Anda di halaman 1dari 31

PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN

PENDEKATAN STEM UNTUK MEREDUKSI PERBEDAAN GAYA


BELAJAR PENGETAHUAN AWAL PENALARAN ILMIAH DAN
PERFORMANCE ARGUMENTASI

(Proposal)

Oleh
Ani Latifatun Naj’iyah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan era revolusi 4.0 mengarahkan pada pengembangan kompetensi

abad 21 yang meliputi kompetensi berpikir dan bertindak. Kompetensi

berpikir meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif dan kemampuan

memecahkan masalah. Kompetensi bertindak meliputi komunikasi,

kolaborasi, argumentasi dan literasi teknologi. Tantangan untuk dapat

mengahadapi abad 21 ditunjukkan dengan munculnya literasi baru yang

meliputi (1) literasi data yaitu kemampuan untuk membaca, menganalisis,

serta menggunakan informasi dalam dunia digital, (2) literasi teknologi

yaitu kemampuan memahami cara kerja mesin, dan aplikasi teknologi, (3)

literasi manusia terkait humanities, communication dan collaboration.

Karakteristik pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa

untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata,

menguasai teknologi informasi, berkomunikasi dan berkolaborasi. Aspek

pendidikan yang berkualitas baik formal maupun nonformal merupakan

kunci keberhasilan dalam membentuk sumber daya manusia yang

berkualitas, oleh karena itu untuk menghadapi perkembangan di abad 21

yang dipenuhi dengan ilmu sains dan teknologi ini pendidik dan peserta
didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar serta menguasi sains

dan teknologi.

Tantangan eksternal yang terkait dengan kemajuan teknologi dan informasi,

kebangkitan industri kreatif dan perkembangan pendidikan tingkat

internasional menuntut adanya penyempurnaan kurikulum. Kurikulum 2013

disusun untuk membekali siswa dengan kompetensi abad 21 yaitu 4C,

meliputi: (1) critical thinking, (2) creativity, (3) collaboration, (4)

communication. Faktanya dalam dunia pendidikan dalam proses

pembelajaran tidak seluruh siswa menguasai keempat kompetensi tersebut,

disinyalir disebabkan oleh (1) perbedaan kemampuan awal siswa, (2)

perbedaan penalaran siswa, sesuai dengan pendapat Bradley (2012), Fischer

dkk (2014) dan Wulandari & Shofiyah (2018) yang menyatakan penalaran

ilmiah merupakan kemampuan untuk menggunakan konsep-konsep ilmiah

dan membantu siswa dalam memahami ilmu yang dipelajari, penalaran

ilmiah merupakan kunci utama dalam keberhasilan proses pembelajaran,

serta (3) perbedaan gaya belajar siswa, sejalan dengan pendapat Arifin

(2013) dan Hatami (2012) yang menyatakan bahwa setiap siswa memiliki

gaya belajar masing-masing sesuai dengan yang mereka sukai, dan gaya

belajar siswa mempengaruhi siswa dalam menerima dan memproses

informasi, serta penguasaan pengetahuan dan keterampilan siswa.

Akibatnya Guru hanya membelajarkan fisika dengan cara konvensional

yang berdampak pada kurangnya kompetensi yang dicapai siswa, hasil

belajar yang diperoleh siswa, serta keterampilan yang dimiliki oleh siswa,

hal ini didukung pendapat Lei (2014) dan Li (2016) bahwa pembelajaran
konvensional tidak merangsang rasa ingin tahu dan keterampilan siswa,

sehingga siswa menerima informasi secara pasif dan menghafal informasi

yang diperoleh.

Permasalahan yang saat ini dihadapi adalah masih relatif rendahnya

kemampuan guru-guru fisika untuk mengembangkan program pembelajaran

yang dapat mengatasi perbedaan kemampuan serta gaya belajar setiap

siswa. Hal tersebut yang menyebabkan adanya perbedaan pencapaian tujuan

pembelajaran. Untuk mengatasi adanya perbedaan pencapaian dalam proses

pembelajaran diperlukan program pembelajaran yang dapat memfasilitasi

berbagai gaya belajar siswa, dapat dipahami semua siswa yang memiliki

kemampuan awal dan kemampuan penalaran yang berbeda.

Program pembelajaran yang disinyalir dapat memfasilitasi berbagai gaya

belajar siswa, dapat digunakan oleh semua siswa yang memiliki

kemampuan awal serta penalaran yang berbeda dapat dikembangkan dengan

pendekatan STEM. Pendekatan pembelajaran STEM dapat melatih

kemampuan siswa dalam memberikan suatu argumentasi ilmiah.

Pendekatan STEM yang memuat ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi

yang sesuai dengan tuntutan abad 21 mengharuskan siswa mampu memiliki

softskill yang dapat bersaing secara global. Program pembelajaran yang

dikembangkan dengan pendekatan STEM mengintegrasian empat disiplin

ilmu yaitu science, technology, engineering, dan mathematics, dengan

demikian program pembelajaran dapat digunakan oleh semua kalangan

siswa, tidak peduli dengan gaya belajar, kemampuan awal serta kemampuan
bernalar siswa. Penggunaan program pembelajaran ini diharapkan dapat

mereduksi perbedaan antar siswa yang menyebabkan perbedaan tercapainya

tujuan pembelajaran sehingga siswa dapat mengikuti pembelajran secara

aktif dan mampu memberikan argumentasi ilmiah dengan baik dari setiap

permasalahan yang diberikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut disusun beberapa rumusan masalah,

sebagai berikut:

1. Bagaimana kevalidan program pembelajaran yang dikembangkan

dengan pendekatan STEM yang berisi materi energi terbarukan?

2. Bagaimana kepraktisan penggunaan progam pembelajaran dengan

pendekatan STEM?

3. Bagaimana keefektifan penggunaan program pembelajaran dengan

pendekatan STEM?

4. Bagaimana kemudahan penggunaan program pembelajaran dengan

pendekatan STEM?

5. Apakah program pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan

STEM mampu mereduksi perbedaan gaya belajar, pengetahuan awal,

penalaran ilmiah dan performance argumentasi?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kevalidan program pembelajaran dengan pendekatan STEM

yang berisi materi energi terbarukan


2. Mengetahui kepraktisan program pembelajaran dengan pendekatan STEM

3. Mengetahui keefektifan program pembelajaran dengan pendekatan STEM

4. Mengetahui kemudahan penggunaan program pembelajaran dengan

pendekatan STEM

5. Mendeskripsikan reduksi perbedaan gaya belajar,pengetahuan awal,

penalaran ilmiah dan performance argumentasi

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak

diantaranya

1. Bagi guru fisika dapat digunakan sebagai masukan dalam melakukan

kegiatan pembelajaran di kelas untuk menggunakan program

pembelajaran berbasis STEM dalam upaya mereduksi perbedaan gaya

belajar, pengetahuan awal, penalaran ilmiah dan performance

argumentasi

2. Bagi siswa dapat memperoleh pemahaman yang sama dengan siswa lain

meskipun memiliki gaya belajar, pengetahuan awal, penalaran ilmiah dan

performance argumentasi yang berbeda-beda.

3. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai acuan dalam

mengembangkan program yang sama pada materi fisika yang lain.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model pengembangan yang digunakan adalah model pengembangan 4D.


2. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan program pembelajaran

adalah pendekatan STEM

3. Program pembelajaran yang dikembangkan digunakan untuk mereduksi

perbedaan gaya belajar, pengetahuan awal, penalaran ilmiah dan

performance argumentasi

4. Program pembelajaran yang dikembangkan berisi materi energi

terbarukan dengan kompetensi dasar sebagai berikut:

5.8. Memahami keterbataasan sumber daya energi dan dampaknya bagi

kehidupan

4.8. Menyajikan ide atau gagasan pemecahan masalah keterbatasan

sumber daya energi, energi alternatif, dan dampaknya bagi

kehidupan.
II. Kajian Pustaka

A. Pendekatan Pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering,


and Mathematics)

Pendekatan STEM merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam

proses pembelajaran yang melibatkan empat komponen, yang terdiri dari

Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (Jayarajah et al, 2014).

Pendekatan STEM dirancang untuk menarik minat peserta didik terhadap

ilmu yang mengutamakan konsep, seperti sains dan matematika. Setiap

peserta didik memiliki pola pikir peserta didik bahwa sains dan matematika

hanya berisi pemahaman konsep. Hal tersebut diatasi dengan menciptakan

proses pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu sains, matematika dan

teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kelley

dan Knowles (2016) bahwa proses pembelajaran yang monoton dalam sains

dan matematika dapat diatasi dengan penggunaan teknologi yang mendukung

dalam proses pembelajaran.

Menurut Kennedy dan Odell (2014) pendidikan dengan pendekatan STEM

yang berkualitas harus mencakup beberapa hal, diantaranya (a) adanya

integrasi antara teknologi, teknik, ilmu pengetahuan dan matematika, (b)

mengedepankan penyelidikan ilmiah dan desain teknik, termasuk matematika

dan instruksi sains, (c) pendekatan kolaboratif (d) menyediakan sudut


pandang global dan multi perspektif, (e) menggabungkan strategi seperti

pembelajaran berbasis proyek, memberikan pengalaman belajar yang lebih

mendalam, dan (f) menggunakan teknologi yang sesuai untuk meningkatkan

proses pembelajaran.

Penerapan sains sangat banyak ditemukan dalam produk-produk teknologi.

Sebaliknya, sains ditemukan dari munculnya produk-produk teknologi.

Pendekatan STEM dalam poses pendidikan saat ini menjadi alternatif

pembelajaran dalam bidang sains yang dapat membangun generasi yang

mampu menghadapi abad 21 yang penuh tantangan. Sejalan dengan pendapat

yang diungkapkan oleh Bybee (2010) bahwa konsep-konsep yang harus

dimiliki peserta didik untuk mengahdapi abad 21 seperti penyelesaian

masalah, inovasi dan kerjasama, dapat diwujudkan melalui pendidikan

berbasis STEM.

Membekali peserta didik dengan keterampilan sains dan teknologi

merupakan salah satu target pendidikan saat ini yang dibutuhkan untuk

menghadapi tentangan global (Akcay et al, 2010). Karahan et al (2015) dan

Akdag dan Gunes (2015) mengem bahwaukakan bahwa pendekatan STEM

dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan menyelesaikan

masalah, kemampuan menganalisis, kemampuan berpikir kreatif, serta

meningkatkan pengetahuan konseptual peserta didik. Studi lain yang sejalan

dengan pendapat tersebut dilakukan oleh Selisne et al (2019) yang diperoleh

hasil bahwa pembelajaran dengan pendekatan STEM mampu melatih peserta

didik untuk memiliki keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir


kritis dan menyelesaikan masalah, selain itu juga dapat melatih kreativitas

dan inovasi. Studi lain yang sejalan dengan pernyataan tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa penerapan

pendekatan STEM dalam proses pembelajaran dapat meningkan minat dan

motivasi belajar siswa. Disamping itu juga dapat membekali siswa dengan

keterampilan-keterampilan abad 21 sehingga peserta didik dapat menghadapi

dunia global. Keterampilan tersebut meliputi keterampilan berkolaborasi,

keterampilan berpikir kreatif serta kritis, serta kemampuan dalam

menyelesaikan masalah.

B. Program Pembelajaran

Program pembelajaran merupakan perangkat-perangkat yang digunakan

dalam proses pembelajaran dan dapat mendukung keberlangsungan proses

pembelajaran. Program pembelajaran terdiri dari Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), silabus, dan media pembelajaran yang meliputi Lembar

Kerja Peserta Didik (LKPD) ataupun bahan ajar lainnya. Setiap guru

memiliki kewajiban untuk mempersiapkan program pembelajaran sebelum

proses pembelajaran berlangsung. Guru dituntut untuk terus inovatif dalam

mengembangkan program pembelajaran.

Program pembelajaran disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini

sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Shaw et al (2018) bahwa

Program pembelajaran sebagai media pembelajaran adalah segalasesuatu

yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima


sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan

peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa program pembelajaran merupakan sarana bagi guru dan

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru berkewajiban untuk terus

membuat inovasi dalam program pembelajaran dengan tujuan untuk

meningkatkan keterapilan yang akan dimiliki siswa setelah proses

pembelajaran.

C. Gaya Belajar

Gaya belajar merupakan cara yang digunakan peserta didik supaya lebih

mudah menerima informasi. Gaya belajar individu mengacu pada gaya atau

metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Setiap

peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, seperti yang

diungkapkan oleh Rohaniyah (2017) bahwa setiap siswa menunjukkan gaya

belajar yang berbeda dan memiliki kecerdasan yang berbeda. Ketika guru

mengajar sesuai dengan gaya belajar peserta didik maka hal tersebut dapat

mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

Saleh (2012) mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran, hendaknya

guru mengajar dengan metode yang bisa diterima oleh semua siswa yang

memiliki gaya belajar yang berbeda, sehingga metode pengajaran yang

digunakan tidak hanya memberi prioritas kepada beberapa kelompok siswa.

Wynd dan Bozman (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa gaya

belajar siswa secara signifikan mempengaruhi nilai rata-rata hasil belajar


yang diperoleh siswa. Penelitian yang serupa dilakukan oleh Rohaniyah

(2017), berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan siswa dapat dicapai secara maksimal melalui gaya belajar, yaitu

dengan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa setiap siswa memiliki

cara berkonsentrasi, dan metode tersendiri dalam memahami informasi dan

pengetahuan. Guru berkewajiban membantu siswa untuk lebih tertarik pada

proses pembelajaran sehingga siswa akan memperhatikan proses

pembelajaran yang disampaikan guru. Guru harus kreatif dalam

mendiversifikasi teknik pendidikan di kelas dengan peka terhadap kebutuhan

belajar setiap siswa, sehingga setiap siswa dengan berbagai gaya belajarnya

bisa menerima dan mencerna informasi maupun pengetahuan yang diberikan.

Guru harus membangun pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana

siswa dapat merencanakan metode pembelajaran mereka sendiri sesuai

dengan kemampuan mereka.

D. Pengetahuan Awal

Pengetehuan awal siswa menjadi salah satu faktor keberhasilan pencapaian

hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh

Anderson dan Manzanares (2018) bahwa pengetahuan awal sangat penting

dalam menciptakan proses pembelajaran yan efektif, serta mencapai tujuan

pembelajara. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Barajas, et al

(2014), berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa setiap

siswa memiliki pengetahuan awal yang berbeda. Sebelum proses


pembelajaran berlangsung, siswa telah memiliki pengetahuan awal masing-

masing yang dia sadari. Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa yang

memiliki pengetahuan awal yang cukup baik akan mudah memahami dan

menerima informasi yang disampaikan guru, sehingga mempermudah guru

dalam proses pembelajaran. Siswa yang memiliki pengetahuan awal rendah

akan kesulitan dalam memahami dan menerima informasi yang diberikan,

sehingga siswa harus berusaha lebih keras untuk dapat memahami informasi

yang diberikan.

Roland (2015) menyatakan bahwa Pengetahuan awal siswa dapat diketahui

dengan pemberian tes. Hasil tes akan menunjukkan pengetahuan awal yang

dimiliki siswa sehingga dapat digunakan guru sebagai dasar mengevaluasi

efektivitas pengajaran untuk meningkatkan pengetahuan awal siswa, serta

mengatasi perbedaan pengetahuan awal siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pengetahuan awal siswa

merupakan hal yang penting dalam terciptanya proses pembelajaran yang

efektif serta tercapainya tujuan pembelajaran. Pengetahuan awal akan

mempengaruhi peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran, yang

mana siswa yang memiliki pengetahuan awal rendah harus berusaha lebih

keras dalam memahami materi yang diberikan supaya memperoleh hasil yang

sebanding dengan siswa yang memiliki pengetahuan awal cukup baik. Guru

hendaknya mampu menghilangkan perbedaan hasil belajar akibat perbedaan

kemampuan awal yang dimiliki siswa.


E. Penalaran Ilmiah

Keterampilan penalaran ilmiah merupakan salah satu keterampilan abad

21 yang diharapkan dapat diajarkan di kelas sains sebagai upaya

mempersiapkan peserta didik supaya mampu dalam menghadapi tantangan

globalisasi. Steinberg (2013) dan Bao et al (2009) mengemukakan bahwa

penalaran adalah proses mendeskripsikan kesimpulan dari bukti, penalaran

ilmiah merupakan merupakan kemampuan dalam menyimpulkan

berdasarkan bukti-bukti yang ada. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

kemampuan bernalar merupakan kemampuan yang mendasar bagi siswa

untuk membuat suatu opini ataupun membuat suatu keputusan berdasarkan

fakta-fakta yang mereka lihat dengan alasan yang mendasar.

Pembelajaran disekolah hendaknya mengembangkan kemampuan penalaran

ilmiah yang akan membantu peserta didik menghadapi permasalahan untuk

berpikir dan menalar dalam dunia yang sesungguhnya. Woolley et al (2018)

mengemukakan bahwa kurangnya kemampuan penalaran ilmiah siswa

menjadi salah satu hambatan dalam proses pembelajaran sains. Guru harus

memahami masalah yang dihadapi siswa yang menjadi akibat rendahnya

kemampuan penalaran ilmiah peserta didik. Dengan demikian guru

mengetahui bagaimana program pembelajaran yang seharusnya dibuat

sehingga dapat memfasilitasi berbagai tingkat kemampuan penalaran ilmiah

yang dimiliki peserta didik.

Penalaran ilmiah siswa dapat dilatih melalui pembelajaran fisika yang

merupakan ilmu pengetahuan dasar yang berhubungan dengan perilaku


dan struktur benda. Pelajaran fisika melatih siswa untuk memberikan

penjelasan dari suatu konsep serta memberikan argumentasi. Proses

pembelajaran yang menarik peserta didik untuk membuat representasi

konkret dari ide-ide abstrak dapat memotivasi mereka untuk membangun dan

menggunakan keterampilan penalaran ilmiah yang mereka miliki.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Heijnes et al (2018), hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa untuk merangsang penalaran ilmiah siswa,

dapat dilakukan dengan penggunaan model pembelajaran yang menampilkan

gambar video ataupun simulasi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa penalaran ilmiah

merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa untuk menghadapi

persaingan global. Penalaran ilmiah yang dimiliki peserta didik menjadikan

mereka memiliki kemampuan berargumentasi dengan alasan-alasan yang

mendasar. Keterampilan penalaran peserta didik dapat dilatih melalui proses

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan menjadikan peserta didik

aktif berperan dalam proses pembelajaran, serta didukung dengan

penggunaan media pembelajaran berupa simulasi, gambar ataupun vidio.

F. Keterampilan Argumentasi

Keterampilan argumentasi merupakan salah satu keterampilan yang harus

dikembangkan atau dilatihkan kepada peserta didik dalam proses

pembelajaran. Keterampilan argumentasi yang baik akan membantu siswa

dalam menyampaikan sanggahan ataupun pendapat dalam proses

pembelajaran. Kemampuan argumentasi peserta didik dapat dilihat dari


kemampuannya dalam mengulang penjelasan-penjelasan dari pembelajaran

yang telah dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Magee dan Flessner

(2012) dan Jonassen dan Kim (2010) bahwa penguasaan konsep dapat dilihat

dari kemampuan siswa mengungkap kembali materi yang telah diajarkan.

Kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali materi dengan disertai

bukti-bukti atau ide sampai dengan menarik kesimpulan dikatakan sebagai

kemampuan berargumentasi.

Argumentasi ilmiah terdiri dari tiga aspek utama, yaitu claim, evidence, dan

reasoning. Claim merupakan jawaban atas pertanyaan atau permasalahan.

Evidence merupakan informasi atau data yang mendukung jawaban (bukti),

Bukti dapat berupa data yang dikumpulkan peserta didik atau dari sumber lain

seperti buku atau internet. Reasoning merupakan sebuah pembenaran atau

penjelasan yang menunjukkan mengapa data atau informasi dapat digunakan

sebagai bukti (evidence) yang mendukung jawaban atau pernyataan (claim).

Reasoning harus mampu menghubungkan antara bukti (evidence) dengan

pernyataan (claim) dan mencakup prinsip-prinsip ilmiah (McNeill & Krajcik,

2009).

Keterampilan argumentasi penting untuk dimiliki peserta didik, oleh

karenanya perlu ada penerapan pembelajaran yang dapat memfasilitasi

peserta didik untuk melatih keterampilan berargumentasinya, seperti

menyampaikan argumentasi. Alternatif yang dapat digunakan untuk

melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menyediakan kesempatan kepada

siswa untuk melatih kemampuan argumentasinya adalah dengan adanya


kegiatan diskusi yang berpusat kepada siswa. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Kultuca et al (2014) bahwa untuk melalui kegiatan diskusi

bersama kelompok yang dilakukan dalam proses pembelajaran dapat

mengembangkan keterampilan argumentasi peserta didik.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa kemampuan argumentasi

merupakan kemampuan peserta didik dalam memberikan pernyataan ataupun

jawaban dari suatu permasalahan berdasarkan bukti yang nyata dan ilmiah.

Kemampuan argumentasi peserta didik dapat dilatih dalam proses

pembelajaran salah satunya dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk

menyampaikan argumentasi-argumentasi mereka. Kemampuan yang harus

dimiliki siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Kim et al (2015) bahwa

setiap proses pembelajaran hendaknya mampu melatih kemampuan

argumentasi siswa, karena kemampuan argumentasi siswa mempengaruhi

penguasaan konsep mereka.


III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and

Development). Pengembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

membuat progaram pembelajaran berbasis STEM (Sains, Technology,

engineering and Mathematics) yang dapat mereduksi perbedaan gaya

belajar, kemampuan awal, kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan

berargumentasi. Model pengembangan yang digunakan mengadopsi pada

model pengembangan 4-D (four-D Model). Model pengemangan ini terdiri

dari empat tahap, yaitu define (pendefinisian), design (perancagan), develop

(pengembangan) dan diseminate (penyebaran)

B. Prosedur Pengembangan

Prosedur peneitian pengembangan merupakan langkah-langkah yang

dilakukan oleh peneliti untuk membuat suatu produk.prosedur penelitian.

Model pengembangan yang digunakan mengadopsi pada model

pengembangan 4-D (four-D Model) yang terdiri dari empat tahap, yaitu

define (pendefinisian), design (perancagan), develop (pengembangan) dan

diseminate (penyebaran). Berikut penjelasan masing-masing tahap yang

dijelaskan oleh Thiagarajan, dkk:


1. Tahap Pendefinisian.

Tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan di

dalam proses pembelajaran, khususnya program pembelajaran. Tahap

pendefinisian terdiri dari tiga langkah, yaitu:

1) Analisis awal-akhir. Langkah ini digunakan untuk mennetukan

masalah mendasar yang dihadapi guru. Dalam analisis awal akhir.

Dalam analisis awal akhir diperlukan pertimbangan berbagai

alternatif pengembangan program pembelajaran.

2) Analisis peserta didik. Langkah ini dilakukan untuk menelaah

peserta didik. Analisis peserta didik dilakukan untuk mendapatkan

gambaran karakteristik siswa, antara lain: (1) tingkat kemampuan

atau perkembangan intelektualnya, (2) keterampilan-keterampilan

individu atau sosial yang sudah dimiliki dan dapat dikembangkan

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

3) Analisis konsep. Pada tahap ini dilakukan analisis materi yang perlu

diajarkan. Dalam hal ini materi yang disusun dalam program

pembelajaran adaah materi energi terbarukan.

4) Perumusan Tujuan. Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk

merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk

menentukan perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut

menjadi dasar untuk menyusun tes dan merancang program

pembelajaran yang kemudian di integrasikan ke dalam materi

program pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti.

2. Tahap Perancangan
Tujuan dari tahap perencanaan yaitu untuk merancang produk berupa

program pembelajaran. Tahap ini meliputi:

1) Penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran yang

disusun meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Silabus,

dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).

2) Penyusunan tes. Tes yang disusun digunakan sebagai alat ukur

kemampuan peserta didik setelah penerapan program pembelajaran

yang dikembangkan.

3) Pemilihan format. Pada tahap ini dilakukan pemilihan strategi

pembelajaran, sumber belajar dan mendesain isi program

pembelajaran yang dikembangkan.

4) Rancangan awal. Dlam rancangan awal, materi yang disajikan dalam

program pembelajaran yang meliputi RPP, Silabus dan RPP adalah

materi energi terbarukan.

3. Tahap Pengembangan (develop)

Tahap ini merupakan tahap pengembangan produk yang telah dirancang

dan direvisi berdasarkan masukan ahli. Tahapan perbaikan tersebut

diantaranya:

1) Validasi Design. Rancangan produk yang telah disusun kemudian di

validasi oleh validator, yaitu Prof, Dr Agus Suyatna, M.Si., Dr,

Abdurrahman, M.Si dan guru sekolah tempat pelaksanaan penelitian.

2) Perbaikan design. Setelah dilakukan validasi, rancangan produk

diperbaiki sesuai dengan masukan validator.


3) Uji coba kelompok kecil. Setalah produk divalidasi kemudian

diujikan kepada 15 peserta didik kelas 12. Uji coba kelompok kecil

dilakukan terhadap LKPD yang dikembangan. Uji yang dilakukan

diantaranya uji keterbacaan, uji efektifitas, dan uji kepraktisan.

4) Uji coba lapangan. Setelah program pembelajaran dikembangkan

dan diperbaiki sesuai dengan masukan validator dan hasil uji coba

kelompok kecil, program pembelajaran diterapkan langsung dalam

proses pembelajaran.

4. Penyebaran (disseminate). Setelah dikembangkan dan diterapkan

kemudian program pembelajaran yang dikembangkan disebarkan ke

guru sekolah, sehingga dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

Lebih jelasnya, prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:

Gambar 1. Model Pengembangan Program Pembelajaran 4-D


C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pedoman wawancara,

kuesioner, soal pretest dan posttest.

1) Pedoman wawancara. Pedoman wawancara merupakan kegiatan tanya

jawab yang dilakukan peneliti kepada narasumber untuk memperoleh

informasi mengenai hal yang berkaitan dengan penelitian. Peneliti

melakukan wawancara terhadap guru fisika dan peserta didik mengenai

proses pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan dalam proses

pembelajaran.

2) Angket uji validitas. Pengisian angket ini dilakukan oleh dosen ahli

Universitas Lampung. Pengisian angket bertujuan untuk mengetahui

tingkat kelayakan program pembelajaran yang dikembangkan, sehingga

dapat digunakan guru sebagai bahan ajar di kelas. Sistem penskoran

menggunakan skala likert yang diadobsi dari Ratumanan dan Laurens

(2011, h. 131) dapat dilihat pada tabel berikut:

Pilihan Jawaban Skor


Sangat Valid 4
Valid 3
Kurang Valid 2
Tidak Valid 1

3) Kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan untuk mengetahui

keterbacaan produk, yang meliputi kepraktisan, kemudahan dan

keefektifan program pembelajaran yang di kembangkan. Sistem

penskoran menggunakan skala likert yang diadopsi dari Ratumanan dan

Laurens (2011, h. 131) seperti pada Tabel 5.


Tabel 5. Skala Likert pada Angket Tanggapan Peserta Didik
No Aspek yang Dinilai Skor
4 3 2 1
1 Kepraktisan program Sangat Praktis Lumayan Tidak
pembelajaran praktis Praktis Praktis
2 Kemudahan penggunaan Sangat Mudah Lumayan Tidak
program pembelajaran mudah mudah mudah
3 Kefektifan program Sangat Efektif Lumayan Tidak
pembelajaran efektif efektif efektif

4) Pretest dan posttest. Soal Pretest dan posttest diberikan untuk melihat

mengetahui peningkatan kemampuan peserta didik pada materi energi

terbarukan, apakah masih terdapat pengaruh perbedaan hasil belajar,

pengetahuan awal, dan penalaran ilmiah terhadap hasil belajar peserta

didik setelah diterapkan program pembelajaran yang dikembangkan.

Soal Pretest diberikan kepada siswa sebelum diterapkan program

pembelajaran. Soal posttest diberikan setelah dilakukan pembelajaran

menggunakan program pembelajaran yang dikembangkan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Hasil Penelitian

Variabel Instrumen yang Subjek yang Analisis Data


Penelitian Digunakan Dituju
Validitas Angket uji ahli materi Dua dosen ahli Analisis
dan uji ahli desain Universitas persentase
Lampung, dan
seorang guru
fisika SMA
Kepraktisan Angket uji Peserta didik Analisis
dan keterbacaan dan persentase dan
kemudahan pedoman wawancara deskriptif analisis
Kefektifan Tes dan pedoman Peserta didik Analisis n-gain,
wawancara uji paired sample
t , deskriptif
analisis,
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa pada variabel yang diamati

data diperoleh berdasarkan pengisian angket, wawancara, dan tes soal

pretest dan posttest. Pengisian angket berupa skala likert yang dilakukan

untuk mengetahui kevalidan, kemudahan penggunaan dan kepraktisan

produk. Pengisian angket kevalidan dilakukan oleh validator yang berupa

angket untuk uji ahli desain dan uji ahli materi. Saran dari validator dapat

digunakan peneliti untuk melakukan perbaikan pada program pembelajaran

sehingga program pembelajaran yang dikembangkan layak untuk digunakan

guru pada proses pembelajaran di kelas. Pengisian kuesioner kepraktisan

dan kemudahan dilakukan oleh peserta didik yang berupa angket uji

keterbacaan.

Data selanjutnya diperoleh dari hasil wawancara kepada guru fisika SMA

dan peserta didik kelas XII. Wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan

mengenai kepraktisan, kemudahan dan keefektivan produk yang

dikembangkan. Data yang digunakan untuk mengetahui keefektifan produk

diperoleh melalui pretest dan posttest yang dilakukan oleh peserta didik.

Soal pretest dilakukan sebelum peserta didik diberikan perlakuan, yaitu

pembelajaran menggunakan program pembelajaran yang berbasis STEM,

sedangkan posttest diberikan setelah peserta didik diberikan perlakuan.

Pretest diberikan untuk mengetahui kemampuan multirepresentasi awal

peserta didik. Posttest diberikan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

multirepresentasi peserta didik.


E. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian yang telah dilakukan, masih perlu dianalisis. Penelitian

ini menggunakan metode campuran (mixed method), yaitu kualitatif dan

kuantitatif.

a. Data untuk Validitas

Data yang digunakan untuk mengetahui validitas produk diperoleh

berdasarkan pengisian angket (data kuantitatif). Angket yang digunakan

berupa angket uji ahli materi dan uji ahli desain. Hasil jawaban pada

angket dianalisis menggunakan analisis persentase berdasarkan rumus

menurut Sudjana (2005) seperti di bawah ini:

∑ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


%𝑋 = 100%
∑ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Hasil skor yang diperoleh dikonversikan sehingga mendapatkan kualitas

dari produk yang dikembangkan. Pengkonversian skor mengadaptasi

dari Arikunto (2011, p. 34). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Konversi Skor Penilaian

Persentase Kriteria
0,00 % - 20% Validitas sangat rendah / tidak baik
20,1% - 40% Validitas rendah / kurang baik
40,1% - 60% Validitas sedang / cukup baik
60,1% - 80% Validitas tinggi / baik
80,1% - 100% Validitas sangat tinggi / sangat
baik
Berdasarkan Tabel 4, peneliti memberi standar atau batasan bahwa

produk yang dikembangkan dapat dikatakan valid apabila mencapai

skor yang peneliti tentukan, yaitu minimal 60% dengan kriteria

validitas sedang.
b. Data untuk Kepraktisan dan Kemudahan Penggunaan

Data yang digunakan untuk mengetahui kepraktisan dan kemudahan

penggunaan produk diperoleh berdasarkan pengisian angket (data

kuantitatif) dan wawancara kepada peserta didik (kualitatif). Angket

yang digunakan berupa angket uji keterbacaan. Hasil jawaban angket

keterbacaan dianalisis menggunakan analisis persentase seperti pada

data untuk mengetahui validitas produk. Wawancara dianalisis

menggunakan teknik deskriptif analisis, yaitu mendeskripsikan atau

menarasikan hasil penelitian.

c. Data untuk Keefektifan

Data yang digunakan untuk mengetahui keefektivan produk diperoleh

berdasarkan tes (data kuantitatif) yang terdiri dari pretest dan posttest,

serta wawancara kepada peserta didik (data kualitatif). Wawancara

dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis seperti pada data

untuk mengetahui kepraktisan produk. Tes dilakukan sebanyak dua kali,

yaitu pretest dan posttest. Minimal skor yang diperoleh peserta didik

untuk lulus dalam tes sebesar 70. Hasil jawaban pretest dan posttest

dianalisis menggunakan uji normalitas, uji paired sample t, serta n-gain.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data normal

atau tidak normal. Data yang diuji berupa nilai hasil pretest dan

posttest. Uji normalitas digunakan dengan uji statistik parametrik

dengan bantuan program SPSS. Dasar pengambilan keputusan uji


normalitas dapat dilihat dari nilai sig. yang terdapat pada Tabel

One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Kriteria uji yang

digunakan menurut Arikunto (2012, p. 149), yaitu (1) jika nilai sig.

> 0,05 maka H0 diterima yang berarti data terdistribusi normal; (2)

jika nilai sig. < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti data terdistribusi

tidak normal.

2. Nilai N-Gain

Nilai N-Gain digunakan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan multirepresentasi peserta didik. Berdasarkan hasil nilai

pretest dan posttest maka dapat dihitung nilai n-gain dengan

rumus:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡


𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 =
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

Kriteria interpretasi nilai n-gain menurut Hake (2002, p. 3) dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Interpretasi N-Gain

N-Gain Kriteria Interpretasi


0,71 – 1,00 Tinggi
0,41 – 0,70 Sedang
0,10 – 0,40 Rendah

3. Uji Paired Sample T

Paired sample t digunakan untuk menguji adanya peningkatan

kemampuan multirepresentasi peserta didik setelah menggunakan


produk (menguji hipotesis). Uji ini dilakukan dengan bantuan

program SPSS 22. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut:

H0 : tidak terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik setelah

menggunakan program pembelajaran berbasis STEM

H1 : terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik setelah

menggunakan program pembelajaran berbasis STEM

Kriteria pengambilan keputusan menurut Arikunto (2011, p. 120),

yaitu (1) apabila nilai sig. ≤ 0,05 maka H1 diterima; (2) apabila

nilai sig. ≥ 0,05 maka H1 ditolak.


DAFTAR PUSTAKA

Akcay, H., Yager, R. E., Iskander, S. M., & Turgut, H. (2010, June). Change in
student beliefs about attitudes toward science in grades 6-9. In Asia-Pacific
Forum on Science Learning and Teaching . 11 (1): 1-18.

Akdag, F. T. Dan Gunes, T. The Effect of STEM Applications On Students’


Science-Engineering Perceptions1. Participatory Educational Research
Journal. 3. 196-207.

Anderson, S.W dan Manzanares, A. 2018. Initial Knowledge of College-level


Introductory Geology Students in the United States. Terrae Didatica. 14(3).
326-329.

Arifin, I., Solemon, B., Marina, M. D., dan Anwar, R. M. 2014. Learning Style and
Course Performance: an Empirical Study of Uniten in Students. International
Journal of Asian Social Science. 4 (2). 208-216.

Arikunto, S. (2008). Penilaian Program Pembelajaran. Jakarta: Bina Aksara

Arikunto, S. (2011). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Bumi Aksara.

Bao, L., Cai, T., Koening, K., Fang, K., Han, J., Wong, J. 2009. Learning and
Scientific Reasoning. Science. 32. 586-587

Barajas, R., Saavedra, P., Albeniz, J., dan Carrillo, I. 2014. The importance of
Knowing the Starting Level of Knowledge. Multidisciplinary Journal for
Education, Social and Technological Sciences. 1 (1). 69-82.

Bybee, R.W. (2010). What is STEM education. Science. 329 (5995). 996

Fischer, F., et all (2014). Scientific Reasoning and Argumentation: Advancing an


Interdisciplinary Research Agenda in Education. Frontline Learning
Research, 2(3), 28-45.

Hatami, Sarvenaz. 2013. Learning Style. Jurnal Departement of Educational Phsycology


at The University of Alberta, Canada. 67 (4). 488-489.
Heijnes, D., Joolingen, W.V., dan Leenaars, F. 2018. Stimulating Scientific
Reasoning with Drawing-Based Modeling. Journal of Science Education and
Technology. 7 (1): 45-56

Jayarajah, K., Saat, R. M., & Rauf, R. A. A. 2014. A Review of Science,


Technology, Engineering & Mathematics (STEM) Education Research.
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 10(3)
154-162.

Jonassen, D.H., dan Kim, B. 2010. Arguing to Learn and Learning to Argue:
Design Justifications and Guidelines. Educational Technology Research
and Development. 58 (4). 439-457

Karahan, E., Canbazoglu-Bilici, S., & Unal, A. (2015). Integration of Media Design
Processes in Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)
Education. Eurasian Journal of Educational Research, 60, 221-240.

Kelley, T. R., dan Knowles, J.G. 2016. A conceptual framework for integrated
STEM education. International Journal of STEM Education. 3 (1). 1-10.

Kennedy, T. J., dan Odell, M. R. L. (2014). Engaging students in STEM


education. Science Education International, 25(3), 246-258.

Kim, S. (2015). An analysis of teacher question types in inquiry-based


classroom and traditional classroom settings. IOWA Research Online.

Kultuca, A.Y., Dogan, N., dan Cetin, P.S. 2014. Effect of Knowledge of Content
on Scientific Argumentation Quality: Cloning Context. Journal of Science
and Mathematics Education. 8 (1): 1-30.

Li, F., Qi, J., Wang, G., & Wang, X. (2014). Traditional Classroom Vs E-Learning in
Higher Education: Difference Between Students' Behavioral
Engagement. International Journal of Emerging Technologies in Learning
(iJET), 9(2), 48-51.

Li, Y. W. (2016). Transforming Conventional Teaching Classroom to Learner-Centred


Teaching Classroom Using Multimedia-Mediated Learning Module. International
Journal of Information and Education Technology. 6(2). 105-112.

Magee, P.A., dan Flessner, R. 2012. Collaborating to Improve Inquiry-based


Teaching in Elementary Science and Mathematics Methods Courses. Science
Education International. 23 (4). 353-365

McNeill, K. L., & Krajcik, J. (2009). Synergy Between Teacher Practices and
Curricular Scaffolds to Support Students in Using Domain-Specific and
Domain-General Knowledge in Writing Arguments to Explain Phenomena.
The Journal of The Learning Sciences. 18; 416-460
Morris, B. J., Croker, S., Manisck, A. M., & Zimmerm, C. (2012). The Emergence of
Scientific Reasoning. Current Topics in Children’s Learning and Cognition.
doi:10.5772/53885.

Ratumanan, T.G., dan Laurent, T. (2011). Penilaian Pada Hasil Belajar Pada
Tingkat Satuan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press

Rohaniyah, J. 2017. Integrating Learning Style and Multiple Intelligences in


Teaching and Learning Process. Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan
Sains. 5 (1). 19-27.

Ronald, A.I. 2015. Students’ Initial Knowledge State And Test Design: Towards A
Valid And Reliable Test Instrument. Journal of College Teaching & Learning.
12 (4). 189-193.

Saleh, S. 2012. Dealing with the Problem of the Differences in Students’ Learning
Styles in Physics Education via the Brain Based Teaching Approach.
International Review of Contemporary Learning Research An International
Journal. 1(1). 47-56.

Selisne, M., Sari, Y.S., dan Ramli, R. 2019. Role of Learning Module in STEM
Approach to Achieve Competence of Physics Learning. Journal of Physics:
Conference Series. 1185 (1) : 1-6

Shaw, T. Et al (2018). The Case Methodology: A Guide to Developing Clinically


Authentic Case-Based Scenarios For Online Learning Programs Targeting
Evidence-based Practice. Journal of Research for Profesional Learning. 1 (1)
: 18-30

Steinberg, R. 2013. Understanding and Affecting Science Teacher Candidates’


Scientific Reasoning in Introductory Astrophysics. Physics Education
Research. 9 (2) : 1-8

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: PT. Tarsito

Woolley, J. S., Deal, A. M., Green, J., Hathenbruck, F., Kurtz, S. A., Park, T. K.,
dan Jensen, J. L. (2018). Undergraduate Students Demonstrate Common
False Scientific Reasoning Strategies. Thinking Skills and Creativity. 27. 101-
113.

Wynd, W.R., dan Bozman, C.S. 2015. Student Learning Style: A Segmentation
Strategy for Higher Education. Journal of Education for Business. 71 (4).
232-235.

Anda mungkin juga menyukai