http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JPKIMIA
eksperimen (Handelsman dkk, 2010; Omosewo, penilaian kompetensi pengetahuan dan tes
2006). Pemenuhan kebutuhan sarana kinerja untuk penilaian kompetensi
laboratorium dalam bidang sains akan lebih keterampilan (Lantz, 2009).
efektif apabila dilakukan pengembangan sarana Beberapa penelitian menunjukkan
laboratorium. Laboratorium dapat diperkaya bahwa pembelajaran berbasis STEM dengan
dengan perangkat berbasis teknologi, menggunakan media pembelajaran diterapkan
khususnya komputer, untuk memudahkan dalam pendidikan formal. Barrett et. al. (2014)
akuisisi data dan analisis (Anderson, 2013). menggunakan modul meteorologi dan
Laboratorium yang diperkaya dengan perangkat keteknikan untuk mengedukasikan bahaya
teknologi dapat dimanfaatkan untuk meteorologi dan keteknikan dari angin tornado.
mendukung pembelajaran sains, khususnya Peningkatan skor rata-rata pertanyaan dalam
pembelajaran kimia terintegrasi. instrumen adalah 40,2% setelah penerapan
Pembelajaran kimia terintegrasi erat modul pembelajaran. Hinze et.al. (2013)
kaitannya dengan kurikulum 2013 yang meneliti penerapan pembelajaran berbasis
dirancang dengan tujuan agar siswa mampu STEM untuk pembelajaran pada mata kuliah
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan Kimia Organik di Universitas Texas.
keterampilan serta menerapkannya dalam Pembelajaran STEM dilakukan dengan
berbagai situasi di sekolah dan masyarakat. memvisualisasikan bentuk molekul
Kurikulum tersebut dikembangkan menggunakan ball-and-stick models dan
berdasarkan penyempurnaan pola pikir program electrostatic potensial maps (EPMs).
pembelajaran dari ilmu pengetahuan tunggal Penelitian lain dilakukan oleh Nugent et. al.
(monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu (2010) dengan menerapkan teknologi robotik
pengetahuan jamak (multidisciplines) atau dan geospasial dalam pembelajaran.
pembelajaran terintegrasi. Pembelajaran Berdasarkan penelitian ini, sistem pengukuran
terintegrasi sangat menguntungkan, dimana hasil belajar dalam pembelajaran STEM
siswa dituntut untuk berpikir secara mendalam menggunakan pre tes, pos tes dan angket sikap
dan kreatif karena terkait langsung dengan satu untuk menilai motivasi siswa.
bidang ilmu dan bidang ilmu yang lain Berkaitan dengan pembelajaran kimia
(Depdikbud, 2013). Berkaitan dengan terintegrasi berbasis STEM, diperlukan sarana
pembelajaran kimia terintegrasi, terdapat suatu laboratorium yang praktis dan mudah
pendekatan dalam pembelajaran yang dapat pengoperasiannya. Sarana laboratorium yang
mengintegrasikan ilmu kimia dengan ilmu dapat dikembangkan sebagai penunjang
lainnya (Lantz, 2009). pembelajaran berbasis STEM merupakan
Pendekatan dalam pembelajaran yang sarana laboratorium yang terintegrasi dengan
dapat mengintegrasikan ilmu kimia dengan teknologi secara aktual. Terdapat berbagai
ilmu lainnya adalah science, technology, macam teknologi yang telah dikembangkan
engineering and mathematics (STEM) (ITEA, sebagai sarana edukasi, di antaranya
2009: Lantz, 2009; Hanover Research, 2011). penggunaan software komputer sebagai media
STEM merupakan pendekatan dalam belajar, game edukasi (Klopfer et. al., 2009;
pembelajaran yang terintegrasi dengan berbagai Prasetyo et. al., 2014), teknologi sensor
disiplin ilmu. STEM memungkinkan siswa (Srisawasdi, 2012) pembelajaran online, dan
untuk mempelajari konsep akademik secara virtual laboratorium (Johnson, et. al., 2013).
tepat dengan menerapkan 4 disiplin ilmu (sains, Hasil penelitian terdahulu mengenai
teknologi, keahlian teknik dan matematika). penerapan media pembelajaran berbasis STEM
STEM memiliki beberapa karakteristik membuat peneliti tertarik untuk menerapkan
diantaranya berbasis teknologi, kinerja media pembelajaran STEM pada pembelajaran
(performance-based), berbasis inkuiri, dan kimia terintegrasi utnuk materi reaksi redoks.
berbasis pada masalah atau problem-based Penelitian ini menekankan pada penggunaan
learning (ITEA, 2009; Chi, H., dan Jain, H., teknologi sensor sebagai media pembelajaran
2011). Pembelajaran berbasis STEM juga berbasis STEM. Teknologi sensor yang
menuntut siswa untuk menjadi inovator dikembangkan berupa sensor gas. Penggunaan
(pembaharu), pemecah masalah, dan penemu rangkaian sensor gas sebagai media
yang percaya diri, sadar teknologi, serta mampu pembelajaran mengintegrasikan beberapa
berpikir logis. Dalam proses pembelajaran bidang ilmu, yaitu bidang sains (kimia dan
berbasis STEM digunakan sistem penilaian fisika), matematika dan teknologi. Interaksi
formatif dan sumatif berupa tes tulis untuk antarmuka sensor dengan gas target atau gas
33
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol. 06 No.02 Oktober (2018) 32-40
redoks dengan menggunakan media skor 0 s/d 4, dan (3) hasil belajar psikomotor,
pembelajaran berbasis STEM, sedangkan pada dengan interval skor 0 s/d 4.
kelas kontrol dilaksanakan proses pembelajaran
dengan metode pembelajaran konvensional
Teknik Analisis Data
tanpa media pembelajaran berbasis STEM.
Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Data hasil belajar kognitif dan afektif
masing-masing terdiri dari siswa-siswi pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
SMA/SMK yang memiliki pengetahuan awal dianalisis dan dibandingkan untuk mengetahui
rendah, pengetahuan awal sedang, dan apakah terdapat perbedaan hasil pembelajaran
pengetahuan awal tinggi untuk materi Reaksi pada siswa yang mengikuti proses pembelajaran
Redoks. Pemilihan siswa dengan pengetahuan dengan STEM dan metode konvensional.
awal rendah, sedang, dan tinggi didasarkan Teknik analisis data hasil belajar kognitif
pada nilai pre tes pada materi Reaksi Redoks. mencakup: (1) analisis pendahuluan (uji
Selain itu, pre tes diberikan di awal normalitas dan uji homogenitas), (2) analisis
pembelajaran untuk mengetahui kesetaraan hasil belajar yang terdiri atas Uji T Sampel
pengetahuan awal yang dimiliki kelas Berpasangan (Paired-Sample T Test) dan
eksperimen dan kontrol. Setelah proses Independent T-Test. Selisih antara hasil belajar
pembelajaran diberlakukan pos tes untuk pada awal dan akhir proses pembelajaran (nilai
mengetahui hasil belajar siswa setelah proses pre tes dan pos tes) untuk kelas kontrol dan
pembelajaran. eksperimen kemudian di uji N-gain untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil
Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
belajar kognitif yang signifikan pada kedua
Data yang didapatkan dari hasil kelas. Pada hasil belajar afektif juga dilakukan
penelitian adalah data kualitatif dan data hal yang sama, di mana hasil belajar afektif
kuantitatif. Data kualitatif berupa hasil validasi siswa melalui uji N-gain untuk mengetahui ada
media pembelajaran Reaksi Redoks oleh tidaknya perbedaan hasil belajar afektif pada
validator. Teknik pengumpulan data dilakukan kelas kontrol dan eksperimen. Dengan analisis
dengan cara teknik non tes, menggunakan data belajar dapat diketahui perbedaan hasil
kuesioner/ angket. Instrumen yang digunakan belajar siswa yang menggunakan media dan
untuk mendapatkan data kualitatif adalah modul pembelajaran kimia berbasis STEM
angket berskala Likert untuk validasi media dengan siswa yang melalui proses pembelajaran
pembelajaran berbasis STEM. Validasi media secara konvensional.
dilakukan dilakukan oleh 2 dosen kimia dan 2
Hasil Penelitian dan Pembahasan
guru kimia dengan kriteria tertentu. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Media pembelajaran STEM divalidasi
Sedangkan data kuantitatif berupa nilai terlebih dahulu sebelum diujikan pada
hasil belajar siswa dengan menggunakan media pembelajaran kimia pada materi reaksi redoks.
pembelajaran yang dikembangkan. Teknik Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat diketahui
Instrumen penelitian yang digunakan untuk bahwa baik media sensor gas karbon dioksida
mendapatkan data kuantitaif adalah butir soal maupun modul pembelajaran STEM
tes materi Reaksi Redoks. Butir soal yang memperoleh kriteria sangat valid. Hal tersebut
digunakan telah divalidasikan pada 20 siswa mengindikasikan bahwa media pembelajaran
kelas X SMAN 16 Surabaya dan SMKN 5 yang dikembangkan layak digunakan sebagai
Surabaya. Hasil validasi butir soal media pembelajaran kimia berbasis STEM,
menunjukkan bahwa jumlah soal yang layak khususnya untuk materi Reaksi Redoks. Selain
untuk digunakan sebagai instrumen dalam itu, modul interaktif STEM sesuai dengan
pembelajaran sebanyak 20 soal pilihan ganda konsep integrasi pembelajaran STEM dan
dan 3 soal esai. Butir soal kemudian diujikan standar isi dalam Kurikulum 2013. Aktivitas-
pada siswa kelas X jurusan Kimia Analisis aktivitas pembelajaran baik praktikum maupun
SMKN 5 Surabaya setelah melalui proses diskusi, dan soal-soal latihan yang diberikan di
pembelajaran dengan menggunakan media dalam modul sesuai dengan desain
pembelajaran berbasis STEM. Hasil belajar pembelajaran berbasis masalah (PBL) dan
siswa kelas kontrol dan eksperimen terdiri dari: kurikulum 2013.
(1) hasil belajar kognitif, dengan interval skor 0
s/d 10, (2) hasil belajar afektif, dengan interval
35
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol. 06 No.02 Oktober (2018) 32-40
Tabel 1. Hasil Validasi Media Sensor Gas CO2 Tabel 4. Hasil Uji N-gain Hasil Belajar
No Aspek Sensor Gas CO2 Kognitif Siswa
Penilaian x SD Kriteria
1 kelayakan isi 3,34 0,486 sangat Parameter thitung Nilai Kesimpulan
valid probabilitas
2 Sajian 3,50 0,635 sangat Hasil 0,922 0,026 Ada
valid Belajar perbedaan
3 Kegrafisan 3,17 0,452 valid yang
4 kebahasaan 3,59 0,527 sangat signifikan
valid
Rata-rata = 3,42 sangat Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui
valid bahwa rata-rata nilai hasil belajar kognitif dan
afektif kelas eksperimen lebih tinggi
Tabel 2. Hasil Validasi Modul Pembelajaran dibandingkan kelas kontrol. Hal tersebut
Kimia Berbasis STEM dikarenakan media pembelajaran STEM sangat
No Aspek Modul Pembelajaran menarik dan memiliki beberapa kelebihan
Penilaian STEM diantaranya berbasis pada masalah atau
x SD Kriteria problem based, mendorong peningkatan
kemampuan kognitif, dan mengatur proses
1 Kelayakan 3,33 0,478 sangat
pembelajaran siswa (Inel dan Balim, 2013),
isi valid
serta mampu meningkatkan aktivitas siswa
2 Sajian 3,25 0,565 sangat
dalam kegiatan pembelajaran (Aksela, 2011).
valid
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
3 Kegrafisan 3,33 0,753 sangat dilakukan oleh Hinze dkk (2013) dan Saxton
valid dkk (2014).
4 Kebahasaan 3,29 0,532 sangat Hasil uji T-independen juga dilakukan
valid terhadap nilai pos tes kelas eksperimen dan
Rata-rata = 3,33 sangat kontrol seperti ditunjukkan Tabel 5. Tabel
valid tersebut mengindikasikan bahwa nilai
probabilitas (0,026)<(0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil
Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis Kemampuan Awal belajar kognitif yang signifikan antara kelas
Siswa yang mengikuti pembelajaran materi reaksi
redoks dengan media pembelajaran berbasis
Rata-rata nilai kelas Nilai Kesimpulan STEM dengan metode konvensional. Tingginya
eksperimen kontrol probabilitas hasil belajar kognitif pada siswa terbentuk
2,93 2,85 0,619 Tidak setelah pembelajaran dengan menggunakan
terdapat modul pembelajaran STEM. Modul tersebut
perbedaan menuntun siswa untuk mengkonstruksi konsep
yang reaksi redoks melalui beberapa permasalahan,
signifikan diantaranya mengenai bagaimana
mendefinisikan reaksi reduksi dan oksidasi
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai melalui penggunaan sensor gas untuk mengukur
probabilitas hasil uji hipotesis kemampuan awal kadar gas CO2 dan bagaimana keterkaitan reaksi
siswa yaitu (0,619)>(0,05), sehingga dapat redoks dengan kehidupan sehari-hari dan
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan aplikasinya pada suatu sel elektrokimia.
kemampuan awal antara kelas eksperimen dan
kontrol. Selama proses pembelajaran Tabel 5. Hasil Uji N-gain Hasil Belajar Afektif
berlangsung dilakukan penilaian kemampuan Siswa
afektif, kognitif, dan psikomotor untuk
mengetahui ketercapaian kompetensi siswa Parameter Zhitung Sig. (2- Kesimpulan
pada kedua kelas. tailed)
Hasil -2,284 0,022 Ada
Belajar perbedaan
yang
signifikan
36
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol. 06 No.02 Oktober (2018) 32-40
Hasil belajar afektif siswa kedua kelas Tabel 6. Data Rata-rata Nilai Kognitif, Afektif
diuji normalitas dan homogenitas sebelum dan Psikomotor Kelas Eksperimen dan Kontrol
dilakukan uji hipotesis. Berdasarkan uji
normalitas dan homogenitas dapat diketahui Hasil Belajar Kelas Kelas
bahwa data hasil belajar afektif kelas Eksperimen Kontrol
eksperimen dan kontrol tidak terdistribusi Kognitif Rata-rata 2,9 2,9
normal dan tidak homogen sehingga untuk uji Pre tes
hipotesis tidak dapat digunakan uji T, tetapi Rata-rata 7,8 7,4
digunakan uji Mann Whitney. Tabel 5 Pos Tes
menunjukkan bahwa pada uji nilai Mann Selisih 0,9 0,5
Whitney, Sig. (2-tailed) < (0,05) sehingga dapat rata-rata
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil nilai pre
belajar afektif yang signifikan antara kelas tes dan pos
eksperimen dan kontrol. Hal tersebut juga tes
dikuatkan dengan hasil angket respon siswa Afektif 3,32 3,09
yang menunjukkan bahwa keseluruhan siswa Psikomotor 3,13 -
kelas eksperimen menyatakan termotivasi untuk
mempelajari Reaksi Redoks dengan media
pembelajaran STEM. Motivasi siswa Kemampuan psikomotor siswa kelas
ditunjukkan dengan pernyataan bahwa siswa eksperimen memperoleh hasil yang baik dengan
selalu membawa literatur (buku, hasil browsing, rata-rata nilai 3,13. Semua siswa kelas
dll) saat pembelajaran materi reaksi redoks eksperimen mendapatkan nilai psikomotor di
berlangsung, terkecuali terdapat 15,2% siswa atas KKM sehingga dapat disimpulkan bahwa
yang tidak selalu membawa literatur saat siswa dapat melakukan percobaan pengukuran
pembelajaran berlangsung. kadar gas CO2 yang dihasilkan dari reaksi
Kemampuan afektif siswa kelas pembakaran alkohol dan pembakaran gula
eksperimen dan kontrol dievaluasi dengan dengan prosedur yang baik dan benar.
menggunakan lembar penilaian afektif yang dan Sedangkan penilaian psikomotor untuk kelas
penilaian diri (self-assesment). Berdasarkan kontrol tidak dilakukan karena tidak terdapat
Tabel 6 dapat diketahui bahwa siswa kelas aktivitas yang melibatkan gerakan fisik dan
eksperimen memperoleh nilai afektif yang lebih keterampilan tangan selama pembelajaran
tinggi daripada kelas kontrol. Standar minimum berlangsung (Depdikbud, 2008).
ketuntasan afektif adalah kategori baik (B) Siswa yang berada pada kelas
(Depdikbud, 2013). Berdasarkan standar eksperimen mengemukakan pendapatnya
tersebut, terdapat 4 siswa kelas eksperimen dan mengenai pembelajaran kimia terintegrasi
8 siswa kelas kontrol yang masih memiliki nilai berbasis STEM dengan menggunakan sensor
di bawah standar. Berdasarkan hasil lembar gas CO2 pada materi Reaksi Redoks melalui
penilaian diri pada siswa, jumlah siswa yang angket respom siswa yang diberikan. Hasil dari
memperoleh nilai tidak tuntas pada kelas angket tersebut menunjukkan bahwa 87,9%
kontrol lebih banyak daripada kelas eksperimen siswa belum pernah mempelajari kimia dengan
disebabkan karena siswa kurang termotivasi menggunakan sistem pendeteksi gas. Hal
mempelajari materi reaksi redoks dengan tersebut menunjukkan bahwa mempelajari
metode konvensional. Reaksi Redoks dengan media sensor gas
Berdasarkan Tabel 6 juga dapat merupakan pengalaman baru bagi siswa. Dalam
diketahui bahwa kenaikan hasil belajar kognitif prakteknya, sebanyak 84,8% siswa mampu
(dihitung dari selisih antara nilai pre tes dan pos mengoperasikan sistem pendeteksi gas CO2
tes) dan hasil belajar afektif siswa kelas dengan sangat baik dan 15,2% siswa mampu
eksperimen lebih tinngi dibandingkan kelas mengoperasikan dengan baik. Dengan adanya
kontrol. pernyataan dari siswa tersebut dapat diketahui
bahwa sistem pendeteksi gas CO2 mudah
dioperasikan oleh siswa.
E. A. (2014), “A Common
Measurement System For K-12
STEM Education: Adopting An
Educational Evaluation Methodology
that Elevates Theoretical Foundations
and Systems Thinking”, Studies in
Educational Evaluation, Vol. 40, hal.
18-35.
Shehu, Garba. (2015). “Two Ideas of Redox
Reaction: Misconceptions and Their
Chalenges in Chemistry Education”.
Journal of Research & Methods in
Education. Vol 5(1):15-20
Srisawasdi, N. (2012), “Students’ Teacher
Perceptions of Computerized
Laboratory Practise for Science
Teaching: A Comparative Analysis”,
Procedia-Social and Behavioral
Sciences, Vol. 46, hal. 4031-4038.
Wetchakun, K., Samerjai, T., Tamaekong, N.,
Liewhiran, C., Siriwong, C., Kruefu,
V., Wisitsoraatb, A., Tuantranont, A.,
Phanichphant, S. (2011),
“Semiconducting Metal Oxides As
Sensors for Environmentally
Hazardous Gases”, Sensors and
Actuators B, Vol. 160, No. 1, hal. 580–
591.
40