Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN HASIL BELAJAR MANDIRI

Literasi Sains Digital Untuk Pembelajaran IPA SD

A. Pengertian Literasi Sains


Literasi sains secara harfiah terdiri dari dua kata: literatus, yang berarti melek huruf,
dan scientia, yang berarti pengetahuan. Literasi sains adalah kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti
dalam rangka memahami dan membuat keputusan tentang alam dan bagaimana aktivitas
manusia mengubahnya (OECD, 2003). Menurut PISA, literasi sains didefinisikan sebagai
“the capacity to use scientific knowledge, to identify questions and to draw evidence-based
\conclusions in order to understand and help make decisions about the natural world and the
changes made to it through human activity” (kemampuan untuk menggunakan pengetahuan
ilmiah, untuk mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti untuk
memahami dan membantu membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang terjadi
melalui aktivitas manusia).
Berdasarkan pemaparan tersebut literasi sains dapat didefinisikan sebagai kemampuan
menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan
dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Unsur
pokok yang terdapat pada literasi sains menurut Harlen (2004: 64) diantara nya adalah:
• Konsep atau ide, yang membantu kita memahami aspek ilmiah dunia kita yang sekitar
dan memungkinkan kita memahami pengalaman baru dengan menghubungkannya
dengan apa yang sudah kita ketahui sebelumnya.
• Proses, yaitu kemampuan mental dan fisik yang digunakan untuk mengumpulkan,
menafsirkan, dan menggunakan informasi dari lingkungan sekitar untuk memperoleh
pengetahuan dan meningkatkan pemahaman.
• Sikap atau disposisi yang menunjukkan keinginan dan keyakinan untuk berpartisipasi
dalam diskusi, penelitian, dan pembelajaran lebih lanjut.
• Memahami hakikat (dan keterbatasan) ilmu pengetahuan.
B. Pembelajaran Literasi Sains
Pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam penentuan ketercapaian
penguasaan literasi sains, Permendiknas RI No. 41 (2007: 6) menjelaskan bahwa proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Penjelasan tersebut
dimaksudkan supaya pembelajaran menjadi aktivitas yang bermakna dimana setiap siswa
dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya.
Millar da Osbome (Harlen, 2004: 63) literasi sains dapat ditingkatkan dengan memperhatikan
pembelajaran sebagai berikut :
• Memelihara dan mengembangkan keingintahuan generasi muda tentang alam di sekitar
mereka, dan membangun kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan mereka untuk
menyelidiki perilaku alam. Hal ini harus berupaya untuk menumbuhkan rasa ingin tahu,
antusiasme dan minat terhadap ilmu pengetahuan sehingga generasi muda merasa
percaya diri dan kompeten untuk terlibat dalam hal-hal ilmiah dan teknis.
• Membantu kaum muda memperoleh pemahaman yang luas dan umum tentang ide – ide
penting dan kerangka penjelasan ilmu pengetahuan, serta prosedur penyelidikan ilmiah,
yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan material dan budaya kita secara
umum.
Terdapat beberapa alternatif model pembelajaran yang cukup efektif dalam
membangun literasi sains untuk siswa sekolah dasar pada konteks pendidikan abad 21. Model
pembelajaran tersebut salah satunya adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang berorientasi pada
siswa aktif. Mengingat begitu pesatnya perkembangan sains dan teknologi di era modern,
dapat berdampak pada munculnya berbagai permasalahan global sehingga dalam
pembelajaran peserta didik senantiasa harus dilatih memecahkan berbagai permasalahan yang
bersifat autentik. Pada pembelajaran berbasis masalah, masalah dijadikan sebagai stimulus
dan fokus bagi aktivitas belajar siswa.
Permasalahan yang dimunculkan dalam pembelajaran biasanya berupa kasus, uraian
permasalahan, tantangan hidup nyata yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang dipelajari.
Penjelasan tersebut sesuai dengan penjelasan Tan (2003: 9) terkait dengan karakteristik model
pembelajaran berbasis masalah berikut: Permasalahan yang dimunculkan dalam
pembelajaran biasanya berupa kasus, uraian
C. Penilaian Literasi Sains
Penilaian literasi sains yaitu menilai pemahaman peserta didik terhadap konten sains,
proses sains, dan konteks aplikasi sains. Konten dalam literasi sains meliputi materi yang
terdapat dalam kurikulum dan materi yang bersifat lintas kurikulum dengan penekanan pada
pemahaman konsep dan kemampuan untuk menggunakannya dalam kehidupan. Proses sains
merujuk pada proses mental yang terlibat ketika peserta didik memecahkan permasalahan.
Sedangkan konteks adalah area aplikasi dari konsep-konsep sains. Sesuai dengan pandangan
tersebut, penilaian literasi sains tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman
terhadap pengetahuan sains tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains serta
kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang
dihadapi peserta didik, ini berarti bahwa penilaian literasi sains tidak hanya berorientasi pada
penguasaan materi sains akan tetapi juga pada penguasaan kecakapan hidup, kemampuan
berpikir dan kemampuan dalam melakukan proses-proses sains pada kehidupan nyata peserta
didik.
D. Implementasi Literasi Sains dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Dengan menerapkan literasi sains dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,
diharapkan siswa dapat memahami dan memahami konsep dan proses ilmiah yang diperlukan
untuk berpartisipasi dalam masyarakat di era digital. Mereka juga diharapkan dapat
menemukan dan mengatasi masalah yang ditemui siswa dalam pembelajaran sehari-hari.
Siswa yang memiliki pengetahuan sains diharapkan dapat memenuhi tuntutan zaman saat ini
dengan menjadi problem solver (pemecah masalah) dan individu yang kompetitif, inovatif,
kreatif, bekerja sama, dan berkarakter yang sesuai dengan perkembangan keterampilan abad
kedua puluh satu.
Penguasaan pendidikan IPA di Sekolah Dasar salah satunya bergantung pada literasi
sains. Tidak diragukan lagi harus disertai dengan proses pembelajaran yang interaktif,
inspratif, menyengkan, menentang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif.
Pembelajaran yang berfokus pada penerapan literasi sains harus dikombinasikan dengan
pembelajaran penyelidikan ilmiah untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir
kritis dan menyelesaikan masalah. Ini karena pembelajaran literasi sains tidak hanya berfokus
pada pengetahuan tetapi juga pada proses integrasi ide-ide dan pengamalan mereka.
UNESCO telah menetapkan empat pilar pendidikan universal: learning to know,
learning to do, learning to be, dan learning to live. Implementasi literasi sains di sekolah dasar
sejalan dengan pilar ini. Di sekolah dasar, diharapkan pembelajaran salingtemas (sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) akan ditekankan. Pembelajaran ini lebih berfokus
pada pengalaman belajar yang melibatkan penerapan konsep IPA dalam desain karya. Pilihan
metode dan pendekatan pembelajaran tidak dibatasi, yang berarti guru dapat menggunakan
metode apa pun yang mereka suka selama tujuan utama literasi sains tetap tercapai.
Pengembangan dan penguasaan sikap ilmiah serta keterampilan proses sains adalah hasil
pembelajaran interaksi guru-siswa. Dimungkinkan untuk mengatakan bahwa proses
pembelajarannya berpusat pada pengalaman langsung dan penerapan fakta sains.

E. Media Pembelajaran Literasi Sains


Pembelajaran adalah komponen penting dari proses pembelajaran yang efektif. Media
pembelajaran harus dipilih dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi ajar, dan
karakteristik siswa sebagai subjek belajar. Media dapat membantu siswa menguasai
pengetahuan dan keterampilan sains modern. Ini sangat penting ketika digunakan dalam
kegiatan penelitian dan inkuiri. Siswa sekolah dasar biasanya berada pada tahap berpikir
oprasional kongkrit, yang berdampak pada pemilihan media pembelajaran yang akan
digunakan. Media ini harus konkrit dan dapat dioprasikan secara langsung untuk membuat
konsep lebih mudah diterima dan dipahami siswa. Namun, pemilihan media juga harus
senantiasa didasarkan pada keterwakisan.
PERTANYAAN

1. Bagaimana kemampuan guru SD dalam menggunakan alat peraga, media pembelajaran,


dan teknologi untuk meningkatkan pemahaman dan antusiasme siswa dalam literasi sains?
Jawab :
Kemampuan guru SD untuk menggunakan teknologi, media pembelajaran, dan alat peraga
untuk meningkatkan literasi sains siswa harus ditingkatkan. Penelitian yang dilakukan oleh
Purwanto (2020) menemukan bahwa sebagian besar guru SD belum memanfaatkan alat
peraga dan media pembelajaran sains secara efektif. Guru lebih suka menggunakan metode
ceramah, tetapi mereka gagal mengintegrasikan alat peraga untuk membantu siswa
memahami konsep.
Agustina (2021) melakukan penelitian tambahan yang menemukan bahwa guru SD masih
kesulitan menggunakan teknologi dalam pembelajaran sains. Kedua kendala utama adalah
keterbatasan akses teknologi dan kurangnya instruksi tentang cara menggunakan teknologi
oleh guru. Meningkatkan kemampuan guru SD dalam memanfaatkan alat peraga, media,
dan teknologi dalam pelatihan adalah solusi. Guru harus dilatih untuk membuat alat peraga
sederhana dan memanfaatkan teknologi murah seperti ponsel pintar untuk literasi sains
siswa (Rustaman, 2022).
• Guru SD masih terbatas dalam menggunakan alat peraga. Mereka biasanya
menggunakan alat seadanya, tanpa desain khusus yang dirancang untuk
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
• Sebagian besar guru SD tidak memanfaatkan media pembelajaran sains seperti
video, animasi, poster, dan media interaktif. Pembelajaran didominasi metode
ceramah dan tidak memaksimalkan media.
• Salah satu kendala utama bagi guru pendidikan dasar dalam penerapan teknologi
untuk literasi sains adalah kurangnya pengetahuan teknologi. Sebagian besar guru
pendidikan dasar tidak akrab dengan teknologi pembelajaran modern.
• Penting bagi kepala sekolah untuk memfasilitasi akses teknologi dan pelatihan
pemanfaatannya bagi guru sekolah dasar.
2. Apakah evaluasi pembelajaran sains di SD sudah mengukur ketercapaian literasi sains
siswa secara utuh? Bukan hanya pengetahuan konsepnya saja?
Jawab :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi pembelajaran sains di sekolah dasar
seringkali berfokus pada pengetahuan konsep sains dan tidak mengevaluasi secara
menyeluruh tingkat literasi sains siswa. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prahmana
(2020) menunjukkan bahwa penilaian pembelajaran sains yang dilakukan oleh sebagian
besar guru sekolah dasar hanya melibatkan ujian tertulis untuk mengevaluasi penguasaan
siswa terhadap konsep dan prinsip sains dan untuk mengevaluasi sikap ilmiah dan
keterampilan proses mereka.
Kristiani (2021) melakukan penelitian serupa yang menunjukkan bahwa ujian sains di
sekolah menengah hanya menilai kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami
konsep, bukan untuk menerapkan dan menganalisis. Metode penilaian tidak dapat
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Oleh karena itu, diperlukan
peningkatan kompetensi guru dalam menyusun instrumen penilaian sains yang dapat
mengukur berbagai dimensi literasi sains secara komprehensif (Rustaman, 2022). Guru
perlu dilatih untuk mendesain soal HOTS dan penilaian kinerja serta portofolio yang dapat
mengukur keterampilan inkuiri siswa.

3. Apakah pembelajaran sains di SD sudah menggunakan pendekatan ilmiah yang dapat


mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan literasi sains siswa?
Jawab :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran
sains di sekolah dasar kurang efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
literasi sains siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Prastowo (2020) menemukan bahwa
sebagian besar guru sekolah dasar masih menggunakan metode pembelajaran sains
konvensional yang didominasi ceramah dan tidak menggunakan pendekatan ilmiah seperti
mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan berkomunikasi.
Studi serupa dari Christian (2021) menemukan bahwa fokus pembelajaran sains pada guru
dan inkuiri, diskusi, dan praktikum membuat keterampilan berpikir kritis dan literasi sains
siswa SD rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
literasi sains siswa, guru SD harus dilatih dalam penerapan pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sains (Rustaman, 2022). Kepala sekolah juga harus membantu menerapkan
pendekatan saintifik.
4. Bagaimana guru SD mengaitkan konsep sains dengan fenomena nyata di kehidupan sehari-
hari agar literasi sains siswa berkembang?
Jawab :
Untuk meningkatkan literasi sains siswa, guru SD dapat mengaitkan konsep sains dengan
fenomena sehari-hari berikut:
• Guru harus memilih materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Materi seperti gaya, listrik statis, sifat magnet,
pesawat sederhana, dll.
• Sebelum memberikan penjelasan tentang ide-ide, guru meminta siswa untuk
melihat dan bertanya tentang peristiwa yang terkait dengan materi pembelajaran.
• Beri kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pemikiran awal mereka
tentang fenomena yang mereka lihat dari pengalaman sehari-hari mereka.
• Guru mengkonfirmasi bahwa siswa memiliki ide ilmiah yang tepat, dan kemudian
menjelaskan ide-ide tersebut dengan mengaitkannya dengan contoh kehidupan
sehari-hari.
• Guru dapat menghadirkan pengalaman pembelajaran yang lebih mendalam dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk tidak hanya memahami konsep-
konsep sains yang telah dipelajari, tetapi juga menerapkannya secara mandiri
dalam proyek yang menuntut kreativitas dan pemecahan masalah. Dengan
memberikan tugas atau proyek yang menantang, siswa dapat menjelajahi beragam
fenomena di dunia nyata yang berhubungan dengan konsep sains yang telah
mereka pelajari, sehingga mereka dapat melihat relevansi dan aplikasi praktis dari
pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas terhadap situasi dunia nyata.
Dengan menerapkan metode pembelajaran yang mengintegrasikan konsep-konsep ilmiah
ke dalam situasi kehidupan nyata, siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam terhadap sains. Hal ini tidak hanya menjadikan pembelajaran sains lebih
bermakna bagi mereka, tetapi juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkan literasi sains mereka dengan mengaitkan konsep yang dipelajari
langsung dengan aplikasinya dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, baik dalam
lingkungan rumah, lingkungan sekolah, maupun di masyarakat secara luas.
5. Sejauh mana kurikulum sains di SD saat ini mengembangkan keterampilan literasi sains
siswa? Apakah lebih berfokus pada hafalan konsep?
Jawab :
Kurikulum sains di sekolah dasar saat ini lebih banyak berfokus pada hafalan konsep dan
masih kurang dalam meningkatkan keterampilan literasi sains siswa.
• Saat ini, kurikulum sains di sekolah dasar seringkali dianggap terlalu luas dan padat
dengan topik-topik yang harus dipelajari dalam rentang waktu yang terbatas. Hal
ini seringkali mendorong para pendidik untuk mengajarkan materi sains dengan
kecepatan yang tinggi, menyesuaikan diri dengan jadwal yang telah ditentukan,
sehingga menyisakan sedikit waktu bagi siswa untuk benar-benar memahami
konsep-konsep tersebut secara mendalam. Akibatnya, dalam usahanya untuk
menyelesaikan kurikulum yang padat, guru mungkin terpaksa untuk melompati
atau menyederhanakan beberapa materi yang sebenarnya penting, sehingga siswa
mungkin hanya menerima paparan permukaan dari konsep sains tanpa kesempatan
yang memadai untuk eksplorasi, diskusi, atau pemahaman yang mendalam. Hal ini
dapat memengaruhi pengalaman belajar siswa dan pengembangan pemahaman
mereka terhadap sains secara menyeluruh.
• Pendekatan pembelajaran sains di Sekolah Dasar cenderung lebih menekankan
pada penguasaan konsep-konsep dasar, dengan fokus yang kuat pada penyerapan
informasi, namun kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat secara
aktif dalam proses inkuiri ilmiah serta pengembangan keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Ketika pendekatan tersebut lebih menekankan pada pemberian informasi,
siswa mungkin memiliki keterbatasan dalam eksplorasi mandiri, pengamatan,
analisis, dan eksperimen yang merupakan inti dari pemahaman ilmiah yang
mendalam. Hal ini mengakibatkan kurangnya kesempatan bagi siswa untuk
mengasah keterampilan kritis mereka, seperti kemampuan untuk mengajukan
pertanyaan, menerapkan penalaran logis, dan mengembangkan kreativitas dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan sains di kehidupan sehari-hari.
• Seringkali, buku ajar sains yang digunakan untuk siswa Sekolah Dasar cenderung
menekankan pada bacaan dan latihan soal sebagai fokus utama, tanpa memberikan
penekanan yang memadai pada pengembangan keterampilan berpikir kritis serta
pemahaman proses ilmiah. Kurikulum sains yang lebih berorientasi pada bacaan
dan latihan soal dapat mengabaikan aspek penting dari pembelajaran sains, yaitu
pendorong utama dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, eksplorasi,
eksperimen, serta pemecahan masalah yang merupakan inti dari pendekatan ilmiah.
Sebagai akibatnya, siswa mungkin lebih terfokus pada memahami informasi yang
disajikan secara pasif daripada aktif terlibat dalam proses sains yang melibatkan
pengamatan, analisis, dan penerapan konsep sains dalam konteks dunia nyata.
• Dalam mengajar sains, pendidik cenderung mengadopsi berbagai strategi
pembelajaran, termasuk namun tidak terbatas pada metode ceramah, tanya jawab,
diskusi, eksperimen praktis, proyek kolaboratif, serta penggunaan teknologi untuk
memfasilitasi pemahaman yang mendalam terkait materi kurikulum sains. Hal ini
bertujuan untuk memberikan beragam cara bagi siswa dalam memahami konsep
ilmiah, mempertajam pemikiran kritis mereka, dan merangsang rasa ingin tahu
serta eksplorasi terhadap dunia sains, sehingga mereka dapat mengembangkan
literasi sains yang lebih holistik dan terintegrasi dengan dunia nyata.

6. Bagaimana sekolah dapat mendukung pendidik untuk meningkatkan literasi sains siswa?
Jawab :
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan sekolah untuk mendukung pendidik
dalam meningkatkan literasi sains siswa:
• Memastikan ketersediaan fasilitas laboratorium yang dilengkapi dengan peralatan
praktikum sains yang memadai adalah sebuah langkah penting dalam memberikan
pengalaman belajar yang lebih mendalam bagi siswa, memungkinkan mereka
untuk terlibat dalam eksperimen langsung, pengamatan, serta praktik langsung
yang mendukung pemahaman konsep ilmiah. Dengan fasilitas laboratorium yang
memadai, siswa dapat mengembangkan keterampilan praktis mereka, memperluas
wawasan, dan meningkatkan pemahaman mereka tentang aplikasi konsep sains
dalam konteks dunia nyata.
• Penting untuk secara berkala menyelenggarakan pelatihan literasi sains dan
pendekatan ilmiah bagi para guru sebagai bagian integral dari pengembangan
profesional mereka, sehingga mereka dapat terus meningkatkan keterampilan
mengajar, memperbaharui pengetahuan, dan memperdalam pemahaman mereka
terhadap strategi pengajaran yang terkini. Pelatihan ini memberi kesempatan
kepada para pendidik untuk belajar tentang metode-metode baru, teknologi-
teknologi terbaru, serta pedagogi yang dapat diterapkan dalam lingkungan kelas,
yang pada gilirannya akan memungkinkan mereka memberikan pengalaman
belajar sains yang lebih bermakna, menarik, dan relevan bagi siswa.
• Membentuk komunitas profesional guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang aktif
bertujuan untuk menciptakan lingkungan kolaboratif di mana para pendidik dapat
berbagi pengalaman, strategi pengajaran inovatif, dan praktik terbaik yang telah
terbukti efektif dalam pengajaran sains. Dengan memperkuat komunitas ini, para
guru dapat saling mendukung, menginspirasi, dan berkolaborasi dalam
mengembangkan metode pengajaran yang lebih holistik, memperluas wawasan
mereka, serta meningkatkan mutu pendidikan sains yang diberikan kepada siswa.
• Mengembangkan kemitraan dan kerjasama aktif dengan lembaga penelitian,
universitas, dan pelaku industri yang terkait dalam bidang sains adalah langkah
yang penting untuk mendukung kegiatan literasi sains. Melalui kolaborasi ini,
siswa dapat terlibat dalam pengalaman yang lebih nyata, seperti kunjungan
lapangan ke fasilitas penelitian, kerja sama dalam proyek-proyek ilmiah, dan
penerapan konsep sains dalam konteks industri. Kerjasama ini memberikan
kesempatan bagi siswa untuk memperluas pemahaman mereka tentang aplikasi
praktis dari ilmu pengetahuan, serta memperoleh wawasan langsung mengenai tren
dan inovasi terbaru dalam dunia sains, mendorong minat dan penguasaan mereka
terhadap literasi sains.
• Kunjungan ke museum, kebun binatang, observatorium, dan tempat pendidikan
lainnya adalah cara untuk melengkapi pelajaran di kelas dengan pengalaman dunia
nyata. Kunjungan ini memberi siswa kesempatan untuk mengaitkan ide-ide sains
yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi dunia nyata. Mereka dapat
berpartisipasi dalam eksperimen, menyaksikan fenomena alam secara langsung,
dan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang prinsip-prinsip ilmiah
yang mendasari berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
• Suatu langkah penting menuju pengalaman belajar yang lebih interaktif dan
aplikatif adalah mendorong dan mendukung pendidik untuk membuat lingkungan
sekolah sebagai laboratorium alam. Dengan bantuan ini, guru dapat menggunakan
praktik sehari-hari di lingkungan sekolah sebagai alat untuk eksperimen,
pengamatan, dan aplikasi sains. Siswa memiliki kesempatan untuk memahami dan
mengaplikasikan konsep sains dalam konteks yang lebih relevan dan terkait dengan
kehidupan sehari-hari mereka dengan menggunakan sumber daya alam yang ada
di lingkungan sekolah mereka.

7. Sejauh mana literasi sains diintegrasikan dengan pelajaran lain yang tidak berkaitan
dengan sains?
Jawab :
Hasilnya menunjukkan bahwa literasi sains dan mata pelajaran non-sains masih sangat
terbatas di sekolah dasar.
• Literasi sains biasanya diajarkan secara terpisah dalam mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan belum sepenuhnya diintegrasikan ke dalam
kurikulum mata pelajaran lainnya. Siswa tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya
konsep sains dalam konteks lintas mata pelajaran, seperti matematika, bahasa, atau
bahkan kegiatan sehari-hari, karena keterbatasan integrasi ini. Mengintegrasikan
literasi sains ke dalam berbagai mata pelajaran akan memungkinkan siswa melihat
bagaimana konsep sains berhubungan satu sama lain dalam konteks yang lebih
luas, yang akan meningkatkan pemahaman mereka dan meningkatkan aplikasi
mereka.
• Sebagian besar guru di mata pelajaran non-sains seperti Bahasa Indonesia, IPS, dan
Seni Budaya dan Prakarya (SBdP) belum sepenuhnya mengaitkan atau
memadukan kurikulum dan materi ajaran mereka dengan konsep dan keterampilan
literasi sains. Kemungkinan besar, siswa akan kehilangan peluang untuk
mengaitkan elemen ilmiah dengan konteks yang diajarkan di mata pelajaran. Jika
literasi sains dimasukkan ke dalam mata pelajaran non-sains, siswa akan memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk melihat dan mengaplikasikan konsep sains
dalam kehidupan sehari-hari, serta dalam kerangka pengetahuan lintas mata
pelajaran. Ini dapat meningkatkan pemahaman mereka secara keseluruhan dan
membantu mereka memahami bagaimana ilmu pengetahuan secara luas dapat
diterapkan pada banyak aspek kehidupan.
• Ego sektoral di antara berbagai mata pelajaran menghalangi kolaborasi guru. Ego
sektoral ini menghambat pengembangan strategi pendidikan yang lebih
komprehensif di mana guru-guru dari berbagai mata pelajaran dapat bekerja sama
untuk memasukkan konsep sains ke dalam kurikulum mereka. Siswa akan
memiliki kesempatan untuk melihat dan memahami bagaimana ilmu pengetahuan
berkaitan dengan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan memberi
mereka pemahaman yang lebih baik dan aplikasi yang lebih baik dari literasi sains
dalam berbagai bidang studi.
• Pelatihan yang mendorong guru non-sains untuk memasukkan konsep dan
keterampilan sains ke dalam pendekatan pengajaran mereka sangat penting.
Pelatihan ini dapat membantu guru mengembangkan keterampilan berpikir kritis,
pemecahan masalah, dan keterampilan dasar ilmiah ke dalam kurikulum mereka,
yang memungkinkan mereka memberikan pembelajaran yang lebih luas dan terkait
• Forum guru lintas mata pelajaran dan kepala sekolah harus bekerja sama erat untuk
menciptakan integrasi literasi sains yang kuat di lingkungan sekolah. Kepala
sekolah harus menciptakan forum yang memungkinkan guru dari berbagai bidang
bekerja sama, bertukar ide, dan merancang rencana pembelajaran yang
memasukkan ide-ide literasi sains ke dalam kurikulum mereka masing-masing.
Upaya bersama untuk mengintegrasikan elemen ilmiah ke dalam pengajaran akan
terbentuk melalui kerjasama ini. Ini akan memberikan kesempatan bagi siswa
untuk melihat bagaimana ilmu pengetahuan terkait dengan berbagai mata pelajaran
dan aspek kehidupan.

8. Apa yang menjadi hambatan bagi guru dalam menerapkan literasi sains di kelas?
Jawab :
Beberapa hambatan yang dialami oleh guru dalam menerapkan literasi sains di kelas antara
lain:
• Kurangnya pelatihan. Banyak pendidik tidak menerima pelatihan literasi sains.
Akibatnya, mereka kurang memahami cara yang efektif untuk menerapkan konsep
literasi sains di kelas. Dengan memberi guru kesempatan untuk mengikuti
pelatihan yang berfokus pada literasi sains, mereka akan dapat memperoleh
strategi, keterampilan, dan wawasan yang diperlukan untuk menerapkan
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sehari-hari. Ini karena keterbatasan ini
dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk mengintegrasikan metode ilmiah,
penerapan pengetahuan ilmiah, dan pengembangan keterampilan literasi sains
secara menyeluruh ke dalam proses pembelajaran sehari-hari.
• Kurangnya alat praktik siswa. Salah satu kendala yang paling signifikan dalam
pelaksanaan literasi sains adalah kurangnya sarana praktik atau pendukung yang
tersedia bagi siswa di lingkungan sekolah. Siswa mungkin kesulitan melakukan
eksperimen, melakukan observasi, dan menerapkan konsep sains secara langsung
jika mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap peralatan atau bahan-
bahan praktikum. Mungkin sulit bagi siswa untuk memahami secara menyeluruh
dan menggunakan sains dalam kehidupan sehari-hari karena keterbatasan ini. Oleh
karena itu, penting bagi sekolah untuk memperhatikan dan meningkatkan akses
siswa terhadap fasilitas, alat praktik, dan sumber daya yang mendukung literasi
sains.
• Kesadaran dan kemampuan siswa yang belum cukup. Faktor yang sangat
menghambat penerapan literasi sains di ruang kelas termasuk keterbatasan siswa
dalam pemikiran kritis dan kurangnya keterampilan literasi sains yang memadai.
Proses pembelajaran yang mendukung dan berfokus diperlukan karena siswa yang
tidak memiliki keterampilan berpikir kritis mungkin menghadapi kesulitan dalam
menganalisis informasi, mengevaluasi bukti, dan memahami makna konsep ilmiah
yang diajarkan. Selain itu, kurangnya literasi sains juga dapat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam merespons, menginterpretasikan, dan mengaplikasikan
pengetahuan ilmiah ke dalam kehidupan sehari-hari.
• Keterbatasan bahan ajar. Salah satu kendala yang paling signifikan dalam
menerapkan literasi sains di ruang kelas adalah ketersediaan bahan ajar yang
terbatas. Ini termasuk kekurangan sumber referensi yang relevan, buku teks, dan
materi praktik yang mendukung. Ketika tidak ada sumber daya, guru mungkin
mengalami kesulitan dalam mengajarkan siswa konsep sains secara menyeluruh
dan mendalam. Siswa juga mungkin tidak memiliki akses yang memadai terhadap
pengalaman praktis, informasi, dan materi ajar yang mendukung, yang secara
langsung mempengaruhi pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dalam
dunia nyata. Akibatnya, meningkatkan akses terhadap bahan ajar yang relevan dan
berkualitas tinggi sangat penting untuk mengatasi keterbatasan ini. Metode ini
dapat membantu memperkuat pendekatan literasi sains di lingkungan
pembelajaran.
• Keterbatasan waktu. Salah satu kendala yang paling signifikan dalam
menerapkan literasi sains di ruang kelas adalah jumlah waktu yang tersedia untuk
pembelajaran. Guru mungkin merasa terpaksa menyampaikan materi dalam waktu
yang terbatas, membuat mereka tidak dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan praktikum, diskusi, atau eksplorasi mendalam yang diperlukan
untuk memahami konsep sains secara menyeluruh. Dalam situasi seperti ini, siswa
mungkin mendapatkan pengalaman belajar yang kurang mendalam, terkonsentrasi
pada mencapai tujuan kurikulum daripada mendapatkan pemahaman yang lebih
luas tentang apa yang mereka ketahui. Untuk melakukannya, mereka harus mencari
cara untuk memanfaatkan waktu mereka dengan lebih efisien. Ini dapat dicapai
dengan menggunakan strategi pembelajaran yang terpadu atau menekankan pada
konsep-konsep kunci yang memungkinkan siswa memahami lebih dalam apa yang
mereka ketahui.
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R. (2021). Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar.


Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran SD
Irsan, I. (2021). Implemensi Literasi Sains dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Jurnal Basicedu, 5(6), 5631-5639.
Narut, Y. F., & Supardi, K. (2019). Literasi sains peserta didik dalam pembelajaran ipa di
indonesia. JIPD (Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar), 3(1), 61-69.
Nurwidiyanti, A., & Sari, P. M. (2022). Pengembangan media pembelajaran flipbook
berbasis literasi sains pada pembelajaran IPA sekolah dasar. Jurnal Basicedu,
6(4), 6949-6959.
Rustaman, N. (2022). Meningkatkan Literasi Sains melalui Pemanfaatan Alat Peraga dan
Teknologi di Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains.
Setiawan, A. R., & Saputri, W. E. (2020). Pembelajaran Literasi Saintifik untuk Pendidikan
Dasar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan
dan Pengajaran, 14(2), 144-152.
Siregar, T. R. A., Iskandar, W., & Rokhimawan, M. A. (2020). Literasi sains melalui
pendekatan saintifik pada pembelajaran IPA SD/MI di abad 21. MODELING:
Jurnal Program Studi PGMI, 7(2), 243-257.
Suparya, I. K., Suastra, I. W., & Arnyana, I. B. P. (2022). Rendahnya Literasi Sains: Faktor
Penyebab Dan Alternatif Solusinya. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 9(1),
153-166.
Utami, S. H. A., Marwoto, P., & Sumarni, W. (2022). Analisis kemampuan literasi sains
pada siswa sekolah dasar ditinjau dari aspek konten, proses, dan konteks sains.
Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education),
10(2), 380-390.
Utami, S., & Sabri, T. (2014). Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan literasi sains IPA kelas V SD. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa (JPPK), 3(7).
Yanti, R. (2020). Analisis Kemampuan Literasi Sains Ditinjau Dari Kebiasaan Membaca,
Motivasi Belajar Dan Prestasi Belajar. WASPADA (Jurnal Wawasan
Pengembangan Pendidikan), 7(1), 8-18.
.

Anda mungkin juga menyukai