Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS LITERASI KIMIA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI

BERPENDEKATAN ETNOSAINS

Oleh:

DWI AL-FIALISTYANI
NIM. I2E018004

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPA


UNIVERSITAS MATARAM

2019
A. LATAR BELAKANG

Literasi sains diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi
kehidupan masyarakat. Literasi sains penting dalam masyarakat modern kita
karena banyak masalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya ilmu kimia sangatlah penting, karena lingkungan kita sangat
terpengaruh dengan ilmu kimia dan terisi dengan produk kimia. serta memahami
bahan kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari juga sangat
penting untuk kebanyakan orang, karena setiap penjelasan memiliki aplikasi
praktis dalam kehidupan sehari- hari. Adapun literasi sains PISA dibagi menjadi
4 aspek yang saling terkait, yaitu aspek konten, konteks, kompetensi, dan sikap
sains. Pentingnya literasi kimia berhubungan dengan bagaimana peserta didik
mampu menghargai alam dengan memanfaatkan sains dan teknologi yang telah
dikuasainya (Nisa dkk, 2015).

Pengukuran kemampuan literasi sains dilakukan oleh Program for


International Student assessment (PISA). Hasil tes PISA tahun 2012
menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa di Indonesia masih berada
pada posisi terendah yaitu ranking 64 dari 65 negara. Indonesia memperoleh
jumlah skor kompetensi sains sebesar 382 dari skor rata-rata 501 (OECD, 2012).
Hasil tes dan evaluasi PISA 2015 penguasaan materi siswa-siswi Indonesia juga
masih tergolong rendah. Skor pencapaian siswa-siswi Indonesia untuk sains
berada di peringkat 62 dengan skor 403 dari 70 negara yang dievaluasi (PISA,
2015). Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil tes dan evaluasi PISA
didapatkan hasil bahwa pembelajaran IPA siswa di Indonesia belum bersifat
praktis yang bermanfaat dalam kehidupan masyarakat.

Upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi


sains adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
mempergunakan aspek budaya lokal dalam pembelajaran (Sudarmin, 2014).
Pembelajaran yang mengangkat budaya lokal untuk dijadikan suatu objek
pembelajaran sains mampu meningkatkan motivasi dan minat belajar peserta
didik untuk mempelajari sains (Pujiastuti, 2015). Pembelajaran kimia yang
memperhatikan kearifan budaya lokal atau etnosains, merupakan salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia,
khususnya dalam kurikulum kimia di tingkat Sekolah Menengah dan Lembaga
Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) saat ini (Sudarmin, 2015).

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk memfasilitasi


peserta didik dalam meningkatkan literasi kimia peserta didik yaitu model
pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik. Model pembelajaran yang logis dan memungkinkan
dikembangkannya nilai-nilai budaya lokal dalam memecahkan masalah dalam
pembelajaran adalah model pembelajaran inkuiri berpendekatan etnosains.

B. LANDASAN TEORI
Teori belajar yang digunakan yaitu teori belajar konstruktivistik karena
dalam teori ini sangat dipercaya bahwa peserta didik mampu mencari sendiri
masalahnya, menyusun pengetahuannya sendiri melalui kemampuannya berpikir
dan tantangan yang dihadapi oleh para peserta didik dapat menyelesaikan dan
membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman yang berupa kenyataan dan
teori dalam satu bangunan yang utuh. Teori ini diartikan sebagai upaya untuk
membangun susunan hidup yang berbudaya modern.
W. Gulo dalam (Anam, 2015) mengungkapkan bahwa “Pembelajaran
Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri”. Proses Inkuiri memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif,
peserta didik dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat
keputusan (Damayanti dkk, 2014).
Pembelajaran inkuiri didefinisikan sebagai model ajar sains yang
mengarahkan peserta didik pada proses pencarian informasi, pengumpulan data
untuk menyelesaikan suatu masalah, guna membantu peserta didik dalam
mengkontruksi pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya,
melalui langkah prosedural tertentu. Model pembelajaran ini melatih peserta
didik dalam proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan suatu fenomena yang
tidak biasa. McConney, et al., (2014) menyatakan pembelajaran inkuiri yang
berorientasi pada penyelidikan memungkinkan peserta didik dapat litarasi sains
yang lebih tinggi dan berpengaruh positif terhadap sains. Penelitian sebelumnya
juga menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri lebih efektif dalam
meningkatkan literasi sains peserta didik (Puspitasari, 2015).
Etnosains merupakan kegiatan mentransformasikan antara sains asli
dengan sains ilmiah. Pengetahuan sains asli terdiri atas seluruh pengetahuan
yang menyinggung mengenai fakta masyarakat. Pengetahuan tersebut berasal
dari kepercayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pendekatan
etnosains merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan
pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses
pembelajaran (Sardjiyo, 2010).
Pembelajaran inkuiri berpendekatan etnosains merupakan model
pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan-lingkungan untuk
mempermudah pembelajaran dengan mengaitkan antara budaya dan materi
kimia yang dikemas dalam etnosains. Sehingga model pembelajaran inkuiri
berpendekatan etnosains mengajak peseta didik untuk berinteraksi langsung
dengan budaya lokal dan menggali ilmu pengetahuan yang ada pada budaya
local tersebut.
C. RANCANGAN DESAIN
Model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan literasi kimia
peserta didik pada aspek konten, konteks, kompetensi, dan sikap terhadap kimia
menggunakan model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri
berpendekatan etnosains menekankan pada proses berpikir secara kritis, mandiri
dan mampu meningkatkan literasi kimia peserta didik. Model pembelajaran
inkuiri masih memiliki beberapa kelemahan seperti dalam pelajaran tertentu,
fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin terbatas dan
pembelajaran ini kurang memberi kesempatan untuk berpikir kritis dan kreatif
apabila pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi oleh guru.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut peneliti menggunakan pendekatan
etnosains yang dimana melalui pendekatan ini peserta didik diharapkan mampu
berpikir kreatif dan kritis berdasarkan pengetahuannya mengenai sains asli
budaya lokal yang ada pada lingkungannya yang kemudian membandingkan
sains asli tersebut dengan sains ilmiah.
Oleh karena itu untuk menutupi kelemahan tersebut peneliti
menggunakan pendekatan etnosains sehingga pembelajaran inkuiri
berpendekatan etnosains memiliki karakteristik yang dapat mendorong peserta
didik belajar aktif, mandiri, berpikir kritis dan bertanggung jawab melalui
pengalaman menemukan informasi dan data yang diperlukan dengan berinteraksi
langsung dengan budaya lokal yang ada. Peserta didik akan diharuskan
mengeluarkan pendapat dan kemampuannya untuk menampilkan pemikiran
kritisnya dengan menghubungkan konsep yang dipelajari dengan budaya lokal,
sehingga dapat meningkatkan literasi sains peserta didik dan dapat berpengaruh
positif terhadap sains. Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa
pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing berpendekatan etnosains lebih efektif
dalam meningkatkan literasi sains peserta didik.
 Sintak Model Pembelajaran Inkuiri Berpendekatan Etnosains
Sintak model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2013) meliputi
orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dan kesimpulan.
a. Orientasi
Pada tahap orientasi guru menjelaskan topik, tujuan, pokok-pokok
kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan,
menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar dan membahas tugas yang
telah diberikan pada pertemuan sebelumnya. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motivasi belajar peserta didik.
b. Merumuskan Masalah
Langkah merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta
didik kepada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan tersebut
merupakan persoalan tentang salah satu budaya yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang akan diajarkan. Teka-teki dalam merumuskan masalah tentu
ada jawabannya, dan peserta didik didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran
inkuiri.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah
satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan
menebak (berhipotesis) pada setiap peserta didik ialah mengajukan berbagai
pertanyaan yang bisa mendorong peserta didik supaya dapat merumuskan
jawaban sementara atau perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji. Hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan
rumusan masalah yang telah ditentukan.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam tahap ini peserta
didik mengumpulkan data dengan menjawab LKPD yang berpendekatan
etnosains yang telah dibuat oleh guru dengan memanfaatkan buku paket yang
dimiliki sebagai sumber belajar. Mengumpulkan data merupakan proses
mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, tetapi juga ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berfikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Data yang telah diperoleh dipresentasikan didepan kelas
oleh beberapa kelompok. Data yang dipresentasikan tersebut adalah LKPD
yang telah dijawab bersama kelompok. Yang dimana kebenaran jawaban yang
diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, namun juga mesti didukung
oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Langkah terakhir yaitu merumuskan kesimpulan yang merupakan
proses mendiskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian
hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat, sebaiknya guru mampu
menunjukkan kepada siswa tentang data-data yang relevan.
SINTAK PEMBELAJARAN
INKUIRI

- Guru menjelaskan topik, indikator, tujuan, membahas tugas yang telah diberikan dan
menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik.
- Peserta didik memperhatikan penjelasan guru.

- Guru mengarahkan peserta didik untuk merumuskan masalah dengan memberikan


beberapa pertanyaan terkait materi yang akan dipelajari.
- Siswa menjawab pertanyaan guru dan dapat merumuskan masalah.

- Guru mengajukan berbagai pertanyaan yang bisa mendorong peserta didik supaya dapat
merumuskan hipotesis jawaban dari permasalahan yang dikaji.
- Siswa mengutarakan hipotesisnya dengan menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

- Guru membagikan LKPD ke masing-masing kelompok dan meminta mereka untuk


mendiskusikan bersama kelompoknya.
- Peserta didik mendiskusikan LKPD tersebut dengan kelompok masing-masing.

- Guru menunjuk beberapa kelompok untuk maju mempersentasikan hasil diskusi mereka
dan mengawasi proses persentasi.
- Siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil diskusi mereka dan saling
memberikan tanggapan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada kelompok yang
sedang maju presentasi.

- Guru meminta masing-masing kelompok untuk membuat kesimpulan dan meminta dari
mereka untuk membacakan kesimpulannya kemudian guru memperbaiki kesimpulan
peserta didik dengan memberikan penjelasan tambahan.
- Siswa secara berkelompok merumuskan kesimpulan dari analisis pemecahan masalah
diatas sebagai jawaban yang diungkapkan di depan kelas.
- Kelompok siswa mendengarkan penjelasan tambahan dari guru terkait materi yang
diajarkan
Dalam proses pembelajaran inkuiri berpendekatan etnosains tentunya
digunakannya juga suatu metode pembelajaran selama proses penerapannya.
Adapun metode yang digunakan yaitu metode diskusi dan tanya jawab. Karena
berdasarkan sintak model pembelajaran inkuiri pada tahap merusmuskan
masalah dan hipotesis guru memancing peserta didik mengeluarkan ide-ide nya
dengan memberikan beberapa pertanyaan yang terkait kemudian pada tahap
mengumpulkan data dan menguji hipotesis peserta didik melakukan diskusi
bersama kelompok masing-masing.
Alat ukur evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi
kimia peserta didik dalam aspek konten, konteks dan kemampuan yaitu alat ukur
tes yang berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) berupa soal pilihan
ganda sebanyak 25 soal serta lembar observasi untuk mengetahui sikap sains
peserta didik selama proses pembelajaran

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan literasi kimia
peserta didik pada aspek konten, konteks, kompetensi, dan sikap terhadap
kimia melalui pembelajaran inkuiri berpendekatan etnosains. Pembelajaran
inkuiri merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Adapun
sintak model pembelajaran inkuiri yang digunakan adalah orientasi,
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, dan merumuskan kesimpulan dan alat evaluasi yang digunakan
berupa tes dan lembar observasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, K. 2015. Pembelajaran Berbasis Inkuiri:Metode dan Aplikasi. Pustaka


Belajar.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Damayanti, I dan Mintohari. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar. Jurnal
Universitas Negeri Surabaya. 02(03). 12-23.

McConney, A., Oliver, M. C., Amanda, W. M., Schibeci, R. dan Maor, D. 2014.
Inquiry, Engagement, and Literacy in Science: A Retrospective, Cross-
National Analysis Using PISA 2006. Science Education. 98(6). 963-980.

Nisa, A., Sudarmin dan Samini.2015. Efektivitas Penggunaan Modul Terintegrasi


Etnosains dalam Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Literasi Sains Siswa. Unnes Science Education Journal. 4(3).1049-1056.

OECD. 2012. Pisa 2012 Result in Focus What 15-Year-Olds Know and What They
Can Do With What They Know, Paris: OECD Publishing.

Pujiastuti, E dan Sudarmin. 2015. Scientific Knowledge Based Culture and Local
Wisdom in Karimunjawa for Growing Soft Skills Conservation, International
Journal of Science and Research (IJSR). 4(9). 598-604.

Puspitasari, A. D. 2015. Efektitas Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry untuk


Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Jurnal Omega. 1(2).1-5.

Sanjaya, W. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Bandung : Kencana.

Sardjiyo. 2010. Pembelajaran Berbasis Budaya Model Inovasi Pembelajaran Dan


Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Pendidikan. 6(2): 83-
98.

Sudarmin. 2014. Pendidikan Karakter, Etnosains, dan Kerarifan Lokal: Konsep dan
Penerapan dalam Penelitian, dan Pembelajaran Sains. Semarang: CV.
Swadaya Manunggal.

Sudarmin. 2015. Model Pembelajaran Inovatif Kreatif (Model PAIKEM dalam


Konteks Pembelajaran dan Penelitian Sains Bermuatan Karakter). Semarang:
CV. Swadaya Manunggal.

Anda mungkin juga menyukai