Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH LITERASI SAINS

Mata Kuliah Kapita Selekta


Dosen Pengampu: Dr. Bowo Sugiharto S.Pd.,M.Pd.

DISUSUN OLEH
Kelompok 3:

1. Fajar Nur`Aini (K4317027)


2. Nuri Isnaini (K4317046)
3. Ivananda Rennar Sari (K4317031)
4. Maulika Junia Mustika Rani (K4317038)
5. Ratna Rahayu (K4317050)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah degan judul
“Literasi Sains” tanpa halangan yang berarti.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membahas mengenai
definisi literasi sains, indikator, cara mengukur, cara memberdayakan dan solusi
permasalahan literasi sains.
Keberhasilan dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing, teman–teman anggota kelompok, teman-teman
kelas, dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan. Kritik
dan saran penulis harapkan agar kedepannya penulis dapat lebih baik dalam menyusun
makalah. Semoga makalah literasi sains ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Sekian dan terima kasih.

Surakarta, 23 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah1

C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Literasi Sains 3


B. Indikator Literasi Sains 5
C. Cara Mengukur Literasi Sains 6
D. Instrumen Pengukuran Literasi Sains 8
E. Cara Pemberdayaan Literasi Sains 11
F. Solusi Mengatasi Permasalahan Literasi Sains 15
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 17

B. Saran 17

Daftar Pustaka18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan,
mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti
dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam.
Oleh karena itu, berbagai upaya untuk meningkatkan penguasaan literasi sains
sangat diperlukan (Maturradiyah, 2015). Literasi sains merupakan kunci
utama untuk menghadapi berbagai tantangan pada abad XXI untuk mencukupi
kebutuhan air dan makanan, pengendalian penyakit, menghasilkan energi yang
cukup, dan menghadapi perubahan iklim (UNEP, 2012).
Fakta hasil PISA 2015 menunjukkan rata-rata nilai sains negara OECD
adalah 493, sedangkan Indonesia baru mencapai skor 403. Hal ini
menunjukkan bahwa ada kesenjangan dalam memperlakukan pendidikan
sains. Dalam sistem pendidikan nasional, konsep dan pola pikir pendidikan
sains sudah tersurat dan menggunakan pendekatan saintifik dan inkuiri.
Namun, faktanya hal tersebut belum diterapkan di kelas-kelas pembelajaran.
Oleh karena itu, perlu ditelusuri menegnai literasi sains, indikator, dan
cara mengembangkan atau membiasakan menjadi literat sains. Demikian,
makalah ini disusun demi memenuhi tujuan tersebut diatas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimaan definisi literasi sains?
2. Apa indikator literasi sains?
3. Bagaimana cara mengukur literasi sains?
4. Apa instrumen pengukuran literasi sains?
5. Bagaimana cara pemberdayaan literasi sains?
6. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan literasi sains?

C. Tujuan
Untuk mengetahui :
1. Definisi Literasi Sains

1
2. Indikator Literasi Sains
3. Cara Mengukur Literasi Sains
4. Instrumen Pengukuran Literasi Sains
5. Cara Pemberdayaan Literasi Sains
6. Solusi untuk mengatasi permasalahan literasi sains

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Literasi Sains
Literasi sains berasal dari gabungan dua kata Latin yaitu literatus artinya
ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan dan scientia, yang
artinya memiliki pengetahuan. Menurut C.E de Boer (1991), orang yang
pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hurt dari Stanford
University. Menurut Hurt,  science literacy berarti tindakan memahami sains
dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.
Literasi sains menurut National Science Education Standards (1995)
adalah Scientific literacy is knowledge and understanding of scientific
concepts and processes required for personal decision making, participation
in civic and cultural affairs, and economic productivity. It also includes
specific types of abilities. Literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep dan proses-proses ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan pribadi, partisipasi dalam urusan sipil dan budaya, dan
produktivitas ekonomi. Literasi sains termasuk jenis kemampuan yang
spesifik.
Menurut Program of International Science Assessment (PISA) literasi
sains diartikan sebagai “ the capacity to use scientific knowledge , to identify
questions and to draw evidence-based conclusions in order to understand and
help make decisions about the natural world and the changes made to it
through human activity”. Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan
menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat
keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap
alam melalui aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang literasi
sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap
pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu (Firman, 2007).
Literasi sains dibedakan dalam tiga dimensi yaitu: konten (pengetahuan
sains), proses (kompetensi sains), dan konteks (aplikasi sains) (PISA, 2000 &
2003).

3
1. Dimensi Konten
Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang
diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang
dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Dalam hal ini
PISA tidak secara khusus membatasi cakupan konten sains hanya pada
pengetahuan yang menjadi kurikulum sains sekolah, namun termasuk
pula pengetahuan yang diperoleh melalui sumber-sumber informasi
lain yang tersedia
2. Dimensi Proses
Dimensi proses mencakup komponen kompetensi sains. Ada tiga
fokus penilaian dalam dimensi proses literasi sains yakni meliputi
kegiatan: mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena
secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah. Proses kognitif yang
terlibat dalam kompetensi sains antara lain penalaran induktif/deduktif,
berfikir kritis dan terpadu, pengubahan representasi, mengkonstruksi
eksplanasi berdasarkan data, berfikir dengan menggunakan model dan
menggunakan matematika.
Kompetensi ilmiah yang diukur dalam dimensi proses literasi
sains meliputi:
1) Mengidentifikasi pertanyaan ilmiah berhubungan dengan
pertanyaan ilmiah
2) Menjelaskan fenomena secara ilmiah yaitu kemampuan
menjelaskan fenomena secara ilmiah mencakup kompetensi
dalam mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang
diberikan, mendeskripsikan fenomena, memprediksi perubahan,
pengenalan dan identifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi
yang sesuai.
3) Menggunakan bukti ilmiah, yaitu kompetensi ini menuntut
peserta didik memaknai temuan ilmiah sebagai bukti untuk
suatu kesimpulan. Selain itu juga menyatakan bukti dan
keputusan dengan kata-kata, diagram atau bentuk representasi
lainnya.

4
3. Dimensi Konteks
Dimensi konteks literasi sains menurut PISA mencakup berbagai
bidang diantaranya:
1) bidang aplikasi sains meliputi penerapan sains dalam setting
personal, sosial dan global seperti bidang: kesehatan; sumber daya
alam; mutu lingkungan; bahaya; perkembangan mutakhir sains
dan teknologi;
2) bidang penilaian (assessment) dimana butir-butir soal pada
penilaian pembelajaran sains, menurut PISA berfokus pada situasi
yang terkait pada diri individu, keluarga dan kelompok individu
(personal), terkait pada komunitas (social), serta terkait pada
kehidupan lintas negara (global).

B. Indikator Literasi Sains


Menurut National Science Teacher Association /NSTA (1971) individu
yang literat sains adalah orang yang menggunakan konsep sains, keterampilan
proses, dan nilai dalam membuat keputusan sehari-hari kalau ia berhubungan
dengan orang lain atau dengan lingkungannya, dan memahami interelasi
antara sains, teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan
ekonomi.
Untuk mengkategorikan kemampuan peserta didik dalam literasi sains
maka digunakan indikator dalam menentukan kemampuan literasi sains.
Indikator yang digunakan merujuk dari indikator kemampuan literasi sains
menurut Gormally et al. (2012: 365) dalam Winata dkk. (2018: 60-61).
Pengukuran indikator literasi sains tersebut berupa:
1) mengidentifikasi pendapat ilmiah yang valid;
2) melakukan penelusuran literatur yang efektif;
3) memahami elemen-elemen desain penelitian dan bagaimana dampaknya
terhadap temuan/ kesimpulan;
4) membuat grafik secara tepat dari data;
5) memecahkan masalah menggunakan keterampilan kuantitatif, termasuk
statistik dasar;
6) memahami dan menginterpretasikan statistik dasar;

5
7) melakukan inferensi, prediksi, dan penarikan kesimpulan berdasarkan data
kuantitatif.
Indikator kemampuan literasi sains yang dikembangkan oleh Gormally
et al. (2012: 365) dipilih karena sangat sederhana, mudah diimplementasikan
dan telah mencerminkan dari kemampuan literasi sains. Selain itu, ketujuh
indikator tersebut termuat dalam tiga kompetensi ilmiah yang diukur dalam
literasi sains.

C. Cara Mengukur Literasi Sains


Penilaian literasi sains yaitu menilai pemahaman peserta didik terhadap
konten sains, proses sains, dan konteks aplikasi sains. Konten dalam literasi
sains meliputi materi yang terdapat dalam kurikulum dan materi yang bersifat
lintas kurikulum dengan penekanan pada pemahaman konsep dan kemampuan
untuk menggunakannya dalam kehidupan. Proses sains merujuk pada proses
mental yang terlibat ketika peserta didik memecahkan permasalahan.
Sedangkan konteks adalah area aplikasi dari konsep-konsep sains. Sesuai
dengan pandangan tersebut, penilaian literasi sains tidak semata-mata berupa
pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains tetapi juga
pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains serta kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang
dihadapi peserta didik, ini berarti bahwa penilaian literasi sains tidak hanya
berorientasi pada penguasaan materi sains akan tetapi juga pada penguasaan
kecakapan hidup, kemampuan berpikir dan kemampuan dalam melakukan
proses-proses sains pada kehidupan nyata peserta didik (Yuliati, 2017).
Penelitian pengembangan instrumen evaluasi berbasis literasi sains
menggunakan desain penelitian Sugiyono (2013: 434) yang telah
disederhanakan kedalam tiga tahapan utama, yaitu:
(a) tahap studi pendahuluan;
(b) tahap studi pengembangan;
(c) tahap evaluasi.
Studi pendahuluan meliputi studi literatur, studi lapangan, serta
identifikasi dan analisis kebutuhan. Studi literatur dilakukan dengan mencari

6
literatur atau data yang berhubungan dengan literasi sains dan kemampuan
literasi sains sedangkan studi lapangan untuk memperoleh fakta atau temuan-
temuan di lapangan yang berkaitan dengan penggunaan instrumen evaluasi
berbasis literasi sains yang digunakan oleh guru dan kurikulum yang sedang
diterapkan di sekolah tersebut. Identifikasi dan analisis kebutuhan adalah
proses mengidentifikasi dan menganalisis hasil temuan dari studi literatur dan
studi lapangan yang nantinya akan digunakan untuk menyusun intrumen
penelitian yang sesuai dengan kebutuhan sekolah saat ini. Selanjutnya, tahap
studi pengembangan meliputi desain produk awal, uji validasi oleh ahli,
analisis dan revisi, uji coba awal, analisis dan penyempurnaan, hingga
dihasilkan produk hipotetik. Tahap terakhir yaitu evaluasi meliputi pengujian
produk hipotetik patetik pada uji coba akhir hingga produk final dihasilkan
(Fuadah et al, 2017).
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan literasi sains yang diukur,
maka analisis data pada penelitian ini menggunakan perhitungan data skor
rata-rata gain yang dinormalisasi (N-gain) yang dikembangkan oleh Hake
(1999) dengan formula sebagai berikut:

Keterangan:
<g> = skor rata-rata gain yang dinormalisasi
Spost = skor rata-rata tes akhir siswa
Spre = skor rata-rata tes awal siswa
Sm ideal = skor maksimum ideal (100)

Perolehan nilai rata-rata N-gain yang telah didapat kemudian


diinterpretasikan berdasarkan Tabel 2 berikut ini:
Nilai <g> Kriteria
<g> ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ <g> <0,7 Sedang
<g> < 0,3 Rendah
(Hake, 1999)
Perolehan data hasil penelitian kemudian dianalisis secara statistik
dengan melakukan pengujian terhadap nilai pretest dan post-test siswa. Uji

7
yang dilaksanakan berupa uji normalitas, homogenitas, dan uji statistik berupa
uji t (Paired Samples T Test) menggunakan program aplikasi IBM SPSS
Statistics 22. Pada uji hipotesis ini, taraf signifikansi (α) yang digunakan
adalah 0,05 atau 5%. Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria: jika
Sig. (2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

D. Instrumen Pengukuran Literasi Sains


a. Angket
 Angket dalam skala Likert 1-4
Angket merupakan lembar yang dapat digunakan untuk menilai
kemampuan literasi sains siswa karena dapat mengkategorikan sejauh
mana siswa memiliki kemampuan literasi. Siswa yang memperoleh
skor tinggi dapat menunjukkan kemampuan literasi sains yang tinggi,
berlaku sebaliknya.

8
9
 Angket dalam skala setuju/tidak setuju

10
 Angket dengan jawaban Ya/Tidak

11
b. Soal tertulis
Instrumen untuk mengukur literasi sains siswa dapat berupa soal
pilihan berganda yang telah dikembangkan oleh peneliti. Instrumen
tersebut harus sudah melewati tahap validasi oleh ahli dan validasi item tes
melalui proses uji coba yang kemudian dianalisis melalui program

12
misalnya AnatesV4 dan IBM Statistik 22 untuk mengetahui validitas, daya
beda, tingkat kesukaran soal, dan reliabilitas instrumen.
Contoh instrument soal tertulis disampaikan oleh Asyhari (2015)
yang menggunakan soal pilihan ganda yang terdiri dari 22 butir soal
dengan empat pilihan jawaban. Aspek pengetahuan yang diukur
merupakan pengetahuan mengenai materi pencemaran lingkungan yang
terdiri dari 3 sub-materi, yaitu pencemaran udara, pencemaran air, dan
efek rumah kaca. Dan aspek kompetensi yang diukur terdiri dari tiga
indikator kompetensi yaitu mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan
fenomena ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah.
Penelitian tersebut dilakukan selama lima kali pertemuan. Kegiatan
penelitian diawali dengan tes awal (pretest) yang bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa yang dilakukan selama satu kali
pertemuan. Kemudian proses pembelajaran dilaksanakan selama tiga kali
pertemuan tatap muka dengan tujuan penguasaan materi pembelajaran
pada materi pencemaran udara, pencemaran air, dan efek rumah kaca.
Kegiatan penelitian diakhiri dengan tes akhir (post-test) yang bertujuan
untuk mengetahui profil kemampuan literasi sains siswa setelah
melakukan pembelajaran saintifik.
Contoh lain seperti soal-soal sains yang ditulis dalam buku Take the
Test sample Questions from OECD’s PISA assessments dari OECD,
sebagai berikut:

13
14
15
c. Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan terbuka lebih mengarah pada penilaian kemampuan siswa
yang diambil dari jawaban siswa. Metode yang digunakan dapat melalui
wawancara secara langsung kemudian jawaban siswa yang berupak
penjelasan dapat dikategorikan sebagai berikut:

Skor 1 Jawaban salah dan alasan tidak mencerminkan pemahaman yang


sesuai
Skor 2 Setengah benar, menunjukkan pemahaman yang benar namun
tidak memberikan alasan yang memadai
Skor 3 Jawaban benar menggambarkan jawaban dan pemahaman yang
benar

E. Cara Pemberdayaan
Upaya-upaya yang dapat dilakukan agar literasi sains meningkat yaitu
pertama dengan menerapkan pendekatan dan model pembelajaran sains yang
tepat mengutamakan pengembangan sikap, gagasan dan keterampilan proses
yang menekankan pada pendekatan penemuan ilmiah. Kedua guru harus
mampu membuat instrument evaluasi yang berbasis literasi sains. Dan
selanjutnya bagi siswa harus ada minat dan motivasi, intensitas belajar yang
tinggi serta sikap sains yang harus terus dikembangkan (Utami, 2018).

F. Solusi permasalahan Literasi Sains


Salah satunya permasalahan literasi sains adalah proses pembelajaran
yang belum bisa memfasilitasi secara optimal untuk melatih literasi saintifik
siswa. Sebagai contoh siswa belum dibiasakan untuk mengembangkan
pertanyaan penyelidikan dan eksperimen yang dilakukan masih bersifat
verifikasi terhadap buku pelajaran (textbook). Kebiasaan proses pembelajaran
seperti ini bisa mengakibatkan literasi saintifik siswa menjadi rendah.
Kerendahan literasi saintifik timbul karena siswa cenderung merasa puas
mendapat pengetahuan setelah mengikuti pembelajaran meskipun belum
sampai memiliki penguasaan. Sementara pembelajaran terkesan mengajak
siswa untuk menghafal pengetahuan.

16
Dengan keadaan tersebut, diperlukan upaya perbaikan berkelanjutan
terhadap pembelajaran supaya dapat meningkatkan literasi saintifik siswa.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan bisa melalui beragam cara, misalnya
dengan menganalisis kandungan literasi saintifik dalam bahan ajar,
mengembangkan tes literasi saintifik, serta menganalisis desain pembelajaran.
Dalam penelitian ini, upaya perbaikan yang dipilih ialah dengan menganalisis
desain pembelajaran yang diselaraskan terhadap domain literasi saintifik dan
tuntutan kurikulum yang berlaku. Pilihan ini diambil karena dalam desain
pembelajaran dapat menyertakan bahan ajar dan tes serta memberikan
tindakan secara langsung pada siswa. Penyesuaian terhadap kurikulum yang
berlaku dirasa perlu agar hasil penelitian dapat digunakan dalam
pembelajaran, tak sekadar menjadi bahasan penelitian.

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Literasi sains yaitu pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk
mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru,
menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta,
memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi
membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan
untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains.
Untuk mengetahui tingkat literasi sains di Indonesia, perlu
dikembangkan alat ukur. Dengan adanya alat atau instrumen pengukuran
ini maka tingkat literasi sains di Indonesia dapat diketahui, sehingga dapat
dikembangkan upaya untuk meningkatkan budaya literasi sains di
Indonesia, dan mengatasi berbagai permasalahan literasi sains, dengan
tujuan peningkatan literasi sains di Indonesia agar tidak tertinggal dengan
negara-negara lain.
B. SARAN
Diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk meningkatkan budaya
literasi sains di Indonesia, khususnya dari bidang kependidikan.
Kurikulum pendidikan harus didesain agar siswa terbiasa dengan literasi
sains dan tidak hanya mendapatkan transfer ilmu dari guru. Tenaga
pendidik juga harus mampu mengembangkan pembelajaran dalam kelas
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa salah satu
langkah yaitu dengan student center learning, dimana siswa yang aktif
dalam pembelajaran, tidak hanya mendengar dan mencatat materi yang
disampaikan guru.

18
DAFTAR PUSTAKA
Asyhari, Ardian, Risa Hartati. (2015). Profil Peningkatan Kemampuan Literasi
Sains Siswa Melalui Pembelajaran Saintifik. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Fisika. Vol 04 (2). H: 179-191
Firman, H. 2007. Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun
2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas
Fu’adah, Hanif, Ani Rusilowati, and Hartono. (2017). ‘Lembaran Ilmu
Kependidikan Pengembangan Alat Evaluasi Literasi Sains Untuk
Mengukur Kemampuan Literasi SainsSiswa Bertema Perpindahan Kalor
Dalam Kehidupan’, Lembaran Ilmu Pendidikan, 46
Hake, R. (1999). Analyzing Change / Gain Score. Indiana: Indiana University.
Maturradiyah , N. & Rusilowati , A. (2015). Analisis Buku Ajar Fisika Sma Kelas
Xii Di Kabupaten Pati Berdasarkan Muatan Literasi Sains. Unnes Physic
Education Journal 4 (1) (2015)
OECD. (2009). Take the test Sample Question From OECD’s PISA Assessments.
OECD Publishing
OECD. (2016). PISA 2015 Assessment and Analytical Framework: Science,
Reading, Mathematic and FinancialLiteracy, PISA,
UNEP. (2012). 21 Issues for the 21st Century: Result of the UNEP Foresight
Process on Emerging Environmental Issues, United Nations Environment
Programme (UNEP), Nairobi, Kenya
Utami, Dhieta Dewi. (2018). Upaya Peningkatan Literasi Sains Siswa Dalam
Pembelajaran Ipa. Prosiding Seminar Nasional Mipa Iv. Isbn 978-602-
50939-0-6
Winata, A., Cacik, S., & W., I. S. R. (2018). Kemampuan Awal Literasi Sains
Peserta Didik Kelas V Sdn Sidorejo I Tuban Pada Materi Daur Air. Jtiee,
2(1), 58–64.
Yuliati, Yuyu. (2017). Literasi Sains dalam Pembelajaran IPA. Jurnal Cakrawala
Pendas, 3(2), 21-28.

19

Anda mungkin juga menyukai