Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan pembelajaran di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi
akademik dan kepribadian pelajar, menguasai kompetensi terstandar sesuai dengan
perkembangan kurikulum saat ini. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum
2013, yang lebih menekankan siswa untuk memiliki kompetensi yang terintegrasi
dalam kehidupan nyata.
Pesatnya perkembangan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat
dewasa ini menuntut manusia untuk semakin bekerja keras untuk menyesuaikan diri
dalam segala aspek kehidupan. Salah satunya adalah aspek pendidikan yang sangat
menentukan maju mundurnya suatu kehidupan bangsa. Aspek pendidikan yang
koheren dengan perkembangan zaman adalah pendidikan sains.
Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan anak
memasuki dunia kehidupannya. Hernani et al. (2009) mengungkapkan bahwa
pendidikan sains memiliki potensi yang besar dan peranan strategis dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era
industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini akan dapat terwujud jika pendidikan sains
mampu melahirkan siswa yang cakap dalam bidangnya dan berhasil menumbuhkan
kemampuan berpikir logis, berpikir kreatif, kemampuan memecahkan masalah,
bersifat kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan
perkembangan zaman. Dengan demikian proses pendidikan sains diharapkan mampu
membentuk manusia yang melek sains (literasi sains) dan teknologi seutuhnya.
Pendidikan sains bertanggung jawab atas pencapaian literasi sains anak bangsa,
karena itu perlu ditngkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas pendidikan sains dapat
dilakukan melalui berfikir sains. Berfikir sains dapat dikembangkan melalui
kemampuan berfikir tingkat tinggi (expert thinking). Kemampuan berfikir tingkat
tinggi ini dapat dijadikan pondasi untuk membentuk karakter bangsa. Karakter

seseorang anak bangsa yang mampu berfikir tingkat tinggi tidak akan mudah tertipu
oleh isu-isu yang memancing konflik di masyarakat (Liliasari, 2011).
Literasi sains didefinisikan dalam PISA (Program For Internasional Student
Assessment) (2009) sebagai pengetahuan sains seseorang, dan penggunaan
pengetahuan itu, untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru,
menjelaskan fenomena sains dan menarik kesimpulan tentang sains yang
berhubungan dengan isu-isu; pemahaman tentang ciri karakteristik dari ilmu sebagai
bentuk pengetahuan manusia dan penyelidikan; kesadaran bagaimana sains dan
teknologi membentuk intelektual, lingkungan budaya; dan ketersediaannya untuk
terlibat dalam masalah yang terkait sains, serta dengan ide-ide pengetahuan tersebut
bisa menjadi warga negara yang tanggap. Literasi sains suatu hasil belajar kunci
dalam pendidikan usia 15 tahun bagi semua siswa, karena anak seusia 15 tahun sudah
seyogyanya menentukan pilihan karier dan ikut serta mengambil peran dalam
kemanjuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Rahmawati, 2012)
Melek terhadap sains merupakan kata lain dari literasi sains. Menurut
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 2003) literasi
sains (scientific literacy) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan
pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik simpulan berdasarkan
fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang
terjadi karena aktivitas manusia. Chiapetta (1991) mengungkapkan bahwa ada empat
aspek literasi sains yakni sains sebagai batang tubuh pengetahuan (a body of
knowledge), sains sebagai cara untuk berpikir (a way of thinking), sains sebagai cara
untuk menyelidiki (a way of investigating), dan interaksi antara sains, teknologi, dan
masyarakat (interaction between science, technology, and society). Tak dipungkiri
bahwa keempat aspek literasi sains tersebut masih rendah dikuasai oleh anak
Indonesia.
Pengukuran literasi sains penting untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
siswa terhadap pengetahuan sains tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek
proses sains, serta kemampuan mengaplikasian pengetahuan dan proses sains dalam

situasi nyata. Pengukuran literasi sains pertama kali dilakukan pada tahun 2000 oleh
PISA yang diteruskan secara berkala setiap 3 tahun. Hasil pengukuran literasi sains
terakhir PISA pada tahun 2015 yang dipublikasikan oleh OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) menunjukkan bahwa tingkat literasi sains
siswa Indonesia masih rendah. Indonesia menduduki peringkat ke 62 dari 70 negara
anggota OECD dengan skor rata-rata untuk sains 403 (OECD, 2015).
Hasil literasi sains yang dipublikasikan PISA mengungkapkan gambaran literasi
siswa secara menyeluruh untuk rata-rata siswa Indonesia. Artinya hasil litersi sains
dapat berbeda apabila dilakukan tes pada ruang lingkup yang berbeda. Hal ini tentu
akan memberikan pengaruh kepada aspek-aspek belajar yang termasuk juga
kemampuan literasi sains. Oktarisa (2012) mengatakan bahwa pengembangan alat
ukur literasi sains juga dapat disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dilihat
literasi sainsnya, sehingga hadirlah literasi fisika, literasi kimia, ataupun literasi
biologi.
Perkembangan alat ukur literasi sains memenuhi empat komponen literasi sains.
Keempat komponen literasi sains yang harus dipenuhi untuk mengembangkan alat
evaluasi berbasis literasi sains meliputi sains sebagai batang tubuh pengetahuan ( a
body of knowledge), sains sebagai cara untuk menyelidiki (way of investigation),
sains sebagai cara untuk berfikir (way of thinking), dan interaksi antara sains,
teknologi dan masyarakat (interaction of science, technology, and society)
Diana et al. (2015) mengungkapkan bahwa literasi sains yang diukur memalui
PISA tersebut hanya dikenakan pada siswa yang berusia 15 tahun. Informasi tersebut
hanya bersifat umum, tidak diungkapkan rincian aspek literasi sains apa saja yang
diukur dan bagaimana kemampuan siswa dari masing-masing aspek literasi sains
tersebut. Pengukuran literasi sains penting untuk mengetahui sejauhmana kemelekan
siswa terhadap konsep-konsep sains yang telah dipelajarinya.
Studi lapangan menunjukkan bahwa keberadaan alat evaluasi yang mengacu
pada kompetensi literasi sains terbatas. Alat evaluasi yang umum digunakan belum

mampu mengukur kemampuan literasi sains siswa. Keberadaan alat evaluasi literasi
sains yang terbatas ini mendorong penulis untuk mengembangkan isntrumen evaluasi
berbasis literasi sains yang diadopsi dari penelitian internasional seperti PISA yang
dapat digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa. Oleh karena itu
penulis melakukan penelitian skripsi berjudul PENGEMBANGAN ALAT
EVALUASI

BERBASIS

LITERASI

SAINS

UNTUK

MENGUKUR

KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA MATERI KALOR.


1.2. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang dikaji oleh peneliti terfokus pada
a. Pengembangan alat evaluasi berbasis literasi sains difokuskan pada
materi kalor
b. Kompetensi literasi sains yang digunakan sebagai dasar pengembangan
adalah sains sebagai batang tubuh pengetahuan (a body of knowledge),
sains sebagai cara untuk berpikir (a way of thinking), sains sebagai cara
untuk menyelidiki (a way of investigating), dan interaksi antara sains,
teknologi, dan masyarakat (interaction between science, technology, and
society).
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor
yang dikembangkan?
2. Apakah alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor yang
dikembangkan valid?
3. Apakah alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor yang
dikembangkan reliabel?
4. Bagaimana profil kemampuan literasi sains siswa pada materi kalor?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Mengetahui karakteristik alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor
yang dikembangkan.
2. Mengetahui kevalidan alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor
yang dikembangkan.
3. Mengetahui reliabilitas alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi kalor
yang dikembangkan.
4. Mengetahui profil kemampuan literasi sains siswa pada materi kalor
1.5. Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian pada prinsipnya harus bermanfaat baik bagi perkembangan
ilmu pengetahuan bagi subjek penelitian, maupun bagi peneliti. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1.5.1. Manfaat Teoritis
1. Konsep-konsep yang dihasilkan dalam penelitian merupakan masukan bagi
dunia pendidikan khususnya bidang evaluasi.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian sejenis,
secara lebih luas, intensif dan mendalam.
1.5.2. Manfaat Praktis
Alat evaluasi berbasis literasi sains pada materi yang dihasilkan dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa.
1.6. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini maka
peneliti memberikan penegasan istilah sebagai berikut.
1.6.1. Pengembangan
Perkembangan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengembangkan
( Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga). Pengembangan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan alat evaluasi berbasis
literasi sains untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa materi kalor.
1.6.2. Alat Evaluasi

Alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Menurut
KBBI, alat adalah benda yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu. Menurut Arifin
(2012 : 6), evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus
ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang
diperoleh

dapat

dijadikan

balikan

bagi

guru

dalam

memperbaiki

dan

menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, alat evaluasi
adalah alat yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keefektifan
pembelajaran. Alat evaluasi dalam pembelajaran ini difungsikan untuk mengukur
kemampuan literasi sains siswa.
1.6.3. Literasi Sains
Berdasarkan Framework PISA 2015, definisi literasi sains yaitu kemampuan
untuk menggunakan hubungan ilmu pengetahuan dengan isu-isu, dan ide-ide tentang
ilmu pengetahuan sebagai masyarakat yang reflektif (OECD, 2013 :7). Literasi sains
diartikan sebagai kapasitas siswa untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
serta untuk menganalisis, bernalar dan berkomunikasi secara efektif apabila mereka
dihadapkan pada masalah, harus menyelesaikan dan menginterpretasi masalah pada
berbagai situasi.
1.6.4. Kemampuan Literasi Sains
Menurut Setiadi (2013 : 6), kemampuan literasi sains menyangkut semua aspek
sains seperti pengetahuan, sikap, dan ketrampilan sains, serta konteksnya sengan
kehidupan dan kemajuan sains teknologi, sehingga pengembangan pembelajaran
sains yang mengarah pada penguasaan literasi sains akan lebih membekali siswa
untuk memiliki kemampuan pemahaman dan ketrampilan sains dengan konteks
kehidupan personal, lokal, dan global. Aspek kemampuan literasi sains yang diukur
meliputi (a) sains sebgai batang tubuh pengetahuan, (b) sains sebagai cara untuk
menyelidiki, (c) sains sebagai cara berfikir, dan (d) interaksi sains, teknologi, dan
masyarakat.

1.6.5. Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu benda ke
benda lainnya karena adanya perbedaan suhu. Ketika dua benda yang memiliki
perbedaan suhu bertemu maka kalor akan mengalir (berpindah) dari benda yang
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Banyak yang tidak tahu perbedaan
antara suhu dan kalor, Suhu adalah nilai yang terukur pada termometer, sedangkan
kalor adalah energi yang mengalir dari satu benda ke benda lainnya (Rohima dan
Puspita, 2009 : 62).
1.7. Sistematika Skripsi
Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Bagian pendahuluan skripsi, bagian ini berisi halaman judul, halaman
pengesahan, halaman motto dan persembahan, prakata, abstrak, abstract,
daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran.
b. Bagian isi skripsi, terdiri dari:
Bab 1 Pendahuluan
Berisi latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Berisi landasan teori, tinjauan materi kalor, dan kerangka berfikir.
Bab 3 Metode Penelitian
Berisi lokasi penelitian, subjek penelitian, jenis penelitian, prosedur penelitian,
metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi hasil penelitian dan pembahasan tentang karakteristik produk, validitas dan
reliabilitas produk, serta profil kemampuan literasi sains siswa.
Bab 5 Simpulan dan Saran
Berisi simpulan hasil penelitian dan saran yang perlu diberikan berdasarkan temuan
hasil penelitian.
c. Bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
melengkapi uraian pada bagian isi serta dokumantasi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Landasan Teori
2.1.1

Evaluasi Pembelajaran

Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris


evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols & Shadily, 2003:220).
Sudijono (2009:1) menyatakan bahwa evalusi merupakan tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi juga merupakan proses memahami,
memberi arti, mendapatkan, mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan
pengambil keputusan (Sukardi, 2012:1).
Basuki (2014) menyatakan bahwa evaluasi dalam konteks kegiatan
pembelajaran, didefinisikan sebagai proses penilaian pertumbuhan siswa dalam
proses belajar mengajar. Pencapaian perkembangan siswa perlu diukur, baik posisi
siswa sebagai individu maupun posisinya di dalam kelompok kegiatan. Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 58 ayat (1) mengamanatkan
bahwa evaluasi hasil belajar siswa dilakukan oleh pendidik digunakan untuk
memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar siswa secara kesinambungan.
Evaluasi pembelajaran merupakan inti bahasan evaluasi yang kegiatannya dalam
lingkup kelas atau dalam proses belajar mengajar. Kegiatan evaluasi pembelajaran
meliputi kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa. Informasi tentang meteri yang diajarkan dapat menerima
siswa atau tidak, juga dapat diperoleh guru melalui kegiatan evaluasi. Evaluasi
berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak
berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain.
Evaluasi meliputi kedua langkah diatas yakni mengukur dan menilai yang
digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Pengukuran (measurement) adalah
proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran
dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses
transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai.

Evaluasi dalam pembelajaran merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam


meningkatkan kualitas pembelajaran. Ada tiga manfaat evaluasi dalam proses
pembelajaran yaitu: 1) mengetahui ketercapaian tujuan belajar, 2) membuat
keputusan, dan 3) meningkatkan kualitas pembelajaran. Seorang pendidik
membutuhkan berbagai informasi tentang sesuatu agar proses pembelajaran yang
akan dilakukan berjalan optimal.
Sukardi (2012 : 8) menyatakan bahwa evaluasi yang baik, harus mempunyai
syarat sebagai berikut: 1) valid, 2) andal, 3) objektif, 4) seimbang, 5) membedakan, 6)
norma, 7) fair, dan 8) praktis. Tujuan khusus evaluasi pendidikan ada dua, yaitu: 1)
untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti pelaksanaan
pembelajaran selama kurun waktu tertentu, dan 2) untuk mengertahui tingkat efisiensi
metode-metode pendidikan yang digunakan.
Millman & Grene dalam (Basuki, 2014) menetapkan tahapan-tahapan yang
ditempuh dalam melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran, yaitu: 1)
menentukan tujuan evaluasi, 2) desain evaluasi, 3) pengembangan instrumen, 4) uji
coba isntrumen (review pakar, uji coba skala terbatas, uji coba skala luas), 5)
perakitan instrumen final, 6) pengumpulan data (menguunakan instrumen valid), 7)
analisis data, 8) interpretasi data, 9) tindak lanjut hasil evaluasi. Tahapan pembuatan
instrumen evaluasi dimulai dari penentuan tujuan hingga perakitan instrumen final.
Keberfungsian instrumen dapat diketahui dengan melakukan implementasi di kelas
secara langsung.
2.1.2

Alat Evaluasi

Alat evaluasi adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
kegiatan evaluasi. Dalam hal ini, alat evaluasi berfungsi sebagai instrumen atau alat
pengumpul data. Instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data. Instrumen
yang baik mampu memberikan hasil penilaian yang sesuai dengan kenyataan
sebenarnya.
Alat evaluasi yang baik harus mempunyai kualitas yang memadai dalam arti
valid dan reliabel, sehingga data yang diperoleh sesuai dengan fakta atau kedaan
sesungguhnya di lapangan. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan untuk

memperoleh alat evaluasi yang berkualitas. Validitas atau kesahihan diartikan sebagai
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Djaali
dan Pudji, 2004:65).
Validitas suatu instrumen ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain validitas
isi, validitas konstruk, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal. Validitas isi suatu
tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan
terhadap isi suatu materi tententu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan
pengajaran (Djaali dan Pudji, 2004 : 66). Validitas konstruk adalah validitas yang
mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benarbenar dimaksudkan hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau
definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Reliabilitas berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama,
diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri
subjek memang belum berubah (Djaali dan Pudji, 2004 : 74).
2.1.3

Literasi Sains

Literasi sains berasal dari dua kata yaitu literasi dan sains. Literasi berasal dari
Bahasa Inggris yaitu literacy yang berarti melek huruf atau gerakan pemberantasan
buta huruf (Echols & Hasan Sadily, 2010). Sedangkan istilah sains juga berasal dari
Bahasa Inggris science yang berarti ilmu pengetahuan. Menurut KBBI, sains
merupakan pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian,
dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang
sedang diselidiki, dipelajari, dsb. Menurut Pusat Perbukuan, sains adalah salah satu
mata pelajaran utama dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya
Pendidikan Dasar.
Menurut Science for all American (AAAS, 1993) dalam Rusilowati (2013:
5), literasi sains merupakan kemampuan (ability) memahami konsep dan prinsip sains
(concept and principle of science) serta mempunyai kemampuan berpikir ilmiah
untuk memecahkan masalah sehari-hari kaitannya dengan sains. Berdasarkan

National Research Council (1996), literasi sains sangat penting karena untuk
memahami suatu ilmu sains dibutuhkan pemahaman pribadi dan minat agar manfaat
dimiliki oleh setiap orang. Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD, 2003) mengemukakan bahwa literasi sains merupakan kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik
kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat
keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia. Pendapat lain
tentang literasi sains diungkapkan oleh Hurd (1997) mendefinisikan literasi sains
sebagai kompetensi yang diperlukan untuk berpikir rasional tentang ilmu
pengetahuan yang kaitannya dengan pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan isu-isu
dalam kehidupan.
Penilaian literasi sains yang dilakukan oleh PISA 2006 (OECD, 2006)
memandang kemampuan literasi sains melalui empat aspek yakni aspek konteks,
pengetahuan, kecakapan, dan sikap. Aspek konteks seperti siswa mampu mengenali
penggunaan sains dan teknologi dalam kehidupan. Aspek pengetahuan seperti siswa
memahami gejala alam berdasarkan pengetahuan tentang sains. Aspek kompetensi
meliputi siswa mampu memperlihatkan kompetensinya dalam mengidentifikasi
masalah sains, menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan menjelaskan simpulan
berdasarkan fakta-fakta. Aspek sikap meliputi siswa tertarik pada sains, mendukung
penemuan-penemuan sains, dan bertanggung jawab terhadap ilmu sains.
Literasi sains memiliki empat kategori yang terkandung di dalamnya dan
keempat kategori tersebut saling terkait. Menurut Wilkinson (Collete and Chiapetta,
1989), literasi sains melibatkan pemahaman pengetahuan alam yang kuat dan
bagaimana ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat saling terkait serta
mempengaruhi satu dengan yang lain, sama baiknya dengan sikap positif kepada nilai
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.1.4

Pengembangan Alat Evaluasi Berbasis Literasi Sains

Pengembangan alat evaluasi berbasis literasi sains memberikan pemahaman


terhadap konsep dan metode sains, dampak teknologi dan sains bagi lingkungan

(Astuti, 2012 : 40). Evaluasi literasi sains yang dilakukan memberikan perhatian
terhadap aspek kognitif dan afektif siswa (Odja & Payu, 2014 : 40). Aspek kognitif
meliputi pengetahuan siswa dan kapasitasnya untuk menggunakan pengetahuan
secara efektif dan melibatkan proses kognitif yang merupakan karakteristik sains
dalam bidang personal, sosial dan global. Aspek afektif berhubungan dengan masalah
yang dapat dipecahkan oleh pengetahuan sains dan membentuk siswa yang mampu
untuk membuat keputusan pada saat ini maupun masa depan (OECD, 2013).
Ada

empat

kategori

literasi

sains

yang

harus

dipenuhi

untuk

mengembangkan alat evaluasi berbasis literasi sains yaitu meliputi sains sebagai (a)
sains sebagai batang tubuh pengetahuan, (b) sains sebagai cara untuk menyelidiki, (c)
sains sebagai cara berfikir, dan (d) interaksi sains, teknologi dan masyarakat.
Keempat kategori tersebut masih diperinci lagi ke dalam beberapa tujuan, seperti
yang dikemukakan oleh Chiappetta et al (1991) yaitu sebagai berikut.
(1) Sains sebagai batang tubuh pengetahuan
Kategori ini menyajikan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukumhukum, menyajikan hipotesis-hipotesis, teori-teori dan model-model, meminta siswa
untuk mengingat pengetahuan atau informasi
(2) Sains sebagai cara untuk menyelidiki
Kategori ini dimaksudkan untuk merangsang pemikiran dan meminta siswa
untuk menyelidiki. Hal ini mencerminkan aspek inkuiri dan belajar aktif,
melibatkan siswa dalam metode dan proses sains seperti mengamati, mengukur,
mengklasifikasi,

menyimpulkan,

rekaman

data,

membuat

perhitungan,

bereksperimen, dan sebagainya.


(3) Sains sebagai cara berfikir
Kategori

ini

menekankan

sifat

empiris

dan

objektifitas

ilmu

sains,

menggambarkan penggunaan asumsi-asumsi, menunjukkan bagaimana ilmu sains


berjalan oleh penalaran induktif dan deduktif, memberikan hubungan sebab dan

akibat, mendiskusikan fakta dan bukti, menyajikan metode dan pemecahan masalah
ilmiah dan menuntut siswa berfikir kritis.
(4) Interaksi sains, teknologi dan masyarakat
Kategori ini menggambarkan kegunaan ilmu sains dan teknologi bagi
masyarakat, menunjukkan efek negatif dari ilmu sains dan teknologi bagi masyarakat,
mengembangkan

perspektif

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi,

menerapkan

pengetahuan ilmiah dan teknologi untuk pribadi, mafaat sosial dan global
mendiskusikan masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan ilmu sains atau
teknologi, dan menyebutkan karir-karir dan pekerjaan-pekerjaan dibidang ilmu dan
teknologi.
2.1.5

Pengukuran Kemampuan Literasi Sains

Kemampuan

literasi

sains

menyangkut

semua

aspek

sains

seperti

pengetahuan, sikap dan ketrampilan sains, serta konteksnya dengan kehidupan dan
kemajuan sains teknologi. Pengukuran kemampuan literasi sains penting untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap pengetahuan sains, tetapi juga
pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan mengaplikasikan
pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata (Amri et al., 2013 : 2).
Salah satu asesmen skala internasional yang dapat dijadikan ukuran untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu hasil studi PISA. PISA
adalah studi tentang program penilaian siswa tingkat internasional yang
diselenggarakan oleh OECD atau organisasi untuk kerjasama ekonomi dan
pembangunan. PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk di akhir
tahun pendidikan dasar (siswa berusia 15 tahun) telah menguasai pengetahuan dan
ketampilan yang penting untuk dapat berpartisipasi sebagai warga negara atau
anggota masyarakat yang membangun dan bertanggungjawab (Purnomo et al., 2015 :
1).
Sejak tahun 2000 Indonesia ikut serta dalam PISA dan literasi sains adalah
salah satu domain yang diulas. Pada PISA 2000, PISA 2003, PISA 2009, PISA 2012
dan PISA 2015 kedudukan literasi sains adalah pendamping, namun pada PISA 2006

literasi sains menjadi domain utama atau menjadi fokus penilaian. Literasi sains
adalah unsur kecakapan hidup yang harus menjadi hasil kunci dari proses pendidikan
anak hingga usia 15 tahun. Anak usia 15 tahun diaharapkan memiliki tingkat literasi
sains yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan suatu instrumen literasi sains pada
pembelajaran IPA. Walaupun instrumen literasi sains sudah ada dan dapat diadobsi
dari penilitain internasional seperti PISA. Namun, hasil literasi sains Indonesia dalam
studi internasional berlaku secara umum.
2.1.6 Kalor
2.1.6.1 Pengertian Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu benda ke
benda lainnya karena adanya perbedaan suhu. Ketika dua benda yang memiliki
perbedaan suhu bertemu maka kalor akan mengalir (berpindah) dari benda yang
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Banyak yang tidak tahu perbedaan
antara suhu dan kalor, Suhu adalah nilai yang terukur pada termometer, sedangkan
kalor adalah energi yang mengalir dari satu benda ke benda lainnya. Adapula ilmuan
dari Amerika bernama Benjamin Thompson mengatakan bahwa kalor bukanlah zat
alir, melainkan energi yang terjadi karena adanya proses mekanik, seperti gesekan.
2.1.6.2 Rumus dan Satuan Kalor
Satuan kalor adalah Kalori (Kal) atau Joule (J). Kalori adalah banyaknya kalor
yang dibutuhkan untuk memanaskan 1 gram air agar suhunya menjadi 1 derajat
Celcius.
1 Kalori = 4,2 Joule
1 Joule = 0,24 Kalori
Rumus Kalor :

Keterangan :
Q = Kalor (J)
m = Massa Benda (kg)

c = Kalor Jenis (J Kg oC)


T = Perubahan Suhu (oC)
2.1.6.3 Kalor dan Perubahan pada Benda
1. Kalor Dapat Mengubah Suhu Zat
Pada hakikatnya, setiap benda yang suhunya lebih dari nol mutlak, maka benda
tersebut memiliki Kalor. Kandungan kalor inilah yang akan menentukan berapa suhu
tersebut. Apabila benda ini dipanaskan maka benda tersebut menerima tambahan
kalor sehingga suhunya meningkat. Sedangkan apabila benda tersebut didinginkan
maka benda tersebut melepaskan kalor sehingga suhunya menurun.
2. Kalor Dapat Mengubah Wujud Zat
Beberapa benda jika diberikan kalor dalam satuan tertentu, benda tersebut akan
mengalami perubahan wujud. Contohnya adalah ketika es dipanaskan (diberi kalor)
maka es (wujud padat) tersebut akan menjadi air (Wujud Gas), dan apabila
pemanasan terus dilakukan maka air tadi juga akan menjadi Gas. Titik dimana suatu
zat akan berubah menjadi Zat Cair disebut Titik Cair atau Titik Lebur benda.
2.1.6.4 Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa jika kalor diberikan pada dua benda
yang berbeda, maka akan menghasilkan suhu yang berbeda pula, Contohnya ketika
minya dan air dipanaskan dengan suhu yang sama maka minyak akan memiliki
perubahan suhu 2 kali lebih besar dibandingkan air. Hal Ini disebabkan oleh
perbedaan kalor jenis yang dimiliki suatu benda. Kalor Jenis Benda adalah banyaknya

kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu dari 1 kg massa benda tersebut menjadi
1 derjat celcius. Satuan dari Kalor Jenis adalah Kalori / Gram oCelcius atau dalam
Sistem Internasional ditetapkan dengan Joule / KilogramoCelcius. Kalor Jenis dapat
dituliskan dalam persamaan berikut :
Q
c=
mT
Keterangan :
Q = Kalor (J)
m = Massa Benda (kg)
c = Kalor Jenis (J Kg oC)
T = Perubahan Suhu (oC)
Sedangkan kapasitas kalor adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu zat tersebut sebanyak 1 derajat Celcius. Jika kalor Q menghasilkan suhu sebesar
t maka kapasitas kalor dapat dirumuskan

2.1.6.5 Perpindahan Kalor


perpindahan kalor terjadi dari benda bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu
rendah. Ada tiga jenis perpindahan kalor yang dapat terjadi, yaitu :
1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi
Perpindahan Kalor secara konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu
zat perantara (logam) tanpa disertai perpindahan partikel partikel zat tersebut secara
permanen.
2. Perpindahan Kalor Secara konveksi

Perpindahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat
yang disertai dengan perpindahan bagian-bagian zat tersebut. Konveksi dapat terjadi
pada zat cair atau gas.
3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi
Perpindahan kalor secara Radiasi adalah proses perpindahan kalor yang tidak
menggunakan zat perantara. Perpindahan kalor secara radiasi berbeda dengan
konduksi dan konveksi. Pada Radiasi, agar terjadinya perpindahan kalor, kedua benda
tidak harus bersentuhan karena kalor dapat berpindah tanpa zat perantara. Artinya
kalor tersebut akan di pancarkan ke segala arah oleh sumber panas, dan akan
mengalir ke segala arah.
4. Pencegahan perpindahan kalor

Perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi dapat dicegah dengan
mengisolasi ruangan tersebut. Contoh sederhana penerapan cara ini adalah pada
termos. Termos digunakan untuk menjaga suhu air tetap panas dengan mencegah
perpindahan kalornya.

2.2

Kerangka Berpikir
Pengembangan alat evaluasi berbasis literasi sains yang memuat empat

kategori merupakan salah satu solusi agar alat evaluasi yang digunakan menjadi
seimbang. Secara ringkas kerangka berpikir dari penelitian ini digambarkan melalui
Gambar 2.1 berikut.

ukan pada literasi sains seperti mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-hari, berpikir memecah

ngembangan Alat Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa M

Mencakup 4 aspek kemampuan literasi sains

ns sebagai batang tubuh


Sains
pengetahuan
sebagai cara untuk menyelidiki
Sains sebagai cara
berpikir
Interaksi
sains, teknologi dan masy

Diuji validitas, reliabilitas, karakter dan profil

evaluasi berbasis literasi sains untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa materi kalor yang valid

Gambar 2.1

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Research and Development (R&D)
yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi
produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran (Borg and Gall
dalam Sugiyono, 2013:9). Penelitian ini mengembangkan instrumen evaluasi berbasis
literasi sains untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa materi kalor.
3.2 Lokasi dan Subjek Uji Coba
Lokasi penelitian dan pengembangan Alat Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk
Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa Materi Kalor adalah SMP N 2 Batang
dengan subjek uji coba siswa kelas VII tahun ajaran 2016/2017. Pemilihan sampel
dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling. Pengambilan anggota sampel
dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu (Sugiyono, 2013:120).
3.3 Desain Penelitian
Metode penelitian dan pengembangan (Research and Development) adalah
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
kefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2013:407). Langkah-langkah penelitian dan
pengembangan ditunjukkan pada Gambar 3.1

Potensi dan Masalah

Pengumpulan Data

Desain
Produk

Uji Coba

Revisi Desain

Validasi Desain

Produk
Awal

Revisi Produk

Uji Coba Produk

Revisi

Akhir

Produk
Akhir

Produk Akhir

Gambar 3.1 Desain Penelitian dan Pengembangan Alat Evaluasi Berbasis Literasi
Sains untuk Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa Materi Kalor.
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian berupa penjelasan dari Gambar 3.1 penjelasan dari
masing-masing tahap sebagai berikut.
3.4.1 Potensi dan Masalah
Peneliti menemukan masalah yang dihadapi terkait literasi sains setelah
melakukan studi lapangan dan stidu literatur. Hasil studi lapangan dan studi literatur
disajikan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Hasil Studi Lapangan dan Studi Literatur
Tahapan
Studi Lapangan

Hasil
Alat evaluasi pembelajaran yang digunakan oleh
guru masih mengacu pada kognitif dan kurang
memperhatikan

keterkaitan

materi

dengan

kegiatan sehari-hari.
Sebenarnya sudah ada yang mengembangkan
instrumen evaluasi berbasis literasi sains namun

masih terbatas dan belum optimal penggunaanya.


Pembelajaran IPA Terpadu masih sering menitik
beratkan pada hitungan untuk meter-metrei yang

Studi Literatur

memuat rumus-rumus di dalamnya.


Rendahnya kemampuan literasi sains siswa di
Indonesia seperti yang tercatat dalam PISA 20002012.

Dalam

lima

kali

keikutsertaanya,

pencapaian tingkat literasi sains Indonesia selalu


berada di bawah negara-negara berkembang
lainnya ( Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang,

2011; OECD, 2014).


Alat evaluasi yang digunakan oleh para guru
hanya menekankan pada konsep saja, bukan pada
literasi sains seperti mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, berfikir memecahkan
masalah, dan beberapa kemampuan proses sains

sesuai dengan penelitian Ridwan et al. (2013).


Menurut Lee dan Liu (2010), sebagaimana
dikutip Ridwan et al. (2013), instrumen pilihan
ganda dengan disertai alasan dapat mengetahui

kemampuan siswa dalam menjawab soal.


Dari studi lapangan dan studi literatur yang telah dipaparkan maka penting
untuk mengembangkan instrumen evaluasi berbasis literasi sains yang diharapkan
dapat menjadi instrumen alternatif untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa
khususnya di bidang sains.
3.4.2 Pengumpulan Data
Setalah potensi dan masalah ditunjukkan, maka perlu dikumpulkan berbagai
informasi sebagai bahan perencanaan produk untuk mengatasi masalah tersebut.

Data yang mendukung dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian


sebelumnya yang dilakukan oleh Soenarto (2011) dalam penelitian yang berjudul
Pengembangan Asesmen Pembelajaran IPA dalam Rangka Pendidikan Science For
All. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asesmen proses dan hasil pembelajaran
berhasil dengan baik apabila dilakukan dengan menggunakan multi bentuk asesmen.
Hasil validitas dan reliabilitas menunjukkan instrumen termasuk kategori valid dan
reliabel.
Selain itu hasil penelitian Ridwan et al. (2013) tentang pengembangan
instrumen asesmen dengan pendekatan kontekstual untuk mengukur level literasi
sains siswa menunjukkan bahwa level literasi sains siswa yang masih rendah karena
instrumen asesmen yang digunakan belum mengacu pada literasi sains. Guru perlu
melakukan upaya-upaya pengembangan instrumen untu lebih mengukur kompetensi
literasi sains siswa yang lebih kompleks.
3.4.3 Desain Produk
Tahap selanjutnya adalah pembuatan desain produk. Desain produk penelitian
ini berupa kisi-kisi, lembar soal dan rubrik penskoran. Desain lembar soal tampak
pada Gambar 3.2.

Wacana
Sains
Soal dan
Pilihan

Gambar 3.2 Desain Produk Alat Evaluasi Berbasis Literasi Sains untuk Mengukur
Kemampuan Literasi Sains Siswa Materi Kalor.
3.4.4 Validasi Desain
Validasi desain dilakukan untuk menilai desain tersebut, sehingga dapat
diketahui kelemahan, kelebihan serta saran untuk perbaikan. Validasi desain
dilakukan oleh dosen pembimbing selaku ahli. Pengujian validasi desain
menggunakan angket validasi alat evaluasi. Ada beberapa item indikator kriteria
materi, konstruksi dan bahasa dalam angket validasi tersebut.

3.4 Revisi Desain


Setelah desain divalidasi, revisi atau perbaikan dilakukan sesuai dengan saran
dari validator supaya produk dapat diujicobakan. Revisi ini meliputi seluruh
komponen alat evaluasi, yaitu kisi-kisi, soal dan rubrik penskoran.
3.4.6

Uji Coba Produk Awal


Tahap uji coba produk awal dilakukan kepada siswa kelas VII E SMP N 2

Batang sebagai responden penelitian. Siswa diberi soal untuk dikerjakan sampai
selesai. Setiap siswa yang selesai mengerjakan kemudian dicatat waktunya untuk
menemukan waktu rata-rata. Data dari uji coba awal kemudian dianalisis reliabilitas
soal, taraf kesukaran, daya pembeda dan kategori literasi sains.
3.4.7

Revisi Produk
Tahap revisi produk dilakukan untuk memperbaiki produk yang telah dibuat

apabila dalam produk ini masih terdapat kekurangan sesuai dengan hasil uji coba
awal serta menentukan soal yang layak dipakai untuk uji coba akhir.
3.4.8

Uji Coba Produk Akhir


Setalah dilakukan revisi tahap selanjutnya yaitu uji coba produk akhir untuk

mengetahui profil kemampuan literasi sains siswa. Data dari uji coba akhir dianalisis
validitas kriteria, reliabilitas instrumen, taraf kesukaran, daya pembeda, kategori
literasi sains serta profil kemampuan literasi sains.

3.4.9

Revisi Produk Akhir


Revisi produk akhir dilakukan apabila masih terdapat kelemahan pada uji

coba produk akhir. Selanjutnya, alat evaluasi tersebut diperbaiki agar menjadi produk
akhir yang layak.
3.4.10 Produk akhir

Setelah tahap revisi produk akhir, didapatkan produk akhir penelitian ini yaitu
alat evaluasi berbasis literasi sains yang dapat mengukur kemampuan literasi sains
siswa materi kalor. Namun, alat evaluasi ini tidak diproduksi secara masal.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan
non-test. Penjelasan dari masing-masing metode adalah sebagai berikut.
3.5.1 Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa. Tes
adalah alat prosedur yang sistematis dan objektif untuk mengukur kemapuan individu
atau keseluruhan evaluasi program. Tes yang digunakan mengacu pada literasi sains
atau tes muatan literasi sains berupa pilihan ganda beralasan. Tes ini dilakukan saat
uji coba awal dan uji coba akhir.
3.5.2 Metode Non-Test
Metode non-test yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket.
Metode angket atau kuesioner digunakan untuk mengetahui kelayakan alat evaluasi
berbasis literasi sains. Hasil yang diperoleh dari data angket yaitu tingkat kelayakan
produk oleh ahli. Metode angket yang digunakan adalah tertutup pilihan, yakni berisi
item-item yang telah dirumuskan sesuai objek penelitian sehingga memudahkan
responden dalam menetapkan jawaban. Isi dari angket tersebut adalah kriteria-kriteria
yang berkaitan dengan kelayakan alat evaluasi.
3.6

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri atas :


(1) Angket Uji Kelayakan Soal
Angket uji kelayakan soal ditujukan kepada validator yakni dosen sekalu ahli.
(2) Kisi-kisi Soal
Kisi-kisi soal berisi tentang pedoman pembuatan soal berbasis literasi sains. Pedoman
pembuatan berupa penjabaran indikator dan materi yang dikembangkan sebagai alat
evaluasi berbasis literasi sains.
(3) Soal Brbasis Literasi Sains
Soal berbasis literasi sains dikembangkan sesuai dengan empat kompetensi literasi
sains. Soal berbentuk pilihan ganda dengan materi kalor berjumlah 20 butir.
(4) Soal Pembanding PISA

Soal pembanding PISA digunakan untuk menguji korelasi soal yang dikembangkan
oleh peneliti terhadap soal PISA.
(5) Rubrik Penilaian
Rubrik penilaian digunakan sebagai pedoman penelitian alat evaluasi.
3.7 Metode Analisis
Metode analisis digunakan untuk menganalisis data yan telah didapatkan dari
penelitian. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis validitas alat evaluasi,
reliabilitas alat evaluasi, karakteristik alat evaluasi, dan profil kemampuan literasi
sains siswa. Berikut adalah penjelasan masing-masing metode yang digunakan
peneliti.
3.7.1 Analisis Validitas Alat Evaluasi
Analisis validitas alat evaluasi digunakan untuk mengetahui valid dan layak
tidaknya alat evaluasi berbasis literasi sains materi kalor. Analisis validitas alat
evaluasi meliputi validitas isi, validitas kriteria, analisis angket validasi.
3.7.1.1 Validitas Isi
Menurut Arikunto (2013 : 82), sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi
apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan. Validitas isi suatu tes tidak memiliki besaran tertentu yang dihitung
secara statistika, tetapi dipahami bahwa suatu tes sudah valid berdasarkan telaah kisikisi tes (Sari, 2015 : 30). Pengujian validitas isi dalam penelitian ini dapat dilakukan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan, lalu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing selaku ahli.
3.7.1.2 Validitas Kriteria
Uji validitas kriteria dilakukan dengan membandingkan soal-soal berbasis
literasi sains yang dikembangkan dengan soal-soal PISA yang telah ada. Cara
menentukan validitas soal yang menggunakan tes kriteria dilakukan dengan
mengalikan koefisien validitas yang diperoleh dengan keofisien validitas tes standar
(tes PISA).
Menurut Arikunto (2013 : 95) validitas alat ukur dihitung dengan rumus
korelasi product moment yaitu :

rxy =

N Y 2( 2)

N X 2( 2)

N XY ( X)(Y )

Keterangan :

rxy

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang


dikorelasikan

= hasil tes yang dicari validitasnya

= hasil tes standar

= banyaknya item
Menurut Arikunto (2013 : 89) besarnya koefisien korelasi adalah sesuai

dengan Tabel 3.2


Tabel 3.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Nilai
0,8 rxy 1,0

Kriteria

0,6 rxy < 0,8

Tinggi

0,4 rxy < 0,6

Cukup

0,2 rxy < 0,4

Rendah

0,0 rxy < 0,2

Sangat rendah

3.7.1.3 Analisis Angket Validitas

Sangat tinggi

Analisis angket validitas bertujuan untuk mengetahui kelayakan alat evaluasi


dengan menggunakan angket validasi. Penilaian angket validasi ini dilakukan oleh
dosen pembimbing.
Angket validasi terdiri atas tiga indikator yaitu kriteria materi, konstruksi dan
bahasa. Menurut Sudijono (2008 : 43) hasil angket dapat dianalisis dengan
persamaan:
P=

f
x 100
N

Keterangan :
P

= Presentase kelayakan

= jumlah skor yang diperoleh

= jumlah skor maksimal


Menurut Riduwan sebagaimana dikutip oleh Rachmawati (2014 : 6), kriteria

tingkat kelayakan alat evaluasi disajikan dalam Tabel 3.3.


Tabel 3.3. Kriteria Tingkat Kelayakan Alat Evaluasi
Nilai
0% < P 20%

Kriteria
Sangat tidak layak

20% < P 40%

Tidak layak

41% < P 60%

Cukup layak

61% < P 80%

Layak

81% < P 100%

Sangat layak

3.7.2 Analisis Reliabilitas Alat Evaluasi


Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2013 : 100). Untuk

menghitung reliabilitas pada tes pilihan ganda dapat menggunakan rumus K-R 20
(Arikunto, 2013 : 115).

r11=

( )(
n
n1

S2 pq
S2

Keterangan :

r11

= reliabilitas tes secara keseluruhan

= proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

= proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)

pq

= jumlah hasil perkalian antara p dan q

= bayaknya item

= standar deviasi dari tes, menurut Sudjana (2005 : 93) diperoleh dari

persamaan :
S=

( x i x )
n1

Keterangan :
xi

= skor tes
x

= rata-rata skor tes


= banyaknya item
Kriteria pengujian reliabilitas tes yaitu setelah didapatkan harga

r11

, lalu

dibandingkan dengan r product moment pada tabel, apabila rhitung > rtabel , maka item
yang diujikan dianggap reliabel. Adapun pedoman untuk memberikan interpretasi
reliabilitas menurut Rusilowati (2014 : 29) yaitu ditunjukkan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Reliabilitas


Koefisien Reliabilitas
r < 0,2

Kategori
Sangat rendah

0,2 r < 0,4

Rendah

0,4 r < 0,6

Sedang

0,6 r < 0,8

Tinggi

0,8 r 1,0

Sangat tinggi

3.7.3

Analisis Karakteristik Alat Evaluasi


Analisis ini digunakan untuk mengetahui karakteristik alat evaluasi yang

dikembangkan meliputi taraf kesukaran, daya pembeda, dan kategori literasi sains.
3.7.3.1 Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar
(Arikunto, 2013 : 222). Bilangan yang menunjukkan mudah tidaknya soal disebut
indeks kesukaran (difficulty index). Indeks kesukaran besarnya 0,0 sampai 1,0.
Semakin tinggi indeks kesukaran, maka soal semakin mudah. Sebaliknya, semakin
rendah indeks kesukaran, maka soal tersebut terlalu sukar.
0,0

1,0
Sukar

Mudah

Rumus yang digunakan untuk mencari indeks kesukaran adalah :


P=

B
JS

Keterangan :
P

= indeks kesukaran

= banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

JS

= jumlah seluruh peserta tes


Arikunto (2013 : 225) menyatakan bahwa menurut ketentuan yang sering

diikuti, klasifikasi indeks kesukaran adalah sesuai tabel 3.5


Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran (P)
0,00 P < 0,30

Kategori
Sukar

0,30 P < 0,70

Sedang

0,70 P 1,00

Mudah

3.7.3.2 Daya Pembeda


Menurut Arikunto (2013 : 226), daya pembeda soal yaitu kemampuan suatu
soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan
siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda digunakan untuk menentukan soal
yang dipakai dan tidak dipakai. Rumus untuk mencari daya pembeda soal menurut
Rusilowati (2014 : 37) adalah sebagai berikut :
DP=

BABB
1
N
2

Keterangan :
DP

= daya pembeda soal

BA

= jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB

= jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

= jumlah siswa yang mengerjakan tes


Klasifikasi daya pembeda menurut Crocker atau Algina sebagaimana dikutip

oleh Rusilowati (2014 : 38) disajikan pada tabel 3.6.


Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda Soal

Interval Daya Pembeda


0,40 DP 1,00

Tingkat Daya Pembeda Soal


Soal diterima

0,30 DP < 0,40

Soal diterima, tapi perlu diperbaiki

0,20 DP < 0,30

Soal diperbaiki

0,00 DP < 0,20

Soal tidak dipakai/dibuang

3.7.3.3 Kategori Literasi Sains


Alat evaluasi berbasis literasi sains mengacu pada empat kategori yaitu (a)
sains sebagai batang tubuh pengetahuan, (b) sains sebagai cara untuk menyelidiki, (c)
sains sebagai cara berpikir, dan (d) interaksi sains, teknologi dan masyarakat. Cara
menentukan presentase kategori literasi sains dalam alat evaluasi adalah sebagai
berikut.
K=

JB
x 100
JS

Keterangan :
K

= presentase kategori literasi sains (%)

JB

= jumlah butir soal pada kategori K

JS

= jumlah butir soal keseluruhan


3.7.4 Analisis Profil Kemampuan Literasi Sains
Profil kemampuan literasi sains siswa ditentukan berdasarkan penguasaan

kategori literasi sains yang terdapat dalam soal. Cara menentukan presentase
kemampuan literasi sains siswa menggunakan rumus sebagai berikut.
B
L=
x 100
SM
Keterangan :
L
= presentase kemampuan literasi sains siswa (%)
B
= jumlah skor siswa yang menjawab benar pada kategori L
SM
= skor maksimum pada kategori L

Anda mungkin juga menyukai