PEMBAHASAN
Literasi sains menurut Programme for International Student Assesment (PISA) diartikan
sebagai “the capacity to use scientific knowledge, to identify questions and to draw evidence-
based conclusions in order to understand and help make decisions about the natural world and
the changes made to it through human activity” (Budiarti, 2020). Dari definisi tersebut, literasi
sains dimaknai sebagai kemampuan seseorang menggunakan pengetahuan sains maupun
keterampilan proses ilmiah untuk memahami dan membuat keputusan tentang lingkungan alam.
Literasi sains merupakan kemampuan ilmiah individu untuk menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya pada proses identifikasi masalah, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan
fenomena ilmiah, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti yang berhubungan dengan isu
ilimiah (Wulandari & Sholihin, 2016).
Unsur pokok yang terdapat pada literasi sains menurut Harlen (2004) diantaranya adalah :
1. concepts or ideas, which help understanding of scientific aspects of the world around
and which enable us to make sense of new experiences by linking them to what we
already know;
2. processes, which are mental and physical skills used in obtaining, interpreting and using
evidence about the world around to gain knowledge and build understanding;
3. attitudes or dispositions, which indicate willingness and confidence to engage in enquiry,
debate and further learning.
4. understanding the nature (and limitations) of scientific knowledge.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa hal yang paling pokok dalam
pengembangan literasi sains siswa meliputi pengetahuan tentang sains, proses sains,
pengembangan sikap ilmiah, dan pemahaman peserta didik terhadap sains sehingga peserta didik
bukan hanya sekedar tahu konsep sains melainkan juga dapat menerapkan kemampuan sains
dalam memecahkan berbagai permasalahan dan dapat mengambil keputusan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sains. Berdasarkan beberapa pengertian literasi sains tersebut
peserta didik diharapkan dapat menerapkan pengetahuan yang didapat disekolah untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik dapat memiliki kepekaan dan
kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.
Menurut Poedjiadi (Toharudin, 2011) seseorang memiliki literasi sains dan teknologi
ditandai dengan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan
konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai dengan jenjangnya, mengenal
produk teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk
teknologi dan memeliharanya, kreatif dalam membuat hasil teknologi yang disederhanakan
sehingga peserta didik mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan budaya masyarakat.
Mengacu pada Kemendikbud (2017:5) prinsip dasar literasi sains untuk peserta didik sekolah
adalah:
2. Evaluasi Pembelajaran
Kemampuan literasi peserta didik dapat tergolong rendah disebabkan oleh
ketidakmampuan peserta didik dalam mengerjakan soal-soal literasi sains yang menuntut
pemahaman dan analisis soal. Peserta didik tidak terbiasa mengerjakan soal-soal yang
menuntut pemahaman dan analisis dikarenakan soal-soal evaluasi yang diberikan oleh
guru pada ulangan harian, UTS, dan UAS merupakan soal-soal yang hanya menuntut
ingatan peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari. Seharusnya peserta didik
dibiasakan untuk mengerjakan soal yang menuntut pemahaman serta kontekstual dengan
dunia nyata sehingga peserta didik dapat mengembangkan pemahamannya terhadap
materi yang dipelajari. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Pantiwati (2017)
yang mengungkapkan bahwa asesmen sains seharusnya tidak hanya berorientasi pada
penugasan materi sains akan tetpai juga pada kemampuan berpikir dan kemampuan
dalam melakukan proses sains dalam kehidupan nyata. Hasil penelitian Huryah (2017)
menyimpulkan bahwa peserta didik yang tidak terbiasa dalam mengerjakan soal yang
menuntut analisis merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
kemampuan literasi sains bagi peserta didik.
3. Rendahnya Kemampuan Membaca
Rendahnya kemampuan membaca peserta didik merupakan salah satu kendala dalam
proses pembelajaran sains hal tersebut dibuktikan dengan adanya penelitin yang
dilakukan oleh organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan alam kebudayaan PBB
(UNESCO) pada tahuan 2016 terhadap 61 negara di dunia menunjukkan kebiasaan
membaca di Indonesia tergolong sangat rendah. Hasil studi yang dipublikasikan dengan
nama “The World’s Most Literate Nations” menunjukkan Indonesia berada di peringkat
ke-60 hanya satu tungkat diatas Botswana (kompas.com, 2019). Penyebab rendah minat
dan kebiasaan membaca anatara lain kurangnya akses, terutama untuk di daerah
terpencil. Hal tersebut merupakan salah satu yang terungkap dari Indeks Aktivitas
Literasi Membaca (Alibaca) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Bagi peserta didik membaca snagatlah diperlukan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan, dikarenakan dengan membaca peserta didik dapat mengaitkan pengetahuan
yang baru didapatkan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut
juga akan berdampak pada peningkatan kemampuan dalam pemahaman dan literasi
sains. Susiati(2018) menyatakan bahwa kemampuan literasi sains terkait dnegan
membaca. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Ayu (2018) yang mengungkapkan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara kebiasaan membaca dengan literasi sains
peserta didik SMA di Jakarta Timur.
4. Lingkungan dan Iklim Belajar
Menurut Hayat & Yusuf (2006) lingkungan dan iklim belajar di sekolah mempengaruhi
variasi skor literasi siswa. Demikian juga keadaan infrastruktur sekolah, sumber daya
manusia sekolah dan tipe organisasi serta manajemen sekolah, sangat signifikan
pengaruhnya terhadap prestasi literasi siswa. Kurnia et al (2014) juga mengungkapkan
rendahnya literasi peserta didik di Indonesia berkaitan dengan adanya kesenjangan
anatara pembelajaran IPA yang diterapkan disekolah dan tuntutan PISA. Sejauh ini guru
masih mengajarkan IPA sebagai mata pelajaran yang terpisah (kimia, fisika, biologi),
pembelajaran yang dilakukan dikelas lebih berpusat pada guru (teacher center) sehingga
pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri siswa jarang dilatihkan, guru hanya
berorientasi pada target penguasaan materi dan tidak mampu mengelola pembelajaran
yang berbasis penemuan dan pembelajaran berbasis masalah, siswa sebanyak 40%
merasa tidak dilibatkan dalam menemukan konsep IPA dalam pembelajaran. Kondisi
tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya kemampuan literasi sains siswa
(Didit dan Bibin 2016).
Toharudin, et.al. (2011). Membangun literasi sains peserta didik. Bandung: Humaniora.
Wulandari, N. & Sholihin, H. (2016). Analisis Kemampuan Literasi Sains Pada Aspek
Pengetahuan Dan
Kompetensi Sains Siswa SMP Pada Materi Kalor. Edusains. Vol. 8 No.1. Hal. 66-73.