Oleh : Oleh :
Direktur Konservasi Kawasan Kepala Balai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung
Disahkan di : Jakarta
Pada Tanggal :
Oleh :
Direktur Jenderal PHKA
Departemen Kehutanan
Ir. Darori, MM
NIP. 080049355
Rencana Pengelolaan
Ringkasan Eksekutif
Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah menetapkan
beberapa bagian dari kawasan hutan sebagai kawasan konservasi. Kawasan
konservasi sendiri, berdasarkan fungsi pokoknya dibagi menjadi kawasan suaka
alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman
nasional, taman wisata alam dan taman hutan raya) serta taman buru.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung seluas ± 43.750 Ha yang
terletak di wilayah administratif Kabupaten Maros dan Pangkep Provinsi Sulawesi
Selatan ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. Sebelum berubah
fungsi menjadi taman nasional, kawasan ini berfungsi sebagai cagar alam seluas
± 10.282,65 Ha, taman wisata alam seluas ± 1.624,25 Ha, hutan lindung seluas ±
21.343,10 Ha, hutan produksi tetap seluas ± 10.355 Ha serta hutan produksi
terbatas seluas ± 145 Ha. Alih fungsi kawasan-kawasan tersebut menjadi taman
nasional didasarkan atas pertimbangan bahwa : kawasan tersebut merupakan
ekosistem karst yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan jenis-
jenis flora dan fauna endemik, unik dan langka; keunikan fenomena alam yang
khas dan indah; serta ditujukan untuk perlindungan sistem tata air.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan segala potensi,
keunikan dan permasalahannya perlu dikelola sesuai kaidah-kaidah yang telah
ditetapkan. Agar pengelolaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien,
maka tujuan, sasaran dan langkah-langkah implementasi pencapaiannya harus
dirumuskan terlebih dahulu sehingga dapat menjadi pedoman dan arahan dalam
pengelolaan jangka panjang.
Rencana pengelolaan jangka panjang Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung merupakan pedoman dan arahan pengelolaan dalam kurun waktu
20 tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan 2027. Rencana pengelolaan
ini bersifat komprehensif dan indikatif dengan tahapan pelaksanaannya yang
dikelompokkan kedalam rencana karya lima tahunan (RKL) I, II, III dan IV,
berdasarkan skala prioritas dan urutan kegiatan. Tahapan pelaksanaan kegiatan
untuk pencapaian tujuan dan sasaran pengelolaan juga dirumuskan dengan
mempertimbangkan potensi kawasan, kondisi ekosistem, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan beserta permasalahannya,
serta prediksi kondisi di masa yang akan datang.
Rencana pengelolaan ini menguraikan kondisi biofisik kawasan, sosial
ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan, kondisi
pengelolaan saat ini, permasalahan-permasalahan yang dihadapi, kebijakan
pemerintah yang terkait dengan pengelolaan taman nasional (baik di tingkat
regional maupun nasional), visi dan misi pengelolaan, hasil-hasil analisa dan
proyeksi, serta rencana kegiatan pengelolaan yang akan dilaksanakan dalam
kurun waktu 20 tahun ke depan.
Berdasarkan hasil-hasil evaluasi dan analisa lebih lanjut atas data dan
informasi serta kondisi faktual dan permasalahan pengelolaan kawasan secara
menyeluruh, maka disusunlah rancangan kegiatan pengelolaan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung secara makro dan indikatif yang memuat seluruh
aspek pengelolaan menuju taman nasional yang mandiri, mantap, lestari, serasi
dan harmonis bersama para stakeholder terkait. Aspek-aspek pengelolaan yang
termuat di dalam rencana pengelolaan jangka panjang ini terdiri dari upaya
pemantapan kawasan, pemantapan perencanaan pengelolaan, pengembangan
sarana dan prasarana pengelolaan, pengembangan pengelolaan data dan
informasi, pengelolaan potensi kawasan, upaya perlindungan dan pengamanan
kawasan, pengembangan pengelolaan kegiatan penelitian dan pendidikan,
pengelolaan wisata alam dan pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan,
upaya pengembangan dan pemantapan koordinasi, integrasi dan kolaborasi,
upaya pengembangan dan pembinaan daerah penyangga kawasan, upaya
restorasi, rehabilitasi dan reklamasi ekosistem, serta upaya-upaya monitoring
dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan.
Tim Penyusun
Tim Pelaksana :
Iskandar, S.Hut Hariady Siswantoro, S.Si
Siti Maryam, S.Pi Erna Ristyanti, SP
Suci A. Handayani, S.Hut Ida Parida, S.Hut
Yopi Bali, S.TP Mahdi, S.Hut
Iqbal A. Rasjid, S.Pt Nur Buana, S.Hut
Chaeril, S.Hut Sahruddin, S.Hut
Tahari, S.Hut Rusman Mulyadi
Usman, S.Hut Saiful Bachri
Safiuddin, S.Hut Samsuriati Ahmad
Muh. Nur Hidayat Alamsyah
Muh. Yunus
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada kami semua sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008 – 2027.
Penyusunan rencana pengelolaan ini memerlukan proses yang cukup panjang
dengan tidak sedikit sumber daya yang dicurahkan dalam pelaksanaannya. Sejak
pertengahan tahun 2006 telah dilakukan pengumpulan data dan informasi primer dan
sekunder serta penyusunan draft rencana pengelolaan ini. Pada tahun 2007, dilakukan
penyempurnaan-penyempurnaan dengan memanfaatkan data dan informasi terbaru,
hasil-hasil kajian di lingkup internal dan eksternal Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, serta hasil-hasil konsultasi publik yang diadakan pada berbagai tingkatan
(kalangan masyarakat dan birokrasi di tingkat kabupaten dan provinsi). Pada tahun 2008,
draft rencana pengelolaan jangka panjang ini kemudian kembali dicermati dan
disempurnakan karena banyaknya data dan informasi yang perlu diperbaharui serta
dengan memperhatikan perubahan kebijakan-kebijakan pembangunan, baik di tingkat
nasional maupun di tingkat regional.
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Periode 2008 – 2027 disusun berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor :
59/Kpts/DJ-VI/1993 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman
Nasional dan Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor : 129/Kpts/DJ-VI/1996 tentang
Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan
Hutan Lindung. Dalam perjalanannya, muatan dari rencana pengelolaan ini kemudian
disempurnakan dengan berpedoman pada draft Peraturan Menteri Kehutanan tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam.
Kami sangat mengharapkan rencana pengelolaan ini dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien, serta diperoleh hasil dan manfaat yang optimal. Kepada seluruh pihak
yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan rencana
pengelolaan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas kerja
kerasnya selama ini. Akhir kata, semoga rencana pengelolaan ini dapat bermanfaat.
Darsono
NIP. 710007319
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif........................................................................................................ i
Tim Penyusun ................................................................................................................. iii
Kata Pengantar ............................................................................................................... iv
Daftar Isi .......................................................................................................................... v
Daftar Tabel .................................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan............................................................................................ 3
C. Ruang Lingkup ................................................................................................... 4
D. Batasan Pengertian............................................................................................ 5
II. DESKRIPSI KAWASAN ........................................................................................... 8
A. Risalah Kawasan ............................................................................................... 8
B. Kondisi Umum Kawasan .................................................................................... 27
C. Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat ......................................................... 43
D. Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Telah Berkembang ............................. 47
E. Kelembagaan Masyarakat ................................................................................. 49
F. Permasalahan Kawasan .................................................................................... 49
III. KEBIJAKAN .............................................................................................................. 53
A. Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional ........................................................... 53
B. Kebijakan Pembangunan Daerah ...................................................................... 86
IV. VISI DAN MISI PENGELOLAAN .............................................................................. 93
A. Visi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung .......................... 93
B. Misi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.......................... 94
V. ANALISA DAN PROYEKSI ...................................................................................... 98
A. Faktor Kekuatan, Kendala, Peluang dan Tantangan......................................... 98
B. Analisa ............................................................................................................... 99
VI. RENCANA KEGIATAN............................................................................................. 102
A. Pemantapan Kawasan ....................................................................................... 102
B. Perencanaan...................................................................................................... 105
C. Pengembangan Sarana dan Prasarana ............................................................ 106
D. Pengelolaan Data dan Informasi........................................................................ 106
E. Pengelolaan Potensi Kawasan .......................................................................... 107
F. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan......................................................... 110
G. Pengelolaan Kegiatan Penelitian dan Pendidikan ............................................. 113
H. Pengelolaan Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan ........................ 114
I. Pengembangan Integrasi, Koordinasi, dan Kolaborasi...................................... 118
J. Pengembangan dan Pembinaan Daerah Penyangga ....................................... 118
K. Restorasi, Rehabilitasi, dan Reklamasi Ekosistem............................................ 121
L. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan .................................................................. 121
VII. PENUTUP................................................................................................................. 133
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 134
LAMPIRAN
Daftar Tabel
Tabel 1 : Kondisi Kependudukan pada Wilayah-wilayah di sekitar Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung Tahun 2006....................................................... 44
Tabel 2 : Kondisi Pendidikan Masyarakat pada Wilayah-wilayah di sekitar Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2006........................................ 45
Tabel 3 : Rencana Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung................................................................................................. 122
A. Latar Belakang
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan
pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Upaya yang dilakukan secara sistematis
ini bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati
serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui:
perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfatan secara lestari sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya. Oleh karenanya, berhasilnya konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran
konservasi, yaitu : (1) menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang
sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan
manusia; (2) menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe
ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan
sumber daya alam hayati bagi kesejahteraannya; dan (3) mengendalikan cara-cara
pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat
sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana,
belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan lahan serta belum berhasilnya
Rencana Pengelolaan
norma-norma yang berlaku, dengan arah, tujuan dan sasaran yang jelas, serta
sedapat mungkin mampu mengakomodir berbagai kepentingan berdasarkan fungsi
pokoknya secara lestari, seimbang dan berkesinambungan. Pengelolaan kawasan
taman nasional diarahkan pada pencapaian multi manfaat kawasan dengan tetap
mengacu para prinsip-prinsip kelestarian.
Pada awal pelaksanaan pengelolaan, telah dilaksanakan evaluasi dan analisa
terhadap kondisi pengelolaan kawasan dengan memanfaatkan data dan informasi
yang semakin faktual. Berdasarkan hasil evaluasi dan analisa tersebut, diperoleh
kesimpulan bahwa kondisi pengelolaan kawasan masih jauh dari kondisi optimal,
bahkan dapat dikategorikan sebagai kawasan yang masih dalam tahap pemantapan
prakondisi. Kondisi kelembagaan pengelola kawasan juga demikian adanya dengan
sekian banyak kelemahan dari segala aspek.
Agar pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat berjalan
pada arah yang benar, mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan secara efektif dan
efisien, serta pencapaian multi manfaat kawasan berdasarkan fungsi pokoknya,
maka diperlukan suatu dokumen perencanaan pengelolaan untuk keperluan jangka
panjang (dalam hal ini untuk keperluan 20 tahun) yang bersifat komprehensif dan
indikatif yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka
menengah, rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis.
Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung disusun sebagai
perangkat lunak pengelolaan kawasan yang menyeluruh serta memperhatikan skala
prioritas dan kebutuhan pengelolaan di masa yang akan datang.
Dokumen perencanaan pengelolaan ini merupakan pedoman dan arahan
pengelolaan kawasan taman nasional dengan berbagai macam potensi di dalamnya
serta potensi sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya, yang sekiranya
berpengaruh terhadap kelestarian kawasan dan sebaliknya. Rencana pengelolaan
taman nasional ini diharapkan dapat mengakomodir dengan baik prinsip-prinsip
keilmuan (baik secara ilmiah maupun teknis) serta nilai-nilai estetika menuju kepada
kemandirian pengelolaan taman nasional,
keseimbangan berbagai komponen di dalamnya, juga Pintu Gerbang Bantimurung
dan manfaat kawasan, baik dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial dan budaya
secara serasi dan seimbang.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
bertujuan untuk memberikan pedoman dan arahan bagi pengelolaan kawasan dan
seluruh potensinya secara komprehensif dan indikatif untuk keperluan jangka
panjang (20 tahun), yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan
jangka menengah, rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis.
C. Ruang Lingkup
Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2008-
2027 memuat :
1. Deskripsi kawasan, yang memuat informasi mengenai :
a. Risalah kawasan, meliputi sejarah kawasan, progres pengukuhan, dan
karakteristik penunjukan kawasan (flag species atau ekosistem);
b. Kondisi umum, meliputi kondisi fisik, dan bioekologi :
- Kondisi fisik kawasan, meliputi letak dan luas kawasan, letak
astronomis/geografis, administratif, uraian batas kawasan, iklim, geologi
dan tanah, topografi dan kelerengan, hidrologi, potensi wisata, sarana
prasarana, dan aksesibilitas;
- Kondisi bioekologi meliputi tipe ekosistem, flora dan fauna;
c. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di dalam/ sekitar kawasan;
d. Praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam yang telah berkembang;
e. Kelembagaan masyarakat yang ada;
f. Permasalahan kawasan.
2. Kebijakan, yang memuat informasi mengenai :
a. Kebijakan pengelolaan kawasan;
b. Kebijakan pembangunan pemerintah kabupaten.
3. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan
4. Analisa dan proyeksi, yang berisi data dan informasi yang diolah dengan
mempertimbangkan berbagai aspek terkait secara komprehensif melalui analisa
SWOT, untuk mendapatkan alternatif kegiatan dalam perencanaan yang dapat
dituangkan berdasarkan prioritas.
5. Rencana kegiatan, yang menguraikan rencana kegiatan jangka panjang yang
dapat dijabarkan dalam rencana pengelolaan jangka menengah dan jangka
pendek, meliputi kegiatan-kegiatan antara lain:
a. Pemantapan kawasan (pengukuhan, pemeliharaan batas, penataan zona/
blok);
b. Penyusunan rencana;
D. Batasan Pengertian
1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah.
5. Hutan/ kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya.
6. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)
yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan
membentuk ekosistem.
7. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam
hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya.
8. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara
unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan
pengaruh mempengaruhi.
9. Tumbuhan alam adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara,
yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
10. Satwa liar adalah semua binatang yang
hidup di darat, dan atau di air, dan atau
di udara yang masih mempunyai sifat-
sifat liar baik yang hidup bebas maupun
yang dipelihara oleh manusia.
11. Habitat adalah lingkungan tempat
Air Terjun Bantimurung tumbuhan atau satwa dapat hidup dan
berkembang secara alami.
12. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
13. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
14. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia.
15. Perencanaan kehutanan adalah proses
Giant Label
penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan
perangkat yang diperlukan dalam pengurusan
hutan secara lestari untuk memberikan
pedoman dan arahan guna menjamin
tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
yang berkeadilan dan berkelanjutan.
16. Sistem perencanaan kehutanan adalah
rangkaian penyusunan, penilaian dan
penetapan jenis-jenis rencana kehutanan yang
menyangkut substansi, mekanisme dan proses, dalam rangka mewujudkan
rencana-rencana kehutanan yang sinergi, utuh dan menyeluruh serta menjadi
acuan bagi pembangunan sektor kehutanan.
Bantimurung
“The Kingdom of Butterfly”
A. Risalah Kawasan
1. Sejarah Kawasan
Alfred Russel Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang
pernah menjelajah Kepulauan Indo-Malaya dari tahun 1856 sampai dengan
1862. Wallace melakukan ekplorasi flora dan fauna di kawasan Bantimurung dari
tanggal 11 Juli 1857 sampai dengan awal Nopember 1857 dan berhasil
mengumpulkan cukup banyak koleksi speciemen di wilayah Maros. Sejak
kembalinya ke Inggris sampai dengan tahun 1886, Wallace menerbitkan delapan
belas dokumen, baik berupa catatan maupun proceeding untuk Linnaean
Zoological and Entomological Societies yang menggambarkan atau
mendeskripsikan koleksi speciemennya. Setelah itu, ia kemudian menuliskan dan
menerbitkan jurnal perjalanan selama enam tahunnya ke Kepulauan Indo-Malaya
yang berjudul “The Malay Archipelago”.
Sejak kembali ke Inggris dan mulai menuliskan laporan-laporan perjalanan
dan koleksi speciemennya sampai dengan terbitnya “The Malay Archipelago”,
sejak saat itu pulalah keanekaragaman hayati kawasan Indo-Malaya terutama
kawasan Sulawesi dan pulau-pulau satelitnya mulai dikenal oleh para naturalis,
ilmuan serta masyarakat di kawasan Eropa bahkan mungkin ke seluruh dunia.
Deskripsi kawasan Karst Maros-Pangkep dan keanekaragaman faunanya
dianggap sudah cukup lengkap pada saat itu, dan Wallace sendiri memberikan
julukan “The Kingdom of Butterfly” untuk kawasan Bantimurung dan sekitarnya.
Rencana Pengelolaan
Begitu terkenalnya “The Malay Archipelago” karangan Wallace, buku ini dicetak
ulang sampai edisi yang kesepuluh pada bulan Oktober 1890 dan masih terus
direproduksi hingga saat ini.
Di masa-masa berikutnya deskripsi Wallace dijadikan acuan untuk
membatasi zona biogeografi di kawasan Indo-Malaya. Zona Oriental di bagian
Barat mencakup daratan Asia dan Kepulauan Sunda Besar yang terdiri dari
Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Madura serta Bali. Papua dan Kepulauan
Aru yang terletak di paparan benua Australia menjadi bagian dari Zona Australia.
Diantara kedua zona tersebut terdapat suatu zona peralihan yang terdiri dari
Sunda Kecil, Sulawesi, Kepulauan Maluku serta Wilayah Kepulauan Philipina.
Kawasan peralihan ini membentuk suatu zona geologis aktif yang sudah
terisolasi untuk sekurang-kurangnya beberapa ratus ribu tahun. Kawasan
peralihan ini disebut zona biogeografi Wallacea karena formasi faunanya yang
berbeda dari kedua zona tadi (Alikodra, 1990). Zona Wallacea merupakan
daerah peralihan yang dibatasi oleh Garis Wallace di sebelah Barat dan Garis
Lydekker di sebelah Timur (Sastrapradja dkk, 1989 dalam Alikodra, 1990).
Deskripsi yang dibuat oleh Wallace tentang kawasan Sulawesi dan pulau-
pulau satelitnya serta garis imaginer yang membatasi zona biogeografis antara
kawasan Oriental dengan kawasan Wallacea kemudian banyak mengundang
para ilmuan dari seluruh dunia datang ke Sulawesi. Para ilmuan tersebut selalu
saja kembali menapaki tempat-tempat yang digambarkan oleh Wallace serta
bagian lain pulau Sulawesi.
Hal lain yang menarik dari kawasan ini adalah bentang alam karst yang
berbangun menara. “The Spectacular Tower Karst”, begitu kemudian orang-
orang memberikan nama pada kawasan karst Maros-Pangkep. Memang berbeda
dengan kebanyakan kawasan The Spectacular Tower Karst
karst di tempat-tempat lain yang
pada umumnya berbentuk
Conicall Hill Karst, karst Maros-
Pangkep berbentuk menara-
menara yang berdiri sendiri
maupun berkelompok membentuk
gugusan pegunungan batu
gamping. Ko (2001) menginformasikan bahwa kawasan Karst Maros-Pangkep
sudah dikenal oleh dunia internasional sejak sebelum perang dunia II. Kawasan
ini antara lain juga dikenal melalui publikasi ahli geografi Danes. Kawasan ini
dikatakan memiliki bentukan alam (geomorfologi) yang amat khas dan tidak
dijumpai di tempat lain.
Karst Maros-
Pangkep
Laporan Hasil Pengkajian Tim Terpadu yang dipaparkan oleh Amran Achmad
(Universitas Hasanuddin) selaku Ketua Tim Terpadu Daerah; (2) Surat Gubernur
Sulawesi Selatan Nomor 660/27/Set tanggal 5 Januari 2004 dan Rekomendasi
nomor 660/472/SET tanggal 7 Pebruari 2003; (3) Rekomendasi Bupati Maros
nomor 660.1/532/Set tanggal 13 Nopember 2002; (4) Surat Bupati Pangkep
nomor 430/13/DLHK tanggal 15 Maret 2003; (5) Keputusan DPRD Provinsi
Sulawesi Selatan Nomor 27 Tahun 2003 tanggal 19 Desember 2003; (6)
Rekomendasi DPRD Kabupaten Maros nomor 660.1/347/DPRD/2002 tanggal 17
Desember 2002; serta (7) Surat Ketua DPRD Kabupaten Pangkep nomor
005/194/Sek-DPRD tanggal 30 Juli 2003.
Setelah pembahasan tersebut, usulan penunjukan kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung kemudian dicermati kembali oleh Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar. Dari hasil pencermatan
tersebut, dilakukan koreksi-koreksi terhadap peta yang disajikan. Usulan tim
terpadu seluas ± 48.720 Ha kemudian diubah menjadi ± 43.750 Ha karena pada
peta tersebut terdapat areal non kawasan hutan yang diusulkan menjadi taman
nasional.
Peta Paduserasi TGHK-RTRWP awal dan perubahan fungsi menjadi taman nasional
90,44% dari total batas luar sepanjang 478,22 Km. Trayek batas yang belum
dilaksanakan penataan batasnya secara definitif di lapangan hingga saat ini
hanya tersisa pada batas fungsi di sisi Utara (wilayah administratif Kabupaten
Pangkep) dan sisi Selatan (wilayah administratif Kabupaten Maros). Dengan
realisasi penataan batas yang belum temu gelang, maka proses penetapan
kawasan menjadi kawasan hutan tetap dengan keputusan Menteri Kehutanan
juga belum dapat dilaksanakan.
atau zona lainnya. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman
nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi
dan budaya masyarakat. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan
ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap
persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi,
konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan
mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat.
Perancangan zonasi pengelolaan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung hingga tahun 2008 belum dapat dilakukan karena terbatasnya
ketersediaan data potensi dan kondisi kawasan. Dengan kondisi keterbatasan
berbagai sumberdaya yang ada pada Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, maka dibutuhkan setidaknya beberapa tahun untuk
mempersiapkan perancangan zonasi, yang didahului dengan pengumpulan data
primer di lapangan dan data pendukung lainnya. Saat ini, untuk keperluan
pengelolaan kawasan, tersedia draft rancangan zonasi yang belum dapat
dikatakan sempurna karena penyusunannya yang dilakukan dengan
keterbatasan data dan informasi untuk bahan analisa.
tidak ternilai. Tidak kurang dari 400 gua di kawasan ini yang dapat menyajikan
keindahan bentukan ornamen gua (speleotem).
Gua-gua di kawasan Karst Maros-Pangkep, terutama gua fosil mempunyai
nilai arkeologi yang tinggi. Di dalamnya banyak dijumpai lukisan gua manusia
prasejarah yang dapat menguak kehidupan manusia prasejarah dan budayanya
Samodra (2003). Karst Maros-Pangkep menjadi kawasan karst yang paling
terkenal di Indonesia karena landsekapnya yang spesifik dan ornamen gua
terindah (ACS 1989; Anonim 1986, 1987, 1991; Deharveng & Bedos 1999;
McDonald 1976; Whitten et al. 1987 dalam Suhardjono dkk 2007). Di samping
itu, Maros juga terkenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tropika
(Deharveng & Bedos 1999 dalam Suhardjono dkk 2007).
Dari segi keanekaragaman hayati, Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung dikenal dengan potensi Kupu-kupunya yang beranekaragam. Alfred
Russel Wallace, setelah kunjungannya yang pertama pada tanggal 2 Agustus
1856 sampai dengan 13 Desember 1856, pada tanggal 11 Juli 1857 Wallace
kembali ke Makassar untuk yang kedua kalinya. Setelah merampungkan
pengepakan koleksi speciemen dari Kepulauan Aru, Wallace kemudian
mengunjungi wilayah Maros yang berjarak kurang lebih 30 mil di utara Makassar,
dimana Jacob Mesman (seorang saudara sahabatnya) bermukim dan
membangunkan sebuah pondok penginapan tersendiri untuk Wallace di suatu
tempat yang sekarang dikenal sebagai Bantimurung.
Selama berada di wilayah Maros dan sekitarnya, Wallace menemukan
Rusa (Cervus timorensis), Babi (Sus celebensis), Kera Hitam Sulawesi
Cynopthecus nigrescens (sekarang Macaca maura), Rangkong (Rhyticeros
cassidix), Trichoglossus ornatus, burung Punai, Corvus advena, Idea tondana,
Kumbang Macan (Therates flavilabris) dan berbagai jenis kumbang lainnya, tiga
species Ornithoptera yang sayapnya berukuran 7 – 8 inchi (17 – 20 Cm), Papilio
miletus, P. telephus, P. macedon, Papilio rhesus (sekarang Graphium rhesus),
Papilio gigon, Tachyris zarinda (sekarang Appias zarinda), dan banyak lagi yang
lainnya.
Hal yang paling berkesan bagi Wallace di Bantimurung adalah
pertemuannya dengan “The Magnificent Butterfly” Papilio androcles (sekarang
Graphium androcles), salah satu jenis Kupu-kupu Swallow tailed terbesar dan
terjarang ditemukan. Di suatu siang ketika matahari bersinar terik dan udara
terasa sangat panas, setelah empat hari mengamati, pantai berpasir pada sisi
kolam di atas air terjun Bantimurung (mungkin tempat yang oleh masyarakat
sekarang disebut Kassi Kebo) menyajikan suatu pemandangan menakjubkan
bagi Wallace. Kassi Kebo dihiasi oleh segerombolan Kupu-kupu yang
memeriahkan suasana. Oranye, kuning, putih, biru dan hijau. Formasi ratusan
Kupu-kupu ini membentuk awan beraneka warna. Ketika makhluk yang indah ini
terbang, the long white tails berkelap-kelip layaknya melambai-lambai. Kurang
lebih begitulah yang dideskripsikan oleh Wallace tentang pertemuannya dengan
Graphium androcles.
Kolektor-kolektor lain kemudian
mengikuti jejak Wallace. 25 tahun kemudian,
di tahun 1882 Graphium androcles tidak bisa
lagi ditemukan, walaupun species-species lain
tetap ada (Guillemard, 1889 dalam Whitten,
2002). Hal ini mungkin merupakan pengaruh
iklim, sebab 45 tahun kemudian Kupu-kupu ini
kembali banyak ditemukan (Leefmans, 1927
Graphium androcles
dalam Whitten, 2002). Mattimu, dkk (1977)
kemudian melaporkan bahwa dari hasil penelitian di kawasan wisata
Bantimurung, ia berhasil menemukan 103 species Kupu-kupu.
Setelah kurang lebih empat bulan mengekplorasi wilayah Maros dan
sekitarnya, di awal Nopember 1857 Wallace kembali ke Makassar untuk
mengepak koleksinya lalu melanjutkan perjalanannya ke wilayah Ambon dan
Ternate serta tempat-tempat lainnya. Selama lebih dari enam tahun perjalanan
eksplorasi fauna di kawasan Kepulauan Indo-Malaya, Alfred Russel Wallace
berhasil mengumpulkan sebanyak 125.660 koleksi speciemen, yang terdiri dari
310 speciemen Mamalia, 100 speciemen Reptilia, 8.050 speciemen Burung,
7.500 speciemen Kerang, 13.100 speciemen (ordo) Lepidoptera, 83.200
speciemen (ordo) Coleoptera, serta 13.400 speciemen serangga lainnya. Setelah
lebih dari enam tahun di kawasan Indo-Malaya, pada musim semi di tahun 1862
Wallace tiba kembali ke negeri Inggris.
Alfred Russel Wallace (1890) melaporkan bahwa ia menemukan 256
species Kupu-kupu dari kawasan Bantimurung. Berbeda dengan laporan
tersebut, Mattimu (1977) melaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-kupu yang ia
temukan di hutan wisata Bantimurung, dengan jenis endemik antara lain adalah :
Papilio blumei, P. polites, P. sataspes, Troides haliphron, T. helena, T. hypolitus,
dan Graphium androcles. Achmad (1998) telah meneliti secara khusus habitat
dan pola sebaran kupu-kupu jenis komersil di hutan wisata Bantimurung selama
satu tahun. Ia juga menginformasikan bahwa kupu-kupu Troides haliphron dan
Papilio blumei adalah dua jenis endemik yang mempunyai sebaran yang sangat
sempit, yakni hanya pada habitat berhutan di pinggiran sungai.
besar sungai bawah tanah dan mata air di kawasan karst mengalir sepanjang
tahun dengan kualitas air yang baik. Dengan formasi geologi utama berupa batuan
kapur, kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan catchment
area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Beberapa sungai menghulu
di kawasan ini, antara lain sungai Walanae yang merupakan salah satu sungai
yang mempengaruhi sistem hidrologi Danau Tempe. Sungai lainnya adalah Sungai
Pangkep, Sungai Pute dan Sungai Bantimurung/Maros. Di samping itu juga
ditemukan beberapa mata air dan sungai kecil, terutama di kawasan Karst, serta
air bawah tanah pada sistem perguaan.
Timur dan antara 4° 42’ 49” – 5° 06’ 42” Lintang Selatan. Secara
kewilayahan, batas-batas TN. Babul adalah sebagai berikut :
¾ Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, Barru dan Bone;
¾ Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten
Bone;
¾ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros;
¾ Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten
Pangkep.
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berbatasan atau
berhimpitan dengan Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep dan Kabupaten
Bone. Kawasan taman nasional ini terletak di dalam 10 wilayah administrasi
kecamatan dan 40 wilayah administrasi kelurahan/ desa. Daftar kabupaten,
kecamatan dan kelurahan/desa yang berbatasan atau berhimpitan dengan
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dilihat pada
lampiran 1.
b. Iklim
Berdasarkan perhitungan data curah hujan yang dikumpulkan dari
beberapa stasiun yang ada disekitar kawasan Taman Nasional, ditemukan
bahwa pada wilayah bagian Selatan terutama bagian yang berdekatan
ibukota Kabupaten Maros, seperti Bantimurung termasuk ke dalam iklim D
(Schmidt dan Ferguson) sedangkan Bengo-Bengo, Karaenta, Biseang
Labboro, Tonasa dan Minasa Te’ne termasuk kedalam iklim tipe C,
sementara pada bagian utara, terutama wilayah Kecamatan Camba dan
Mallawa termasuk kedalam tipe B.
Peta curah hujan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
memperlihatkan adanya empat zona curah hujan, yakni curah hujan 2.250
mm, 2.750 mm, 3.250 mm dan 3.750 mm. Dari gambar di bawah ini terlihat
bahwa curah hujan 2.250 mm sampai 2.750 mm berada dibagian timur
kawasan taman nasional, dimana di wilayah inilah masyarakat banyak
memanfaatkan kawasan hutan.
Sebaliknya, curah hujan yang lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai
3.750 mm, berada di bagian barat taman nasional dimana sekitar 75 %
wilayah cakupannya merupakan arael karst. Di wilayah ini, pemanfaatan
lahan oleh masyarakat dalam kawasan hutan relatif kecil karena kondisi
tanah yang tidak memungkinkan. Sisanya 25 % yang berupa ekosistem non
karst dan menyebar di bagian selatan, juga banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai lahan pertanian. Tingginya pemanfaatan lahan areal
taman nasional oleh masyarakat pada wilayah yang mempunyai curah hujan
tinggi, adalah merupakan ancaman terhadap sumberdaya lahan di wilayah
taman nasional, terutama kaitannya dengan erosi tanah.
Formasi Balang Baru. Formasi balang baru terdiri dari perselingan serpih
dengan batu pasir, batu lanau dan batu lempung, dengan struktur batuan
berlapis, menyerpih dan turbidit. Bentuk formasi ini menyebar di bagian
Utara yaitu di Kecamatan Mallawa. Satuan batuan ini adalah batuan
sedimen.
Batuan Gunung Api Terpropilitkan. Batuan ini terdiri dari breksi dan lava,
menyebar pada bagian Selatan, yaitu Kecamatan Tanralili Kabupaten
Maros. Lava umumnya bersifat andesitik, sebagian trakit dan basal.
Formasi Mallawa. Formasi ini terdiri atas batu pasir kuarsa, batu lanau,
batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan atau lensa batubara.
Penyebarannya berada di Kecamatan Watang Mallawa, di daerah
Ammasangeng, dan Kecamatan Bantimurung. Batu pasir kuarsa
umumnya bersifat rapuh dan kurang kompak, berlapis tipis. Batubara
pada satuan batuan ini mempunyai ketebalan antara 0,5 - 1,5 meter.
Formasi Tonasa. Formasi ini terdiri dari batu gamping pejal, bioklastik,
kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik. Di daerah Kecamatan Watang
Mallawa batu gamping formasi tonasa ditemukan mengandung mineral
glauconit dan napal dengan sisipan breksi batu gamping.
Formasi Camba. Formasi ini terdiri dari perselingan batuan sedimen laut
dan batuan gunung api, yaitu batu pasir tufaan berselingan dengan tufa,
batu pasir, batu lanau dan batu lempung. Di beberapa tempat dijumpai
sisipan napal, batu gamping dan batu bara.
Batuan Gunung Api Formasi Camba. Batuan ini terdiri dari breksi, lava
dan konglomerat. Breksi dan konglomerat terdiri dari pragment andesit
dan basal, matriks dan semen tufa halus hingga pasiran.
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako. Batuan ini terdiri dari lava dan
breksi gunung api, bersisipan tufa dan konglomerat. Breksi gunung api
umumnya berkomponen kasar berupa basal dan sedikit andesit dengan
ukuran fragment 15 - 60 cm, tersemen oleh tufa berbutir kasar hingga
lapilli dan banyak mengandung firoksin.
Batuan Terobosan. Batuan ini terdiri dari granodiorit, andesit, diorit, trakit
dan basal piroksin. Batuan ini menyebar setempat-setempat dan
menerobos batuan yang lebih tua di sekitarnya berupa retas, sill dan
stok.
Endapan aluvium. Batuan ini terdiri dari endapan aluvium sungai.
Endapan aluvium sungai berupa bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan
lempung.
Ada dua jenis tanah yang umum ditemukan pada kawasan karst
Maros-Pangkep, dimana keduanya kaya akan kalsium dan magnesium.
Tanah jenis Rendolls mempunyai warna kehitaman karena tingginya
kandungan bahan organik, ditemukan pada dasar lembah lereng yang
landai, terutama di bagian Selatan dari karst Maros. Eutropepts merupakan
jenis tanah turunan dari inceptisol, umumnya ditemukan pada daerah yang
mempunyai kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Tanah ini sangat
dangkal dan berwarna terang.
e. Hidrologi
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan
bagian dari hulu beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Sisi sebelah
Timur antara lain merupakan hulu Sungai Walanae yang merupakan salah
satu sungai yang mempengaruhi sistem Danau Tempe. Pada bagian Barat
terdapat Sungai Pangkep dan Sungai Bone di Kabupaten Pangkep, Sungai
Pute dan Sungai Bantimurung di Kabupaten Maros. Sungai Bantimurung
f. Potensi Wisata
Beragam jenis kegiatan wisata dapat dilakukan di dalam kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Aktifitas wisata yang telah lama
berlangsung dan ramai dikunjungi oleh wisatawan adalah kegiatan wisata
tirta pada Air Terjun Bantimurung. Telah banyak fasilitas wisata yang
tersedia di kawasan ini, yaitu antara lain tersedianya fasilitas Guest House,
Baruga Bantimurung, kolam renang, shelter, pintu gerbang dan loket, jalan
trail, kantor pengelola, Butterfly Breeding, pusat informasi, toko cindera mata,
warung makan, fasilitas MCK, dan lain sebagainya. Aktifitas wisata tirta di
kawasan Air Terjun Bantimurung tersebut dapat dirangkaikan pula dengan
kegiatan penelusuran gua serta menikmati keindahan warna-warni Kupu-
kupu di habitat aslinya.
Selain pada kawasan Bantimurung, pada kawasan Pattunuang Asue/
Biseang Labboro juga dapat dilakukan aktifitas wisata yang beragam, mulai
dari wisata tirta sampai dengan pengamatan satwa unik. Untuk wisatawan
minat khusus, dapat dilakukan olah raga panjat tebing pada beberapa tempat
terpisah.
Tracking dapat dilakukan pada beberapa tempat, terutama banyak
dilakukan pada kompleks Pegunungan Bulusaraung. Kawasan ini telah
banyak dikenal oleh para pendaki gunung, terutama kalangan Pecinta Alam.
Kegiatan pendakian Gunung Bulusaraung dapat diperuntukkan bagi para
pendaki kelas pemula, bahkan dapat pula diperuntukkan bagi anak-anak dan
seluruh keluarga.
Caving atau selusur gua dapat dilakukan di banyak tempat pada
kawasan ekosistem karst Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pada
beberapa tempat dapat ditemukan gua yang mempunyai nilai arkeologis dan
historis sehingga memungkinkan adanya kegiatan wisata, baik sebagai
obyek wisata khusus gua maupun sebagai usaha untuk mengembangkan
kegiatan speleologi serta wisata budaya. Menurut para ahli sejarah
kepurbakalaan, gua-gua merupakan bekas hunian manusia beribu-ribu tahun
silam, sebelum mereka mengenal cara membangun rumah tempat tinggal.
Sampai saat ini, telah tercatat 16 buah gua yang ditemukan pada eks
kawasan TWA. Bantimurung, yaitu antara lain : Gua Anjing (panjang lorong ±
60 m), Gua Bantimurung (panjang lorong ± 150 m), Gua Anggawati 1
(panjang lorong ± 170 m), Gua Towakala (panjang lorong ± 80 m), Gua
Baharuddin (panjang lorong ±137 m), dan Gua Watang (panjang lorong ±
440 m).
Pada wilayah eks CA. Bantimurung terdapat 34 gua, satu diantaranya
dan yang paling dikenal adalah Gua Mimpi yang panjangnya ± 1.415 meter
dengan kedalaman ± 48 meter. Keseluruhan gua tersebut mudah dijangkau
dan keindahannya sangat menarik. Di dalam gua terdapat stalaktit, stalakmit,
flow-stone, helektit, pilar, dan sodastraw. Gua lainnya yang ditemukan pada
eks CA. Bantimurung ini antara lain: Gua Lubang Air, Gua Lubang Kelu
(panjang lorong ± 90 m), Gua Buttu (panjang lorong ± 500 m), Gua Nasir
h. Aksesibilitas
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dicapai
dari beberapa sisi, yaitu dari sisi Selatan (Bantimurung) dan dari sisi Barat
(Balocci). Sisi Selatan atau tepatnya obyek wisata Air Terjun Bantimurung
berjarak ± 42 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.
Jarak ini dapat ditempuh selama ± 60 menit. Untuk pengunjung yang
berasal dari luar provinsi atau pengunjung manca negara, kawasan
Bantimurung berjarak ± 21 Km dari Bandar Udara Internasional Hasanuddin
atau dapat dicapai dalam waktu ± 30 menit. Tersedia banyak fasilitas
angkutan umum untuk dapat mencapai lokasi ini sepanjang hari.
2. Kondisi Bioekologi
a. Tipe Ekosistem
Berdasarkan tipe ekosistem hutan yang ada (mengikuti Sastrapradja
dkk dan Whitten et al), kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
dibagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan di atas
batuan karst (forest over limestone/ hutan di atas batu gamping) atau lebih
dikenal dengan nama ekosistem karst, ekosistem hutan dataran rendah,
serta ekosistem hutan pegunungan bawah. Batas ketiga tipe ekosistem ini
sangat jelas karena hamparan batuan karst yang berdinding terjal dengan
puncak menaranya yang relatif datar, sangat berbeda dengan topografi
dataran rendah yang mempunyai topografi datar sampai berbukit, serta
kondisi ekosistem hutan pegunungan yang ditandai oleh bentuk relief yang
terjal atau terkadang bergelombang.
Pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, terdapat
dua lokasi ekosistem karst yang saling terpisah, yaitu di wilayah Maros -
Pangkep pada bagian barat taman nasional, dan di ujung Utara, yakni di
wilayah Mallawa. Para ahli geologi membedakan kedua kelompok karst ini,
yakni yang pertama dikenal dengan kelompok Pangkajene dan yang kedua
disebut kelompok pegunungan bagian Timur. Kedua lokasi ini merupakan
wilayah penyebaran vegetasi bukit karst (vegetasi bukit kapur) dan lainnya
merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran rendah.
Geomorfologi karst Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
berbentuk karst menara (pada beberapa referensi disebut sebagai The
Spectacular Tower Karst), yang merupakan satu-satunya di Indonesia dan
berbeda dengan tempat-tempat lain yang pada umumnya berbentuk karst
kerucut (conicall hill karst) atau peralihan antara karst menara dan kerucut.
Seperti pada umumnya kawasan karst, ekosistem karst Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung memiliki sangat banyak gua dengan ornamen
stalagtit dan stalagmit serta ornamen endokarst lainnya.
Kupu-kupu
Pupa Dewasa
A. MAROS
1. Bantimurung 27.973 270 3666 1.606 808 6.350 22,70
2. Simbang 21.918 210 2985 687 62 3.944 17,99
3. Cendrana 14.146 157 1860 380 0 2.397 16,94
4. Camba 14.121 269 1673 530 487 2.959 20,95
5. Mallawa 11.730 92 1577 375 147 2.191 18,68
6. Tompobulu 13.693 0 1637 353 0 1.990 14,53
B. PANGKEP
1. Balocci 16.294 162 2443 973 523 4.101 25,17
2. Minasa Te'ne 29.424 186 3610 1.137 263 5.196 17,66
3. Tondong Tallasa 9.533 191 1083 307 91 1.672 17,54
C. BONE
1. Tellu Limpoe 12.953 20 1813 130 0 1.963 15,15
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
e
sa
lu
e
g
ba
ng
i
a
cc
po
'n
un
an
bu
w
lla
am
ba
Te
lo
m
la
ur
po
dr
Ta
Ba
m
al
Li
C
im
en
a
m
M
Si
as
ll u
ng
nt
To
C
in
Te
Ba
o
nd
M
To
karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang status lahan (pada umumnya
di wilayah-wilayah yang dulunya adalah hutan lindung dan produksi). Pemungutan
hasil hutan ikutan seperti gula aren, kemiri dan madu merupakan aktifitas yang
memberikan keuntungan ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat setempat.
Penangkapan kupu-kupu juga merupakan sumber pendapatan masyarakat yang
bermukim di sekitar kawasan wisata Bantimurung (Kecamatan Bantimurung dan
Simbang).
pemanfaatan yang demikian ini terkadang juga menjadi salah satu kendala dalam
pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, karena sedikit banyaknya
akan menjadi ancaman di masa yang akan datang.
Batu gamping yang merupakan bahan baku utama industri semen
dimanfaatkan oleh dua industri besar di kawasan Maros-Pangkep, yaitu PT. Semen
Tonasa dan PT. Semen Bosowa. Areal kontrak karya kedua perusahaan ini berada di
luar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Untuk menghasilkan
semen dibutuhkan batu gamping, lempung dan pasir kuarsa yang kesemuanya itu
tersedia di kawasan karst Maros-Pangkep.
Batu Pualam atau di masyarakat awam lebih populer dengan sebutan marmer
banyak tersedia di kawasan karst Maros-Pangkep. Menurut Samodra (2001) di dunia
pertambangan, marmer mempunyai dua arti. Pertama sebagai hasil pemalihan
batuan karbonat oleh suhu yang tinggi dan yang kedua adalah sebagai nama dagang
untuk setiap batu gamping yang telah digosok menjadi mengkilap. Di kawasan karst
Maros-Pangkep terdapat banyak perusahaan pertambangan yang mengusahakan
batu gamping sebagai bahan pembuatan marmer. Usaha seperti ini banyak dilirik
oleh kalangan investor karena keuntungan ekonomi yang menjanjikan.
Dari segi pariwisata, kawasan karst Maros-Pangkep yang merupakan satu-
satunya karst menara di Indonesia menawarkan berbagai keindahan dan keunikan
yang mempunyai nilai jual tinggi. Tidak hanya eksokarst yang menampilkan
panorama alam yang indah dan unik, endokarst dengan berbagai ornamen
spleleothem juga merupakan pesona alam yang indah di dalam perut bumi. Kawasan
karst Maros-Pangkep, terutama yang berada di dalam kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung sejak lama telah menjadi idola bagi para petualang.
Kegiatan panjat tebing, penelusuran gua, hiking dan berbagai macam kegiatan
kepecintaan alam telah banyak dilakukan. Selain gua-gua yang masih alami, terdapat
pula sedikitnya 89 gua di kawasan karst Maros-Pangkep yang merupakan situs
kepurbakalaan. Gua-gua ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata.
Di kawasan Bantimurung terdapat air terjun yang sudah sangat di kenal
kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Obyek wisata ini merupakan idola
masyarakat Sulawesi Selatan karena tingkat aksesibilitasnya yang tinggi. Pada tahun
2007, tercatat 569.103 orang pengunjung yang terdiri dari 2.152 orang wisatawan
mancanegara dan 566.951 orang wisatawan domestik. Obyek wisata ini di tahun
2007 mampu menghasilkan PAD bagi Pemerintah Kabupaten Maros sebesar Rp.
2.460.168.800,- hanya dari karcis pengunjung (belum termasuk jasa penggunaan
lahan parkir, jasa penggunaan fasilitas penunjang dan lain sebagainya). Obyek
wisata Bantimurung hingga tahun 2008 masih dikelola oleh Pemerintah Kabupaten
Maros yang sejak era 1970-an sudah dibuka untuk wisata. Setelah perubahan fungsi
kawasan menjadi taman nasional, kawasan ini diupayakan untuk dapat dikelola
bersama karena sarana pendukung kegiatan wisata di kawasan ini adalah
merupakan aset Pemerintah Maros, termasuk pula lahan di sekitar kawasan,
sedangkan obyek wisata air terjun dan gua-gua sendiri berada di dalam kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Upaya untuk pengelolaan secara
kolaboratif ini telah dirintis sejak tahun 2007
dan pada tahun 2008 sudah tercapai
kesepahaman tentang pengelolaan obyek
wisata ini antara pihak Pemerintah
Kabupaten Maros dan Balai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung (hingga
Maret 2008, kesepahaman tersebut belum
Towakala, Bantimurung
dapat direalisasikan karena belum
mendapat persetujuan dari Bupati Maros).
E. Kelembagaan Masyarakat
Masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung merupakan masyarakat yang tergolong sudah dipengaruhi
oleh modernisasi karena letaknya yang tidak jauh dari ibukota provinsi. Selain
letaknya secara geografis, infrastruktur yang umumnya tersedia di wilayah perkotaan
juga telah banyak tersedia di desa-desa sekitar kawasan. Sarana komunikasi telepon
(termasuk juga telepon seluler) sudah menjangkau hampir seluruh bagian kawasan.
Fasilitas listrik (baik yang disediakan oleh PLN maupun swadaya masyarakat) juga
telah menjangkau pelosok pedesaan.
Walaupun demikian, kebersahajaan hidup masyarakat pedesaan masih dapat
dilihat di wilayah-wilayah tertentu, terutama di wilayah yang tingkat aksesibilitasnya
masih rendah. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di wilayah tersebut
pada umumnya berupa LKMD, kelompok tani dan koperasi. Pada daerah penyangga
kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, di tahun 2006 dan 2007 telah
dibentuk dua sentra penyuluhan kehutanan pedesaan (SPKP), yaitu di Desa
Samangki Kecamatan Simbang dan Desa Pattanyamang Kecamatan Camba. Kedua
desa tersebut juga merupakan model desa konservasi yang dicanangkan sejak tahun
2006.
F. Permasalahan Kawasan
Berbagai permasalahan masih menyelimuti upaya-upaya pengelolaan kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Permasalahan-permasalahan tersebut
pada dasarnya merupakan dampak dari upaya pembangunan ekonomi yang belum
berpihak kepada upaya konservasi, dampak dari populasi dan semakin tingginya
kebutuhan manusia akan sumber daya alam hayati, lemahnya koordinasi di kalangan
pemerintah serta masih lemahnya kelembagaan Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Balai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung diuraikan sebagai berikut :
3. Masih terkait dengan batas, hasil tata batas sebagian kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung yang dilaksanakan antara tahun 1975 sampai dengan
tahun 2001, telah mengalami banyak perubahan. Pada tahun 2007 dilaksanakan
rekonstruksi batas kawasan dan banyak ditemukan tumpang tindih penggunaan
lahan di sekitar batas kawasan. Terkait dengan batas-batas kawasan di
lapangan, sementara waktu ini sedang dilakukan identifikasi lahan-lahan
6. Terkait dengan data dan informasi potensi kawasan yang masih terbatas, maka
perancangan zonasi pengelolaan kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung juga belum dapat diselesaikan. Untuk sementara waktu,
pelaksanaan pengelolaan kawasan didasarkan pada fungsi kawasan hutan
sebelum penunjukan sebagai kawasan taman nasional. Dengan demikian maka
pelaksanaan pemanfaatan untuk keperluan wisata alam tetap dilakukan pada
wilayah-wilayah yang sebelumnya merupakan taman wisata alam.
8. Fenomena alam di bawah permukaan karst (endokarst) sangat khas dan unik
namun belum semua dapat diekplorasi karena keterbatasan sumberdaya.
Pembangunan KSA dan KPA merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pembangunan nasional yang dalam pelaksanaannya tidak dapat mengabaikan
kepentingan masyarakat sekitar dan/atau di dalam KSA dan KPA. Oleh karena itu,
pelaksanaan kegiatan pada KSA dan KPA hendaknya selalu terintegrasi dan
terkoordinasi dengan pembangunan sektor lainnya. Keterlibatan mitra atau
stakeholders terutama masyarakat sekitar dan/atau di dalam kawasan harus
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan KSA dan
KPA dan selalu diupayakan pembinaannya agar dapat berperan aktif di dalam setiap
upaya konservasi disamping upaya-upaya peningkatan kesejahteraan perekonomian
sekitar kawasan dimaksud.
1. Eksternal
a. Peningkatan Peran Serta Stakeholders
Sesuai kebijakan pembangunan KSA dan KPA yang ditujukan untuk
kepentingan masyarakat luas, maka partisipasi masyarakat sekitar dan/atau
di dalam KSA dan KPA, Pemda setempat, para pelaku ekonomi (BUMN,
koperasi, swasta, dan perorangan) perlu terus dikembangkan.
2. Internal
a. Peningkatan Daya Guna KSA dan KPA
Daya guna KSA dan KPA dapat ditingkatkan melalui optimasi
beberapa kegiatan, yaitu : peningkatan kegiatan inventarisasi dan kajian
potensi kawasan; peningkatan kualitas dan kuantitas pengelola; penciptaan
iklim swadana dalam menunjang kegiatan pengelolaan dan peningkatan
manfaat kawasan; penegakan peraturan perundang-undangan dan
penyiapan perangkat lunak yang mendukung berhasilnya tujuan penetapan
kawasan; serta pemantapan sarana dan prasarana pengelolaan.
1. Perencanaan
Perencanaan yang merupakan tahap awal dari suatu kegiatan dapat
dijadikan piranti analisis yang strategis dalam pengambilan keputusan dan
sekaligus dapat pula dijadikan indikator keberhasilan pencapaian kegiatan. Jenis
rencana, cakupan wilayah perencanaan, dan mekanisme penyusunan, penilaian,
dan pengesahannya, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebaik-
baiknya.
a. Jenis Rencana
Dalam pengelolaan kawasan konservasi diperlukan adanya beberapa
rencana, yaitu rencana pengelolaan dan rencana teknis. Rencana
pengelolaan kawasan konservasi sendiri terdiri dari rencana pengelolaan
jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Rencana
pengelolaan jangka panjang merupakan rencana yang bersifat indikatif
perspektif dan kualitatif-kuantitatif untuk jangka waktu dua puluh tahun.
Rencana pengelolaan jangka menengah merupakan rencana yang memuat
semua kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu lima tahun.
Rencana pengelolaan jangka pendek merupakan rencana yang memuat
semua kegiatan yang harus dilaksanakan dalam tahun yang bersangkutan.
Rencana teknis merupakan penjabaran dari salah satu atau beberapa
kegiatan teknis yang telah termuat dalam rencana pengelolaan. Berbeda
dengan rencana pengelolaan, rencana-rencana teknis memuat detail
pelaksanaan suatu kegiatan, yang antara lain berisi latar belakang
pelaksanaan kegiatan, maksud dan tujuan kegiatan, metode pelaksanaan
kegiatan, serta kebutuhan waktu dan segala sumber daya untuk
pelaksanaannya.
2. Pengorganisasian
Implementasi pengelolaan kawasan yang ideal dimulai sejak suatu areal
ditunjuk sebagai kawasan konservasi yang kemudian disusul dengan kegiatan
penyusunan rencana pengelolaan, penyelesaian pengukuhan dan penataan, dan
pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya. Namun demikian, sesuai
kondisi kawasan konservasi yang ada saat ini, yang mempunyai variasi potensi
dan intensitas pengelolaan masing-masing, implementasi penyusunan rencana
dan pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya dapat dilakukan secara
simultan dengan memperhatikan kondisi tersebut.
Organisasi pengelola cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam,
dan taman buru adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Taman nasional
pada prinsipnya dikelola oleh unit pelaksana teknis taman nasional, dan bagi
taman nasional yang belum dikelola oleh unit pelaksana teknis taman nasional
dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Kawasan taman hutan raya
dan hutan lindung, pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
3. Pelaksanaan
a. Tahapan Pengelolaan
(1) Tahap Pembangunan Prakondisi
Pemantapan status hukum kawasan, yang merupakan proses
penyelesaian pengukuhan kawasan sampai dengan penetapan
kawasan sebagai kawasan hutan tetap dan bersifal final.
Penataan kawasan, yang mencakup inventarisasi dan identifikasi
kondisi kawasan yang dilanjutkan dengan penetapan zona atau blok
pengelolaan. Hasil-hasil identifikasi, inventarisasi dan eksplorasi
potensi kawasan dijadikan bahan rujukan untuk kegiatan penataan
kawasan yang sebelumnya melalui proses pengkajian aspek ekologi,
b. Arahan Pengelolaan
Pengelolaan kawasan konservasi, sesuai dengan ragam situasi dan
kondisinya, dapat dilakukan secara simultan dengan arahan-arahan sebagai
berikut :
(1) Pemantapan Kawasan
Untuk terselenggaranya pengelolaan kawasan yang mantap,
seluruh kawasan konservasi harus memiliki status legal formal yang
kuat, yaitu status penetapan. Berangkat dan kondisi saat ini, secara
bertahap kawasan konservasi yang ada harus segera diselesaikan
proses pengukuhannya, dimulai dari proses penunjukan, penataan batas
sampai temu gelang, penerbitan berita acara tata batas, dan
penyelesaian penetapannya. Tanda atau pal batas yang sudah ada perlu
dipelihara dan direkonstruksi bila tanda-tanda tersebut hilang atau rusak.
Berdasarkan pada pentingnya fungsi dan
tujuan pengelolaan kawasan, penetapan zona
atau blok bukan hanya dapat dilakukan di
kawasan pelestarian alam melainkan dapat pula
dilakukan di kawasan suaka alam. Penetapan
zona atau blok pengelolaan harus selalu
didasarkan pada aspek potensi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, sosial, ekonomi,
dan budaya masyarakat, dan rencana
Pal batas Taman Nasional
pembangunan wilayah.
1. Fungsi
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditunjuk dan
ditetapkan untuk dikelola dengan fungsi sebagai : kawasan perlindungan sistem
penyangga kehidupan; kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa; dan sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Sebagaimana karakter
penunjukannya, maka kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
terutama diperuntukkan bagi perlindungan sistem-sistem alam yang ada di ketiga
tipe ekosistem utama yang diwakilinya, dan secara lebih spesifik lagi di
peruntukkan bagi perlindungan contoh ekosistem karst dengan geomorfologi
menara yang terbatas sebarannya di Indonesia.
Potensi keanekaragaman hayati yang diupayakan untuk dipelihara
keberadaannya di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
terdiri dari berbagai jenis tumbuhan alam dan satwa liar yang khas, unik dan
terbatas sebarannya di wilayah mintakat biogeografi Sulawesi, bahkan di
kepulauan nusantara. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung setidaknya merupakan habitat dari
sedikitnya 356 species satwa liar serta 302 species tumbuhan alam. Jumlah
keanekaragaman hayati tersebut masih akan terus bertambah seiring dengan
semakin intensifnya dilakukan identifikasi, inventarisasi dan eksplorasi di dalam
kawasan.
Terkait dengan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya, kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
mampu menyediakan sumber-sumber plasma nutfah yang dapat mendukung
pengembangan budidaya, pengembangan ilmu pengetahuan serta menunjang
budaya masyarakat. Dari segi ekonomi, kawasan ini menyimpan kekayaan yang
tidak ternilai harganya apabila dapat dimanfaatkan secara bijaksana. Kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung mampu menyediakan jasa-jasa
lingkungan yang sangat potensial bagi pengembangan usaha ekonomi
masyarakat secara keseluruhan, terutama dari bidang pengembangan pariwisata
serta penyediaan sumber-sumber air.
2. Tujuan Pengelolaan
Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dilakukan dengan
tujuan utama untuk : menjamin dan memelihara keutuhan dari keberadaan
kawasan dan ekosistem taman nasional; menjamin dan memelihara keberadaan
potensi dan nilai-nilai dari keanekaragaman tumbuhan, satwa, komunitas, dan
ekosistem penyusun kawasan taman nasional; serta optimalisasi pemanfaatan
kawasan dan potensi taman nasional secara berkelanjutan, lestari dan bijaksana
untuk kepentingan kegiatan penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, kegiatan yang menunjang budidaya, budaya, dan pariwisata alam
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Umumnya setiap lokasi kawasan taman nasional ditunjuk dan ditetapkan
untuk kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestarian dari keperwakilan
keanekaragaman hayati, komunitas atau ekosistem, yang sangat khas dan
spesifik. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dalam hal ini ditunjuk dan
ditetapkan untuk kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestarian potensi
ekosistem karst di Kabupaten Maros dan Pangkep serta berbagai jenis
keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
(1) Tanpa tindakan, karena upaya pemulihan terlalu mahal dan selalu gagal.
Pengalaman menunjukkan bahwa ekosistem alami akan dapat pulih
dengan sendirinya;
(2) Restorasi, merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara aktif
dengan species yang semula ada, sehingga mencapai struktur dan
komposisi species seperti semula;
(3) Rehabilitasi, merupakan pemulihan dari sebagian fungsi-fungsi
ekosistem dan species asli, seperti memperbaiki hutan yang
terdegradasi melalui penanaman, sulaman, dan pengkayaan jenis ; serta
(4) Penggantian, merupakan upaya penggantian suatu ekosistem
terdegradasi dengan ekosistem lain yang lebih produktif, seperti
mengganti hutan yang terdegradasi dengan padang rumput, dimana
ekosistem tersebut telah ada sebelumnya.
menciptakan lingkungan dimana taman nasional dikelola, serta membuat tugas dari
pengelola taman nasional menjadi mudah atau bahkan lebih sulit untuk dilaksanakan.
Pelaksanaan pembangunan dapat saja disesuaikan dengan pola pengelolaan taman
nasional akan tetapi harus disadari bahwa pemerintah pada dasarnya lebih
memprioritaskan program pembangunan ekonomi secara umum.
Secara umum kebijakan pengelolaan kawasan karst tidak terlepas dari
kebijakan pengelolaan lingkungan. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa tujuan pengelolaan
lingkungan hidup adalah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan dengan sasaran antara lain adalah tercapainya keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; tercapainya
kelesetarian fungsi lingkungan hidup; dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya
secara bijaksana.
Perspektif Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan adalah bahwa pengelolaan
kawasan Karst Maros – Pangkep harus dilakukan secara terpadu oleh setiap pelaku
pembangunan yaitu instansi pemerintah (propinsi dan kabupaten), lembaga
penelitian termasuk perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat
dan masyarakat luas. Selain itu juga harus terpadu dengan penataan ruang,
perlindungan sumber daya non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya dan keanekaragaman
hayati. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kawasan Karst Maros – Pangkep
hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan ekosistem yang mempunyai kaitan
erat dengan kawasan yang lain maupun dengan komponen-komponen lingkungan
seperti : siklus hidrologi dan iklim (komponen fisik/kimia), flora dan fauna (komponen
hayati), serta pengaruhnya terhadap sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
setempat (komponen sosekbud). Dengan demikian pengelolaan Kawasan Karst
Maros-Pangkep harus diarahkan pada sasaran tercapainya keselarasan, keserasian,
dan keseimbangan antara manusia dengan kawasan tersebut; tercapainya
kelestarian fungsi kawasan karst; dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya
kawasan karst secara bijaksana. Dalam hal ini perlu adanya keterpaduan di dalam
pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep dengan mempertimbangkan kebijakan-
kebijakan di sektor lain, agar dampak lingkungan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan
di sektor lain dapat memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
Sejalan dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, maka kegiatan
pengelolaan sumberdaya alam nasional, termasuk sumberdaya karst, yang berada di
wilayahnya menjadi kewenangan daerah dan daerah bertanggung jawab memelihara
kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka bidang lingkungan hidup merupakan
salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah.
Kajian terhadap kebijakan dan peraturan perudangan-perundangan yang ada
menghasilkan suatu kesimpulan, bahwa kawasan karst sebagai sumber daya alam,
baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, dapat dipandang dari berbagai
sudut, yaitu (Nurlini et. al, 1999 dalam Palaguna dan Rahman, 2001) : (1) sebagai
suatu ruang, dengan batasan ruang seperti yang ditegaskan pada pasal 1 ayat (5)
Undang-undang Penataan Ruang, yaitu “Wilayah adalah ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional”,
sedangkan ayat (7) menguraikan bahwa “Kawasan lindung adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan”; (2) ekosistem sumber daya
alam hayati dan batasannya sebagaimana pada Pasal 1 ayat (1) dan (3) Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu : (a) Sumber daya alam hayati adalah unsur-
unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati dan sumber daya
alam hewani yang bersama ekosistem, dan (b) Ekosistem sumber daya alam hayati
adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun
non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi; (3) Dari sudut
pandang ruang, kawasan karst dapat berfungsi sebagai kawasan lindung maupun
kawasan budidaya. Sedangkan dari segi ekosistem sumberdaya alam hayati,
kawasan karst dapat berfungsi sebagai hutan konservasi maupun hutan produksi,
dimana keadaannya sangat dinamis.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen Pemerintah Propinsi
Sulawesi Selatan terhadap pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep sangat jelas
dan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan, fungsi dan potensi
ekosistem karst, serta pemanfaatan dan perlindungan yang berkelanjutan.
Kawasan Karst Maros-Pangkep merupakan suatu ekosistem yang wilayahnya
mencakup Kabupaten Maros dan Pangkep. Berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai
daerah otonom, maka Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan mempunyai
kewenangan terhadap pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep, setidaknya
dalam perannya sebagai koordinator dalam perencanaan kebijakan pengelolaan dan
pengawasan. Berbagai peran koordinasi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah
Propinsi Sulawesi Selatan antara lain dalam bidang-bidang koordinasi data dan
informasi, kepastian hukum peruntukan kawasan karst, serta peningkatan peran
serta masyarakat.
Peran sumber daya manusia dalam pengelolaan kawasan karst tidak saja
meliputi satu macam aspek yang terdapat dalam pengelolaan itu sendiri, melainkan
meliputi berbagai macam aspek seperti
halnya kebijakan yang berlaku pada
Undang-undang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, bahwa pengelolaan kawasan karst
tidak terlepas dari proses perencanaan
yang perlu mempertimbangkan peran
sumber daya manusia secara bottom-up
planning. Oleh karena itu perlu adanya
Foto : HIMAKOVA-IPB
pengembangan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia dalam pengelolaan
lingkungan kawasan karst secara terpadu
dan berkelanjutan.
Menyikapi kebutuhan peningkatan
peran serta masyarakat dan sumber daya
manusia di bidang pengelolaan kawasan
karst, Pemerintah Propinsi Sulawesi
Foto : HIMAKOVA-IPB
Selatan akan melakukan koordinasi
dengan instansi terkait dan perguruan
tinggi, guna melakukan berbagai
sosialisasi dan pelatihan, baik untuk
aparat pemerintah kabupaten maupun
masyarakat luas.
Untuk melaksanakan pengelolaan
kawasan Karst Maros-Pangkep, konsep
Foto : HIMAKOVA-IPB
kebijakan pengelolaan kawasan karst
bagi Pemerintah Propinsi Sulawesi
Selatan pada dasarnya adalah sama
dengan pengelolaan sumber daya alam
secara umum yaitu : (a) Pengelolaan
sumberdaya alam yang terbarukan di
kawasan Karst Maros-Pangkep, yang
meliputi flora, fauna, lahan, air dan udara
Foto : HIMAKOVA-IPB
dilakukan secara bijaksana sehingga
daya dukung dan kemampuannya berproduksi dapat dipelihara sepanjang waktu.
Asasnya adalah bahwa dalam perspektif tatanan lingkungan hidup yang serasi,
pelestarian dan konservasi harus setara dengan pemanfaatannya; (b) Pengelolaan
Dalam visi tersebut terkandung tiga kunci pokok landasan pemikiran dalam upaya
pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yaitu :
1. Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang mantap.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang baru ditunjuk sebagai kawasan
konservasi pada tanggal 18 Oktober 2004, proses penyiapan prakondisi
pengelolaannya belum tercapai, terutama pengukuhan dan pemantapan status
hukum kawasan yang merupakan pondasi utama upaya konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistem yang terkandung di dalamnya. Untuk itu,
sampai dengan tahun 2009, prakondisi pengelolaan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung harus dituntaskan hingga terselesaikannya
pengukuhan kawasan serta tersedianya rancangan zonasi pengelolaan
kawasan. Untuk tahap selanjutnya, pengelolaan akan diarahkan kepada
pengembangan dan pemantapan pengelolaan sesuai dengan pemintakatan
yang telah disusun, terutama pengembangan sarana dan prasarana
pengelolaan, pengembangan pengelolaan ekosistem dan keanekaragaman
hayati, serta pengembangan pemanfaatan dan perlindungan kawasan;
2. Keseimbangan dan keserasian. Pengelolaan sumber daya alam hayati dan
ekosistem yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung ditujukan untuk menciptakan keseimbangan dan keserasian antar
berbagai fungsi dan nilai kawasan. Keseimbangan dan keserasian nilai dan
fungsi dimaksud diukur dari sisi ekologi, hidrologi, estetika, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat.
3. Kelembagaan yang efektif. Kesiapan internal pengelola Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung sangat bergantung pada ketersediaan SDM yang
proporsional (kualitas dan kuantitas), ketersediaan sarana dan prasarana yang
memadai, struktur organisasi dan prosedur kerja yang mantap, serta pendukung
lainnya. Selain kesiapan internal lembaga pengelola, sinergitas dengan lembaga
masyarakat serta stakeholder lain juga diperlukan guna mendukung pencapaian
fungsi dan peran kawasan. Dengan kesiapan kelembagaan yang mantap maka
upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem pada Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dilakukan secara efektif.
1. Memantapkan status kawasan dan pengelolaan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya;
2. Mengoptimalkan perlindungan hutan dan penegakan hukum;
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berdasarkan prinsip kelestarian;
4. Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam rangka pengelolaan
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Status legal formal dan batas kawasan yang jelas merupakan prasyarat utama
untuk mengimplementasikan upaya pengelolaan kawasan. Hal ini ditujukan untuk
mengatasi adanya konflik terkait dengan penggunaan, kepemilikan dan status hukum
kawasan. Seiring dengan pemenuhan prasyarat tersebut, upaya konservasi
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya juga dapat diimplementasikan. Pada
tahap awal ini, upaya konservasi jenis dan ekosistemnya dititikberatkan pada
pemenuhan data dan informasi keanekaragaman hayati dan ekosistem pada Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Zonasi pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung juga
merupakan suatu bagian yang penting untuk mulai dipersiapkan karena taman
nasional dikelola dengan sistem zonasi. Dengan tidak adanya rambu-rambu
pengelolaan secara keruangan tersebut, sulit untuk mengefektifkan pelaksanaan
pengelolaan. Dikhawatirkan, pelaksanaan pengelolaan tidak dapat mencapai
keseimbangan apabila batas-batas pelaksanaan kegiatan dan pemanfaatan ruang di
dalam kawasan tidak segera disediakan.
Konflik penggunaan dan kepemilikan lahan di dalam kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung sampai saat ini masih sangat tinggi. Karenanya, kawasan
ini rentan terhadap gangguan keamanan, terutama kasus perambahan kawasan.
Kejadian-kejadian gangguan keamanan cukup menyita banyak waktu dan tenaga
untuk penyelesaiannya. Gangguan tersebut juga menjadi faktor penghambat
pemantapan pengelolaan kawasan menuju pencapaian fungsi secara optimal.
Dengan demikian, maka gangguan terhadap kawasan dan sumber daya alam hayati
yang terkandung di dalamnya harus diupayakan sedemikian rupa untuk dieliminir.
Upaya konservasi tidak terlepas dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam,
namun agar tercapai keadilan dan kelestarian dalam pemanfaatannya, maka perlu
dikelola dengan bijaksana dan dikembangkan secara optimal. Sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya adalah kekayaan alam yang harus dikelola oleh negara
demi kepentingan seluruh rakyat, dan karenanya untuk mendistribusikan hasil dan
nilainya secara adil, maka diterapkan sistem provisi atas sumber daya alam yang
dimanfaatkan. Di dalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, provisi dalam
bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diterapkan untuk berbagai kegiatan
pemanfaatan kawasan.
Sebagai organisasi yang baru terbentuk, aspek kelembagaan merupakan
bagian penting yang harus ditata dengan baik. Dukungan peraturan perundang-
undangan, pedoman dan arahan pengelolaan perlu diterapkan dengan baik agar
pengelolaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Karena pengelolaan kawasan
yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh pengelola/pemangku kawasan serta dengan
memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, maka penggalangan
kemitraan dan kolaborasi harus senantiasa menjadi perhatian. Kondisi sumber daya
manusia yang ada juga perlu terus dikembangkan kapasitas serta kuantitasnya.
Dalam rangka mencapai sasaran pengelolaan kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung, kebijakan pembangunannya mengacu pada Lima
Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan. Walaupun tidak secara keseluruhan,
namun sebagian besar kebijakan dimaksud terkait dengan pengelolaan taman
nasional, yaitu : (1) Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan
Perdagangan Kayu Ilegal; (2) Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan; (3)
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan; (4) Pemantapan
Kawasan Hutan.
Mengacu pada program nasional sebagaimana tertuang dalam RPJP
Kehutanan, RPJM serta program Departemen Kehutanan yang disarikan oleh
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, maka dalam
pencapaian Visi dan Misi Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditetapkan
beberapa program dan fokus kegiatan yang akan dilaksanakan. Program dan fokus
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung diuraikan sebagai berikut :
2. Kendala
a. Belum terselesaikannya proses pengukuhan kawasan sehingga status
hukum kawasan belum bersifat final.
Rencana Pengelolaan
3. Peluang
a. Komitmen para penentu kebijakan di tingkat nasional dan regional terhadap
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
b. Komitmen dan dukungan masyarakat internasional terhadap pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan.
c. Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan di tingkat lokal terhadap
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
d. Potensi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang unik, langka, dan
bernilai ekonomi tinggi serta tingginya minat masyarakat lokal dan manca
negara.
e. Peluang investasi ke kawasan konservasi dalam rangka pengembangan
wisata alam.
4. Tantangan
a. Masih tingginya tingkat kerawanan kawasan, baik dari aktifitas penebangan
liar dan perdagangan kayu illegal, perambahan kawasan, kebakaran hutan
dan kegiatan pertambangan tanpa izin.
b. Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di sekitar kawasan.
c. Kondisi perekonomian masyarakat yang masih sangat bergantung kepada
ketersediaan sumber daya alam di dalam kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung.
d. Kebutuhan lahan yang sangat tinggi.
e. Kebijakan investasi di dalam kawasan konservasi yang tidak menarik bagi
para investor.
B. Analisa
Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kendala, peluang dan tantangan
serta dengan menggunakan analisa SWOT, diperoleh alternatif-alternatif strategi
A. Pemantapan Kawasan
Pemantapan kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
diharapkan dapat direalisasikan sedini mungkin sampai dengan penetapan kawasan
sebagai kawasan hutan konservasi tetap serta penetapan pembagian ruang
kelolanya. Pengukuhan kawasan sebagai salah satu bagian dari kegiatan
pemantapan kawasan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas
kawasan taman nasional. Oleh karenanya, esensi dari kegiatan pengukuhan
kawasan menjadi sangat penting. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang
ditunjuk oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2004 merupakan perubahan dari
beberapa fungsi kawasan hutan. Kawasan-kawasan hutan tersebut, sebagian besar
telah dilaksanakan penataan batas luarnya antara tahun 1975 sampai dengan tahun
2001.
Sampai dengan penyusunan rencana pengelolaan ini, kemajuan pelaksanaan
penataan batas kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sudah
mencapai 432,52 Km atau 90,44% dari total batas luar sepanjang 478,22 Km. Batas-
batas yang telah ditata tersebut, karena sebelumnya merupakan batas luar berbagai
fungsi kawasan hutan, juga telah dilakukan rekonstruksinya pada tahun 2006 dan
2007, sehingga secara de facto di lapangan telah berubah menjadi batas kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Sisa dari batas kawasan yang belum
dilaksanakan penataannya ditargetkan akan segera direalisasikan hingga temu
gelang pada tahun 2009.
Rencana Pengelolaan
B. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Adapun rencana pengelolaan taman nasional adalah panduan yang
memuat tujuan, kegiatan, dan perangkat yang diperlukan untuk pengelolaan
kawasan taman nasional. Rencana pengelolaan taman nasional terdiri atas rencana
pengelolaan jangka panjang, rencana pengelolaan jangka menengah, rencana
pengelolaan jangka pendek, serta rencana-rencana teknis untuk keperluan tertentu
secara spesifik.
Rencana pengelolaan jangka panjang taman nasional adalah rencana makro
yang bersifat komprehensif dan indikatif, untuk keperluan 20 tahun, yang menjadi
acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah, rencana
pengelolaan jangka pendek/ tahunan dan rencana-rencana teknis di kawasan taman
nasional. Rencana pengelolaan jangka menengah taman nasional adalah rencana
yang bersifat strategis, kualitatif dan kuantitatif, untuk keperluan 5 tahun, yang
disusun berdasarkan rencana pengelolaan jangka panjang. Rencana pengelolaan
jangka pendek adalah rencana pengelolaan yang bersifat teknis operasional,
kualitatif dan kuantitatif, untuk keperluan pengelolaan tahunan, yang disusun
berdasarkan dan merupakan penjabaran rencana pengelolaan jangka menengah.
Rencana aksi atau rencana teknis merupakan penjabaran dari salah satu atau
beberapa kegiatan. Jenis rencana ini memuat detail pelaksanaan suatu kegiatan
yang merupakan kebutuhan pengelolaan. Rencana-rencana teknis yang sekiranya
dibutuhkan dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung antara
lain berupa rencana pengembangan pariwisata alam, rencana tapak, rencana
pengembangan sarana dan prasarana pengelolaan kawasan, rencana pembinaan
dan pengembangan daerah penyangga, rencana kegiatan rehabilitasi dan restorasi
kawasan serta rencana-rencana lainnya. Dalam periode 2008-2027, terdapat
sedikitnya 34 judul rencana pengelolaan yang akan disusun, yang terdiri dari rencana
pengelolaan jangka panjang, menengah, rencana pengelolaan tahunan, serta
rencana teknis.
Efektifitas pencapaian target dan sasaran yang tercakup di dalam setiap
rencana tersebut akan dilakukan evaluasinya setiap lima tahun. Selain pencapaian
target dan sasaran, tidak tertutup pula kemungkinan adanya perubahan kebijakan
pemerintah di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam
periode perencanaan. Berdasarkan kepada hasil-hasil evaluasi yang telah dilakukan,
maka tidak tertutup kemungkinan untuk diadakannya peninjauan kembali atas
rencana-rencana yang telah disusun sebelumnya.
manajemen kawasan. Contoh kekeliruan manajemen yang telah sering terjadi adalah
pelaksanaan penanaman pohon pada ekosistem savana ataupun penanaman jenis
bukan asli di dalam kawasan yang kemudian pada akhirnya menjadi species
impasif/eksotik dan merusak tatanan alami ekosistem itu sendiri.
Species yang ada di dalam kawasan, baik
satwa liar maupun tumbuhan alam memerlukan
pengelolaan yang baik. Oleh karenanya, pada
tahap awal dibutuhkan data dan informasi yang
valid terkait dengan kondisi populasi, sebaran dan
keadaan habitatnya secara umum. Untuk
memenuhi hal tersebut, diperlukan kegiatan
identifikasi dan inventarisasi yang intensif dan
secara menyeluruh di dalam kawasan. Pada
CLP-KPH HIMAHOVA IPB
dasarnya, upaya ini memerlukan dukungan
sumber daya yang cukup besar. Dengan
keterbatasan-keterbatasan yang terjadi selama ini,
maka kegiatan-kegiatan pengumpulan data di
lapangan sebaiknya dilaksanakan secara bertahap
sehingga pada akhirnya akan dirampungkan pada Boiga dendrophylla
hutan dan segala potensinya banyak mengalami tekanan dari berbagai pihak untuk
dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik secara legal maupun illegal.
Gangguan dan tekanan ini tentu saja tidak mengenal kawasan yang masih dalam
tahap prakondisi ataupun kawasan yang telah dikelola secara mapan.
Kawasan baru dengan pengelola yang juga masih baru, kelembagaan yang
masih lemah, sumber daya yang terbatas (terutama SDM dan sarana prasarana)
menjadi kendala dan hambatan dalam mempertahankan fungsi dan tujuan utama
penunjukan kawasan sebagai taman nasional. Oleh karenanya diperlukan strategi-
strategi khusus untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk
meminimalisir gangguan dan tekanan yang berat tersebut. Salah satu strategi yang
digunakan untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk
mengoptimalkan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan taman nasional ini
adalah dengan menyiapkan perangkat-perangkat sistem peringatan dini (early
warning system). Perangkat dimaksud dalam hal ini berupa identifikasi dan pemetaan
indikasi kerawanan kawasan taman nasional. Peta Indikasi kerawanan kawasan ini
dimanfaatkan sebagai salah satu perangkat yang dapat mengarahkan personil dan
sarana prasarana yang terbatas ke lokasi-lokasi yang benar-benar memerlukan
penjagaan dan patroli karena indikasi intensitas gangguannya yang telah diketahui.
Identifikasi kerawanan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
dimaksudkan untuk mengumpulkan data, mengolah dan menyajikan informasi yang
dapat menggambarkan tingkat kerawanan kawasan dari berbagai macam gangguan
dengan menggunakan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap kemungkinan
terjadinya macam gangguan tersebut. Indikator-indikator yang dimaksud dalam hal
ini terdiri dari kondisi penutupan lahan, tipe iklim, jarak dari pusat pemukiman
masyarakat, tingkat aksesibilitas, kelas kelerengan serta potensi kawasan yang
berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Identifikasi kerawanan
kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditujukan sebagai salah satu
bahan masukan perumusan kebijakan bagi upaya-upaya perlindungan dan
pengamanan kawasan secara dini, efektif dan efisien serta lebih berorientasi pada
upaya-upaya preventif. Output dari kegiatan ini diharapkan dapat berfungsi sebagai
pelengkap tools pengambilan keputusan manajemen tentang perlunya tindakan-
tindakan pencegahan serta tingkat kesiagaan para personil.
Upaya perlindungan dan pengamanan kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung dilakukan dengan berbagai tingkatan, yaitu dari tingkat preemtif,
preventif, persuasif, dan represif. Sosialisasi tentang keberadaan kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung, kebijakan pengelolaan dan pemanfaatannya,
serta hal-hal lain yang terkait dengan kawasan dilakukan terhadap seluruh komponen
pemangku kepentingan yang ada di sekitar kawasan. Sosialisasi penting dilakukan
pengembangan ini tidak hanya terbatas pada penelitian dasar namun termasuk pula
kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi terapan. Agar kegiatan penelitian
dan pengembangan yang seharusnya dilaksanakan oleh lembaga penelitian dan
perguruan tinggi dapat benar-benar mendukung upaya pengelolaan kawasan, maka
diperlukan identifikasi dan penyusunan skala prioritas kebutuhan penelitian dan
pengembangan di dalam kawasan. Hasil dari kegiatan ini dijadikan prioritas kegiatan
penelitian dan pengembangan di dalam kawasan dan disosialisasikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan agar dapat terjalin sinkronisasi antara kebutuhan di
dalam kawasan dan program penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian dan
perguruan tinggi. Pengembangan kerjasama dengan lembaga penelitian dan
perguruan tinggi juga perlu dirintis dengan baik agar kontinuitas kegiatan penelitian
dan pengembangan di dalam kawasan dapat berjalan dengan baik.
Pendidikan konservasi bagi masyarakat lokal menjadi esensial peranannya dan
perlu diupayakan terus-menerus. Jika memungkinkan, pendidikan konservasi bagi
masyarakat ini dilakukan sejak usia dini sehingga kesadaran konservasi dan
pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik sudah menjadi bagian dari hidup
generasi bangsa ini. Pendidikan konservasi bagi masyarakat dapat dilakukan melalui
berbagai wadah. Upaya untuk menjadikan pendidikan konservasi sebagai muatan
lokal pada program pendidikan dasar dan menengah adalah suatu hal yang penting
untuk dilakukan. Dengan demikian, maka upaya konservasi tidak hanya dilaksanakan
oleh pengelola kawasan konservasi melainkan juga menjadi bagian yang terintegrasi
di dunia pendidikan.
Metode lain yang dapat ditempuh untuk memasyarakatkan upaya konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah dengan membentuk kader-kader
penggerak upaya konservasi di kalangan masyarakat. Untuk itulah kemudian
diperlukan upaya pembentukan kader konservasi serta pembinaan kalangan pecinta
alam. Kader-kader konservasi dan pecinta alam ini akan turut menyuarakan
pentingnya konservasi secara mandiri, dan dengan demikian maka pelaksanaan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tidak hanya menjadi bagian
dari tanggung jawab pemerintah.
yang dilakukan akan sedikit banyak menyesuaikan dengan hal-hal yang sudah
tersedia dan tidak harus mengeluarkan biaya yang besar untuk mengadakan hal-
hal yang belum ada);
3. Karakteristik budaya, tradisi dan agama setempat, yang sekaligus dapat
dijadikan batasan-batasan dan pengatur cara-cara bersikap, cara berpakaian
dan batas-batas waktu yang harus diperhatikan;
4. Pola pergerakan wisatawan, dari pola pergerakan wisatawan dapat ditetapkan
program atau paket wisata yang seperti apa yang akan cocok atau sesuai untuk
dikembangkan di daerah yang bersangkutan;
5. Pola pengembangan paket wisata, seperti telah tersebut di atas harus memiliki
kesesuaian dengan kondisi pasar. Masing-masing segmen pasar yang dituju
memiliki karakteristik tersendiri yang harus dipertimbangan dalam penyusunan
paket, misalnya wisatawan yang kebanyakan kaum berumur akan lebih
menyukai kegiatan di alam yang sifatnya ringan (soft), tidak menuntut
penggunaan fisik terlalu tinggi, wisatawan dengan usia muda (anak sekolah)
akan lebih menyukai kegiatan yang lebih aktif (mengandung tantangan).
Pengembangan paket juga harus memperhatikan faktor kompetitif dari pesaing
sehingga tidak mengulang tema yang sama yang telah dipakai oleh paket wisata
lainnya;
6. Pola pengembangan sistem transportasi;
7. Pola pengembangan wilayah dan tata ruang kawasan. Pola pengembangan
wilayah tata ruang kawasan harus diperhatikan karena pengembangan
pariwisata yang dilakukan akan menyesuaikan dengan pola pengembangan
wilayah dan tata ruang kawasan yang sudah ada;
8. Zonasi, zonasi akan mempengaruhi kawasan-kawasan mana saja yang boleh
dan bisa dikembangkan.
menjadi pendukung bahkan lebih jauh lagi sebagai pioneer kelestarian kawasan
konservasi di sekitarnya.
Tujuan akhir (goal) dari upaya pengembangan usaha ekonomi masyarakat di
daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung ini adalah
mewujudkan “Masyarakat Desa yang Mandiri Ekonominya dan Peduli Konservasi
yang Dapat Menjamin Hutan Lestari”. Tujuan antara yang diharapkan dapat
mewujudkan goal tersebut adalah : (1) Mengembangkan jenis-jenis usaha ekonomi
lokal produktif yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
memperhatikan aspek kelestarian alam; (2) Menumbuhkan budaya bertukar pikiran,
berbagi pengalaman dan terciptanya kader-kader di kampung tepi kawasan
konservasi yang mampu mengapresiasi dan menjaga kelestarian lingkungan alam
sekitarnya; (3) Membangun kesepahaman pengelolaan dan perencanaan bersama
mengenai pembangunan desa yang berwawasan lingkungan; serta (4) Meningkatkan
kesadaran konservasi masyarakat sekitar kawasan konservasi, terutama pada generasi
muda sebagai tumpuan harapan bangsa di masa depan.
Pengembangan usaha ekonomi masyarakat di daerah penyangga kawasan
konservasi Taman Nasional Bantimurung akan melibatkan sumber daya desa secara
keseluruhan, dengan sasaran utama yaitu : (1) Pemerintah setempat, terutama
aparat pemerintahan di tingkat desa selaku salah satu penentu kebijakan; (2) Para
tokoh masyarakat di desa bersangkutan sebagai suri teladan masyarakat; (3) Para
pelaku perekonomian desa, terutama penangkap kupu-kupu, pengolah aren, petani
kemiri, penjual cindera mata, dan lain-lain; (4) Para pemuda desa sebagai
penggerak, pengemban dan penentu arah gerak peradaban dan budaya di masa
yang akan datang; (5) Para pelajar di tingkat dasar guna menanamkan secara dini
pemahaman dan kecintaan terhadap lingkungan; serta (6) Aparat pemerintah terkait,
para akademisi, LSM dan kalangan swasta guna memfasilitasi dan memperlancar
proses pencapaian tujuan.
Pengembangan usaha ekonomi masyarakat di daerah penyangga kawasan
konservasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diharapkan akan bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui usaha ekonomi produktif yang
mampu bersaing, yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan
berdampak pada menurunnya ketergantungan masyarakat dan tekanan terhadap
kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pada akhirnya, diharapkan
akan tercipta suatu kondisi dimana kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung akan terlindungi secara lestari dengan dukungan penuh dari
masyarakat yang mantap perekonomiannya, dan kawasan dapat berfungsi sebagai
penopang kehidupan secara luas.
A. Pemantapan Kawasan
1. Penataan Batas KM 45,7 - - -
2. Reposisi Batas Kawasan Paket 1 - - -
3. Penetapan Kawasan Paket 1 - - -
4. Pemeliharaan Batas KM 478,22 478,22 478,22 478,22
5. Rekonstruksi Batas KM - 478,22 478,22 478,22
6. Penyelesaian Konflik Kawasan Paket 1 - - -
7. Penyusunan Rancangan Zonasi Paket 1 - - -
8. Penataan Batas Zonasi Paket 1 - - -
9. Penetapan Batas Zonasi Paket 1 - - -
10. Pemantauan dan Evaluasi Zonasi Paket - 1 1 1
11. Review Zonasi Paket - PM PM PM
B. Perencanaan
1. Penyusunan Rencana Pengelolaan Judul 1 - - 1
Jangka Panjang (20 Tahun)
2. Penyusunan Rencana Pengelolaan Judul 1 1 1 1
Jangka Menengah (5 Tahun)
3. Penyusunan Rencana Pengelolaan Judul 5 5 5 5
Jangka Pendek (1 Tahun)
122
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
123
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
124
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
125
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
l. Bronjong Unit 1 - - -
m. Kolam Renang Unit - 2 - -
n. Early Warning System Banjir pada Unit 1 1 - -
Blok Bantimurung dan Pattunuang
o. Jaringan Listrik Paket 1 2 - 2
p. Papan nama kawasan Buah 1 1 1 1
q. Papan informasi/petunjuk/larangan Buah 16 10 10 10
r. Pintu Gerbang Kawasan Buah 2 1 1 1
s. Papan Nama dan Pagar Mulut Gua Buah 10 20 20 20
126
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
127
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
128
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
129
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
130
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
131
Satuan Volume Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL)
No. Jenis Kegiatan
Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV
132
VII
Penutup
Achmad, Amran. 2001. Potensi dan Kondisi Kawasan Karst Maros-Pangkep. Prosiding
Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan
Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.
Alikodra, H.S.. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim. 1995. National Conservation Plan for Indonesia. Volume 6D Sulawesi Selatan
Province. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation
Ministry of Forestry. Jakarta.
Anonim. 2001. Kerangka Acuan (Term of Reference) Simposium Karst Maros-Pangkep.
Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan
Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era
Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III.
Makassar.
Badan Pusat Statistik. 2005. Data GIS Kemiskinan Indonesia 2005. Sub Direktorat
Pemetaan BPS. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2007. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Maros. Maros.
Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Pangkep Dalam Angka Tahun 2007. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Pangkep. Pangkajene.
Rencana Pengelolaan
Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bone Dalam Angka Tahun 2007. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bone. Watampone.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Formulir Data Non Spasial
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Rencana Strategis Balai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung 2007-2009. Balai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Rencana Kerja Tahun 2008.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Kondisi Kawasan Konservasi
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Laporan Tahunan 2007 Balai
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. LAKIP Tahun 2007 Balai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Statistik Tahunan 2007 Balai
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Deharveng, et al. 2007. Zoological Investigations in The Karst of South and Southeast
Sulawesi. Project Report. Museum National d’Histoire Naturelle de Paris. Paris.
Unpublished.
Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.56/Menhut-
II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Direktorat Jenderal PHPA. 1996. Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor :
129/Kpts/DJ-VI/1996 Tentang Pola Pengelolaan KSA, KPA, Taman Buru, dan
Hutan Lindung. Direktorat Jenderal PHPA, Departemen Kehutanan. Jakarta.
Karim, Amiruddin. 2001. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah Kabupaten Maros
Terhadap Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Karst Maros-
Pangkep yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep:
Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai
World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Regional III. Makassar.
Ko, R.K.T. 2001. Kawasan Karst Maros-Pangkep, Nilai Lebihnya dalam Bidang Non
Pertambangan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju
Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World
Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Regional III. Makassar.
Lubis, M. Irfansyah, dkk. 2007. Kekayaan Jenis Herpetofauna Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung Sulawesi Selatan. Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Insititut Pertanian Bogor
dan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Laporan sementara. Tidak
dipublikasikan.
Mattimu, A.A., H. Sugondo dan H. Pabittei. 1977. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis
Kupu-kupu di Daerah Bantimurung Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Nitta, K dan P. Delanghe. 2001. Introduction on Cultural and Natural World Heritage and
World Heritage in Karst Areas. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep:
Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai
World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Regional III. Makassar.
Palaguna, H.Z.B dan Haruna Rachman. 2001. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah
Propinsi Sulawesi Selatan Terhadap Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber
Daya Alam Karst Maros-Pangkep yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium
Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst
Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.
Patappe, H.A. Gaffar. 2001. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah Kabupaten Pangkep
Terhadap Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Karst Maros-
Pangkep yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep:
Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai
World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Regional III. Makassar.
Pratondo, B. J., Hadi S. Alikodra, Bambang H. Sahardjo, Priyadi Kardono. 2006. Aplikasi
Infrastruktur Data Spasial Nasional (ISDN) untuk Pengendalian Kebakaran Hutan
dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sanggau Kalimatan Barat). Jurnal Ilmiah
Geomatika Vol. 12 No. 2 Desember 2006. Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional. Cibinong.
Samodra, Hanang. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia, Pengelolaan dan
Perlindungannya. Publikasi Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Nomor 25 Tahun 2001. Badan Litbang ESDM Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral. Bandung.
Samodra, Hanang. 2003. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia dan Usaha
Pengelolaannya Secara Berkelanjutan. Suplemen tulisan pada Pelatihan Dasar
Geologi untuk Pecinta Alam dan Pendaki Gunung, kerjasama IAGI dengan Klub
Pecinta Alam. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Bogor.
Simanjuntak, T. 2007. Hutan Terbakar Pasti Berlalu. Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM). Tersedia online pada www.elsam.or.id diakses pada
tanggal 19 Desember 2007.
Sriyanto, Agoes. 2002. Pengelolaan Taman Nasional. Materi Pendidikan dan Pelatihan
Dasar-Dasar Konservasi. Tidak dipublikasikan.
Suhardjono, Yayuk R. Dkk. 2007. Laporan Teknik 2006. Inventarisasi dan Karakterisasi
Biota Karst dan Gua Pegunungan Sewu dan Sulawesi Selatan. Proyek 212.
Bidang Zoologi (Museum Zoologicum Bogoriense) Pusat Penelitian Biologi - LIPI.
Bogor.
Supriatna, J. 2007. Strategi Menanggulangi Kebakaran Hutan. Tropika/Conservation
International Indonesia. Tersedia online pada www.conservation.or.id diakses
pada tanggal 19 Desember 2007.
Wallace, Alfred Russel. 1890. The Malay Archipelago. Periplus Editions (HK) Ltd.
Singapore.
Whitten et al. 2002. The Ecology of Indonesia Series Volume IV: The Ecology of
Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore.
L ampir an 1 :
L ampir an 2 :
Status Perlindungan
Prediksi
No. Jenis Fauna
UU 5 / Tidak Populasi
CITES
1990 dilindungi
Mamalia
1 Macaca maura √ II - ?
2 Macrogalidia musschenbroeckii √ I - ?
3 Strigocuscus celebensis √ - - ?
4 Ailurops ursinus √ - - ?
5 Cervus timorensis √ - - ?
6 Tarsius spectrum √ II - ?
Aves
7 Fregata sp. √ - - ?
8 Penelopides exarhatus √ II - ?
9 Rhyticeros cassidix √ - - ?
17 Spizaetus lanceolatus √ - - ?
10 Pycnonotus aurigaster - - √ ?
11 Saxicola caprata - - √ ?
12 Treron sp. - - √ ?
13 Dendrocarpus teiminkii - - √ ?
14 Collocalia sp - - √ ?
15 Collocalia esculenta - - √ ?
16 Otus manadensis - - √ ?
17 Loncura molluca - - √ ?
18 Loncura malacca - - √ ?
19 Loncura vallida - - √ ?
20 Turacaena manadensis - - √ ?
21 Tanignatus sumatranus √ - - ?
22 Ghallus gallus - - √ ?
23 Halcyon cloris √ - - ?
24 Oriolus chinensis - - √ ?
25 Ardea purpurea - - √ ?
26 Egretta sacra √ - - ?
27 Bubulcus ibis - III √ ?
28 Ardeola speciosa √ - - ?
29 Butorides striatus - - √ ?
30 Nycticorax caledonicus √ - - ?
31 Ixobrychus cinnamomeus - - √ ?
32 Spilornis rufipectus √ - - ?
33 Ictinaetus malayensis √ - - ?
34 Falco peregrinus √ II - ?
35 Turnix suscitator - - √ ?
36 Pluvialis fulva - - √ ?
37 Arenaria interpres - - √ ?
38 Tringa ochropus - - √ ?
39 Tringa glareola - - √ ?
40 Actitis hypleuca - - √ ?
41 Himantopus leucocephalus √ - - ?
42 Numenius phaepus √ - - ?
43 Ptilinopus melanospila - - √ ?
44 Trichoglossus ornatus √ - - ?
Status Perlindungan
Prediksi
No. Jenis Fauna
UU 5 / Tidak Populasi
CITES
1990 dilindungi
45 Loriculus stigmatus - - √ ?
46 Phaenicophaeus calyorhynchus - - √ ?
47 Centropus celebensis - - √ ?
48 Centropus bengalensis - - √ ?
49 Caprimulgus affinis - - √ ?
50 Apus affinis - - √ ?
51 Actenoides monachus - - √ ?
52 Alcedo meninting √ - - ?
53 Merops philippinus - - √ ?
54 Merops ornatus - - √ ?
55 Coracias temminckii - - √ ?
56 Mulleripicus fulvus - - √ ?
57 Hirundo tahitica - - √ ?
58 Coracina morio - - √ ?
59 Lalage leucopygialis - - √ ?
60 Lalage sueurii - - √ ?
61 Dicrurus hottentottus - - √ ?
62 Oriolus chinensis - - √ ?
63 Corvus typicus - - √ ?
64 Trichastoma celebense - - √ ?
65 Zosterops chloris - - √ ?
66 Zosterops anomalus - - √ ?
67 Cyornis rufigastra - - √ ?
68 Hypothymis azurea - - √ ?
69 Artamus leucorynchus - - √ ?
70 Streptocitta albicollis - - √ ?
71 Basilornis celebensis - - √ ?
72 Myzomela saguinolenta √ - - ?
73 Nectarinia aspasia √ - - ?
74 Nectarinia jugularis √ - - ?
75 Aethopyga siparaja √ - - ?
76 Dicaeum aureolimbatum - - √ ?
77 Dicaeum celebicum - - √ ?
78 Passer montanus - - √ ?
79 Padda oryzivora - II √ ?
Amphibi
80 Bufo melanostictus - - √ ?
81 Bufo celebensis - - √ ?
82 Phryne sp - - √ ?
83 Polypedates leucomystax - - √ ?
84 Fejervarya limnocharis - - √ ?
85 Fejervarya crancrivora - - √ ?
86 Rana celebensis - - √ ?
Reptilia
87 Eutropis rudis - - √ ?
88 Sphenomorphus variegans - - √ ?
89 Sphenomorphus variagatum - - √ ?
90 Lamprolepis smaragdinum - - √ ?
91 Cyrtodactylus jellesmae - - √ ?
92 Cyrtodactylus sp - - √ ?
93 Draco sp - - √ ?
94 Draco volans - - √ ?
95 Hydrosaurus amboinensis √ - - ?
96 Ahaetulla prasina - - √ ?
97 Boiga dendrophyla - - √ ?
98 Boiga irregularis - - √ ?
99 Dendrelaphis pictus - - √ ?
100 Rhapdophis chrysargoides - - √ ?
Status Perlindungan
Prediksi
No. Jenis Fauna
UU 5 / Tidak Populasi
CITES
1990 dilindungi
101 Psammodynastes pulverulentus - - √ ?
102 Tropidolaemus wagleri - - √ ?
103 Ramphotyphlops braminus - - √ ?
104 Python reticulatus - II √ ?
105 Varanus salvator - - √ ?
Insecta
106 Morphotaenaris schoembargi - - √ ?
107 Faunis menado - - √ ?
108 Taenaris catops leanas - - √ ?
109 Danaus chrysippus - - √ ?
110 Danaus genetia - - √ ?
111 Danaus melucina cythia - - √ ?
112 Eupoea algae - - √ ?
113 Eupoea blossomae - - √ ?
114 Eupoea fibrician - - √ ?
115 Eupoea leucostictos - - √ ?
116 Eupoea modesta lagans - - √ ?
117 Eupoea phaenereta unibrunnea - - √ ?
118 Eupoea wallacei - - √ ?
119 Eupoea sp - - √ ?
120 Eupoea sp - - √ ?
121 Idea blanchardi - - √ ?
122 Idea tambusisi - - √ ?
123 Idea idea - - √ ?
124 Idea idea oza - - √ ?
125 Idea novella - - √ ?
126 Ideopsis juventa - - √ ?
127 Ideopsis klassica - - √ ?
128 Ideopsis vitrea - - √ ?
129 Ideopsis sp - - √ ?
130 Parantica aspasia - - √ ?
131 Parantica cleona - - √ ?
132 Pareronia valeria - - √ ?
133 Lybithea geoffreyi - - √ ?
134 Lybithea geoffreyi antipoda - - √ ?
135 Azanus moriqua - - √ ?
136 Bindahara phocides - - √ ?
137 Denorix epiyarbas - - √ ?
138 Freyeria trochilus - - √ ?
139 Hypochrysops mioswara - - √ ?
140 Jamides cyta amphissina - - √ ?
141 Liphyra brassoli - - √ ?
142 Argynnis sp - - √ ?
143 Argyreus hyperbius - - √ ?
144 Argyreus hyperbius inconstan - - √ ?
145 Cethosia myrina √ - - ?
146 Cethosia biblis - - √ ?
147 Charaxes solon - - √ ?
148 Charaxes affinis - - √ ?
149 Charaxes nitebis - - √ ?
150 Cirrochroa regina filder - - √ ?
151 Cirrochroa regina princesa - - √ ?
152 Cupha erymanthis - - √ ?
153 Cupha maedonis - - √ ?
154 Cyrestis acilia - - √ ?
155 Cyrestis thyenneus - - √ ?
156 Cyrestis strigata - - √ ?
157 Euthalia aetes - - √ ?
Status Perlindungan
Prediksi
No. Jenis Fauna
UU 5 / Tidak Populasi
CITES
1990 dilindungi
158 Euthalia amanda - - √ ?
159 Euripus robustus - - √ ?
160 Hypolimnas bolina - - √ ?
161 Hypolimnas domea - - √ ?
162 Helcyra celebensis - - √ ?
163 Junenia almana - - √ ?
164 Junenia atlites - - √ ?
165 Junenia orithya - - √ ?
166 Junenia erigone - - √ ?
167 Junenia hedonia - - √ ?
168 Limenitis lymire - - √ ?
169 Melanitis ismene - - √ ?
170 Mycalesis duphonceli - - √ ?
171 Mycalesis malsarida - - √ ?
172 Neptis nandina - - √ ?
173 Neptis praslini - - √ ?
174 Parthenos silvia - - √ ?
175 Parthenos tigriana - - √ ?
176 Phalanta alcippe araca - - √ ?
177 Polyura clitarchus - - √ ?
178 Polyura alpius - - √ ?
179 Polyura cognata - - √ ?
180 Pontoporia eulimene baudora - - √ ?
181 Rohana macar - - √ ?
182 Vagrans egista - - √ ?
183 Vindula cycnei - - √ ?
184 Vindula erota - - √ ?
185 Vindula erota cycnea - - √ ?
186 Vindula erota ricussa - - √ ?
187 Vindula sp - - √ ?
188 Yoma sabina sabina - - √ ?
189 Yoma algina - - √ ?
190 Yanesa buana - ?
191 Papilio peranthus - - √ ?
192 Papilio gigon - - √ ?
193 Papilio sataspes - - √ ?
194 Papilio ascalapus - - √ ?
195 Papilio fuscus - - √ ?
196 Papilio polytes - - √ ?
197 Papilio adamanthus - - √ ?
198 Papilio albinos - - √ ?
199 Papilio blumei - - √ ?
200 Papilio canopsis - - √ ?
201 Papilio castor - - √ ?
202 Papilio cedrusmedon - - √ ?
203 Papilio deiphobus dliphylus - - √ ?
204 Papilio galucus turnus - - √ ?
205 Papilio lorquinianus - - √ ?
206 Papilio lowii - - √ ?
207 Papilio memnon - - √ ?
208 Papilio polites - - √ ?
209 Papilio polyphontes - - √ ?
210 Papilio sarpedon - - √ ?
211 Troides hipolythus √ II - ?
212 Troides helena √ II - ?
213 Troides haliphron √ II - ?
214 Graphium androcles - - √ ?
215 Graphium cordus - - √ ?
Status Perlindungan
Prediksi
No. Jenis Fauna
UU 5 / Tidak Populasi
CITES
1990 dilindungi
216 Graphium eupharates - - √ ?
217 Graphium euryphylus - - √ ?
218 Graphium milon - - √ ?
219 Graphium agamemnon - - √ ?
220 Graphium doson - - √ ?
221 Graphium mendana - - √ ?
222 Graphium meyery - - √ ?
228 Graphium rhesus - - √ ?
229 Graphium deucalion - - √ ?
230 Graphium sarpedon - - √ ?
231 Graphium tilacha - - √ ?
232 Atrophaneura dixoni - - √ ?
233 Lamproptera meges - - √ ?
234 Pachlioca iris - - √ ?
235 Appias albina - - √ ?
236 Appias celastina - - √ ?
237 Appias lyncida - - √ ?
238 Appias nero - - √ ?
239 Appias paulina - - √ ?
240 Appias placidia - - √ ?
241 Appias zarinda - - √ ?
242 Appias hombroni - - √ ?
243 Amathusia phidippus - - √ ?
244 Delias alepa - - √ ?
245 Delias hapalina - - √ ?
246 Delias hyparete - - √ ?
247 Delias isocharis - - √ ?
248 Delias melusina - - √ ?
249 Delias mesebloma - - √ ?
250 Delias omytion - - √ ?
251 Delias pasithoe - - √ ?
252 Delias poecilia - - √ ?
253 Cepora celebensis - - √ ?
254 Cepora timnatha - - √ ?
255 Chirrochoa semiramis - - √ ?
256 Chirrochoa thule - - √ ?
257 Delias rosenbergi - - √ ?
258 Euploea eupator - - √ ?
259 Euploea eleusina - - √ ?
260 Euploea hewitsoni - - √ ?
261 Euploea algea - - √ ?
262 Euploea westwodi - - √ ?
263 Delias sacha - - √ ?
264 Delias zebuda - - √ ?
265 Delias shupi - - √ ?
266 Dixeia doxo costata - - √ ?
267 Discopora bambusa - - √ ?
268 Elodina equatia - - √ ?
269 Eurema candida - - √ ?
270 Eurema drona - - √ ?
271 Eurema celebensis - - √ ?
272 Gandaca harina niguina - - √ ?
273 Hebomia glaucippe - - √ ?
274 Hebomia glaucippe aurantiaca - - √ ?
275 Hebomia leucippe daemonis - - √ ?
276 Hestina divona - - √ ?
277 Ixias reinwardti - - √ ?
278 Ixias vollenhovii - - √ ?
279 Leptosias nina - - √ ?
Status Perlindungan
Prediksi
No. Jenis Fauna
UU 5 / Tidak Populasi
CITES
1990 dilindungi
280 Lamesia lyncides - - √ ?
281 Papreronia valeria - - √ ?
282 Saletara cyninna - - √ ?
283 Saletara leberia - - √ ?
284 Saletara panda - - √ ?
285 Terias candida - - √ ?
286 Terinos taxiles - - √ ?
287 Tirumala choaspes - - √ ?
288 Tirumala hamata - - √ ?
289 Tacola eulimine - - √ ?
290 Valeria argotis - - √ ?
291 Valeria chinki - - √ ?
292 Valeria jobaea abiiana - - √ ?
293 Dicalleneura ekeike - - √ ?
294 Dicalleneura rebbei arfalensis - - √ ?
295 Praetaxilla segesia cariya - - √ ?
296 Praetaxilla statira dhyana - - √ ?
297 Praetaxilla statira statira - - √ ?
298 Attacus atlas - - √ ?
299 Elymnias thryallis - - √ ?
300 Elymnias hewitsoni - - √ ?
301 Geitoneura mynyas - - √ ?
302 Melanitis leda - - √ ?
303 Melanitis velutina - √ ?
304 Mycalesis sirius - - √ ?
305 Batocera sp. - - √ ?
306 Aegus sp. - - √ ?
307 Catopsilia scylla - - √ ?
308 Catopsilia pomona - - √ ?
309 Pareronia tritaea - - √ ?
310 Parthenos sylvia - - √ ?
311 Dichorragia sp - - √ ?
312 Doleshallia bisaltios - - √ ?
313 Estina divona - - √ ?
314 Hypolimnas diomea - - √ ?
315 Lexias aetes - - √ ?
316 Moduza procris - - √ ?
317 Moduza lymire - - √ ?
318 Moduza libinites - - √ ?
319 Moduza licone - - √ ?
320 Mynes talboti - - √ ?
321 Mynes geoffroyi - - √ ?
322 Parthenos tigrina - - √ ?
323 Prothoe frank - - √ ?
324 Rhinipalpa polynice - - √ ?
325 Gehyra matilata - - √ ?
326 Mubaya rudis - - √ ?
327 Cosymbatus sp - - √ ?
328 Pachliopta polyponthes - - √ ?
329 Deudorix epijarbus - - √ ?
Collembola, Pisces, Moluska
dan lain-lain
330 Aracnida - - √ ?
331 Collembola - - √ ?
333 Polydesmida - - √ ?
333 Trombididoee - - √ ?
334 Armadillidia - - √ ?
335 Doratodesmidae - - √ ?
336 Amblipigii - - √ ?
Status Perlindungan
Prediksi
No. Jenis Fauna
UU 5 / Tidak Populasi
CITES
1990 dilindungi
337 Heteropodidae - - √ ?
338 Scutigeridae - - √ ?
339 Rhaphidophora - - √ ?
340 Pnaria sp - - √ ?
341 Eustra sp - - √ ?
342 Eustra saripaensis - - √ ?
343 Cyclotus longipilus - - √ ?
344 Cyclotus politus - - √ ?
345 Cyclotus guttatus - - √ ?
346 Hesta sp - - √ ?
347 Planispira - - √ ?
348 Leptopoma celebesianum - - √ ?
349 Trichoptera - - √ ?
350 Cancrocaeca xenomorpha - - √ ?
351 Bostrychus sp 1 - - √ ?
352 Bostrychus sp 2 - - √ ?
353 Cirolana marosina - - √ ?
354 Marosina longirostris - - √ ?
355 Marosina brevirostris - - √ ?
356 Pseudosinella maros - - √ ?
Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber
Status perlindungan
Prediksi
No. Jenis Flora UU Tidak
CITES populasi
5/1990 dilindungi
1 Agathis philippinensis - - √ ?
2 Arthocarpus integra - - √ ?
3 Arthocarpus communis - - √ ?
4 Arthocarpus altiliis - - √ ?
5 Arthocarpus elestica - - √ ?
6 Arthocarpus incise - - √ ?
7 Anthochepalus cadamba - - √ ?
8 Anthochepalus macrophyllus - - √ ?
9 Alstonia scholaris - - √ ?
10 Anacardium occidentale - - √ ?
11 Albizia saponaria - - √ ?
12 Arenga pinnata - - √ ?
13 Aleurites moluccana - - √ ?
14 Annona muricata - - √ ?
15 Aglaia lawii - - √ ?
16 Aglaia odorattisima - - √ ?
17 Aglaia tomentosa - - √ ?
18 Aglaia korthalsii - - √ ?
19 Aglaia argentea - - √ ?
20 Aglaia ganggo - - √ ?
21 Aglaia sp - - √ ?
22 Archidendron sp - - √ ?
23 Actinodaphne sp - - √ ?
24 Abelmoschus moschatus - - √ ?
25 Acmena acuminatissima - - √ ?
26 Adina sp - - √ ?
27 Alchornea rugosa - - √ ?
28 Antiaris taxicaria - - √ ?
29 Antidesma montanum - - √ ?
30 Apania senegalensis - - √ ?
31 Aporosa sp - - √ ?
32 Arcangelisia flava - - √ ?
33 Ardicia lanceolata - - √ ?
34 Alangium salvinifolium - - √ ?
35 Allophylus cobbe - - √ ?
36 Aphanamixis polystachya - - √ ?
37 Ardisia sp - - √ ?
38 Alsodaphne sp - - √ ?
39 Alphitonia incana - - √ ?
40 Aralia sp - - √ ?
41 Buchanania arborescens - - √ ?
42 Bombax malabaricum - - √ ?
43 Bambusa sp - - √ ?
44 Bauhunia arborea - - √ ?
45 Baringtonia asiatica - - √ ?
46 Baccauirea sp - - √ ?
47 Bischofia javanica - - √ ?
48 Breidelia insulana - - √ ?
49 Beilschmiedia gemmiflora - - √ ?
50 Beilschmiedia sp - - √ ?
51 Breynia virgata - - √ ?
52 Casuarina junghuhniana - - √ ?
53 Castanea acuminatissima - - √ ?
54 Colona sp - - √ ?
55 Cananga odorata - - √ ?
56 Calophyllum inophyllum - - √ ?
57 Calophylum sp - - √ ?
58 Klenhovia hospita - - √ ?
59 Ceiba petandra - - √ ?
60 Citronella suaveoleus - - √ ?
Status perlindungan
Prediksi
No. Jenis Flora UU Tidak
CITES populasi
5/1990 dilindungi
61 Citronella sp - - √ ?
62 Chionanthus celebicus - - √ ?
63 Cinnamomum sp - - √ ?
64 Cynometra ramiflora - - √ ?
65 Chionanthus ramiflora - - √ ?
66 Cratoxylon cochinchinensis - - √ ?
67 Claoxylon sp - - √ ?
68 Clorodendrum sp - - √ ?
69 Canarium balsamiferum - - √ ?
70 Canarium maluence - - √ ?
71 Canthium didyma - - √ ?
72 Caryota mitis - - √ ?
73 Cassia siamea - - √ ?
74 Celtis cinamomea - - √ ?
75 Cleistanthus myrianthus - - √ ?
76 Canthium didyma - - √ ?
77 Chisocheton ceramicus - - √ ?
78 Codiaeum variegatum - - √ ?
79 Castanopsis buruana - - √ ?
80 Castanopsis sp - - √ ?
81 Coffea sp - - √ ?
82 Caseria grewiaefolia - - √ ?
83 Duabanga moluccana - - √ ?
84 Dracontomelon dao - - √ ?
85 Dracontomelon mangiferum - - √ ?
86 Dillenia serrata - - √ ?
87 Diospyros celebica √ - - ?
88 Diospyros ferrea - - √ ?
89 Diospyros korthalsiana - - √ ?
90 Diospyros venenosa - - √ ?
91 Dracaena multiflora - - √ ?
92 Dehaasia caesia - - √ ?
93 Dehaasia celebica - - √ ?
94 Didymocheton nutans - - √ ?
95 Drypetes glabridiscus - - √ ?
96 Drypetes globosa - - √ ?
97 Drypetes longifolia - - √ ?
98 Drypetes subcubica - - √ ?
99 Drypetes sp - - √ ?
100 Dysoxylum densiflorum - - √ ?
101 Denrocdine stimulans - - √ ?
102 Derris trifoliate lour - - √ ?
103 Dolichandrone spathacea - - √ ?
104 Elmerillia sp - - √ ?
105 Eucalyptus deglupta - - √ ?
106 Eugenia jambolana - - √ ?
107 Eugenia acuminatissima - - √ ?
108 Eugenia cuminii - - √ ?
109 Eugenia everettii - - √ ?
110 Eugenia polycephaloides - - √ ?
111 Euonymus javanicus - - √ ?
112 Elastostema sinuatum - - √ ?
113 Euvodia accendens - - √ ?
114 Eupotarium odoratum - - √ ?
115 Exocarpus latifolius - - √ ?
116 Erythrina pusca - - √ ?
117 Ellatostachys verrucosa - - √ ?
118 Endiandra rubescens - - √ ?
119 Ficus benjamina - - √ ?
120 Ficus variegata - - √ ?
Status perlindungan
Prediksi
No. Jenis Flora UU Tidak
CITES populasi
5/1990 dilindungi
121 Ficus deltoidea - - √ ?
122 Ficus subulata - - √ ?
123 Ficus obcsura - - √ ?
124 Ficus subtrinervia - - √ ?
125 Ficus callosa - - √ ?
126 Ficus anastomosans - - √ ?
127 Ficus grewiifolia - - √ ?
128 Ficus pisifera - - √ ?
129 Ficus tinctoria - - √ ?
130 Ficus virgata - - √ ?
131 Ficus ampelas - - √ ?
132 Ficus copiosa - - √ ?
133 Ficus cumingii - - √ ?
134 Ficus elmeri - - √ ?
135 Ficus gul - - √ ?
136 Ficus heteropoda - - √ ?
137 Ficus adenosperma - - √ ?
138 Ficus fistulosa - - √ ?
139 Ficus hispida - - √ ?
140 Ficus septica - - √ ?
141 Ficus racemosa - - √ ?
142 Ficus elestica - - √ ?
143 Ficus miguelii - - √ ?
44 Ficus callophylla - - √ ?
145 Ficus chrsolepis - - √ ?
146 Ficus cordatula - - √ ?
147 Ficus crassiramea - - √ ?
148 Ficus forstenii - - √ ?
149 Ficus lawesii - - √ ?
150 Ficus microcarpa - - √ ?
151 Ficus subcordata - - √ ?
152 Ficus sumatrana - - √ ?
153 Ficus virens - - √ ?
154 Ficus superba - - √ ?
155 Ganopyllum falcatum - - √ ?
156 Ganopyllum sp - - √ ?
157 Garcinia mangostana - - √ ?
158 Garcinia gaudichaudii - - √ ?
159 Garcinia laterriflora - - √ ?
160 Garcinia forbesi - - √ ?
161 Garuga floribunda - - √ ?
162 Gnetum gnemon - - √ ?
163 Grewia acuminata - - √ ?
164 Gendarussa vulgaris - - √ ?
165 Gomphandraa mappioides - - √ ?
166 Gluta rengas - - √ ?
167 Glycosmis cochinchinensis - - √ ?
168 Glycosmis pentapyllla - - √ ?
169 Glycosmis sp - - √ ?
170 Hernandia sp - - √ ?
171 Hymenodyction excelsum - - √ ?
172 Heriteria littorolis - - √ ?
173 Hopea celebica - - √ ?
174 Heckeria umbellata - - √ ?
175 Hydnocarpus heterophylla - - √ ?
176 Horsfieldia sp - - √ ?
177 Homalium celebicum - - √ ?
178 Ixora gandifolia - - √ ?
179 Ixora javanica - - √ ?
180 Ixora timorensis desaisne - - √ ?
Status perlindungan
Prediksi
No. Jenis Flora UU Tidak
CITES populasi
5/1990 dilindungi
181 Ixonanthes petiolaris - - √ ?
182 Itoa stapffi - - √ ?
183 Jatropa curcas - - √ ?
184 Knema cinerea - - √ ?
185 Kadsura sp - - √ ?
186 Laportea stimulans - - √ ?
187 Leea indica - - √ ?
188 Leea angulata - - √ ?
189 Lepiniopsis ternatensisi - - √ ?
190 Lepisanthes fruticosa - - √ ?
191 Lepisanthes sp - - √ ?
192 Leucosyke capitellata - - √ ?
193 Lagerstromia speciosa - - √ ?
194 Lagerstromia ovatifolia - - √ ?
195 Lantana camara - - √ ?
196 Lysianthes sp - - √ ?
197 Litsea mappacea - - √ ?
198 Litsea timoriana - - √ ?
199 Litsea sp - - √ ?
200 Mangifera indica - - √ ?
201 Mangifera foetida - - √ ?
202 Mangifera pedicellata - - √ ?
203 Myristica fragras - - √ ?
204 Mollutus floribondus - - √ ?
205 Mollutus subpeltatus - - √ ?
206 Mollotus sp - - √ ?
207 Macaranga gigantea - - √ ?
208 Matthaea sansta - - √ ?
209 Meliosma nitida - - √ ?
210 Memecylon edule - - √ ?
211 Maranthes corymbosa - - √ ?
212 Nauclea orientalis - - √ ?
213 Nephelium lappaceum - - √ ?
214 Orophea celebica - - √ ?
215 Orophea hexandra - - √ ?
216 Octomeles sumatrana - - √ ?
217 Pangium edule - - √ ?
218 Pangium obovatum - - √ ?
219 Pinus merkusii - - √ ?
220 Pandanus sp - - √ ?
221 Palaquium obtusifolium - - √ ?
222 Palaquium obovatum - - √ ?
223 Pterocarpus indicus - - √ ?
224 Pometia pinnata - - √ ?
225 Pterospermum celebicum - - √ ?
226 Pterospermum diversifolium - - √ ?
227 Pterospermum javanicum - - √ ?
228 Pometia acuminate - - √ ?
229 Pometia serrata - - √ ?
230 Polyalthia celebica - - √ ?
231 Polyalthia coffeoides - - √ ?
232 Polyalthia sp - - √ ?
233 Polycias nodusa - - √ ?
234 Pimeleodendron ambainicum - - √ ?
235 Pseudoclausena chrisogyne - - √ ?
236 Planchonia valida - - √ ?
237 Planchonia natida - - √ ?
238 Pisonia umbelifera - - √ ?
239 Premna sp - - √ ?
240 Psychotria sp - - √ ?
Status perlindungan
Prediksi
No. Jenis Flora UU Tidak
CITES populasi
5/1990 dilindungi
241 Plectronia glabra - - √ ?
242 Plectronia sp - - √ ?
243 Riporosa caesia - - √ ?
244 Phaleria capitata - - √ ?
245 Picrasma javanica - - √ ?
246 Pittosporum ramiflorum - - √ ?
247 Poikilospermum sp - - √ ?
248 Popowia sp - - √ ?
249 Pothos rumpii - - √ ?
250 Pavetta sp - - √ ?
251 Podocarpus neriifolius - III √ ?
252 Podocarpus imbricatus - - √ ?
253 Podocarpus sp - - √ ?
254 Phyllocladus hypophyllus - - √ ?
255 Planchonella moluccana - - √ ?
256 Planchonella firma - - √ ?
257 Pterocymbium javanicum - - √ ?
258 Schleichera oleosa - - √ ?
259 Spatudea campanulata - - √ ?
260 Sterqulia foetida - - √ ?
261 Sterqulia comosa - - √ ?
262 Sterqulia insularis - - √ ?
263 Sterqulia oblongata - - √ ?
264 Samanea saman - - √ ?
265 Swietenia macrophylla - II √ ?
266 Spondias pinnata - - √ ?
267 Schefflera polybatrya - - √ ?
268 Schefflera elliptica - - √ ?
269 Sageraea lanceolata - - √ ?
270 Sagerae glabra - - √ ?
271 Solacia sp - - √ ?
272 Santiria laevigata - - √ ?
273 Santiria sp - - √ ?
274 Scolopia spinosa - - √ ?
275 Sloetia sp - - √ ?
276 Strobilanthes blumei - - √ ?
277 Semecarpus sp - - √ ?
278 Tristania sp - - √ ?
279 Tamarindus indicus - - √ ?
280 Tectona grandis - - √ ?
281 Talauma singaporensis - - √ ?
282 Terminalia microcarpa - - √ ?
283 Terminalia sp - - √ ?
284 Tetrameles nudiflora - - √ ?
285 Tarenna teysmanii - - √ ?
286 Tarenna sp - - √ ?
287 Timonius sp - - √ ?
288 Tricalysia singularis - - √ ?
289 Tristiropsis canaroides - - √ ?
290 Tristiropsis sp - - √ ?
291 Trichospermum pleiostigma - - √ ?
292 Tabarnaemontana sp - - √ ?
293 Tomoniu sp - - √ ?
294 Vatica sp - - √ ?
295 Vitex cofassus - - √ ?
296 Vitex pubescens - - √ ?
297 Villebrunea rubescens - - √ ?
298 Vernonia arborea - - √ ?
299 Walsura pinnata - - √ ?
300 Wrightia pubescens - - √ ?
Status perlindungan
Prediksi
No. Jenis Flora UU Tidak
CITES populasi
5/1990 dilindungi
301 Xanthophyllum sp - - √ ?
302 Xylopia sp - - √ ?
Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber