Anda di halaman 1dari 10

Prosiding

Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018


Malang, 03 November 2018

Karakteristik Nature of Science (NOS) dan Penerapan Teknologi Mobile


dalam Pembelajaran Kimia

Yusran Khery1, Bq. Asma Nufida2, Suryati3, Sri Rahayu4, Endang Budiasih5
1,2,3
IKIP Mataram, Jalan Pemuda 59 A, Mataram, Indonesia
4,5
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145
Email: yusrankhery@ikipmataram.ac.id

Abstrak: Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat penerapan


pembelajaran berorientasi NOS, karakteristik NOS dalam bahan ajar, dan tingkat
pemafaatan teknologi mobile dalam pembelajaran di program studi pendidikan
Kimia IKIP Mataram. Dalam bentuk penelitian deskriptif, data dikumpulkan
menggunakan angket dan lembar observasi. Responden dari kegiatan penelitian ini
terdiri dari 54 orang mahassiwa dan 12 orang dosen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat penerapan pembelajaran berorienatasi NOS dalam perkuliahan
matakuliah-matakuliah penguasaan materi kimia sebesar 56,68 % dengan kategori
cukup baik. Karakteristik NOS dalam Bahan Ajar yang disusun oleh dosen-dosen
mata kuliah penguasaan materi kimia sebesar 63,39 % dengan kategori baik. Tingkat
pemanfaatan teknologi mobile di dalam pembelajaran oleh dosen cukup baik yakni
mencapai 55,56 %.

Kata kunci:Nature of Science, Penerapan Teknologi Mobile, Pembelajaran Kimia

Abstract: This study has been carried out to describe NOS-oriented on chemistry
course, NOS characteristic in teaching materials, and utilization of mobile
technology in learning in Chemistry Education Program in IKIP Mataram. In the
form of descriptive research, data was collected by questionnaires and observation
sheet. Research respondent consisted of 54 students and 12 lecturers. The results of
the study show that the NOS-oriented on chemistry course were 56,68 % with quite
good categories. NOS characteristic on lecture teaching materials were 63,39 % with
good cathegory. Utilization of mobile technology in learning is quite good that is
equal to 55,56 %.

Key words: Nature of Science, Utilization of Mobile Technology, Chemistry


Learning

Terdapat beberapa alasan mengapa orang-orang menggunakan teknologi informasi.


Seseorang percaya bahwa dengan menggunakan teknologi system informasi bisa
membantunya memperoleh manfaat dan kinerja lebih dalam pekerjaan. Teknologi mobile
membantu seseorang dapat mengakses informasi secara cepat, di manapun dan kapanpun,
dan memilih perangkat apapun yang dikehendaki. Seseorang dapat dengan mudah bergabung
secara individual dengan teknologi atau system informasi dan berinovasi. Hal ini berpengaruh
kuat pada siswa-siswa muda untuk menggunakan perangkat mobile untuk tujuan akademis
(Cabanban, 2013).
Hasil penelitian Hanafi dan Samsudin (2012) menunjukkan bahwa siswa sangat
menyukai interaktivitas, aksesibilitas, dan kenyamanan pembelajaran mobile. Sistem
pembelajaran mobile dapat diterapkan dengan mudah dan murah sebagai pelengkap dalam
proses pembelajaran. Dalam menerapkan pembelajaran mobile faktor motivasi sangat perlu
dipertimbangkan seperti interaktif dan menarik. Namun, tujuan utama lingkungan
pembelajaran mobile haruslah untuk pendidikan bukan untuk hiburan (Calimag dkk, 2014).

88 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

Buckner & Kim (2013) telah mempelajari integrasi teknologi dan pedagogi dalam
pelaksanaan proyek-proyek ICT di negara-negara berkembang. Riset ini merancang sebuah
inovasi pendidikan yang memanfaatkan teknologi mobile dalam pembelajaran. Rekomendasi
yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah secara alami manusia mengajukan pertanyaan
tentang dunia nyata, melakukan hal itu adalah sebuah jalan penting untuk belajar. Perlu
adanya transisi dari mendikte informasi menuju pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
belajar dan menyelesaikan masalah. Teknologi pembelajaran mobile dapat memberdayakan
siswa belajar sescara mandiri dan aktif merencanakan belajar mereka sendiri.
Menurut Alden (2013) terdapat 10 hal penting yang perlu hadir dalam pembelajaran
mobile di universitas yakni (1) Pengguna dapat menerima pemberitahuan dan pengingat
tentang tugas dan janji tentang kelas yang diikuti; (2) Pengguna dapat berkomunikasi secara
individu dengan dosen, penasihat, atau siswa lain menggunakan suara, email, atau pesan teks;
(3) Pengguna dapat melakukan posting atau balas ke item dalam polling, papan diskusi, atau
aplikasi lain; (4) Pengguna dapat mencari dan mengakses informasi berbasis web yang terkait
saja; (5) Mengunduh dan meninjau materi pelajaran dari kelas yang diikuti; (6) Pengguna
dapat berinteraksi langsung dan meninjau informasi administratif tentang kelas yang sedang
atau akan diambil; (7) Pengguna dapat mencari atau meninjau materi di perpustakaan
universitas; (8) Pengguna dapat mengunggah item yang mereka rekam dengan perangkat
seluler pribadinya; (9) Interaktif selama sesi pembelajaran langsung; dan (10) Pengguna
dapat mendaftar atau mengundurkan diri dari kelas yang diikuti.
Pengembangan teknologi pembelajaran mobile ini harus seiring dengan
perkembangan kurikulum pembelajaran sains di dunia. Trend dalam kebijakan pendidikan
sains menekankan pentingnya literasi sains sebagai luaran yang dapat di transfer dalam
pendidikan sains (Fives et al, 2014). Membangun literasi sains berati fokus pada membangun
pengetahuan siswa untuk menggunakan konsep sains secara bermakna, berpikir kritis dan
membuat keputusan-keputusan yang seimbang terhadap permasalahan-permasalahan yang
relevan dengan kehidupan siswa. Akan tetapi sering dijumpai praktek pembelajaran sains
masih mengabaikan dimensi sosial pendidikan dan dorongan pengembangan keterampilan
berpartisipasi aktif di masyarakat (Hofstein, Eilks, & Bybee, 2011).
Literasi sains semakin diperlukan dewasa ini agar kita dapat hidup di tengah-tengah
masyarakat modern. Untuk semua alasan-alasan ini, literasi sains dianggap sebagai kunci
kompetensi (Rychen & Salganik, 2003). Kerangka kerja penilaian literasi sains mencakup
aspek konteks, kompetensi, pengetahuan, dan sikap (Wiliam, 2010). Literasi sains mencakup
tiga kompetensi yakni menjelaskan fenomena sains, evaluasi dan merancang inkuiri ilmiah,
interpretasi data dan bukti-bukti sains (PISA, 2015, Shwartz, et al., 2006b, Tsaparlis,
2000).Menurut Toharudin, Hendrawati & Rustaman (2011) kemampuan rata-rata peserta
didik Indonesia baru sampai pada kemampuan mengenali fakta dasar, tetapi belum mampu
mengkomunikasikan dan mengaitkan kemampuan tersebut dengan topik-topik sains. Siswa
mengalami kesulitan dalam mendapatkan makna dan menggunakan sains untuk memecahkan
berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Rahayu (2016), pencapaian literasi sains siswa dapat diupayakan melalui
pengajaran sains di kelas yang menitikberatkan pada kemampuan epistimologi sains/hakikat
sains (NatureofScience) atau pemahaman tentang ciri khas sains sebagai bentuk pengetahuan

89 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

dan inkuiri manusia. Subjek/materi dalam pembelajaran sains yang disampaikan dengan tepat
dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan dari pelatihan literasi sains seseorang.
Pembelajaran kimia berkontribusi sebagai literasi kimia secara khusus, dan literasi sains
secara umum (Shwartz, Ben-zvi, Hofstein, 2006). Tujuan utama mengintegrasikan Nature of
Science (NOS) ke dalam kurikulum sains adalah untuk membantu mendidik siswa menjadi
warga negara yang memiliki literasi sains sehingga dapat memecahkan permasalahan-
permasalahan sains dan teknologi yang kompleks dalam kehidupan modern dan budaya
demokratis. Penetapan NOS sebagai komponen utama dalam literasi sains yang merupakan
tujuan belajar yang penting dalam setiap kurikulum sains (Hudson, 2014). Maka dari itu,
pengembangan teknologi pembelajaran mobile sebaiknya berorientasi Nature of Science.
Nature of Science (NOS) mengacu pada epistimologi ilmu pengetahuan, ilmu sebagai
cara untuk mengetahui, atau nilai-nilai dan keyakinan yang melekat pada pengembangan
sains/pengetahuan ilmiah (Lederman, 2013). Pemahaman tentang NOS tersebut merupakan
karakteristik yang diharapkan ada pada diri seseorang yang memiliki literasi sains, dimana
orang tersebut mampu mengembangkan pemahaman konsep, prinsip, teori dan proses sains,
dan menyadari adanya hubungan yang kompleks antara sains, teknologi, dan masyarakat
(Abd-El-Khalick & Lederman, 2000). Prinsip NOS mencakup konsepsi tentang pengetahuan
sains, nilai-nilai dan keyakinan dalam memperoleh pengetahuan sains tersebut, serta
pengaruhnya terhadap masyarakat, budaya, dan teknologi sains.Menurut Wenning (2006),
pembelajaran berorientasi NOS (Nature of Science) memiliki enam langkah utama, yaitu: (1)
background readings, (2) case study discussions, (3) inquiry lessons, (4) inquiry labs, (5)
historical studies, (6) multiple assesments.
Bagaimana pemahaman NOS dan pengalaman memperoleh NOS melalui suatu
bentuk pembelajaran mobilemasih merupakan isu yang masih perlu dipelajari dan
dikembangkan. Studi ini dilaksanakan untuk dapat mengunkapkan berbagai alasan penting
dan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan pembelajaran mobile
berorientasi NOS di Program Studi Pendidikan Kimia IKIP Mataram.

METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif yang digunakan untuk dapat
mendeskripsikan orientasi NOS dalam pembelajaran, karakteristik NOS dalam bahan ajar,
dan pemanfatan teknologi mobile dalam pembelajaran di programs studi pendidikan Kimia
IKIP Mataram. Dengan menggunakan teknik sampling jenuh, sampel dari penelitian terdiri
dari 54 mahasiswa dan 12 dosen program studi pendidikan kimia IKIP Mataram pada tahun
akademik 2017-2018. Data dikumpulkan dengan metode angket dan observasi. Data yang
diperoleh dikonfirmasi dengan teknik wawancara. Instrumen yang digunakan terdiri dari
empat angket tertutup dan sebuah lembar observasi.
Angket penerapan pembelajaran berorientasi NOS, merupakan angket yang digunakan
untuk mengungkap persentasi orientasi NOS dalam pembelajaran mata kuliah penguasaan
materi kimia. Angket ini terdiri dari 20 item pertanyaan yang dapat dijawab oleh mahasiswa
dengan pilihan tidak pernah, jarang, sering, dan selalu. Skor 0, 1, 2, dan 3 berturut-turut
diberikan untuk pilihan jawaban yang bersesuaan. Angket pemanfaatan teknologi mobile
dugunakan untuk mengungkap sebarapa banyak dosen memanfaatkan teknologi mobile di

90 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

dalam pembelajaran. Angket ini terdiri dari 6 pernyataan yang direspon dengan pilihan
jawaban tidak pernah, jarang, dan sering. Sedangkan instrumen untuk kegiatan observasi
berupa lembar observasi karakteristik NOS dalam bahan ajar, intstrumen ini digunakan untuk
mengevaluasi seberapa banyak karakteristik NOS muncul dalam bahan ajar yang disusun
dosen dalam matakuliah-matakuliah penguasaan materi kimia. Lembar observasi diisi
berdasarkan ada atau tidak aspek NOS disampaikan baik secara tak langsung maupun
langsung di dalam bahan ajar yang dibuat oleh dosen. Skor 0 jika tidak ada dan skor 1 jika
ada.
Setelah data dikumpulkan melalui angket dan observasi, dilakukan wawancara untuk
mengkonfirmasi tanggapan responden dan hasil observasi. Wawancara dilakukan terhadap 9
orang mahasiswa dan 3 orang dosen. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara menghitung
persentase. Deskripsi terhadap hasil analisis data dilakukan dengan mengacu pada persentasi
kriteria sebagaimana tersaji pada Tabel 1.

Table 1. Persentase Kriteria


Persentase Kriteria
81-100 Sangat Baik
61-80 Baik
41-60 Cukup Baik
21-40 Buruk
<21 Sangat Buruk

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penerapan Pembelajaran Berorientasi NOS dalam Perkuliahan
Berikut dideskripsikan tentang penerapan pembelajaran berorientasi NOS di dalam
perkuliahan penguasaan materi kimia. Hal ini bermakna bagaimana pemahaman NOS
disampaikan di dalam pembelajaran penguasaan materi kimia baik secara implisit maupun
eksplisit. Deskripsi ini diperoleh dari tanggapan responden mahasiswa terhadap item-item
angket yang diberikan tentang seberapa banyak pembelajaran-pembelajaran matakuliah
penguasaan materi kimia telah berorientasi pada pencapaian pemahaman NOS disamping
pencapaian pemahaman materi kimia. Tanggapan responden tentang tingkat penerapan
pembelajaran berorientasi NOS dalam perkuliahan matakuliah-matakuliah penguasaan materi
kimia sebesar 56,68 % dengan kategori cukup baik. Uraian data dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dalam penerapan pembelajaran, NOS
lebih banyak disampaikan secara implisit (tersirat) daripada eksplisit (langsung). Hal ini
menunjukkan bahwa dosen jarang menyampaikan secara langsung pada hampir seluruh aspek
karakteristik NOS, kecuali pada aspek karakteristik metode ilmiah. Pada aspek karakteristik
metode ilmiah, persentase penerapan secara implisit sangat baik karena pada sebagian besar
mata kuliah penguasaan materi kimia dilaksanakan dengan disertai praktikum. Sedangkan
penerapan secara eksplisit berkategori baik karena sebagian mahasiswa menganggap bahwa
hanya sebagian dosen yang menjelaskan secara detil sebagian prinsip metode ilmiah.
Orientasi NOS pada aspek pengetahuan ilmiah bersifat tentatif, pengetahuan ilmiah
berasal dari data empiris, teori ilmiah, dan penanaman sains dalam bidang sosial budaya
berkategori baik. Kategori baik diperoleh pada penerapan implisit namun hanya cukup baik

91 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

pada penerapan eksplisit. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun sebagian besar matakuliah
telah mendeskripsikan berbagai macam teori tentang suatu kajian kimia tertentu namun
menurut mahasiswa sangat sedikit dosen yang memberi keyakinan bahwa pengetahuan sains
bersifat sementara dan bisa saja berubah. Kebanyakan mahasiswa meyakini bahwa seluruh
pengetahuan sains bersifat baku, tetap, dan tidak akan pernah berubah. Pada aspek
pengetahuan ilmiah berasal dari data empiris, mahasiswa beranggapan bahwa secara implisit
pengetahuan sains berasal dari data empiris yang bisa mereka peroleh ketika melakukan
praktikum atau percobaan. Namun penyampaian pemahaman ini mereka rasa masih jarang
dalam perkuliahan di kelas terutama sekali pada matakuliah-mata kuliah yang lebih banyak
memuat teori-teori kimia. Demikian halnya dengan aspek penanaman sains dalam bidang
sosial budaya. Sebagian mahasiswa berpendapat bahwa penjelasan pemahaman tentang
bagaiman sosial dan budaya bisa mempengaruhi sains tidak pernah mereka dapati dalam
perkuliahan. Mereka meyakini bahwa sains dapat mempengaruhi budaya, namun meragukan
tentang sebaliknya.

Tabel 3. Persentase Penerapan Pembelajaran Berorientasi NOS


Persentase Persentase Persentase (%) Rata-
Aspek Kategori Penerapan
(%) (%) rata Penerapan
Karakteristik Pembelajaran
Penerapan Penerapan Pembelajaran
NOS Berorientasi NOS
Implisit Eksplisit Berorientasi NOS
Pengetahuan
ilmiah bersifat 75,71 49,71 66,05 Baik
tentatif
Pengetahuan
ilmiah berasal dari 71,57 45,57 61,90 Baik
data empiris
Pengetahuan
ilmiah merupakan
54,79 28,79 45,12 Cukup Baik
produk inferensi
manusia
Kreativitas
manusia
diperlukan untuk 49,43 23,43 39,76 Kurang Baik
mengembangkan
pengetahuan
Metode ilmiah 82,71 62,71 77,05 Baik
Pengetahuan tidak
lepas dari
teori/pemahaman 52,29 26,29 42,62 Cukup Baik
ilmuwan (Theory
driven)
Hukum Ilmiah 65,95 39,95 56,28 Cukup Baik
Teori ilmiah 71,57 46,57 62,24 Baik
Dimensi sosial
59,57 31,57 48,24 Cukup Baik
sains
Penanaman sains
dalam bidang 77,29 51,19 67,59 Baik
sosial dan budaya
Total Rata-rata 56,68 Cukup Baik

92 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

Orientasi NOS dalam pembelajaran cukup baik pada aspek pengetahuan ilmiah
merupakan produk inferensi manusia, pengetahuan tidak terlepas dari teori/pemahaman
ilmuan, hukum ilmiah, dan dimensi sosial sains. Akan tetapi kurang baik dalam orientasi
NOS secara eksplisit. Menurut mahasiswa pembelajaran mata kuliah penguasaan materi
kimia memang banyak membahas tentang berbagai teori dan penemu-penemunya, tetapi
tidak menjelaskan bahwa teori tersebut merupakan hasil inferensi manusia dan penamaan
teori menurut penemunya merupakan sebuah cara memberi penghargaan. Mereka mengaku
masih kebingungan tentang karakteristik hukum dan teori ilmiah karena sebagian besar dari
mereka mengaku tidak pernah memperoleh penjelasan tentang perbedaan diantara keduanya
dari dosen matakuliah.
Aspek kreatifitas manusia yang diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan
diterapkan dengan kurang baik. Sebagian besar mahasiswa mengaku tidak pernah diberi
peluang untuk melakukan modifikasi prosedur dalam praktikum. Prosedur ilmiah dan cara
komunikasi ilmiah (penyusunan laporan) yang dibelajarkan kepada mereka tidak
menghendaki adanya upaya modifikasi. Sebagian besar dari mereka berkeyakinan bahwa
dalam melakukan percobaan cukuplah menggunakan prosedur ilmiah yang telah ada tanpa
harus memodifikasi. Sebagian besar dari mahasiswa juga mengaku tidak pernah menerima
penjelasan bahwa kreativitas manusia diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan.
Sebagian dari diri mereka menganggap bahwa kreativitas hanya bekerja untuk menghasilkan
karya cipta yang bersifat kebendaan atau karya seni bukan pengetahuan sains.

Karakteristik NOS dalam Bahan Ajar


Persentase setiap karakteristik NOS yang muncul diperoleh dari seberapa banyak
karakteristik NOS dalam setiap bahan ajar yang dibuat oleh dosen. Bahan ajar terdiri dari
buku, modul, petunjuk praktikum, dan materi presentasi. Setiap dosen memiliki enam sampai
delapan bahan ajar untuk setiap matakuliah. Observasi khusus dilakukan pada bahan ajar
matakuliah-matakuliah penguasaan materi kimia. Persentase setiap karakteristik NOS dalam
bahan ajar disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik NOS dalam Bahan Ajar


Persentase
Kategori
(%)Rata-rata
Karakteristik
Karakteristik NOS Karakteristik
NOS dalam
NOS dalam
Bahan Ajar
Bahan Ajar
Pengetahuan ilmiah bersifat tentatif 72,71 Baik
Pengetahuan ilmiah berasal dari data empiris 68,57 Baik
Pengetahuan ilmiah merupakan produk inferensi manusia 51,79 Cukup Baik
Kreativitas manusia diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan 46,43 Cukup Baik
Metode ilmiah 85,71 Sangat Baik
Pengetahuan tidak lepas dari teori/pemahaman ilmuwan (Theory
49,29 Cukup Baik
driven)
Hukum Ilmiah 62,95 Baik
Teori ilmiah 68,57 Baik
Dimensi sosial sains 53,57 Cukup Baik

93 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

Penanaman sains dalam bidang sosial dan budaya 74,29 Baik


Total Rata-rata 63,39 Baik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik NOS dalam Bahan Ajar yang
disusun oleh dosen-dosen mata kuliah penguasaan materi kimia sebesar 63,39 % dengan
kategori baik. Karaktersitik NOS yang sangat baik terdapat pada karakteristik metode ilmiah.
Hal ini disebabkan oleh sebagian besar matakuliah disertai dengan pengenalan pengalaman
melaksanakan metode ilmiah melalui praktikum. Sebagian matakuliah yang lainnya
menyajikan deskripsi tentang bagaimana percobaan-percobaan dilakukan oleh peneliti
terdahulu. Percobaan-percobaan yang tak dapat dipraktikumkan di laboratorium disajikan
dalam bentuk ilustrasi gambar, skema, atau video.
Karakteristik pengetahuan ilmiah bersifat tentatif, pengetahuan ilmiah berasal dari
data empiris, hukum ilmiah, teori ilmiah, dan penanaman sains dalam bidang sosial budaya
muncul dengan persentase dengan kategori baik. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar
bahan ajar telah menampilkan berbagai perubahan teori-teori kimia, data-data pendukung
hukum dan teori ilmiah. Pada aspek pengetahuan ilmiah sebagai produk inferensi manusia,
pengetahuan tidak lepas dari pemahaman ilmuan, dan dimensi sosial sains muncul dengan
kategori cukup baik.Sebagian kecil dari bahan ajar menyajikan bagaimana sejarah latar
belakang penemuan dan cara berpikir para ilmuwan. Ketika menyampaikan materi
pengajaran kimia, sebagian dosen tidak menyajikan nama hukum yang bersesuaian dengan
materi pengajaran tersebut. Misalnya saja pada materi sifat koligatif larutan, disampaikan
tanpa memperkenalkan hukum Roult. Tidak ada dosen yang mendeskripsikan kedudukan
hukum dibandingkan teori.
Pemanfaatan Teknologi Mobile dalam Pembelajaran
Tingkat pemanfaatan teknologi mobile di dalam pembelajaran oleh dosen cukup baik
yakni mencapai 55,56 %. Persentase pemanfaatan teknologi mobile oleh dosen pendidikan
kimia IKIP Mataram pada beberapa aspek yang menjadi fokus dalam studi ini tersaji dalam
Tabel 5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dosen telah memanfaatkan
teknologi mobile untuk tujuan komunikasi dan diskusi dengan mahasiswa. Dosen telah
memanfaatkan teknologi mobile untuk tujuan pencarian informasi dan sumber belajar dan
menyampaikan tugas pembelajaran kepada mahasiswa dengan baik. Pemanfaatkan aplikasi-
aplikasi mobile yang ada untuk menyampaikan materi pelajaran cukup baik. Namun hanya
sebagian kecil dosen yang telah membuat aplikasi berbasis teknologi mobile untuk kebutuhan
pembelajaran dan sangat sedikit dosen yang menjadikan pembelajaran mobile sebagai strategi
pembelajaran yang terencana dan tertera di dalam dokumen rencana pelaksanaan
pembelajaran.

Tabel 5. Pemanfaatan Teknologi Mobile dalam Pembelajaran


Persentase (%)
Pemanfaatan Kriteria Pemanfaatan
Aspek Teknologi Teknologi Mobile
Mobile dalam dalam Pembelajaran
Pembelajaran

94 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

Memanfatkan teknologi Mobile untuk komunikasi dan


87,50 Sangat Baik
diskusi dengan mahasiswa
Memanfaatkan teknologi mobile untuk pencarian informasi
70,83 Baik
dan sumber belajar
Memanfaatkan teknologi mobile untuk penyampian tugas-
66,67 Baik
tugas pembelajaran
Membuat aplikasi mobile untuk kebutuhan pembelajaran 37,50 Kurang baik
Menyampaikan materi kepada mahaisiswa melalui aplikasi
54,17 Cukup Baik
mobile yang telah ada.
Menjadikan mobile learning sebagian bagian ayng tertera
16,67 Tidak Baik
dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
RATA-RATA 55,56 Cukup Baik

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan pembelajaran berorienatasi
NOS dalam perkuliahan matakuliah-matakuliah penguasaan materi kimia sebesar 56,68 %
dengan kategori cukup baik. Karakteristik NOS dalam Bahan Ajar yang disusun oleh dosen-
dosen mata kuliah penguasaan materi kimia sebesar 63,39 % dengan kategori baik. Tingkat
pemanfaatan teknologi mobile di dalam pembelajaran oleh dosen cukup baik yakni mencapai
55,56 %.

DAFTAR RUJUKAN
Abd-El-Khalick, F., & Lederman, N. G. (2000). Improving science teachers' conceptions of
nature of science: A critical review of the literature. International journal of science
education, 22(7), 665-701.

Alden, J. (2013). Accommodating mobile learning in college programs. Journal of


Asynchronous Learning Networks, 17(1), 109-122.

Buckner, E., & Kim, P. (2013). Integrating technology and pedagogy for inquiry-based
learning: The Stanford Mobile Inquiry-based Learning Environment (SMILE).
Prospects Quarterly Review of Comparative Education ISSN 0033-1538. Prospects
DOI 10.1007/s11125-013-9269-7.

Cabanban, C. L.G. (2013). Development of Mobile Learning Using Android


Platform.International Journal of Information Technology & Computer Science, Vol.
9 No. 1, pp. June, 2013. Artikel telah disajikan dalam : 3 rd International Conference
on E-Learning and Knowledge Management Technology (ICEKMT 2013 ) ,
Bangkok, Thailand on April 6 - 7, 2013 pp. 98 – 106

Calimag, J. N., Mugel, P. A., Conde, R. S., & Aquino, L. B. (2014). Ubquitous learning
environment using android mobile application. International Journal of Research in
Engineering & Technology, 2(2), 119-128.

Celik, S. (2014). Chemical Literacy Levels of Science and Mathematics Teacher Candidates.
Australian Journal of Teacher Education. 39(1).

95 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A.S., Nicoloch, M. (2014). Developing a measure of
scientific literacy for middle school students. Science Education. 98: 549-580

Gormally, C., Brickman, P., Hallar, B., & Armstrong, N. (2009). Effects of inquiry-based
learning on students’ science literacy skills and confidence. International journal for
the scholarship of teaching and learning, 3(2), 16.

Hudson, D. (2014). Nature of science in the sience curriculum: origin, development,


implications and shifting emphasis. In Mattews, M.R (Eds), International Handbook
of Research in History, Phylosophy and Science Teaching (pp. 911-970). New York:
Springer

Hanafi, H. F., & Samsudin, K. (2012). Mobile learning environment system (MLES): the
case of Android-based learning application on undergraduates' learning. arXiv
preprint arXiv:1204.1839.

Hofstein, A., Eilks, I., & Bybee, R. (2011). Societal issues and their importance for
contemporary science education: a pedagogical justification and the state of the art in
Israel, Germany and the USA. International Journal of Science and Mathematics
Education, 9 (6), 1459-1438

Lederman, N. G. (2013). Nature of science: Past, present, and future. In Handbook of


research on science education (pp. 845-894).Routledge.

Osborne, J., Collins, S., Ratcliffe, M., Millar, R., & Duschl, R. (2003). What ‘ideas-
aboutscience’ should be taught in school science? A Delphi study of expert
community. Journal of Research in Science Teaching, 40(7):692-720

PISA 2015. (2013). Draft Science Framework, 1–54.

Rahayu, S. (2016). Mengembangkan Literasi Sains Anak Indonesia melalui Pembelajaran


Berorientasi NatureofScience. Makalah disampaikan pada Sidang Terbuka Senat
universitas Negeri Malang, 17 Maret 2016.

Ratnawati, E. (2013). Pemahaman Hakikat Sains (NOS) Mahasiswa Tahun Ketiga Program
Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang. SKRIPSI Jurusan Kimia-
Fakultas MIPA UM.

Rychen, D. S., & Salganik, L. H. (Eds.). (2003). Definition and Selection of Key
competencies: Executive Summary. Göttingen, Germany: Hogrefe

Shwartz, Y., Ben-zvi, R., & Hofstein, A. (2006). The use of scientific literacy taxonomy for
assessing the development of chemical literacy among high-school students, Journal
of Chemistry Education Research and Practice: 7(4), 203–225

Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun literasi sains peserta
didik. Bandung: Humaniora.

96 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi
Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018
Malang, 03 November 2018

Tsaparlis, G. (2000). The states-of-matter approach (SOMA) to introductory chemistry.


Chemistry Education Research and Practice, 1(1), 161-168.
http://dx.doi.org/10.1039/a9rp90017a

Wenning, C. J. (2006). “A Framework for Teaching the Nature Of Science”. Journal of


Physics Teacher Education (Online, http://www.phy.ilstu. edu/jpteo. Diunduh tanggal
12 Oktober 2017).

Wiliam, D. (2010). What Counts as Evidence of Educational Achievement? The Role of


Constructs in the Pursuit of Equity in Assessment. Review of Research in Education,
34, 254-284.

97 |Sinergi Sains, Teknologi, dan Pembelajaran dalam Bidang Kimia di Era Globalisasi

Anda mungkin juga menyukai