Anda di halaman 1dari 31

Efektivitas Model CTL berbantuan Media Puzzle Tiga

Dimensi dalam Materi Struktur Sel untuk Meningkatkan


Pemahaman Konsep dan Berpikir Kreatif
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan IPA
oleh
Dian Nailis Saadah
4001413028

JURUSAN IPA TERPADU


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu sarana untuk mengembangkan segala
potensi dasar yang dimiliki peserta didik demi berkembanganya kemajuan suatu
bangsa. Upaya yang dilakukan demi berkembangnya potensi yang dimiliki
peserta didik yaitu melalui proses pembelajaran, sehingga perlu adanya proses
pendidikan yang berkualitas dengan menyediakan berbagai pengetahuan,
keterampilan, penerapan ilmu yang sesuai dengan kemajuan zaman, dan
pengelolaan pendidikan serta pembelajaran. Pengelolaan pendidikan sebagai
bagian dari kebudayaan merupakan sarana penerus nilai-nilai dan gagasan
sehingga setiap orang mampu berperan serta dalam transformasi nilai demi
kemajuan bangsa dan negara.
Bidang pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan karena
merupakan salah satu wahana untuk menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan tujuan atau
sasaran bidang pendidikan dalam menyikapi era globalisasi . Dalam era
globalisasi ini, sumber daya manusa berkualitas akan menjadi tumpuan utama
suatu bangsa dapat berkompetisi. Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan
formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi.Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidkan
umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan
khususnya dalam menghasilkan manusia yang berkualitas yaitu manusia yang
berfikir kritis, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu masyarakat yang
diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan teknologi.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan konsep pembelajaran alam dan
mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia yang
diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan
deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat
dipercaya Dalam proses pembelajaran IPA, siswa perlu diberi kesempatan untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki. Peran guru sangat dituntut untuk
membantu siswanya dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

Hasil belajar siswa umumnya dikaitkan dengan prestasi siswa,


berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Programme for International
Student Assessment (PISA) tahun 2012 pada bidang sains Indonesia menempati
peringkat 64 dari 65 negara dengan skor 382, sementara rata-rata skor
internasional adalah 527 (PISA, 2012). Dari data tersebut, prestasi indonesia di
bidang sains sangatlah memprihatinkan, rendahnya prestasi siswa khususnya di
bidang IPA di sebabkan karena kurangnya pemahaman konsep pada siswa.
Salah satu materi IPA di sekolah menengah pertama yang membuat
siswa kesulitan dalam memahami konsep adalah materi sel. Pembelajaran pada
materi sel ini merupakan hal yang sedikit absurd atau abstrak oleh siswa SMP
karena tidak bisa disaksikan secara langsung dan nyata , padahal siswa sekolah
menengah pertama mempunyai karakteristik

berfikir yang bersifat nyata

sehingga siswa akan sedikit mengalami kesulitan ketika memahami konsepkonsep yang abstrak. Adanya pemahaman konsep yang kurang baik
menyebabkan siswa kurang aktif terlibat dalam pembelajaran dan mendapatkan
hasil yang kurang optimal yang mengakibatkan hasil prestasi belajar siswa .
Kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran biasanya terjadi karena
model pembelajaran yang kurang menarik , membosankan dan kurang
merangsang siswa untuk berfikir. Suatu pembelajaran sangat ditentukan oleh
kemampuan guru dalam membelajarkan siswanya, karena dalam proses belajar
yang bertemu langsung dengan siswa adalah guru. Membelajarkan siswa dapat
meliputi segala hal yang terkait proses pembelajaran, yakni kemampuan guru
dalam menggunakan berbagai strategi, metode, serta media pembelajaran yang
bermakna bagi siswa sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa menjadi
lebih optimal.

Hammond (2012)

mengidentifikasi bahwa

kualitas guru

merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan kesuksesan suatu


pendidikan.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di SMP N 1 Jepara,
kualitas guru SMP masih cenderung rendah karena kurangnya variasi dalam
model pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan guru cenderung menggunakan
metode ceramah dalam setiap proses pembelajarannya dan menggunakan teoriteori

yang

kurang

memperhatikan

hubungan

konsep

sains

dengan

mengaitkannya pada konteks kehidupan yang lebih nyata. Sains yang di peroleh

siswa di sekolah terkesan abstrak dan tidak dapat mereka saksikan langsung
dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa yang masih memperoleh materi sains yang tidak dapat mereka
saksikan secara langsung dan di temui dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini
guru bisa menerapkan model pembelajaran yaitu model pembelajaran
Contextual Teach Learning karena model ini dapat dijadikan alternatif model
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
struktur sel. Hal ini
dengan baik.

dimaksudkan agar siswa dapat memahami konsep sel

Pemahaman konsep yang baik bisa diperoleh dengan

menggunakan media pembelajaran karena akan membuat pembelajaran menjadi


lebih menarik.

Menurut akhtar dan akbar (2014) media pembelajaran adalah

komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi


instruksional di lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik
untuk belajar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penerapan media
pembelajaran di sekolah dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran.
Peningkatan efektivitas
menggunakan

dan efisiensi proses

pembelajaran bisa

media pembelajaran yang berupa media puzzle tiga dimensi

karena dengan adanya media puzzle ini sangat membantu suksesnya


pembelajaran.

Melalui media ini akan sangat membantu suksesnya

pembelajaran karena siswa menggunakan indra yang dimilikinya

secara

langsung. Semakin banyak alat indra yang digunakan oleh siswa maka sesuatu
yang dipelajari akan mudah diterima dan di ingat. Churcill(2011) mengatakan
bahwa siswa biasanya lebih fokus pada tugas mereka dan menampilkan hasil
yang terbaik jika tugas yang di berikan menarik dan penuh tantangan. Dengan
adanya media pembelajaran berupa puzzle 3 dimensi ini siswa akan lebih
tertarik dalam mengikuti pembelajaran selain itu siswa akan merasa tertantang
untuk menyelesaikan potongan-potongan yang ada dalam puzzle.
Dengan demikian di perlukannya model pembelajaran yang aktif dan
efektif

dengan berbantuan media pembelajaran yang dapat meningkatkan

pemahaman konsep siswa serta kreativitas siswa di SMP. Dewi dalam


Nurhadi(2014) mengatakan bahwa

belajar akan lebih bermakna jika anak

mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Berdasarkan hal di atas ini penulis
akan melakukan penelitian dengan menggunakan teknik yaitu menggunakan

model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) berbantuan puzzle


tiga dimensi. Dengan adanya model CTL yang berbantuan media puzzle 3
dimensi pada materi struktur sel diharapkan dapat membantu siswa dalam
memahami konsep dengan baik serta meningkatkan berpikir kreatif

dalam

pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih


optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang diatas, untuk memudahkan pelaksanaan
kegiatan penelitian, maka perlu adanya pembatasan masalah dalam penelitian ini
agar penelitian lebih terarah sesuai dengan masalah-masalah yang telah di
tentukan , maka perumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Contextual Teach Learning
(CTL) pada konsep struktur sel ?
2. Apakah dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teach
Learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep pada siswa dan
hasil belajar pada siswa ?
3. Apakah dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teach
Learning

(CTL)

dapat

meningkatkan

kreativitas

siswa

dalam

pembelajaran IPA pada konsep struktur sel ?


1.3 Tujuan Penelitian
Agar penelitian dapat dilakukan dengan tujuan, maka perlu adanya rumusan
tujuan yang jelas. Dalam hal ini penulis menguraikan tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah :
1. Mendidkripsikan penerapan model pembelajaran Contextual Teach
Learning (CTL) pada konsep struktur sel
2. Mendiskripsikan peningkatan hasil belajar siswa serta peningkatan
pemahaman konsep siswa pada konsep materi struktur sel dengan
menggunakan model pembelajaran Contextual Teach Learning (CTL)
3. Mendiskripsikan peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran IPA
pada konsep materi struktur sel dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teach Learning (CTL)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Pembelajaran CTL (Contextual Teach and Learning )

Pengertian Pendekatan CTL Menurut Komalasari dalam Pratiwi


(2014:18), Menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan
pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan
nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat
maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna dari materi
tersebut. Sejalan dengan hal ini, Baharudin dalam Ismaya, (2013: 7),
menjelaskan bahwa suatu konsep belajar yang membantu guru untuk
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual, (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar
dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari hari,sementara siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari
proses mengkonstruksi sendiri, berbagai bekal untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Strategi dan Karakteristik
Pendekatan CTL Menurut Pujiati (2008: 38), terdapat sejumlah strategi
pembelajaran yang perlu dikembangkan guru secara kontekstual, diantaranya
yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran menekankan pada pembelajaran berbasis masalah.
Dalam

kegiatan

ini

siswa

terlebih

dahulu

diminta

untuk

mengobservasi dan mencatat pemasalahan-permasalahan yang


muncul dilingkungan mereka. Di sini guru merangsang siswa untuk
2.

berpikir kritis dalam memecahkan masalah.


Pembelajaran sebaiknya dilakukan atau dilaksanakan di berbagai
situasi. Guru memberikan tugas yang dapat dilakukan di berbagai
konteks situasi atau lingkungan siswa, misalnya, di sekolah, keluarga,
danlingkungan masyarakatnya dan penugasansiswa untuk belajar di

luar kelas.
3. Mengarahkan kepada siswa untuk memonitor aktivitas belajar
mereka sendiri sehingga mereka akan menjadi pebelajar yang

mandiri. Siswa diarahkan untuk mencarai, menganalisis, dan


menggunakan informasi dengan sedikit dan bahkan tanpa bantuan
guru.
4. Memotivasi siswa untuk belajar dari siswa lain dengan cara belajar
bersama-sama atau belajar kelompok. Aktivitas belajar secara
kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun percakapan
interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat
membentuk kelompok dengan anggota bervariasi sesuai dengan
tingkat kesulitan tugas.
5. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat. Sekolah
dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat dan orangtua siswa
yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini
perlu dilakukan untuk memberikan pengalaman belajar secara
langsung.
6. Penilaian autentik. Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian
autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi
akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata
untuk tujuan tertentu.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama

dalam Sawidji, (2008:36) menyebutkan bahwa program

pembelajaran dengan pendekatan CTL dianggap berhasil jika mengikuti prinsipprinsip sebagai berikut:
1. Belajar Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Penggunaan
informasi yang diperoleh dan berpikir kritis untuk memecahkan
2.

masalah yang ada di dunia nyata.


Pengajaran Autentik (Authentic Instruction). Siswa mempelajari

konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata.


3. Belajar Berbasis Inquiri (Inquiry-Based Learning). Siswa melakukan
kegiatan memproduksi dengan mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan keingintahuan dan mencari sendiri jawabannya, atau
dengan bertanya pada diri sendiri dan mencari tahu sendiri
jawabannya.

4. Belajar Berbasis Proyek/Tugas Berstruktur (Project-Based Learning).


Keterlibatan mental dan fisik, syaraf, indera termasuk kecakapan
sosial secara komprehensif melalui proyek atau tugas berstruktur.
5. Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning). Belajar berdasarkan
pengalaman, belajar adalah bekerja dan ketika orang bekerja, ia
6.

belajar berbagai hal.


Belajar Jasa Layanan (Service Learning). Adanya perasaan positif
yang timbul saat belajar, adanya percaya diri, merasa dibutuhkan,
bekerja sama dengan orang lain dan akrab pada kegiatan di luar
maupun di dalam kelas dapat mempercepat belajar dan lebih

menjanjikan hasil.
7. Belajar Kooperatif (Cooperative Learning). Banyaknya interaksi
sesama teman diharapkan akan menghasilkan prestasi lebih baik
daripada belajar secara individu.
2.2 Media Puzzle Tiga Dimensi
Media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah,
perantara, atau pengantar (Arsyad 2011). Pembelajaran adalah proses, cara,
perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (KBBI 2005).
Menurut Arsyad (2011) media pembelajaran merupakan media yang membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung
maksud-maksud pengajaran. Berdasarkan pendapat yang telah diutarakan, dapat
disimpulkan media pembelajaran merupakan media yang digunakan pada proses
pembelajaran yang berfungsi menyampaikan pesan atau informasi dari guru ke
siswa agar tujuan pembelajaran tercapai.
Menurut Arsyad(2011:2 ) Kegiatan belajar mengajar merupakan sebuah
proses komunikasi, yaitu komunikasi antara pendidik dengan peserta didik.
Maka untuk memperlancar proses itu diperlukan juga media komunikasi, yang
pada dunia pendidikan media itu dikenal dengan sebutan media pembelajaran.
Dalam hal ini media pembelajaran berperan sebagai perantara penyampaian
informasi dari pendidik kepada peserta didik. Menurut akhtar dan akbar (2014)
media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan peserta didik yang dapat
merangsang peserta didik untuk belajar. berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan penerapan media pembelajaran di sekolah dapat meningkatkan


efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Menurut Arsyad dalam Diah (2014) Media pembelajaran menjadi alat
bantu dalam pembelajaran yang merupakan suatu strategi dalam pembelajaran.
Sebagai strategi, media pembelajaran memiliki banyak fungsi, diantaranya:
1. Media Sebagai Sumber Belajar
Media sebagai sumber belajar yakni segala alat bantu yang dapat
menunjang dalam proses pembelajaran. Dalam belajar banyak hal yang dapat
dijadikan sebagai sumber belajar. Belajar adalah proses membangun
pengetahuan melalui pengalaman dalam memperoleh informasi. Media
pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan suatu kesatuan dalam
pembelajaran yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan
yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.5 Udin Saripudin
mengelompokkan sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku,
media massa, alam lingkungan dan media pendidikan.6 Media pembelajaran
merupakan salah satu sumber belajar bagi siswa. Melalui media siswa
memperoleh pesan dan informasi sehingga membentuk pengetahuan pada diri
siswa. Media pun berfungsi sebagai pengganti guru untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan, karena sumber belajar tidak hanya berpusat pada
guru saja. Selain media berperan sebagai alat bantu, media pun berperan sebagai
sumber belajar dalam proses pembelajaran.

2. Fungsi Semantik
Semantik yaitu simbol dari suatu kata. Fungsi ini biasanya menjelaskan
tentang suatu keadaan atau peristiwa. Media pembelajaran berperan dalam
menambah kemampuan simbol kata bagi siswa sehingga simbol kata yang
ditampilkan dapat dipahami oleh siswa. Simbol adalah lambang sesuatu yang
digunakan

untuk

menjelaskan

suatu

hal.

Dalam

pembelajaran,

guru

menyampaikan materi pelajaran dan menjelaskan maksud dari setiap kata yang
disampaikan. Media pembelajaran juga berfungsi mengkonkretkan gagasa dan
memberikan kejelasan kepada siswa agar pengetahuan dan pengalaman belajar
3.

dapat lebih jelas dan lebih mudah dimengerti.


Fungsi Manipulatif

Manipulatif atau manipulasi yaitu menirukan atau memalsukan.


Kaitannya pengertian manipulatif sebagai fungsi media pembelajaran yaitu
kemampuan media dalam meniru suatu benda atau peristiwa dengan berbagai
cara yang dapat mengatasi batas ruang, waktu, situasi, tujuan dan sasaran.
Manipulasi ini digunakan untuk mengecilkan gambar yang terlalu besar,
membesarkan gambar yang terlalu kecil, terlalu bahaya atau terlalu sulit
dijangkau karena letaknya yang jauh, dan mengefisienkan waktu karena proses
yang terlalu lama.
4. Fungsi Psikologis
Menurut Arsyad dalam Siti(2015) fungsi psikologis dibagi menjadi 5 yaitu :
1) Fungsi Atensi, atensi yaitu perhatian atau minat. Media pembelajaran dapat
menarik perhatian siswa terhadap materi yang dipelajari. Penggunaan media
yang tepat dapat menarik perhatian dan pikiran siswa selama pembelajaran.
Selain media harus menarik bagi siswa, media juga harus jelas dengan
informasi atau pesan yang disampaikan sehingga dapat memberikan hasil
yang baik.
2) Fungsi Afektif, afektif yaitu sikap atau emosi. Media pembelajaran dapat
menggugah perasaan dan emosi akan sikap dan minat siswa terhadap materi
pelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dan menarik dapat
menimbulkan kemauan untuk menerima pelajaran dengan baik.
3) Fungsi Kognitif, kognitif bersifat pemahaman. Fungsi kognitif dari media
pembelajaran sebagai alat bantu untuk memberi pengetahuan dan
pemahaman kepada siswa tentang suatu hal yang baru. Hampir semua jenis
media pembelajaran memiliki fungsi kognitif. Media pembelajaran
memungkinkan peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan dan
4)

minat masingmasing.
Fungsi Imajinatif, imajinatif yaitu rekaan atau khayalan. Fungsi media
imajinasi yakni rekaan atau khayalan suatu objek atau peristiwa tanpa
menggunakan indera. Media merupakan salah satu alat yang dapat

membangkitkan dan mengembangkan daya imajinatif siswa.


5) Fungsi Motivasi, motivasi yaitu dorongan atau tindakan untuk mencapai
tujuan. Media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
karena dengan menggunakan media pembelajaran menjadi menarik dan
perhatian siswa tertuju pada materi yang dipelajari.

Puzzle berasal dari bahasa inggris yang berarti teka-teki atau bongkar
pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang diaminkan dengan
bongkar pasang.

Dalam Winatiningrum, senda memaparkan bahwa ada

beberapa manfaat Game Puzzle bagi peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran, yaitu:
1. Membantu untuk mengerjakan apa yang telah diketahui dalam bentuk
yang lebih sedrhana, sehingga lebih mudah dihafalkan karena
membnetuk satu bangun yang tertentu
2. Membantu untuk mengingat kembali dan merevisikonsep pembelajaran,
membuat peta catatan

kerja dan belajar yang sangat baik untuk

keperluan presentasi
3. Membantu untuk mendiagnosis apa yang telah diketahui oleh siswa
dalam bentuk struktur yang mereka bangun seperti menjadi bagan atau
gambar yang sesuai
4. Membantu untuk mengetahuiadanya miskonsepsi pada siswa, contohnya
ketika ujian berlangsung akan terlihat jawaban siswa yang benar-benar
memahamu materi dengan yang tidak
5. Membantu untuk mengetahui kesalahan konsep yang diterima siswa
sebagai dasar untuk pembelajaran selanjutnya sehingga akhirnya efektif
untuk memperbaiki kesalahan konsep yang diterima siswa
6. Membantu untuk mengecek pemahaman siswa akan konsep yang
dipelajari, dimana bagan/gambar yang dibuat oleh siswa sudah benar
atau masih salah
7. Membantu untuk merencanakan intruksional pembelajaran, evaluasi dan
untuk mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa
Game Puzzle adalah sejenis permainan yang bertujuan memasangkan potongan
gambar yang satu dengan potongan gambar yang lainnya sehingga membentuk
gambar yang sempurna. Cahyo (2012:2) mengemukakan bahwa:Media puzzle
merupakan media yang disajikan salah satu acuan bagi pengajar sebagai variasi
dalam proses mengajar. Purwantoko, Sutikno dan Susilo (2010:125)
menjelaskan bahwa pembelajaran menggunakan media puzzle dilakukan melalui
kegiatan diskusi kelompok yang diterapkan kepada siswa untuk membahas suatu
permasalahan. Hal tersebut dilakukan agar siswa lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
Puzzle dibagi menjadi beberapa bentuk, diantaranya:16

1. Puzzle konstruksi merupakan kumpulan potongan-potongan yang


terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa model.
2. Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika sederhana
namun memerlukan pemikiran kritis dan dimainkan dengan cara
membuat bentuk sesuai yang kita inginkan ataupun menyusun gambar.
3. Puzzle lantai yaitu puzzle yang terbuat dari bahan sponge (karet/busa)
sehingga baik untuk alas bermain anak-anak di atas lantai.
4. Puzzle angka yaitu sejenis bongkar pasang yang bermanfaat untuk
mengenalkan angka. Selain itu anak dapat melatih kemampuan berpikir
logisnya dengan menyusun angka sesuai urutannya.
5. Puzzle transportasi yaitu merupakan bongkar pasang yang memiliki
gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara.
6. Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat mengembangkan
keterampilan serta anak berlatih untuk memecahkan masalah sehingga
membentuk suatu gambar yang utuh.
7. Puzzle geometri merupakan puzzle yang dapat mengembangkan
keterampilan anak untuk mengenali bentuk geometri (segitiga, lingkaran,
persegi, persegi panjang dan lain-lain).
8. Puzzle penjumlahan dan pengurangan merupakan puzzle yang dapat
mengembangkan kemampuan logika matematika anak. Dengan puzzle
penjumlahan dan pengurangan anak memasangkan kepingan puzzle
sesuai dengan gambar pasangannya
Media puzzle yang digunakan dalam penelitian ini yaitu puzzle
konstruksi karena puzzle konstruksi merupakan kumpulan potongan-potongan
yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi sebuah model yang
berbentuk 3 dimensi. Terkait materi yang akan diteliti yaitu tentang struktur sel,
diharapkan siswa dapat merangkai dan memasang bagian-bagian puzzle yang
terpisah pada puzzle model struktur sel. Media puzzle ini dipilih sebagai media
pembelajaran karena media sekaligus dapat di gunakan untuk permainan oleh
siswa.

Dalam pembelajaran, siswa tidak hanya mampu mengkonsep

pemahaman kognitifnya saja, tetapi mereka dapat memperoleh sikap yang baik
saat belajar dan keterampilan dalam menyusun potongan puzzle tersebut.
Media puzzle merupakan media pembelajaran visual berkarakteristik
benda model tiruan yang dapat memotivasi siswa dan memperkuat daya ingat
serta melatih logika mereka dalam berfikir kraetif. Dengan menggunakan media
puzzle dalam pembelajaran, siswa dilatih mengembangkan kemampuan

berfikirnya untuk menggabungkan potongan-potongan puzzle tersebut. Puzzle


yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu puzzle konstruksi.
Puzzle konstruksi berbentuk benda asli yang telah dimodifikasi atau
biasanya yang disebut dengan miniatur. Miniatur adalah suatu model hasil
penyederhanaan suatu realitas tetapi tidak menunjukkan aktivitas atau suatu
proses.18 Miniatur ini dapat menjelaskan kepada siswa mengenai suatu objek
yang sedang dipelajari secara konkret atau tiga dimensi. Benda konkret berupa
media puzzle yang akan digunakan dalam penelitian ini terbentuk dari tiruan
dari struktur sel. Puzzle tersebut terdiri potongan-potongan bagian-bagian dari
sel.
Media yang digunakan dalam proses pembelajaran dibuat dengan
semenarik mungkin agar siswa menjadi tertarik dengan pembelajaran tersebut.
Benda tiga dimensi yang akan difungsikan sebagai media pembelajaran dibawa
langsung ke dalam kelas sesuai dengan fungsinya yaitu media puzzle 3 dimensi
sebagai media pada pembelajaran struktur sel. Selain kreatifitas guru dalam
menggunakan media, pertimbangan instruksional juga menjadi salah satu faktor
yang menentukan. Dalam hal ini guru dituntut berperan aktif untuk mampu
menjelaskan organel-organel yang ada pada sel.
2.3 Struktur Sel
Dalam pembelajaran materi organisasi kehidupan merupakan salah satu
materi dasar yang diajarkan di kelas VII pada semester gasal. Dalam materi ini
dalam salah satu sub banya membahas tentang struktur sel yang didalamnya
dijelaskan tentang bagian-bagian dari sel serta fungsi dari organel-organel sel.
Diharapkan pada materi ini siswa dapat memenuhi kompetensi dasar yaitu
mengidentifikasi organel sel tumbuhan dan hewan.
2.4 Pemahaman Konsep
Pemahaman merupakan kemampuan kognitif tingkat rendah yang
setingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Kemampuan yang dimiliki peserta didik
pada tingkat ini adalah kemampuan memperoleh makna dari materi pelajaran
yang telah dipelajari (Nana Sudjana, 2011: 22-23). Siswa dituntut memahami
atau mengerti apa yangdiajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan
dan dapat memanfaatkan isinya. Beberapa kategori peserta didik dianggap
paham terhadap suatu materi pembelajaran misalnya peserta didik dapat

menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca dan


didengar dan juga peserta didik dapat memberi contoh lain dari apa yang telah
dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain (Nana
Sudjana, 2011: 24).
Bloom membedakan pemahaman menjadi tiga kategori. Tingkat terendah
adalah pemahaman translasi (kemampuan menerjemahkan), mulai dari
terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya menerapkan prinsip-prinsip
dan konsep-konsep teori ke dalam praktik. Tingkat kedua adalah pemahaman
interpretasi (kemampuan menafsirkan), yakni menghubungkan bagian-bagian
terdahulu dengan yang diketahui berikutnya. Pemahaman tingkat ketiga atau
tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi (kemampuan meramalkan),
dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis,
dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi
dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya (Nana Sudjana, 2011:
24).
Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang
dikemukakan oleh Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012: 44) mengemukakan
bahwa : Pemahaman yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup
kemampuan untuk menangkap makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang
dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah
data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain. Pemahaman
konsep didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh konsep dari suatu materi.
Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang
diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan untuk menghubungkan dengan hal-hal
yang lain (Rifai, 2012:70). Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono
(2009:27) pemahaman yaitu mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemahaman
konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu
memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan, memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
dengan menggunakan kata-kata sendiri, mampu menyatakan ulang suatu konsep,

mampu mengklasifikasikan suatu objek dan mampu mengungkapkan suatu


materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami. Penilaian terhadap
pemahaman konsep seperti diatur pada peraturan Dirjen Dikdasmen nomor
506/C/PP/2004 tanggal 11 Nopember 2004 tentang penilaian perkembangan
anak didik Sekolah Menengah Pertama mencakup fakta, konsep, prinsip dan
skill.
Suatu konsep dapat dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi.
Namun beberapa konsep yang merupakan pengetahuan dasar dapat dipahami
secara alami(tanpa didefinisikan). Cara individu memperoleh konsep-konsep
yakni dengan cara formasi konsep dan asimilasi konsep. Pendekatan konsep
dengan cara formasi konsep diperoleh dari belajar konsep konkret karena
pengalaman. Pengalaman konsep terjadi karena proses belajar penemuan dan
mengikuti pola contoh. Cara asimilasi konsep diperoleh dari individu yang
mengalami pembelajaran dalam pendidikan (sekolah). Perolehan konsep ini
terjadi karena proses belajar kajian dan konsep sebagai aturan. Tingkat
pencapaian

konsep

tergantung

pada

kekompleksan

konsep

dan

taraf

perkembangan kognitif siswa. Selamet (2013) mengatakan beberapa keuntungan


yang diperoleh dari belajar konsep yaitu :
a) Mengurangi beban berat memori karena kemampuan manusia dalam
mengategorisasikan beberapa stimulus terbatas.
b) Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir.
c) Konsep-konsep merupakan dasar-dasar proses mental yang lebih tinggi.
d) Konsep-konsep diperlukan untuk memecahkan masalah
Untuk mengetahui

sejauh mana pemahaman konsep, Sanjaya(2009)

mengatakan terdapat beberapa indikator dalam pemahaman konsep siswa yaitu :


a) Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya
b) Mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta
mengetahui perbedaan
c) Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau
d)
e)
f)
g)

tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut


Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur
Mampu menberikan contoh dan kontra dari konsep yang dipelajari
Mampu menerapkan konsep secara algoritma
Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.

2.5 Berpikir Kreatif

Berpikir asal katanya adalah pikir. Menurut Kamus Besar Bahasa


Indonesia , pikir berarti akal budi, ingatan, angan-angan, pendapat atau
pertimbangan.

Berpikir

artinya

menggunakan

akal

budi

untuk

mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, serta menimbang-nimbang dalam


ingatan. Sedangkan para ahli psikologi kognitif memandang berpikir merupakan
kegiatan memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Berpikir
dianggap sebagai proses penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik
informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam memori
jangka panjang. Maka dari itu, berpikir diartikan sebagai sebuah representasi
simbol dari beberapa peristiwa atau item . Jika dikaitkan dengan pemecahan
masalah, berpikir merupakan sebuah proses mental yang melibatkan beberapa
manipulasi pengetahuan seperti menghubungkan pengertian yang satu dengan
pengertian lainnya dalam sistem kognitif yang diarahkan untuk menghasilkan
solusi dalam memecahkan masalah.
Berpikir kreatif diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan
seseorang untuk membangun ide atau gagasan baru (Ruggiero dan Evans dalam
Siswono) . Dalam berpikir kreatif tersebut, kedua belahan otak digunakan
bersama-sama secara optimal. Pehkonen (1997) menyatakan bahwa berpikir
kreatif sebagai kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang
berdasarkan pada intuisi dalam kesadaran. Oleh karena itu, berpikir kreatif
melibatkan logika dan intuisi secara bersama-sama. Secara khusus dapat
dikatakan berpikir kreatif sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir
logis dan berpikir divergen guna menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang
baru tersebut merupakan salah satu indikasi berpikir kreatif dalam IPA,
sedangkan indikasi yang lain berkaitan dengan berpikir logis dan berpikir
divergen. Sejalan dengan hal tersebut, Krulik dan Rudnik menyebutkan bahwa
berpikir kreatif merupakan salah tingkat tertinggi seseorang dalam berpikir,
yaitu dimulai ingatan (recall), berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis
(critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).
Berpikir yang tingkatnya di atas ingatan (recall) dinamakan penalaran
(reasoning). Sementara berpikir yang tingkatnya di atas berpikir dasar
dinamakan berpikir tingkat tinggi (high order thinking).ide-ide, membangun ide-

ide, merencanakan penerapan ide-ide, dan menerapkan ide-ide tersebut sehingga


menghasilkan sesuatu atau produk yang baru. Produk yang dimaksud adalah
kreativitas (Siswono, 2007). Secara umum, Campbel mendefinisikan kreativitas
sebagai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang bersifat baru (novel), berguna,
dan dapat dimengerti (understandable). Sementara menurut Munandar
kreativitas adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban
terhadap suatu masalah, di mana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan,
dan keberagaman jawaban. Selanjutnya Ali dan Asrori menyatakan bahwa
kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang
sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya
menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan
lingkungannya untuk menghadapi permasalahan dan mencari alternatif
pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen. Dengan kata lain, berbagai
pendapat tersebut menyatakan bahwa kreativitas merupakan suatu produk
kemampuan (berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang
baru dalam menghadapi suatu masalah atau situasi.
Dalam meningkatkan kemampuan kreativitas dalam pemecahan masalah,
Silver(1997) mengindikasikan adanya tiga kriteria, yaitu kefasihan (fluency),
fleksibilitas, dan kebaruan (novelty). Menurut Silver, hubungan Produk
kemampuan berpikir kreatif siswa adalah kreativitas siswa dalam pemecahan
masalah matematika. Kriteria kreativitas pemecahan masalah menurut Silver
(1997) diindikasikan dengan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Kefasihan
dalam

pemecahan

masalah

didasarkan

pada

kemampuan

siswa

memecahkan/menyelesaikan masalah dengan memberi jawaban yang beragam


dan benar.
Beberapa jawaban dikatakan beragam jika jawaban-jawaban yang
diberikan siswa tampak berlainan dan mengikuti pola tertentu. Fleksibilitas
ditunjukkan dengan kemampuan siswa memecahkan/menyelesaikan masalah
dengan berbagai cara yang berbeda. Sementara kebaruan dalam pemecahan
masalah didasarkan pada kemampuan siswa menjawab/menyelesaikan masalah
dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu
jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tingkat pengetahuannya.

Beberapa jawaban tersebut dikatakan berbeda jika jawaban tersebut tampak


berlainan dan tidak mengikuti pola tertentu (Siswono, 2007).
2.6 Kerangka Berpikir
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku baik aspek pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap. Belajar IPA merupakan kegiatan belajar berhubungan
dengan alam dan berkaitan dengan kehidupan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran IPA diperlukan pengetahuan dan pemahaman guru yang baik tentang IPA
sebagai wahana pendidikan sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Untuk itu guru tidak terlepas dari berbagai macam pendekatan,
metode, dan strategi dalam pembelajaran. Selama ini metode pembelajaran yang biasa
digunakan guru adalah metode yang berpusat pada guru, guru mendominasi kegiatan
siswa yang menyebabkan siswa selalu pasif sedangkan guru aktif bahkan segala inisiatif
berasal dari guru, siswa hanya didikte untuk melakukan sesuatu. Hal ini menyebabkan
kurangnya perhatian siswa dalam belajar sehingga siswa kurang memahami atau
menarik kesimpulan dari informasi konsep yang diberikan oleh guru.
Pada pembelajaran IPA dengan menggunakan

metode konvensional

menganggap guru sebagai gudang ilmu dan menempatkan guru sebagi obyek yang aktif
dalam pembelajaran sementara siswa bersikap pasif. Pola pembelajaran yang cenderung
statis dan rutin mengakibatkan siswa mengalami kejenuhan sehingga siswa menjadi
kurang berminat terhadap mata pelajaran IPA yang akhirnya dapat mempengaruhi hasil
belajar. Guru dapat melakukan variasi model pembelajaran salah satunya menggunakan
model pembelajaran Contextual Teach and Learning. Model ini dapat dijadikan
alternatif model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar
dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari hari.
Hasil pembelajaran IPA juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu
pembelajaran yang diciptakan guru. Hal ini berkaitan dengan metode dan teknik yang
diterapkan guru dalam pembelajaran. Berdasarkan penelitian oleh British Audio- Visual
Assiciation

bahwa

pengetahuan

lebih

banyak

diperoleh

melalui

indera

penglihatan/visual sebanyak 75%. Dengan demikian dalam pembelajaran perlu


memanfaatkan media visual. Media puzzle

sebagai media visual mampu menarik

perhatian siswa dan menampilkan informasi dalam bentuk yang lebih sederhana dan
ringkas sehingga memudahkan siswa dalam memahami informasi atau materi pelajaran.
Media puzzle yang digunakan dalam penelitian ini yaitu puzzle konstruksi
berbentuk tiga dimensi karena puzzle konstruksi merupakan kumpulan potonganpotongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi sebuah model yang
berbentuk 3 dimensi.

Terkait materi yang akan diteliti yaitu tentang struktur sel,

diharapkan siswa dapat merangkai dan memasang bagian-bagian puzzle yang terpisah
pada puzzle model struktur sel. Media puzzle ini dipilih sebagai media pembelajaran
karena media sekaligus dapat di gunakan untuk permainan oleh siswa.

Dalam

pembelajaran, siswa tidak hanya mampu mengkonsep pemahaman kognitifnya saja,


tetapi mereka dapat memperoleh sikap yang baik saat belajar dan keterampilan dalam
menyusun potongan puzzle tersebut.
Media puzzle tiga dimensi menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan
dalam meningkatkan hasil belajar siswa tersebut. Puzzle yang sifatnya seperti bongkar
pasangyang dapat memperkuat pemahaman belajar siswa dan menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan menjadikan suasana belajar menjadi tidak
menegangkan. Dengan begitu, diharapkan media puzzle mampu menjadi alternatif
media yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA.
Penggunaan media puzzle tiga dimensi di kelas, dibuat dalam bentuk struktur
sel yang menyerupai aslinya dan dibagikan pada setiap perwakilan kelompok. Potongan
puzzle ini disusun untuk membentuk

suatu model struktur sel , dimana siswa

memasang bagian-bagian sel pada tempatnya. Misalnya adalah letak dari mitondria,
badan golgi, nukleus, retikulum endoplasma kasar dan halus dan lain sebagainya. Selain
memasang potongan-potongan puzzle tersebut siswa juga harus menyebutkan fungsi
dari setiap sel yang sudah dipasang dan menjawabnya dalam lembar kerja siswa yang
sudah disediakan oleh guru. Dengan demikian siswa diarahkan sampai pada suatu
konsep sains melalui sebuah model struktur sel.

Melalui media puzzle diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami dan
menyelesaikan soal-soal. Diharapkan juga dengan media puzzle dapat merangsang
kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, memotivasi serta
menimbulkan minat siswa dalam belajar IPA, sehingga akan tercipta proses belajar yang
efektif, efisien serta menyenangkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar
IPA yang baik.

BAB III
Metodologi Penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1 Jepara pada yang akan dilaksanakan


selama bulan April 2017 berdasarkan jam mata pelajaran IPA pada semester ganjil
tahun ajaran 2016/2017.
B. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti yaitu jenis penelitian eksperimen
semu (Quasi Eksperimental). Rancangan penelitian menggunakan desain Post-test
Only Non Equivalen Control Group Design. Sekolah yang dijadikan sebagai lokasi
penelitian yaitu SMP Negeri 1 Jepara dengan objek penelitian ini adalah model
CTL (contextual teaching and learning) berbantuan media pembelajaran puzzle tiga
dimensi dan hasil belajar IPA. Sedangkan subjek sasaran kegiatan adalah siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Jepara pada semester I tahun pelajaran 2016/2017 yang
jumlah siswanya sebanyak 210 orang.
Penelitian ini yang menjadi populasi target penelitian adalah seluruh siswa kelas
VII SMP Negeri 1 Jepara tahun ajaran 2016/2017 dengan jumlah kelas sebanyak 6
kelas. Keenam kelas tersebut terdapat satu kelas unggulan yakni VII A sehingga
tidak dilibatkan dalam penelitian ini, karena dilihat dari kemampuan belajarnya
tergolong sudah tinggi. Sedangkan kelas VII B, VII C, VII D, VII E dan VII F
didistribusikan pada kelas-kelas yang setara secara akademik. Pengambilan sampel
penelitian dari populasi penelitian dilakukan dengan teknik purposive random
sampling. Diperoleh sampel penelitian kelas VII E (kelompok eksperimen) dan VII
F (kelompok kontrol) sebanyak 70 siswa. Pada penelitian ini melibatkan beberapa
variabel yang dapat dikelompokkan sebagai berikut 1) variabel bebas adalah model
CTL (contextual teaching and learning) berbantuan media pembelajaran Puzzle tiga
dimensi , dan 2) variabel terikat adalah hasil IPA siswa.
Penelitian ini mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut 1) persiapan
eksperimen, 2) pelaksanaan eksperimen, dan 3) tahap akhir eksperimen. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data implementasi model CTL (contextual
teaching and learning) berbantuan media puzzle tiga dimensi dalam pembelajaran
IPA diperoleh melalui lembar observasi pada siswa kelas VII E Sementara itu, data
hasil belajar IPA diperoleh setelah pembelajaran berlangsung dikumpulkan melalui
post-test dengan bentuk test hasil belajar geografi pada siswa kelas VII E dan VII F
SMP Negeri 1 Jepara . Syarat tes yang baik memiliki: validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, dan daya pembeda. Data penelitian hasil belajar IPA siswa
dideskripsikan berdasarkan kelompoknya masing-masing, selanjutnya dicari Standar

Deviasi (SD), Harga Rerata (Mean), Modus (Mo) dan Median (Me) setiap variabel
yang diteliti. Teknik analisis yang digunakan adalah ANAVA satu jalur. Sebelum
melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yang
meliputi uji normalitas data dan uji homogenitas data.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti baik berupa orang,
benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi. Populasi dalam penelitian ini
adalah SMP Negeri 1 Jepara tahun ajaran 2016/2017.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki. Dapat juga
dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk kecil. Kelas sampel
diambil dengan teknik penarikan sampel aksidental sebanyak dua kelas yaitu
Kelas VA dan VB. Kelas VA dijadikan kelas kontrol dan Kelas VB dijadikan
kelas eksperimen. Teknik yang dilakukan adalah teknik acak sederhana yaitu
jika populasi dari suatu penelitian homogen dan tidak terlalu banyak
jumlahnya.3
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Data penelitian diambil dari data hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh dari dokumentasi, observasi dan
tes dengan skor formatif pada pokok bahasan bangun ruang, dimana observasi
dan tes yang dikerjakan pada kedua kelas tersebut sama.

2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian dapat ditentukan:
a. Variabel bebas (X) : Media Puzzle
b. Variabel terikat (Y) : Hasil Belajar IPA siswa
3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar
matematika siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Tes
hasil belajar aspek kognitif yaitu tes yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana siswa menguasai materi yang diberikan. Tes yang diberikan berupa tes
tertulis. Sedangkan tes hasil belajar aspek psikomotorik yaitu observasi terhadap
keterampilan siswa dalam menggunakan media pembelajaran. Dan tes hasil

belajar aspek afektif yaitu observasi terhadap sikap siswa selama pembelajaran.
Tes ini terlebih dahulu diuji cobakan di kelas VI untuk diketahui validitas dan
reliabilitasnya.
a. Uji Validitas Instrumen Tes
Validitas adalah ketepatan suatu alat ukur hasil belajar, sejauh mana tes
hasil belajar sebagai alat ukur hasil belajar peserta didik(Sudaryono.2014). Tes
dibuat valid apabila tes tersebut benar-benar dapat mengungkap aspek yang
diselidiki secara tepat, dengan kata lain harus memiliki tingkat ketepatan yang
tinggi dalam mengungkap aspek yang hendak diukur. Pengujian validitas
dilakukan menggunakan Product Moment. Yang dihitung dengan menggunakan
software excel. Adapun rumus uji validitas
yaitu:
N XY ( X ) ( Y )
rxy=
2
2
{ N x ( X ) |}
Keterangan:
r XY = koefisien antara variabel X dan variabel Y
n
X
Y
rtabel

= banyak siswa
= skor item
= skor total
= r ( , dk ) =r ( , n2 )

Untuk menentukan kriteria uji instrumen, jika:


a) rhitung rtabel maka butir item tidak valid
b) rhitung > rtabel maka butir item valid
Berdasarkan uji coba soal yang telah dilaksanakan dengan n = 40. Taraf
signifikan 5% diperoleh rtabel = 0,32, jadi item soal dikatakan valid jika rhitung
> 0,32. Pada pengujian yang terdiri dari 10 butir soal essai, semua soal dalam
kategori valid karena rhitung > 0,32.
b. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah ketelitian suatu alat ukur atau instrumen.(Arifin 2011 )
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen
tersebut baik. Karena tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk essai,
maka untuk menguji reliabilitas soal tes menggunakan Cronbach Alfa, yang

dihitung dengan menggunakan software excel. Adapau rumus uji reliabilitas


yaitu:
r 11

n
)
n1

12
2

Keterangan
r 11
= reliabilitas yang dicari
n

= banyaknya butir pertanyaan (soal)

= jumlah varians skor tiap-tiap item


= varians total
Tabel 3.2
Kriteria Klasifikasi Reliabilitas
0,8<

r 11

1,0

Sangat Baik

0,6 <

r 11

0,8

Baik

0, 4<

r 11

0,6

Cukup

0,2 <

r 11

0,4

Rendah

0,0 <

r 11

0,2

Sangat Rendah

Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas diperoleh nilai r11 = 0,61.


Dan berdasarkan kriteria klasifikasi reliabilitas nilai r11 = 0,61 berada diantara
kisaran 0,6 < r11 0,8 maka dari 10 soal yang valid memiliki derajat realibilitas
baik.
C. .Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal
Uji tingkat kesukaran butir soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu
soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk
indeks.6 Taraf sukar butir ini bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai
dengan kriteria perangkat soal yang haruskan untuk mengukur tingkat kesukaran.
Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan rumus indeks
kesukaran sebagai berikut:

SA+ SB
TK = N x skor max
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
SA = jumlah skor kelompok atas
SB = jumlah skor kelompok bawah
N = jumlah siswa kelompok bawah dan kelompok atas
Tabel 3.3
Kreterian Taraf Kesukaran
P 0.0
0,0 < IK 0,3
0,3 < IK 0,7
0,7 < IK 1.0

Sangat Sukar
Sukar
Sedang
Mudah

Berdasarkan hasil perhitungan taraf kesukaran dari 10 soal yang valid


nomor 2 memiliki taraf kesukaran soal sukar. Nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10
memiliki taraf kesukaran soal sedang.

d. Uji Daya Pembeda


Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang berkemampuan
rendah.7 Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda adalah:

BA
BB
DP = J A - J B

P A P B

Keterangan:
DP = Daya pembeda butir soal
BA = Jumlah jawaban benar kelompok atas
BB = Jumlah jawaban benar kelompok bawah
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyak peserta kelompok bawah
Tabel 3.4
Kriteria Klasifikasi Daya Pembeda
DP 0,0
0,0 < DP 0,2
0,2 < DP 0,4

Sangat Jelek
Jelek
Cukup

0,4 < DP 0,7


0,7 < DP 1,0

Baik
Sangat Baik

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda dari 10 soal yang valid


diklasifikasikan daya pembeda untuk soal nomor 2 termasuk dalam kategori baik, soal
nomor 8 dan 9 dalam kategori cukup. Dan soal nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, dan 10 termasuk
dalam kategori jelek. Soal yang termasuk dalam kategori jelek tetap digunakan karena
soal tersebut termasuk pada kategori soal valid. Butir soal yang termasuk kategori jelek
hanya saja tidak dapat membedakan kemampuan peserta tes yang menguasai materi
(siswa berkemampuan tinggi) dan peserta tes yang tidak menguasai materi (siswa
berkemampuan rendah).8 Selain itu, narasi soal cukup menyulitkan siswa dalam
memahami dan menjawabnya.
Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran
dari tiap butir soal. Dapat dibuat rekapitulasi analisis butir soal sebagai berikut:
diperoleh 7 butir soal dengan daya beda jelek, 2 butir soal dengan daya beda cukup, dan
1 butir soal dengan daya beda baik. Dari 10 soal yang telah diuji coba diperoleh seluruh
soal valid, dengan reliabilitas 0,61. Meskipun sebagian soal termasuk dalam kategori
jelek tetapi peneliti menggunakan seluruh soal karena seluruh soal tersebut termasuk
dalam kategori valid.
Adapun rekapitulasi hasil uji validitas, uji reliabilitas, tingkat kesukara dan daya
beda dari 10 butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5
Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Validitas

Tingkat

Daya

Kesimpulan

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Kesukaran
Sedang
sukar
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

Pembeda
Jelek
Baik
Jelek
Jelek
Jelek
Jelek
Jelek
Cukup
Cukup
Jelek

Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai

E. Teknik Analisis Data


1. Data Kuantitatif
a. Uji Prasyarat Analisis
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data menggunakan metode
Kolmogorov-Smirnov. Syarat suatu data dikatakan berdistribusi normal jika
signifikansi atau nilai = 0,05.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara
dua keadaan populasi. Hipotesis :
H 0 : sampel berasal dari populasi yang variannya tidak homogen
H 1 : sampel berasal dari populasi yang variannya homogen
Jika kedua sample tidak berasal dari varian yang homogen, maka
perhitungan dilanjutkan dengan uji non parametrik.
b. Uji Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis penelitian dapat dilakukan apabila dua persyaratan
tersebut telah terpenuhi, yaitu data berdistribusi normal dan homogen, maka
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus t
dengan taraf signifikansi =0,05
Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah:
Terima
Tolak

H0
H0

apabila
apabila

t hitung t tabel
t hitun t tabel

Jika dalam perhitungan uji normalitas diperoleh kedua kelompok tidak


berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka peenelitian langsung
kepada uji hipotesis dan pengujian hipotesis menggunakan uji non parametrik.
Adapun uji non parametrik yang akan digunakan adalah Uji Mann-Whitney atau
Uji-U untuk menetapkan perbedaan antara dua kelompok independen dengan
taraf signifikan =0,05 atau =0,025
Adapun kriteria pengujian untuk uji u ini adalah:
a) Jika U
b) Jika U >

U Kriteria
U Kriteria

, maka tolak

H0

, maka terima

H0

2. Data Kualitatif
a. Observasi
Data hasil observasi disajikan dalam bentuk tabel kemudian diberikan nilai
dengan skala Thurson, karena skala ini merupakan suatu instrumen yang jawabannya
menunjukkan tingkatan.10 Rubrik penilaian dan kisi-kisi instrument terdapat pada
lampiran 4 dan 5. Setelah itu data dianalisis menggunakan nilai presentase. Rumus
presentase yang digunakan adalah:

f
F= N x 100%
Keterangan :
F = angka presentase
f = frekuensi yang akan dicari presentasenya
N = Jumlah siswa
Dari data tersebut dapat dilihat kriteria penilaian menurut Sudaryono11 yang
dimodifikasi dari jurnal sebagai berikut:

Skor Penilaian

Tabel 3.6
Penilaian Psikomotorik dan Afektif
Psikomotorik dan Afektif

16 - 20
11 - 15
6 - 10
0-5

BK
MB
MT
TB

Kategori Penilaian Kriteria


Penilaian
Berkembang Konsisten
Mulai Berkembang
Mulai Tampak
Tidak Berkembang

F. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut:
H1 : H1 < H0
H0 : H1 > H0
Keterangan:
H0 : Hipotesis Nol
Ha : Hipotesis Alternatif
1: Rata-rata hasil belajar yang menggunakan media puzzle
2: Rata-rata hasil belajar yang menggunakan media karton

Setelah ini uhitung dihitung kemudian ditarik kesimpulan dengan


menetapkan derajat kebebasannya. Jika uhitung < maka H0 ditolak, jika
uhitung > maka H0 diterima. Secara deskriptif, hipotesis H0: Hasil belajar
kelas eksperimen lebih kecil dari kelas kontrol.H1 : Hasil belajar kelas
eksperimen lebih besar dari kelas kontrol.
Daftar Pustaka
Ahsan Akhtar., Akbar. 2014. Use of Media for Effective Instruction its Importance:
Some Consideration. Journal of Elementary Education. 18 ( 1-2) : 35-40.
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Rosdakarya
Arsyad, Azhar 2011. Media Pembelajaran cetakan ke-15. Jakarta: Rajawali Pers
Cahyo, Dwi Ungki. 2012. Penerapan Media Puzzle Picture Pada Kemampuan Berbicara
siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Tumpang. Jurnal pendidikan (online).
Jurnal
online.um.ac.id,
Tersedia
di
http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/sastra-jerman/article/view/21993 [diakses 15 April
2016).
Churchill, R., Ferguson, P. (2011). Teaching: Making a difference. Milton, QLD: John
Wiley & Sons
Diah. 2014 .Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Media Puzzle
dalam Materi Bangun Ruang Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Di
SD.Skripsi. Jakarta. UIN SYARIF HIDAYATULLAH . Tersedia di
http://docplayer.info/150686-Penggunaan-media-tiga-dimensi-untukmeningkatkan-hasil-belajar-matematika-siswa.html [diakses 5 mei 2106]
Hammond, J. 2012. Intellectual challenge and ESL students: Implications of quality
teaching initiatives. Australian Journal of Language and Literacy, 31 (2):128
154.
Mudjiono, Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Nana Sudjana. 2010. Media Pengajaran. Sinar Baru Algensindo: Bandung
Pisa 2012. Program for International Students Assesment.Tersedia di
http://nces.ed.gov/surveys/pisa/pisa2012/pisa2012highlights_4.asp. Diakses [ 23
April 2106]
Pratiwi, Anita Setianingsih. 2014. Keefektifan Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And
Learning) Berbasis Karakter Terhadap Hasil Belajar Tematik Terintegrasi Kelas IV SD
Negeri Tegalsari 02 Semarang. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri semarang

Pehkonen, Erkki. 1997. The State of Art in Mathematical Creativity. Electronic Journal
Education online. 29(3)Tersedia di
http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm. Electronic Edition ISSN 1615679X, [diakses 10 Mei 2016]

Pujiwati, Neni. 2008. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam
Pembelajaran Berpidato (Suatu Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri I
Kalimanah-Purbalingga). Tesis.Surakarta. Universitas Negeri Sebelas Maret
.

Purwantoko, Sutikno dan Susilo. 2010. Efektifitas Pembelajaran Dengan menggunakan


Media Puzzle Terhadap Pemahaman Ipa Pokok Bahasan kalor Pada Sisaw SMP.
Jurnal Pendidikan Fisika tersedia di
kim.ung.ac.id/index.php/KIMFMIPA/article/download/3607/3583 [ diakses 20
April 2015]
Rifai, A. 2012 .Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Prenada:Jakarta
Sawidji, Djoko. 2008. Penggunaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Ips Geografi Pada Siswa
Kelas VIIC SMP Negeri 1 Mojosongo Boyolali Tahun Pembelajaran 2007/2008. Tesis.
Surakarta. Universitas Surakarta.

Silver, Edward A.1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical


Problem Solving and Thinking in Problem.29(3) Tersedia di
http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm Electronic Edition ISSN 1615679X [diakses 11 Mei 2016].
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2012. Pembelajaran Matematika Humanistik yang
Mengembangkan Kreativitas Siswa. Makalah disampaikan pada Seminar
Nasional Pendidikan Matematika yang Memanusiakan Manusia di Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2007. Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan
Masalah Matematika. Ringkasan disertasi tersedia
http://suaraguru.wordpress.com [diakses 10 Mei 2016].
Siti.2015. Pengaruh Pendekatan Contextual Teach Learning (CTL) terhadap Motivasi dan
Hasil Blajara Siswa Kelas VII MTs Negeri Yogyakarta . Skripsi.Yogyakarta. UIN
Hidayatullah tersedia di http://digilib.uin-suka.ac.id/19938/1/11680023_BAB-I_IVatau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf. [diakses 7 mei 2016]

Slamet, K. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual REACT terhadap


Pemahaman Konsep Fisika dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VIII
SMP. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi IPA, 3. Tersedia di
http://www.google.com/pasca.undiksha.ac.id/e-journal/. Diakses pada tanggal 23
April 2015
Sudaryono. 2013. Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Sudaryono2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Graha Ilmu,

Anda mungkin juga menyukai