Anda di halaman 1dari 18

Rekomendasi Bagi Pendidik

Panduan
Pelaksanaan
Literasi Sains

Arinta Rezty Wijayaningputri, S.Pd., M.Pd.


Ima Wahyu Putri Utami, M.Pd
DAFTAR ISI

Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN 2
A. Latar Belakang 2
B. Tujuan
BAB 2 KONSEP LITERASI SAINS 10
A. Pengertian Literasi 10
B. Pengertian Literasi Sains 11
C. Tujuan Literasi Sains 13
D. Prinsip Dasar Literasi Sains
E. Ruang Lingkup Literasi Sains
F. Indikator Literasi Sains
a. Indikator Literasi Sains pada Mahasiswa
b. Strategi Gerakan Literasi Sains pada Mahasiswa
G. Langkah-langkah Pelaksanaan Gerakan Literasi Sains
H. Strategi Penguatan Gerakan Literasi Sains
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA 17

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kehidupan masyarakat saat ini telah berkembang seiring pesatnya


perkembangan sains dan teknologi, sehingga menuntut manusia untuk semakin
bekerja keras menyesuaikan diri dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan maju
mundurnya suatu kehidupan, dengan pendidikan pendidikan diharapkan mampu
membentuk manusia yang melek sains dan teknologi seutuhnya. Selain itu juga,
pendidikan diharapkan berperan sebagai jembatan yang akan menghubungkan
individu dengan lingkungannya ditengah-tengah era globalisasi yang semakin
berkembang, sehingga individu mampu berperan sebagai sumber daya manusia
yang berkualitas.

Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan anak


memasuki dunia kehidupannya. Sains pada hakekatnya merupakan sebuah produk
dan proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum.
Sedangkan proses sains meliputi caracara memperoleh, mengembangkan dan
menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berfikir, cara
memecahkan masalah dan cara bersikap. Oleh karena itu sains dirumuskan secara
sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan eksperimen dan induksi.
Mudzakir (dalam Hernani, et al.,2009) mengungkapkan bahwa pendidikan sains
memiliki potensi yang besar dan perananstrategis dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.
Potensi ini akan dapat terwujud jika pendidikan sains mampu siswa yang cakap
dalam bidangnya dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, berpikir
kreatif, kemampuan memecahkan masalah, bersifat kritis, menguasai teknologi
serta adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman.

Kegiatan literasi dapat dilakukan di manapun, baik di kelas maupun diluar kelas.
Pada dasarnya kegiatan literasi betujuan untuk memperoleh keterampilan
informasi, yakni mengumpulkan, mengolah, dan mengomunikasikan informasi.
Kecakapan menggali dan menemukan informasi menjadi keterampilan yang perlu
dikuasai oleh para siswa. Unesco dalam Aijaz Ahmad Gujjar mengungkapkan

2
bahwa literasi dapat mengembangkan kepribadian diri dalam hal etika dan sikap.
Apabila kepribadian diri dalam etika dan sikap sudah muncul dan termapankan
pada setiap individu, maka setiap individu akan mampu mengontrol diri untuk
melakukan kehidupan dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya kegiatan literasi
seabiknya menjadi rutinitas yang ada di setiap jenjang pendidikan formal, mulai
dari sekolah dasar sampai Perguruan Tinggi.

Di satu sisi, mahasiswa lahir dan besar dari lingkungan masyarakat dengan
budaya lisan yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka, termasuk dalam
kehidupan kampus. Namun di sisi lain, sebagai civitas akademika atau warga
kampus mereka dihadapkan pada sebuah budaya literasi yang juga harus menjadi
identitas kepribadian mereka, yaitu untuk membentuk kepribadian yang mandiri,
kritis, kreatif, inovatif dan kompetitif (Teeuw, 1994). Terwujudnya budaya literasi
di kalangan mahasiswa adalah terpenuhinya semua kegiatan akademik literasi
secara maksimal oleh mahasiswa. Namun demikian, pada kenyataannya banyak
dosen yang mengeluh akan aktivitas literasi mahasiswa dalam memenuhi tugas-
tugas perkuliahan mereka, terutama untuk tugas-tugas mandiri. Hasil yang
diperoleh masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Sebagai contoh, banyak
dosen mengeluhkan keaslian hasil pekerjaan tulisan mahasiswa. Keaslian hasil
tugas dari sebagian mahasiswa tersebut masih disangsikan karena kemudahan
dalam mengakses bahan-bahan pelajaran dari internet. Keadaan ini memberi
peluang kepada sebagian mahasiswa yang kurang bertanggung jawab untuk
menghasilkan tugas-tugas atau karya tulis dengan cara pintas yaitu dengan cara
mengkopi pekerjaan orang lain persis seperti aslinya tanpa menyebutkan sumber
rujukan sebagaimana mestinya. Hal yang terjadi padaakhirnya adalah mereka tidak
menghasilkan pekerjaan atau karya mereka sendiri secara original. Demikian juga
apabila mereka ditugaskan untuk membaca sekian jumlah buku atau artikel, hanya
sedikit mahasiswa yang benar-benar berminat untuk mendapatkan bahan bacaan
itu dan membacanya secara tuntas.

Kurangnya minat membaca pada mahasiswa dapat juga diketahui dari


partisipasi mahasiswa di kelas saat mengikuti kuliah. Penulis banyak menemui,
mahasiswa yang sulit dan enggan untuk bertanya tentang materi yang diberikan
dosen. Mahasiswa cenderung diam dan menerima semua informasi yang diberikan
dosen. Mereka jarang memberikan kritik, pendapat ataupun idenya. Pada saat

3
dosen menanyakan alasan mahasiswa tidak mau bertanya, kebanyakan mahasiswa
merasa bingung dan tidak mampu untuk bertanya (takut pertanyaan tidak bermutu).
Di sisi lain, kualitas pertanyaan sebenarnya dapat ditelusuri dari hasil bacaan
mereka. Mahasiswa yang tidak mampu bertanya ataupun memberikan pertanyaan
tidak berkualitas, kemungkinan karena sebelumnya mereka tidak membaca tentang
materi yang diberikan dosen.

Rendahnya minat baca mahasiswa menjadikan kebiasaan membaca mahasiswa


tersebut yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah ini menjadikan
kemampuan kognitifnya rendah pula. Menurut pengamatan penulis itulah yang
sedang terjadi pada mahasiwa sekarang ini, yang kemungkinan itu semua
disebabkan karena kebanyakan tidak memiliki buku atau fasilitas perpustakaan
yang memadai. Buku pelajaran dan buku bacaan umum atau khusus tidak
terkoleksi secara lengkap. bahkan, banyak mahasiswa bila diberi tugas tidak
mampu menyelesaikannya tepat waktu.

Pada kenyataan di lapangan banyak mahasiwa terlihat memiliki waktu yang


lowong namun tidak mempergunakan waktu itu dengan baik. Waktu yang dimiliki
mahasiswa sosiologi kebanyakan digunakan untuk nongkrong dibanding
membaca. Mahasiswa terlihat membaca apabila mereka memiliki tugas-tugas yang
harus diselasaikan.

Literasi sains merupakan hal yang penting untuk dikuasai karena memberikan
konteks untuk mengatasi permasalahan sosial. Masyarakat yang literat sains dinilai
dapat lebih baik dalam mengatasi masalah sehari-hari dan dapat membuat
keputusan yang baik berdasarkan informasi yang didapat (E.Zen, 1990). Negara-
negara maju terus berupaya meningkatkan kemampuan literasi sains generasi muda
dengan harapan agar bisa lebih kompetitif terutama dalam dunia kerja global. Pada
tahun 1997, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
memunculkan Programme for International Student Assessment (PISA). PISA
bertujuan untuk memonitor hasil dari sistem pendidikan yang berkaitan dengan
pencapaian pembelajaran pada peserta didik yang berusia 15 tahun (OECD, 2016).

Hasil survei literasi sains PISA pada tahun 2015 menunjukkan Indonesia
menempati urutan ke 62 dari 70 negara. Skor rata-rata peserta didik Indonesia pada
literasi sains yaitu 403. Skor ini masih lebih kecil dari skor rata-rata negara OECD,

4
yaitu 493 (OECD, 2016). Kemudian, hasil survei PISA di tahun 2015 yang dirilis
pada Desember 2016 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menunjukkan adanya kenaikan pencapaian pendidikan Indonesia
yang signifikan yaitu sebesar 22,1 poin. Namun, peningkatan ini bukan sebuah
prestasi yang bisa dibanggakan karena negara kita masih berada dalam 10 negara
peringkat terbawah. Sedangkan hasil survei literasi sains PISA pada tahun 2018
menunjukkan Indonesia menempati peringkat 71 dari 79 negara dengan skor rata-
rata 396. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa performa Indonesia
menurun jika dibandingkan dengan hasil PISA 2015 (Tohir, 2019).

Literasi sains dianggap sangat penting untuk dikembangkan agar siswa mampu
membuat keputusan yang efektif berbasis pengetahuan serta mampu
mengaplikasikan konsep pengetahuan yang dipelajarinya untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi (UNESCO, 2005). Penguasaan konsep-konsep dasar
sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari peserta didik menjadi
alasan utama pentingnya literasi sains. Pentingnya literasi sains juga diungkapkan
oleh Yusuf (2003) bahwa literasi sains penting untuk dikuasai oleh peserta didik
dalam kaitannya dengan pemahaman kesehatan, ekonomi, lingkungan hidup, dan
masalah lain yang dihadapi masyarakat modern saat ini.

Pembelajaran sains memiliki beberapa cabang ilmu di antaranya adalah kimia.


Konsep kimia merupakan konsep yang fenomenanya banyak ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari. Fenomena yang sering ditemui tersebut merupakan
beberapa aplikasi yang berkaitan dengan lingkungan yang saat ini masih jarang
dikaitkan dengan kemampuan literasi siswa (Pudjiadi dalam Zuriyani, 2012).
Wijaya (2017) menyatakan bahwa tanpa adanya literasi sains dasar, maka sangat
mustahil bagi bangsa Indonesia untuk menguasai teknologi kimia secara baik yang
pada gilirannya dapat menurunkan daya saing sumber daya manusia bangsa
Indonesia di era globalisasi.

Berdasarkan Permendikbud no. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses


Pendidikan Dasar dan Menengah, prinsip pembelajaran yang digunakan yaitu dari
peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu, dan dari guru sebagai
satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar
(Kemendikbud, 2013). Selain itu, untuk memperkuat pendekatan ilmiah dan

5
tematik terpadu perlu diterapkan pembelajaran berbasis penelitian
(discovery/inquiry learning). Model pembelajaran problem based learning dinilai
mampu untuk menerapkan prinsip pembelajaran berdasarkan standar proses
pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Arends (2012) yang menyatakan
bahwa model problem based learning merupakan bagian dari pengajaran berbasis
inkuiri (inquiry-based teaching) dan model pembelajaran problem based learning
membantu peserta didik untuk mencari solusi atas permasalahan yang dialami.

Penerapan model problem based learning bertujuan untuk memunculkan dan


mengembangkan literasi sains peserta didik. Hal ini didukung oleh penelitian
Wulandari (2015) model pembelajaran PBL sesuai diterapkan untuk menstimulasi
ketertarikan siswa kepada isu ilmiah, meningkatkan inkuiri ilmiah, dan mendorong
rasa tanggung jawab siswa terhadap lingkungan sekitarnya.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran


problem based learning dapat meningkatkan literasi sains peserta didik.
Berdasarkan penelitian Astuti (2017) yang menunjukkan bahwa adanya
peningkatan literasi sains peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran
problem based learning. Adanya peningkatan literasi sains juga ditunjang oleh
kinerja guru yang melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahapan problem
based learning. Penelitian Prasetya (2017) mengungkapkan bahwa penerapan
model problem based learning dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik. Dimana kemampuan berpikir kritis peserta didik sangat dipengaruhi
oleh kemampuan literasi sains yang dimiliki.

Pada penelitian Khusnayain (2013) ditemukan bahwa adanya peningkatan


literasi sains peserta didik yaitu pada aspek menggunakan bukti ilmiah. Namun,
pada penelitian ini tidak semua kompetensi ilmiah dalam literasi sains dapat
tercapai, hanya difokuskan pada penggunaan bukti ilmiah. Oleh karena itu, peneliti
ingin menganalisis literasi sains dari ketiga aspek yaitu aspek konteks, aspek
kompetensi, dan aspek pengetahuan ilmiah.

Literasi sains ialah kemampuan seseorang guna menerapkan kemampuan yang


dimilikinya untuk mengidentifikasi, mengkontruksi, memberi penjelasan, dan
mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan, mengembangkan pola pikir
dan bukti ilmiah yang diperoleh untuk memecahkan suatu permasalahan berkaitan

6
dengan sains (Fuadi et al., 2020). Literasi sains ialah keahlian pada pengetahuan,
mengidentifikasi pertanyaan serta melakukan penarikan simpulan sesuai dengan
berbagai hal pada tujuan menetapkan putusan mengenai sains (Yuliati, 2017).
Berdasarkan pengertian tersebut literasi sains ialah keahlian individu guna
mengidentifikasi, mengkontruksi, memberi penjelasan,menyimpulkanberdasarkan
temuan dan bukti ilmiah yang dimiliki. Hal terpenting dalam literasi sains ialah
memahami teori, sikap ilmiah, tahapan sains, pengetahuan, pengaplikasian pada
keseharian.

Proses pendidikan di era abad 21 harus dapat mengarahkan dan


mengembangkan manusia yang melek akan sains dan teknologi sehingga
membentuk manusia yang berkarakter kritis. Literasisains sebagai keterampilan
abad 21 dapat menjawab tantangan dunia, karena dengan memahami literasi
sains dapat berkontribusi bagi kehidupan pribadi maupun lingkungan
sekitar.Guru sebagai ujung tombak menentukan keberhasilan anak bangsa dan
memegang peranan terpenting dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Guru
harus memiliki kompetensi untuk membantu peserta didik pada gerbang
kesuksesan. Salah satu kompetensi yang perlu dikembangkan adalah literasi sains.
Heryani, dkk (2020) menjelaskan bahwa literasi sains perlu dikembangkan secara
turun temurun melalui instrumen pendidikan. Sehingga perlu adanya
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan literasi sains. Calon guru adalah
kandidat yang perlu dipersiapkan agar literasi sains anak bangsa dapat
meningkat. Calon pendidik merupakan salah satu komponen pendidikan yang
menjadi cikal bakal guru (Laksono, 2018). Tanpa adanya literasi sains, maka
generasi penerus bangsa masa sekarang maupun masa depan tidak mempunyai
kekuatan dalam bersaing skala global.

Calon guru perlu keterampilan literasi sains yang baik sehingga dapat
mentransfer materi ilmiah ke siswa lebih mendalam sehingga membentuk
siswa yang memiliki literasi sains (Junanto, Akhyar, Budiyono, & Suryani,
2020). Calon guru dengan literasi sains yang baik akan menggunakan
pendekatan atau model pembelajaran yang tepat, mengembangkan soal-soal
dan mampu membuat atau mengembangkan instrumen evaluasi yang dapat
mengembangkan literasi sains peserta didik. Ilmu kimia bagi sebagian besar
siswa dianggap sulit, sehingga tiap calon guru kimia harus punya bekal ilmu

7
pengetahuan yang kuat. Sebagai calon guru kimia sangat penting untuk
membekali diri terkait literasi sains saat pembelajaran kimia. Keterampilan
literasi sains sebagai calon guru kimia akan berdampak hasil belajar siswa
yang baik. Melalui literasi sains mahasiswa calon guru kimia dapat
menggunakan ilmu pengetahuan tersebut dalam berbagai aspek kehidupan,
mencari solusi pada permasalahan, membuat keputusan tanpa keraguan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Hendri & Hasriani, 2019).

Literasi sains perlu dimiliki setiap individu terutama calon guru, dengan
literasi sains yang tinggi maka dapat mengimbangi perkembanganIlmu
pengetahuan dan teknologi serta dapat menyelesaikan masalah yang timbul akibat
perkembangan zaman (Dani, 2009). Jadi pentingnya analisis literasi sains adalah
untuk membentuk cara berpikir, cara berperilaku, berkomunikasi, membangun
karakter peduli dan bertanggung jawab tidak hanya untuk diri sendiri namun juga
masyarakat serta alam semesta, dan dapat mengambil keputusan mendasar terkait
sains dan teknologi. Sehingga perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana
kemampuan literasi sains mahasiswa calon guru kimia, agar ketika
mengajarkan konsep kimia kelak tidak menimbulkan miskonsepsi kepada
siswa. Dengan kemampuan literasi sains yang baik, calon guru kimia akan
meningkatka kualitas dan kapasitas siswa dalam menduduki pekerjaan penting
dan produktif di masa depan.

Agar para siswa SD mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam


mempelajarai IPA, terutama yang berhubungan dengan konsep-konsep dasar sains,
maka guru yang mengajar IPA di SD harus mempunyai pengetahuan IPA yang
memadai, terutama mengenai konsep-konsep dasar sains. Dalam proses
pembelajaran di SD guru paling sering berinteraksi dengan para siswa, sehingga
peranan guru sangat menentukan hasil belajar para siswa. Guru juga bukan hanya
berkewajiban menanamkan konsep dan proses dalam pembelajaran, tetapi juga
menanamkan sikap kepada para siswanya yang tidak dapat diberikan oleh media
apapun. Peranan guru yang sangat vital menjadikan guru sebagai salah satu
komponen terpenting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran tersebut.
Sagala merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan bimbingan dan latihan, melakukan penelitian dan
pengkajian, serta membuka komunikasi dengan masyarakat.

8
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan pemahaman bagi mahasiswa
tentang literasi sains dengan berbagai macam strategi yang dapat digunakan dan
langkah – langkah penerapan gerakan literasi sains dilaksanakan.

sains, sebagai manusia yang reflektif. PISA juga menetapkan tiga dimensi besar
literasi sains dalam pengukurannya, yakni proses sains, konten sains, dan konteks
aplikasi sains.
Literasi adalah kemampuan berbahasa seseorang (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis) untuk berkomunikasi dengan cara yang berbeda sesuai dengan
tujuannya. Teale & Sulzby (1986) mengartikan literasi secara sempit yaitu, literasi
sebagai kemampuan membaca dan menulis. Hal ini sejalan dengan pendapat Grabe dan
Kaplan (1992) dan Graff (2006) yang mengartikan literacy sebagai kemampuan untuk
membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis sangat diperlukan untuk
membangun sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai fenomena kehidupan yang
mampu menumbuhkan kehalusan budi, kesetiakawanan dan sebagai bentuk upaya
melestarikan budaya bangsa. Sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai fenomena
kehidupan dengan sendirinya menuntut kecakapan personal. Yang befokus pada
kecakapan berfikir rasional. Kecakapan berfikir rasional mengedepankan kecakapan
menggali informasi dan menemukan informasi.

9
BAB 2
KONSEP LITERASI SAINS

A. Pengertian Literasi
Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang bearti melek huruf/gerakan
pemberantasan buta huruf (Echols & Shadily, 1990). Sedangkan istilah sains berasal
dari bahasa Inggris Science yang bearti ilmu pengetahuan. Sains berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas dalam Mahyuddin,
2007). Jadi, sains dapat dijelaskan sebagai kumpulan pengetahuan tentang obyek dan
fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang
dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah.
Lebih lanjut C.E.de Boer mengemukakan bahwa orang pertama yang
menggunakan dari Stamford University yang menyatakan bahwa Scientific Literacy
bearti memahami sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains
menurut National Science Education Standards scientific literacy is knowledge and
understanding of scientific concepts and processes required for personal decision
making, participation in civic and cultural affairs, and economic produvtivity. Literasi
sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains
yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan
pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan
pertumbuhan ekonomi. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan
aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyaningtyas dalam Yusuf, 2008).
Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai sebagai kemampuan
menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat
keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui aktivitas manusia.
Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat multidimensional,
bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu. PISA
juga menilai pemahaman peserta didik terhadap karakteristik sains sebagai
penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan teknologi membentuk lingkungan
material, intelektual dan budaya, serta keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait
10
B. Pengertian Literasi Sains

Literasi sains (Science literacy) berasal dari kata literatur yang memiliki arti
melek huruf dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan. Sehingga secara harfiah
literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf atau gerakan pemberantasan
buta huruf (Echols & Shadily, 1990). Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa Inggris
Science yang artinya ilmu pengetahuan. Sains berkaitan dengan cara mencari sesuatu
tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, akan tetapi sains
merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas dalam Mahyuddin, 2007).

Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya
bagi kebutuhan masyarakat (Widyaningtyas dalam Yusuf, 2008). C.E.deBoer (1991)
dalam Toharudin, Paul de Hart Hurt dari Stamford University oaring pertama yang
menyatakan bahwa Scientific Literacy melibatkan pemahaman dan penerapan konsep
sains untuk kepentingan masyarakat.

Literasi saims juga dapat diartikan sebagai pemahaman dan keterampilan


ilmiah yang memungkinkan seseorang mengajukan pertanyaan, memperoleh
pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah dan membuat kesimpulan
berdasarkan fakta. Hal ini juga melibatkan pemahaman tentang sifat sains, kesadaran
terhadap bagaimana sains dan teknologi mempengaruhi lingkungan alam, intelektual,
dan budaya, serta memiliki kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang
terkait dengan sains (OECD, 2016).

Menurut National Academy Of Sciences (1996), literasi sains adalah


keterampilan menggunakan pengetahuan ilmiah dalam mengenali pertanyaan,
merumuskan hipotesis, mengembangkan penjelasan ilmiah terhadap fenomena alam,
dan menilai bukti empiris untuk mendukung atau menentang hipotesis tersebut. Dengan
kata lain, literasi sains mencakup aplikasi praktis konsep ilmiah dan partisipasi aktif
dalam proses ilmiah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pemahaman seseorang
terhadap dunia. Individu yang memiliki literasi akan dapat melihat kualitas informasi
ilmiah berdasarkan asal dan metodenya. Kemampuan literasi sains juga mencakup
kemampuan menilai argumen berdasarkan bukti dan membuat kesimpulan.

Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai “The capacity to use scientific
knowledge, to identify questions and to draw evidence-based conclusions in order to

11
understand and help make decisions about the natural world and the changes made to
it through human activity”. Yang mana memiliki pengertian sebagai kemampuan
menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat
keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui aktivitas manusia. PISA juga menilai pemahaman peserta didik terhadap
karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran tentang sains dan teknologi
membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta sebagai manusia yang
reflektif akan berkeinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains. Keinklusifan
literasi sains merupakan suatu kompetensi umum bagi kehidupan untuk merefleksikan
kecenderungan yang berkembang pada pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologis.

Adapun aspek-aspek literasi sains berdasarkan penilaian PISA 2015 mencakup


context, knowledge, competencies, dan attitude. Mengidentifikasi lebih lanjut
pengertian literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi pertanyaan, menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti untuk
memahami dan membantu membuat keputusan berkenaan dengan alam serta perubahan
yang dilakukan oleh aktivitas manusia terhadap alam.

Berdasarkan definisi dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa literasi memiliki
hubungan langsung dengan proses pembelajaran. Dalam konteks pendidikan,
pengembangan peserta didik menjadi individu yang literat menjadi suatu keharusan,
melibatkan penguasaan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Menguasai tiga
domain ini dianggap sebagai pencapaian yang ideal bagi seseorang yang mengikuti
program pendidikan, memungkinkanya memiliki kemampuan dan mengaplikasikannya
dalam konteks masyarakat. Konsep dasar literasi dalam perspektif pendidikan
mencakup kemampuan untuk memahami, berpartisipasi dan menjalani kehidupan
sosial dengan berpengetahuan.

Sehingga dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hal
yang paling pokok dalam pengembangan literasi sains meliputi pengetahuan tentang
sains, proses sains, pengembangan sikap ilmiah, serta pemahaman peserta didik
terhadap sains jadi peserta didik tidak hanya mengetahui konsep sains melainkan juga
dapat menerapkan kemampuan sains dalam memecahkan berbagai permasalahan dan
dapat membuat kesimpulan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains. Dari

12
beberapa pengertian literasi sains tersebut peserta didik diharapkan biasa menerapkan
pengetahuan yang didapat disekolah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta
didik memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan disekitarnya.

C. Tujuan Literasi Sains

Literasi sains merupakan usaha manusia untuk menerapkan konsep ilmu


pengetahuan alam dan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan
ilmiah. Ini mencakup merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, menetapkan
variabel penelitian, merancang prosedur kerja, mengumpulkan, mengolah dan
menganalisis data, serta menyampaikan hasil penelitian. Tujuannya adalah untuk
memahami alam semesta dan fenomenanya dengan mengidentifikasi permasalahan,
mengumpulkan bukti dan menarik kesimpulan berdasarkan temuan. Kesadaran akan
pentingnya literasi sains sebagai bagian dari keterampilan hidup telah diterima dengan
baik di Negara-negara maju. Setiap warga Negara perlu memiliki tingkat literasi sains
untuk menghadapi tantangan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan
kerja, dengan didukung oleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai
yang terkandung dalam literasi sains tersebut.

Literasi sains memiliki banyak tujuan dan manfaat bagi masyarakat umum.
Menurut sumber dari internet tujuan literasi sains adalah untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat
mengambil keputusan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari dan memahami
dan memahami dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat
(HERMANIS.COM, 2022). V

Sedangkan menurut kemendikbud (Riyad, 2022) tujuan literasi sains adalah


untuk meningkatkan pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah yang
kreatif. Selain itu, literasi sains juga memungkinkan kita memilih informasi ilmiah
yang tepat, serta menilai kebenaran temuan dari penelitian ilmiah.

Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi sains bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga mampu mengambil keputusan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari
serta memahami dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap

13
masyarakat, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah
secara kreatif.

Tujuan literasi sains mencakup beberapa aspek penting. Pertama, adalah


mengembangkan pemahaman konsep sains dasar yang relevan dengan kurikulum
sekolah dasar, serta menerapkan konsep tersebut dalam situasi kehidupan sehari-hari.
Kedua, literasi sains bertujuan untuk mengembangkan keterampilan proses sains,
seperti menguasai metode ilmiah melalui pengamatan, pembuktian, dan perumusan
pertanyaan ilmiah, termasuk kemampuan merancang serta melaksanakan percobaan
sederhana. Selain itu, literasi sains juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dengan melatih kemampuan analisis dan sintesis informasi ilmiah,
termasuk kemampuan menyusun argumentasi ilmiah berdasarkan fakta dan data.
Terakhir, literasi sains mendorong pengembangan sikap ilmiah, seperti memiliki sikap
skeptis dan terbuka terhadap ide-ide baru, serta menunjukkan rasa ingin tahu dan
keinginan untuk terus belajar.

Literasi sains sangat penting dimiliki oleh siswa. Siswa yang mempunyai
kemampuan literasi sains akan dapat menerapkan pengetahuan mereka untuk
memecahkan permasalahan dalam situasi kehidupan sehari-hari baik dalam lingkup
pribadi, sosial maupun global (OECD,2009). Baik keterampilan proses sains dan
kemampuan literasi sains merupakan tujuan utama dari pendidikan sains (Harlen
(2001) dalam Tinajero et al. 2011).

Holton (1998) dalam Bybee et al. (2009) menyebutkan bahwa literasi sains
merupakan tujuan akhir dari pendidikan sains, dengan kata lain pembelajaran sains
yang diberikan pada siswa memiliki tujuan untuk mewujudkan siswa yang berliterasi
sains.

Dalam proses pembelajaran di SD/MI guru memiliki peran krusial dalam


berinteraksi dengan siswa, menentukan hasil belajar dan tidak hanya mentransfer
konsep tetapi juga membentuk sikap. Keberhasilan pembelajaran sangat tergantung
pada peran vital guru yang mengharuskan mereka memiliki kemampuan unggul untuk
meningkatkan mutu pendidikan, hal ini berlaku tidak hanya untuk guru tetapi juga
untuk para calon guru SD/MI, yang perlu memiliki pengetahuan mendalam dalam
ilmu sains atau literasi sains agar dapat memberikan pembelajaran terbaik di masa
depan. Sehingga literasi sains merupakan salah satu aspek penting yang harus dikuasai

14
mahasiswa PGSD mempengaruhi pada proses pembelajaran IPA di sekolah dasar. Hal
ini bertujuan agar para siswa mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam
mempelajari IPA, terutama yang berhubungan dengan konsep-konsep dasar sains.

Kemampuan literasi sains diharapkan memberikan peserta didik kemampuan


untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul akibat kegiatan sains. Secara lebih
luas, dapat disimpulkan bahwa literasi sains bertujuan membekali peserta didik untuk
memenuhi kebutuhan zaman dengan menjadi penyelesai masalah yang kompetitif,
inovatif, kreatif, kolaboratif, dan memiliki karakter yang kuat.

Dapat ditarik kesimpulan tujuan literasi sains adalah untuk memberdayakan


individu agar memiliki kemampuan yang memadai dalam memahami,mengevaluasi
dan mengaplikasikan informasi ilmiah dalam konteks kehidupan sehari-hari. Melalui
literasi sains, diharapkan seseorang dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap
fenomena alam, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, serta mendukung
pengambilan keputusan yang lebih informasional dan berbasis bukti.

15
DAFTAR PUSTAKA

HERMANIS.COM. (2022, Februari Rabu). Literasi Sains: Pengertian, Tujuan, Manfaat dan
Contohnya.

Riyad. (2022, November Selasa). DKPUS BANGKA BELITUNG.

Pratiwi, S. N., Cari, C., 7 Aminah, N. S. (2019). Pembelajaran IPA Abad 21 Dengan Literasi
Sains Siswa. Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika, 9(1), 34-42.

Yuliati, Y. (2017). Literasi Sains Dalam Pembelajaran IPA. Jurnal akrawala Pendas, 3(2).

Winata, A., acik, S., & RW, I. S. (2016). Analisis kemampuan Awal Literasi Sains Mahasiswa
Pada Konsep IPA. Education and Human Devlopment Journal, 1(1).

Rahayu, S. (2016). Mengembangkan Literasi Sains Anak Indonesia Melalui Pembelajaran


Berorientasi Nature of Science (NOS). Sains Dan Teknologi, 177.

Tiro, A. R., Nidiasari, Y., & Massa, N, (2020). Analisis Konsep Pemahaman Literasi Sains
Pada Mahasiswa Pendidikan IPA FKIP UNIMUDA Sorong. Jurnal Inovasi
Pembelajaran IPA, I nO. 1.

Rahmania, S., Miarsyah, M., & Sartono, N. (2015). Perbedaan Kemampuan Literasi Sains
Siswa Dengan Gaya Kognitif Field Independent Dan Field Dependent. Biosfer Jurnal
Tadris Pendidikan Biologi, 8(2)

Fananta, M. R., Widjiasih, A. E., Setiawan, R., Hanifah, N., Miftahussururi, M., Nento, M. N.,
& Ayomi, J. M. (2017). Materi Pendukung Literasi Sains.

Elsy, Z. 92012). Literasi Sains dan Pendidikan.

Fazilla, S. (2016). Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa PGSD Pada Mata Kuliah Konsep
Dasar Sains. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 22-28.

PISA 2000. The PISA 2000 Assesment of Reading, Mathematical and Scientific Literacy.

Bahria, E. S. (2015). Kajian Literasi Sains Calon Guru Kimia Pada Aspek Konteks Aplikasi
Dan Proses Sains. Edusains, 7(1), 11-17.

16
Sumanik, N. B., Nurvitasari, E., & Siregar, L. F. (2021). Analisis Profil Kemampuan Literasi
Sains Mahasiswa Calon Guru Pendidikan Kimia. Quantum: Jurnal Inovasi Pendidikan
Sains , 12(1), 22.

Anglada, D. (2007). An Introduction to Instructional Design: Utilizing a Basic Design Model.


Retrieved June 25, 2019, from http://www.pace.edu/ctlt/newsletterArikanto S. (2013).
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Permatasari, A. (2016). STEM Education: Inovasi dalam Pembelajaran Sains. Prosiding


Seminar Nasional Pendidikan Sains

Yuliati, Y. (2016) Peningkatan Keterampilan Proses melalui Model Pembelajran Berbasis


Masalah. Jurnal Cakrawala Pendas (Vol. 2). Retieved from
http://jurnal.unma.ac.id/index.php/CP /article/view/335/315

Nofiana, M., & Julianto, T. (2018). UPAYA PENINGKATAN LITERASI SAINS SISWA
MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL. Biosfer :
Jurnal Tadris Biologi. https://doi.org/10.24042/biosf.v9i1.28 76

Nurdin, N. (2019). Urgensi Literasi Sains Dalam Meningkatkan Kompetensi Widyaiswara


PAI BDK Aceh Di Era Millenial. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 7(1), 55–63.
https://do.org/10.24815/jpsi.v7i1.124 76

Sugiyono. (2017). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono.(2014). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta.

Sugiyono.(2013). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono.(2013). Metode Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

17

Anda mungkin juga menyukai