Anda di halaman 1dari 8

IMPLIKASI TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISME DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Disusun oleh

Yuliana 211330000775

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA

2022
Pendahuluan

Proses pembelajaran dapat terlaksana secara efektif, efisien dan optimal


jika didukung oleh pengetahuan yang memadai tentang teori-teori pendidikan
yang berlaku secara umum. Dengan demikian, kajian terhadap teori-teori
pendidikan memiliki urgensi yang signifikan, sebagai upaya memperkaya
wawasan kependidikan terutama bagi para guru dan praktisi pendidikan pada
umumnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencari landasan teoritis yang variatif,
cocok dan berdaya guna dalam pelaksanaan pendidikan. Terselenggaranya suatu
pendidikan tentunya tidak terlepas dari sebuah teori yang mendasarinya.

Dalam dunia pendidikan sampai pada saat ini telah menganut berbagai
macam teori pendidikan. Salah satu teori yang melandasi proses pembelajaran
adalah teori kontruktivisme. Pandangan kontruktivisme tentang pembentukan
pengetahuan adalah subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam
interaksi dengan lingkungannya. Von Glaserfeld menyatakan bahwa
kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita merupakan hasil kontruksi kita sendiri (Pannen dkk, 2001).
Menurut teori kontruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh
pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri dengan adanya bantuan
struktur-struktur kognitif. Melalui bantuan struktur-struktur kognitif ini, subjek
menyusun pengertian realitasnya.

Dalam teori ini, struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang beubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekontruksi. Konsep
pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah salah satu proses pembelajaran
yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep
baru, dan pengetahuan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses
pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu
mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan
yang bermakna. Jadi, dalam pandangan kontruktivisme sangat penting sangat
penting peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan
kebebasan dan sikap belajar.
Kontruktivisme seagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu
pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Kontruktivisme menawarkan
paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma
pembelajaran, kontruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran, perlunya pengembangan siswa belajar mandiri dan perlunya
siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Tokoh aliran ini antara lain: Vygotsky, Von Glasersfeld dan Vico. Konsep belajar
kontruktivis didasarkan kepada kerja akademik para ahli psikologi dan peneliti
yang peduli dengan kontruktivisme.

Para ahli kontruktivisme bahwa ketika para siswa mencoba menyelesaikan


tugas-tugas dikelas. Maka pengetahuan dikontruksi secara aktif. Para ahli
kontruktivis yang lain mengatakan bahwa dari presepektivnya kontruktivis,
belajar matematika bukanlah suatu proses “pengepakan” pengetahuan melainkan
mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini di interpretasikan secara luas
termasuk aktivitas dan berfikir konseptual. Paradigma kontruktivisme ini berada
dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu
interaksi simbolik, fenomenalogis dan hermeneutik.

Paradigma kontruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap


paradigma positivis. Menurut paradigma kontruktivisme realitas sosial yang
diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti
yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Namun demikian teori kontruktivisme
bukanlah teori yang sempurna. Hal tersebut ditandai dengan kritik Vygotsky, yang
menyatakan bahwa siswa dalam mengkontruksi suatu konsep perlu
memperhatikan lingkungan sosial. Kontruktivisme ini oleh Vygotsky disebut
kontruktivisme sosial( Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor, 1993).

Pendekatan yang mengacu pada kontruktivisme sosial (filsafat


kontruktivis sosial) disebut pendekatan kontruktivis sosial. Filsafat kontruktivis
sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan
mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan
pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Bagi aliran
kontruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai
fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkontruksi
pengetahuannya sendiri (Herman Hudojo, 1998).

Teori pembelajaran kontruktivisme ini memberikan pengaruh yang kuat


dalam dunia pendidikan. Akibatnya, orientasi pembelajaran dikelas mengalami
pergeseran. Orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke
pembelajaran berpusat pada siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong
yang siap diisi. Dengan sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh
gurunya. Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengetahuan
dari grurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-
satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber
belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman
sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televise, Koran dan internet.

Pembahasan
Pemberdayaan siswa akan berpikir secara mendalam, menginterpretasi
pengetahuan-pengetahuan matematika yang ditemukan oleh pakar. Jadi tidak
hanya sekedar melaksanakan metode-metode yang ditemukan pakar matematika.
Pada tahapan implementasi pembelajaran matematika kontruktivisme diperlukan
juga pemahaman terhadap dimensi-dimensi pembelajaran matematika. Terkait
perihal tersebut terdapat pendapat mengenai aspek-aspek dalam pembelajaran
matematika menurut Hanbury (1996): (1) pengintegrasian ide-ide yang dimiliki
siswa untuk mengkontruksi pengetahuan-pengetahuan matematika, (2) diharapkan
siswa benar-benar mengerti sehingga matematika menjadi lebih bermakna, (3)
strategi belajar sisiwa, (4) kesempatan siswa dapat membahas maupun sama-sama
bertukar pengetahuan bersama rekan-rekannya.

Bersandar aspek-aspek diatas, untuk penerapan kontruktivisme didalam


pembelajaran matematika diawali dari pendidikan-pendidikan landasan terlebih
dahulu. Sehingga implementasinya terarah dan tersistematik runtut berjenjang.
Terdapat pendapat terkait karakteristik-karakteristiknya seperti yang dikemukakan
oleh Driver beserta Bell dan Musla(2015): (1) siswa sebagai subjek tujuan
pembelajaran sehingga bukan sesuatu yang dipasifkan, (2) seoptimal mungkin
didalam prosesnya melibatkan siswa untuk aktif, (3) pengaturan situasi atau
pengkondisian kelas, (4) berdasar pada kurikulum sebagai suatu acuan bagi arah
pembelajaran.

Herman Hudojo dalam Yanti (2019) berpendapat bahwa akan lebih mudah
dipelajari apabila belajar itu berdasarkan pada apa yang sudah diketahui oleh
orang lain. Maka dari iru untuk belajar matematika, pengalaman-pengalaman
belajar dari seseorang yang sudah mengetahui akan mempengaruhi proses
pembelajaran matematika. Sebuah pengalaman ketika Shadiq (2008) mengajar di
suatu SMA, kepada salah satu siswa iamenanyakan mengapa bisa mengatakan
kalau (a + b)2 = a2 + b2. Lalu siswa menjawab karena 2(a+b) = 2a+2b. Saat
ditanyakan darimana sehingga siswa bisa menjawab seperti itu apakah menurut
penjelasan guru ketika SMP, siswa menanggapi kalau jawaban tersebut
berdasarkan pendapatnya sendiri. Alasan yang mungkin akan sama jawabannya
ketika ia melontarkan pertanyaan kembali ke salah satu siswa mengapa bisa
mengatakan kalau sin (a+b) = sin a + sin b. Dari perihal tersebut menunjukkan
bahwasannya siswa sudah turut serta berperan berpikir secara mendalam. Dan
kognisi mereka telah mampu merencanakan pengetahuan-pengetahuan yang ada.
Berarti sudah jelas bahwasannya siswalahyang membangun sendiri pengetahuan-
pengetahuan matematikanya dalam benak atau dalam struktur kognitif mereka.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat ditarik poin intinya agar siswa lebiih
mengerti dan paham, proses pembelajaran hendaknya diawali dengan ilustrasi
pengetahuan-pengetahuan yang telah ada sehingga membantu siswa membangun
kerangka kognitif mereka. Disitulah peranan krusial guru yakni sebagai fasilitator
pembelajaran sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi terbantu dan
lebih mudah menyususn kerangka kognitifnya untuk mengkontruksi pengetahuan-
pengetahuan matematika baru. Pengimplementasian pembelajaran diatas
menunjukkan bahwasannya dalam suatu pembelajaran sebaiknya diawali
pengajuan suatu masalah terlebih dahulu sehingga dari masalah yang diajukan
tersebut akan merangsang munculnya ide-ide matematika, kemudian dilanjutkan
diskusi pemecahan masalah yang ada sehingga pada akhirnya siswa akan
menemukan sendiri (guided reinvention) pengetahuan-pengetahuan
matematikannya.
Simpulan

Konsep pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah salah satu


proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif
membangun konsep baru, dan pengetahuan pengetahuan baru berdasarkan data.
Teori pembelajaran kontruktivisme ini memberikan pengaruh yang kuat dalam
dunia pendidikan. Akibatnya, orientasi pembelajaran dikelas mengalami
pergeseran. Pengimplementasian pembelajaran diatas menunjukkan bahwasannya
dalam suatu pembelajaran sebaiknya diawali pengajuan suatu masalah terlebih
dahulu sehingga dari masalah yang diajukan tersebut akan merangsang munculnya
ide-ide matematika, kemudian dilanjutkan diskusi pemecahan masalah yang ada
sehingga pada akhirnya siswa akan menemukan sendiri (guided reinvention)
pengetahuan-pengetahuan matematikannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ernest. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer
Press Hanbury (1996).

Hendrayanto, Dhani Nur. “IMPLIKASI PERSPEKTIF FILSAFAT


KONTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA.”

Hudojo. (1998). Pembelajaran Matematika menurut Pandangan Kontruktivisme.


(Makalah disajikan dakam seminar Nasional Pendidikan Matematika PPS
IKIP Malang). Malang.

Pannen, dkk. (2001). Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas

Umbara, Uba. “Implikasi teori belajar kontruktivisme dalam pembelajaran


matematika.” JUMLAHKU: Jurnal Matematika Ilmiah STKIP
Muhammadiyah Kuningan 3.1 (2017): 31-38.

Anda mungkin juga menyukai