Anda di halaman 1dari 11

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG PROGRAM KEMARITIMAN

Gathot Winarso, M. Rokhis Khomarudin, Syarif Budhiman, dan Maryani Hartuti

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN

Pendahuluan

Program kemaritiman yang dicanangkan oleh Presiden Indonesia terpilih Bapak Ir. H. Joko Widodo dapat
dianggap sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam memanfaatkan wilayah perairan lautnya.
Pengertian negara maritim yang dapat diartikan sebagai negara yang memanfaatkan potensi laut untuk
kejayaan negaranya (Rosihan Arsyad, 2012 dalam http://www.shnews.co/kolom/periskop/detile-23-
kelautan-atau-maritim.html) lebih memperjelas arah program tersebut, yaitu Indonesia harus menjadi
negara maritim yang dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada di perairan laut Indonesia. Modal
dasar bangsa Indonesia untuk menjalankan program kemaritiman adalah keberadaan wilayah perairan
laut Indonesia yang luas serta posisi Indonesia yang strategis terletak pada jalur pelayaran dunia. Dalam
sejarah berdirinya Indonesia, kerajaan-kerajaan pendahulu Indonesia seperti Sriwijaya dan Majapahit
merupakan kerajaan yang kuat karena memiliki armada laut yang sangat kuat. Pemanfaatan laut oleh
nenek moyang kita sebagai sarana dalam membangun komunikasi dan perdagangan dengan bangsa lain
juga tercatat dalam sejarah bahkan sampai ke wilayah Madagaskar di Afrika.

Potensi-potensi yang mengarah pada program kemaritiman lebih mengerucut kepada segala aktifitas
yang berada di lautan. Pelayaran dan perdagangan dunia yang selama ini melewati wilayah perairan
Indonesia merupakan dampak dari posisi strategis Indonesia pada poros maritim dunia. Dukungan yang
kuat di bidang ekonomi, politik dan hankam mutlak diperlukan untuk menunjukan pengaruh bangsa
Indonesia dalam memanfaatkan potensi maritim yang ada bagi kepentingannya sendiri serta melindungi
pemanfaatan dari pihak lain yang merugikan.

Kekayaan laut yang utama adalah ikan dan biota laut lainnya. Maraknya penangkapan kapal asing yang
melakukan penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia merupakan bukti bahwa kekayaan laut Indonesia
sangatlah berlimpah. Indonesia memiliki kekayaan alam laut yang beragam karena memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Kurang optimalnya pemanfaatan kekayaan laut di Indonesia karena
kurangnya teknologi baik untuk penangkapan maupun pengolahan hasil laut. Indonesia masih kalah
dengan Singapura dan juga Pilipina dalam tingkat kemaritiman dunia. Kekayaan pesisir dan laut lainnya
adalah Terumbu Karang, Mangrove, dan Lingkungan Pantai. Kekayaan ini merupakan kekayaan
keanekaragaman hayati dan juga untuk kegiatan pariwisata. Jika kekayaan laut baik ikan, terumbu
karang, mangrove, dan lingkungan pantai dimanfaatkan sebesar-besarnya, maka ini akan dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat.

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


Lapan sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang teknologi penerbangan dan antariksa telah lama
mengembangan pemanfaatan penginderaan jauh untuk sumberdaya pesisir dan laut. Kegiatan yang
sudah dikembangkan dan terus dikembangkan adalah

1. Inventarisasi Pulau-Pulau Kecil Terluar


2. Pemantauan dan Inventarisasi Mangrove
3. Deteksi/klasifikasi Terumbu Karang
4. Zona Potensi Penangkapan Ikan
5. Deteksi Paramater Geo-bio-fisik laut (suhu permukaan laut, klorofil, tinggi permukaan laut, dll)
6. Kualitas perairan pesisir untuk budidaya laut
7. Pengamanan laut dengan ZPPI
8. Kualitas perairan pesisir untuk pariwisata bahari
9. Penentuan batimetri perairan yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam pembangunan
pelabuhan (catatan: untuk perairan yang jernih)

Penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Inventarisasi Pulau-pulau Kecil Terluar

Indonesia memiliki pulau-pulau kecil terluar yang menjadi strategis karena fungsinya sebagai titik
pangkal penentuan batas wilayah. Kehilangan 1 pulau terluar bisa saja akan mengurangi wilayah
Indonesia yang cukup luas. Perhatian terhadap pulau kecil terluar mulai hangat menjadi pembicaraan
akhir-akhir ini dan akhirnya menjadi isu nasional yang menjadi prioritas pembangunan. Dari namanya
sudah terbayang bahwa pulau-pulau tersebut memiliki akses yang sulit karena belum adanya
infrastruktur transportasi yang memadai, sehingga survei terestrial dengan mendatangi akan menemuhi
banyak kesulitan dan membutuhkan biaya yang tinggi. Belum lagi jumlah pulau kecil terluar yang relatif
banyak. Inventarisasi dan pemantauan sumberdaya alam, ekosistem dan lingkungan pulau-pulau kecil
terluar sangat perlu dilakukan untuk menjaga keberadaan dan kelestarian sumberdaya alamnya.
Penginderaan jauh memberi solusi dalam hal inventarisasi dan pemantauan karena dapat menjangkau
daerah terpencil tanpa kesulitan karena mengukur dan memotret dari ketinggian satelit beredar.
Keberadaan pulau, bentuk, penggunaan lahan, sumberdaya alam seperti terumbu karang, mangrove
dan padang lamun bisa diidentifikasi dengan data penginderaan jauh. Tentu akan sangat efektif
menggunakan teknologi ini untuk negara yang luas seperti Indonesia.

Pada tahun 2004, telah dilakukan pembuatan album pulau-pulau kecil terluar yang berisi peta citra
satelit (PCS) dari berbagai data yang tersedia diantaranya Landsat 7, SPOT-4 dan IKONOS. Selain PCS juga
dibuat informasi geospasial lainnya yang diturnkan dari data penginderan jauh yaitu
penggunaan/penutup lahan, sebaran terumbu karang dan hutan mangrove juga berisi ketinggian tanah.
Album tersebut memberikan gambaran umum kondisi pulau-pulau kecil terluar dan dengan
menggunakan data dengan akuisisi yang lebih baru kondisi perubahan bisa diamati. Pada tahun 2014,
akan dan sedang dilakukan updating informasi geospasial pulau-pulau kecil terluar 30 buah dengan data
SPOT-5 dan SPOT-6.

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


Gambar 1. Peta Citra Satelit (PCS) dan Peta Penggunaan Lahan Pulau Nipa (Salah satu Pulau Kecil
Terluar)

2. Inventarisasi dan Pemantauan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang memiliki nilai penting di kawasan pesisir. Ekosistem
mangrove merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, selain itu ekosistem
ini juga memiliki fungsi yang tinggi baik secara ekologis maupun secara ekonomi. Salah satunya adalah
sebagai tempat memijah, berkembangbiak dan tempat membesarkan diri dari berbagai organism laut.
Secara tidak langsung, kualitas ekosistem mangrove akan mempengaruhi produktifitas perikanan secara
umum di kawasan laut yang berdekatan. Fungsi fisik dari hutan mangrove diantaranya: sebagai
pengendali naiknya batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan
(intrusi), sebagai kawasan penyangga, memacu perluasan lahan dan melindungi garis pantai agar
terhindar dari erosi atau abrasi.

Terkait dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim, ekosistem mangrove memiliki peranan yang
penting yaitu sebagai salah satu stok karbon yang sangat potensial. Hasil penelitian terkini menyebutkan
bahwa hutan mangrove memiliki stok karbon tertinggi dibandingkan dengan ekosistem hutan tropis
lainnya (Donato, et al. 2011). Ekosistem mangrove yang masih sehat akan menjadi penimbun karbon
yang potensial dan jika terjadi konversi lahan, akan terjadi pelepasan karbon yang akan berakibat
meningkatnya karbon di atmosfir yang bisa meningkatkan efek rumah kaca. Ekosistem mangrove
menjadi bagian dari perdagangan karbon yang penting di masa yang akan datang.

Akan tetapi ekosistem ini mulai terancam dan terdegradasi. Berbagai alih fungsi dan penurunan kualitas
terus terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pelestarian ekosistem ini. Penginderaan
jauh memberikan kemudahan dalam inventarisasi dan pemantauan mangrove karena mangrove tumbuh
baik hanya pada daerah pasang surut sehingga kombinasi vegetasi dan tanah basah / genangan
memberikan kenampakan yang khas pada data penginderaan jauh. Luas dan sebaran hutan mangrove di
seluruh Indonesia sudah dipetakan dan dipantau dari tahun ke tahun dengan selan tertentu.

Penelitian dan pengembangan metode deteksi hutan mangrove telah lama dilakukan sejak adanya data
Landsat 5 di berbagai daerah di Indonesia. Tetapi pemetaan hutan mangrove eksisting baru dilakukan
sekitar tahun 1999 bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dan IPB. Metode yang telah
berkembang sehingga bannyak instansi menggunakan metode tersebut untuk melakukan pemetaan

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


sendiri seperti Departemen Kehutanan, Bakosurtanal dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk
wilayah seluruh Indonesia.

Gambar 2. Informasi Spasial Sebaran Hutan Mangrove (berwarna) di Segara Anakan Cilacap,
perbedaan warna menunjukkan tingkat Indeks Mangrove (Winarso dan Purwanto,
2014) yang mengindikasikan kualitas dari mangrove sejati

Pada tahun 2011 telah dilakukan penelitian dan pengembangan identifikasi hutan mangrove
menggunakan data ALOS AVNIR yang merupakan data dengan resolusi yang lebih baik dari Landsat dan
SPOT yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik. Litbang diteruskan pada Tahun 2013
dengan tujuan membedakan jenis mangrove melalui data penginderaan jauh dan menghitung simpanan
karbon di hutan mangrove. Penelitian tentang jenis belum selesai dilakukan karena cukup sulit dan
membutuhkan penelitian yang teliti dan konsentrasi penuh. Penghitungan simpanan karbon yang
dilakukan baru pada karbon di atas permukaan tanah yang diturunkan dari informasi biomasa (above
ground biomassa). Karena model yang diadopsi dari Vietnam berkorelasi tidak bagus dengan data
pengukuran lapangan, maka dikembangkan dengan pendekatan baru yaitu mengkombinasikan data SAR
dan optis. Dari data SAR memperoleh tinggi pohon dan dari optis adalah kerapatan tajuk dari hutang
mangrove

3. Inventarisasi Terumbu karang

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati
laut yang sangat potensial. Salah satunya adalah sumberdaya terumbu karang yang hampir tersebar di
seluruh perairan Indonesia. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem paling tinggi
keanekaragamannya dan paling tinggi produktifitasnya. Terumbu karang adalah struktur biogenik
terbesar dan hanya struktur yang nampak dari ruang angkasa (Mumby and Steneck, 2008). Sumberdaya

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam
yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan
beragam, baik manfaat langsung, seperti pemanfaatan ikan dan biota lainnya, pariwisata bahari dan
lain-lain, maupun manfaat tidak langsung, seperti penahan abrasi pantai, pemecah gelombang,
keanekaragaman hayati dan tempat mengasuh, tempat mencari makan dan tempat pemijahan bagi
biota lainnya (COREMAP, 2001).

Luas terumbu karang Indonesia saat ini adalah 42.000 km2 atau 16,5 % dari luasan terumbu karang
dunia, yaitu seluas 255.300 km2 (COREMAP, 2001). Dengan estimasi di atas Indonesia menduduki
peringkat terluas ke-2 di dunia setelah Australia, yang mempunyai luasan terumbu karang sebesar
48.000 Km2 (Bryant, et al 1998). Namun demikian apabila dilihat dari sisi keanekaragaman hayati,
terumbu karang Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia dengan 70 genera dan 450
spesies (Veron, 1995).

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dunia yang sangat pesat yang diiringi dengan eksploitasi
sumberdaya alam secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kelestariannya, berdampak pada
menurunnya kualitas lingkungan hidup, termasuk sumberdaya terumbu karang. Mungkin karena
terumbu karang menjadi ekosistem yang paling rawan secara global (Mumby and Steneck, 2008). Hal
tersebut dapat dilihat dari kondisi umum terumbu karang dunia yang hampir 36 % dalam keadaan kritis
akibat eksploitasi yang berlebih, 22 % terancam pencemaran dari limbah darat dan erosi serta 12 %
terancam dari pencemaran (Bryant, 1998). Di Indonesia menurut penelitian P3O-LIPI yang dilakukan
pada tahun 1996 menunjukkan bahwa 39,5 % terumbu karang Indonesia dalam keadaan rusak, 33,5 %
dalam keadaan sedang, 21,7 % dalam keadaan baik dan hanya 5,3 % dalam keadaan sangat baik. Apabila
tidak ada upaya nasional untuk menghentikan laju degradasi terumbu karang tersebut, maka tidak
tertutup kemungkinan degradasi terumbu karang akan semakin luas dan besar. Menyadari akan hal
tersebut pengelolaan terumbu karang merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka untuk mengurangi atau menghentikan laju degradasi terumbu karang yang dari waktu ke
waktusemakin luas dan besar.

Gambar 3. Peta Terumbu Karang COREMAP (kiri) dan Peta Updating Terumbu Karang Tahun 2011 di
Provinsi Bali (kanan)

Salah program pemerintah dalam mengelola dan memelihara ekosistem terumbu akrang adalah
COREMAP yang diinisiasi oleh Puslitbang Osenaologi LIPI dan diteruskan oleh Kementerian Kelautan dan

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


Perikanan. Salah satu data yang digunakan adalah peta terumbu karang seluruh Indonesia yang
dikerjakan oleh Pusfatja LAPAN, P2G LIPI dan PPGL Kementerian ESDM bekerja sama dengan COREMAP
pada tahun 1999-2001. Pengembangan metode pengolahan data dan klasifikasi sudah dimulai sejak
1997 sampai 2001 dan diteruskan sampai tahun 2006. Dengan tersedianya sensor baru, maka pada
tahun 2011 dan 2014 ini dilakukan kembali litbang metode klasifikasi dan koreksi kolom air mengikuti
perkembangan sensor yang ada. Pada tahun 2011 telah dilakukan updating peta terumbu karang untuk
wilayah Provinsi Bali dengan menggunakan data SPOT-4 dan Landsat 7. Peta terumbu karang yang
dihasilkan LAPAN telah diintergrasikan dengan peta dari instansi lain dan menjadi produk kebijakan satu
peta (one map) yang digagas oleh UKP4.

4. Zona Potensi Penangkapan Ikan

Wilayah perairan laut di Indonesia memiliki potensi sumber daya ikan laut yang melimpah, baik ikan
pelagis kecil, ikan pelagis besar, maupun ikan demarsal. Akan tetapi, potensi tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal yang disebabkan antara lain oleh kendala teknologi dan sumber daya
manusia. Di sisi lain, pemanfaatan sumber daya ikan laut tersebut tidak merata, di beberapa wilayah
perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa
wilayah perairan laut yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap (overfishing). Tidak meratanya
pemanfaatan sumber daya ikan laut tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan potensi sumber
daya ikan belum dilaksanakan secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah belum banyak tersedia
data dan informasi mengenai potensi sumber daya ikan wilayah perairan laut Indonesia secara spasial
dan kontinyu.
Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendukung usaha peningkatan pemanfaatan
sumber daya ikan sebagaimana telah dilakukan di beberapa negara maju seperti Jepang, Australia dan
beberapa negara Eropa. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan harus
diawali dan didukung dengan berbagai penelitian untuk memahami dinamika lingkungan laut dan
sumber daya hayati yang terkandung di dalamnya.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah sejak tahun 1986 melakukan penelitian
pemanfaatan data satelit penginderaan jauh guna mengkaji dan memantau beberapa jenis parameter
fisik perairan laut, seperti suhu permukaan laut (SPL), kekeruhan air, dan sebaran/konsentrasi klorofil-a.
Pada tahun 1990 dilaksanakan aplikasi data inderaja untuk penentuan daerah potensi tambak, tahun
2000-2001 dilaksanakan pemetaan terumbu karang di seluruh wilayah Indonesia, dan sejak tahun 2002
dilaksanakan aplikasi informasi spasial ZPPI berdasarkan data satelit inderaja untuk mendukung usaha
peningkatan hasil tangkapan ikan oleh para nelayan. Sampai sekarang, produksi informasi ZPPI masih
terus dilakukan dan disebarkan ke seluruh Indonesia melalui Dinas-dinas Kelautan dan Perikanan di
berbagai daerah.

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


Gambar 4. Informasi ZPPI Harian yang dibagi menjadi 24 Project Area(PA), PA 12 (kiri) dan PA 13
(kanan).

5. Deteksi Parameter Geo-biofisik Laut (Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Muka Laut)
Produktifitas perikanan dan mamalia laut di suatu perairan sangat tergantung dari produktifitas
organisme pelaku fotosintesis yang biasa disebut dengan produktifitas primer. Produktifitas primer
terhubung dengan hasil perikanan melalui proses bottom-up melalui rantai makanan. Produktifitas
Primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa
anorganik (Nybakken, 1992). Total produktifitas primer yang dihasilkan melalui proses fotosintesis dapat
didefinisikan sebagai jumlah bahan organik yang diproduksi pada periode waktu tertentu (Zagaglia et al,
2004). Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik yang hidup di lautan. Secara kolektif, fitoplankton
tumbuh secara berlimpah di lautan di seluruh dunia dan menjadi fondasi dari rantai makanan di
periarian laut (Hering, 2006). Faktor yang membatasi produktifitas primer adalah cahaya dan
ketersedian zat hara yang terkandung di dalam perairan. Cahaya secara langsung berhubungan dengan
penginderaan jauh karena sama-sama berhubungan dengan speKtrum cahaya berupa gelombang
elektromagnetik. Zat hara secara tidak langsung berhubungan dengan suhu di suatu perairan dimana
suhu permukaan laut (SPL) dapat diukur menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh (inderaja) untuk kelautan sangat pesat sekali,
dimana sekarang ini berbagai negara telah memiliki satelit yang dilengkapi dengan sensor yang khusus
didesain untuk aplikasi kelautan. Salah satu pemanfaatan data satelit untuk aplikasi kelautan adalah
pengukuran suhu permukaan laut (SPL). SPL merupakan salah satu parameter geofisika yang diperlukan
oleh peneliti untuk berbagai aplikasi seperti untuk klimatologi, perubahan suhu permukaan laut global,
respon atmosfer terhadap anomali suhu permukaan laut, prediksi cuaca, pertukaran gas antara udara
dengan permukaan laut, pergerakan massa air, studi polusi, perikanan, dan dinamika oseanografi seperti
fenomena eddi, gyre, front dan upwelling. Suhu permukaan laut dapat diperoleh dari pengukuran
langsung atau dari ekstraksi data satelit penginderaan jauh.

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


Gambar 5. Sebarang SPL Wilayah Indonesia dari Data MODIS Tgl 1 Austus 2013 (kanan) dan
Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Dari Data MODIS Tgl 23 September 2014

Informasi Suhu Permukaan Laut sudah lama dikembangkan di LAPAN sejak berdirinya stasiun bum
lingkungan dan cuaca yang dapat menerima data NOAA-AVHRR dan GMS. Kedua satelit tersebut
memiliki sensor yang dapat mengukur suhu permukaan laut. Karena resolusi yang lebih baik, maka
informasi suhu permukaan laut dari NOAA-AVHRR lebih banyak digunakan. Pada tahun 1997, algoritma
SPL divalidasi untuk wilayah Indonesia dan mendapatkan koefisien lokal Indonesia. Pada tahun-tahun
berikutnya data SPL dari NOAA digunakan sebagai input dalam proses deteksi ZPPI yang sudah
operasional.
Penelitian dan pengembangan metode ekstraksi informasi klorofil-a di LAPAN agak terlambat karena
tidak memiliki stasiun bumi sendiri. Data yang diperoleh dari stasiun bumi bukan di LAPAN (luar negeri)
adalah data Costal Zone Colour Scanner (CZCS) yang merupakan sensor ocean color generasi pertama
tetapi tidak berkembang dengan baik karena sarana dan prasarana yang tidak memadahi. Generasi
berikutnya sensor SeaWiFS yang berada di satelit SeaSTAR. LAPAN tidak memiliki stasiun bumi dan
hanya bisa mendownload dari internet data hasil olahan dalam format jpeg. Generasi selanjutnya adalah
sensor MODIS yang berada di satelit AQUA, dan akhirnya LAPAN bisa merekam data ini langsung.
Kegiatan libang model klorofil dari MODIS sudah berjalan, walaupun untuk klorofil-a pihan NASA
Amerika sudah memberikan metode yang standar dengan sarana pengolahannya sekalian sehingga
informasi klorofil-a dari data MODIS bisa digunakan. Salah satu pengguna adalah kegiatan produksi ZPPI.
Satelit terbaru untuk memantau suhu dan klorofil harian seluruh wilayah Indonesia adalah Suomi NPP
milik Amerika, yang direkam dua kali sehari di Stasiun Bumi Parepare. Satelit ini juga mempunyai
kemampuan untuk mendeteksi cahaya di permukaan bumi pada malam hari, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memantau cahaya lampu di laut yang mengindikasikan operasi penangkapan ikan di
laut, maupun aktifitas lainnya seperti pengeboran minyak lepas pantai.

6. Analisis kualitas perairan pantai untuk budidaya laut

Peluang pengembangan usaha perikanan dan kelautan Indonesia memiliki prospek yang baik. Salah satu
sumberdaya hayati laut Indonesia yang mempunyai peluang pengembangan produksi dan peluang

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


ekspor yang baik adalah rumput laut. Penentuan lokasi budidaya rumput laut sangat penting dilakukan
karena karakteristik rumput laut yang hidup dengan cara melekat pada substrat dan tidak dapat
berpindah tempat. Tumbuhan ini hidup dengan cara menyerap nutrien dari perairan dan melakukan
fotosintesis, sehingga pertumbuhannya membutuhkan faktor-faktor fisika dan kimia perairan seperti
gerakan air, suhu, kadar garam (salinitas), nitrat, dan fosfat serta pencahayaan sinar matahari (Atmadja
et al. 1996). Nutrien yang diperlukan oleh rumput laut dapat langsung diperoleh dari air laut melalui
gerakan air atau biasa disebut arus. Gerakan air tersebut berperan dalam mempertahankan sirkulasi zat
hara yang berguna untuk pertumbuhan (Dahuri 2003).

Gambar 6. Peta Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut yang Diturunkan dari Data Penginderaan Jauh

Berbagai parameter kualitas perairan pesisir untuk budidaya laut, seperti muatan padatan tersuspensi,
suhu permukaan laut, kandungan klorofil, dapat dipantau menggunakan satelit penginderaan jauh.
Lapan telah melakukan litbang pemanfaatan data penginderaan jauh untuk penentuan lokasi budidaya
laut di provinsi Bali, NTB, Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Indramayu, dan Kepulauan Seribu. Hasil
litbang memberikan rekomendasi lokasi yang sesuai untuk budidaya.

7. Pengamanan Laut (ZPPI)

Data penginderaan jauh tidak hanya digunakan untuk inventarisasi sumberdaya alam, tetapi juga bisa
digunakan untuk Pertahanan Negara dan Operasi Keamanan Laut. Data ZPPI yang biasa digunakan oleh
nelayan untuk menangkap ikan, telah digunakan juga oleh Bakorkamla dan Dispamal TNI-AL. Informasi
ZPPI digunakan sebagain informasi daerah penangkapan dengan intensitas yang tinggi sehingga
gangguan keamanan seperti illegal fishing mungkin terjadi. Informasi ZPPI dikirimkan ke Bakorkamla dan
Dispamal TNI-AL guna keperluan tersebut. Dari laporan Bakorkamla menyatakan bahwa daerah lokasi
ZPPI rawan terjadi pencurian ikan oleh kapal asing.

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


Selain data ZPPI, data inderaja yang sudah terbuka di internet bisa digunakann untuk mengidentifikasi
obyek-obyek vital seperti pangkalan angkatan laut. Kalau negara lain bisa melihat negara kita, kita juga
bisa mengintip obyek-obyek vital negara tetangga dari informasi yang sudah dipublikasikan secara
terbuka, misalnya dari google earth.

Gambar 7. Contoh Kenampakan Pangkalan Angkatan Laut Australia di Darwin dan Sydney

8. Batimetri

Batimetri merupakan ukuran kedalaman daerah perairan laut yang diukur dari atas permukaan sampai
ke dasar laut. Dewasa ini teknologi penginderaan jauh memberikan peluang untuk pemetaan batimetri
secara efektif dan efisien.

Gambar 8. Informasi batimetri Pulau Menjangan, Bali, dari data Landsat 8

Hasil ekstraksi batimetri dari citra satelit LANDSAT 8 yang diakuisisi tanggal 10 September 2013,
menghasilkan nilai kedalaman absolut pada interval 0 m sampai -7,5 m (Gambar 8.). Penelitian ini
menunjukkan bahwa citra satelit LANDSAT berpotensi untuk mengekstraksi informasi batimetri.
Algoritma transformasi rotasi Van Hengel dan Spitzer (1991) dapat digunakan untuk mengekstraksi
informasi batimetri di Pulau Menjangan Bali. Hasil ekstraksi batimetri dari citra satelit LANDSAT 8 yang
diakuisisi tanggal 10 September 2013, menghasilkan nilai kedalaman absolut pada interval 0 m sampai -
7,5 m.

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh


9. Pariwisata bahari

Salah satu aplikasi penginderaan jauh adalah analisis penentuan lokasi untuk pariwisata bahari.
Parameter lingkungan yang dideteksi dari penginderaan jauh antara lain kecerahan, terumbu karang,
dan kedalaman. Dengan menggunakan analisis system informasi geografis (SIG) ditentukan lokasi yang
sesuai untuk wisata bahari seperti diving dan snorkeling (Gambar 9).

Gambar 9. Lokasi rekomendasi untuk pariwisata bahari di NTB berdasarkan data penginderaan jauh

LAPAN| Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh

Anda mungkin juga menyukai