Anda di halaman 1dari 9

NAMA : MINARSIH

NIM : A1C319078

KELAS : REGULER C 2019

TUGAS PENDAHULUAN FISIKA ZAT PADAT

1. Metode Sol Gel

Proses sol-gel diawali pada pertengahan abad ke-19 oleh ahli kimia Prancis yang
bernama Jacques Joseph Ebelman (1814- 1852) dan ahli kimia Skotlandia yang bernama
Thomas Graham (1805-1869). Mereka mengamati pembuatan zat monolitik seperti glass
(glasslike) melalui proses hidrolisis dan kondensasi tetraethylorthosilicate atau
tetraethoxysilane (TEOS) selama beberapa bulan (Ebelman, 1846; Graham, 1864). Graham
adalah orang yang pertama menggunakan istilah koloid, sol, dan gel. Graham mengemukakan
bahwa ukuran koloid adalah sekitar 1 sampai 100 nm berdasarkan pada difusi lambat dan
sedimentasinya. Teknik sol-gel dapat digunakan untuk pembuatan material bubuk atau
powder, lapisan tipis (film) atau casting monolitik. Dua pendekatan yang digunakan dalam
pembuatan monolitik sol gel adalah pembentukan gel dari bubuk koloid dan hidrolisis atau
polimerisasi prekursor alkoksida. Jika pelarut dan air dihilangkan sebagai sebuah gas
menggunakan temperatur agak tinggi, struktur yang dihasilkan yaitu aerogel. Jika pelarut dan
air dihilangkan pada temperatur kamar atau mendekati temperatur kamar dengan penguapan
sederhana, menghasilkan padatan xerogel.

Kimia sol gel adalah proses atau langkah polimer anorganik atau keramik dari larutan
melalui transformasi dari prekursor cairan ke suatu sol dan akhirnya menjadi suatu struktur
jaringan yang disebut “gel”. Definisi umum sol berdasarkan IUPAC (International Union of
Pure and Applied Chemistry) yaitu adalah “Sistem fluida koloid dari dua komponen atau
lebih, misalnya sol protein, sol emas, emulsi, larutan surfaktan diatas konsentrasi superkritis”.
4 Definisi sol dari Ensiklopedia Britannica yaitu adalah "Sol dalam Kimia Fisika adalah suatu
koloid (partikel-partikel sangat halus yang terdispersi dalam medium kontinyu) dimana
partikelnya padat dan media dispersi adalah fluida". Ini berarti bahwa definisi sol ke sistem
biner sebuah fluida dan terdispersi partikel-partikel “padat” dari dimensi yang lebih rendah
dari 1 pm. Partikel dalam sol tidak perlu juga memiliki simetri tertentu, bentuk dan dimensi
dalam tiga sumbu tidak didefinisikan dengan tepat di samping batasannya berada dalam 1 nm
dan 1 μm.

Teknologi kimia koloid yang terapan, yang menawarkan kemungkinan untuk


menghasilkan berbagai bahan dengan sifat baru dan standar dalam proses yang sederhana dan
pada biaya proses yang relatif rendah. Sol adalah nama larutan koloid yang terbuat dari
partikel padat berdiameter beberapa ratus nm, tersuspensi dalam fase cair. Gel dapat dianggap
sebagai makromolekul padat yang direndam dalam pelarut dan gel dapat dianggap sebagai
makromolekul padat yang tenggelam dalam. suatu solven. Proses sol-gel terdiri dalam
transformasi kimia suatu cairan (sol) ke dalam keadaan gel dengan perlakuan selanjutnya dan
transisi ke dalam material padat oksida. Manfaat utama proses sol-gel adalah kemurnian yang
tinggi dan struktur nano dapat dicapai pada suhu rendah.

Proses sol-gel merupakan teknik sintesis yang sangat menarik untuk larutan pada
temperatur rendah untuk pembuatan padatan non-kristalin (kaca dan material seperti kaca)
dan kristal keramik. Proses sol-gel melibatkan dua tahap yang dilibatkan, yaitu pembentukan
sol dan gel. Sol adalah suspensi koloid partikel padat dalam fasa cair melalui reaksi hidrolisis
dan polimerisasi dari prekursor tertentu. Dengan kata lain, sol merupakan dispersi stabil dari
partikel koloid atau polimer dalam sebuah pelarut. Partikel bisa dalam bentuk amorf atau
kristalin. Partikel sol secara umum dapat berinteraksi dengan gaya van der Waals atau ikatan
hidrogen. Aerosol adalah partikel dalam fasa gas, sedangkan sol adalah partikel dalam fasa
cair.

Gel adalah zat yang memiliki pori yang semi-rigid yang terdiri atas jaringan kontiniu
dalam tiga dimensi. Gel dapat terbentuk dari rantai polimer. Interaksinya adalah memiliki
sifat kovalen dan tidak dapat balik (irreversible). Kristalinitas produk akhir didapat setelah
menghilangkan pelarut atau residual lainnya dari porinya melalui proses pengeringan (drying)
dan annealing (kalsinasi). Hal itu tergantung pada kondisi eksperimen yang digunakan.
Proses solgel digunakan sebagai template untuk mendapatkan morfologi permukaan dalam
skala mikro dan skala nano. Metode sol-gel adalah suatu proses yang digunakan untuk
pembuatan material anorganik melalui suatu reaksi kimia dalam suatu larutan pada suhu
relatif rendah. Metode sol-gel pertama kali digunakan sebagai teknik pembentukan keramik
dan kaca dengan kualitas yang tinggi. Judeinsten Sanches memberikan definisi proses sol-gel
suatu teknik yang digunakan untuk penyebaran bahan anorganik dalam suatu larutan melalui
pertumbuhan logam oksopolimer.
Proses sol-gel merupakan proses yang memiliki banyak tahap yang melibatkan proses
fisika dan proses kimia yang terdiri atas hidrolisis, polimerisasi, pembentukan gel,
kondensasi, pengeringan, dan densifikasi. Proses itu diawali dengan mencampurkan logam
atau garam dalam air atau pelarut yang cocok, misalnya alkohol pada temperatur kamar atau
temperatur rendah. Pada proses sol gel, kontrol pH sangat penting untuk mendapatkan
endapan yang akan menghasilkan gel yang homogen dengan menambahkan aditif baik
larutan asam atau basa. Senyawa organik dengan gugus fungsional hidrofilik (hidroksida atau
karboksilat) dalam molekul kecil, seperti asam sitrat, asam suksinat, asam oksalat, asam
tartarat, asam akrilat dan polimer polyacrylic acid (PPA) dan polyvynil pyrrolidine (PVP)
dapat digunakan dengan sumber ion logam untuk mendapatkan sol yang memiliki ukuran
partikel produk yang seragam. Intermediet gel selanjutnya dipanaskan pada suhu 150-300°C
untuk menghilangkan komponen organik volatil, kelebihan air, dan lain sebagainya sehingga
menghasilkan powder. Fasa nanokristal tungga dari oksida logam didapatkan setelah proses
kalsinasi pada suhu 400-800°C bergantung pada sifat prekursor yang digunakan.

Prinsip dasar sol-gel adalah pembentukan larutan prekursor dari senyawa yang
diharapkan dengan menggunakan pelarut organik, terjadinya polimerisasi larutan,
terbentuknya, dan dibutuhkan proses pengeringan dan kalsinasi gel untuk menghilangkan
senyawa organik serta membentuk material anorganik berupa oksida. Metode tersebut banyak
diaplikasikan dalam bidang pembuatan komposit, keramik, polimer, lensa kontak, dan serat
(fiber). Metode itu mampu menghasilkan bahan yang halus, seragam (uniform), homogen
serta kemurniannya tinggi. Proses sol-gel memiliki dua metode, yakni metode alkoksida dan
metode koloid. Metode alkoksida merupakan proses sol-gel yang menggunakan logam
alkoksida sebagai prekursor, sedangkan metode koloid adalah teknik sol-gel menggunakan
prekursor selain logam alkoksida, misalnya nitrat, karboksilat, asetil asetonat, dan klorida.
Pembuatan kaca konvensional melibatkan pelelehan prekursor pada temperatur tinggi,
dilanjutkan dengan pendinginan teratur dan vitrifikasi material kaca monolitik. Teknik ini
tetap bertahan untuk zat anorganik pada setiap kondisi tanpa terjadinya dekomposisi termal
(logam atau oksida logam).

Proses oxoliation terjadi melalui intermediet hidroksil dan dilanjutkan dengan


eliminasi air. Proses itu dapat terjadi pada rentangan pH yang besar, dimana olation sangat
terbatas dalam kondisi asam. Oxoliation terdiri atas dua proses laju kinetika lebih rendah dan
difusinya tidak pernah terbatas. Walaupun logam memiliki efek penentu terhadap laju
kondensasi, dengan adanya counterion juga akan memberikan pengaruh pada morfologi dan
stabilitas sol yang dihasilkan. Counterion seperti halida sering kali dapat membentuk
jembatan dengan dirinya sendiri dan mampu berkoordinasi dengan pusat logam. Kemampuan
anion untuk membentuk kompleks dengan pusat logam karena anion dapat menyumbangkan
elektron (donor elektron) untuk berikatan dengan logam. Kestabilan didapatkan jika
elektronegativitas anion lebih rendah daripada air, ikatan M-X lebih stabil daripada disosiasi.
Jika anion lebih elektronegatif daripada air maka ikatan M-X terpolarisasi menghasilkan
spesies muatan positif masih ditarik ke kompleks. Reaksi sol-gel dapat terjadi menggunakan
logam alkoksida, kation logam solvasi atau prekursor organologam. Dalam sistem campuran
logam, terdapat perbedaan ligan pada logam. Ligan yang memiliki elektronegativitas yang
rendah terlebih dahulu dihilangkan selama hidrolisis. Laju hidrolisis dapat dikontrol dengan
melarutkan dengan alkohol. Laju reaksi dikontrol dengan rasio alkohol dan air. Reaksi dapat
dikatalisis dengan menggunakan asam atau basa. Alkoksida merupakan prekursor atau
material awal yang digunakan karena memiliki sifat yang 15 stabil dan mudah terhidrolisis.

Ada tujuh tahap dalam pembuatan material sol-gel, yaitu (1) mixing, (2) casting, (3)
gelating, (4) aging, (5) drying, (6) dehydration (stabilization), dan (7) densification.

1. Mixing. Mixing merupakan kunci utama untuk menghasilkan butiran yang memiliki
ukuran dan komposisi yang seragam dalam koloid sol. Powder atau bubuk koloid distabilkan
untuk mencegah terjadinya endapan atau prekursor alkoksida digunakan pada tahap awal.
Jika alkoksida digunakan selama pencampuran (mixing), akan terhidrolisis menghasilkan
silika terhidrat. Hidrasi silika terhidrat digabungkan dengan kondensasi menghasilkan sol
silika. Nukelasi yang teratur diikuti dengan pertumbuhan yang lambat dari koloid yang
memiliki ukuran sama. Selama proses hidrolisis terdapat banyak spesies yang dihasilkan dari
polimerisasi alkoksida. Laju hidrolisis dipengaruhi oleh temperatur yang digunakan, sifat dan
konsentrasi asam-basa yang digunakan dalam hidrolisis, pelarut serta jenis prekursor yang
digunakan.

2. Casting. Pada tahap ini larutan yang memiliki viskositas rendah dengan mudah dapat
tercetak membentuk monolit. Selama proses casting diperlukan kehati-hatian untuk
mencegah gel mengalami kerusakan.

3. Gelating. Sol akan bereaksi dan menghasilkan gelation. Pada titik tersebut sol akan
mendukung tegangan yang tidak terlalu lama dan sol akan berubah menjadi sebuah gel.
waktu pembentukan gel dipengaruhi oleh konsentrasi prekursor atau ukuran dari sol dan
struktur alkohol yang digunakan. Alkohol dengan rantai panjang atau bercabang
mengakibatkan lamanya pembentukan gel. Hal itu menyebabkan sulitnya alkohol untuk
keluar dari pori. Selama pembentukan gel viskositas meningkat secara signifikan sehingga sol
dapat berubah menjadi gel.

4. Aging. Aging dari gel disebut juga dengan syneresis. Syneresis merupakan proses
pemisahan cairan dari gel melalui solidifikasi. Air dan pelarut dari kondensasi dikeluarkan
dari pori dengan adanya sol yang terinterkoneksi. Aging menentukan ukuran pori rata-rata
dan densitas monolith yang dihasilkan. Kontraksi volume pori dihasilkan dari kemampuan
mereduksi interface padat-cair dan reduksi potensial permukaan. Pada temperatur elevasi,
reaksi kondensasi menjadi lebih cepat menghasilkan struktur gel.

5. Drying. Mengeringkan gel (drying) adalah proses untuk menguapkan pelarut dan air dari
strukturnya. Pada saat ini harus hati-hati karena sering terbentuknya retakan yang disebabkan
oleh tingginya tegangan. Beberapa teknik dikembangkan untuk mencegah retaknya struktur
gel termasuk pengeringan superkritik. Pada pengeringan superkritik, tekanan pada sistem
ditingkatkan untuk menghasilkan titik superkritik pelarut.

6. Dehidration (stabilization). Tegangan pada monolith dapat berkurang dengan cara pelarut
yang ada dikeluarkan dalam keadaan gas yang lebih banyak daripada cairan sehingga
didapatkan monolith kering yang bersifat sangat reaktif karena masih adanya ikatan silanol
pada pori. Ikatan silanol pada permukaan pori itu harus distabilisasi melalui perlakuan termal
yang mengubah menjadi silika.

7. Densification. Densifikasi merupakan langkah terakhir untuk mengahasilkan material


dimana densitas materialnya harus lebih tinggi. Struktur monolith dipanaskan atau dikalsinasi
pada suhu 1000–1700°C untuk menghasilkan struktur padatan glass.

Ada delapan kelebihan metode sol-gel. Kedelapan kelebihan itu seperti berikut:

1. Homogenitas produknya tinggi karena reagen-reagen dicampur pada tingkat molekular.


2. Produk yang dihasilkan kemurniannya tinggi, hal ini disebabkan prekursor alkoksida
organologam dapat dimurnikan melalui proses distilasi atau rekristalisasi.
3. Suhu yang digunakan relatif rendah.
4. Kehilangan bahan akibat penguapan dapat diperkecil.
5. Porositasnya rendah atau tinggi dengan cara memanaskan pada temperatur tertentu.
6. Mampu menghasilkan material glass dalam bentuk nonamorphous dengan cara
pendinginan dari fasa cair.
7. Mampu menghasilkan keramik dengan kristalinitas yang bagus jika dibandingkan dengan
metode konvensional.
8. Mampu menghasilkan material novel.

Selain kelebihan tersebut, metode sol-gel juga mempunyai kelemahan. Kelemahan


yang dimaksud seperti berikut ini.

1. Membutuhkan prekursor yang relatif mahal.


2. Waktu pemprosesan relatif lama.
3. Terbentuknya sisa hidroksil dan karbon.
4. Terjadi penyusutan yang besar dalam pemprosesan.
5. Menggunakan pelarut organik yang bersifat toksik.
6. Sukar untuk mendapatkan produk yang bebas dari keretakan pada waktu pengeringan

Tahap-Tahap Proses Sol Gel diantaranya:

Step 1: Pembentukan larutan stabil yang berbeda dari prekursor logam terlarut alkoksida
(sol). Alkoxidilane logam yang paling banyak digunakan adalah alkoksisilan, seperti
tetramethoxysilanea lkoxysilanes, seperti tetramethoxysilane (TMOS) dan tetraethoxysilane
(TEOS). alkoksidase lainnya seperti aluminat, titanat, dan borat yang juga umum digunakan
dalam borat sol-gel juga biasa digunakan dalam proses sol-gel, sering dicampur dengan
TEOS.

Step 2: Gelasi yang dihasilkan dari pembentukan jaringan oksida atau alkohol (gel) oleh
poliondenisasi poliesterifikasi reaksi yang menghasilkan peningkatan dramatis pada hasil
viscousity menghasilkan peningkatan viskositas larutan secara dramatis

Step 3: Penuaan gel (Syneresis), di mana reaksi polikondensasi berlanjut sampai gel berubah
menjadi massa padat, disertai kontraksi jaringan gel dan penlarutan dari pori-pori gel. -
Pemeliharaan Ostwald (juga disebut sebagai kasar, adalah fenomena - Pematangan Ostwald
(juga disebut sebagai kasar, adalah fenomena dimana partikel yang lebih kecil dikonsumsi
oleh partikel yang lebih besar selama proses pertumbuhan) dan transformasi fasa dapat terjadi
bersamaan dengan sinergi. Proses penuaan gel dapat melebihi 7 bersamaan dengan syneresis
Proses penuaan gel dapat melebihi 7 hari dan sangat penting untuk pencegahan retak pada gel
yang telah dilemparkan.
Step 4: Pengeringan gel, bila air dan bahan mudah menguap maka cairan dikeluarkan dari
jaringan gel. Proses ini rumit karena perubahan mendasar pada struktur gel. Jika diisolasi
dengan penguapan termal, monolit yang dihasilkan disebut struktur berpori mikro xerogel.a
monolit. Jika pelarut (seperti air) diekstraksi di bawah kondisi super kritis atau mendekati
kondisi super kritis, produk ini merupakan airgel. Kondisi super kritis berpori makro,
produknya merupakan airgel. Struktur kepadatan rendah berpori makro.

Step 5: Dehidrasi, dimana gugus M-OH surfacebound dilepaskan, di sana oleh kelompok M-
OH terikat dikeluarkan, di sana dengan menstabilkan gel terhadap rehidrasi. Hal ini biasanya
dicapai dengan mengkalsinasi monolit yang biasanya dicapai dengan mengkalsinasi monolit
pada suhu sampai 800°C.

Step 6: Densification dan decomposition gel pada suhu tinggi (T>800°C). Pori-pori jaringan
gel runtuh, dan sisa spesies organik diuapkan. Spesies organik yang tersisa diuapkan.
Langkah khas yang terlibat dalam proses sol-gel ditunjukkan dalam diagram skematik di
bawah ini. ditunjukkan dalam diagram skematik di bawah ini. Sol terbuat dari partikel padat
dengan diameter beberapa ratus nm yang tersuspensi dalam fase cair. Kemudian partikel
mengembun dalam fase baru (gel) di mana makromolekul padat direndam dalam fase cair
(pelarut) yang makromolekul padat direndam dalam fase cair (pelarut).
2. Metode Chemical Bath Deposition

Chemical Bath Deposition ( CSD ), adalah metode untuk menyimpan film tipis dan
bahan nano , pertama kali dijelaskan pada tahun 1869. Ini dapat digunakan untuk pemrosesan
batch area besar atau deposisi berkelanjutan. Pada tahun 1933 Bruckman mendepositkan
lapisan tipis timbal(II) sulfida (PbS) dengan metode chemical bath deposition, atau metode
pertumbuhan larutan. Teknik ini banyak digunakan untuk menyimpan lapisan penyangga
dalam sel fotovoltaik film tipis. Chemical Bath Deposition merupakan salah satu jenis
metode deposisi yang lazim digunakan dan banyak di pakai untuk mendapatkan kaca
konduktif. Selain itu metode CBD merupakan metode dengan cara mencelupkan substrat
kaca pada larutan deposisi pada suhu rendah (25-900C). CBD didasarkan pada informasi fase
padat dari larutan cair.

Mekanisme Chemical Bath Deposition melibatkan dua langkah, nukleasi dan


pertumbuhan partikel, dan didasarkan pada pembentukan fase padat dari larutan. Dalam
prosedur deposisi rendaman kimia, substrat direndam dalam larutan yang mengandung
prekursor. Metode ini tergantung pada parameter seperti suhu mandi, pH larutan, molaritas
konsentrasi, dan waktu. Chemical Bath Deposition tidak menyebabkan kerusakan fisik pada
substrat melibatkan dua langkah, nukleasi dan pertumbuhan partikel, dan didasarkan pada
pembentukan fase padat dari larutan. Dalam prosedur deposisi rendaman kimia, substrat
direndam dalam larutan yang mengandung prekursor. Metode ini tergantung pada parameter
seperti suhu mandi, pH larutan, molaritas konsentrasi, dan waktu. Deposisi mandi kimia tidak
menyebabkan kerusakan fisik pada substrat.

Metode ini meliputi spin coating , pyrolisis dan anneling . Spin coating dilakukan
dengan cara deposisi bahan larutan kimia di atas substrat. Kemudian diputar dengan
kecepatan tertentu. Kecepatan putar pada spin coating berpengaruh terhadap kualitas kristal
dari bahan. Peningkatan kecepatan putar (rpm) pada spin coating pada umumnya
mengakibatkan degradasi pada pembentukan lapisan tipis.

Tahap-tahap Chemical Bath Deposition

Step 1. Pelapisan Prosses Spin. Pembuatan lapisan terdiri dari dua metode yaitu spin coating
dan dip coating . Namun spin coating lebih sering digunakan dibandingkan dengan dip
coating. Proses dari spin coating secara efektif dibagi menjadi tiga tahap yaitu : deposisi dan
spin up, spin off dan pengeringan film ( film drying ). Langkah pertama yaitu meneteskan
substrat dengan larutan pelapis kemudian substrat tersebut diputar dengan kecepatan tinggi
(3000 rpm). Putaran substrat menghasilkan gaya sentrifugal yang mengakibatkan solusi
bergerak keluar sehingga substrat menempel pada pembentuk substrat lapisa. Ketika
kecepatan substrat secara konstan dicirikan dengan penipisan pada lapisan secara perlahan
sehingga mendapatkan lapisan yang homogen. Ketebalan sifat tergantung pada sifat
cairan(viskositas, kecepatan pengeringan dan molaritas). Serta parameter-parameter yang
dipilih pada proses spin coating seperti kecepatan putar dan tingkat kevakuman.

Step 2. Proses pyrolisis dan anneling. Ketika substrat telah dideposisikan dengan
menggunakan spin coating maka larutan tersebut akan mengalami proses pirolisis. Dengan
memanaskan sampel pada suhu dimana zat-zat tujuan yang terkandung dalam sampel akan
menguap serta pengkristalisasian awal ke fase pervoskite. Setelah dilakukan pyrolisis, sample
akan dimasukan ke dalam alat furnace untuk dilakukan proses anneling .

Step 3. Proses Anneling. Sampel akan ditambahkan pada suhu di atas kristalisaisnya,
kemudian ditahan suhunya dengan waktu tertentu kemudian secara perlahan. anneling
biasanya memiliki fungsi untuk membuat sifat material menjadi lentur, menghilangkan
tegangan internal dan memperbaiki struktur material.

Faktor yang mempngaruhi metode chemical bath deposition

1. Efek agen pengompleks


2. Efek pH Chemical Bath Deposition
3. Efek suhu
4. Pengaruh waktu pengendapan
5. Pengaruh konsentrasi sumber kation dan anion
6. Efek dari jenis sumber prekursor
7. Penuaan larutan stok
8. Sifat substrat dan pemisahannya

Kelebihan:

1. Fleksibilitas luar biasa dalam pemilihan substrat


2. Mengurangi biaya produksi secara signifikan
3. Pemrosesan suhu rendah dan kemungkinan untuk deposisi skala besar
4. Prosedur yang aman dengan bahaya lingkungan yang lebih sedikit
5. Reproduktifitasnya tinggi
6. Pemborosan dapat diminimalkan

Kelemahan:

Pemborosan solusi setelah setiap deposisi.

Anda mungkin juga menyukai