau tidaknya

perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Prof. Dr.

Sugiyono, 2018). Dalam desain ini terdapat dua kelompok diambil sebagai

43
sampel. Mereka diberi tes untuk mengetahui adakah perbedaan antara

kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok

yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek

(project based learning). Kelompok kontrol adalah kelompok yang diajar

menggunakan metode konfensional. Desain penelitian ini dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel. 3.1
Desain Penelitian

Kelompok Pre-Test Treatment Post-Test

Eksperimen O1 X O2

Konrol O3 - O4

Keterangan:
X : Perlakuan
O1 : Nilai pre-test kelompok eksperimen
O2 : Nilai post-test kelompok eksperimen
O3 : Nilai pre-test kelompok kontrol
O4 : Nilai post-test kelompok kontrol
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Prof. Dr. Sugiyono,

2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPS dan XI

IPS SMA Negeri 11 Jeneponto sebanyak 2 kelas, dengan jumlah siswa lak-laki

dan perempuan .

44
2. Sampel

Sampel adalah subyek dari populasi, terdiri dari beberap anggota

populasi (Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2017). Subyek ini diambil

karena dalam banyak kasus tidak mungkin peneliti meneliti seluruh populasi.

Oleh karena itu diperlukan perwakilan populasi. Sampel dalam penelitian ini

adalah siswa(i) kelas X IPS dan XI IPS SMA Negeri 11 Jeneponto. Teknik

sampel pada penelitian ini menggunakan sampling jenuh (penuh) atau

sampling total. Teknik penarikan sampel jenuh, yaitu sampel yang mewakili

jumlah populasi. Artinya semua populasi digunakan sebagai sampel (Prof. Dr.

Sugiyono, 2018). Jadi pada penelitian ini akan menggunakan semua siswa

pada kelas X IPS dan XI IPS SMA Negeri 11 Jeneponto.

Tabel 3.2
Jumlah Siswa X IPS dan XI IPS SMA Negeri 11 Jeneponto
Jumlah Siswa
Kelas Total
Laki-Laki Perempuan Siswa
X IPS 18 Siswa 6 Siswa 24 Siswa

XI IPS 16 Siswa 7 Siswa 23 Siswa

D. Definisi Operasional Variabel

1. Pembelajaran Berbasis Proyek ( Project Based Learning )

Model pembayaran berbasis proyek adalah metode belajar yang

menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan

mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dalam

45
beraktivitas secara nyata. Adapun indikator dari model pembelajaran berbasis

proyek yaitu:

a. Menentukan pertanyaan mendasar

b. Mendesain perencanaan proyek

c. Menyusun jadwal

2. High Order Thinking Skills ( HOTS )

Kemampuan berpikir kritis adalah daya kekuatan akal

dalammenghubungkan pengetahuan dengan masalah yang diwujudkan dengan

bahasa. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan indikator dari

kemampuan berpikir kritis adalah:

a. Mampu membedakan antara fakta dan pernyataan nilai

b. Mampu membedakan informasi, pernyataan atau alasan yang

relevan dan tidak relevan

c. Mampu menentukan fakta pernyataan

d. Mampu menentukan sumber kredibel

e. Mampu mengindentifikasi argument atau pernyataan yang

bermakna ganda

f. Mampu mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tersirat

g. Mampu mengidentifikasi kesalahan dalam konsistensi logika

h. Mampu menentukan kekuatan argument atau pernyataan

E. Sumber Data

1. Sumber Data Primer

46
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini

subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu

benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Dengan demikian

data primer dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari sumber yang

pertama berupa hasil observasi dan kuesioner dari responden yang

menjalankan usaha ternak ayam petelur yang berada di Kabupaten Sidenreng

Rappang.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat

oleh pihak lain). Dalam hal ini, data sekunder yang bersifat internal didapati

melalui data-data yang diperoleh dari berbagai sumber berupa catatan,

laporan, artikel dan sejenisnya yang terkait dengan subjek penelitian yang

bersifat eksternal didapati melalui sumber-sumber diluar organisasi yang

dipublikasikan di internet.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan ini,

peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

47
Observasi merupakan upaya pengumpulan data melalui indera

manusia (Prof. Dr. Sugiyono, 2018). Dalam situasi alami, observasi

merupakan kegiatan mengamati gejala sosial yang terjadi dalam dunia nyata

dan merekam peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Metode ini

digunakan untuk memperoleh data tentang proses pembelajaran yang

diterapkan di SMA Negeri 11 Jeneponto

2. Tes

Tes merupakan alat untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan

aspek kognitif subjek yang diteliti (Prof. Dr. Sugiyono, 2018). Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan tes uraian untuk mengukur sebarapa besar

pengaruh model pembelajaran berbasis proyek terhadap kemampuan berfikir

tingkat tinggi siswa tersebut. Menurut Zainul dan Noehl Nasoetion (1997)

dalam (Prof. Dr. Sugiyono, 2018), tes uraian adalah butir soal yang

mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal

tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Tes

uraian yang akan diberikan adalah berupa tes essay yang memuat beberapa

soal untuk mengukur sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran

berbasis proyek terhadap HOTS tersebut. Berikut adalah tes uraian yang akan

diberikan siswa untuk mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa

sebelum diterapkan model pembelajaran berbasis proyek:

Tabel 3.3
Tes Uraian HOTS

48
X IPS XI IPS
SOAL
Bagaimana menurut anda tentang bank ? Bagaimana menurut anda tentang
pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

Dapatkah anda menjelaskan ap aitu Dapatkan andak menjelaskan upaya


hukum permintaan dan hukum dalam meningkatkan kualitas tenaga
penawaran? kerja?

Apakah yang akan terjadi jika ekonomi Apakah yang akan terjadi jika nilai
di Indonesia melemah ? inflasi mengalami penurunan?

Perubahan apakah yang mesti dilakukan Perubahan apa yang mesti dilakukan
terhadap ekonomi yang mengalami terhadap kualitas tenga kerja yang
krisis moneter ? belum baik?

Dapatkah anda membedakan antara Jelaskan menurut kamu, ap aitu


pelaku rumah tangga konsumsi dan pengangguran dan dampaknya bagi
pelaku rumah tangga produksi ? negara?

3. Angket

Angket adalah suatu daftar yang berisi suatu rangkaian pertanyaan

mengenai suatu hal dalam suatu bidang. Angket juga dapat diartikan sejumlah

pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden, angket tersebut disusun dengan mengacu pada penjabaran variabel

penelitian yang dikembnagkan menjadi butir-butir pertanyaan (Purwanto dan

Dyah Ratih Sulistyastuti, 2017).

Dalam hal ini angket yang di gunakan adalah angket tertutup, yaitu

angket yang jawabanya sudah disediakan, responden tinggal memilih jawaban

dengan tanda checklist (√) pada kolom yang telah disediakan.Adapun

alternatif jawaban yang di gunakan :

a. Selalu (SL) skor 4

49
b. Sering (SR) skor 3

c. Kadang-kadang (KK) skor 2

d. Tidak Pernah (TP) skor 1

4. Studi Dokumentasi

Dokumentasi merupakan sumber data yang digunakan untuk

melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan

karya-karya monumental, yang semuanya dapat memebrikan informasi bagi

proses penelitian (Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2017). Metode ini

digunakan untuk memperoleh data tentang letak geografis, profil, dan sejarah

berdirinya SMA Negeri 11 Jeneponto, keadaan guru, dan siswa(i). Begitu juga

dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang RPP yang digunakan

guru Ekonomi dalam pembelajaran tersebut.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk mengumpulkan data yang

berkaitan dengan aspek kognitif subjek yang diteliti (Susetyo, 2015).

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah angket. Angket

digunakan untuk memperoleh data kuantitatif dari variabel bebas (independen)

atau X dan variabel terikat (dependen) atau Y. Skala pengukuran yang

digunakan dalam angket ini adalah likert, yang mana tiap-tiap pertanyaan

dengan masing-masing 4 opsi jawaban sebagai berikut :

a. Selalu (4)

50
b. Sering (3)

c. Kadang-kadang (2)

d. Tidak Pernah (1)

Sebelum diberikan kepada sampel penelitian, instrument terlebih

dahulu diujicobakan (try out) terhadap non responden penelitian. Uji coba ini

dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari instrumen.

1. Uji Validitas

Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu

kuisioner (Prof. Dr. Sugiyono, 2018). Suatu koesioner dikatakan valid, jika

pertanyaan pada suatu koesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang

diukur oleh koesioner tersebut. Sedangkan suatu koesioner dikatakan reliabel

jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten dari waktu ke waktu.

Dimana validitas data diukur dengan r hasil dengan r tabel (r produc moment),

jika:

a. Apabila r hasil > r tabel, maka data valid

b. Apabila r hasil < r tabel, maka data tidak valid.

2. Uji Realibilitas

Uji reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel, jika

51
seseorang terhadap kenyataan konsisten dari waktu ke waktu (Prof. Dr.

Sugiyono, 2018). Untuk melakukan uji reliabilitas instrumen, dapat digunakan

program SPSS dengan menggunakan uji statistik cronbach alpha. Adapun

kriteriabahwa instrumen dikatakan reliabel, apabila nilai yang di dapat dalam

proses pengujian dengan uji statisticcronbach alpha > 0, 7. Dan sebalikya jika

cronbach alpha diketemukan angka koefisien < 0,7, maka instrumen tersebut

dikatakan reliabel.

H. Teknik Analisis Data

Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan

dari seluruh variabel responden. Teknik analisis data dalam penelitian

kuantitatif menggunakan statistik. Jadi analis data merupakan salah satu

rangkaian kegiatan penelitian yang amat penting dan menentukan (Purwanto

dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2017). Melalui kegiatan analisis inilah data atau

informasi yang dikumpulkan menjadi lebih bermakna. Penelitian ini

menggunakan analisis regresi sebagai teknik analisisnya. Analisis regresi

digunakan untuk memprediksikan perubahan variabel dependen (variabel Y)

didasarkan atas perubahan variabel independen (variabel X).

Untuk mengetahui ketepatan fungsi regresi dalam memprediksi

variabel dependen dapat dilihat yaitu uji F dan uji t.

1. Uji F

52
Uji statistic F pada dasarnya menunjukkan bahwa variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat. Kriteria pengambilan dari uji F sebagai berikut:

a. Apabila nilai sig dari F hitung kurang dari 0,05 berarti variabel bebas

secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel Y

b. Apabila nilai sig dari F hitung lebih dari 0,05 berarti variabel bebas secara

bersamaan tidak berpengaruh terhadap variabel Y

2. Uji t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa besar pengaruh

satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel

terikat (Y). Kriteria pengambilan dari uji t sebagai berikut:

a. Apabila nilai sig dari t hitung kurang dari 0,05 berarti variabel X

berpengaruh terhadap variabel Y

b. Apabila nilai sig dari t hitung lebih dari 0,05 berarti variabel X tidak

berpengaruh terhadap variabel Y.

JADWAL KEGIATAN

53
Agar penelitian ini lebih terarah dan terjadwal maka dibuatlah jadwal

penelitian yang dapat dilihat seperti berikut ini.

2022 – 2023

No KEGIATAN JUL AGT SEP JAN FEB MAR

1 Persiapan Judul

2 Penyusunan Proposal

3 Seminar Proposal

4 Penelitian

5 Penyusunan Skripsi

6 Seminar Hasil

7 Ujian Tutup

DAFTAR PUSTAKA

54
Anggreni, Y. D., Festiyed, & Asrizal. (2019). Meta-Analisis Pengaruh Model
Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Peserta Didik SMA. Pillar of Physics Education, 12(4), 881–888.
Ayu, I., Wayan, I., & Muderawan, I. W. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia dan Keterampilan
Berfikir Kritis. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha, 3(2).
Dinantika, H. K., Suyanto, E., & Nyeneng, I. D. P. (2019). Pengaruh Penerapan
Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Kreativitas Siswa
Pada Materi Energi Terbarukan. Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences,
11(2), 73–80. https://doi.org/10.30599/jti.v11i2.473
Fanani, M. Z. (2018). Strategi Pengembangan Soal Hots Pada Kurikulum 2013.
Edudeena, 2(1), 57–76. https://doi.org/10.30762/ed.v2i1.582
Fitriani, R., Surahman, E., & Azzahrah, I. (2019). Implementasi Pembelajaran
Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Quagga : Jurnal Pendidikan Dan Biologi, 11(1), 6.
https://doi.org/10.25134/quagga.v11i1.1426
Fitriyani, A., Toto, T., & Erlin, E. (2020). IMPLEMENTASI MODEL PjBL-
STEM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI. Bioed : Jurnal Pendidikan Biologi, 8(2), 1.
https://doi.org/10.25157/jpb.v8i2.4375
Hijrawati, Arsyad, M., & Dara, B. (2019). Jurnal Pendidikan Fisika Universitas
Negeri Makassar Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek. Jurnal
Pendidikan Fisika. http://eprints.unm.ac.id/17730/1/Jurnal Tesis
Hijrawati.pdf%0Ahttp://eprints.unm.ac.id/17730/
Iffah Nisrina. (2021). Penerapan Pembelajaran High Order Thinking Skills
(HOTS) pada Mata Pelajaran SKI Kelas VIII Di MTs Daarul Hikmah
Pamulang. Skripsi Program Sarjana. Jakarta. Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.
Pasca Sarjana: Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 3(March), 6.
Ismawati, I., & Ngazizah, N. (2021). Kaitan Antara Model Pembelajaran Berbasis
Proyek Dengan Kemampuan Collaborative. Seminar Nasional …, 853–860.
http://eproceedings.umpwr.ac.id/index.php/semnaspgsd/article/view/1591
Iswari, A. P., Sunarsih, E. S., & Tamrin, A. G. (2016). Perbandingan hasil belajar
antara model pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran
kooperatif tipe team accelerated instruction (TAI) pada mata pelajaran
mekanika teknik kelas X TGB di SMK negeri 2 surakarta. Journal UNS, 1–9.
Jannatu, N. N., Supartono, & Wardani, S. (2015). Penerapan Pembelajaran

55
Berbasis Proyek Berbantuan E-Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 9(2), 1566–1574.
Jeklin, A., Mulyadi, E., Siswa, L., Di, X. I., Negeri, S. M. K., Sei, P., Ta, T.,
Lestyoningsih, N., Hidayati, L., Dwiantoro, A., Basuki, I., AFRIANSYAH,
Y., Putri Afista Indriya, W. T., Ermawati, A., & Syam, A. N. (2016).
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Di Kelas Viii Mts Madani Alauddin
Paopao. Jurnal Idaarah, Vol. I, No. 1, Juni 2017, 1(1), 3–9.
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/7671/1/Skripsi Andi Nurannisa Syam.pdf
Jumrodah, J., Liliasari, L., Adisendjaja, Y. H., & Sanjaya, Y. (2021). Keterampilan
berpikir kreatif mahasiswa calon guru biologi pada konsep biota laut menuju
pembangunan berkelanjutan melalui pembelajaran berbasis proyek. Edu
Sains Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, 9(1), 98–106.
https://doi.org/10.23971/eds.v9i1.2993
Kiswara, A. B., Murwaningsi, T., & Susantiningrum. (2019). Analisis Penerapan
Pembelajaran Berbasis HOTS Pada Program Keahlian Otomatisasi Tata
Kelola Perkantoran SMK Negeri Surakarta. Jurnal Informasi Dan
Komunikasi Administrasi Perkantoran, 123(4), 46–52.
Muh.Irfan, & N. I. (2022). Pengaruh Model Pembelajaran Project Bsed Learning
(PjBL) Berbasis Etnomatematika Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif
Siswa. Proximal: Jurnal Penelitian Matematika Dan Pendidikan
Matematika, 5, 1–7.
Niswara, R., Muhajir, M., & Untari, M. F. A. (2019). Pengaruh model project
based learning terhadap high order thinking skill. Mimbar PGSD Undiksha,
7(2), 85–90.
Nurdyansyah, & Fahyuni, E. F. (2016). Inovasi Model Pembelajaran. In Nizmania
Learning Center.
Panjaitan, J., Simangunsong, I. T., & Sihombing, H. B. M. (2020). Penerapan
Project Based Learning Berbasis HOTS untuk Menciptakan Media
Pembelajaran yang Inovatif. Jurnal Pendidikan Fisika, 9(2), 78–90.
Pratama, H., & Prastyaningrum, I. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Project
Based Learning Berbantuan Media Pembelajaran Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Penelitian Fisika
Dan Aplikasinya (JPFA), 6(2), 44. https://doi.org/10.26740/jpfa.v6n2.p44-50
Prof. Dr. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Pendidikan. In Bandung:Alfabeta.
Purnomo, Halim dan Ilyas, Y. (2019). Tutorial Pembelajaran.
Purnomo, P. (2016). Penilaian Pembelajaran HOTS (Higher Order Thinking
Skill). 1–23.
Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif

56
(3rd ed.). WIDYA GAMA PRESS STIE WIDYA GAMA LUMAJANG.
Refualu, B., & Suriani, N. W. (2021). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis
Proyek Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP Advent Tondano.
SCIENING : Science Learning Journal, 2(1), 24–29.
https://doi.org/10.53682/slj.v2i1.666
Rusydiana, M., Nuriman, & Wardoyo, A. A. (2021). Pengaruh Model Project
Based Learning Terhadap Higher Order Thinking Skills Pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar. Edustream: Jurnal Pendidikan Dasar, V.
Samsudin, C. M. (2020). Pengaru Model Pembelajaran Problem Based Learning
terhadap Hihg Order Thinking Skills (HOTS) Mata Pelajaran Matematika
pada Murid Kelas V SDN 13 Padanglampe. Konstruksi Pemberitaan Stigma
Anti-China Pada Kasus Covid-19 Di Kompas.Com, 68(1), 1–12.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ndteint.2014.07.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.ndteint.2017.12.003%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.matdes.2017.02.024
Setiawati, W., Asmira, O., Ariyana, Y., & Bestary, R. (2018). Buku Penilaian
Berorientasi Higher Order Thinking Skills: Program Peningkatan
Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi. Direktorat Jenderal Guru Dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, 1, 39.
Suparman, U. (2021). Bagaimana Meningkatkan Kemampuan BERPIKIR
TINGKAT TINGGI (HOTS) PESERTA DIDIK.
Supriadi, G. (2020). Penilaian Berbasis Higher Order Thinking Skill ( Hots ).
Umar, M. A. (2017). Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Metode
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) dalam Materi
Ekologi. BIOnatural, 4(2), 1–12.
https://ejournal.stkipbbm.ac.id/index.php/bio/article/view/194
YaskinulAnwar, Alvin Fadillah, & Syam Muliati. (2021). Pengaruh Model Project
Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X di SMA Negeri 11
Samarinda The Effect of Project-Based Learning Model on the Learning
Outcomes of Students Class X at SMA Negeri 11 Samarinda. Jurnal
Pendidikan, 30(3), 399–408.
Yuliana, L. M., & Widjaja, S. U. M. (2021). Implementasi pembelajaran berbasis
proyek (project-based learning) untuk peningkatan high order thinking skills
siswa sma pada pembelajaran ekonomi. Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan …,
1(12), 1195–1207. https://doi.org/10.17977/um066v1i122021p1195-1207
Yulianto, A., Fatchan, A., Asnita, I., & K. (2017). Pembelajaran Projekct Based
Learning Berbasis Lesson Study untuk Meningkatkan Keaktifan. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 3(2), 448–453.

57

Anda mungkin juga menyukai