PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan pembelajaran di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi
akademik dan kepribadian pelajar, menguasai kompetensi terstandar sesuai dengan
perkembangan kurikulum saat ini. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum
2013, yang lebih menekankan siswa untuk memiliki kompetensi yang terintegrasi
dalam kehidupan nyata.
Pesatnya perkembangan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat
dewasa ini menuntut manusia untuk semakin bekerja keras untuk menyesuaikan diri
dalam segala aspek kehidupan. Salah satunya adalah aspek pendidikan yang sangat
menentukan maju mundurnya suatu kehidupan bangsa. Aspek pendidikan yang
koheren dengan perkembangan zaman adalah pendidikan sains.
Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan anak
memasuki dunia kehidupannya. Hernani et al. (2009) mengungkapkan bahwa
pendidikan sains memiliki potensi yang besar dan peranan strategis dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era
industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini akan dapat terwujud jika pendidikan sains
mampu melahirkan siswa yang cakap dalam bidangnya dan berhasil menumbuhkan
kemampuan berpikir logis, berpikir kreatif, kemampuan memecahkan masalah,
bersifat kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan
perkembangan zaman. Dengan demikian proses pendidikan sains diharapkan mampu
membentuk manusia yang melek sains (literasi sains) dan teknologi seutuhnya.
Pendidikan sains bertanggung jawab atas pencapaian literasi sains anak bangsa,
karena itu perlu ditngkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas pendidikan sains dapat
dilakukan melalui berfikir sains. Berfikir sains dapat dikembangkan melalui
kemampuan berfikir tingkat tinggi (expert thinking). Kemampuan berfikir tingkat
tinggi ini dapat dijadikan pondasi untuk membentuk karakter bangsa. Karakter
seseorang anak bangsa yang mampu berfikir tingkat tinggi tidak akan mudah tertipu
oleh isu-isu yang memancing konflik di masyarakat (Liliasari, 2011).
Literasi sains didefinisikan dalam PISA (Program For Internasional Student
Assessment) (2009) sebagai pengetahuan sains seseorang, dan penggunaan
pengetahuan itu, untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru,
menjelaskan fenomena sains dan menarik kesimpulan tentang sains yang
berhubungan dengan isu-isu; pemahaman tentang ciri karakteristik dari ilmu sebagai
bentuk pengetahuan manusia dan penyelidikan; kesadaran bagaimana sains dan
teknologi membentuk intelektual, lingkungan budaya; dan ketersediaannya untuk
terlibat dalam masalah yang terkait sains, serta dengan ide-ide pengetahuan tersebut
bisa menjadi warga negara yang tanggap. Literasi sains suatu hasil belajar kunci
dalam pendidikan usia 15 tahun bagi semua siswa, karena anak seusia 15 tahun sudah
seyogyanya menentukan pilihan karier dan ikut serta mengambil peran dalam
kemanjuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Rahmawati, 2012)
Melek terhadap sains merupakan kata lain dari literasi sains. Menurut
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 2003) literasi
sains (scientific literacy) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan
pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik simpulan berdasarkan
fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang
terjadi karena aktivitas manusia. Chiapetta (1991) mengungkapkan bahwa ada empat
aspek literasi sains yakni sains sebagai batang tubuh pengetahuan (a body of
knowledge), sains sebagai cara untuk berpikir (a way of thinking), sains sebagai cara
untuk menyelidiki (a way of investigating), dan interaksi antara sains, teknologi, dan
masyarakat (interaction between science, technology, and society). Tak dipungkiri
bahwa keempat aspek literasi sains tersebut masih rendah dikuasai oleh anak
Indonesia.
Pengukuran literasi sains penting untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
siswa terhadap pengetahuan sains tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek
proses sains, serta kemampuan mengaplikasian pengetahuan dan proses sains dalam
situasi nyata. Pengukuran literasi sains pertama kali dilakukan pada tahun 2000 oleh
PISA yang diteruskan secara berkala setiap 3 tahun. Hasil pengukuran literasi sains
terakhir PISA pada tahun 2015 yang dipublikasikan oleh OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) menunjukkan bahwa tingkat literasi sains
siswa Indonesia masih rendah. Indonesia menduduki peringkat ke 62 dari 70 negara
anggota OECD dengan skor rata-rata untuk sains 403 (OECD, 2015).
Hasil literasi sains yang dipublikasikan PISA mengungkapkan gambaran literasi
siswa secara menyeluruh untuk rata-rata siswa Indonesia. Artinya hasil litersi sains
dapat berbeda apabila dilakukan tes pada ruang lingkup yang berbeda. Hal ini tentu
akan memberikan pengaruh kepada aspek-aspek belajar yang termasuk juga
kemampuan literasi sains. Oktarisa (2012) mengatakan bahwa pengembangan alat
ukur literasi sains juga dapat disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dilihat
literasi sainsnya, sehingga hadirlah literasi fisika, literasi kimia, ataupun literasi
biologi.
Perkembangan alat ukur literasi sains memenuhi empat komponen literasi sains.
Keempat komponen literasi sains yang harus dipenuhi untuk mengembangkan alat
evaluasi berbasis literasi sains meliputi sains sebagai batang tubuh pengetahuan ( a
body of knowledge), sains sebagai cara untuk menyelidiki (way of investigation),
sains sebagai cara untuk berfikir (way of thinking), dan interaksi antara sains,
teknologi dan masyarakat (interaction of science, technology, and society)
Diana et al. (2015) mengungkapkan bahwa literasi sains yang diukur memalui
PISA tersebut hanya dikenakan pada siswa yang berusia 15 tahun. Informasi tersebut
hanya bersifat umum, tidak diungkapkan rincian aspek literasi sains apa saja yang
diukur dan bagaimana kemampuan siswa dari masing-masing aspek literasi sains
tersebut. Pengukuran literasi sains penting untuk mengetahui sejauhmana kemelekan
siswa terhadap konsep-konsep sains yang telah dipelajarinya.
Studi lapangan menunjukkan bahwa keberadaan alat evaluasi yang mengacu
pada kompetensi literasi sains terbatas. Alat evaluasi yang umum digunakan belum
mampu mengukur kemampuan literasi sains siswa. Keberadaan alat evaluasi literasi
sains yang terbatas ini mendorong penulis untuk mengembangkan isntrumen evaluasi
berbasis literasi sains yang diadopsi dari penelitian internasional seperti PISA yang
dapat digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa. Oleh karena itu
penulis melakukan penelitian skripsi berjudul PENGEMBANGAN ALAT
EVALUASI
BERBASIS
LITERASI
SAINS
UNTUK
MENGUKUR
1. Mengetahui karakteristik alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor
yang dikembangkan.
2. Mengetahui kevalidan alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor
yang dikembangkan.
3. Mengetahui reliabilitas alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor
yang dikembangkan.
4. Mengetahui profil kemampuan literasi sains siswa pada materi kalor
1.5. Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian pada prinsipnya harus bermanfaat baik bagi perkembangan
ilmu pengetahuan bagi subjek penelitian, maupun bagi peneliti. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1.5.1. Manfaat Teoritis
1. Konsep-konsep yang dihasilkan dalam penelitian merupakan masukan bagi
dunia pendidikan khususnya bidang evaluasi.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian sejenis,
secara lebih luas, intensif dan mendalam.
1.5.2. Manfaat Praktis
Alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi yang dihasilkan dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa.
1.6. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini maka
peneliti memberikan penegasan istilah sebagai berikut.
1.6.1. Pengembangan
Perkembangan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengembangkan
( Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga). Pengembangan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan alat evaluasi berbasis
literasi sains untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa materi kalor.
1.6.2. Alat Evaluasi
Alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Menurut
KBBI, alat adalah benda yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu. Menurut Arifin
(2012 : 6), evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus
ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang
diperoleh
dapat
dijadikan
balikan
bagi
guru
dalam
memperbaiki
dan
menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, alat evaluasi
adalah alat yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keefektifan
pembelajaran. Alat evaluasi dalam pembelajaran ini difungsikan untuk mengukur
kemampuan literasi sains siswa.
1.6.3. Literasi Sains
Berdasarkan Framework PISA 2015, definisi literasi sains yaitu kemampuan
untuk menggunakan hubungan ilmu pengetahuan dengan isu-isu, dan ide-ide tentang
ilmu pengetahuan sebagai masyarakat yang reflektif (OECD, 2013 :7). Literasi sains
diartikan sebagai kapasitas siswa untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
serta untuk menganalisis, bernalar dan berkomunikasi secara efektif apabila mereka
dihadapkan pada masalah, harus menyelesaikan dan menginterpretasi masalah pada
berbagai situasi.
1.6.4. Kemampuan Literasi Sains
Menurut Setiadi (2013 : 6), kemampuan literasi sains menyangkut semua aspek
sains seperti pengetahuan, sikap, dan ketrampilan sains, serta konteksnya sengan
kehidupan dan kemajuan sains teknologi, sehingga pengembangan pembelajaran
sains yang mengarah pada penguasaan literasi sains akan lebih membekali siswa
untuk memiliki kemampuan pemahaman dan ketrampilan sains dengan konteks
kehidupan personal, lokal, dan global. Aspek kemampuan literasi sains yang diukur
meliputi (a) sains sebgai batang tubuh pengetahuan, (b) sains sebagai cara untuk
menyelidiki, (c) sains sebagai cara berfikir, dan (d) interaksi sains, teknologi, dan
masyarakat.
1.6.5. Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu benda ke
benda lainnya karena adanya perbedaan suhu. Ketika dua benda yang memiliki
perbedaan suhu bertemu maka kalor akan mengalir (berpindah) dari benda yang
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Banyak yang tidak tahu perbedaan
antara suhu dan kalor, Suhu adalah nilai yang terukur pada termometer, sedangkan
kalor adalah energi yang mengalir dari satu benda ke benda lainnya (Rohima dan
Puspita, 2009 : 62).
1.7. Sistematika Skripsi
Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Bagian pendahuluan skripsi, bagian ini berisi halaman judul, halaman
pengesahan, halaman motto dan persembahan, prakata, abstrak, abstract,
daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran.
b. Bagian isi skripsi, terdiri dari:
Bab 1 Pendahuluan
Berisi latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Berisi landasan teori, tinjauan materi kalor, dan kerangka berfikir.
Bab 3 Metode Penelitian
Berisi lokasi penelitian, subjek penelitian, jenis penelitian, prosedur penelitian,
metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi hasil penelitian dan pembahasan tentang karakteristik produk, validitas dan
reliabilitas produk, serta profil kemampuan literasi sains siswa.
Bab 5 Simpulan dan Saran
Berisi simpulan hasil penelitian dan saran yang perlu diberikan berdasarkan temuan
hasil penelitian.
c. Bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
melengkapi uraian pada bagian isi serta dokumantasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Evaluasi Pembelajaran
Alat Evaluasi
Alat evaluasi adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
kegiatan evaluasi. Dalam hal ini, alat evaluasi berfungsi sebagai instrumen atau alat
pengumpul data. Instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data. Instrumen
yang baik mampu memberikan hasil penilaian yang sesuai dengan kenyataan
sebenarnya.
Alat evaluasi yang baik harus mempunyai kualitas yang memadai dalam arti
valid dan reliabel, sehingga data yang diperoleh sesuai dengan fakta atau kedaan
sesungguhnya di lapangan. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan untuk
memperoleh alat evaluasi yang berkualitas. Validitas atau kesahihan diartikan sebagai
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Djaali
dan Pudji, 2004:65).
Validitas suatu instrumen ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain validitas
isi, validitas konstruk, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal. Validitas isi suatu
tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan
terhadap isi suatu materi tententu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan
pengajaran (Djaali dan Pudji, 2004 : 66). Validitas konstruk adalah validitas yang
mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benarbenar dimaksudkan hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau
definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Reliabilitas berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama,
diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri
subjek memang belum berubah (Djaali dan Pudji, 2004 : 74).
2.1.3
Literasi Sains
Literasi sains berasal dari dua kata yaitu literasi dan sains. Literasi berasal dari
Bahasa Inggris yaitu literacy yang berarti melek huruf atau gerakan pemberantasan
buta huruf (Echols & Hasan Sadily, 2010). Sedangkan istilah sains juga berasal dari
Bahasa Inggris science yang berarti ilmu pengetahuan. Menurut KBBI, sains
merupakan pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian,
dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang
sedang diselidiki, dipelajari, dsb. Menurut Pusat Perbukuan, sains adalah salah satu
mata pelajaran utama dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya
Pendidikan Dasar.
Menurut Science for all American (AAAS, 1993) dalam Rusilowati (2013:
5), literasi sains merupakan kemampuan (ability) memahami konsep dan prinsip sains
(concept and principle of science) serta mempunyai kemampuan berpikir ilmiah
untuk memecahkan masalah sehari-hari kaitannya dengan sains. Berdasarkan
National Research Council (1996), literasi sains sangat penting karena untuk
memahami suatu ilmu sains dibutuhkan pemahaman pribadi dan minat agar manfaat
dimiliki oleh setiap orang. Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD, 2003) mengemukakan bahwa literasi sains merupakan kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik
kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat
keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia. Pendapat lain
tentang literasi sains diungkapkan oleh Hurd (1997) mendefinisikan literasi sains
sebagai kompetensi yang diperlukan untuk berpikir rasional tentang ilmu
pengetahuan yang kaitannya dengan pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan isu-isu
dalam kehidupan.
Penilaian literasi sains yang dilakukan oleh PISA 2006 (OECD, 2006)
memandang kemampuan literasi sains melalui empat aspek yakni aspek konteks,
pengetahuan, kecakapan, dan sikap. Aspek konteks seperti siswa mampu mengenali
penggunaan sains dan teknologi dalam kehidupan. Aspek pengetahuan seperti siswa
memahami gejala alam berdasarkan pengetahuan tentang sains. Aspek kompetensi
meliputi siswa mampu memperlihatkan kompetensinya dalam mengidentifikasi
masalah sains, menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan menjelaskan simpulan
berdasarkan fakta-fakta. Aspek sikap meliputi siswa tertarik pada sains, mendukung
penemuan-penemuan sains, dan bertanggung jawab terhadap ilmu sains.
Literasi sains memiliki empat kategori yang terkandung di dalamnya dan
keempat kategori tersebut saling terkait. Menurut Wilkinson (Collete and Chiapetta,
1989), literasi sains melibatkan pemahaman pengetahuan alam yang kuat dan
bagaimana ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat saling terkait serta
mempengaruhi satu dengan yang lain, sama baiknya dengan sikap positif kepada nilai
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.1.4
(Astuti, 2012 : 40). Evaluasi literasi sains yang dilakukan memberikan perhatian
terhadap aspek kognitif dan afektif siswa (Odja & Payu, 2014 : 40). Aspek kognitif
meliputi pengetahuan siswa dan kapasitasnya untuk menggunakan pengetahuan
secara efektif dan melibatkan proses kognitif yang merupakan karakteristik sains
dalam bidang personal, sosial dan global. Aspek afektif berhubungan dengan masalah
yang dapat dipecahkan oleh pengetahuan sains dan membentuk siswa yang mampu
untuk membuat keputusan pada saat ini maupun masa depan (OECD, 2013).
Ada
empat
kategori
literasi
sains
yang
harus
dipenuhi
untuk
mengembangkan alat evaluasi berbasis literasi sains yaitu meliputi sains sebagai (a)
sains sebagai batang tubuh pengetahuan, (b) sains sebagai cara untuk menyelidiki, (c)
sains sebagai cara berfikir, dan (d) interaksi sains, teknologi dan masyarakat.
Keempat kategori tersebut masih diperinci lagi ke dalam beberapa tujuan, seperti
yang dikemukakan oleh Chiappetta et al (1991) yaitu sebagai berikut.
(1) Sains sebagai batang tubuh pengetahuan
Kategori ini menyajikan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukumhukum, menyajikan hipotesis-hipotesis, teori-teori dan model-model, meminta siswa
untuk mengingat pengetahuan atau informasi
(2) Sains sebagai cara untuk menyelidiki
Kategori ini dimaksudkan untuk merangsang pemikiran dan meminta siswa
untuk menyelidiki. Hal ini mencerminkan aspek inkuiri dan belajar aktif,
melibatkan siswa dalam metode dan proses sains seperti mengamati, mengukur,
mengklasifikasi,
menyimpulkan,
rekaman
data,
membuat
perhitungan,
ini
menekankan
sifat
empiris
dan
objektifitas
ilmu
sains,
akibat, mendiskusikan fakta dan bukti, menyajikan metode dan pemecahan masalah
ilmiah dan menuntut siswa berfikir kritis.
(4) Interaksi sains, teknologi dan masyarakat
Kategori ini menggambarkan kegunaan ilmu sains dan teknologi bagi
masyarakat, menunjukkan efek negatif dari ilmu sains dan teknologi bagi masyarakat,
mengembangkan
perspektif
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
menerapkan
pengetahuan ilmiah dan teknologi untuk pribadi, mafaat sosial dan global
mendiskusikan masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan ilmu sains atau
teknologi, dan menyebutkan karir-karir dan pekerjaan-pekerjaan dibidang ilmu dan
teknologi.
2.1.5
Kemampuan
literasi
sains
menyangkut
semua
aspek
sains
seperti
pengetahuan, sikap dan ketrampilan sains, serta konteksnya dengan kehidupan dan
kemajuan sains teknologi. Pengukuran kemampuan literasi sains penting untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap pengetahuan sains, tetapi juga
pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan mengaplikasikan
pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata (Amri et al., 2013 : 2).
Salah satu asesmen skala internasional yang dapat dijadikan ukuran untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu hasil studi PISA. PISA
adalah studi tentang program penilaian siswa tingkat internasional yang
diselenggarakan oleh OECD atau organisasi untuk kerjasama ekonomi dan
pembangunan. PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk di akhir
tahun pendidikan dasar (siswa berusia 15 tahun) telah menguasai pengetahuan dan
ketampilan yang penting untuk dapat berpartisipasi sebagai warga negara atau
anggota masyarakat yang membangun dan bertanggungjawab (Purnomo et al., 2015 :
1).
Sejak tahun 2000 Indonesia ikut serta dalam PISA dan literasi sains adalah
salah satu domain yang diulas. Pada PISA 2000, PISA 2003, PISA 2009, PISA 2012
dan PISA 2015 kedudukan literasi sains adalah pendamping, namun pada PISA 2006
literasi sains menjadi domain utama atau menjadi fokus penilaian. Literasi sains
adalah unsur kecakapan hidup yang harus menjadi hasil kunci dari proses pendidikan
anak hingga usia 15 tahun. Anak usia 15 tahun diaharapkan memiliki tingkat literasi
sains yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan suatu instrumen literasi sains pada
pembelajaran IPA. Walaupun instrumen literasi sains sudah ada dan dapat diadobsi
dari penilitain internasional seperti PISA. Namun, hasil literasi sains Indonesia dalam
studi internasional berlaku secara umum.
2.1.6 Kalor
2.1.6.1 Pengertian Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu benda ke
benda lainnya karena adanya perbedaan suhu. Ketika dua benda yang memiliki
perbedaan suhu bertemu maka kalor akan mengalir (berpindah) dari benda yang
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Banyak yang tidak tahu perbedaan
antara suhu dan kalor, Suhu adalah nilai yang terukur pada termometer, sedangkan
kalor adalah energi yang mengalir dari satu benda ke benda lainnya. Adapula ilmuan
dari Amerika bernama Benjamin Thompson mengatakan bahwa kalor bukanlah zat
alir, melainkan energi yang terjadi karena adanya proses mekanik, seperti gesekan.
2.1.6.2 Rumus dan Satuan Kalor
Satuan kalor adalah Kalori (Kal) atau Joule (J). Kalori adalah banyaknya kalor
yang dibutuhkan untuk memanaskan 1 gram air agar suhunya menjadi 1 derajat
Celcius.
1 Kalori = 4,2 Joule
1 Joule = 0,24 Kalori
Rumus Kalor :
Keterangan :
Q = Kalor (J)
m = Massa Benda (kg)
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa jika kalor diberikan pada dua benda
yang berbeda, maka akan menghasilkan suhu yang berbeda pula, Contohnya ketika
minya dan air dipanaskan dengan suhu yang sama maka minyak akan memiliki
perubahan suhu 2 kali lebih besar dibandingkan air. Hal Ini disebabkan oleh
perbedaan kalor jenis yang dimiliki suatu benda. Kalor Jenis Benda adalah banyaknya
kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu dari 1 kg massa benda tersebut menjadi
1 derjat celcius. Satuan dari Kalor Jenis adalah Kalori / Gram oCelcius atau dalam
Sistem Internasional ditetapkan dengan Joule / KilogramoCelcius. Kalor Jenis dapat
dituliskan dalam persamaan berikut :
Q
c=
mT
Keterangan :
Q = Kalor (J)
m = Massa Benda (kg)
c = Kalor Jenis (J Kg oC)
T = Perubahan Suhu (oC)
Sedangkan kapasitas kalor adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu zat tersebut sebanyak 1 derajat Celcius. Jika kalor Q menghasilkan suhu sebesar
t maka kapasitas kalor dapat dirumuskan
Perpindahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat
yang disertai dengan perpindahan bagian-bagian zat tersebut. Konveksi dapat terjadi
pada zat cair atau gas.
3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi
Perpindahan kalor secara Radiasi adalah proses perpindahan kalor yang tidak
menggunakan zat perantara. Perpindahan kalor secara radiasi berbeda dengan
konduksi dan konveksi. Pada Radiasi, agar terjadinya perpindahan kalor, kedua benda
tidak harus bersentuhan karena kalor dapat berpindah tanpa zat perantara. Artinya
kalor tersebut akan di pancarkan ke segala arah oleh sumber panas, dan akan
mengalir ke segala arah.
4. Pencegahan perpindahan kalor
Perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi dapat dicegah dengan
mengisolasi ruangan tersebut. Contoh sederhana penerapan cara ini adalah pada
termos. Termos digunakan untuk menjaga suhu air tetap panas dengan mencegah
perpindahan kalornya.
2.2
Kerangka Berpikir
Pengembangan alat evaluasi berbasis literasi sains yang memuat empat
kategori merupakan salah satu solusi agar alat evaluasi yang digunakan menjadi
seimbang. Secara ringkas kerangka berpikir dari penelitian ini digambarkan melalui
Gambar 2.1 berikut.
ukan pada literasi sains seperti mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-hari, berpikir memecah
ngembangan Alat Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa M
evaluasi berbasis literasi sains untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa materi kalor yang valid
Gambar 2.1
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Research and Development (R&D)
yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi
produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran (Borg and Gall
dalam Sugiyono, 2013:9). Penelitian ini mengembangkan instrumen evaluasi berbasis
literasi sains untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa materi kalor.
3.2 Lokasi dan Subjek Uji Coba
Lokasi penelitian dan pengembangan Alat Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk
Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa Materi Kalor adalah SMP N 2 Batang
dengan subjek uji coba siswa kelas VII tahun ajaran 2016/2017. Pemilihan sampel
dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling. Pengambilan anggota sampel
dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu (Sugiyono, 2013:120).
3.3 Desain Penelitian
Metode penelitian dan pengembangan (Research and Development) adalah
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
kefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2013:407). Langkah-langkah penelitian dan
pengembangan ditunjukkan pada Gambar 3.1
Pengumpulan Data
Desain
Produk
Uji Coba
Revisi Desain
Validasi Desain
Produk
Awal
Revisi Produk
Revisi
Akhir
Produk
Akhir
Produk Akhir
Gambar 3.1 Desain Penelitian dan Pengembangan Alat Evaluasi Berbasis Literasi
Sains untuk Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa Materi Kalor.
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian berupa penjelasan dari Gambar 3.1 penjelasan dari
masing-masing tahap sebagai berikut.
3.4.1 Potensi dan Masalah
Peneliti menemukan masalah yang dihadapi terkait literasi sains setelah
melakukan studi lapangan dan stidu literatur. Hasil studi lapangan dan studi literatur
disajikan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Hasil Studi Lapangan dan Studi Literatur
Tahapan
Studi Lapangan
Hasil
Alat evaluasi pembelajaran yang digunakan oleh
guru masih mengacu pada kognitif dan kurang
memperhatikan
keterkaitan
materi
dengan
kegiatan sehari-hari.
Sebenarnya sudah ada yang mengembangkan
instrumen evaluasi berbasis literasi sains namun
Studi Literatur
Dalam
lima
kali
keikutsertaanya,
Wacana
Sains
Soal dan
Pilihan
Gambar 3.2 Desain Produk Alat Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Mengukur
Kemampuan Literasi Sains Siswa Materi Kalor.
3.4.4 Validasi Desain
Validasi desain dilakukan untuk menilai desain tersebut, sehingga dapat
diketahui kelemahan, kelebihan serta saran untuk perbaikan. Validasi desain
dilakukan oleh dosen pembimbing selaku ahli. Pengujian validasi desain
menggunakan angket validasi alat evaluasi. Ada beberapa item indikator kriteria
materi, konstruksi dan bahasa dalam angket validasi tersebut.
Batang sebagai responden penelitian. Siswa diberi soal untuk dikerjakan sampai
selesai. Setiap siswa yang selesai mengerjakan kemudian dicatat waktunya untuk
menemukan waktu rata-rata. Data dari uji coba awal kemudian dianalisis reliabilitas
soal, taraf kesukaran, daya pembeda dan kategori literasi sains.
3.4.7
Revisi Produk
Tahap revisi produk dilakukan untuk memperbaiki produk yang telah dibuat
apabila dalam produk ini masih terdapat kekurangan sesuai dengan hasil uji coba
awal serta menentukan soal yang layak dipakai untuk uji coba akhir.
3.4.8
mengetahui profil kemampuan literasi sains siswa. Data dari uji coba akhir dianalisis
validitas kriteria, reliabilitas instrumen, taraf kesukaran, daya pembeda, kategori
literasi sains serta profil kemampuan literasi sains.
3.4.9
coba produk akhir. Selanjutnya, alat evaluasi tersebut diperbaiki agar menjadi produk
akhir yang layak.
3.4.10 Produk akhir
Setelah tahap revisi produk akhir, didapatkan produk akhir penelitian ini yaitu
alat evaluasi berbasis literasi sains yang dapat mengukur kemampuan literasi sains
siswa materi kalor. Namun, alat evaluasi ini tidak diproduksi secara masal.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan
non-test. Penjelasan dari masing-masing metode adalah sebagai berikut.
3.5.1 Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa. Tes
adalah alat prosedur yang sistematis dan objektif untuk mengukur kemapuan individu
atau keseluruhan evaluasi program. Tes yang digunakan mengacu pada literasi sains
atau tes muatan literasi sains berupa pilihan ganda beralasan. Tes ini dilakukan saat
uji coba awal dan uji coba akhir.
3.5.2 Metode Non-Test
Metode non-test yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket.
Metode angket atau kuesioner digunakan untuk mengetahui kelayakan alat evaluasi
berbasis literasi sains. Hasil yang diperoleh dari data angket yaitu tingkat kelayakan
produk oleh ahli. Metode angket yang digunakan adalah tertutup pilihan, yakni berisi
item-item yang telah dirumuskan sesuai objek penelitian sehingga memudahkan
responden dalam menetapkan jawaban. Isi dari angket tersebut adalah kriteria-kriteria
yang berkaitan dengan kelayakan alat evaluasi.
3.6
Instrumen Penelitian
Soal pembanding PISA digunakan untuk menguji korelasi soal yang dikembangkan
oleh peneliti terhadap soal PISA.
(5) Rubrik Penilaian
Rubrik penilaian digunakan sebagai pedoman penelitian alat evaluasi.
3.7 Metode Analisis
Metode analisis digunakan untuk menganalisis data yan telah didapatkan dari
penelitian. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis validitas alat evaluasi,
reliabilitas alat evaluasi, karakteristik alat evaluasi, dan profil kemampuan literasi
sains siswa. Berikut adalah penjelasan masing-masing metode yang digunakan
peneliti.
3.7.1 Analisis Validitas Alat Evaluasi
Analisis validitas alat evaluasi digunakan untuk mengetahui valid dan layak
tidaknya alat evaluasi berbasis literasi sains materi kalor. Analisis validitas alat
evaluasi meliputi validitas isi, validitas kriteria, analisis angket validasi.
3.7.1.1 Validitas Isi
Menurut Arikunto (2013 : 82), sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi
apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan. Validitas isi suatu tes tidak memiliki besaran tertentu yang dihitung
secara statistika, tetapi dipahami bahwa suatu tes sudah valid berdasarkan telaah kisikisi tes (Sari, 2015 : 30). Pengujian validitas isi dalam penelitian ini dapat dilakukan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan, lalu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing selaku ahli.
3.7.1.2 Validitas Kriteria
Uji validitas kriteria dilakukan dengan membandingkan soal-soal berbasis
literasi sains yang dikembangkan dengan soal-soal PISA yang telah ada. Cara
menentukan validitas soal yang menggunakan tes kriteria dilakukan dengan
mengalikan koefisien validitas yang diperoleh dengan keofisien validitas tes standar
(tes PISA).
Menurut Arikunto (2013 : 95) validitas alat ukur dihitung dengan rumus
korelasi product moment yaitu :
rxy =
N Y 2( 2)
N X 2( 2)
N XY ( X)(Y )
Keterangan :
rxy
= banyaknya item
Menurut Arikunto (2013 : 89) besarnya koefisien korelasi adalah sesuai
Kriteria
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat rendah
Sangat tinggi
f
x 100
N
Keterangan :
P
= Presentase kelayakan
Kriteria
Sangat tidak layak
Tidak layak
Cukup layak
Layak
Sangat layak
menghitung reliabilitas pada tes pilihan ganda dapat menggunakan rumus K-R 20
(Arikunto, 2013 : 115).
r11=
( )(
n
n1
S2 pq
S2
Keterangan :
r11
pq
= bayaknya item
= standar deviasi dari tes, menurut Sudjana (2005 : 93) diperoleh dari
persamaan :
S=
( x i x )
n1
Keterangan :
xi
= skor tes
x
r11
, lalu
dibandingkan dengan r product moment pada tabel, apabila rhitung > rtabel , maka item
yang diujikan dianggap reliabel. Adapun pedoman untuk memberikan interpretasi
reliabilitas menurut Rusilowati (2014 : 29) yaitu ditunjukkan pada Tabel 3.4
Kategori
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
0,8 r 1,0
Sangat tinggi
3.7.3
dikembangkan meliputi taraf kesukaran, daya pembeda, dan kategori literasi sains.
3.7.3.1 Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar
(Arikunto, 2013 : 222). Bilangan yang menunjukkan mudah tidaknya soal disebut
indeks kesukaran (difficulty index). Indeks kesukaran besarnya 0,0 sampai 1,0.
Semakin tinggi indeks kesukaran, maka soal semakin mudah. Sebaliknya, semakin
rendah indeks kesukaran, maka soal tersebut terlalu sukar.
0,0
1,0
Sukar
Mudah
B
JS
Keterangan :
P
= indeks kesukaran
JS
Kategori
Sukar
Sedang
0,70 P 1,00
Mudah
BABB
1
N
2
Keterangan :
DP
BA
BB
Soal diperbaiki
JB
x 100
JS
Keterangan :
K
JB
JS
kategori literasi sains yang terdapat dalam soal. Cara menentukan presentase
kemampuan literasi sains siswa menggunakan rumus sebagai berikut.
B
L=
x 100
SM
Keterangan :
L
= presentase kemampuan literasi sains siswa (%)
B
= jumlah skor siswa yang menjawab benar pada kategori L
SM
= skor maksimum pada kategori L