Anda di halaman 1dari 21

INQUIRY BASED SCIENCE EDUCATION (IBSE)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran Kimia
Dosen Pengampu : Mohamad Agung Rokhimawan, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Iis Elia Marifah (18106070013)


2. Sutria Ningrum (18106070020)
3. Melania Elva F.P. (18106070032)
4. Febri Ilham S. (18106070036)
5. Alvina Nur M. (18106070037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2020
ABSTRAK
Istilah inkuiri digunakan pada berbagai kesempatan dalam pembelajaran sains di
Indonesia sejak tahun 1980an hingga sekarang. Hasil kajian berbagai penelitian
pembelajaran sains selama beberapa tahun ini menunjukkan masih belum terlalu
ditekankan tentang trend pebelajaran berbasis inkuri yang sejatinya langkah-langkahnya
sudah cukup tepat untuk pembelajaran berbasis sains, seperti pembelajaran kimia.
Inkuiri (inquiry) yang diperkenalkan sebagai metode pembelajaran sains dikontraskan
dengan metode penemuan (discovery). Inkuiri juga diperkenalkan sebagai pendekatan
dalam pembelajaran sains, sebagai teknik pembelajaran, dan sebagai model
pembelajaran baik sebagai model inkuiri ilmiah (scientific inquiry), maupun sebagai
model latihan inkuiri (inquiry training) dalam rumpun pemrosesan informasi.
Penggunaan label inkuiri pada berbagai kesempatan tersebut tidak akan memberi
dampak pada peningkatan kualitas pembelajaran sains apabila maknanya tidak dipahami
dan manfaatnya tidak disadari oleh para pelaku pembelajaran sains. Diduga inkuiri
dapat dijadikan alternatif metode pembelajaran untuk bidang kimia yang notabene
langkah-langkahnya cukup sesuai dengan langkah ilmiah dalam mempelajari kimia.
Kata kunci: inkuiri, metode, pembelajaran kimia
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan pendidikan Indonesia selalu menjadi momok yang setiap tahunnya
bukannya dapat ditaklukkan melainkan malah semakin menakutkan. Permasalahan
pendidikan Indonesia adalah pekerjaan yang yang tidak dapat diselesaikan dalam sekali
waktu, membutuhkan proses dan kerjasama dari semua pihak yang berhubungan dengan
pendidikan. Menurut berita Antara, hasil survei PISA 2018 menempatkan Indonesia di
urutan ke-74, alias peringkat keenam dari bawah. Dalam kategori Sains, Indonesia
memperoleh skor 396, jauh di bawah rata-rata skor OECD sebesar 489.
Sains dan sub-bagian ilmu didalamnya belum bisa diajarkan dan dipelajari oelh
siswa Indonesia. Hal ini dikarenakan pendidikan Sains masih menggunkan metode yang
belum bisa membuat anak nyaman dan senang menguliknya. Contoh bagian dari ilmu
sains adalah ilmu kimia. Pembelajaran kimia belum menjadi hal yang familiar untuk
dipahami dan juga diimplementasikan maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Pembelajaran kimia masih berorientasi tentang hafalan tabel periodik, syntax tata
nama senyawa, menghafal larutan asam-basa lemah dan kuat, dan menghafalkan rumus
molekul. Hal ini membuat siswa tidak mampu jika disuruh menyeleseiakan masalah
tentang kehidupan sehari-hari dengan ilmu kimia.
Rustaman (2005) menyatakan bahwa sistem pendidikan yang terlalu
menekankan pada kognitif ini juga terlalu abstrak (tidak konkrit), dengan proses
pembelajaran yang pasif, kaku, sehingga proses belajar menjadi sangat tidak
menyenangkan dan penuh beban. Semua ini telah “membunuh” karakter, siswa menjadi
tidak kreatif, tidak percaya diri, tertekan dan stress, serta tidak mencintai belajar.
Inkuiri merupakan model yang disarankan oleh Depdiknas (2006) karena dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah, sehingga
pembelajaran inkuiri dengan menggunakan metode eksperimen diprediksi mampu
memfasilitasi peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa.
Menurut Gulo (2002), dengan model pembelajaran inkuiri, materi pelajaran
yang didapatkan siswa akan lebih tahan lama, mudah diingat, lebih mudah diaplikasikan
pada kondisi yang berbeda, dapat memunculkan motivasi belajar, dapat melatih
kecakapan berpikir secara terbuka, dapat meningkatkan penguasaan konsep,
mengembangkan sikap ilmiah, dapat mengembangkan pemahaman siswa yang
mendalam Mimbar Sekolah Dasar, tentang konsep sains dan juga dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Bruner dalam Dahar, p. 1989).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran inkuiri dan metode eksperimen diperkirakan mampu meningkatkan
kemampuan kognitif siswa dan melatihkan serta mengembangkan keterampilan proses
sains siswa.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Inquiry Based Science Education (IBSE)?
2. Apa saja ciri-ciri IBSE untuk materi kimia?
3. Apa langkah-langkah IBSE menurut LAMAP?
4. Bagaimana mengorganisir materi kimia yang sesuai dengan IBSE?
5. Bagaimana mengimplementasikan pendekatan IBSE pada materi kimia?
6. Apa efek pembelajaran dan efek pengiring dari pendekatan IBSE?
Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui pengertian Inquiry Based Science Education (IBSE).
2. Mengetahui saja ciri-ciri IBSE untuk materi kimia.
3. Mengetahui langkah-langkah IBSE menurut LAMAP.
4. Mampu mengorganisir materi kimia yang sesuai dengan IBSE.
5. Mampu mengimplementasikan pendekatan IBSE pada materi kimia.
6. Mengetahui efek pembelajaran dan efek pengiring dari pendekatan IBSE.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inquiry Based Science Education
Inkuiri dalam bahasa Inggris Inquiry berarti pernyataan atau pemeriksaan atau
penyelidikan. Suchman (dalam yulianto dkk, 2011:67) mengembangkan model
pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri. Model pembelajaran ini melatih siswa
dalam proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan suatu fenomena yang tidak
biasa. Model pembelajaran ini mengajak siswa untuk melakukan hal yang serupa
seperti para ilmuan dalam usaha mereka untuk mengorganisir pengetahuan dan
membuat prinsip-prinsip.
W. Gellu (2002:84) mendefinisikan inkuiri sebagai suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari
dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis. Sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dengan kata lain,
inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan
melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan
masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan
kemampuan berpikir kritis dan logis.
Menurut Wina Sanjaya (2006:196) model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui Tanya jawab
antara guru dan siswa. Alasan penggunaan inkuiri adalah dengan menemukan
sendiri tentang konsep yang dipelajari, siswa akan lebih memahami ilmu, dan ilmu
tersebut akan bertahan lama.
Menurut Hamruni (2012:100) keunggulan model pembelajaran inkuiri adalah
(1) menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih
bermakna, (2) memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
gaya belajarnya, (3) sesuai dengan perkembangan psikologi belajar adalah proses
perubahan tingkah laku lewat pengalaman, (4) mampu melayani kebutuhan siswa
yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, sehingga siswa yang memiliki
kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam
belajar.
Mendefinisikan pendidikan berbasis inkuiri, sama dengan mendefinisikan
pendekatan pendidikan multi dimensi. Terdapat banyak inteprestasi visi John
Dewey, mulai dari konstruktivisme, pendekatan pemecahan masalah, pembelajaran
berbasis proyek, dan sebagainya. Inti dari inkuiri adalah proses yang berpusat pada
siswa. Semua pembelajaran dimulai dengan belajar. Apa yang diketahui siswa dan
apa yang ingin mereka lakukan dan pelajari merupakan dasar utama pembelajaran.
Oemar Hamalik (1999) menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri
adalah suatu yang berpusat pada siswa (student-Centered-Strategi) dimana
kelompok-kelompok siswa kedalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap
pertanyan-pertanyaan didalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang
digariskan secara jelas. Dalam hubungan ini perlu dibahas penjelasan generalisasi
terhadap inquiri yang disebut inkuiri yang berpusat pada masalah (problem centered
inquiry)dan inkuiri berdasarkan kebijakan (policy based inquiry).
Peaget (dalam Hamruni:88) menyatakan bahwa pengetahuan akan bermakna
manakala dicari dan ditemukan sendirioleh siswa. Sejak kecil, setiap individu
berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuan sendiri melalui skema yang ada
dalam struktur kognitif. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran
IPA Skema ini terus menerus diperbaharui dan diubah melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Dengan konteks ini tugas guru adalah mendorong siswa untuk
mengembangkan skema yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Inkuiri mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen
sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta
menghubungkan penemuan satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa
yang ditemukan peserta didik lain.
W. Gulo (2005:84) mendefinisikan inkuiri sebagai suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari
dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis. Sehinggamereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dengan kata lain,
inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan
melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan
masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan
kemampuan berpikir kritis dan logis.
Secara umum inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-
kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku
dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau
investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau
eksperimen dengan menggunakan alat atau memperoleh data menganalisis dan
menginterprestasi data serta membuat prediksi dan mengomunikasikan hasilnya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan
suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan guru.
Dengan demikian siswa terbiasa bersikap ilmiah sehingga pembelajaran akan terasa
lebih bermakna.

B. Ciri-ciri IBSE untuk materi kimia


Menurut Hamnuri (2012: 89) ada beberapa hal yang menjadi cirri utama strategi
pembelajaran inkuiri, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1) Model pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan. Pembelajaran inkuiri menempatkan
siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,
tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu
sendiri.
2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri (self belief). Dengan
demikian, dalam pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber
belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas
pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antar guru dan
siswa. Karena kemampuan guru dalam mengutamakan teknik bertanya
merupakan syarat utama dalam melakukan inkuri.
3) Tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dalam model
pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai meteri
pembelajaran, tetapi dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Lebih lanjut, National Science Educational Standard (NRC, 2000)
menyatakan lima ciri esensial dari inkuiri, antara lain.
1) Siswa tertarik pada pertanyaan-pertanyaan yang berorientasi ilmiah Pertanyaan-
pertanyaan berorientasi ilmiah berpusat pada objek, organisme dan peristiwa-
peristiwa di alam. Guru memiliki peran penting dalam membimbing identifikasi
pertanyaan, khususnya ketika pertanyaan tersebut berasal dari para siswa. Inkuiri
yang berhasil berawal dari pertanyaan-pertanyaan bermakna dan relevan bagi
para siswa, namun dapat menjawab juga melalui pengamatan dan pengetahuan
ilmiah yang diperoleh dari sumber sumber yang terpercaya.
2) Siswa memberikan prioritas terhadap pembuktian yang membuat mereka
mengembangkan dan mengevaluasi penjelasan-penjelasan terhadap pertanyaan-
pertanyaan berorientasi ilmiah. Akurasi dari pengumpulan bukti diverifikasi
dengan mengecek pengukuran, mengulang pengamatan, atau mengumpulkan
datadata berbeda yang berkaitan dengan fenomena yang sama. Bukti adalah
subyek dari pertanyaan dan penyelidikan lebih lanjut.Para siswa menggunakan
bukti untuk mengembangkan penjelasan terhadap fenomena ilmiah di dalam
kelas inkuiri.
3) Siswa menyusun penjelasan dari bukti terhadap pertanyaanpertanyaan
berorientasi ilmiah. Penjelasan-penjelasan ilmiah harus konsisten dengan bukti
dari percobaan dan pengamatan tentang alam.Penjelasan adalah cara untuk
mempelajari tentang apa yang belum dikenal dengan menghubungkan hasil
pengamatan dengan yang sudah lebih dahulu diketahui. Bagi para siswa, hal ini
berarti membangun ideide baru diatas pemahaman siswa yang sekarang.
4) Siswa mengevaluasi penjelasannya berdasarkan penjelasanpenjelasan alternatif,
khususnya yang mereflesikan pemahaman ilmiah. Penjelasan-penjelasan
alternative mungkin ditinjau ulang setelah para siswa berdiskusi,
membandingkan hasil atau mengecek hasil mereka dengan yang diajukan oleh
guru atau materi.
5) Siswa berkomunikasi dan menilai penjelasan yang mereka ajukan.
Mengkomunikasikan penjelasan dengan meminta siswa untuk berbagi
pertanyaan akan membuka kesempatan pafda siswa lain untuk
bertanya,memeriksa bukti, dan menyarankan beberapa penjelasan alternative
dari pengamatan yang sama. Berbagai penjelasan dapat memcahkan kontradiksi
dan memantapkan sebuah argument berdasarkan empirik.
Proses belajar mengajar dengan model inkuiri menurut Kuslan dan Stone
(dalam Julianto dkk, 2011:91) ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menggunakan keterampilan proses .
b. Jawaban yang dicari siswa tidak diketahui terlebih dahulu.
c. Siswa berhasrat untuk menemukan pemecahan masalah.
d. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri.
e. Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau
eksperimen.
f. Para siswa mengusulkan cara-cara mengumpulkan data dengan mengadakan
pengamatan, membaca/menggunakan sumber lain.
g. Siswa melakukan penelitian secara individu/kelompok untuk mengumpulkan
data yang diperlukan untuk menguji hipotesis tersebut.
h. Siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada kesimpulan.

C. Langkah-langkah Inquiry Based Science Education (IBSE)


1) Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau
iklimpembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini
adalah:
a) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapaioleh siswa.
b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswauntukmencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkahlangkah
inkuiri sertatujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan
merumuskan masalahsampai dengan merumuskan kesimpulan.
c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini
dilakukandalamrangka memberikan motivasi belajar siswa.
2) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada
suatupersoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalanyang menantang siswa untuk memecahkan tekatekiitu.Teka-teki
dalam rumusanmasalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk
mencari jawaban yangtepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting
dalam pembelajaraninkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan
memperolehpengalaman berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melaluiproses berpikir.

3) Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
dikaji.Sebagaijawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salahsatu
cara yang dapatdilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak
(berhipotesis) padasetiap 150 Nurdyansyah, M.Pd., Eni Fariyatul Fahyuni,
M.Pd.I anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang
dapatmendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau
dapatmerumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahanyang dikaji.
4) Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untukmenguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,
mengumpulkandata merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembanganintelektual. Proses pemgumpulan databukan hanya memerlukan
motivasi yangkuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuanmenggunakan potensi berpikirnya.
5) Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuaidengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data.Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir
rasional.Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya
berdasarkanargumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemuk an
dan dapatdipertanggungjawabkan.
6) Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperolehberdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswadata mana yang
relevan. Alasan rasional penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
adalahbahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik
mengenaimatematika dan akan lebih tertarik terhadap matematika jika mereka
dilibatkansecara aktif dalam “melakukan” penyelidikan.
Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.Investigasi ini difokuskan untuk
memahami konsep-konsep matematika danmeningkatkan keterampilan proses
berpikir ilmiah siswa. Sehingga diyakinibahwa pemahaman konsep merupakan
hasil dari proses berpikir ilmiah tersebut.Pembelajaran dengan pendekataninkuiri
yang mensyaratkan keterlibatan aktifsiswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri merupakan pendekatan
pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri
siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,
mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar
ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator.

(Sumber: adaptasi dari NRC, 2000)

D. Mengorganisasikan materi kimia dengan metode IBSE


Dari berbagai model yang dikaji dalam Models of Teaching (Joyce, et al. ,
2000), model mengajar inkuiri merupakan salah satu model kognitif yang
diunggulkan untuk pembelajaran sains di sekolah. Peran inkuiri dalam
pendidikan sains diungkap oleh Rutherford (dalam Romey, 1968: 264) dengan
menghubungkan inkuiri dengan "content". Disimpulkan olehnya bahwa: "… the
emphasis has been on viewing scientific inquiry as part of the content of science
itself". Hal ini sesuai dengan bekerja ilmiah dalam kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) rumpun Sains atau IPA, khususnya biologi, baik di tingkat
SLTP maupun di tingkat SMU (Tim Pengembang Kurikulum, 2003).
Perlunya guru sains merancang program pembelajaran sains yang
berbasis inkuiri telah ditekankan sejak lama oleh para pakar pendidikan dan
pakar pendidikan sains (NRC, 1996; Roth, 1996; Rutherford & Ahlgreen,
1990; Traowbridge & Bybee, 1990; Trowbridge, et al., 1981; Rutherford
dalam Romey, 1968; Fish & Goldmark dalam Romey, 1968; Kaplan, 1963).
Di Indonesia sendiri sekitar tahun 1980-an telah diperkenalkan salah satu
model pengajaran IPA yang mengem-bangkan kemampuan berinkuiri
(Tobing, 1981), yaitu Model Latihan Inkuiri atau MLI yang diturunkan dari
model inkuiri Suchman, dan undangan inkuiri atau invitations into inquiry
dari Schwab (Romey, 1968).
Menurut National Science Education Standard (NRC, 1996)
perencanaan pengajaran inkuiri dapat dilakukan dengan cara:
1) mengembangkan kerangka kerja jangka panjang (setahun) dan tujuan-
tujuan jangka pendek bagi siswanya;
2) memilih konten sains, mengadaptasi dan merancang kurikulum yang
memenuhi minat, pengetahuan, pemahaman, kemampuan, dan
pengalaman siswa;
3) memilih strategi mengajar dan asesmen yang mendukung pengembangan
pemahaman siswa dan memberikan dampak iringan terhadap masyarakat
pebelajar sains;
4) bekerja sama sebagai kolega di dalam disiplin, juga lintas disiplin dan
jenjang kelas. Dalam hal ini inkuiri menjadi pertanyaan-pertanyaan
autentik yang diturunkan dari pengalaman siswa dan merupakan strategi
sentral dalam pengajaran sains.
Dalam teknik inkuiri untuk mengajar sains, Fish & Goldmark (dalam
Romey, 1968: 263) diperkenalkan tiga interpretasi tentang metode inkuiri,
yakni: self-directed, Inquiry into science teaching, Science teaching as
method selection. Dalam inkuiri diperlukan kemampuan bertanya, memilih
alat dan atau metode, dan mencapai hasil yang diharapkan sebagai
komponennya. Untuk masing-masing interpretasi terdapat perbedaan
penekanan dalam komponen-komponennya.
Pembelajaran di sekolah dapat dilakukan dengan pendekatan inkuiri
(inquiry) maupun pemecahan masalah (problem solving). Teori yang
mendasari terjadinya belajar yang berorientasi pada inkuiri dan pemecahan
masalah adalah konstruk-tivisme dan siklus belajar (Yager, 1991). Dalam
pembelajaran sains, penerapan kedua teori tersebut dapat dikembangkan
dengan karakteristik terfokus pada tujuan pembelajaran dan materi tertentu.
Pembelajaran ditujukan untuk pencapaian pengetahuan deklaratif,
prosedural, sikap dan keterampilan proses sains termasuk ketrampilan
komunikasi. Materi dikembangkan berkaitan dengan kurikulum yang
berlaku, yang mendorong pengembangan kemampuan inkuiri, berkaitan
dengan perkembangan siswa, berorientasi pada falsafah pendidikan yang
terkait, kegiatan belajar mengajar (KBM) sains, serta memiliki keterkaitan
antara sains, matematika, teknologi dan masyarakat.
Dalam pembelajaran dengan inkuiri maupun pemecahan masalah,
belajar dilakukan dalam kelompok kecil, agar dapat menumbuhkan
pengetahuan, kemampuan berpikir, sikap dan keterampilan komunikasi.
Khusus untuk inkuiri dapat digunakan model latihan inkuiri (MLI) atau
scientific inquiry dengan keempat tahapnya (Joyce, et al., 2000). Adapun
pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat dilakukan melalui tahapan
tertentu.
Karakteristik dari inkuiri adalah mempertanyakan (siswa maupun guru)
dan berakhir dengan ketidak-pastian (NSTA & AETS, 1998:14).
Selanjutnya ditinjau dari tingkat kompleksitasnya pembelajaran dengan
inkuiri dibedakan menjadi tiga tingkatan (Trowbridge & Bybee, 1990).
Tingkatan pertama adalah pembelajaran penemuan (discovery). Tingkatan
kedua adalah pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry). Tingkatan
paling kompleks adalah inkuiri terbuka atau bebas (open inquiry). Dalam
pembelajaran penemuan siswa diajak melakukan pencarian konsep melalui
kegiatan yang melibatkan pertanyaan, inferensi, prediksi, berkomunikasi,
interpretasi dan menyimpulkan. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing
masalah dimunculkan oleh pembimbing atau oleh guru. Sementara dalam
pembelajaran inkuiri terbuka atau inkuiri bebas, masalah berasal dari siswa
dengan bantuan arahan dari guru sampai siswa menemukan apa yang
dipertanyakan dan mungkin berakhir dengan pertanyaan atau masalah baru
yang perlu ditindaklanjuti pada kegiatan pembelajaran berikutnya.
Kesamaan dari ketiga pembelajaran tersebut adalah ketiganya melibatkan
keterampilan proses sains dan atau kemampuan dasar bekerja ilmiah.
Inkuiri merupakan seni bertanya IPA tentang gejala alam dan
menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut (Hebrank,
2000). Inkuiri melibatkan observasi, melakukan pengukuran, berhipotesis,
interpretasi, memba- ngun teori, merencanakan penyelidikan, bereksperimen
dan refleksi. Inkuiri ilmiah merujuk pada berbagai startegi saintis untuk
mempelajari gejjala alam dan mencoba menjelaskan berdasarkan bukti yang
diperoleh dari observasi sebagaimana juga dari aktivitas/kegiatan siswa.
Semua itu mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang gagasan
ilmiah dalam mempelajari gejala alam. Inkuiri memerlukan identifikasi dari
asumsi, berpikir logis dan berpikir kritis, dan mempertimbangkan penjelasan
alternatif (NRC, 1999).

E. Mengimplementasikan Pendekatan IBSE pada Materi Kimia


Dalam proses penerapan pendekatan IBSE untuk proses pembelajaran ilmu
kimia, terdapat 3 macam model pembelajaran inquiri yang dapat digunakan, di-
antaranya:
1) Inkuiri terbimbing (Guided inquiry)
Inkuiri terbimbing digunakan bagi siswa yang belum mempunyai pengalaman
belajar dengan metode inkuiri. Guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang
cukup luas. Bimbingan lebih banyak diberikan pada tahap awal dan sedikit demi
sedikit dikurangi sesuai dengan perkembangan pengalaman siswa.Sebagiaan besar
perencanaan dibuat oleh guru dan para siswa tidak merumuskan masalah. Inkuiri
terbimbing berorientasi pada aktivitas kelas yang berpusat pada siswa dan
memungkinkan siswa belajar memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tidak
hanya menjadikan guru sebagai sumber belajar. Siswa secara aktif akan terlibat
dalam proses mentalnya melalui kegiatan pengamatan, pengukuran, dan
pengumpulan data untuk menarik suatu kesimpulan. Dalam pembelajaran inkuiri
terbimbing siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu melalui dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai proses evaluasi. Dengan menerapkan
pembelajaran berbasis inkuiri akan memacu keingintahuan siswa dalam
menemukan hal-hal yang ingin diketahui siswa.

2) Inkuiri bebas (Free inquiry)


Siswa melakukan sendiri penelitian seperti seorang ilmuan pada inkuiri
bebas.Siswa harus dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah berbagai topik
permasalahan yang hendak diselidiki mada pembelajaran.metode yang digunakan
adalah inkuiri role approach yang melibatkan siswa dalam kelompok tertentu, setiap
Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget (Sund dan Trowbridge, 1973) sebagai
pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukaneksperimen
sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, inginmelakukan sesuatu,
ingin menggunakan simbul-simbul dan mencari jawaban ataspertanyaan sendiri,
menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan
apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain. Kuslan Stone (Dahar,1991)
mendefinisikan model inkuiri sebagai pengajaran di mana guru dan anak
mempelajari peristiwaperistiwa dangejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa
para ilmuwan. Pengajaranberdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat
pada siswa di manakelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau
mencarijawaban terhadap pertanyaan pertanyaan di dalam suatu prosedur dan
strukturkelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 1991).
3) Inkuiri bebas yang dimodifikasi (Modified free inquiry)
Guru memberikan permasalahan dan kemudian siswa diminta memecahkan
permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur pada
pembelajaran berbasis inkuiri.Untuk itu guru dituntut harus mampu merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran dengan tepat. Setiap siswa memerlukan bekal
pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bekal ini
diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar di sekolah.Oleh sebab itu
pengalaman belajar di sekolah sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam
mencapai kecakapan untuk berkarya.Kecakapan ini disebut dengan kecakapan hidup
yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekadar keterampilan anggota
kelompok memiliki tugas sebagai misalnya sebagai koordinator kelompok,
pembimbing teknis, pencatatan data dan pengevaluasian proses.
Sebagian besar studi pembelajaran berbasis inkuiri sudah dilakukan dalam
bidang studi Kimia. Rangkuman hasil penelitian mereka disajikan di bawah ini
untuk memberikan gambaran sementara akan penelitian yang berkesinambungan
sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kelebihan dan kekurangan
pembelajaran menggunakan inkuiri.
Saraswati (2003) melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan
model latihan inkuiri (MLI) pada konsep Rangkaian Sel Volta dalam upaya menum-
buhkan keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mengemukakan
gagasan siswa kelas 3 SLTP, setelah pembelajaran dengan MLI sebanyak dua siklus
dengan dua tin-dakan untuk masing-masing siklus, dan lima tahap tindakan pada
masing-masingnya. Kelima tahap tindakan tersebut adalah menyajikan masalah (i),
pengumpulan data (ii), eksperimentasi (iii), perumusan penjelasan (iv), dan analisis
inkuiri (v). Hasil penelitian menunjukkan telah tumbuh keberanian siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mengemukakan gagasan selama dua siklus dengan hasil
pada siklus satu 42% dan pada siklus dua meningkat menjadi 55%. Penerapan MLI
ini belum dapat mendorong siswa kelas 3 mencapai ketuntasan belajar secara
perorangan maupun secara klasikal sesuai standar Depdiknas. Kendala utama yang
dihadapi guru adalah siswa masih mengalami kesulitan untuk menemukan sendiri
konsep yang sedang dibelajarkan sehingga peran guru yang seharusnya hanya
sebagai fasilitator belum tercapai sepenuhnya karena masih harus membantu siswa
dalam proses penemuan konsep. Respon siswa terhadap model latihan inkuiri baik.
Limba (2004) mencoba melanjutkan penelitian Saraswati dengan MLI di SLTP.
Penelitiannya mencoba meningkatkan keterampilan proses dan penguasaan konsep
perpindahan kalor, dan sekaligus mengungkap pengembangan semangat
berkreativitas siswa. Di samping itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengem-
bangkan kemampuan penyelidikan siswa secara sistematis berdasarkan fakta yang
akrab dengan kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pening-
katan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep setelah siswa terlibat dalam
pembelajaran konsep perpindahan kalor dengan menggunakan model latihan inkuiri
lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengalami pembelajaran biasa.
Siswa mengalami peningkatan semangat berkreativitas. Kendala yang dihadapi yaitu
waktu pembelajaran kurang sesuai dengan yang direncanakan dalam rencana
pembelajaran.
Yusran (2003) mengembangkan dan menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri
pada konsep Kesetimbangan Kimia untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa
SMU. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan penguasaan konsep
siswa yang terlibat dalam pembelajaran berbasis inkuiri lebih tinggi dari pada yang
terlibat dalam pembelajaran biasa pada taraf signifikansi 5%, dengan peningkatan
rata-rata kelas eksperimen 21% dan kelas kontrol 13%. Pada umumnya siswa
menyukai pembelajaran berbasis inkuiri. Faktor pengalaman dan kemauan siswa
dalam belajar serta menggunakan LKS menjadi kendala selama pelaksanaan
pembelajaran ini. Temuan lainnya adalah kelemahan siswa dalam penyelesaian soal
yang memerlukan ketentuan rumus dan ada siswa yang mengalami miskonsepsi. Hal
ini disebabkan karena baru pertama pembelajaran ini diterapkan pada mereka dan
keterbatasan LKS. Oleh karena itu untuk mencapai hasil yang lebih baik diperlukan
persiapan yang lebih matang, pengenalan tentang cara belajar inkuiri dan pembuatan
LKS yang lebih mudah dipahami siswa.
Rustaman & Efendi (2004) melakukan penelitian yang mengkaji tiga teknik
hands-on berdasarkan pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri siswa SMU pada
konsep hukum Newton tentang gerak. Dalam penelitian tersebut digunakan empat
model pembelajaran, yaitu model konvensional yang merupakan model pembela-
jaran yang biasa dilaksanakan dalam kebanyakan pembelajaran sains, dan tiga
model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) dengan tiga teknik hands-on
dalam LKSnya dengan urutan kombinasi teknik yang berbeda. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar yang
signifikan antara model pembelajaran konvensional dan tiga model pembelajaran
siklus belajar dengan tiga teknik hands-on, tidak terdapat perbedaan hasil belajar
antara ketiga model pembelajaran siklus belajar dengan tiga teknik hands-on, model
pembelajaran siklus belajar dengan tiga teknik hands-on tidak dapat membedakan
tingkat pemahaman konsep baik berdasarkan konsep target (15,8% - 42,6%)
maupun label konsep (0,9% - 24,1%), namun dapat mendorong perubahan
pemahaman konsep siswa. Kemampuan inkuiri yang dominan muncul adalah
kemampuan bertanya terhadap objek atau fenomena yang dihadapkan pada siswa
(67%). Pembelajaran diatur dan dilaksanakan sesuai waktu yang sudah
direncanakan, sehingga tak ada kendala dari segi waktu.
Pada jenjang pendidikan tinggi, khususnya di LPTK sudah dilakukan pembe-
lajaran berbasis inkuiri, baik pada TPB (Tahun Pertama Bersama) maupun pada
mata kuliah pengayaan. Ketut Suma (2004) menemukan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan dalam penguasaan konsep tertentu dan keterampilan
generik yang lebih tinggi pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelom-
pok kontrol. Penelitian Wiyanto (2005) tentang kemampuan merancang dan melak-
sanakan kegiatan laboratorium Kimia berbasis inkuiri bagi mahasiswa calon guru
dalam mata kuliah Laboratorium Kimia Pendidikan yang diawali dengan penyeleng-
garaan contoh kegiatan laboratorium Kimia berbasis inkuiri, menunjukkan pening-
katan kemampuan merancang kegiatan lab dan evaluasinya dari sedang hingga
tinggi, kecuali kemampuan merencanakan sendiri prosedur percobaan dan
melaksanakannya serat kemampuan menyusun petunjuk kegiatan lab dengan format
lembar kegiatan siswa.

F. Efek Pembelajaran Dan Efek Pengiring dari Pendekatan IBSE


1. Dampak Instruksional
Dampak instruksional diukur melalui beberapa aspek, yaitu;
a) penguasaan bahan ajar,
b) penghalusan pengetahuan,
c) aktivitas pebelajar, dan
d) respon mahasiswa.
Yang dimaksud dengan penguasaan bahan ajar adalah penguasaan pebelajar
tentang kompetensi yang dibangun pada suatu bahan ajar. Penghalusan
pengetahuan itu adalah pemeriksaan lebih lanjut terhadap pengetahuan awal yang
diperoleh pebelajar melalui kegiatan inkuiri. Pemeriksaan lebih lanjut dilihat dari
pertanyaan dan argumennya serta kelogisannya. Aktivitas pebelajar adalah
keseluruhan aktivitas yang dilakukan pebelajar selama pembelajaran berlangsung.
Penguasaan bahan ajar ini diukur dari hasil pada kegiatan inkuiri, kuis, latihan
pemantapan, dan tes. Hasil kegiatan inkuiri yang diperhatikan meliputi keruntutan,
konsistensi proses dan hasil, ketuntasan, dan kejelasan pada tiap langkah.
Pertanyaan dan kelogisan pertanyaan adalah pertanya an setiap individu yang
dibuat pada fase bertanya dan ditulis dalam LKM. Aktivitas pebelajar direkam
berdasar lembar observasi aktivitas pebelajar Perekaman dilakukan pada setiap
tatap muka. Respon pebelajar dilihat berdasar angket respon pebelajar yang
diberikan pada tatap muka terakhir (Parta, 2017 101-103).

2. Dampak Pengiring
Dampak pengiring adalah perilaku kecendekiawanan yang ditujukkan pebelajar
yang diakibatkan oleh pengamalan belajar dengan model ini. Perilaku
kecendekiawanan ini sebenarnya mencakup domain yang sagat luas, karena
pebelajar berinteraksi dengan lingkungan yang tak terbatas. Dalam konteksi ini
dampak pegiring itu dilihat dari model ini dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek
kognitif, psiomotor, dan afektif (Parta, 2017:101-103).
Aspek kognitif yang diperhatikan antara lain; (1) ‚perilaku berpikir pada tingkat
yang ‚lebih tinggi‛ (berpikir reflektif, berpikir kritis, berpikir kreatif, berpikir
koektif, dan lain-lain), (2) kemampuan memandang suatu persoalan Model
Pembelajaran Inkuiri Halaman: 103 dari beberapa sudut pandang, dan (3)
kemampuan menyelesaikan masalah secara tuntas/final (Parta, 2017:101-103).
Dampak pengiring pada domain psikomotor adalah keterampilan dalam
merumuskan pertanyaan, keterampilan dalam mendiskripsikan situasi, keterampilan
dalam mengorgansasikan atau melokalisir suatu masalah. Sedangkan aspek afektif
meliputi; (1) kesungguhan dalam usaha memahami persoalan secara mendalam, (2)
kemauan bersikap terbuka dan saling berbagi (share) kepada rekan, dan (3)
kemandirian dalam menyelesaikan persoalan. (Parta, 2017:101-103).
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan
mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku
dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan
atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan
atau eksperimen dengan menggunakan alat atau memperoleh data
menganalisis dan menginterprestasi data serta membuat prediksi dan
mengomunikasikan hasilnya.
2. Ciri-ciri materi dengan model inquiri based science education (IBSE) adalah:
a) Model pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan. b) Seluruh aktivitas yang
dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri
dari sesuatu yang dipertanyakan. c) Tujuan dari penggunaan pembelajaran
inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis,
kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari
proses mental.
3. Langkah-langkah IBSE menurut LAMAP yaitu orientasi, merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan
merumuskan kesimpulan
4. Menurut National Science Education Standard (NRC, 1996) perencanaan
dan pengorganisasian materi dalam pengajaran inkuiri dapat dilakukan
dengan cara: (1) mengembangkan kerangka kerja jangka panjang
(setahun) dan tujuan-tujuan jangka pendek bagi siswanya; (2) memilih
konten sains, mengadaptasi dan merancang kurikulum yang memenuhi
minat, pengetahuan, pemahaman, kemampuan, dan pengalaman siswa; (3)
memilih strategi mengajar dan asesmen yang mendukung pengembangan
pemahaman siswa dan memberikan dampak iringan terhadap masyarakat
pebelajar sains; (4) bekerja sama sebagai kolega di dalam disiplin, juga
lintas disiplin dan jenjang kelas. Dalam hal ini inkuiri menjadi
pertanyaan-pertanyaan autentik yang diturunkan dari pengalaman siswa
dan merupakan strategi sentral dalam pengajaran sains.
5. Dalam proses penerapan pendekatan IBSE untuk proses pembelajaran ilmu
kimia, terdapat 3 macam model pembelajaran inquiri yang dapat digunakan
diantaranya inkuiri terbimbing (guided inquury), inkuiri bebas (free inquiry),
Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry)
6. Efek atau dampak pembelajaran dari IBSE adalah (1) penguasaan bahan ajar,
(2) penghalusan pengetahuan, (3) aktivitas pebelajar, dan (4) respon
mahasiswa. Sedangkan efek pengiringnya adalah pada domain psikomotor
adalah keterampilan dalam merumuskan pertanyaan, keterampilan dalam
mendiskripsikan situasi, keterampilan dalam mengorgansasikan atau
melokalisir suatu masalah. Sedangkan aspek afektif meliputi; (1)
kesungguhan dalam usaha memahami persoalan secara mendalam, (2)
kemauan bersikap terbuka dan saling berbagi (share) kepada rekan, dan (3)
kemandirian dalam menyelesaikan persoalan. (Parta, 2017:101-103).
B. SARAN
Dari beberapa hasil penelitian sementara diperkirakan bahwa inkuri
tidak cukup hanya digunakan sebagai metode atau pendekatan dalam
pembelajaran IPA, bahkan tidak juga cukup inkuiri digunakan sebagai
model pembelajaran. Sudah waktunya inkuiri dikembangkan serta
diterapkan dalam pembelajaran IPA sebagai kemampuan yang harus
diukur atau diases. Kemampuan (ability) sendiri menghen-daki
berinteraksinya pengetahuan dengan keterampilan secara berulang- ulang
sehingga bisa menjadi milik orang-orang (atau siswa) yang
mengalaminya (Hala-dyna, 1997). Tidak cukup pembelajaran IPA hanya
mencapai achievement. Achievement hanya bertahan sebentar dan dapat
menurun kembali, sementara ability dapat bertahan lama dan cenderung
menetap. Dengan kata lain, belajar konsep IPA saja atau belajar
keterampilan (proses sains, berpikir kritis) saja tidak memecahkan
persoalan. Mengalami pembelajaran IPA yang memungkinkan siswa
belajar aktif membangun konsep dan keterampilan sedemikian rupa
terinternalisasi hingga menjadi miliknya dan menjadi kebiasaannya,
merupakan target yang perlu dituju dan dicapai oleh para pendidik,
termasuk pendidik di LPTK yang menyiapkan calon gurunya.
DAFTAR PUSTAKA
Asmorowati, D. S. (2009). Pembelajaran kimia menggunakan kolaborasi konstruktif
dan inkuiri berorientasi chemo-entrepreneurship. Jurnal Inovasi Pendidikan
Kimia, 3(2).
Dahar, R Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta:
Depdiknas Rustaman, N. Y., Dirdjosoemarto, S., Yudianto.
Dewi, N.L. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Sikap
Ilmiah Dan Hasil Belajar IPA. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol 3.
Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Mandiri.
Joyce, B. & Weil, M. with Calhoun, E. 2000. Models of Teaching. 6th edition. Boston:
Allyn and Bacon.
Limba, A. 2004. “Pengembangan Model Pembelajaran Latihan Inkuiri untuk
Meningkatkan keterampilan Proses Sains, Penguasaan Konsep dan Semangat
Berkreativitas Siswa SLTP pada Konsep Perpindahan Kalor”. Tesis Magister.
Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
National Research Council. 1999. Inquiry and the National Science Education
Standards: A Guide for Teaching and Learning. Washington, DC: National
Academy Press.
National Research Council. 2001. Inquiry and the National Secience Education
Standards: A Guide for Teaching and Learning. Washington, DC: National
Academy Press. Tersedia:
http://books.nap.edu/html/inquiry_addendum/notice.html
Piaget, J. 1969. The Early Growth of Logic in The Child. New York: Norton.
Parta, Nengah. (2017). Model Pembelajaran Inkuiri. Malang: Universitang Negeri
Malang
Paramita, D.A, dkk. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dengan
Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Konsep Diri Akademik Siswa Pada
Pembelajaran IPA. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol 1(1).
Sanjaya, Wina. 2017. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Saputra, Z. A. H., Yuanita, L., & Ibrahim, M. 2017. Pengembangan perangkat
pembelajaran kimia model inkuiri untuk meningkatkan penguasaan konsep dan
melatih keterampilan berpikir kritis siswa SMA. JPPS (Jurnal Penelitian
Pendidikan Sains), 6(1), 1218-1223.
Shih, J.-L., Chuang, C.-W., & Hwang, G.-J. 2010. An Inquiry-based Mobile Learning
Approach to Enhancing Social Science Learning Effectiveness. Educational
Technology & Society, 13 (4), 50–62.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013.
Yoyakarta: Arruz Media.
Suarsani, Gusti Ayu. 2011. “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMA PGRI Gianyar 3
Ubud”. Tesis (tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha
Rakhmawan, A., Setiabudi, A., & Mudzakir, A. 2015. Perancangan Pembelajaran
Literasi Sains Berbasis Inkuiri pada Kegiatan Laboratorium. Jurnal Penelitian
dan Pembelajaran IPA, 1(1), 143-152.
Rustaman, N. Y. 2005. “Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam
Pendidikan Sains”. In Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II
Himpunan Ikatan Sarjada dan Pemerhati Pendidikan IPA Idonesia Bekerjasama
dengan FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (pp. 22-23).
Usman, M. U. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yusran. 2003. “Pembelajaran Fluida Tak Bergerak yang Berbasis Inkuiri untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa SMU”. Tesis Magister. PPS UPI.
Bandung: tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai