Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Taman Hutan Raya (grand forest park) merupakan salah satu kawasan
pelestarian alam selain Taman Nasional dan Taman Wisata Alam. Sebagai
kawasan pelestarian alam, Taman Hutan Raya (Tahura) memiliki tujuan untuk
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan
asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya pariwisata dan rekreasi. Bentuk
pelestarian alam yang terkombinasi tersebut sekaligus menjadi etalase keaneka
ragaman hayati yang mulai langka dan terancam keberadaannya sebagai akibat
dari ektraksi dan ekploitasi sumberdaya hutan yang memicu degradasi hutan alam
sebagai ekosistem dan atau habitat aslinya.
Aceh sebagaimana provinsi lainnya di indonesia juga memiliki Kawasan
Taman Hutan Raya, yang diberi nama Tahura Pocut Meurah Intan (Tahura PMI).
Dalam perkembangan penunjukan dan penetapannya, Tahura Pocut Meurah Intan
pada mulanya bernama Tahura Cut Nyak Dien yang ditetapkan melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-I/2001 tanggal 15 Maret 2001.
Perubahan nama Tahura Cuk Nyak Dien menjadi Tahura Pocut Meurah Intan
dilandasi oleh banyaknya penggunaan nama Pahlawan Cut Nyak Dien untuk jalan,
kawasan hutan dan monumen bersejarah. Disisi lain masih terdapat juga nama
pahlawan yang disegani oleh masyarakat aceh, salah satunya Pahlawan Pocut
Meurah Intan. Kemudian pada tahun 2001, nama Tahura berubah menjadi Tahura
Pocut Meurah Intan, dan dikukuhkan dengan Perda Propinsi NAD No. 46 tahun
2001 Tanggal 27 Agustus 2001 dengan luas 6.300 hektar. Peraturan Daerah Prov.
NAD No. 46 tahun 2001 ini menjadi pedoman dalam pengelolaan kawasan
Tahura PMI.
Sebagai sebuah unit pengelolaan hutan, Tahura PMI harus dapat dikelola
secara efisien dan lestari. Berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk
mewujudkan maksud tersebut maka pengelolaan hutan harus memenuhi standar
dan kriteria pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.
Salah satu prasyarat untuk pengelolaan hutan secara lestari adalah wilayah
hutan harus dikelola melalui kelembagaan pemangkuan hutan, yaitu Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH). Dalam rangka mewujudkan kelembagaan ideal
pengelolaan hutan tersebut, kemudian melalui Peraturan Gubernur No. 20 Tahun
2013 dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Taman
Hutan Raya Pocut Meurah Intan.

1
Secara eksisting, kondisi Tahura Pocut Meurah Intan saat ini memiliki
ancaman yang cukup tinggi, seperti degradasi dan alih fungsi secara illegal
melalui aktifitas perambahan kawasan untuk lahan pertanian dan lahan budidaya,
penggunaan kawasan untuk tujuan di luar konservasi (Mako Brimob, Scot Camp,
dan pesantren), pembangunan kios-kios, bangunan permanen di sepanjang jalan
trans Sumatera, illegal logging, perburuan liar, dan kerusakan habitat satwa.
Untuk itu, maka diperlukan revitalisasi dan penetapan arah pengelolaan melalui
Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan yang
sekaligus menyediakan alternatif-alternatif yang dapat menjawab persoalan
pengelolaan kawasan Tahura PMI, dan penyelesaian konflik kawasan yang lebih
proporsiol, efektif dan bermartabat.
Acuan yang digunakan dalamPenyusunan Rencana Pengelolaan Taman
Hutan Raya Pocut Meurah Intanini adalah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam,
dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.10/Menhut-II/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya, serta Peraturan
Perundangan lainnya yang terkait.
1.2. Maksud danTujuan.
Maksud dari Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Taman Hutan
Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan adalah untuk menyediakan pedoman dalam
Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan yang
terletak di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.
Tujuan dari Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya
(Tahura) Pocut Meurah Intan adalah “ Tersedianya arah dalam pengelolaan
Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan secara lebih komprehensif,
bermartabat, berimbang dan lestari berlandaskan prinsip pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) dan pemberdayaan masyarakat
(community empowerment) dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun yaitu tahun
2013 sampai dengan tahun 2023”.
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman
Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan, adalah sebagai berikut:
1. Adanya suatu rumusan yang jelas, sistematik terhadap substansi dan materi
teknis revisi secara proporsional dan rasional baik dari segi biaya, waktu,
dan ruang lingkupnya;
2. Tersusunnya rencana dan program yang terintegrasi dalam pengelolaan
Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan;
3. Tersusunnya Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut
Meurah Intan dengan memperhatikan Kebijakan Penataan Ruang Nasional,

2
Regional Pulau Sumatera, Provinsi Aceh, Kabupaten yang berbatasan
langsung dengan wilayah Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya
(Tahura) Pocut Meurah Intan.
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya
(Tahura) Pocut Meurah Intan adalah sebagai berikut:
1. Lingkup substansi, yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.10/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan
Taman Hutan Raya, selain juga mempedomani peraturan perundang-
undangan terkait lainnya;
2. Lingkup wilayah perencanaan, yaitu Penyusunan Rencana Pengelolaan
Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan dengan luas total wilayah
sebesar 6.300 ha, yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Aceh
Besar dan Kabupaten Pidie.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Tahura Pocut Meurah
Intan ditetapkan berdasarkan kajian aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya
sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.10/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman
Hutan Raya.
Data-data dan informasi aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Data dan informasi aspek ekologi, antara lain :
a. Karakteristik dan fungsi ekosistem;
b. flora dan fauna;
c. potensi fisik yang meliputi bentang alam, gejala (fenomena) alam, obyek
daya tarik wisata, dan atau penutupan vegetasi;
d. kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS);
e. batas taman hutan raya;
f. batas administrasi pemerintahan;
g. penguasaan lahan sekitarnya;
h. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
i. Rencana Pembangunan Daerah;
j. keamanan kawasan meliputi perambahan, illegal logging, perburuan
satwa, tumpang tindih hak, dan lain-lain.
2. Data dan informasi aspek ekonomi, antara lain :
a. Nilai ekonomi sumber daya alam;
b. potensi ekonomi sumber daya alam;
c. perkembangan usaha dan investasi;
d. pemanfaatan sumber daya alam;

3
e. sarana dan prasarana pengelolaan;
f. sarana dan prasarana sekitar kawasan;
g. keterkaitan dengan pembangunan regional;
h. sumber-sumber pendanaan;
i. sumber daya manusia.
3. Data dan informasi aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
antara lain :
a. Demografi sekitar kawasan;
b. kearifan lokal pengelolaan sumber daya alam;
c. kelembagaan masyarakat setempat;
d. adat istiadat masyarakat setempat;
e. Persepsi masyarakat dan pemerintah daerah setempat terhadap kawasan
dan potensinya.
1.5. Ketentuan Umum
Pengertian secara umum yang digunakan dalam penulisan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan adalah
sebagai berikut:
1. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau
bukan jenis asli, yang dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan
rekreasi.
2. Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam adalah upaya terpadu dalam
perencanaan, penataan, pengembangan, pemanfaatan, pemeliharaan,
pengawasan, perlindungan, dan pengendaliannya.
3. Rencana Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam adalah panduan yang
memuat tujuan, kegiatan, dan perangkat yang diperlukan untuk pengelolaan
kawasan pelestarian alam.
4. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir
periode perencanaan.
5. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan
untuk mewujudkan visi.
6. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk
mewujudkan visi dan misi.
7. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan.
8. Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah unsur-unsur hayati di
alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya
alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non-hayati di sekitarnya
secara keseluruhan membentuk ekosistem.
9. Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya adalah panduan yang memuat

4
tujuan, kegiatan, dan perangkat yang diperlukan untuk pengelolaan taman
hutan raya.
10. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan makro
yang bersifat indikatif disusun berdasarkan kajian aspek ekologi, ekonomi,
dan sosial budaya dengan memperhatikan partisipasi, aspirasi, budaya
masyarakat, dan rencana pembangunan daerah/wilayah.
11. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah adalah rencana pengelolaan yang
bersifat strategis, kualitatif, dan kuantitatif, disusun berdasarkan rencana
pengelolaan jangka panjang.
12. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan yang
bersifat teknis operasional, kualitatif dan kuantitatif, disusun berdasarkan
dan merupakan penjabaran dari rencana pengelolaan jangka menengah.
13. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di
bidang kehutanan.
14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan
bertanggung jawab dibidang perlindungan hutan dan konservasi alam.
15. Direktur Teknis adalah Direktur yang diserahi tugas dan bertanggung jawab
dibidang konservasi kawasan.
16. Unit Pelaksana Teknis Daerah adalah organisasi pelaksana tugas teknis yang
diserahi mengelola Taman Hutan Raya berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Dinas Provinsi yang menangani bidang kehutanan.
17. Dinas adalah Dinas Provinsi/Kabupaten yang menangani bidang kehutanan.
18. Para Pihak (stakeholders) adalah semua pihak yang memiliki minat,
kepedulian, atau kepentingan dengan upaya konservasi kawasan suaka alam
dan kawasan pelestarian alam yang berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, kelompok masyarakat, perorangan baik lokal, nasional,
maupun internasional, LSM, BUMN/BUMD, BUMS, perguruan pendidikan
tinggi, dan lembaga ilmiah.
19. Analisis SWOT adalah metode pengambilan keputusan yang didasarkan
pada pertimbangan faktor kekuatan (Strength), kelemahan (Weaknesses),
peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) yang terkait dengan
keberadaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
20. Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam adalah pelaksanaan
suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu
meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam secara
bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan
kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan suatu alat yang berisi
kerangka dasar bagi upaya pengalokasian ruang berdasarkan fungsi, struktur
dan hirarki ruang, serta sebagai pengendalian pemanfaatan ruang.
22. Anggaran adalah sejumlah biaya yang diperuntukkan untuk membiayai

5
kegiatan pembangunan dan tugas umum pemerintahan.
23. Masyarakat Setempat adalah kesatuan komunitas sosial yang terdiri dari
warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau sekitar
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, yang mata
pencahariannya bergantung kepada sumber daya alam di Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, baik langsung maupun tidak
langsung, hubungan kesejarahan, keterikatan budaya dan tempat tinggal,
serta masih terdapatnya pranata sosial dalam pengaturan tata tertib
kehidupan bersama.
24. Kegiatan yang menunjang budidaya di dalam Kawasan Pelestarian Alam
adalah kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pengambilan,
pengangkutan, dan penggunaan plasma nutfah yang terdapat dalam kawasan
pelestarian alam yang bersangkutan untuk keperluan pemuliaan jenis dan
penangkaran dengan ketentuan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
25. Daerah Tangkapan Air/Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang
menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu tempat.
26. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang menerima air
hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui satu sungai utama ke laut
atau ke danau.
1.6. Dasar Hukum
Landasan Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura)
Pocut Meurah Intan meliputi semua aturan perundangan-undangan yang berlaku,
yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Nomor 3419);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
(Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 4633);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
4725);

6
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);
6. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor
3776);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawaetan
JenisTumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3803);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar,(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3802);
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4452);
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4453);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintanan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4833);
15. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5103);

7
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5112);
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5116);
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56).
19. Peraturan Meteri Kehutanan No. P.41/Menhut-II/2008 tentang Penyusunan
Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
20. Peraturan Meteri Kehutanan No. P.10/Menhut-II/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya; dan
21. Rencana dan peraturan perundang-undangan sektoral lainnya.

8
BAB. II
KONDISI WILAYAH TAHURA POCUT MEURAH INTAN

2.1. Risalah Kawasan


2.1.1. Letak dan Luas
Secara geografis wilayah KPH Tahura Pocut Meurah Intan terletak pada
05 24’ - 05o28’ Lintang Utara (LU) dan 95o38’ - 95o47’ Bujur Timur (BT). Secara
o

Administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten


Aceh Besar dan Kecamatan Padang Tiji serta Kecamatan Muara Tiga Kabupaten
Pidie. Di sekitar kawasan Tahura terdapat 6 buah desa yaitu Desa Lamtamot, Desa
Panca, Desa Lam Kubu, Desa Lhok Asan, Desa Lamteuba, dan UPT Panca. Selain
itu, terdapat 3 Desa yang berbatasan langsung dengan Tahura yaitu Desa Suka
Mulia, Desa Suka Damai, dan Desa Saree.

Gambar 1. Peta Taman Hutan Raya PMI


2.1.2. Sejarah Keberadaan Tahura
Kawasan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan (Tahura PMI) pada
mulanya bernama Tahura Cut Nyak Dien yang ditetapkan melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-I/2001 tanggal 15 Maret 2001.
Perubahan nama Tahura Cuk Nyak Dien menjadi Tahura Pocut Meurah Intan
dilandasi oleh pemikiran telah banyaknya penggunaan nama Pahlawan Cut Nyak
Dien untuk jalan, kawasan hutan dan monumen bersejarah. Disisi lain terdapat

9
nama pahlawan yang dihormati oleh masyarakat Aceh, salah satu nya adalah
Pocut Meurah Intan.
Sebelum ditetapkan menjadi kawasan Tahura, kawasan tersebut merupakan
kawasan hutan lindung seluas 3.100 ha, hutan produksi terbatas 1.020 ha, hutan
produksi tetap 1.100 ha dan sisanya 1000 ha merupakan areal penggunaan lain
yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar.
Ide pembangunan Tahura di Propinsi NAD ini diawali oleh rekomendasi
Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1995 kepada Menteri
Kehutanan RI, dan ditindak lanjuti dengan keluarnya SK Menteri Kehutanan No.
1/Kpts-II/1999 tanggal 5 Januari 1999 tentang perubahan fungsi hutan lindung
dan hutan produksi yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam menjadi
Tahura Cut Nyak Dhien. Kemudian pada tahun 2001, nama Tahura berubah
menjadi Tahura Pocut Meurah Intan, dan dikukuhkan dengan Perda Propinsi
NAD No. 46 tahun 2001. Pengelolaan kawasan diserahkan kepada Pemerintah
Daerah c/q Dinas Kehutanan Propinsi Aceh. Kawasan ini telah memiliki batas
kawasan yang tetap dengan kegiatan penataan batas yang mulai tahun 1999,
sepanjang 76 Km. Untuk memantapkan lembaga pengelolaan Tahura PMI,
kemudian melalui Peraturan Gubernur No. 20 Tahun 2013 dibentuk Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Taman Hutan Raya Pocut
Meurah Intan.
2.1.3. Iklim
Berdasarkan data klimatologi dari stasiun BMG Blang Bintang Kabupaten
Aceh Besar tahun 1876-2006, didapatkan nilai Q rata-rata sebesar 0,3952
sehingga menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, wilayah Aceh Besar
termasuk tipe iklim agak basah (Klasifikasi C). Mengingat wilayah Tahura berada
di lereng Gunung Seulawah yang memiliki iklim mikro agak berbeda dengan
daerah di sekitarnya, maka wilayah Tahura secara spesifik lebih mungkin masuk
ke dalam tipe iklim B.
2.1.4. Topografi
Kawasan Tahura tersebut terletak pada ketinggian tempat 500 – 1.800 m
dari permukaan laut dengan topografi bergelombang sampai dengan agak
berbukit. Secara umum kawasan Tahura memiliki kelerengan 0 – 8% dengan
proporsi luas 8%, kelerengan 8 – 15 % seluas 14%, kelerengan 15 – 25 % seluas
44%, kelerengan 25 – 40% seluas 19% dan kelerengan melebihi 40% seluas 15%.
Berdasarkan data elevasi, 3.191,53 hektar pada kisaran ketinggian 0-500
mdpl dari keseluruhan areal, 1.760,94hektar pada kisaran 500-1000 mdpl,
1.110,00hektar pada kisaran 1000-1500 mdpl dan pada kisaran 1500-2000 mdpl
luas areal nya 155,87 hektar.

10
Gambar 2. Peta Ketinggian TAHURA PMI
2.2. Potensi Sumberdaya Alam
2.2.1. Keanekaragaman Hayati Flora
Kawasan hutan di Tahura PMI termasuk tipe hutan hujan tropis
pegunungan. Vegetasi di dalam kawasan Tahura disusun oleh berbagai jenis
tumbuhan mulai dari pohon berkayu sampai semak belukar dan rumput-rumputan.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan flora penyusun Tahura PMI
sebanyak sekitar 110 jenis. Dari jumlah tersebut, terdapat 29 jenis di antaranya
merupakan pohon berkayu yang cukup mudah dikenali di lapangan serta terdapat
54 jenis pohon berkayu yang termasuk dalam 13 famili termasuk ke dalam jenis-
jenis vegetasi tingkat pohon yang biasa dikenali oleh masyarakat setempat di
dalam kawasan Tahura (Lampiran 1).
Jenis-jenis pohon tersebut merupakan jenis tumbuhan alami dan jenis
tumbuhan hasil budidaya manusia. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang alami dan
merupakan tumbuhan setempat antara lain famili Dipterocarpaceae, Lauraceae,
Guttiferae, Moraceae, Euphorbiaceae, Magnoliaceae, Combretaceae, dan
Pinaceae.
2.2.2. Keanekaragaman Hayati Fauna
Tahura PMI mempunyai keragaman spesies fauna yang cukup tinggi.
Ragam dari berbagai tipe vegetasi di Tahura sangat menarik bagi satwa liar untuk
tinggal di dalamnya. Kelimpahan vegetasi pakan, tersedianya cukup air, dan
struktur vegetasi yang sedemikian rupa adalah merupakan faktor pendukung
perkembangan satwa liar di kawasan Tahura (Tabel 1).

11
Tabel 1. Jenis-jenis Satwaliar Non Avifauna yang Dapat Diidentifikasi diPocut
Meurah Intan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Habitat
1. Gajah Elephas maximus Hutan alam, Cemara, Semak
2. Monyet besar Macaca nemestrina Hutan alam
3. Monyet Macaca fascicularis Hutan alam
4. Bajing Sciurus carolinensis Hutan alam
5. Babi hutan Sus scrofa Semak, Hutan alam
6. Rusa timor Cercus timorensis Semak, Hutan alam
7. Kijang Mutiacus muntjak Semak, Hutan alam
8. Sambar Cervus unicolor Semak, Hutan alam
9. Owa-owa Hylobates Sp. Hutan alam
10. Ular tanah - Hutan alam, Semak
11. Ikan air tawar - Sungai

Sumber Data: Data Primer dan updating, 2013


Jenis primata yang banyak ditemui adalah monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis). Pada beberapa lokasi dapat ditemui pula jenis primata lain monyet
ekor panjang besar (Macaca nemestrina). Sementara itu owa-owa (Hylobates Sp)
dapat dijumpai di hutan alam campur terutama di kawasan Gunung Seulawah
Inong

(a) (b) (c) (d)


Gambar 3. Jenis-jenis satwa yang ada di TAHURA PMI: (a) Gajah (Elephas
maximus sumatranus), (b) rusa timor (Cervus timorensis), (c) Monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis); (d) Beruk (Macaca nemestrina)
Burung merupakan salah satu satwa yang mudah ditemui di hutan
Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan. Terdapat 35 jenis burung yang dijumpai
terbagi dalam 19 famili (Lampiran 2).
Pengumpulan data jenis dan populasi burung dilakukan dengan
pengamatan langsung dengan menggunakan jalur-jalur pengamatan. Titik-titik
pengamatan disebar secara random di hutan kawasan Tahura Pocut Meurah Intan.
Berdasarkan hasil analisis data jenis burung pada berbagai tipe habitat di Kawasan
Tahura dapat diketahui pada (Lampiran 3, 4, 5).
2.2.3. Penutup Lahan
Berdasarkan hasil survey lapangan maka kawasan Tahura dapat
diklasifikasi menjadi 6 (enam) macam penutup lahan yaitu:

12
A. Hutan Hujan Dataran Rendah.
Di bagian barat Tahura terdapat ekosistem Hutan Sekunder Dataran Rendah
yang ditumbuhi sekitar 30 jenis (Lampiran 6). Sementara di kawasan pegunungan
Seulawah Inong di bagian timur Tahura dijumpai sekitar 15 jenis pohon.
Adapun jenis tumbuhan bawah penyusun vegetasi di sekitar gunung
Seulawah Agam ada sekitar 13 jenis dan yang dijumpai di gunung Seulawah
Inong ada sekitar 7 jenis dengan kerapatan penutupan tajuk dari jarang sampai
rapat (Lampiran 7).
B. Hutan Pinus
Di kelompok hutan Pinus di daerah Batee Lipis dijumpai 6 jenis pohon dan
di Blangong Basah di bagian tengah dijumpai 17 jenis pohon (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis Pohon Pada Kelompok Hutan Pinus
Betee Lipih Blangong Basah
No. Nama Lokal Nama Latin Nama Lokal Nama Latin
1. Akasia Acacia auriculiformis Ara Ficus sp.
2. Ara Ficus sp. Bangkirai Shorea sp.
3. Champaca Michelia champaca Benou -
4. Pinus Pinus merkusii Eucalyptus Eucalyptus sp.
5. Tampu Macaranga sp Gelitan -
6. Kepala bakoee -
7. Mane Vitex sp.
8. Mata ulat Tarktogenus gracilis
9. Medang kameng Litsea sp.
10. Mdg. Kepula Litsea sp.
11. Mdg. Pajo Litsea sp.
12. Mdg. Panah Litsea sp.
13. Pinus Pinus merkusii
14. Ranub bong -
15. Sentang Azadirachta sp.
16. Surien Canarium sp.
17. Trump -

Sumber Data: Data Primer dan updating, 2013


Jenis Tumbuhan bawah penyusun kelompok hutan di kawasan ini terdiri
atas jenis-jenis dengan tingkat penutupan tumbuhan bawah di daerah Betee Lipis
jarang, sedang di daerah Blangong Basah rapat (Tabel 3).
Tabel 3. Jenis Tumbuhan Bawah Penyusun Vegetasi di Ekosistem Hutan Pinus
Betee Lipis Blangong Basah
No. Nama Lokal Nama Latin Nama Lokal Nama Latin
1. Alang-alang - Alang-alang -
2. Kerinyu - Kerinyu -
3. Orok-orok - Orok-orok -
4. Malaka duri Putri malu -
5. PihmiMalaka duri -
Sumber Data: Data Primer dan updating, 2013

13
C. Semak Belukar
Kelompok semak belukar ini terletak di bagian tengah kawasan Tahura PMI
mulai dari bagian wilayah yang berbatasan dengan kawasan pegunungan
Seulawah Agam sampai daerah Batee Lipis, kemudian di daerah sekitar Suka
Mulia serta di sekitar rest area (Tabel 4).
Tabel 4. Jenis Pohon yang dijumpai di daerah Suka Mulia
Sukamulia
No. Nama Lokal Nama Latin
1 2 3
1. Akasia Acacia auriculiformis
2. Bangka Tristania sp.
3. Bayou bate -
4. Damar laut Shorea matrialis
5. Kambou -
6. Kopiglae -
7. Lancung wuluh -
8. Merumbu -
9. Pinus Pinus merkusii
10. Rambung Baccama sp.
11. Raneap -
12. Releu -
13. Stuglee -
14. Tapleung -
15. Trump -
16. Ulin Eusideroxylon zwageri

Sumber Data: Data Primer dan updating, 2013


Jenis tumbuhan bawah penyusun kelompok semak belukar di wilayah Suka
Mulia ini terdiri atas jenis-jenis dengan tingkat penutupan rapat dan jenis yang
paling dominan adalah alang-alang (Tabel 5).
Tabel 5. Jenis Tumbuhan Bawah Penyusun Kelompok Semak Belukar Di
Wilayah Suka Mulia
Sukamulia
No. Nama Lokal Nama Latin
1. Alang-alang Imperata cylindrical
2. Kerinyu Chromolaena odorata
3. Orok-orok Crotalaria sp.

Sumber : Data Primer (2013)


D. Padang Alang-alang
Kelompok padang alang-alang lebih terkonsentrasi di bagian barat kawasan
Tahura sekitar Kreung Blangbia. Kelompok ini terbentuk sebagai hasil dari
adanya kebakaran hutan yang terjadi berkali-kali.
E. Semak Belukar berpohon (pinus)
Kelompok ini terkonsentrasi di daerah sekitar desa Cinta Alam di bagian
selatan kawasan Tahura. Semak belukar tumbuh pada tempat-tempat yang

14
terbuka, sehingga sinar matahari masuk. Benih berkecambah dan tumbuh menjadi
belukar. Jenis-jenis di sini merupakan jenis tumbuhan pionir.
F. Hutan Pinus Campuran
Kelompok ini terdapat di wilayah bagian timur kawasan Tahura yaitu di
sekitar jalan raya Banda Aceh Medan dari Km 74 sampai 80. Adapun hasil
pengamatan langsung di lapangan telah diketahui adanya jenis lain yang cukup
mudah dikenali pula yang belum masuk dalam 27 jenis yang teridentifikasi di
atas, yaitu: 1). Acacia auriculiformis, 2). Eucalyptus urophylla, 3). Glericidia sp.,
5). Leucaena leucocephala, 6). Delonix regia, 7). Gmelina arborea, 8). Eugenia
communi, 9). Cassia fistula, 10). Tamarindus indica, 11). Talok/Kersen, 12).
Cinnamomun zelanicum , 13). Acacia mangium dan 14). Polyaltia platiphylla
(Glodogan).
Jenis tumbuhan bawah yang dapat dikenali antara lain 1). Mimosa pudica,
2). Mimosaspontaneana, 3). Imperata cylindrica, 4). Eupathorium javanicum, 5).
Lantana cammara, 6). Clotalaria sp., 7). Bambu cendani, 8). Pandanus sp., dan
9). Sirih hutan.
2.3. Kondisi Sosial Budaya
2.3.1. Kependudukan
Pada tahun 2012 jumlah penduduk desa di Kecamatan Lembah Seulawah
yang berbatasan langsung dengan Tahura berdasarkan jenis kelamin adalah Suka
Damai 1.373 laki-laki dan 11.154 perempuan , Suka Mulia 468 laki-laki dan 416
perempuan serta Saree adalah 918 laki-laki dan 878 perempuan. Sementara untuk
desa yang berada di Kecamatan Muara Tiga Kabupaten Pidie adalah Desa Papeun
dengan jumlah penduduk 597 jiwa, terdiri dari laki-laki 293 jiwa dan 304 jiwa
merupakan wanita. Desa papeun termasuk dalam orbitasi desa terisolir.
Kecamatan Padang Tiji meliputi Desa Pulo Hagu dengan jumlah penduduk
283 jiwa terdiri dari 147 jiwa laki-laki dan 136 jiwa perempuan. Desa Siron
Tanjung memiliki jumlah penduduk 326 jiwa (157 laki-laki dan 169 perempuan).
Desa Keupula Tanjong jumlah penduduk 383 jiwa (199 laki-laki dan 184
perempuan), dan Desa Jak Tanjong dengan jumlah penduduk 587 jiwa (311 laki-
laki dan 276 perempuan).
2.3.2. Sumber Penghasilan Utama
Masyarakat sekitar kawasan Tahura mempunyai penghasilan utama dalam
bidang pertanian. Hal ini disebabkan dari keadaan tanahnya yang berada di
lembah dan subur dengan adanya gunung berapi yaitu Gunung Seulawah Agam.
Pertanian di kawasan sekitar Tahura di kelola dengan beberapa cara, ada yang
dikelola dengan cara intensif seperti pada tanaman cabe yang sudah memasukkan
tindakan konservasi seperti pembuatan guludan, pembuatan mulsa dan jarak
tanam dan introduksi pupuk sebagai penambahan energi (Tabel 6).

15
Tabel 6. Sumber Penghasilan Utama dan Sub Sektor Pertanian
Sumber Penghasilan Utama Sub Sektor
Kab/Kec Desa
Sebagian Besar Penduduk Pertanian
Kabupaten Aceh Suka Damai Pertanian Padi/Palawija
Besar, Suka Mulia Pertanian Padi/Palawija
Kecamatan Saree Aceh Pertanian Padi/Palawija
Lembah
Seulawah
Kabupaten Pidie
Kecamatan Desa Papeun Pertanian dan Ternak Padi/palawija
Muara Tiga lembu
Pulo Hagu Pertanian dan Ternak Padi/palawija
Padang Tiji lembu
Siron Tanjung Pertanian dan Ternak Padi/palawija
Keupula lembu
Tanjong Pertanian dan Ternak Padi/palawija
lembu
Jok Tanjong Pertanian dan Ternak Padi/palawija
lembu
Sumber : Kecamatan Dalam Angka (2012)
2.3.3. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di desa-desa terdekat dengan kawasan Tahura
disajikan dalam Lampiran 8.
2.3.4. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di desa yang berbatasan dengan kawasan Tahura
tergambarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 7. Jumlah Sarana Kesehatan Per Desa
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Polindes
Rumah Rumah Poliklinik Puskesmas Puskesmas Tempat
Nama Desa
Sakit Sakit Pembantu Praktek
Bersalin Dokter
Sukadamai 0 0 0 0 0 0 0
Sukamulia 0 0 0 0 0 0 1
Saree 0 0 0 1 0 0 0
Papeun 0 0 0 0 0 0 1
Pulo Hagu 0 0 0 0 0 0 0
Siron 0 0 0 0 0 0 0
Tanjung
Keupula 0 0 0 0 0 0 0
Tanjung
Joek 0 0 0 0 0 0 0
Tanjung

Sumber : Kecamatan Dalam Angka (2012)


2.3.5. Sarana Perumahan
Sarana perumahan masyarakat yang ada di desa yang berbatasanlangsung
dengan kawasan Tahura tergambar dalam tabel di bawah ini:

16
Tabel 8. Jumlah Bangunan Rumah di Kabupaten Aceh Besar
Nama Desa Jumlah Bangunan Rumah
Permanen Bukan Permanen
Sukadamai 152 0
Sukamulia 103 3
Saree 193 6

Sumber : Kecamatan Dalam Angka (2006)


2.3.6. Sarana Perdagangan
Sarana perdagangan merupakan salah satu variabel penting untuk
diketahui dalam rangka pengelolaan Tahura. Dalam tabel di bawah ini dijelaskan
beberapa fasilitas perdagangan yang ada di sekitar kawasan dalam tingkat desa.
Tabel 9. Fasilitas/sarana Perdagangan
Kelompok Bangunan Pasar Kedai Makan/kopi
Nama Desa
Pertokoan Umum
Sukadamai 5 1 95
Sukamulia - - 15
Saree - - 9
Papeun 5 - 6
Pulo Hagu - - 2
Siron Tanjung - - 1
Keupula Tanjung - - 2
Joek Tanjung - - 2

Sumber : Kecamatan Dalam Angka (2012)


2.3.7. Infrastruktur Jalan
Sarana jalan yang ada di desa merupakan akses untuk memudahkan
mobilitas dari luar menuju desa yang ada di sekitar kawasan Tahura juga
merupakan informasi yang penting (Tabel 10).
Tabel 10. Fasilitas Jalan Antar Desa/Kelurahan Menurut Wilayah
Jenis Jalan Antar Desa/Kelurahan
Jenis Jalan Eks
Dapat Dilalui
Nama Desa Permukaan Angkutan Log
Melalui Kendaraan
Jalan yang (Kayu
Roda 4
Terluas Gelondongan)
Sukadamai Darat Aspal/Beton Ya -
Sukamulia Darat Aspal/Beton Ya -
Saree Darat Aspal/Beton Ya -
Papeun Darat Aspal/Beton Ya -
Pulo Hagu Darat Pengerasan Ya -
Siron Tanjung Darat Pengerasan Ya -
Keupula Tanjung Darat Pengerasan Ya -
Joek Tanjung Darat Pengerasan Ya -

Sumber : Kecamatan Dalam Angka (2012)

17
2.4. Posisi Kawasan Dalam Perspektif Tata Ruang Aceh Besar dan Pidie
Di dalam Tata Ruang Aceh Besar, pidie dan juga Tata Ruang provinsi,
Tahura PMI memiliki fungsi penting dan strategis. Pembahasan beberapa fungsi
strategis terebut adalah sebagai berikut:
2.4.1. Fungsi Ekologi Di Hulu DAS Krueng Aceh
Secara ekologi, Tahura PMI merupakan salah satu areal yang penting
untuk penyangga kehidupan di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh. Fungsi
strategis ini terjadi karena seluruh areal Tahura PMI berada di bagian hulu DAS
Krueng Aceh yang menjadi sumber air utama untuk Kabupaten Aceh Besar dan
Kota Banda Aceh.
Anak sungai Krueng Aceh yang mengalir dalam lokasi Tahura Pocut Meurah
Intan antara lain Alur Blang Basah, Alur Lho, Batee Nasah dan Alur Geulima.

Gambar 4. Peta DAS Krueng Aceh dan Lokasi Tahura


Posisi strategis Tahura tersebut menunjukan bahwa setiap peningkatan
kerusakan ekosistem hutan di Kawasan Tahura akan meningkatkan risiko dan
peluang terjadinya bencana ekologis di areal DAS Krueng Aceh dan areal DAS
Krueng Baro. Oleh karenanya, keutuhan ekosistem hutan sekunder (campuran)
dan hutan pinus yang masih tersisa di Tahura PMI perlu dipertahankan, dan untuk
areal yang mengalami degradasi perlu dipulihkan kembali agar fungsi ekologisnya
dapat berjalan secara baik.

18
2.4.2. Konservasi Keanekaragaman Hayati
Komponen-komponen habitat berupa sumber pakan, air, cover dan space
khususnya di hutan campuran merupakan faktor penting bagi kelestarian hidup
satwa liar. Secara umum, terdapat tiga tipe penutup lahan yang menjadi habitat
satwa di Tahura antara lain; hutan alam campuran, hutan Pinus, dan semak
belukar.

(a) (b) (c)


Gambar 5. Tipe-tipe habitat dalam kawasan Tahura Pocut Meurah Intan (a) Hutan
alam campuran, (b) Hutan Pinus, (c) Semak belukar
Tipe-tipe habitat tersebut merupakan tempat berkembangnya satwa liar.
Salah satu jenis satwa tersebut adalah gajah (Elephas maximus sumatranus).
Selama pengamatan dijumpai indikator keberadaan gajah, diantaranya jejak kaki,
kotoran, dan bekas-bekas kerusakan pada pohon. Populasi gajah ditemukan di
semua tipe habitat yang ada di Tahura dengan bervariasi antara 10 hingga 20 ekor.
2.4.3. Kontribusi Ekonomi Sektor Pariwisata
Selain fungsi ekologi, kondisi bentang alam Tahura PMI menyebabkan
adanya potensi ekonomi dari sektor pariwisata (ekowisata). Di antara daya tarik
yang bisa dikembangkan adalah panorama alam dan suasana pegunungan dari
Gunung Seulawah Agam dan Gunung Seulawah Inong yang mengapit Tahura.
Nama gunung tersebut (Seulawah) telah dikenal di dalam sejarah penerbangan
Indonesia karena Presiden Soekarno telah memilihnya menjadi nama pesawat
Garuda Indonesia Airways yang pertama.
Untuk pengembangan pariwisata, perlu dikembangkan sarana dan prasarana
seperti rest-area bagi para pelaku perjalanan yang jauh baik dari arah kota Banda
Aceh maupun dari arah kota Medan. Pengembangan pariwisata ini dapat
disinergikan dengan pembinaan sektor usaha kecil dan perdagangan hasil bumi
yang banyak terdapat di sekitar Tahura PMI berupa warung makan/minum serta
penjual makanan/jajanan tradisional untuk oleh-oleh.
2.5. Permasalahan dan Isu Strategis Kawasan Tahura Pocut Meurah
Intan
Berdasarkan proses penjaringan aspirasi dari para pemangku kepentingan
di Tahura PMI, beberapa isu strategis yang mencuat adalah sebagai berikut:

19
2.5.1. Kawasan
a. Penataan batas kawasan
Belum adanya kesepahaman mengenai batas kawasan Tahura antara berbagai
pihak terkait termasuk dengan masyarakat sekitar. Hal tersebut disebabkan karena
tidak jelas nya tanda batas dilapangan sebagai hasil penataan batas yang
dilakukan, sehingga tidak lagi dapat memberikan informasi defenitif/batas fisik
dilapangan.
b. Penataan blok
Belum adanya penataan blok pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah
Intan yang definitif seperti yang diamanatkan dalan peraturan kehutanan.
2.5.2. Konservasi keanekaragaman hayati
a. Masih minimnya data dan informasi tumbuhan dan satwa liar sebagai jenis
unggulan, spesies kunci, spesies baru, serta masih kurangnya kegiatan
inventarisasi yang terkait;
b. belum tersedianya peta potensi kehati;
c. masih minimnya kegiatan pemanfaatan kehati secara berkelanjutan
2.5.3. Perlindungan kawasan
a. Terdapat kegiatan perambahan untuk ladang, penebangan kayu, perburuan
satwa liar, dan penggunaan kawasan Tahura di luar tujuan konservasi seperti
Markas Komando Brimob, Komplek Perkemahan dan Pesantren ;
b. minimnya sarana prasarana dan anggaran pengamanan kawasan;
c. rendahnya upaya penegakan hukum dan peningkatan kesadaran hukum.
2.5.4. Sosial Ekonomi Masyarakat
a. Rendahnya kapasitas masyarakat dalam meningkatkan kemampuan ekonomi
oleh karena pendidikan secara formal berpengaruh kepada rendahnya persepsi
terhadap tahura, tingkat pendapatan rendah, tingkat ketergantungan kepada
hutan masih tinggi sehingga kurang optimalnya pemanfaatan lahan di luar
kawasan;
b. Belum tergali secara menyeluruh potensi usaha ekonomi masyarakat sekitar
Tahura PMI;
c. Dukungan pendanaan dan sinkronisasi kegiatan-kegiatan pemberdayaan
secara lintas sektoral masih minim.

20
2.5.5. Kelembagaan Pengelola Tahura Pocut Meurah Intan
a. Infrastruktur, sarana, dan prasarana pengelolaan belum optimal;
b. Efektifitas kelembagaan pengelolaan Tahura yang belum berjalan secara
optimal;
c. Kapasitas dan kualifikasi sumber daya manusia pengelola belum memadai
dengan dinamika konflik kawasan yang terjadi.
2.5.6. Pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam
a. Belum tergalinya potensi jasa lingkungan, obyek wisata, ekowisata yang
mendukung pemanfaatan kawasan;
b. minimnya peran investor untuk mendukung pengembangan jasa lingkungan
kawasan tahura;
c. saranaprasarana dan pendanaan masih minim.
2.5.7. Penanggulangan kebakaran hutan
a. Belum memiliki satgas kebakaran, sarana prasarana, dan anggaran untuk
penanggulangan kebakaran kawasan;
b. belum adanya peta detail serta data kerawanan kebakaran kawasan.
2.5.8. Koordinasi lintas sektoral dan sosialisasi fungsi
a. Sinkronisasi program pembangunan antar pihak pada tingkat pusat, propinsi
dan kabupaten serta pihak pengelola Tahura yang belum optimal;
b. Persepsi dan pemahaman terhadap kawasan konservasi yang masih
cendrung rendah dan kurang tepat, anggapan bahwa kawasan Tahura
menjadi penghambat dalam proses pembangunan sehingga kurang mendapat
perhatian dan dukungan dari berbagai pihak dalam upaya pengelolaan nya;
c. Belum efektifnya strategi komunikasi antara pihak;
2.5.9. Kemitraan dan kolaboratif
a. Masih minimnya dukungan mitra dalam kolaborasi pengelolaan tahura;
b. belum terbangunnya kesepakatan dan mekanisme kolaborasi para pihak;

21
BAB. III
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT PENGELOLAAN KAWASAN
TAHURA POCUT MEURAH INTAN

3.1 Kebijakan dan Strategi PengembanganKawasan Lindung dalam


RTRW Provinsi Aceh.
Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi:
a) peningkatan kualitas kawasan lindung yang telah ditetapkan menurun fungsi
perlindungannya dan penjagaan kualitas kawasan lindung yang ada;
b) pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup;
c) pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan hidup.
Strategi pengembangan kawasan lindung meliputi:
a) Strategi pengembangan kawasan lindung berupa peningkatan kualitas
kawasan lindung yang telah ditetapkan menurun menurut fungsi
perlindungannya dan penjagaan kualitas kawasan lindung yang ada
meliputi:
 mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya sebelumnya dalam
rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem
wilayah;
 meningkatkan kualitas kawasan hutan yang berfungsi sebagai
kawasan lindung, yaitu kawasan hutan lindung dan kawasan hutan
konservasi;
 mengeluarkan secara bertahap bentuk-bentuk kegiatan yang berada di
dalam kawasan lindung yang tidak sesuai dengan fungsi perlindungan
dan/atau dapat merusak fungsi perlindungan kawasan lindung.
b). Strategi pengembangan kawasan lindung berupa pemeliharaan dan
perwujudan kelestarian lingkungan hidup meliputi:
 menetapkan kawasan lindung dan/atau fungsi perlindungan di ruang
darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
 menetapkan proporsi luas kawasan lindung di daratan wilayah Aceh
paling sedikit 40 % (empat puluh persen) dari luas darat wilayah, dan
luas kawasan hutan dalam wilayah Aceh paling sedikit 60 % (enam
puluh persen) dari luas darat wilayah.
c). Strategi pengembangan kawasan lindung berupa pencegahan dampak
negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan
hidup meliputi:

22
 menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup;
 melindungi kemampuan daya dukung lingkungan hidup dari tekanan
perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu
kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya;
 melindungi kemampuan daya tampung lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang dibuang ke
dalamnya;
 mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan;
 mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk
menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
 mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin
pemanfatannya secara bijaksana, dan sumber daya alam yang
terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya; dan
 membatasi pengembangan kegiatan budidaya di kawasan rawan
bencana, yaitu hanya untuk kegiatan yang mempunyai daya adaptasi
bencana.
3.2 Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Aceh Besar
Kebijakan pembangunan Kabupaten Aceh Besar yang terkait dengan
pengelolaan kawasan lindung merupakan arahan bagi kebijakan penataan ruang
yang berwawasan lingkungan. Dalam kebijakan penataan ruang Kabupaten Aceh
Besar yang berwawasan lingkungan memberikan arahan mengenai pengelolaan
kawasan Tahura Pocut Meurah Intan, yaitu:
a) Pengembangan kegiatan wisata dengan tetap mempertimbangkan kearifan
lokal, kelestarian lingkungan, dan aspek mitigasi bencana;
b) Pengoptimalan potensi penggunaan ruang melalui pengembangan sektor
yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dengan
tetap mempertahankan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan
lindung, konservasi, dan meningkatkan daya dukung lingkungannya.
Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang Kabupaten Aceh Besar yang
berwawasan lingkungan, maka diperlukan arahan kebijakan yang lebih
operasional khususnya dalam pengelolaan Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan.
Arahan kebijakan pengelolaan kawasan Tahura Pocut Meurah Intan, adalah:

23
a) Menjaga fungsi Tahura Pocut Meurah Intansebagai hutan konservasi
sehingga dapat menjamin kelestarian lingkungan melalui upaya peningkatan
koleksi dan pelestarian habitat flora dan fauna;
b) Pengembangan Tahura Pocut Meurah Intan sebagai Kawasan Pariwisata
dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal;
c) Mempertahankan Taman Hutan Raya (Tahura) sebagai upaya mitigasi
kebencanaan dan memberikan jaminan daya dukung terhadap wilayah
sekitarnya.
3.3 Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Pidie
Kebijakan pembangunan Kabupaten Pidie yang dituangkan dalam RPJM
2012-2017 terkait dengan arah pembangunan di sektor kehutanan merupakan
arahan bagi kebijakan penataan ruang yang berwawasan lingkungan. Dalam
kebijakan tersebut, Kabupaten Pidie memberikan arahan tentang menjaga
keseimbangan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, serta Perioritas
Pelestarian lingkungan hidup dan pengurangan resiko bencana. Untuk
mewujudkan kebijakan tersebut, maka di buat kebijakan umum antara lain :
a) Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan kelompok tani kehutanan.
b) Peningkatan fungsi hutan sebagai wilayah penyangga air (catcment area).
c) Pelestarian dan pengelolaan hudftan dan lahan dengan fokus pada
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembudidayaan kehutanan.
d) Peningkatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat gampong sekitar
hutan dengan focus pada pengembangan kapasitas SDM.
e) Penguatan jejaring kerja anta pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan
sumber daya hutan dengan fokus pada peningkatan peran masyarakat dalam
pengelolaan dan pelestarian hutan.
Sedangkan program pembanguan di sektor kehutanan anatara lain:
a) Program pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
b) Program Rehabilitas iHutan dan Lahan
c) Program Perlindungan Konservasi Sumber Daya Hutan
d) Program Pembinaan dan Penertiban industry hasil Hutan
e) Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan

24
BAB. IV
VISI DAN MISI PENGELOLAAN TAHURA POCUT MEURAH INTAN

4.1 Visi
keadaan yang diinginkan oleh pengelola kawasan yakni UPTD KPH
Tahura Pocut Meurah Intah dalam periode perencanaan jangka panjang 10 tahun
(2013-2023) telah dianalisis berdasarkan kondisi kekinian, dari berbagai
permasalahan yang ada sekarang ini kemudian tertuang dalam visi pengelolaannya
yakni “Terwujudnya pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan secara lestari
untuk mendukung system penyangga kehidupan dan kesejahteraan masyarakat”.
Kelestarian yang dicita-citakan mencakup kelestarian kawasan secara
spasial, kelestarian keragaman hayati, kelestarian bentang alam, dan kelestarian
lansekap kawasan. Pengelolaan kawasan dilakukan dengan memanfaatkan sumber
daya internal maupun eksternal.
4.2 Misi
Misi pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan yakni :
1. Mengembangkan kelembagaan dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, sarana dan prasarana;
2. Memantapkan status dan fungsi kawasan hutan;
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kehutanan yang
berkelanjutan; dan
4. Meningkatkan perlindungan dan pengamanan hutan dan hasil hutan;
5. Pengembangan potensi wisata serta menunjang kegiatan penelitian dan
pendidikan secara optimal; dan
6. Pengelolaan dan pengembangan potensi ekonomi Tahura Pocut Meurah
Intan.
4.3 Tujuan Pengelolaan
Tujuan dalam pencapaian visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut:
1. pemantapan perlindungan dan pengamanan ditujukan untuk menjaga fungsi
perlindungan, pelestarian, dan pengawetan keanekaragaman hayati beserta
ekosistemnya;
2. Membangun kerjasama dan kolaborasi antara PengelolaTahura Pocut
Meurah Intan dengan para pihak ditujukan untuk upaya pemberdayaan,
penyelesaian konflik tenurial, memperbaiki kinerja, menciptakan daya
saing, dan memperluas jangkauan pelayanan;
3. Pemantapan kawasan dan penyusunan blok pengelolaan, ditujukan untuk
memperoleh kepastian hukum dan kejelasan status, menghindari tumpang
tindihnya pengelolaan kawasan, disamping untuk menyediakan ruang bagi

25
masyarakat dan para pihak lainnya dalam melakukan berbagai kegiatan baik
dalam rangka mendukung program Taman Hutan Raya maupun untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat;
4. Penerapan pola investasi dalam pengelolaan kawasan Tahura PMI berbasis
kewirausahaan;
5. Pemantapan aspek kelembagaan ditujukan untuk mempersiapkan aparatur
pengelola dalam pelayanan publik, menyusun struktur, fungsi, wewenang,
tugas, dan tanggung jawab serta tata hubungan yang efektif dan efisien
dalam optimalisasi pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan;
6. pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya ditujukan untuk
pengendalian fungsi pemanfaatan secara lestari dengan mengatur segala
bentuk kegiatan di kawasan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan.
4.4 Pendekatan Strategi Pengelolaan
Dalam pencapaian visi dan misi pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan
dibutuhkan beberapa pendekatan strategi untuk mewujudkannya. Strategi-strategi
yang diterapkan memerlukan analisis, tahapan serta pra-kondisi yang matang
melalui pendekatan antara lain :
4.4.1 Manajemen kolaborasi
Kerjasama pengelolaan para pihak akan mengatur dan berbagi peran dari
masing-masing pihak dalam pengelolaan bersama. Peran beberapa pihak tersebut
harus bersinergi dalam memperkuat program yang ada, mulai dari perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi yang dapat dilakukan bersama-sama,
sehingga hasil yang diharapkan dapat maksimal dan bermanfaat bagi pencapaian
tujuan bersama.
4.4.2 Membuka jaringan (networking)
Jaringan kerjasama yang dibangun akan memperkuat program- program
yang berdampak pada pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan. Manfaat-manfaat
langsung dari program-program tersebut bisa dilakukan dengan membuka
jaringan kepada beberapa pihak luar yang tujuannya sejalan dengan rencana dan
pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan. Beberapa kegiatan yang akan
dikembangkan dalam memperkuat jaringan tersebut seperti: ekowisata, kerjasama
penelitian, pelatihan dan pendidikan program-program pengembangan masyarakat
di kawasan penyangga Tahura Pocut Meurah Intan, penguatan kapasitas, dan lain-
lain. Strategi ini juga mendorong lahirnya paying hokum yang akan digunakan
dalam kegiatan pengelolaan Tahura secara lebih operasional seperti paying hukum
dalam pemungutan restribusi wisata yang saat ini belum tersedia.
4.4.3 Perlindungan dan pengamanan kawasan secara bersama
Perlindungan dan pengamanan ditujukan untuk menjaga keutuhan fungsi
kawasan, keragaman hayati beserta ekosistemnya, menjaga agar kawasan terbebas

26
dari perambahan, pengrusakan dan gangguan baik langsung maupun tidak
langsung. Dalam memperkuat perlindungan dan pengamanan kawasan diperlukan
strategi-strategi yang melibatkan peran serta semua pihak berdasarkan
kewenangan yang dimiliki masing-masing pihak, baik di internal Pengelola
Tahura Pocut Meurah Intan maupun pihak-pihak eksternal.
4.4.4 Legalitas kawasan
Penataan kawasan ditujukan untuk memperoleh kepastian hukum,
menghindari tumpang tindihnya pengelolaan kawasan serta menyediakan wadah
bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan baik dalam rangka
mendukung program TahuraPocutMeurahIntanmaupun program pembangunan
daerah dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
4.4.5 Pengembangan daerah penyangga
Pengelolaan daerah penyangga haruslah didukung oleh sistem yang cukup
baik. Sistem yang baik harus dibangun disesuaikan dengan kebutuhan dan
permasalahan yang ada di masyarakat. Untuk mengurangi tekanan dan interaksi
yang besar terhadap kawasan, salah satunya diperlukan pemberdayaan masyarakat
di sekitar daerah penyangga. Pemberdayaan ini dapat berupa pengembangan
ekonomi, budaya, wisata, penyadartahuan mengenai lingkungan dan lain-lain,
yang diadopsi dan diadaptasi dari potensi dan kekuatan yang ada di masyarakat.
4.4.6 Sinergisitas program antar pihak
Mengelola tahura tidak hanya dilakukan oleh unit pengelola saja, namun
perlu melibatkan berbagai pihak. Keterlibatan antar pihak dapat diwujudkan
dengan memperkuat sinergisitas program para pihak. Pemerintah Daerah memiliki
program-program pembangunan di wilayah administratifnya, seharusnya
bersinergi dan dapat dikerjasamakan dengan PengelolaTahura Pocut Meurah
Intandi daerah penyangga. Dalam penyusunan program Pemerintah Daerah mulai
dari musyawarah perencanaan pembangunan di desa sampai pembahasan di
kabupaten sudah terintegrasi dalam program yang sama. Untuk memperkuat dan
sinergisitas program dengan pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), perusahaan maupun investor harus disesuaikan dengan rencana dan tujuan
tahura maupun Pemerintah Daerah, mulai dari perencanaan, implementasi,
monitoring, dan evaluasi.

27
BAB. V
ANALISIS DAN PROYEKSI PENGELOLAAN KAWASAN

5.1. Kondisi Ekosistem Hutan


5.1.1. Tutupan Hutan
Analisis spasial menggunakan data citra Landsat 7 ETM+ menunjukan
bahwa dalam delapan tahun terakhir terjadi pengurangan luas tutupan hutan di
Tahura PMI, seperti ditunjukan oleh tabel berikut:
Tabel 11. Perubahan Tutupan Hutan di Tahura PMI 8 tahun terakhir
Luas Luas Tutupan Rata-Rata per
Tahun Total deforestrasi
Tahura Hutan (Ha) tahun (Ha)
2005 4,780.73
6,218.34 2008 4,579.54 1,909.68 238.71
2012 4,308.65

Sumber: Analisis spasial tim penyusun RP


Data perubahan tutupan hutan di atas menunjukan bahwa dalam rentang
waktu delapan tahun terakhir dari analisis secara spasial, perubahan luas tutupan
hutan yang terbesar terjadi di wilayah yang berdekatan dengan jalan lintas Banda
Aceh – Medan. Hal ini terjadi karena perambahan kawasan dimana perubahan
hutan menjadi lahan pertanian/kebun, illegal logging, dan tempat berjualan.

Gambar 6. Peta perubahan tutupan hutan 2 periode (2003 – 2012)

28
Berdasarkan baseline deforestasi di Tahura PMI (Tahun 2005 – 2012) luas
tutupan hutan –nya seluas 4,308.65 hektar dimana trend per tahunnya adalah
190.97 hektar, maka di proyeksikan tutupan hutan di Kawasan Tahura akan hilang
pada tahun 2036.

Gambar 7. Grafik proyeksi deforestasi kawasan Tahura PMI


Tanpa adanya intervensi tindakan pengelolaan yang signifikan atau dalam
situasi business as usuall (BAU), penurunan luas hutan diprediksi akan terus
terjadi dan mengganggu fungsi-fungsi utama Tahura Pocut Meurah Intan. Dengan
adanya tindakan pengelolaan yang dirumuskan di dalam dokumen Rencana
Pengeloaan ini, Pemerintah Provinsi memproyeksikan pengurangan luas hutan
dalam dua puluh tahu ke depan akan menurun seiring dengan tindakan-tindakan
pengelolaan yang akan diambil seperti melalui pengamanan, pembinaan
masyarakat, pengembangan pariwisata, rehabilitasi, dan lain sebagainya.
5.1.2. Kontribusi Ekonomi Sektor Pariwisata
Data unit pengelola Tahura PMI menunjukan bahwa rata-rata jumlah
kunjungan wisata dengan catatan pengunjung yang sengaja datang dan meregistri
(tujuan kusus) ke UPTD Tahura PMI dalam empat tahun terakhir adalah 211
orang per tahun. Sebagian besar kunjungan wisata berasal dari segmen lokal
Banda Aceh dan sekitarnya dengan rata-rata lama tinggal 2 hari.
Tabel 12. Kunjungan wisatawan di Tahura Pocut Meurah Intan

Jumlah Jumlah Jumlah Peneliti


No Tahun
Kunjungan Pengunjung S1 S2 S3
1 2010 3 kali 302 orang 5 - -
2 2011 3 kali 217 orang 4 - 1
3 2012 2 kali 245 orang 5 1 -
4 2013 1 kali 65 orang - - -
Sumber : TAHURA PMI, 2013
Secara agregat, pemasukan dari sektor pariwisata di Tahura Pocut Meurah
Intan masih belum ada di karenakan belum adanya peraturan tentang restribusi di

29
Tahura Pocut Merah Intan.Tanpa adanya perbaikan pengelolaan pariwisata
Tahuran yang signifikan atau dalam situasi business as usuall (BAU), kontribusi
sektor wisata diprediksi tidak akan mengalami peningkatan signifikan.
Peningkatan kontribusi diproyeksikan akan meningkat pada sepuluh tahun
pertama seiring dengan upaya perbaikan dan penyiapan yang ditandai dengan
penataan infrastruktur, pengembangan obyek wisata,pembinaan masyarakat,
promosi, dan lain sebagainya.
5.2 PENGERTIAN METODE SWOT
Analisis SWOT adalah suatu metoda untuk menyusun rencana strategis
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi termasuk
dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Tahura Pocut Meurah
Intan. Analis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari strength (kekuatan) dan weakness
(kelemahan), sedangkan faktor eksternal terdiri dari opportunity (peluang) dan
threat (ancaman).
Strength (kekuatan) adalah sumberdaya, keahlian atau keunggulan yang
dimiliki oleh Tahura Pocut Meurah Intan. Weakness (kelemahan) adalah
keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang
mengganggu efektifitas kinerja Tahura Pocut Meurah Intan. Opportunity
(peluang) adalah situasi di luar Tahura Pocut Meurah Intan yang menguntungkan
dan dapat membantu mencapai tujuan pegelolaan Tahura Pocut Meurah Intan.
Threat (ancaman) adalah situasi yang tidak menguntungkan di luar Tahura Pocut
Meurah Intan yang akan dapat menghambat pencapaian tujuan.
Bila keempat hal tersebut diidentifikasikan maka akan terlihat faktor-
faktor yang akan membantu dan menghambat Tahura Pocut Meurah Intanuntuk
mencapai tujuan. Analisa ini menghasilkan strategi pencapaian tujuan dengan
memaksimalkan strength (kekuatan) dan opportunity (peluang), namun secara
bersamaan meminimalkan weakness (kelemahan) dan threat (ancaman). Dengan
begitu akan dapat ditentukan berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat
dijalankan (Freddy Rangkuti, 2005:19).
Dalam Metode SWOT dijelaskan faktor-faktor lingkungan yang
dikelompokkan berdasarkan kuadran seperti dijelaskan berikut:
 Kuadran 1
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Pengelola tersebut
memiliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang
yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah
mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Grouth oriented strategy).
 Kuadran 2
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, pengelola ini masih memiliki

30
kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang
dengan cara strategi diversifikasi pengelolaan (produk/pasar).
 Kuadran 3
Pengelola menghadapi peluang pasar yang sangat besar, akan tetapi dilain
pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah meminimalkan masalah pengelolaan internal sehingga
dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
 Kuadran 4
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, pengelola tersebut
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Gambar 8. Diagram SWOT


Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan oleh UPTD KPH
Tahura Pocut Meurah Intanbeserta para pihak, telah diidentifikasikan faktor
internal dan eksternal (Lampiran 9):
5.2.1 Faktor Internal
a. Kekuatan (Strength)
1.a.1. Memiliki struktur organisasi yang jelas
UPTD KPH Tahura Pocut Meurah Intan merupakan Unit Pelaksana Teknis
dari Dinas Kehutanan Aceh yang memiliki fungsi dan urusan tugas mengelola
kawasan Tahura Pocut Meurah Intan, sesuai dengan Peraturan Gubernur
Sumatera Aceh No. 20 tahun 2013 tentang Organisasi Tugas, Fungsi, dan Urusan
Tugas Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Kehutanan Aceh. Pengelolaan Tahura
Pocut Meurah Intan dipimpin seorang Kepala UPTD (Eselon III-A) yang dibantu
oleh tiga pejabat Eselon IV yaitu Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi

31
Perlindungan, dan Kepala Seksi Pemanfaatan serta dilengkapi pula dengan
dukungan personil fungsional.
1.a.2. Adanya potensi jasa lingkungan
Potensi jasa lingkungan merupakan potensi besar yang dapat dikembangkan
sebagai sumber pendapatan untuk mewujudkan tahura yang mandiri. Dana dari
luar bisa masuk melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment for
environmental services) seperti misalnya daya serap karbon, keindahan landscape,
perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tata air. Potensi wisata alam yang
dikelola dengan baik dapat pula memberikan kontribusi signifikan pada
konservasi kawasan maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar
kawasan. Atraksi fauna yang menyebar di seluruh kawasan Tahura Pocut Meurah
Intan merupakan daya tarik tersendiri dalam pariwisata alam dan penelitian.
Sungai-sungai yang membelah kawasan merupakan sumber air bersih yang
potensial. Potensi ini dapat digunakan secara optimal untuk memperkuat
pengelolaan tahura.
1.a.3. Tingginya potensi keanekaragaman hayati
Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan memiliki sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya yang tinggi, dan mengindikasikan kemungkinan adanya spesies
baru bila dilakukan penelitian intensif. Potensi ini dapat digunakan secara optimal
untuk memperkuat pengelolaan tahura, memberdayakan masyarakat sekitar hutan
dan mengembangkan ekonomi wilayah.
1.a.4. Memiliki spesies langka/endemik
Di dalam kawasan banyak ditemukan spesies langka dan endemik.
Banyaknya spesies langka/endemik baik flora maupun fauna hidup di kawasan ini
merupakan kekuatan untuk mempromosikan kawasan Tahura Pocut Meurah Intan.
1.a.5. Berfungsi sebagai penyangga kehidupan/penyeimbang ekosistem
Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang besar
memiliki arti dan peran penting dalam penyangga sistem kehidupan. Berbagai
manfaat besar dapat diperoleh dari keberadaan hutan melalui fungsinya sebagai
penyedia sumber daya air bagi manusia dan lingkungan, kemampuan penyerapan
karbon, pemasok oksigen di udara, penyedia jasa wisata, dan mengatur iklim
global.
Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan memiliki fungsi penting sebagai
penyangga kehidupan dan penyeimbang ekosistem. Kerusakan pada Tahura
Pocut Meurah Intan akan secara langsung membawa dampak negatif terhadap
kualitas lingkungan hidup masyrakat di sekitarnya. Dengan demikian kawasan ini
harus dipertahankan sehingga tetap dapat berfungsi dan bermanfaat secara lestari.

32
1.a.6. Sebagai daerah tangkapan air untuk DAS Kr. Aceh
Tahura Pocut Meurah Intan merupakan daerah hulu dari Kr Aceh.
Kawasan pegunungan di Tahura Pocut Meurah Intan merupakan ”Menara Air”
bagi wilayah disekitarnya. Kerusakan pada Tahura Pocut Meurah Intan akan
secara langsung membawa dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup.
1.a.7. Akses (letak) kawasan mudah dicapai
Mudahnya aksesibilitas untuk mencapai kawasan merupakan salah satu
modal utama dalam pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan. Banyak lokasi dan
potensi kawasan yang dapat dikembangkan sebagai pendukung obyek daya tarik
wisata untuk dikembangkan dan dapat dengan mudah dicapai untuk di eksplorasi
dalam rangka pengembangan Tahura PMI.
b. Kelemahan (Weakness)
1.b.1. Kapasitas Personil kurang Memadai (dibanding dinamika konflik
kawasan yang tinggi)
Sejalan dengan dinamika konflik yang terjadi di lapangan kebutuhan tenaga
pengelola Tahura Pocut Meurah Intan yang memiliki kualifikasi dan kemampuan
dalam manajemen konflik dan resolusi konflik masih sangat kurang. Hal ini
dibutuhkan sebagai upaya untuk proses penyelesaian konflik secara proporsional
dan bermartabat dalam pengelolaan kawasan Tahura PMI.
1.b.2. Pendanaan belum memadai
Saat ini operasional UPTD KPH Tahura Pocut Meurah Intan masih
bergantung kepada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Aceh. Belum
ada lembaga donor lain yang tetap dalam membiayai operasional UPT Pengelola
Tahura Pocut Meurah Intan, sehingga pelaksanaan pengelolaan kawasan belum
maksimal dan menyeluruh baik pada kawasan maupun pada kegiatan di sekitar
kawasan termasuk pemberdayaan masyarakat.
1.b.3. Data potensi kawasan belum lengkap
Kegiatan inventarisasi keragaman hayati di kawasan Tahura Pocut Meurah
Intan belum banyak dilakukan sehingga data dan informasi tumbuhan dan satwa
liar sebagai jenis unggulan, spesies kunci, spesies baru masih sangat minim.
Ketidak tersediaan data tersebut mengakibatkan pemanfaatan keragaman hayati
yang berkelanjutan juga belum optimal.
1.b.4. Penataan batas Kawasan yang belum disepakati dan dipahami secara
multipihak
Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan telah memiliki tata batas yang temu
gelang namun banyak pal batas yang rusak dan tidak jelas lagi di lapangan.

33
Rekonstruksi batas yang telah dilakukan masih menyisakan masalah karena
sebagian trayek batas mendapat penolakan oleh masyarakat.
1.b.5. Penataan blok yang belum selesai
Hingga saat ini UPTD KPH Tahura Pocut Meurah Intan belum
melaksanakan penataan blok, karena penataan blok dapat dilakukan apabila trayek
batas luar kawasan sudah temu gelang.
1.b.6. Sarana dan prasarana belum memadai
Untuk kepentingan pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan sangat
dibutuhkan sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan kegiatan.
Jika dibandingkan dengan luas kawasan maka sarana dan prasarana dalam
pengelolaan masih sangat terbatas. Fasilitas transportasi tidak memadai, sarana
kerja (komputer, printer, meja, kursi, lemari, dan lain-lain) masih terbatas,
demikian juga sarana prasarana pengelolaan di lapangan.
1.b.7. Belum adanya SOP dalam pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan
Tahura Pocut Meurah Intan belum mempunyai Standar Operasional
Prosedur (SOP) atau Prosedur Kerja yang lengkap dalam pengelolaan kawasan.
Hal ini menyulitkan pelaksanaan pengelolaan di lapangan karena tidak tersedianya
standar acuan kerja yang harus dipedomani.
5.2.2 Faktor Eksternal
a. Peluang (Opportunity)
2.a.1. Adanya kearifan lokal masyarakat di sekitar kawasan Tahura Pocut
Meurah Intan
Pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat tradisional umumnya diatur
dengan tatanan adat yang diciptakan berdasarkan pengalaman dan tidak terjadi
eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan sehingga keragaman hayati tetap
terjaga. Masyarakat tradisional mempunyai kemampuan pengenalan yang baik
mengenai keanekaragaman dan karakteristik hampir setiap sumber daya alam di
sekitar mereka.
Salah satu contoh kearifan lokal yaitu kepercayaan yang ada pada
masyarakat untuk menjaga keberadaan pohon-pohon di desanya. Mereka tidak
diperbolehkan untuk menebang pohon, terutama pohon-pohon besar yang sudah
berumur panjang dan berada di sekitar mata air. Menurut kepercayaan, apabila
pohon tersebut ditebang maka si penebang akan terkena bala atau musibah.
2.a.2. Adanya partisipasi masyarakat dalam mendukung keberadaan Tahura
Pocut Meurah Intan
Keberadaan Tahura Pocut Meurah Intan sedikit banyak diakui oleh
masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar kawasan. Telah ada kesadaran

34
masyarakat untuk tidak memasuki kawasan, sama halnya dengan nilai-nilai
tradisional. Masyarakat pada umumnya menghormati pada aturan yang ditetapkan
oleh pemerintah. Partisipasi, keterlibatan, dan dukungan masyarakat terhadap
perlindungan dan pengelolaan tahura adalah komponen penting dalam kawasan
konservasi. Bila kawasan konservasi dianggap sesuatu yang mendatangkan
manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi pendukung dalam
upaya pelestarian kawasan konservasi tersebut.
2.a.3. Pengembangan jasa lingkungan (carbon trade pariwisata, penelitian,
DAS, air bersih) yang didukung kebijakan pemerintah
Perdagangan carbon (carbon trade) terkait dengan REDD (Reducing
Emissions from Deforestation and Degradation in Developing Countries) yaitu
sebuah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif
yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari
deforestasi dan degradasi hutan. REDD hanya salah satu skema untuk memberi
insentif terhadap upaya perlindungan atau pelestarian hutan. Pemberian
kompensasi ini terkait dengan pengurangan pelepasan karbon (carbon release
reduction), penyimpanan karbon (carbon storage) dan penyerapan karbon (carbon
sequestration). Carbon trade ini merupakan salah satu potensi jasa lingkungan
yang perlu dimanfaatkan.
Peluang lainnya adalah pengembangan wisata alam di kawasan Tahura
Pocut Meurah Intan. Wisata alam di kawasan Tahura diharapkan mampu
memberikan kontribusi pada konservasi kawasan maupun peningkatan
kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. Kawasan sebagai daerah tangkapan
air, terdapat sungai dan air terjun yang mengalir dari Tahura, membuat suatu daya
tarik tersendiri. Disamping itu potensi air yang dapat dimanfaatkan disamping
untuk menunjang pariwisata, juga dapat dikemas menjadi air konsumsi.
2.a.4. Dukungan para pihak (pemerintah pusat, propinsi, kab/kota, private
sector, LSM, masyarakat)
Pemerintah daerah sangat diuntungkan dengan adanya Tahura, sehingga
pemerintah daerah sangat mendukung keberadaan Tahura yang berada pada
wilayah administratifnya. Karena tidak semua kabupaten memiliki kawasan
konservasi, khususnya Tahura. Demikian pula dengan lembaga-lembaga non
pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri, menaruh perhatian khusus pada
upaya-upaya konservasi seperti Tahura Pocut Meurah Intan.
2.a.5. Berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dalam pemanfaatan jasa
lingkungan dalam rangka kemandirian Tahura Pocut Meurah Intan
Pengelolaan kawasan bisa dilakukan bersama dengan melibatkan pihak luar.
Oleh karena itu pengembangan kerjasama atau kolaborasi pengelolaan kawasan
perlu dipertimbangkan. Pemerintah melalui Departemen Kehutanan telah

35
mengatur kebijakan dalam hal kerjasama dan kolaborasi pengelolaan kawasan
konservasi. Untuk hal ini diperlukan serangkaian upaya-upaya promosi kepada
pihak luar, disamping kajian untuk mengidentifikasi investor potensial untuk
bermitra dalam pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan.
2.a.6. Besarnya minat ilmuwan untuk melakukan penelitian di Tahura Pocut
Meurah Intan
Minat peneliti yang ingin datang dan melakukan penelitian di Tahura Pocut
Meurah Intantentunya sangat tinggi mengingat kawasan Tahura ini memiliki
potensi keragaman hayati yang sangat beragam. Hasil-hasil penelitian tersebut
menyajikan data dan informasi terbaru untuk penambahan ilmu pengetahuan
khususnya tentang potensi konservasi keanekaragaman hayati di Tahura Pocut
Meurah Intan.
2.a.7. Adanya progam peningkatan kapasitas staff dari lembaga lain
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) akan berdampak pada
kualitas pengelolaan, artinya untuk mengatasi jumlah tenaga pengelola yang
masih kurang dan belum sebanding dengan konflik dan luas kawasan kelolanya,
maka ditempuh dengan peningkatan kualitasnya. Adanya program peningkatan
kapasitas staff yang ditawarkan oleh lembaga di luar Tahura Pocut Meurah
Intanmerupakan peluang-peluang yang harus dimanfaatkan.
b. Ancaman (Threat)
2.b.1. Kegiatan pencurian kayu dan hasil hutan non kayu
Di beberapa wilayah kawasan Tahura Pocut Meurah Intan masih terdapat
kegiatan pencurian kayu dan hasil hutan non kayu. Semua aktivitas ilegal tersebut
belum sepenuhnya dapat terkendali dengan baik.
2.b.3. Penyerobotan lahan untuk kegiatan perladangan
Penyerobotan lahan untuk ladang sangat terkait dengan peningkatan jumlah
penduduk yang berakibat pada peningkatan kebutuhan akan pangan yang dicukupi
dengan membuka lahan baru. Penyerobotan lahan untuk perladangan merupakan
salah satu ancaman terhadap kelestarian kawasan Tahura.
2.b.4. Rendahnya pendidikan dan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan
Rendahnya taraf pendidikan juga ikut menyumbang dan sangat berpengaruh
kepada pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap Tahura, disamping
kurangnya penyuluhan untuk masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan
berkolerasi kepada taraf hidup masyarakat sekitar kawasan, sehingga dapat
menjadi ancaman terhadap kelestarian dan upaya-upaya konservasi Tahura. Taraf
hidup dan tingkat pendapatan rendah berakibat pada tingkat ketergantungan dan
ancaman terhadap hutan menjadi tinggi.

36
2.b.5. Perburuan satwa liar
Potensi satwa liar yang ada di dalam kawasan sering menjadi daya tarik
pihak luar untuk melakukan perburuan. Ada beberapa jenis burung yang biasa
diperdagangkan secara diam- diam di daerah sekitar kawasan Tahura Pocut
Meurah Intan. Burung-burung tersebut diambil dari hutan, burung yang diambil
adalah burung yang masih anakan lalu dibawa dan dipelihara.
2.b.6. Kebakaran lahan
Ada beberapa wilayah di kawasan Tahura Pocut Meurah Intan yaitu di
daerah seulawah dan saree yang sering mengalami kebakaran lahan disetiap
tahunnya. Hal ini disebabkan karena kondisi lahan kawasan merupakan daerah
yang kering. Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan seharusnya sudah memilki
satgas kebakaran yang didukung dengan sarana prasarana dan anggaran
pengendalian kebakaran hutan. Tahura Pocut Meurah Intan juga belum memiliki
peta secara detail tentang kerawanan kebakaran kawasan.
2.b.7. Inkonsistensi peraturan kebijakan kehutanan
Dari beberapa era pemerintahan di Indonesia, karakter politik pemerintahan
sangat berpengaruh pada keluarnya kebijakan dan peraturan perundang-
undanganan. Sehingga seringkali beberapa kebijakan atau peraturan yang telah
diundangkan tumpang tindih satu sama lain, disamping sosialisasinya belum
menjangkau keseluruh lapisan masyarakat, bahkan petunjuk pelaksanaannya
belum tersedia.
Untuk menyusun perencanaan strategis masa depan, dilakukan kombinasi
diantara dua faktor sehingga menghasilkan empat macam strategi sebagai berikut:
1. Strategi Strength Opportunity (SO) yaitu strategi dengan memanfaatkan
seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi Strength Threat (ST) adalah strategi dengan menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi Weakness Opportunity (WO) adalah meminimalkan kelemahan untuk
meraih peluang atau strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan
meminimalkan kelemahan yang dimiliki.
4. Strategi Weakness Threat (WT) adalah strategi yang bersifat defensif dan
berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Kombinasi dari faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal
dalam analisis SWOT akan menghasilkan strategi-strategi. Model kombinasi
tersebut disajikan pada tabulasi sebagai berikut (Lampiran 10) :

37
Tabel 13. Model Kombinasi Faktor Internal dan Eksternal Dalam Analisis SWOT
EKSTERNAL Opportunity Threat
INTERNAL (Peluang) (Ancaman)
1 2 3
Strength
Strategi SO Strategi ST
(Kekuatan)
Weakness
Strategi WO Strategi WT
(Kelemahan)

A. Proyeksi
SWOT merupakan perangkat umum yang digunakan sebagai langkah awal
dalam proses pembuatan keputusan dan perencanaan strategis dalam berbagai
terapan. Analisis SWOT menjawab dua pertanyaan dimana organisasi saat ini dan
ke arah mana organisasi ini akan dibawa. Jadi analisis SWOT dapat
memproyeksikan situasi masa depan dan membantu organisasi dalam menentukan
strategi yang tepat untuk memanfaatkan kemampuannya dalam meraih atau
merespon peluang dan meminimalkan ancaman dalam mencapai tujuan.
Analisis SWOT merupakan alat bantu analisis dalam menstrukturkan
masalah dengan melakukan analisis terhadap lingkungan strategis, yaitu
lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Kombinasi dari faktor-faktor dalam
lingkungan internal kepada faktor-faktor dalam lingkungan eksternal, akan
menghasilkan strategi makro dalam pencapaian misi perencanaan jangka panjang.
Strategi merupakan langkah-langkah yang berisikan program-program indikatif
untuk mewujudkan visi dan misi.
Masing-masing misi akan memiliki tujuan yang memuat manfaat dan hasil
capaian masa depan sehingga mengapa misi tersebut diperlukan. Cara-cara untuk
pencapaian misi tersebut akan dirumuskan dalam strategi yang berisikan
kebijakan. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil untuk mencapai
tujuan dengan sasaran yang berisikan program-program indikatif jangka panjang.
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi
anggaran maupun waktu pentahapan pekerjaan. Logika keterhubungan semua
komponen tersebut, disajikan dalam Lampiran 11.

38
BAB. VI
RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN

6.1 INVENTARISASI SUMBER DAYA ALAM


Dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi sumber daya alam, dilakukan
identifikasi pada beberapa obyek yang merupakan potensi yang dapat dikelola
dan dikembangkan. Kegiatan inventarisasi sumber daya alam antara lain
meliputi:
6.1.1 Inventarisasi Potensi Flora dan Fauna
Kegiatan inventarisasi potensi dimaksudkan untuk mengetahui potensi
flora dan fauna yang terdapat di Tahura Pocut Meurah Intahdiarahkan pada
seluruh kawasan. Penekanan inventarisasi lebih kepada peluang untuk
mengembangkan kegiatan pendidikan dan penelitian yang dapat mendukung
kegiatan wisata yang nantinyadapat memberikan alternatif kegiatan yang dapat
meningkatkan keterlibatan masyarakat.
6.1.2 Inventarisasi Potensi Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat.
Inventarisasi ini berkaitan erat dengan pengumpulan data potensi
kawasan. Sasaran kegiatan adalah masyarakat sekitar hutan serta masyarakat
pengusaha yang memiliki keterkaitan usaha dengan pemanfaatan usaha
pengembangan Wisata Alam. Dengan diketahuinya potensi yang ada pada
masyarakat, diharapkan akan timbul kemudahan dalam usaha pemberdayaan
masyarakat yang sinergi pengelolaan kawasan serta pemanfaatan hasil.
6.2 PENGUKUHAN KAWASAN
Penunjukan Tahura di Provinsi NAD diawali oleh rekomendasi
Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1995 kepada Menteri
Kehutanan RI. Selanjutnya Menteri Kehutanan melalui Keputusan No. 1/Kpts-
II/1999 tanggal 5 Januari 1999 merubah fungsi hutan lindung dan hutan
produksi yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam menjadi Tahura Cut
Nyak Dhien.
Penetapan Tahura dilakukan Menteri Kehutanan melalui Keputusan
No. 95/Kpts-I/2001 tanggal 15 Maret 2001. Pada perkembangannya kemudian
melalui PeraturanDaerah No. 46 Tahun 2001 nama Tahura Cut Nyak Dien
diubah menjadi Tahura Pocut Meurah Intan.
Sebelum ditetapkan menjadi kawasan Tahura, kawasan tersebut
merupakan kawasan hutan lindung seluas 3.100 ha, hutan produksi terbatas
1.020 ha, hutan produksi tetap 1.100 ha dan sisanya 1000 ha merupakan areal
penggunaan lain yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam.

39
Kawasan Tahura ini telah dilakukan penataan batas pada tahun 1999
dengan panjang batas seluruhnya 76 km dan luasnya 6.300 ha.Untuk
memantapkan batas kawasan tersebut pada tahun 2006 telah dilakukan
rekonstruksi batas. Upaya selanjutnya adalah melakukan kegiatan
pemeliharaan batas, dan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan rekontruksi batas
pada tanda batas (pal) di lapangan yang telah rusak, hilang, atau tidak lagi
mampu memberikan informasi batas kawasan Tahura PMI. Sosialisasi batas
juga menjadi hal penting dan dilakukan secara paralel dalam proses
pengukuhan dan pemantapan batas terutama dilakukan pada para pihak dab
masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan Tahura PMI
6.3 PENATAGUNAAN KAWASAN KE DALAM BLOK
Taman Hutan Raya yang merupakan kawasan pelestarian alam pada
dasarnya memiliki 3 fungsi yaitu fungsi pemanfaatan, perlindungan sistem
penyangga kehidupan dan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa
serta keunikan alam.
Bentuk pemanfaatan potensi sumberdaya kawasan Tahura didasarkan
potensi yang dimiliki dan tipologi kawasan serta permasalahan sosial yang
dihadapi. Potensi sumberdaya alam yang besar yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan pariwisata antara lain potensi flora yang terdiri dari berbagai
tipe vegetasi mulai semak, tanaman pinus sampai hutan alam yang kaya akan
jenis vegetasi.
Dalam penataan kawasan, dilakukan dengan pembagian dalam Blok
Pengelolaan yang meliputi: blok pemanfaatan meliputi: blok penyangga, blok
pemanfaatan intensif, blok perlindungan meliputi blok pelindungan setempat,
blok perlindungan mutlak dan blok habitat satwa, Blok Tradisional serta Blok
Khusus. Arahan Blok ini untuk mempermudah identifikasi sebaran dan fungsi
rencana penanganan dan pengelolaan untuk dikembangkan. Berdasarkan
kondisi, permasalahan dan potensi tersebut, maka kawasan akan dibagi
kedalam beberapa arahan blok sesuai dengan karakteristiknya.
Tabel 14. Blok rencana pengelolaan TAHURA PMI
No Blok Luas (Ha) Persentase
1 Blok Pemanfaatan Tradisional 800.08 12.87%
2 Blok Pemanfaatan Intensif 356.97 5.74%
3 Blok Khusus 48,69 0.78 %
4 Blok Perlindungan Habitat Satwa 1,960.22 31.52%
5 Blok Perlindungan Mutlak Ekosistem (BPME) 2,718.36 43.72%
6 Blok Perlindungan Setempat 334.01 5.37%
Total 6,218.34 100%
Sumber :Analisis spasial oleh tim penyusun RP Tahura PMI

40
Dari tabel di atas 43,72 % dari luas total Tahura merupakan blok
perlindungan mutlak, yang berada di gunung seulawah Agam, Gunung
Seulawah Inong dan sekitarnya, dimana secara vegetasi masih berhutan.
Sedangkan yang paling kecil pemanfaatan nya adalah blok pemanfaatan
khusus (Brimob dan Scot Camp Pramuka) yaitu sebesar 0,78%, secara
penutupan lahan sudah beralih fungsi menjadi bangunan Mako Brimob dan
Camp Pramuka.

Gambar 9. Peta rencana Blok Tahura PMI


Pembagian arahan blok pengelolaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
6.3.1 Blok Tradisional
Blok pemanfaatan terbatas merupakan blok yang mana dimana lokasi
tersebut sebagian kecil sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Terbatasnya
pemanfaatan diarahkan pada tujuan rehabilitas lahan mengingat lokasi tersebut
merupakan kawasan hutan pada daerah up land yang menyangga kehidupan
masyarakat dan sebagian merupakan daerah tangkapan air. Penetapan blok
pemanfaatan terbatas berdasarkan tipologi kawasan, penutupan lahan, kelerengan,
akses serta permasalahan sosial di dalamnya. Blok tradisional merupakan bagian
dari Tahura PMI yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat yang secara turun-temurun mempunyai ketergantungan dengan
sumber daya alam.

41
6.3.2 Blok Pemanfaatan Intensif
Blok ini letaknya difokuskan di lokasi sekitar km 74 (Terminjal
gajah/PLG) sampai km 80 yang dikenal dengan daerah rest area. Beberapa sarana
dan prasarana pendukung untuk pemanfaatan zona ini telah tersedia, antara lain
jalan trekking, kantor, rumah dinas, aula, arena bermain anak-anak, kolam
pemandian, camping ground, shelter, dan lain-lain.
Selain itu faktor lain dalam penentuan blok pemanfaatan intensif yang lain
meliputi aspek-aspek ekologis, social, ekonomi dan budaya masyarakat dengan
mengacu kepada aturan yang berlaku. Dan secara penutupan lahan daerah tersebut
sudah banyak di manfaatkan oleh masyarakat untuk berkebun hasil dari ground
cek dilapangan.
6.3.3 Blok Perlindungan Setempat
Blok perlindungan setempat merupakan suatu kawasan yang di peruntukan
untuk daerah tangkapan air.Status perlindungan setempat tidak hanya masalah
kelerengan, tetapi juga memperhatikan faktor lainnya, seperti keadaan tanah,
curah hujan, akses dan sosial masyarakat.
kawasan yang merupakan sumber kehidupan, dimungkinkan memang
sangat dibutuhkan, seperti sumber daya air, perlu diusahakan untuk dilindungi.
Usaha perlindungan ini meskipun hanya mencakup kawasan sumbernya, tanpa
meliputi perlindungan disekitarnya, atau tanpa perlu melindungi ekosistem
dibawahnya. Sistem perlindungan ini dapat dikatakan berupa Kawasan
Perlindungan Setempat. Kawasan perlindungan dengan sistem ini diantaranya
mencakup penentuan daerah-daerah perlindungan di sepanjang bantaran sungai,
mata air, telaga, waduk, atau kawasan yang mungkin dapat disebut sebagai lahan
basah (wet land areas). Secara fungsi selain melindungi kawasan di tempatnya,
juga melindungi kawasan di sekililingnya atau melindungi ekosistem di
bawahnya.
6.3.4 Blok Khusus
Pemanfaatan blok ini bukan dalam bentuk pemanfaatan yang berbasis pada
pemanfaatan potensi vegetasi, fauna, ekosistem dan bukan pemanfaatan lahan
untuk budidaya tanaman semusim. Tetapi blok ini dimanfaatkan khusus untuk
pembangunan sarana prasarana oleh mitra kerja dalam mendukung kegiatan
pengelolaan tahura PMI dalam konteks perlindungan, pendidikan dan penelitian
dengan tidak mengubah fungsi kawasan serta tidak memperluas area terbangun.
Blok khusus ini dapat menjadi suatu potensi yang dapat meningkatkan
efektifitas pengelolaan kawasan sehingga perlu dilakukan kerjasama yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis dan keterlibatan semua pihak.

42
6.3.5 Blok Perlindungan
Blok perlindungan merupakan suatu kawasan yang diperuntukan sebagai
fungsi lindung, melindungani kawasan-kawasan di sekitarnya, atau kawasan di
bawahnya. Status kawasan lindung ditetapkan berdasarkan kelerengan, tinggi
tempat, lokasi strategis kawasan perlindungan terhadap daerah yang dilindungi,
serta pertimbangan penutupan lahan. Penentuan berdasarkan pertimbangan
lansekap itu penting, dikarenakan suatau kawasan lindung diharapkan akan
berperan sesuai dengan fungsinya sebaik mungkin.
Pertimbangan ini tidak hanya masalah kelerengan, tetapi juga
memperhatikan faktor lainnya, seperti keadaan tanah, penutupan lahan, curah
hujan, daerah rawan bencana gunung berapi (seulawah) dan juga tata guna
lahannya.
Aliran air hujan yang melalui berbagai pentahapan oleh adanya penutupan
lahan yang berupa tumbuhan, jelas akan terjadi suatu proses system perlindungan
terhadap tanah dan air. Air hujan secara bertahap akan terkurangi kekuatannya,
atau terkurangi tenaga kinetiknya, sehingga masuk ke dalam tanah tidak
menimbulkan kerusakan terhadap tanah dan lingkungkungan sekelilingnya.
6.3.6 Blok Habitat Satwa
Kawasan tengah ini meliputi kawasan yang relatif landai, sampai
bergelombang dengan topografi kelerengan rata-rata dibawah 15° - 20o. Blok ini
secara penutupan lahan yang terdiri atas tumbuhan tanaman (buatan),semak,
tanaman pinus sampai hutan alam yang kaya akan jenis vegetasi nya.
Kondisi vegetasi yang demikian secara signifikan berpengaruh terhadap
keanekaragaman jenis satwa dan burung. Potensi sumberdaya alam yang besar
yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata. Jenis-jenis satwa yang
potensial dapat dijadikan sebagai pengembangan wisata dapat dilihat pada
Lampiran 12.
6.4 PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN KAWASAN
Kondisi gangguan keamanan di kawasan Tahura Pocut Meurah Intan dapat
dikatakan relatif kurang aman jika dibandingkan dengan kawasan konservasi
lainnya. Gangguan keamanan hutan dikawasan terjadi secara masif dan dalam
skala yang cukup besar. Gangguan keamanan yang terjadi di kawasan Tahura
Pocut Meurah Intan antara lain penebangan pohon, alih fungsi kawasan menjadi
lahan budidaya masyarakat (perambahan), dan perburuan satwa. Sampai dengan
saat ini gangguan keamanan di kawasan Tahura Pocut Meurah Intan dinominasi
oleh perambahan, pencurian kayu dan perburuan liar. Kegiatan perlindungan dan
pengamanan kawasan hutan antara lain meliputi:
1. Patroli Aktif, adalah patroli ke daerah-daerah rawan pelanggaran sambil
melakukan pencatatan/ perekaman data-data di sepanjang

43
perjalanan, meliputi bekas pelanggaran, pasokan (jalur pelanggaran), potensi
unggulan baik biodiversity maupun obyek wisata, dan perjumpaan satwa.
Setelah selesai melaksanakan tugas, masing-masing tim wajib membuat
laporan pelaksanaan tugas (LPT) dengan melampirkan bukti-bukti selama
menjalankan tugas (laporan Register, Photo, laporan kejadian). Petugas
yang sedang off dapat ditugaskan untuk melakukan kegiatan lain seperti
penyuluhan, inventarisasi, pemeliharaan alur, pengiriman data ke Seksi yang
menangani. Personil yang melakukan Patroli Aktif dilengkapi dengan
beberapa peralatan penunjang untuk melakukan perekaman data dilapangan
yang meliputi Blanko Register, GPS, HT, Perlengkapan Personil, dan Peta
Kerja.
2. Penyuluhan, penyuluhan dan sosialisai perlindungan hutan, yang
dilaksanakan pada tingkat Desa, tingkat Muspika dan Muspida baik secara
pertemuan resmi disuatu tempat maupun dengan metode persambangan atau
kunjungan. Sebagai penyebarluasan informasi pengelolaan kawasan,
sosialisasi juga dilakukan melalui media cetak yang bekerjasama dengan
surat kabar setempat.
3. Patroli Gabungan adalah operasi pengamanan hutan dan hasil hutan yang
dilakukan secara terpadu dengan melibatkan instansi lain (Polsek, Koramil)
dengan waktu, personel, sasaran, target tertentu yang telah direncanakan
secara komprehensif.
4. Penyelesaian kasus pelanggaran / kejahatan kehutanan
Dilaksanakan terkait dengan tindakan Penyidikan yang dilakukan PPNS
terhadap suatu kasus tindak pidana kehutanan. Kegiatan ini dilaksanakan
mulai dari penanganan awal terhadap kasus, proses penyidikan, sampai
dengan P21 dan sidang yang menghasilkan vonis bagi tersangka. Selain
kegiatan tersebut perlu juga dilakukan tindakan pengamanan barang bukti
baik terhadap barang bukti yang ada tersangka maupun Barang Bukti
temuan. Proses penyidikan kasus tidak pidana dilakukan bekerjasama dan
koordinasi antara unit pelaksana Kawasan Taman Hutan Raya Pocut
Meurah Intandengan Polsek setempat sebagai Korwas PPNS.
6.5 PENGAWETAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Keanekaragaman hayati sebagai spesies kehidupan di bumi, sangat penting
untuk kelangsungan sistem jejaring kehidupan yang menyediakan kesehatan,
kemakmuran, pangan, energi dan jasa yang sangat vital bagi kehidupan manusia.
Untuk menekan laju penurunan kualitas kehidupan, maka upaya konservasi
keanekaragaman hayati (biodiversity) perlu dilakukan secara serius oleh
pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.

44
Kehilangan keanekaragaman hayati juga berarti bahwa spesies yang
memiliki potensi ekonomi dan sosial hilang sebelum mereka ditemukan.
Sumberdaya obat-obatan dan bahan kimia yang bermanfaat yang terdapat pada
spesies liar hilang untuk selamanya. Hutan hujan tropis yang memiliki kekayaan
spesies yang mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna, telah
terdegradasi sehingga perlu dilestarikan
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1990, konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya dilakukan dengan kegiatan: (1) perlindungan sistem
penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya. Dalam konteks ini, konservasi keanekaragaman hayati
(biodiversity) merupakan bagian tak terpisahkan dari pengertian konservasi
sumberdaya alam hayati.
Beberapa metode dan alat yang tersedia dalam pengelolaan
keanekaragaman hayati yang secara umum dapat dikelompokkan dalam
konservasi insitu, konservasi eksitu, restorasi dan rehabilitasi, pengelolaan
lansekap terpadu, serta formulasi kebijakan dan kelembagaan.
Konservasi insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies,
variasi genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi
penetapan dan pengelolaan kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai,
kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut. Dalam implementasinya,
pendekatan insitu juga termasuk pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan
sumberdaya di luar kawasan lindung. Di bidang kehutanan dan pertanian,
pendekatan insitu juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman genetik
tanaman di habitat aslinya serta penetapan spesies dilindungi tanpa
menspesifikasikan habitatnya.
Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies
tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar
habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain
penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan: (1) habitat mengalami
kerusakan akibat konversi; (2) materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian,
percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam
metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, arboretum, koleksi
mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan dan kebun binatang.
Mengingat bahwa organisme dikelola dalam lingkungan buatan, metode eksitu
mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi.
Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun eksitu,
untuk membangun kembali spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat
dan proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya

45
rekonstruksi ekosistem alami atau semi alami di daerah-daerah yang mengalami
degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan
upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem, misalnya Daerah Aliran
Sungai (DAS), tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan
spesies asli.
Pengelolaan Lansekap Terpadu, meliputi alat dan strategi di bidang
kehutanan, perikanan, pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata untuk
menyatukan unsur perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria pemerataan
dalam tujuan dan praktek pengelolaan. Mengingat bahwa tataguna lahan tersebut
mendominasi keseluruhan bentuk lansekap, baik di pedalaman maupun wilayah
pesisir, reinvestasi untuk pengelolaan keanekaragaman hayati memiliki peluang
besar untuk dapat diperoleh.
Formulasi Kebijakan dan Kelembagaan, meliputi metode yang membatasi
penggunaan sumberdaya lahan melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk
menekan praktek penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak;
pengaturan kepemilikan lahan yang mendukung pengurusannya secara lestari;
serta menetapkan kebijakan pengaturan kepentingan swasta dan masyarakat yang
menguntungkan bagi konservasi keanekaragaman hayati.
6.6 PEMANFAATAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM
Potensi Sumber daya alam, banyak hal yang terkandung didalamnya, baik
unsur biotik maupun unsur abiotik. Yang mana subjek subjek tersebut memiliki
potensi ekonomi cukup besar apabila dalam pengelolaannya disertai dengan
perencanaan yang matang. Sehingga didapatkan hasil yang optimal dari suatu
kegiatan ekonomi yang terus berkelanjutan (kontinyu).
Langkah pertama yang dapat diambil dalam prosesnya adalah dengan
melihat sumber daya alam yang dimiliki sebagai indikator geografis SDA itu
sendiri sebagai dasar pembentukan suatu struktur ekonomi. Melihat apa saja yang
dimiliki lahan tersebut yang kiranya dapat dimanfaatkan. Lalu selanjutnya adalah
berupaya membangun suatu populasi kehidupan sebagai faktor penyusun suatu
kegiatan yang dapat menghasilkan nilai ekonomi. Banyaknya dampak positif
pemanfaatan potensi SDA yang dapat menghasilkan nilai ekonomi untuk
keberlangsungan Tahura PMI disertakan dengan pemeliharaan sumber alam yang
ada dalam kawasan Tahura PMI. Pembangunan tempat/objek wisata yang dapat
dikembangkan dengan memperhatikan kesejahteraan alam lingkungan
disekitarnya.
6.7 PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA SEBAGAI
PENUNJANG KEGIATAN PENGELOLAAN
Sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan pengelolaan kawasan
Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan terdiri dari:

46
a. Sarana dan prasarana pengelolaan antara lain Kantor pengelola, Jalan
Patroli, Menara pemantau, Peralatan Komunikasi, Peta Dasar dan Kerja,
Perlengkapan Kerja operasional lainnya.
b. Sarana dan prasarana pariwisata; jalur tracking, kolam renang, playing
ground, outbond, camping gruond, koleksi flora (arboretum ) fauna
Fasilitas Penangkaran, Pusat Informasi, Wisma/cotage, rest area.
6.8 PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PENYANGGA
Perlindungan hutan dan konservasi alam merupakan salah satu upaya
strategis dan bagian integral dari pembangunan kehutanan karena mempunyai
kaitan langsung terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek lingkungan,
baik yang berskala local, daerah, nasional, maupun skala internasional.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1990
tentang konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, keberhasilan
pembangunan perlindungan hutan dan konservasi alam tidak hanya merupakan
tanggungjawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggungjawab seluruh lapisan
masyarakat, baik para tokoh agama, tokoh adat, tokoh generasi muda, pengusaha
dan sebagainya. Pembangunan sumber daya alam tidak terlepas dari
pembangunan sumber daya itu sendiri.
Kebijakan pemerintah yang telah digariskan dibidang konservasi sumber
daya alam dimaksudkan untuk mewujutkan kelestarian sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya agar dapat berfungsi secara optimal dan mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitar Tahura PMI.
Melalui pembinaan dan pengembangan daerah penyangga diharapkan
ketergantungan masyarakat terhadap potensi sumber daya alam yang ada di
kawasan konservasi sesuai dengan kondisi dan permasalahannya secara bertahap
dapat ditanggulangi.
Pembinaan dan pengembangan daerah penyangga merupakan suatu upaya
yang dilakukan oleh Pemerintah bersama masyarakat terutama dalam rangka
menciptakan dan menggali sumber penghidupan yang baru bagi masyarakat yang
berada di daerah penyangga sebagai pengganti sumber penghidupan yang semula
berasal dari kawasan konservasi Tahura PMI.
Daerah penyangga adalah wilayah yang berada diluar kawasan suaka alam
maupun kawasan pelestarian alam baik sebagai kawasan hutan lainnya, tanah
negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu
menjaga keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
Pembinaan dan Pengembangan daerah penyangga adalah suatu upaya guna
menciptakan sumber penghidupan yang baru bagi masyarakat yang berada
didaerah penyangga sebagai pengganti sumber daya alam yang semula berasal
dari kawasan konservasi dan upaya pencegahan gangguan satwa liar yang hidup di

47
dalam kawasan konservasi terhadap daerah sekitarnya diluar kawasan sesuai visi
dan misi Tahura PMI .
Pembinaan dan Pengembangan daerah penyangga bertujuan untuk
menjamin keutuhan kawasan konservasi dengan menciptakan sumber
penghidupan yang baru bagi masyarakat sekitar kawasan sebagai pengganti
sumber daya alam, yang semula berasal dari kawasan konservasi.
Adapun fungsi dan tujuan Pembinaan dan Pengembangan daerah
penyangga adalah sebagai berikut :
a. Menyelamatkan potensi kawasan konservasi dari berbagai macam
gangguan baik oleh manusia, ternak ataupun pencemaran lingkungan.
b. Mengembangkan dan membina hubungan tradisional antara masyarakat
dengan alamnya, dengan mengusahakan adanya integrasi antara manusia
dan alamnya pada tingkat yang lebih baik.
c. Memberikan perlindungan terhadap masyarakat, daerah pertanian,
perkebunan, peternakan dan pemukiman dari gangguan satwa liar yang
berasal dari kawasan konservasi.
d. Meningkatkan produktifitas lahan melalui pola usaha tani yang lebih
intensif
e. Menigkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian
alam dan lingkungannya.
f. Mengembangkan jenis-jenis kebutuhan pokok yang berasal dari kawasan
konservasi dengan mengembangkan pola budidaya baik untuk protein
hewani maupun protein nabati.
g. Mengembangkan sistem jasa yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan
kawasan konservasi.
A. Penentuan Daerah Penyangga
Didalam menunjuk atau menentukan suatu daerah penyangga bagi suatu
kawasan konservasi didasarkan atas hasil kajian dilapangan yang meliputi aspek-
aspek ekologis, social, ekonomi dan budaya masyarakat dengan mengacu kepada
aturan yang berlaku.
Penunjukan maupun penetapan tersebut tidak mengurangi hak atau
merubah status atas lahan, namun hanya bersifat pengaturan tata cara pengelolaan
agar lahan/daerah tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan mutu lingkungan sehingga
mampu menjaga keutuhan kawasan konservasi yang ada di sekitarnya.

48
B. Penentuan prioritas Pembinaan dan Pengembangan Daerah
Penyangga
Prioritas Pembinaan dan Pengembangan daerah penyangga didasarkan atas
3 (tiga) kriteria :
a. Daerah-daerah penyangga yang termasuk dalam daftar desa tertinggal,
tingkat ketergantungan terhadap kawasan Tahura PMI sangat tinggi,
berpotensi untuk pengembangan, masyarakatnya mempunyai potensi dan
minat yang tinggi terhadap kegiatan yang akan dikembangkan dan lokasi
kegiatan mudah dijangkau.
b. Daerah-daerah penyangga yang berbatasan dengan kawasan Tahura PMI
dengan kondisi hutannya rusak akibat banyaknya tekanan dari masyarakat
sekitarnya yang berbatasan dengan daerah-daerah dengan tingkat laju
perkembangan yang pesat (termasuk yang masih direncanakan) seperti
daerah pembukaan bagi HTI, Pembangunan sarana dan prasarana seperti
jalan, jembatan, dan daerah bagi pengembangan industri serta daerah
pengembangan bagi pemukiman dan investasi lainnya.
c. Daerah-daerah penyangga yang bersambungan/berbatasan dengan
kawasan Tahura PMI yang memiliki nilai-nilai keanekaragaman hayati
(biodiversity) dan hutan alami yang tinggi.
Alternatif Pembinaan dan Pengembangan daerah penyangga
a. Pengembangan Budidaya Plasma Nutfah
b. Penurunan penggembalaan liar di kawasan konservasi
c. Pengembangan wisata alam dan
Pengembangan Kesadaran Masyarakat
a. Penyuluhan kesadaran konservasi pada kelompok masyarakat di sekitar
daerah penyangga berdasarkan jenis ketergantungan pada kawasan Tahura
PMI;
b. Penyuluhan terpadu dengan unsur terkait; dan
c. Kader konservasi.
C. Pembinaan dan Pengembangan Perlindungan Kawasan Konservasi
a. Pembangunan sarana dan prasarana pada kawasan konservasi yang
berbatasan langsung dengan tanah milik masyarakat;
b. Personil pengamanan;
c. Pembinaan dan pengembangan kerjasama dibidang pengamanan dengan
pihak lainnya.

49
6.9 PENGEMBANGAN KERJASAMA DAN KOLABORASI
PENGELOLAAN KAWASAN
Pengelolaan Kolaboratif Tahura PMI dirancang sebagai berikut:
a. Menjamin kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem Tahura PMI
b. Menjamin agar pemanfaatan biota (flora dan fauna) beserta habitatnya
oleh masyarakat berlangsung secara berkelanjutan;
c. Membina, memelihara dan mempertahankan model pengelolaan
kolaboratif bersama pemerintah daerah, masyarakat, mitra dan pihak-pihak
terkait lainnya atas dasar saling berbagi peran, berbagi tanggung jawab dan
berbagi manfaat;
d. Mengoptimalkan kesempatan pendidikan, penelitian dan pariwisata yang
sesuai dengan kaedah konservasi;
e. Menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam berbasiskan kearifan budaya
lokal senantiasa terjaga dan dilestarikan.
f. Fokus utama pengelolaan kolaboratif Tahura PMI diprioritaskan pada dua
hal, yaitu:
1) Memfasilitasi proses manajerial dan institusional guna menciptakan
pengelolaan Tahura PMI secara efektif (Sustainable Park
Management), dan
2) Meningkatkan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat
dengan menjamin manfaat sumberdaya alam melalui
pengidentifikasian dan pengembangan sumber pendapatan alternatif
dari sumberdaya alam (Sustainable Livelihood).
g. Sedangkan sasaran utama yang ingin dicapai dalam pengelolaan
kolaboratif Tahura PMI periode lima tahun terhitung sejak tahun 2013
hingga 2018, meliputi:
1) Terbentuknya lembaga pengelola Tahura PMI yang kolaboratif;
2) Tersedianya rencana pengelolaan jangka menengah dan pendanaan
Tahura PMI
3) Meningkatnya taraf hidup masyarakat lokal, termasuk pengembangan
blok penyangga;
4) Diterapkannya metode pengamanan dan pengawasan kawasan secara
bersama.
5) Terbentuknya kelompok masyarakat peduli api, masyrakat mitra
polhut, commonity patrol, wildlife protect unit.

50
6.10 PENINGKATAN PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Kelestarian suatu kawasan konservasi tidak lepas dari pengaruh eksternal
dalam hal ini masyarakat sekitar kawasan konservasi tersebut. Pemberdayaan
masyarakat sekitar kawasan konservasi merupakan suatu wujud kontribusi
terhadap ditetapkannya suatu kawasan konservasi seperti kawasan Taman Hutan
Raya Pocut Meurah Intan. Pemberdayaan masyarakat sekitar Tahura Pocut
Meurah Intan dilaksanakan dalam bentuk:
Pemberdayaan Masyarakat yang bersifat kontekstual terhadap pengelolaan
Kawasan Tahura Pocut Meurah Intan, yang meliputi:
a. Pembinaan masyarakat di sekitar Tahura Pocut Meurah Intan dalam upaya
Konservasi;
b. Masyarakat sebagai pelaksanaan dalam kegiatan Pembinaan Masyarakat di
sekitar Tahura Pocut Meurah Intan dalam rangka pencegahan perambahan,
kebakaran hutan, illegal logging dan perburuan liar;
c. Bekerja sama dengan masyarakat di sekitar Tahura Pocut Meurah Intan
sebagai mitra kerja dalam pengelolaan Tahura Pocut Meurah Intan antara
lain dalam bentuk pembangunan dan pemeliharaan prasarana jalan dan
saluran air kanan-kiri jalan;
d. Unit pengelola hutan Tahura Pocut Meurah Intan bekerjasama dengan
lembaga/pihak lain dalam rangka mendidik masyarakat desa di sekitar
kawasan Tahura Pocut Meurah Intan sebagai interpreter wisata alam.
6.11 PENINGKATAN KOORDINASI DAN INTEGRASI
Untuk peningkatan koordinasi dan integrasi dalam rangka Rencana
Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan dilakukan melalui:
1. Koordinasi dengan lintas sektoral (stakeholder);
2. Pengembangan kemitraan dangan Organisasi Pemerintah dan Non
Pemerintah (LSM) baik dalam maupun luar negeri dan masyarakat dengan
mengembangkan kemitraan dalam bentuk:
a. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan,
b. Promosi penelitian, pendidikan wisata alam dan publik awareness,
baik melalui jalur resmi maupun informal tentang fungsi, tujuan;
c. Manfaat konservasi khususnya mengenai keberadaan Kawasan
Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan.
3. Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada peningkatan
keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam dan
pemanfaatan plasma nutfah untuk menunjang budidaya.

51
4. Membina program bersama pemangku kawasan hutan untuk dapat
mengintegrasikan suatu ekosistem kawasan sesuai fungsinya melalui
managemen kolaborasi (Co-Management) sesuai otoritas kewenangan dan
tanggung jawab.
6.12 PENGELOLAAN POTENSI KAWASAN
Dalam rangka rencana pengelolaan kawasan Taman Hutan Raya Pocut
Meurah Intan, maka potensi kawasan yang dapat dikembangkan adalah:
1. Pengelolaan Penelitian dan Pendidikan
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan penelitian dan
pendidikan, diantaranya:
 Identifikasi obyek penelitian dan pendidikan mengenai tumbuhan, satwa,
ekosistem dan sosial ekonomi budaya masyarakat setempat;
 Penyiapan pelayanan dan materi penelitian dan pendidikan;
 Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan pendidikan;
 Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan kegiatan penelitian
dan pendidikan;
 Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi dan promosi.
2. Pengelolaan Wisata Alam
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan wisata alam,
diantaranya:
 Inventarisasi dan identifikasi obyek dan daya tarik wisata dan rekreasi
alam di dalam kawasan;
 Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, kecenderungan pasar, kebijakan daerah, ketersediaan sarana
dan prasarana pendukung;
 Peningkatan investasi di bidang wisata alam;
 Peningkatan peranserta masyarakat dalam kesempatan dan peluang usaha
dan kerja untuk peningkatan kesejahteraan;
 Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi lingkungan;
 Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.
6.13 PENGEMBANGAN INVESTASI PEMANFAATAN DAN
PENGUSAHAAN JASA LINGKUNGAN
Jasa lingkungan di kawasan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan
merupakan fungsi alamiah ekosistem, yang memberikan manfaat langsung dan
tidak langsung dalam meningkatkan kualitas lingkungan untuk kesejahteraan

52
masyarakat. Jasa lingkungan tersebut merupakan hasil atau implikasi dari sifat
dinamik lansekap yang dinilai oleh pemangku kepentingan (stakeholder) sebagai
suatu jasa. Jasa lingkungan dapat didasarkan pada alliran materi (yakni aliran
keluar seperti air, atau aliran masuk seperti penambatan karbon) atau kualitas
lingkungan (seperti keberadaan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan atau
keindahan bentang alam).
6.14 PERANCANGAN DAN STRATEGI PENDANAAN
Dalam perancangan dan strategi pendanaan/pembiayaan dasar kawasan
Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan saat ini disediakan oleh Pemerintah Aceh
(APBA) dan Pemerintah Pusat (APBN). Pemerintah Aceh menyediakan
pendanaan operasional dan membayar gaji pegawai negeri yang ditugaskan di
UPTD. Tahura Pocut Meurah Intan akan tetapi pendanaan tersebut, tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan pengelolaan kawasan Taman Hutan Raya Pocut
Meurah Intan. Dengan demikian diperlukan strategi untuk dapat memenuhi
kebutuhan pendanaan dalam pengelolaannya.
Dalam hal pendanaan untuk pengelolaan kawasan Taman Hutan Raya
Pocut Meurah Intan perlu dicarikan alternatif sumber pendanaan. Untuk
memperoleh sumber pendanaan dapat di dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
1. Pungutan masuk/retribusi pemanfaatan kawasan sehingga dapat digunakan
untuk menunjang pengelolaan kawasan Taman Hutan Raya Pocut Meurah
Intan.
2. Melakukan kerjasama dengan pihak swasta/investor/LSM dalam
pengelolaan kawasan Tahura PMI sebagai suatu pendekatan dalam
menyediakan pembiayaan bagi kegiatan konservasi di masa mendatang.
3. Melakukan kerjasama dengan instansi/dinas/badan dalam penyediaan
prasarana dan sarana, antara lain dengan Dinas/Kementrian Pariwisata,
Pemerintah Provinsi , Kabupaten dan Pemerintah Pusat.

53
BAB. VII
PEMBINAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

7.1 PEMBINAAN
Pembinaan kawasan dalam kaitannya dengan pengelolaan kawasan Taman
Hutan Raya Pocut Meurah Intan dapat dilakukan baik oleh pihak internal instansi
atau badan terkait lainnya. Pembinaan pengelolaan kawasan dilakukan pada
instansi atau badan yang memegang mandat dan memiliki peran dalam
pengelolaan kawasan.
Pembinaan pada pihak internal instansi atau badan terkait, dilakukan
dalam bentuk bimbingan teknis dan pelatihan, sedangkan pada pihak masyarakat
berupa penyuluhan dan forum komunikasi. Tujuan yang diinginkan dari kegiatan
pembinaan ini adalah tercapainya tujuan dari pengelolaan kawasan Taman Hutan
Raya Pocut Meurah Intan sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Selain itu
manfaat yang dapat diperoleh adalah meningkatkan pemahanan dan kemampuan
dari semua pihak terhadap pentingnya upaya konservasi pada kawasan Taman
Hutan Raya Pocut Meurah Intan.
7.2 PENGAWASAN
Agar dapat tercapainya tujuan pengelolaan kawasan Taman Hutan Raya
Pocut Meurah Intan, maka perlu dilakukan pengawasan. Pengawasan meliputi
tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan pemerintah
daerah/dinas terkait dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dengan
menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Pemerintah dan pemerintah
daerah. Pengawasandilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan pengawasan yaitu suatu usaha atau
kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam bentuk pelaporan,
pemantauan, dan evaluasi. Untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan
kawasan dilakukan pula pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat
pengelolaan kawasan.Apabila hasil dari pengawasan terjadi penyimpangan dalam
pamanfaatan kawasan, maka pihak terkait mengambil langkah penyelesaian
sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal penyimpangan pihak yang melakukan
penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

54
Pengawasan merupakan upaya untuk mencegah perubahan fungsi lahan di
kawasan lindung agar tidak dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya (konsentrasi
penanggulangan pada kegiatan sebelum terjadi:
1. Penetapan larangan untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan kecuali
berbagai usaha dan/atau kegiatan penunjang kawasan lindung yang tidak
mengganggu fungsi alam serta ekosistem alam.
2. Pengaturan berbagai usaha dan/atau yang dapat mempertahankan fungsi
lindung;
3. Pencegahan berkembangnya berbagai usaha dan/atau kegiatan yang
mengganggu fungsi lindung;
4. Pengawasan kegiatan penelitian eksploitasi air tanah dan air permukaan,
serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan bencana alam agar
pelaksanaan kegiatannya tetap mempertahankan fungsi kawasan lindung.
7.3 PENGENDALIAN
Pengendalian adalah usaha atau kegiatan untuk mengambil tindakan agar
pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Pengendalian pemanfaatan
ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang melalui mekanisme perijinan bagi wilayah Kabupaten.
Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan diselenggarakan melalui pengawasan
dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
Dalam pelaksanaannya pengendalian pengelolaan pemanfaatan ruang tidak
terlepas dari adanya proses penyidikan. Pelaksanaan penyidikan dilakukan oleh
kepolisian negara Republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang terkait dan diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu
pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kegiatan penertiban dapat dilakukan dalam bentuk penertiban langsung
dan penertiban tidak langsung. Penertiban langsung, yaitu melalui mekanisme
penegakan hukum yang diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan penertiban tidak langsung, yaitu dalam bentuk
pengenaan sangsi diinsentif pemanfaatan ruang yang dapat diselenggarakan antara
lain melalui pengenaan retribusi secara progresif atau membatasi penyediaan
sarana dan prasarana dasar lingkungan.
Bentuk-bentuk pengenaan sangsi yang berkenaan dengan penertiban
adalah sangsi perdata maupunsanksi pidana. Sanksi perdata dapat berupa tindakan
pengenaan denda atau pengenaan ganti rugi. Sangsi ini dikenakan atas
pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang,
kelompok orang atau badan hukum. Sedangkan sangsi pidana, dapat berupa

55
tindakan penahanan atau kurungan. Sangsi ini dikenakan atas pelanggaran
penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum.
Pengendalian terhadap proses pembangunan daerah lebih ditekankan untuk
lebih memberikan peluang pada peran pengawasan masyarakat disamping
pengawasan oleh lembaga fungsional. Pelaksanaan evaluasi idealnya juga
dilakukan oleh masyarakat sendiri sebagai aplikasi keberpihakan kepada
masyarakat.

56
BAB. VIII
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

8.1 PEMANTAUAN
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka diperlukan suatu pedoman
dalam pelaksanaan Kawasan Pelertarian Alam melalui suatu kegiatan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan. Mekanisme
pemantauan dilakukan terhadap kawasan secara rutin, terutama terkait dengan
berbagai hal yang potensial mengganggu fungsi kawasan. Pemantauan terhadap
aktivitas eksternal berupa kegiatan yang dapat merusak kawasan seperti
perambahan hutan, perburuan, illegal loging.
Kegiatan pemantauan juga dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama
dengan masyarakat, sebagai unit terkecil dalam sebuah kawasan peranan
masyarakat dalam berpartisipasi memantau berbagai kegiatan yang potensial
merusak kawasan sangat berarti bagi keberadaaan kawasan. Dengan terlibat
secara langsung dalam berbagai pengawasan (pemantauan) secara tidak langsung
membangun tingkat kesadaran warga masyarakat yang hidup dan tinggal di
sekitar kawasan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan untuk turut berperan aktif
dalam menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem secara berkelanjutan.

Gambar 9. Rencana pembangunan Menara Pemantau


8.2 EVALUASI
Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil yang
telah dicapai dan mengetahui berbagai hal secara dini sehingga dapat segera
direncanakan langkah-langkah dan upaya antisipasi terhadap berbagai hal yang
berpotensi menyimpang.
Kegiatan evaluasi merupakan rangkaian dari mekanisme controling dan
monitoring kegiatan yang terkait dengan pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut
Meurah Intan oleh lembaga dan instansi terkait untuk memantau sejauh mana

57
kemajuan perkembangan berbagai aspek yang terkait dengan keberadaan dan
proses pengelolaan kawasan.
8.3 PELAPORAN
Kegiatan pelaporan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi terhadap
suatu tindakan atau pelaksanaan yang tidak sesuai atau menyimpang dari
peraturan dan tindakan yang seharusnya. Penyampaian informasi dapat dilakukan
oleh pihak dan instansi terkait atau badan/perseorangan. Sangat diharapkan bahwa
peran serta masyarakat dalam proses pelaporan dapat membantu penyampaian
informasi sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan dengan segera.
Pelaporan merupakan bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Pada instansi
pemerintah, pelaporan seluruh kegiatan yang dilaksanakan disampaikan dalam
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pelaporan kinerja
dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja dari suatu instansi
pemerintah dalam satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan
dan sasarannya. Penyampaian laporan disampaikan kepada pihak yang memiliki
hak atau yang berkewenangan meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Pada kegiatan pelaporan, Pengelola Tahura Pocut Meurah Intan
melaporkan hasil akhir dari seluruh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh
pengelola Tahura Pocut Meurah Intan sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara
berkala. Acuan yang digunakan dalam pelaporan adalah berdasarkan standar
prosedur operasional yang berlaku pada lingkup Pemerintah Aceh. Pelaporan
disusun dengan mengacu kepada prosedur kerja Pengelola Tahura Pocut Meurah
Intan. Tahapan dari penyampaian laporan dimulai dari penyiapan format laporan,
penyusunan bahan laporan dan resume telaahan bahan laporan sampai kepada
tahap penyusunan Laporan Bulanan, Laporan Triwulan, Laporan Semester, dan
Laporan Tahunan. Seluruh laporan yang telah tersusun ditandatangani oleh
Kepala UPTD Tahura Pocut Meurah Intan disampaikan kepada Dinas Kehutanan
Provinsi Aceh sebagai pimpinan eselon tertinggi.

58

Anda mungkin juga menyukai