Anda di halaman 1dari 3

KARAKTERISTIK PEBELAJAR YANG MELEK SAINS

Sains atau IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta fakta, konsep
konse, atau prinsip prinsip saja, tetapi juga merupakn suatu proses penemuan.
Cain dan Evans (1990) menyatakan bahwa sains mengandung 4 hal yaitu konten
atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi. (Depdiknas, 2008).
Abad ke-21 mengharuskan setiap individu selalu mengikuti perkembangan
sains dan teknologi agar dapat hidup nyaman. Sangat menderita orang yang tidak
mengenal hakikat sains dan cara berpikir sains dalam kehidupannya, karena
lingkungan hidup ini penuh dengan fenomena sains. Banyak masalah-masalah
sosial yang dialami oleh masyarakat, hanya karena ketidakmelekkan sains.
Nampaknya hal ini sederhana namun berdampak besar dalam kehidupannya.
Seorang yang tidak melek sains cenderung merugikan dirinya sendiri maupun
orang lain di sekitarnya. (Lukum, A., 2015).
Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia. (Zuriyani, E., 2011).
Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat
multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains,
melainkan lebih dari itu. PISA juga menilai pemahaman peserta didik terhadap
karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan
teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta
keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains, sebagai manusia yang
reflektif. Berpikir ilmiah merupakan tuntutan warga negara, bukan hanya
ilmuwan. Keinklusifan literasi sains sebagai suatu kompetensi umum bagi
kehidupan merefleksikan kecenderungan yang berkembang pada pertanyaan-
pertanyaan ilmiah dan teknologis. (Zuriyani, E., 2011).
Sesuai dengan pandangan di atas, penilaian literasi sains dalam PISA tidak
semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains,
tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi
peserta didik, baik sebagai individu, anggota masyarakat, serta warga dunia.
(Zuriyani, E., 2011).
National Teacher Association (1971) mengemukakan bahwa seorang yang
literat sains adalah seorang yang menggunakan konsep sains, keterampilan proses,
dan nilai dalam membuat keputusan sehari-hari kalau ia berhubungan dengan
orang lain atau dengan lingkungannya, dan memahami interelasi antara sains,
teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi.
(Lukum, A., 2015)
Menurut Holdzkom (1984) (dalam Susilo, H., 1996) ciri-ciri orang yang
melek Sains sebagai berikut:

- Memiliki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama


dalam Sains dan mampu mengunakannya secara tepat.
- Mengunakan proses sains untuk memecahkan masalah, membuat
keputusan dan hal-hal lain, dengan cara yang tepat.
- Memahami sifat dasar Sains (the nature of Scvience) dan metode ilmiah
- Memahami keterkaitan antara sains dan teknologi dan interaksinya dengan
masyarakat.
- Telah memiliki ketrampilan yang berhubungan dengan sains
memungkinkannya berfungsi secara efektif dalam karier, kegiatan dalam
waktu luang, dan dalam peran lain.
- Memilki sikap dan nilai yang selaras dengan konsep, prinsip, hukum dan
nilai sains dan nilai masyarakat luas.
- Mengembangkan minat terhadap sains yang akan membawanya kehidupan
yang lebih kaya dan lebih memuaskan, yaitu kehidupan yang
memanfaatkan sains dan konsep belajar seumur hidup.
Dalam membangun literasi sains siswa, diperlukan buku ajar yang
dikembangkan dan dapat mendukungnya. Salah satu cara untuk membangun
literasi sains siswa adalah mengkaitkan konten yang siswa pelajari di sekolah
dengan konteks yang berhubungan dengan konten tersebut. Pembelajaran sains di
sekolah seharusnya diarahkan pada penggunaan konteks aplikasi sebagai wahana
untuk meningkatkan literasi sains siswa. Jika siswa hanya diajarkan konsep saja,
maka kemampuan yang siswa dapatkan hanya kemampuan menghafal dan
memahami saja. Seharusnya siswa tidak diarahkan kepada kedua kemampuan
tersebut saja. (Syukran, M. A., 2014).
Contohnya pada pelajaran biologi, biologi merupakan bagian dari
pendidikan sains yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan nyata yang dialami
masyarakat. Untuk itulah diperlukan pemahaman serta penguasaan konsep-konsep
biologi yang baik, sehingga bisa menghubungkan pengalaman atau kejadian
sehari-hari yang dialami dengan konsep-konsep ilmu biologi yang relevan dengan
pengalaman tersebut. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi paradigma
perkembangan pendidikan sains, khususnya pelajaran biologi kearah yang lebih
baik (Mastika, I. N. dkk,. 2014).

Daftar Rujukan

Syukran, M. A., 2014. Pengembangan Buku Ajar Kimia Sub Topik Protein
Menggunakan Konteks Telur Untuk Membangun Literasi Sains Siswa SMA.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Mastika, I. N. dkk,. 2014. Analisis Standarisasi Laboratorium Biologi Dalam


Proses Pembelajaran di SMA Negeri Kota Denpasar . E-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi IPA Volume
4. 75-99. (diakses pada tanggal 8 Februari 2017).

Lukum, A. 2015. Sains Untuk Semua. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Zuriyani, E., 2011. Literasi Sains Dan Pendidikan. Online


(https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/file/TULISAN/wagj13430994
86.pdf). Diakses tanggal 8 Februari 2017.

Cain, S.E. dan Evans, J. M. (1990). Sciencing, An Involvement Approach to


Elementary Science Methods. Columbus: Merril Publishing Co.

Susilo, Herawati. 1996. Peningkatan Melek Sains dan MElek Teknologi:


Tanggung jawab siapa? MIPA Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam
dan Pengajarannya. Tahun 25 No.1 ISSN 0854 8269 Edisi Khusus. Hal. 64
81. Diakses tanggal 8 Februari 2017.

Anda mungkin juga menyukai