M A R O S
Dinilai di
Pada Tanggal
:
:
Jakarta
Disusun di
Pada Tanggal
: Maros
: 27 Juni 2008
Oleh :
Oleh :
Ir. D a r s o n o
NIP. 710007319
Disahkan di : Jakarta
Pada Tanggal :
Oleh :
Direktur Jenderal PHKA
Departemen Kehutanan
Ir. Darori, MM
NIP. 080049355
Rencana Pengelolaan
Ringkasan Eksekutif
Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah menetapkan
beberapa bagian dari kawasan hutan sebagai kawasan konservasi. Kawasan
konservasi sendiri, berdasarkan fungsi pokoknya dibagi menjadi kawasan suaka
alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman
nasional, taman wisata alam dan taman hutan raya) serta taman buru.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung seluas 43.750 Ha yang
terletak di wilayah administratif Kabupaten Maros dan Pangkep Provinsi Sulawesi
Selatan ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. Sebelum berubah
fungsi menjadi taman nasional, kawasan ini berfungsi sebagai cagar alam seluas
10.282,65 Ha, taman wisata alam seluas 1.624,25 Ha, hutan lindung seluas
21.343,10 Ha, hutan produksi tetap seluas 10.355 Ha serta hutan produksi
terbatas seluas 145 Ha. Alih fungsi kawasan-kawasan tersebut menjadi taman
nasional didasarkan atas pertimbangan bahwa : kawasan tersebut merupakan
ekosistem karst yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan jenisjenis flora dan fauna endemik, unik dan langka; keunikan fenomena alam yang
khas dan indah; serta ditujukan untuk perlindungan sistem tata air.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan segala potensi,
keunikan dan permasalahannya perlu dikelola sesuai kaidah-kaidah yang telah
ditetapkan. Agar pengelolaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien,
maka tujuan, sasaran dan langkah-langkah implementasi pencapaiannya harus
dirumuskan terlebih dahulu sehingga dapat menjadi pedoman dan arahan dalam
pengelolaan jangka panjang.
Rencana pengelolaan jangka panjang Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung merupakan pedoman dan arahan pengelolaan dalam kurun waktu
20 tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan 2027. Rencana pengelolaan
ini bersifat komprehensif dan indikatif dengan tahapan pelaksanaannya yang
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Rencana Pengelolaan
dikelompokkan kedalam rencana karya lima tahunan (RKL) I, II, III dan IV,
berdasarkan skala prioritas dan urutan kegiatan. Tahapan pelaksanaan kegiatan
untuk pencapaian tujuan dan sasaran pengelolaan juga dirumuskan dengan
mempertimbangkan potensi kawasan, kondisi ekosistem, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan beserta permasalahannya,
serta prediksi kondisi di masa yang akan datang.
Rencana pengelolaan ini menguraikan kondisi biofisik kawasan, sosial
ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan, kondisi
pengelolaan saat ini, permasalahan-permasalahan yang dihadapi, kebijakan
pemerintah yang terkait dengan pengelolaan taman nasional (baik di tingkat
regional maupun nasional), visi dan misi pengelolaan, hasil-hasil analisa dan
proyeksi, serta rencana kegiatan pengelolaan yang akan dilaksanakan dalam
kurun waktu 20 tahun ke depan.
Berdasarkan hasil-hasil evaluasi dan analisa lebih lanjut atas data dan
informasi serta kondisi faktual dan permasalahan pengelolaan kawasan secara
menyeluruh, maka disusunlah rancangan kegiatan pengelolaan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung secara makro dan indikatif yang memuat seluruh
aspek pengelolaan menuju taman nasional yang mandiri, mantap, lestari, serasi
dan harmonis bersama para stakeholder terkait. Aspek-aspek pengelolaan yang
termuat di dalam rencana pengelolaan jangka panjang ini terdiri dari upaya
pemantapan kawasan, pemantapan perencanaan pengelolaan, pengembangan
sarana dan prasarana pengelolaan, pengembangan pengelolaan data dan
informasi, pengelolaan potensi kawasan, upaya perlindungan dan pengamanan
kawasan, pengembangan pengelolaan kegiatan penelitian dan pendidikan,
pengelolaan wisata alam dan pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan,
upaya pengembangan dan pemantapan koordinasi, integrasi dan kolaborasi,
upaya pengembangan dan pembinaan daerah penyangga kawasan, upaya
restorasi, rehabilitasi dan reklamasi ekosistem, serta upaya-upaya monitoring
dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan.
ii
Rencana Pengelolaan
Tim Penyusun
Penanggung Jawab : Ir. Darsono (Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung)
Tim Pengarah
Tim Pelaksana
Iskandar, S.Hut
Erna Ristyanti, SP
Mahdi, S.Hut
Chaeril, S.Hut
Sahruddin, S.Hut
Tahari, S.Hut
Rusman Mulyadi
Usman, S.Hut
Saiful Bachri
Safiuddin, S.Hut
Samsuriati Ahmad
Alamsyah
Muh. Yunus
iii
Rencana Pengelolaan
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada kami semua sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008 2027.
Penyusunan rencana pengelolaan ini memerlukan proses yang cukup panjang
dengan tidak sedikit sumber daya yang dicurahkan dalam pelaksanaannya. Sejak
pertengahan tahun 2006 telah dilakukan pengumpulan data dan informasi primer dan
sekunder serta penyusunan draft rencana pengelolaan ini. Pada tahun 2007, dilakukan
penyempurnaan-penyempurnaan dengan memanfaatkan data dan informasi terbaru,
hasil-hasil kajian di lingkup internal dan eksternal Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, serta hasil-hasil konsultasi publik yang diadakan pada berbagai tingkatan
(kalangan masyarakat dan birokrasi di tingkat kabupaten dan provinsi). Pada tahun 2008,
draft rencana pengelolaan jangka panjang ini kemudian kembali dicermati dan
disempurnakan karena banyaknya data dan informasi yang perlu diperbaharui serta
dengan memperhatikan perubahan kebijakan-kebijakan pembangunan, baik di tingkat
nasional maupun di tingkat regional.
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Periode 2008 2027 disusun berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor :
59/Kpts/DJ-VI/1993 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman
Nasional dan Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor : 129/Kpts/DJ-VI/1996 tentang
Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan
Hutan Lindung. Dalam perjalanannya, muatan dari rencana pengelolaan ini kemudian
disempurnakan dengan berpedoman pada draft Peraturan Menteri Kehutanan tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam.
Kami sangat mengharapkan rencana pengelolaan ini dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien, serta diperoleh hasil dan manfaat yang optimal. Kepada seluruh pihak
yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan rencana
pengelolaan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas kerja
kerasnya selama ini. Akhir kata, semoga rencana pengelolaan ini dapat bermanfaat.
Darsono
NIP. 710007319
iv
Rencana Pengelolaan
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif........................................................................................................
Tim Penyusun .................................................................................................................
Kata Pengantar ...............................................................................................................
Daftar Isi ..........................................................................................................................
Daftar Tabel ....................................................................................................................
i
iii
iv
v
vi
I.
PENDAHULUAN.......................................................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................................................
B. Maksud dan Tujuan............................................................................................
C. Ruang Lingkup ...................................................................................................
D. Batasan Pengertian............................................................................................
1
1
3
4
5
8
8
27
43
47
49
49
Rencana Pengelolaan
Daftar Tabel
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
: Rencana
Kegiatan
Pengelolaan
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung................................................................................................. 122
vi
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan
pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Upaya yang dilakukan secara sistematis
ini bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati
serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui:
perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfatan secara lestari sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya. Oleh karenanya, berhasilnya konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran
konservasi, yaitu : (1) menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang
sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan
manusia; (2) menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe
ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan
sumber daya alam hayati bagi kesejahteraannya; dan (3) mengendalikan cara-cara
pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat
sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana,
belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan lahan serta belum berhasilnya
Rencana Pengelolaan
Rencana Pengelolaan
norma-norma yang berlaku, dengan arah, tujuan dan sasaran yang jelas, serta
sedapat mungkin mampu mengakomodir berbagai kepentingan berdasarkan fungsi
pokoknya secara lestari, seimbang dan berkesinambungan. Pengelolaan kawasan
taman nasional diarahkan pada pencapaian multi manfaat kawasan dengan tetap
mengacu para prinsip-prinsip kelestarian.
Pada awal pelaksanaan pengelolaan, telah dilaksanakan evaluasi dan analisa
terhadap kondisi pengelolaan kawasan dengan memanfaatkan data dan informasi
yang semakin faktual. Berdasarkan hasil evaluasi dan analisa tersebut, diperoleh
kesimpulan bahwa kondisi pengelolaan kawasan masih jauh dari kondisi optimal,
bahkan dapat dikategorikan sebagai kawasan yang masih dalam tahap pemantapan
prakondisi. Kondisi kelembagaan pengelola kawasan juga demikian adanya dengan
sekian banyak kelemahan dari segala aspek.
Agar pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat berjalan
pada arah yang benar, mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan secara efektif dan
efisien, serta pencapaian multi manfaat kawasan berdasarkan fungsi pokoknya,
maka diperlukan suatu dokumen perencanaan pengelolaan untuk keperluan jangka
panjang (dalam hal ini untuk keperluan 20 tahun) yang bersifat komprehensif dan
indikatif yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka
menengah, rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis.
Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung disusun sebagai
perangkat lunak pengelolaan kawasan yang menyeluruh serta memperhatikan skala
prioritas dan kebutuhan pengelolaan di masa yang akan datang.
Dokumen perencanaan pengelolaan ini merupakan pedoman dan arahan
pengelolaan kawasan taman nasional dengan berbagai macam potensi di dalamnya
serta potensi sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya, yang sekiranya
berpengaruh terhadap kelestarian kawasan dan sebaliknya. Rencana pengelolaan
taman nasional ini diharapkan dapat mengakomodir dengan baik prinsip-prinsip
keilmuan (baik secara ilmiah maupun teknis) serta nilai-nilai estetika menuju kepada
kemandirian
pengelolaan
taman
nasional,
Rencana
Bantimurung
Pengelolaan
Bulusaraung
Taman
dimaksudkan
Rencana Pengelolaan
dan manfaat kawasan, baik dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial dan budaya
secara serasi dan seimbang.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
bertujuan untuk memberikan pedoman dan arahan bagi pengelolaan kawasan dan
seluruh potensinya secara komprehensif dan indikatif untuk keperluan jangka
panjang (20 tahun), yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan
jangka menengah, rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis.
C. Ruang Lingkup
Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 20082027 memuat :
1. Deskripsi kawasan, yang memuat informasi mengenai :
a. Risalah kawasan, meliputi sejarah kawasan, progres pengukuhan, dan
karakteristik penunjukan kawasan (flag species atau ekosistem);
b. Kondisi umum, meliputi kondisi fisik, dan bioekologi :
- Kondisi fisik kawasan, meliputi
Permasalahan kawasan.
Rencana Pengelolaan
c.
j.
k.
l.
6. Peta-peta kawasan yang terdiri dari : peta situasi; peta topografi; peta geologi;
peta tanah; peta curah hujan; peta penutupan vegetasi; peta sebaran flora dan
fauna penting; peta sarana dan prasarana yang sudah ada serta peta rencana
pengembangan sarana dan prasarana (site-plan); dan peta sebaran obyek
wisata.
D. Batasan Pengertian
1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah.
5. Hutan/ kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya.
6. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)
yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan
membentuk ekosistem.
7. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam
hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Rencana Pengelolaan
8. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara
unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan
pengaruh mempengaruhi.
9. Tumbuhan alam adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara,
yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
10. Satwa liar adalah semua binatang yang
hidup di darat, dan atau di air, dan atau
di udara yang masih mempunyai sifatsifat liar baik yang hidup bebas maupun
yang dipelihara oleh manusia.
11. Habitat
adalah
lingkungan
tempat
kehutanan
adalah
proses
Giant Label
secara
pedoman
dan
lestari
arahan
untuk
memberikan
guna
menjamin
perencanaan
penyusunan,
kehutanan
penilaian
adalah
dan
Rencana Pengelolaan
pengelolaan
jangka
menengah,
rencana
pengelolaan
jangka
dalam
penataan,
pengembangan,
pemanfaatan,
pemeliharaan,
Bantimurung
The Kingdom of Butterfly
II
Deskripsi Kawasan
A. Risalah Kawasan
1. Sejarah Kawasan
Alfred Russel Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang
pernah menjelajah Kepulauan Indo-Malaya dari tahun 1856 sampai dengan
1862. Wallace melakukan ekplorasi flora dan fauna di kawasan Bantimurung dari
tanggal 11 Juli 1857 sampai dengan awal Nopember 1857 dan berhasil
mengumpulkan cukup banyak koleksi speciemen di wilayah Maros. Sejak
kembalinya ke Inggris sampai dengan tahun 1886, Wallace menerbitkan delapan
belas dokumen, baik berupa catatan maupun proceeding untuk Linnaean
Zoological
and
Entomological
Societies
yang
menggambarkan
atau
Rencana Pengelolaan
Begitu terkenalnya The Malay Archipelago karangan Wallace, buku ini dicetak
ulang sampai edisi yang kesepuluh pada bulan Oktober 1890 dan masih terus
direproduksi hingga saat ini.
Di masa-masa berikutnya deskripsi Wallace dijadikan acuan untuk
membatasi zona biogeografi di kawasan Indo-Malaya. Zona Oriental di bagian
Barat mencakup daratan Asia dan Kepulauan Sunda Besar yang terdiri dari
Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Madura serta Bali. Papua dan Kepulauan
Aru yang terletak di paparan benua Australia menjadi bagian dari Zona Australia.
Diantara kedua zona tersebut terdapat suatu zona peralihan yang terdiri dari
Sunda Kecil, Sulawesi, Kepulauan Maluku serta Wilayah Kepulauan Philipina.
Kawasan peralihan ini membentuk suatu zona geologis aktif yang sudah
terisolasi untuk sekurang-kurangnya beberapa ratus ribu tahun. Kawasan
peralihan ini disebut zona biogeografi Wallacea karena formasi faunanya yang
berbeda dari kedua zona tadi (Alikodra, 1990). Zona Wallacea merupakan
daerah peralihan yang dibatasi oleh Garis Wallace di sebelah Barat dan Garis
Lydekker di sebelah Timur (Sastrapradja dkk, 1989 dalam Alikodra, 1990).
Deskripsi yang dibuat oleh Wallace tentang kawasan Sulawesi dan pulaupulau satelitnya serta garis imaginer yang membatasi zona biogeografis antara
kawasan Oriental dengan kawasan Wallacea kemudian banyak mengundang
para ilmuan dari seluruh dunia datang ke Sulawesi. Para ilmuan tersebut selalu
saja kembali menapaki tempat-tempat yang digambarkan oleh Wallace serta
bagian lain pulau Sulawesi.
Hal lain yang menarik dari kawasan ini adalah bentang alam karst yang
berbangun menara. The Spectacular Tower Karst, begitu kemudian orangorang memberikan nama pada kawasan karst Maros-Pangkep. Memang berbeda
dengan
kebanyakan
kawasan
umumnya
berbentuk
berbentuk
yang
berdiri
menarasendiri
pegunungan
batu
Rencana Pengelolaan
menemukan
sisa-sisa
peralatan
Situs Prasejarah
10
Rencana Pengelolaan
11
Rencana Pengelolaan
Pemerintah
Indonesia
masih
tetap
menggunakan
kelengkapan-
12
Rencana Pengelolaan
Karst MarosPangkep
13
Rencana Pengelolaan
hayatinya,
panorama
alamnya,
fenomena
tebing-tebing
karstnya yang ideal untuk wisata alam minat khusus, legenda tentang perahu
yang membatu (Biseang Labboro) di Sungai Pattunuang, serta gua-gua alamnya.
Sebagian
kawasan
karst
Bantimurung
(karena
mempunyai
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, kondisi alam, baik biota maupun
fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia, ciri khas
potensi yang merupakan contoh ekosistem karst yang keberadaannya
memerlukan upaya konservasi, komunitas tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya yang langka) ditunjuk menjadi kawasan konservasi cagar alam
dengan nama CA. Bantimurung seluas 1.000 Ha berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor : 839/Kpts/Um/11/1980 tanggal 23 Nopember 1980. Tidak jauh
berbeda dengan pertimbangan tersebut di atas, kawasan karst dan hutan pamah
primer di wilayah sebelah Timur Bantimurung ditunjuk menjadi kawasan
konservasi cagar alam dengan nama CA. Karaenta seluas 1.000 Ha berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 647/Kpts/Um/10/1976 tanggal 15 Oktober
1976. Berdasarkan hasil penataan batas CA. Karaenta yang dilaksanakan pada
tahun 1979/1980, luasnya definitifnya berubah menjadi 1.226 Ha.
Kawasan konservasi yang lain adalah CA. Bulusaraung. Kawasan ini
memiliki komunitas tumbuhan dan satwa beserta ekosistem yang memerlukan
upaya konservasi. Kawasan ini terletak di wilayah paling Utara Kabupaten Maros
yang berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Bone. Kawasan seluas
5.690 Ha yang merupakan bagian dari gugusan Pegunungan Bulusaraung ini
ditunjuk menjadi kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 607/Kpts/Um/8/1980 tanggal 20 Agustus 1980. Berdasarkan hasil
penataan batas CA. Bulusaraung yang dilaksanakan pada tahun 1999/2000,
14
Rencana Pengelolaan
15
Rencana Pengelolaan
Union
of
Speleology
menyelenggarakan
Kongres
Internasional ke-11 di Beijing pada tanggal 8 Agustus 1993. Kongres ini dihadiri
oleh para ilmuwan dan pemerhati kawasan karst dan gua dari 34 negara.
Kongres ini secara aklamasi menyatakan karst Maros-Pangkep memiliki nilai
dunia. Dalam rapat pleno, Presiden dan Sekretaris Jenderal International Union
of Speleology mengesahkan surat himbauan kepada Pemerintah Indonesia agar
kawasan Karst Maros-Pangkep dikonservasi dan diusulkan sebagai bentukan
alam Warisan Dunia (Ko, 2001; Palaguna, 2001).
Berbagai organisasi dan keahlian semakin meningkatkan dukungan untuk
melindungi kawasan karst Maros-Pangkep yang unik untuk kepentingan
internasional karena terbatasnya luasan karst di dunia yang memiliki keunikan
layaknya Karst Maros-Pangkep. Alasan yang mendasari desakan tersebut
adalah karena para ahli berpendapat adanya asosiasi secara langsung antara
karst dengan kepurbakalaan serta antara karst dengan biodiversitynya.
Permintaan-permintaan
tersebut
ditanggapi
dengan
melakukan
diskusi
16
Rencana Pengelolaan
17
Rencana Pengelolaan
potensi
sumberdaya
yang
perlu
mendapat
perlindungan
dan
18
Rencana Pengelolaan
mengusulkan
kembali
kawasan
Karst
Maros-Pangkep
untuk
19
Rencana Pengelolaan
Laporan Hasil Pengkajian Tim Terpadu yang dipaparkan oleh Amran Achmad
(Universitas Hasanuddin) selaku Ketua Tim Terpadu Daerah; (2) Surat Gubernur
Sulawesi Selatan Nomor 660/27/Set tanggal 5 Januari 2004 dan Rekomendasi
nomor 660/472/SET tanggal 7 Pebruari 2003; (3) Rekomendasi Bupati Maros
nomor 660.1/532/Set tanggal 13 Nopember 2002; (4) Surat Bupati Pangkep
nomor 430/13/DLHK tanggal 15 Maret 2003; (5) Keputusan DPRD Provinsi
Sulawesi Selatan Nomor 27 Tahun 2003 tanggal 19 Desember 2003; (6)
Rekomendasi DPRD Kabupaten Maros nomor 660.1/347/DPRD/2002 tanggal 17
Desember 2002; serta (7) Surat Ketua DPRD Kabupaten Pangkep nomor
005/194/Sek-DPRD tanggal 30 Juli 2003.
Setelah pembahasan tersebut, usulan penunjukan kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung kemudian dicermati kembali oleh Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar. Dari hasil pencermatan
tersebut, dilakukan koreksi-koreksi terhadap peta yang disajikan. Usulan tim
terpadu seluas 48.720 Ha kemudian diubah menjadi 43.750 Ha karena pada
peta tersebut terdapat areal non kawasan hutan yang diusulkan menjadi taman
nasional.
Peta Paduserasi TGHK-RTRWP awal dan perubahan fungsi menjadi taman nasional
20
Rencana Pengelolaan
Sulawesi
Setelah
Ha; 3,71%
Taman
penunjukan
kawasan,
Ha; 23,50%
HP; 10.355 Ha;
23,67%
menjadi
CA; 10.282,65
Selatan
Nasional
HL; 21.343,10
Ha; 48,78%
Bantimurung
Bulusaraung
Selatan
berdasarkan
Keputusan
Aparatur
Negara
Republik
Indonesia
menyetujui
usulan
saat
ini.
Walaupun
telah
ditetapkan
pengelolanya
dan
1999
tentang
Kehutanan,
ditetapkan
bahwa
Pemerintah
21
Rencana Pengelolaan
hukum atas kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatankegiatan yang dilakukan melalui proses penunjukan, penataan batas, pemetaan
dan penetapan kawasan hutan. Sejalan dengan definisi tersebut maka ruang
lingkup pengukuhan kawasan hutan meliputi :
a. penunjukan kawasan hutan, yaitu penetapan awal suatu wilayah tertentu
sebagai kawasan hutan yang dapat berupa penunjukan mencakup wilayah
propinsi atau partial per kelompok hutan;
b. penataan batas kawasan hutan, yaitu kegiatan yang meliputi proyeksi batas,
inventarisasi hak-hak pihak ketiga, pemancangan tanda batas sementara,
serta pemancangan dan pengukuran tanda batas definitif;
c.
22
Rencana Pengelolaan
90,44% dari total batas luar sepanjang 478,22 Km. Trayek batas yang belum
dilaksanakan penataan batasnya secara definitif di lapangan hingga saat ini
hanya tersisa pada batas fungsi di sisi Utara (wilayah administratif Kabupaten
Pangkep) dan sisi Selatan (wilayah administratif Kabupaten Maros). Dengan
realisasi penataan batas yang belum temu gelang, maka proses penetapan
kawasan menjadi kawasan hutan tetap dengan keputusan Menteri Kehutanan
juga belum dapat dilaksanakan.
23
Rencana Pengelolaan
atau zona lainnya. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman
nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi
dan budaya masyarakat. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan
ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap
persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi,
konsultasi
publik,
perancangan,
tata
batas
dan
penetapan,
dengan
zonasi
pengelolaan
Taman
Nasional
Bantimurung
maka
dibutuhkan
setidaknya
beberapa
tahun
untuk
sempurna
karena
penyusunannya
yang
dilakukan
dengan
Selain
keindahan
eksokarst,
kawasan
Karst
Maros-Pangkep
(sebagaimana pada umumnya kawasan karst) juga dihiasi oleh endokarst yang
24
Rencana Pengelolaan
tidak ternilai. Tidak kurang dari 400 gua di kawasan ini yang dapat menyajikan
keindahan bentukan ornamen gua (speleotem).
Gua-gua di kawasan Karst Maros-Pangkep, terutama gua fosil mempunyai
nilai arkeologi yang tinggi. Di dalamnya banyak dijumpai lukisan gua manusia
prasejarah yang dapat menguak kehidupan manusia prasejarah dan budayanya
Samodra (2003). Karst Maros-Pangkep menjadi kawasan karst yang paling
terkenal di Indonesia karena landsekapnya yang spesifik dan ornamen gua
terindah (ACS 1989; Anonim 1986, 1987, 1991; Deharveng & Bedos 1999;
McDonald 1976; Whitten et al. 1987 dalam Suhardjono dkk 2007). Di samping
itu, Maros juga terkenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tropika
(Deharveng & Bedos 1999 dalam Suhardjono dkk 2007).
Dari
segi
keanekaragaman
hayati,
Taman
Nasional
Bantimurung
Jacob
Mesman
(seorang
saudara
sahabatnya)
bermukim
dan
yang paling
berkesan
bagi Wallace
di Bantimurung
adalah
25
Rencana Pengelolaan
memeriahkan suasana. Oranye, kuning, putih, biru dan hijau. Formasi ratusan
Kupu-kupu ini membentuk awan beraneka warna. Ketika makhluk yang indah ini
terbang, the long white tails berkelap-kelip layaknya melambai-lambai. Kurang
lebih begitulah yang dideskripsikan oleh Wallace tentang pertemuannya dengan
Graphium androcles.
Kolektor-kolektor
lain
kemudian
dari
hasil
Graphium androcles
penelitian
di kawasan wisata
26
Rencana Pengelolaan
menunjang
berbagai
besar sungai bawah tanah dan mata air di kawasan karst mengalir sepanjang
tahun dengan kualitas air yang baik. Dengan formasi geologi utama berupa batuan
kapur, kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan catchment
area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Beberapa sungai menghulu
di kawasan ini, antara lain sungai Walanae yang merupakan salah satu sungai
yang mempengaruhi sistem hidrologi Danau Tempe. Sungai lainnya adalah Sungai
Pangkep, Sungai Pute dan Sungai Bantimurung/Maros. Di samping itu juga
ditemukan beberapa mata air dan sungai kecil, terutama di kawasan Karst, serta
air bawah tanah pada sistem perguaan.
administrasi
pemerintahan,
kawasan
Taman
Nasional
27
Rencana Pengelolaan
28
Rencana Pengelolaan
b. Iklim
Berdasarkan perhitungan data curah hujan
curah
hujan
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
memperlihatkan adanya empat zona curah hujan, yakni curah hujan 2.250
mm, 2.750 mm, 3.250 mm dan 3.750 mm. Dari gambar di bawah ini terlihat
bahwa curah hujan 2.250 mm sampai 2.750 mm berada dibagian timur
kawasan taman nasional, dimana di wilayah inilah masyarakat banyak
memanfaatkan kawasan hutan.
Sebaliknya, curah hujan yang lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai
3.750 mm, berada di bagian barat taman nasional dimana sekitar 75 %
wilayah cakupannya merupakan arael karst. Di wilayah ini, pemanfaatan
lahan oleh masyarakat dalam kawasan hutan relatif kecil karena kondisi
tanah yang tidak memungkinkan. Sisanya 25 % yang berupa ekosistem non
karst dan menyebar di bagian selatan, juga banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai lahan pertanian. Tingginya pemanfaatan lahan areal
taman nasional oleh masyarakat pada wilayah yang mempunyai curah hujan
tinggi, adalah merupakan ancaman terhadap sumberdaya lahan di wilayah
taman nasional, terutama kaitannya dengan erosi tanah.
c.
29
Rencana Pengelolaan
Formasi Balang Baru. Formasi balang baru terdiri dari perselingan serpih
dengan batu pasir, batu lanau dan batu lempung, dengan struktur batuan
berlapis, menyerpih dan turbidit. Bentuk formasi ini menyebar di bagian
Utara yaitu di Kecamatan Mallawa. Satuan batuan ini adalah batuan
sedimen.
Batuan Gunung Api Terpropilitkan. Batuan ini terdiri dari breksi dan lava,
menyebar pada bagian Selatan, yaitu Kecamatan Tanralili Kabupaten
Maros. Lava umumnya bersifat andesitik, sebagian trakit dan basal.
Formasi Mallawa. Formasi ini terdiri atas batu pasir kuarsa, batu lanau,
batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan atau lensa batubara.
Penyebarannya berada di Kecamatan Watang Mallawa, di daerah
Ammasangeng, dan Kecamatan Bantimurung. Batu pasir kuarsa
umumnya bersifat rapuh dan kurang kompak, berlapis tipis. Batubara
pada satuan batuan ini mempunyai ketebalan antara 0,5 - 1,5 meter.
Formasi Tonasa. Formasi ini terdiri dari batu gamping pejal, bioklastik,
kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik. Di daerah Kecamatan Watang
Mallawa batu gamping formasi tonasa ditemukan mengandung mineral
glauconit dan napal dengan sisipan breksi batu gamping.
Formasi Camba. Formasi ini terdiri dari perselingan batuan sedimen laut
dan batuan gunung api, yaitu batu pasir tufaan berselingan dengan tufa,
batu pasir, batu lanau dan batu lempung. Di beberapa tempat dijumpai
sisipan napal, batu gamping dan batu bara.
Batuan Gunung Api Formasi Camba. Batuan ini terdiri dari breksi, lava
dan konglomerat. Breksi dan konglomerat terdiri dari pragment andesit
dan basal, matriks dan semen tufa halus hingga pasiran.
Batuan Terobosan. Batuan ini terdiri dari granodiorit, andesit, diorit, trakit
dan basal piroksin. Batuan ini menyebar setempat-setempat dan
menerobos batuan yang lebih tua di sekitarnya berupa retas, sill dan
stok.
30
Rencana Pengelolaan
Ada dua jenis tanah yang umum ditemukan pada kawasan karst
Maros-Pangkep, dimana keduanya kaya akan kalsium dan magnesium.
Tanah jenis Rendolls mempunyai warna kehitaman karena tingginya
kandungan bahan organik, ditemukan pada dasar lembah lereng yang
landai, terutama di bagian Selatan dari karst Maros. Eutropepts merupakan
jenis tanah turunan dari inceptisol, umumnya ditemukan pada daerah yang
mempunyai kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Tanah ini sangat
dangkal dan berwarna terang.
e. Hidrologi
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan
bagian dari hulu beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Sisi sebelah
Timur antara lain merupakan hulu Sungai Walanae yang merupakan salah
satu sungai yang mempengaruhi sistem Danau Tempe. Pada bagian Barat
terdapat Sungai Pangkep dan Sungai Bone di Kabupaten Pangkep, Sungai
Pute dan Sungai Bantimurung di Kabupaten Maros. Sungai Bantimurung
31
Rencana Pengelolaan
f.
Potensi Wisata
Beragam jenis kegiatan wisata dapat dilakukan di dalam kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Aktifitas wisata yang telah lama
berlangsung dan ramai dikunjungi oleh wisatawan adalah kegiatan wisata
tirta pada Air Terjun Bantimurung. Telah banyak fasilitas wisata yang
tersedia di kawasan ini, yaitu antara lain tersedianya fasilitas Guest House,
32
Rencana Pengelolaan
Baruga Bantimurung, kolam renang, shelter, pintu gerbang dan loket, jalan
trail, kantor pengelola, Butterfly Breeding, pusat informasi, toko cindera mata,
warung makan, fasilitas MCK, dan lain sebagainya. Aktifitas wisata tirta di
kawasan Air Terjun Bantimurung tersebut dapat dirangkaikan pula dengan
kegiatan penelusuran gua serta menikmati keindahan warna-warni Kupukupu di habitat aslinya.
Selain pada kawasan Bantimurung, pada kawasan Pattunuang Asue/
Biseang Labboro juga dapat dilakukan aktifitas wisata yang beragam, mulai
dari wisata tirta sampai dengan pengamatan satwa unik. Untuk wisatawan
minat khusus, dapat dilakukan olah raga panjat tebing pada beberapa tempat
terpisah.
Tracking dapat dilakukan pada beberapa tempat, terutama banyak
dilakukan pada kompleks Pegunungan Bulusaraung. Kawasan ini telah
banyak dikenal oleh para pendaki gunung, terutama kalangan Pecinta Alam.
Kegiatan pendakian Gunung Bulusaraung dapat diperuntukkan bagi para
pendaki kelas pemula, bahkan dapat pula diperuntukkan bagi anak-anak dan
seluruh keluarga.
Caving atau selusur gua dapat dilakukan di banyak tempat pada
kawasan ekosistem karst Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pada
beberapa tempat dapat ditemukan gua yang mempunyai nilai arkeologis dan
historis sehingga memungkinkan adanya kegiatan wisata, baik sebagai
obyek wisata khusus gua maupun sebagai usaha untuk mengembangkan
kegiatan speleologi serta wisata budaya. Menurut para ahli sejarah
kepurbakalaan, gua-gua merupakan bekas hunian manusia beribu-ribu tahun
silam, sebelum mereka mengenal cara membangun rumah tempat tinggal.
Sampai saat ini, telah tercatat 16 buah gua yang ditemukan pada eks
kawasan TWA. Bantimurung, yaitu antara lain : Gua Anjing (panjang lorong
60 m), Gua Bantimurung (panjang lorong 150 m), Gua Anggawati 1
(panjang lorong 170 m), Gua Towakala (panjang lorong 80 m), Gua
Baharuddin (panjang lorong 137 m), dan Gua Watang (panjang lorong
440 m).
Pada wilayah eks CA. Bantimurung terdapat 34 gua, satu diantaranya
dan yang paling dikenal adalah Gua Mimpi yang panjangnya 1.415 meter
dengan kedalaman 48 meter. Keseluruhan gua tersebut mudah dijangkau
dan keindahannya sangat menarik. Di dalam gua terdapat stalaktit, stalakmit,
flow-stone, helektit, pilar, dan sodastraw. Gua lainnya yang ditemukan pada
eks CA. Bantimurung ini antara lain: Gua Lubang Air, Gua Lubang Kelu
(panjang lorong 90 m), Gua Buttu (panjang lorong 500 m), Gua Nasir
33
Rencana Pengelolaan
Penyebutan
nama hanya disebabkan oleh tempat di mana pintu gua berada. Apabila
kedua gua ini ditelusuri dari satu arah maka panjangnya lorongnya mencapai
22 Km dan diduga merupakan gua terpanjang di Indonesia.
Gua lainnya adalah Gua Gunung Batu, (panjang lorong 400 m), Gua
Artaga (panjang lorong 1.900 m), Gua Lubang Gula Merah (panjang lorong
3.900 m), Gua Saripa (panjang lorong 1.736 m), Gua Pangea (3 buah)
masing-masing panjang lorongnya 300 m, 500 meter, dan 1.000 m, Gua
Monyet (panjang lorong 112 m), Gua Batu Merah (panjang lorong 749
m), dan Gua Kabut (panjang lorong 1.095 m).
34
Rencana Pengelolaan
dapat
pula
dilakukan
dilindungi
dan
35
Rencana Pengelolaan
berburu,
pertanian,
mengumpulkan
makanan,
nelayan
dan
36
Rencana Pengelolaan
h. Aksesibilitas
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dicapai
dari beberapa sisi, yaitu dari sisi Selatan (Bantimurung) dan dari sisi Barat
(Balocci). Sisi Selatan atau tepatnya obyek wisata Air Terjun Bantimurung
berjarak 42 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.
Jarak ini dapat ditempuh selama
2.
Kondisi Bioekologi
a. Tipe Ekosistem
Berdasarkan tipe ekosistem hutan yang ada (mengikuti Sastrapradja
dkk dan Whitten et al), kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
dibagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan di atas
batuan karst (forest over limestone/ hutan di atas batu gamping) atau lebih
dikenal dengan nama ekosistem karst, ekosistem hutan dataran rendah,
serta ekosistem hutan pegunungan bawah. Batas ketiga tipe ekosistem ini
sangat jelas karena hamparan batuan karst yang berdinding terjal dengan
puncak menaranya yang relatif datar, sangat berbeda dengan topografi
dataran rendah yang mempunyai topografi datar sampai berbukit, serta
kondisi ekosistem hutan pegunungan yang ditandai oleh bentuk relief yang
terjal atau terkadang bergelombang.
Pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, terdapat
dua lokasi ekosistem karst yang saling terpisah, yaitu di wilayah Maros Pangkep pada bagian barat taman nasional, dan di ujung Utara, yakni di
wilayah Mallawa. Para ahli geologi membedakan kedua kelompok karst ini,
37
Rencana Pengelolaan
yakni yang pertama dikenal dengan kelompok Pangkajene dan yang kedua
disebut kelompok pegunungan bagian Timur. Kedua lokasi ini merupakan
wilayah penyebaran vegetasi bukit karst (vegetasi bukit kapur) dan lainnya
merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran rendah.
Geomorfologi
karst
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
areal
karst
di
wilayah
Taman
Nasional
Bantimurung
38
Rencana Pengelolaan
Mangifera
spp.
Cananga
odoratum
(kenanga),
Duabanga
baik
oleh
pengelola,
peneliti
maupun
pihak-pihak
yang
39
Rencana Pengelolaan
antara
sedangkan
8,5-16,0
ekornya
cm,
bervariasi
(serangga
Mereka
dan
hidup
mencari
dan
di
makan
binatang
kecil
pada
bulan
Agustus
2007
untuk
pertama
di dalam
kali
berhasil
Taman Nasional
40
Rencana Pengelolaan
Sulawesi
(Rhyticeros
cassidix),
Kangkareng
Sulawesi
(Cacatua
sulphurea),
Kakaktua
Hijau
Danga
(Tanignatus
dari
program
Konservasi
Herpetofauna
di
Taman
Nasional
41
Rencana Pengelolaan
Pisces, Moluska dan lain sebagainya. Dari 356 species satwa liar yang telah
terdaftar pada Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 30 species
diantaranya adalah species satwa liar yang dilindungi undang-undang, 1
species diantaranya adalah species satwa liar yang termasuk dalam
Appendix I CITES, 9 species diantaranya adalah species satwa liar yang
termasuk dalam Appendix II CITES, dan 1 species diantaranya adalah
species satwa liar yang termasuk dalam Appendix III CITES.
Selain jenis-jenis satwa liar, terdapat juga 302 species tumbuhan alam
telah terdaftar pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
yang terdiri dari 2 family kelas Monocotyledonae dan 43 family kelas
Dicotyledonae. Dari 302 species tumbuhan alam yang telah terdaftar pada
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 1 species diantaranya adalah
species tumbuhan alam yang dilindungi undang-undang, 1 species
diantaranya adalah species tumbuhan alam yang termasuk dalam Appendix
II CITES, dan 1 species diantaranya adalah species tumbuhan alam yang
termasuk dalam Appendix III CITES. Suatu hal yang cukup unik dari
keberadaan tumbuhan alam tersebut adalah adanya 43 species/ sub species
tumbuhan alam dari marga Ficus. Jenis-jenis Ficus ini adalah makanan
utama bagi banyak jenis satwa liar termasuk pula yang paling umum Kera
Hitam Sulawesi/ Dare (Macaca maura). Daftar kekayaan jenis flora dan
fauna Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran 2.
Daftar keanekaragaman hayati di dalam Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung masih akan terus bertambah panjang seiring dengan semakin
intensifnya pelaksanaan identifikasi, inventarisasi ataupun sensus di dalam
kawasan. Daftar jenis keanekaragaman hayati tersebut, hingga saat ini
masih sebatas menjadi daftar. Upaya-upaya konservasi keanekaragaman
hayati di dalam kawasan masih dalam tahap pengumpulan dan pengolahan
data, serta pemetaan sebaran habitatnya di dalam kawasan. Kajian lebih
lanjut tentang bagaimana kondisi populasinya di dalam kawasan, daya
dukung habitat terhadap kelangsungan populasi jenis tersebut, serta hal-hal
42
Rencana Pengelolaan
upaya
penangkaran
sebagai
demplot
percontohan
bagi
masyarakat sejak tahun 2005 dan terus beroperasi hingga saat ini. Sampai
saat ini, sedikitnya ada empat species yang telah ditangkarkan pada demplot
percontohan
tersebut.
Selain
untuk
keperluan
budidaya,
demplot
Pre-Pupa
Ulat
Pupa
Kupu-kupu
Dewasa
telah
diuraikan
sebelumnya,
kawasan
Taman
Nasional
43
Rencana Pengelolaan
intensif
serta
kegiatan-kegiatan
Balai
Taman
Nasional
dalam
wilayah
administrasi
Kecamatan Simbang.
Adapun kondisi kependudukan di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Bone
dan Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros yang cukup rendah, diasumsikan
karena bentuk topografi yang berbukit dan bergunung, fasilitas infrastruktur yang
minim, serta tingkat aksesibilitasnya yang rendah. Kondisi kependudukan pada
wilayah-wilayah di sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada akhir
tahun 2006 diuraikan pada tabel 1.
Tabel 1
No.
Pria
(Jiwa)
Penduduk
Wanita
Jumlah
(Jiwa)
(Jiwa)
Sex
Ratio
Luas
Wilayah
2
(Km )
Kepadatan
2
(Jiwa/Km )
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
MAROS
Bantimurung
Simbang
Cendrana
Camba
Mallawa
Tompobulu
13.640
10.667
6.576
6.858
5.687
7.121
14.333
11.251
7.570
7.263
6.043
6.572
27.973
21.918
14.146
14.121
11.730
13.693
95
95
87
94
94
108
173,70
105,31
180,97
145,36
235,92
287,66
161
208
78
97
50
48
B.
1.
2.
3.
PANGKEP
Balocci
Minasa Te'ne
Tondong Tallasa
8.008
13.835
4.567
8.286
15.589
4.966
16.294
29.424
9.533
97
89
92
143,48
76,48
111,20
114
385
86
C.
1.
BONE
Tellu Limpoe
6.327
6.626
12.953
95
318,10
41
83.286
88.499
171.785
94
1.778,18
97
Jumlah
Sumber : BPS, 2007
44
Rencana Pengelolaan
Tabel 2
No.
Populasi
Penduduk
(Jiwa)
SD
SLTP
SLTA
Jumlah
Prosentase
Pelajar dari
Populasi
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
MAROS
Bantimurung
Simbang
Cendrana
Camba
Mallawa
Tompobulu
27.973
21.918
14.146
14.121
11.730
13.693
270
210
157
269
92
0
3666
2985
1860
1673
1577
1637
1.606
687
380
530
375
353
808
62
0
487
147
0
6.350
3.944
2.397
2.959
2.191
1.990
22,70
17,99
16,94
20,95
18,68
14,53
B.
1.
2.
3.
PANGKEP
Balocci
Minasa Te'ne
Tondong Tallasa
16.294
29.424
9.533
162
186
191
2443
3610
1083
973
1.137
307
523
263
91
4.101
5.196
1.672
25,17
17,66
17,54
C.
1.
BONE
Tellu Limpoe
12.953
20
1813
130
1.963
15,15
Jumlah
171.785
1.557
22.347
6.478
2.381
32.763
19,07
45
Rencana Pengelolaan
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
Jumlah penduduk
Pelajar TK
Pelajar SD
Pelajar SLTP
Ta
lla
sa
Li
m
po
e
Te
ll u
Te
'n
e
ng
To
nd
o
Ba
lo
cc
i
M
in
as
a
To
m
po
bu
lu
M
al
la
w
a
C
am
ba
en
dr
an
a
C
Si
m
ba
ng
Ba
nt
im
ur
un
g
Pelajar SLTA
46
Rencana Pengelolaan
karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang status lahan (pada umumnya
di wilayah-wilayah yang dulunya adalah hutan lindung dan produksi). Pemungutan
hasil hutan ikutan seperti gula aren, kemiri dan
D.
Provinsi
Sulawesi
Selatan,
telah
berkembang
berbagai
kegiatan
47
Rencana Pengelolaan
pemanfaatan yang demikian ini terkadang juga menjadi salah satu kendala dalam
pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, karena sedikit banyaknya
akan menjadi ancaman di masa yang akan datang.
Batu
gamping
yang
merupakan
bahan
baku
utama
industri
semen
dimanfaatkan oleh dua industri besar di kawasan Maros-Pangkep, yaitu PT. Semen
Tonasa dan PT. Semen Bosowa. Areal kontrak karya kedua perusahaan ini berada di
luar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Untuk menghasilkan
semen dibutuhkan batu gamping, lempung dan pasir kuarsa yang kesemuanya itu
tersedia di kawasan karst Maros-Pangkep.
Batu Pualam atau di masyarakat awam lebih populer dengan sebutan marmer
banyak tersedia di kawasan karst Maros-Pangkep. Menurut Samodra (2001) di dunia
pertambangan, marmer mempunyai dua arti. Pertama sebagai hasil pemalihan
batuan karbonat oleh suhu yang tinggi dan yang kedua adalah sebagai nama dagang
untuk setiap batu gamping yang telah digosok menjadi mengkilap. Di kawasan karst
Maros-Pangkep terdapat banyak perusahaan pertambangan yang mengusahakan
batu gamping sebagai bahan pembuatan marmer. Usaha seperti ini banyak dilirik
oleh kalangan investor karena keuntungan ekonomi yang menjanjikan.
Dari segi pariwisata, kawasan karst Maros-Pangkep yang merupakan satusatunya karst menara di Indonesia menawarkan berbagai keindahan dan keunikan
yang mempunyai nilai jual tinggi. Tidak hanya eksokarst yang menampilkan
panorama alam yang indah dan unik, endokarst dengan berbagai ornamen
spleleothem juga merupakan pesona alam yang indah di dalam perut bumi. Kawasan
karst Maros-Pangkep, terutama yang berada di dalam kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung sejak lama telah menjadi idola bagi para petualang.
Kegiatan panjat tebing, penelusuran gua, hiking dan berbagai macam kegiatan
kepecintaan alam telah banyak dilakukan. Selain gua-gua yang masih alami, terdapat
pula sedikitnya 89 gua di kawasan karst Maros-Pangkep yang merupakan situs
kepurbakalaan. Gua-gua ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata.
Di kawasan Bantimurung terdapat air terjun yang sudah sangat di kenal
kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Obyek wisata ini merupakan idola
masyarakat Sulawesi Selatan karena tingkat aksesibilitasnya yang tinggi. Pada tahun
2007, tercatat 569.103 orang pengunjung yang terdiri dari 2.152 orang wisatawan
mancanegara dan 566.951 orang wisatawan domestik. Obyek wisata ini di tahun
2007 mampu menghasilkan PAD bagi Pemerintah Kabupaten Maros sebesar Rp.
2.460.168.800,- hanya dari karcis pengunjung (belum termasuk jasa penggunaan
lahan parkir, jasa penggunaan fasilitas penunjang dan lain sebagainya). Obyek
wisata Bantimurung hingga tahun 2008 masih dikelola oleh Pemerintah Kabupaten
Maros yang sejak era 1970-an sudah dibuka untuk wisata. Setelah perubahan fungsi
48
Rencana Pengelolaan
kawasan menjadi taman nasional, kawasan ini diupayakan untuk dapat dikelola
bersama karena sarana pendukung kegiatan wisata di kawasan ini adalah
merupakan aset Pemerintah Maros, termasuk pula lahan di sekitar kawasan,
sedangkan obyek wisata air terjun dan gua-gua sendiri berada di dalam kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Upaya untuk pengelolaan secara
kolaboratif ini telah dirintis sejak tahun 2007
dan pada tahun 2008 sudah tercapai
kesepahaman tentang pengelolaan obyek
wisata
ini
Kabupaten
antara
Maros
pihak
dan
Pemerintah
Balai
Taman
dapat
direalisasikan
karena
belum
E.
Kelembagaan Masyarakat
Masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung merupakan masyarakat yang tergolong sudah dipengaruhi
oleh modernisasi karena letaknya yang tidak jauh dari ibukota provinsi. Selain
letaknya secara geografis, infrastruktur yang umumnya tersedia di wilayah perkotaan
juga telah banyak tersedia di desa-desa sekitar kawasan. Sarana komunikasi telepon
(termasuk juga telepon seluler) sudah menjangkau hampir seluruh bagian kawasan.
Fasilitas listrik (baik yang disediakan oleh PLN maupun swadaya masyarakat) juga
telah menjangkau pelosok pedesaan.
Walaupun demikian, kebersahajaan hidup masyarakat pedesaan masih dapat
dilihat di wilayah-wilayah tertentu, terutama di wilayah yang tingkat aksesibilitasnya
masih rendah. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di wilayah tersebut
pada umumnya berupa LKMD, kelompok tani dan koperasi. Pada daerah penyangga
kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, di tahun 2006 dan 2007 telah
dibentuk dua sentra penyuluhan kehutanan pedesaan (SPKP), yaitu di Desa
Samangki Kecamatan Simbang dan Desa Pattanyamang Kecamatan Camba. Kedua
desa tersebut juga merupakan model desa konservasi yang dicanangkan sejak tahun
2006.
F.
Permasalahan Kawasan
Berbagai permasalahan masih menyelimuti upaya-upaya pengelolaan kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Permasalahan-permasalahan tersebut
pada dasarnya merupakan dampak dari upaya pembangunan ekonomi yang belum
49
Rencana Pengelolaan
berpihak kepada upaya konservasi, dampak dari populasi dan semakin tingginya
kebutuhan manusia akan sumber daya alam hayati, lemahnya koordinasi di kalangan
pemerintah serta masih lemahnya kelembagaan Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung.
Beberapa
permasalahan
yang
dihadapi
oleh
Balai
Taman
Nasional
50
Rencana Pengelolaan
juga
belum
dapat
diselesaikan.
Untuk
sementara
waktu,
51
Rencana Pengelolaan
Bupati
Maros
dan
sementara
waktu
sedang
diupayakan
untuk
52
III
Kebijakan
A. Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional
Upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya antara lain
ditempuh melalui penetapan wilayah-wilayah tertentu, baik di daratan dan/atau
perairan, sebagai kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA)
yang merupakan perwakilan habitat keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
kawasan untuk pemeliharaan keutuhan sumber plasma nutfah, serta sebagai
kawasan untuk tujuan pemeliharaan keseimbangan ekosistem, keunikan dan
keindahan alam, sehingga dapat terus mendukung pembangunan dan menunjang
peningkatan kesejahteraan rakyat serta pelestarian lingkungan hidup.
Kebijakan penetapan dan pengelolaan KSA dan KPA ditujukan terutama untuk
melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya agar dapat mendukung
upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia. Oleh karena itu,
berfungsinya suatu KSA dan KPA sesuai dengan tujuan penetapannya merupakan
suatu indikator keberhasilan pengelolaan kawasan tersebut. Upaya pencapaian
tujuan pembangunan KSA dan KPA sesuai fungsinya selalu dikaitkan dengan
embanan utama upaya konservasi, yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan
Merupakan upaya untuk menjaga dan memelihara berbagai proses ekologis
esensial guna kelangsungan kehidupan bagi kesejahteraan masyarakat dan
mutu kehidupan manusia, melalui usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan
Rencana Pengelolaan
unsur
lain.
Usaha
dan
tindakan
konservasi
untuk
menjamin
kepunahan,
keanekaragaman
menjaga
serta
dan
memelihara
memelihara
kemurnian
keseimbangan
genetik
ekosistem,
dan
secara
Pembangunan KSA dan KPA merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pembangunan nasional yang dalam pelaksanaannya tidak dapat mengabaikan
kepentingan masyarakat sekitar dan/atau di dalam KSA dan KPA. Oleh karena itu,
pelaksanaan kegiatan pada KSA dan KPA hendaknya selalu terintegrasi dan
terkoordinasi dengan pembangunan sektor lainnya. Keterlibatan mitra atau
stakeholders terutama masyarakat sekitar dan/atau di dalam kawasan harus
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan KSA dan
KPA dan selalu diupayakan pembinaannya agar dapat berperan aktif di dalam setiap
upaya konservasi disamping upaya-upaya peningkatan kesejahteraan perekonomian
sekitar kawasan dimaksud.
54
Rencana Pengelolaan
c.
2. Internal
a. Peningkatan Daya Guna KSA dan KPA
Daya guna KSA dan KPA dapat ditingkatkan melalui optimasi
beberapa kegiatan, yaitu : peningkatan kegiatan inventarisasi dan kajian
potensi kawasan; peningkatan kualitas dan kuantitas pengelola; penciptaan
iklim swadana dalam menunjang kegiatan pengelolaan dan peningkatan
manfaat
kawasan;
penegakan
peraturan
perundang-undangan
dan
55
Rencana Pengelolaan
c.
yaitu
rencana
pengelolaan
dan
rencana
teknis. Rencana
panjang,
jangka
menengah
dan
jangka
pendek.
Rencana
serta
kebutuhan
waktu
dan
segala
sumber
daya
untuk
pelaksanaannya.
56
Rencana Pengelolaan
2. Pengorganisasian
Implementasi pengelolaan kawasan yang ideal dimulai sejak suatu areal
ditunjuk sebagai kawasan konservasi yang kemudian disusul dengan kegiatan
penyusunan rencana pengelolaan, penyelesaian pengukuhan dan penataan, dan
pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya. Namun demikian, sesuai
kondisi kawasan konservasi yang ada saat ini, yang mempunyai variasi potensi
dan intensitas pengelolaan masing-masing, implementasi penyusunan rencana
dan pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya dapat dilakukan secara
simultan dengan memperhatikan kondisi tersebut.
Organisasi pengelola cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam,
dan taman buru adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Taman nasional
pada prinsipnya dikelola oleh unit pelaksana teknis taman nasional, dan bagi
taman nasional yang belum dikelola oleh unit pelaksana teknis taman nasional
dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Kawasan taman hutan raya
dan hutan lindung, pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
3. Pelaksanaan
a. Tahapan Pengelolaan
(1) Tahap Pembangunan Prakondisi
57
Rencana Pengelolaan
kelembagaan
pengelola,
sarana
dan
prasarana
b. Arahan Pengelolaan
Pengelolaan kawasan konservasi, sesuai dengan ragam situasi dan
kondisinya, dapat dilakukan secara simultan dengan arahan-arahan sebagai
berikut :
(1) Pemantapan Kawasan
Untuk terselenggaranya pengelolaan kawasan yang mantap,
seluruh kawasan konservasi harus memiliki status legal formal yang
kuat, yaitu status penetapan. Berangkat dan kondisi saat ini, secara
bertahap kawasan konservasi yang ada harus segera diselesaikan
proses pengukuhannya, dimulai dari proses penunjukan, penataan batas
sampai temu gelang, penerbitan berita acara tata batas, dan
penyelesaian penetapannya. Tanda atau pal batas yang sudah ada perlu
dipelihara dan direkonstruksi bila tanda-tanda tersebut hilang atau rusak.
Berdasarkan pada pentingnya fungsi dan
tujuan pengelolaan kawasan, penetapan zona
atau blok bukan hanya dapat dilakukan di
kawasan pelestarian alam melainkan dapat pula
dilakukan di kawasan suaka alam. Penetapan
zona
harus
selalu
budaya
masyarakat,
pembangunan wilayah.
dan
rencana
Pal batas Taman Nasional
58
Rencana Pengelolaan
dengan
amanat
pembangunan
nasional
bahwa
pengelolaan,
upaya
pelibatan
peran
serta
masyarakat
masyarakat,
serta
memperhatikan
peraturan
perundang-
diarahkan
pada
upaya
untuk
mempertahankan
yang
dalam
59
Rencana Pengelolaan
pelaksanaannya
harus
tetap
memperhatikan
prinsip-prinsip
konservasi;
Rehabilitasi
di
taman
buru
diarahkan
pada
kegiatan
60
Rencana Pengelolaan
pengembangan
pengumuman
kemitraan
dan
dengan
masyarakat;
pemasangan
tanda-tanda
pencegahan
kebakaran;
sumber
daya
di
dalam
dan
efisiensi,
penelitian
dan
Kegiatan penelitian Biota Gua
Penyusunan
skala
prioritas
pelaksanaan
penelitian
yang
61
Rencana Pengelolaan
dan
taman buru,
peningkatan
Integrasi
dan
koordinasi
lintas
sektor
harus
dimulai
sejak
Pembinaan
daerah
penyangga
dititikberatkan
pada
upaya
62
Rencana Pengelolaan
Berdasarkan
arahan
pengelolaan
kawasan
konservasi
secara
umum
alam
hayati
dan
ekosistemnya.
Sebagaimana
karakter
63
Rencana Pengelolaan
budaya masyarakat. Dari segi ekonomi, kawasan ini menyimpan kekayaan yang
tidak ternilai harganya apabila dapat dimanfaatkan secara bijaksana. Kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung mampu menyediakan jasa-jasa
lingkungan yang sangat potensial bagi pengembangan usaha ekonomi
masyarakat secara keseluruhan, terutama dari bidang pengembangan pariwisata
serta penyediaan sumber-sumber air.
2. Tujuan Pengelolaan
Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dilakukan dengan
tujuan utama untuk : menjamin dan memelihara keutuhan dari keberadaan
kawasan dan ekosistem taman nasional; menjamin dan memelihara keberadaan
potensi dan nilai-nilai dari keanekaragaman tumbuhan, satwa, komunitas, dan
ekosistem penyusun kawasan taman nasional; serta optimalisasi pemanfaatan
kawasan dan potensi taman nasional secara berkelanjutan, lestari dan bijaksana
untuk kepentingan kegiatan penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, kegiatan yang menunjang budidaya, budaya, dan pariwisata alam
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Umumnya setiap lokasi kawasan taman nasional ditunjuk dan ditetapkan
untuk kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestarian dari keperwakilan
keanekaragaman hayati, komunitas atau ekosistem, yang sangat khas dan
spesifik. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dalam hal ini ditunjuk dan
ditetapkan untuk kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestarian potensi
ekosistem karst di Kabupaten Maros dan Pangkep serta berbagai jenis
keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
64
Rencana Pengelolaan
zona
lainnya.
Zona
lain
ditetapkan
berdasarkan
kebutuhan
untuk
baik
sejak
proses
dan
penetapan
status
hukum
taman
nasional;
perencanaan
konservasi;
pemanfaatan
untuk
kepentingan
pariwisata;
65
Rencana Pengelolaan
potensi
umumnya
dilakukan
melalui
tahapan
kegiatan
66
Rencana Pengelolaan
pelaksanaan
kegiatan
eksplorasi,
survei,
inventarisasi,
pelaksanaan
kegiatan
eksplorasi,
survei,
inventarisasi,
67
Rencana Pengelolaan
Memiliki
kesempatan
sebagai
percontohan
pembangunan
(3) Aspek pengaruh kondisi lokal, regional dan global terhadap kawasan
taman nasional
Adanya
konflik
kepentingan
antara
penggunaan
tradisional,
68
Rencana Pengelolaan
c.
informasi
taman
nasional.
Praktek
kegiatan
ini
mencakup
69
Rencana Pengelolaan
pemerintah
daerah,
dan
berbagai
pihak
terkait
dan
70
Rencana Pengelolaan
pengelolaan
jangka
panjang;
rencana
pengelolaan
jangka
pembinaan
masyarakat,
kemitraan
dan
koordinasi,
f.
71
Rencana Pengelolaan
Di
dalam
zona
rimba
dapat
dilakukan
kegiatan
penelitian,
dan
potensinya
dalam
bentuk
kegiatan
penelitian,
Zona
pemanfaatan
tidak
dapat
digunakan
sebagai
tempat
72
Rencana Pengelolaan
73
Rencana Pengelolaan
dan
pengamanan
kawasan
merupakan
upaya
dan
informasi
tersebut
dikaji
dan
dianalisis
sehingga
dapat
74
Rencana Pengelolaan
dengan
tujuan
untuk
menjaga
dan
memulihkan
75
Rencana Pengelolaan
tanda
batas
kawasan;
membawa
alat
yang
lazim
i.
76
Rencana Pengelolaan
(1) Tanpa tindakan, karena upaya pemulihan terlalu mahal dan selalu gagal.
Pengalaman menunjukkan bahwa ekosistem alami akan dapat pulih
dengan sendirinya;
(2) Restorasi, merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara aktif
dengan species yang semula ada, sehingga mencapai struktur dan
komposisi species seperti semula;
(3) Rehabilitasi,
ekosistem
merupakan
dan
pemulihan
species
asli,
dari
seperti
sebagian
memperbaiki
fungsi-fungsi
hutan
yang
merupakan
upaya
penggantian
suatu
ekosistem
j.
melengkapi
sarana
harus
mempertimbangkan
aspek-aspek
lingkungan,
sosial,
dan
prasarana
tersebut
umumnya
dibangun
di
zona
panjang,
lebar
dan
tinggi
bangunan/sarana
prasarana
77
Rencana Pengelolaan
Kantor pengelola
Pondok kerja/jaga/penelitian
Jalan patroli
Pusat informasi
Peralatan navigasi
Peralatan komunikasi
Peralatan transportasi
Perlengkapan kerja
Laboratorium penelitian
Akomodasi
Transportasi
Pertunjukan kebudayaan
Sistem sanitasi
Bumi perkemahan
Karavan
Ruang pertemuan
78
Rencana Pengelolaan
Gudang
Fasilitas peribadatan
Pos PPPK/Poliklinik
Tempat sampah
Kantor
Mess karyawan
Pemadam kebakaran
Restoran.
Kedai.
Kios-kios.
Kios
cenderamata,
berupa
bangunan-bangunan
yang
Jalan :
o
79
Rencana Pengelolaan
darurat
yang
pembangunannya
dengan
Dilakukan
dengan
sistem
tertutup
dalam
hal
o
-
80
Rencana Pengelolaan
o
-
Helipad,
dapat
dibangun
dengan
berpedoman
pada
Fasilitas
pelengkap
sarana
dan
prasarana
pengusahaan
pariwisata alam :
-
Papan nama
Papan informasi
Papan larangan/peringatan
k.
Fasilitas umum :
o
Toilet
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
upaya
untuk
81
Rencana Pengelolaan
kawasan,
seperti
penelitian
dalam
menunjang
pengawetan
dan
penangkaran jenis.
(2) Penelitian yang hasilnya untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya,
ditujukan terhadap seleksi jenis tumbuhan dan satwa yang karena
kandungan unsur kimia maupun sifat genetiknya dapat dimanfaatkan,
misalnya untuk :
diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri dan dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu
ketentuan yang
l.
82
Rencana Pengelolaan
memperhatikan
prinsip
keseimbangan
antara
kepentingan
83
Rencana Pengelolaan
(sumber
daya
dan
spiritual)
kenyamanan
air,
udara,
dengan
oksigen,
tetap
carbon,
keindahan,
memperhatikan
prinsip
pendukung
yang
berada
di
sekitar
kawasan
untuk
84
Rencana Pengelolaan
secara
berkelanjutan
dan
lestari
dengan
tetap
pengelolaan
taman
nasional
sampai
pada
tahap
pengembangannya;
(2) Identifikasi dan pemetaan permasalahan sosial, ekonomi, budaya, politik,
serta interaksi masyarakat dengan akses pemanfaatan sumber daya
85
Rencana Pengelolaan
86
Rencana Pengelolaan
menciptakan lingkungan dimana taman nasional dikelola, serta membuat tugas dari
pengelola taman nasional menjadi mudah atau bahkan lebih sulit untuk dilaksanakan.
Pelaksanaan pembangunan dapat saja disesuaikan dengan pola pengelolaan taman
nasional akan tetapi harus disadari bahwa pemerintah pada dasarnya lebih
memprioritaskan program pembangunan ekonomi secara umum.
Secara umum kebijakan pengelolaan kawasan karst tidak terlepas dari
kebijakan pengelolaan lingkungan. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa tujuan pengelolaan
lingkungan hidup adalah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan dengan sasaran antara lain adalah tercapainya keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; tercapainya
kelesetarian fungsi lingkungan hidup; dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya
secara bijaksana.
Perspektif Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan adalah bahwa pengelolaan
kawasan Karst Maros Pangkep harus dilakukan secara terpadu oleh setiap pelaku
pembangunan yaitu instansi pemerintah (propinsi dan kabupaten), lembaga
penelitian termasuk perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat
dan masyarakat luas. Selain itu juga harus terpadu dengan penataan ruang,
perlindungan sumber daya non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya dan keanekaragaman
hayati. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kawasan Karst Maros Pangkep
hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan ekosistem yang mempunyai kaitan
erat dengan kawasan yang lain maupun dengan komponen-komponen lingkungan
seperti : siklus hidrologi dan iklim (komponen fisik/kimia), flora dan fauna (komponen
hayati), serta pengaruhnya terhadap sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
setempat (komponen sosekbud). Dengan demikian pengelolaan Kawasan Karst
Maros-Pangkep harus diarahkan pada sasaran tercapainya keselarasan, keserasian,
dan keseimbangan antara manusia dengan kawasan tersebut; tercapainya
kelestarian fungsi kawasan karst; dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya
kawasan karst secara bijaksana. Dalam hal ini perlu adanya keterpaduan di dalam
pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep dengan mempertimbangkan kebijakankebijakan di sektor lain, agar dampak lingkungan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan
di sektor lain dapat memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
Sejalan dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, maka kegiatan
pengelolaan sumberdaya alam nasional, termasuk sumberdaya karst, yang berada di
wilayahnya menjadi kewenangan daerah dan daerah bertanggung jawab memelihara
kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
87
Rencana Pengelolaan
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka bidang lingkungan hidup merupakan
salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah.
Kajian terhadap kebijakan dan peraturan perudangan-perundangan yang ada
menghasilkan suatu kesimpulan, bahwa kawasan karst sebagai sumber daya alam,
baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, dapat dipandang dari berbagai
sudut, yaitu (Nurlini et. al, 1999 dalam Palaguna dan Rahman, 2001) : (1) sebagai
suatu ruang, dengan batasan ruang seperti yang ditegaskan pada pasal 1 ayat (5)
Undang-undang Penataan Ruang, yaitu Wilayah adalah ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional,
sedangkan ayat (7) menguraikan bahwa Kawasan lindung adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan; (2) ekosistem sumber daya
alam hayati dan batasannya sebagaimana pada Pasal 1 ayat (1) dan (3) Undangundang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu : (a) Sumber daya alam hayati adalah unsurunsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati dan sumber daya
alam hewani yang bersama ekosistem, dan (b) Ekosistem sumber daya alam hayati
adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun
non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi; (3) Dari sudut
pandang ruang, kawasan karst dapat berfungsi sebagai kawasan lindung maupun
kawasan budidaya. Sedangkan dari segi ekosistem sumberdaya alam hayati,
kawasan karst dapat berfungsi sebagai hutan konservasi maupun hutan produksi,
dimana keadaannya sangat dinamis.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen Pemerintah Propinsi
Sulawesi Selatan terhadap pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep sangat jelas
dan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan, fungsi dan potensi
ekosistem karst, serta pemanfaatan dan perlindungan yang berkelanjutan.
Kawasan Karst Maros-Pangkep merupakan suatu ekosistem yang wilayahnya
mencakup Kabupaten Maros dan Pangkep. Berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai
daerah
otonom,
maka
Pemerintah
Propinsi
Sulawesi
Selatan
mempunyai
88
Rencana Pengelolaan
89
Rencana Pengelolaan
Peran sumber daya manusia dalam pengelolaan kawasan karst tidak saja
meliputi satu macam aspek yang terdapat dalam pengelolaan itu sendiri, melainkan
meliputi berbagai macam aspek seperti
halnya kebijakan yang berlaku pada
Undang-undang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, bahwa pengelolaan kawasan karst
tidak terlepas dari proses perencanaan
yang perlu mempertimbangkan peran
sumber daya manusia secara bottom-up
planning. Oleh karena itu perlu adanya
Foto : HIMAKOVA-IPB
Pemerintah
Selatan
akan
Propinsi
melakukan
Sulawesi
Foto : HIMAKOVA-IPB
koordinasi
guna
melakukan
berbagai
Pemerintah
Propinsi
Foto : HIMAKOVA-IPB
Sulawesi
secara
bijaksana
sehingga
Foto : HIMAKOVA-IPB
90
Rencana Pengelolaan
daerah
untuk
pengawetan
keanekaragaman
hayati dapat
dilakukan
1.
91
Rencana Pengelolaan
2.
92
IV
Visi dan Misi Pengelolaan
A. Visi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebagai unit pelaksana teknis
Departemen Kehutanan yang merupakan pengelola atau pemangku kawasan
konservasi taman nasional baru berdiri sejak Nopember 2006 dan secara efektif baru
mulai beroperasi pada bulan April 2007. Walau demikian, pada awal pelaksanaan
pengelolaan, setelah diserahterimakan dari Balai KSDA Sulawesi Selatan I, telah
dilakukan evaluasi efektifitas pengelolaan kawasan berdasarkan Kriteria dan
Indikator Pengelolaan Taman Nasional. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut,
diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan Taman Nasional Bantimurung belum
benar-benar efektif bahkan masih dalam tahap penyiapan prakondisi. Atas dasar
hasil evaluasi pengelolaan ini pula, maka Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung mulai merancang suatu rencana pengembangan pengelolaan yang
berisi langkah-langkah terukur untuk mencapai suatu visi jangka panjang.
Karena kondisi pengelolaan yang masih jauh dari mapan, maka visi
pengelolaan
adalah :
Rencana Pengelolaan
Dalam visi tersebut terkandung tiga kunci pokok landasan pemikiran dalam upaya
pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yaitu :
1.
dengan
Bantimurung
tahun
2009,
Bulusaraung
prakondisi
harus
pengelolaan
dituntaskan
hingga
Taman
Nasional
terselesaikannya
telah
disusun,
terutama
pengembangan
sarana
dan
prasarana
3.
94
Rencana Pengelolaan
1.
Memantapkan status kawasan dan pengelolaan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya;
2.
3.
4.
Status legal formal dan batas kawasan yang jelas merupakan prasyarat utama
untuk mengimplementasikan upaya pengelolaan kawasan. Hal ini ditujukan untuk
mengatasi adanya konflik terkait dengan penggunaan, kepemilikan dan status hukum
kawasan. Seiring dengan pemenuhan prasyarat tersebut, upaya konservasi
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya juga dapat diimplementasikan. Pada
tahap awal ini, upaya konservasi jenis dan ekosistemnya dititikberatkan pada
pemenuhan data dan informasi keanekaragaman hayati dan ekosistem pada Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Zonasi
pengelolaan
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
juga
merupakan suatu bagian yang penting untuk mulai dipersiapkan karena taman
nasional dikelola dengan sistem zonasi. Dengan tidak adanya rambu-rambu
pengelolaan secara keruangan tersebut, sulit untuk mengefektifkan pelaksanaan
pengelolaan. Dikhawatirkan, pelaksanaan pengelolaan tidak dapat mencapai
keseimbangan apabila batas-batas pelaksanaan kegiatan dan pemanfaatan ruang di
dalam kawasan tidak segera disediakan.
Konflik penggunaan dan kepemilikan lahan di dalam kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung sampai saat ini masih sangat tinggi. Karenanya, kawasan
ini rentan terhadap gangguan keamanan, terutama kasus perambahan kawasan.
Kejadian-kejadian gangguan keamanan cukup menyita banyak waktu dan tenaga
untuk penyelesaiannya. Gangguan tersebut juga menjadi faktor penghambat
pemantapan pengelolaan kawasan menuju pencapaian fungsi secara optimal.
Dengan demikian, maka gangguan terhadap kawasan dan sumber daya alam hayati
yang terkandung di dalamnya harus diupayakan sedemikian rupa untuk dieliminir.
Upaya konservasi tidak terlepas dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam,
namun agar tercapai keadilan dan kelestarian dalam pemanfaatannya, maka perlu
dikelola dengan bijaksana dan dikembangkan secara optimal. Sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya adalah kekayaan alam yang harus dikelola oleh negara
demi kepentingan seluruh rakyat, dan karenanya untuk mendistribusikan hasil dan
nilainya secara adil, maka diterapkan sistem provisi atas sumber daya alam yang
dimanfaatkan. Di dalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, provisi dalam
95
Rencana Pengelolaan
bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diterapkan untuk berbagai kegiatan
pemanfaatan kawasan.
Sebagai organisasi yang baru terbentuk, aspek kelembagaan merupakan
bagian penting yang harus ditata dengan baik. Dukungan peraturan perundangundangan, pedoman dan arahan pengelolaan perlu diterapkan dengan baik agar
pengelolaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Karena pengelolaan kawasan
yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh pengelola/pemangku kawasan serta dengan
memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, maka penggalangan
kemitraan dan kolaborasi harus senantiasa menjadi perhatian. Kondisi sumber daya
manusia yang ada juga perlu terus dikembangkan kapasitas serta kuantitasnya.
Dalam rangka mencapai sasaran pengelolaan kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung, kebijakan pembangunannya mengacu pada Lima
Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan. Walaupun tidak secara keseluruhan,
namun sebagian besar kebijakan dimaksud terkait dengan pengelolaan taman
nasional, yaitu : (1) Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan
Perdagangan Kayu Ilegal; (2) Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan; (3)
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan; (4) Pemantapan
Kawasan Hutan.
Mengacu pada program nasional sebagaimana tertuang dalam RPJP
Kehutanan, RPJM serta program Departemen Kehutanan yang disarikan oleh
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, maka dalam
pencapaian Visi dan Misi Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditetapkan
beberapa program dan fokus kegiatan yang akan dilaksanakan. Program dan fokus
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung diuraikan sebagai berikut :
1.
ini
berisikan
fokus
kegiatan
pengamanan
hutan
yang
pengukuhan
kawasan
Taman
Nasional
Bantimurung
96
Rencana Pengelolaan
2.
3.
4.
97
V
Analisa dan Proyeksi
A. Faktor Kekuatan, Kendala, Peluang dan Tantangan
Untuk
keperluan
penyusunan
rencana
pengelolaan
Taman
Nasional
d. Potensi
kawasan
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
yang
2. Kendala
a. Belum terselesaikannya proses pengukuhan kawasan sehingga status
hukum kawasan belum bersifat final.
Rencana Pengelolaan
b. Lemahnya
kelembagaan
pengelola
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung dari segi kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana
serta prosedur kerja.
c.
3. Peluang
a. Komitmen para penentu kebijakan di tingkat nasional dan regional terhadap
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
b. Komitmen dan dukungan masyarakat internasional terhadap pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan.
c.
4. Tantangan
a. Masih tingginya tingkat kerawanan kawasan, baik dari aktifitas penebangan
liar dan perdagangan kayu illegal, perambahan kawasan, kebakaran hutan
dan kegiatan pertambangan tanpa izin.
b. Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di sekitar kawasan.
c.
B. Analisa
Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kendala, peluang dan tantangan
serta dengan menggunakan analisa SWOT, diperoleh alternatif-alternatif strategi
99
Rencana Pengelolaan
kerjasama
dengan
lembaga-lembaga
internasional
dan
Penyusunan
rencana
tapak
pengembangan
pengelolaan
dan
implementasinya di lapangan.
d. Penguatan
kelembagaan
pengelola
Taman
Nasional
Bantimurung
100
Rencana Pengelolaan
f.
Mendorong
peningkatan
peran
serta
masyarakat
dengan
dukungan
j.
101
VI
Rencana Kegiatan
A. Pemantapan Kawasan
Pemantapan kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
diharapkan dapat direalisasikan sedini mungkin sampai dengan penetapan kawasan
sebagai kawasan hutan konservasi tetap serta penetapan pembagian ruang
kelolanya. Pengukuhan kawasan sebagai salah satu bagian dari kegiatan
pemantapan kawasan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas
kawasan taman nasional. Oleh karenanya, esensi dari kegiatan pengukuhan
kawasan menjadi sangat penting. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang
ditunjuk oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2004 merupakan perubahan dari
beberapa fungsi kawasan hutan. Kawasan-kawasan hutan tersebut, sebagian besar
telah dilaksanakan penataan batas luarnya antara tahun 1975 sampai dengan tahun
2001.
Sampai dengan penyusunan rencana pengelolaan ini, kemajuan pelaksanaan
penataan batas kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sudah
mencapai 432,52 Km atau 90,44% dari total batas luar sepanjang 478,22 Km. Batasbatas yang telah ditata tersebut, karena sebelumnya merupakan batas luar berbagai
fungsi kawasan hutan, juga telah dilakukan rekonstruksinya pada tahun 2006 dan
2007, sehingga secara de facto di lapangan telah berubah menjadi batas kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Sisa dari batas kawasan yang belum
dilaksanakan penataannya ditargetkan akan segera direalisasikan hingga temu
gelang pada tahun 2009.
Rencana Pengelolaan
segera
sebagai
dilakukan
kawasan
penetapan
hutan
kawasan
konservasi
tetap.
akan
diupayakan
untuk
dapat
akan
diupayakan
untuk
melakukan
rekonstruksi
Pemeliharaan
batas
batas
secara
diupayakan
berkala.
untuk
dalam
kawasan
Taman
Nasional
Taman
Nasional
Bantimurung
untuk
penyelesaian
permasalahan
ini.
103
Rencana Pengelolaan
104
Rencana Pengelolaan
B. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Adapun rencana pengelolaan taman nasional adalah panduan yang
memuat tujuan, kegiatan, dan perangkat yang diperlukan untuk pengelolaan
kawasan taman nasional. Rencana pengelolaan taman nasional terdiri atas rencana
pengelolaan jangka panjang, rencana pengelolaan jangka menengah, rencana
pengelolaan jangka pendek, serta rencana-rencana teknis untuk keperluan tertentu
secara spesifik.
Rencana pengelolaan jangka panjang taman nasional adalah rencana makro
yang bersifat komprehensif dan indikatif, untuk keperluan 20 tahun, yang menjadi
acuan
bagi
penyusunan
rencana
pengelolaan
jangka
menengah,
rencana
105
Rencana Pengelolaan
pemerintah di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam
periode perencanaan. Berdasarkan kepada hasil-hasil evaluasi yang telah dilakukan,
maka tidak tertutup kemungkinan untuk diadakannya peninjauan kembali atas
rencana-rencana yang telah disusun sebelumnya.
kepentingan
efektifitas
pengelolaan
kawasan
Taman
Nasional
106
Rencana Pengelolaan
Pengelolaan
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
107
Rencana Pengelolaan
manajemen kawasan. Contoh kekeliruan manajemen yang telah sering terjadi adalah
pelaksanaan penanaman pohon pada ekosistem savana ataupun penanaman jenis
bukan asli di dalam kawasan yang kemudian pada akhirnya menjadi species
impasif/eksotik dan merusak tatanan alami ekosistem itu sendiri.
Species yang ada di dalam kawasan, baik
satwa liar maupun tumbuhan alam memerlukan
pengelolaan yang baik. Oleh karenanya, pada
tahap awal dibutuhkan data dan informasi yang
valid terkait dengan kondisi populasi, sebaran dan
keadaan
habitatnya
memenuhi
hal
secara
tersebut,
umum.
diperlukan
Untuk
kegiatan
upaya
daya
ini
yang
memerlukan
cukup
dukungan
besar.
Dengan
Boiga dendrophylla
rangka
pemutakhiran
data
sebaiknya
dipetakan
dengan
baik.
Dengan
dan
komensalisme).
hubungan-hubungan
ekosistem
tersebut
antar
Dapat
species
bersifat
di
positif
saja
dalam
namun
108
Rencana Pengelolaan
kepentingannya
dalam
pengelolaan
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung perlu untuk terus diupayakan identifikasi dan inventarisasinya. Hasilhasil dari pelaksanaan kegiatan ini hendaknya pada suatu saat akan terpetakan
sebarannya dengan baik dan cermat sehingga dapat dimanfaatkan dalam penentuan
kebijakan pengelolaan serta dalam rangka promosi pengembangan wisata alam di
dalam kawasan.
Untuk selanjutnya, dalam selang waktu tertentu perlu diupayakan untuk
melaksanakan
pemantauan
dan
evaluasi
keseluruhan
tahapan
pengelolaan
kawasan. Pemantauan dan evaluasi ini dilaksanakan secara bertingkat dari species,
habitat sampai dengan ekosistem di dalam kawasan. Pada suatu waktu tertentu di
mana terjadi ketidaksesuaian antara potensi kawasan, pemanfaatan dan kondisinya
secara nyata di lapangan, maka diperlukan suatu upaya untuk mengevaluasi potensi
kawasan. Evaluasi fungsi kawasan ini bertujuan untuk memberikan bahan-bahan
masukan bagi perumusan kebijakan perlu atau tidaknya dilakukan rasionalisasi
kawasan konservasi. Rekomendasi yang dihasilkan dari evaluasi fungsi kawasan
akan menjadi bahan untuk pelaksanaan rasionalisasi, yang mungkin saja akan
menambah, mengurangi atau bahkan merubah penataan pemanfaatan ruang di
dalam kawasan.
109
Rencana Pengelolaan
110
Rencana Pengelolaan
hutan dan segala potensinya banyak mengalami tekanan dari berbagai pihak untuk
dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik secara legal maupun illegal.
Gangguan dan tekanan ini tentu saja tidak mengenal kawasan yang masih dalam
tahap prakondisi ataupun kawasan yang telah dikelola secara mapan.
Kawasan baru dengan pengelola yang juga masih baru, kelembagaan yang
masih lemah, sumber daya yang terbatas (terutama SDM dan sarana prasarana)
menjadi kendala dan hambatan dalam mempertahankan fungsi dan tujuan utama
penunjukan kawasan sebagai taman nasional. Oleh karenanya diperlukan strategistrategi khusus untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk
meminimalisir gangguan dan tekanan yang berat tersebut. Salah satu strategi yang
digunakan untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk
mengoptimalkan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan taman nasional ini
adalah dengan menyiapkan perangkat-perangkat sistem peringatan dini (early
warning system). Perangkat dimaksud dalam hal ini berupa identifikasi dan pemetaan
indikasi kerawanan kawasan taman nasional. Peta Indikasi kerawanan kawasan ini
dimanfaatkan sebagai salah satu perangkat yang dapat mengarahkan personil dan
sarana prasarana yang terbatas ke lokasi-lokasi yang benar-benar memerlukan
penjagaan dan patroli karena indikasi intensitas gangguannya yang telah diketahui.
Identifikasi kerawanan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
dimaksudkan untuk mengumpulkan data, mengolah dan menyajikan informasi yang
dapat menggambarkan tingkat kerawanan kawasan dari berbagai macam gangguan
dengan menggunakan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap kemungkinan
terjadinya macam gangguan tersebut. Indikator-indikator yang dimaksud dalam hal
ini terdiri dari kondisi penutupan lahan, tipe iklim, jarak dari pusat pemukiman
masyarakat, tingkat aksesibilitas, kelas kelerengan serta potensi kawasan yang
berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Identifikasi kerawanan
kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditujukan sebagai salah satu
bahan masukan perumusan kebijakan bagi upaya-upaya perlindungan dan
pengamanan kawasan secara dini, efektif dan efisien serta lebih berorientasi pada
upaya-upaya preventif. Output dari kegiatan ini diharapkan dapat berfungsi sebagai
pelengkap tools pengambilan keputusan manajemen tentang perlunya tindakantindakan pencegahan serta tingkat kesiagaan para personil.
Upaya perlindungan dan pengamanan kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung dilakukan dengan berbagai tingkatan, yaitu dari tingkat preemtif,
preventif, persuasif, dan represif. Sosialisasi tentang keberadaan kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung, kebijakan pengelolaan dan pemanfaatannya,
serta hal-hal lain yang terkait dengan kawasan dilakukan terhadap seluruh komponen
pemangku kepentingan yang ada di sekitar kawasan. Sosialisasi penting dilakukan
111
Rencana Pengelolaan
112
Rencana Pengelolaan
113
Rencana Pengelolaan
pengembangan ini tidak hanya terbatas pada penelitian dasar namun termasuk pula
kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi terapan. Agar kegiatan penelitian
dan pengembangan yang seharusnya dilaksanakan oleh lembaga penelitian dan
perguruan tinggi dapat benar-benar mendukung upaya pengelolaan kawasan, maka
diperlukan identifikasi dan penyusunan skala prioritas kebutuhan penelitian dan
pengembangan di dalam kawasan. Hasil dari kegiatan ini dijadikan prioritas kegiatan
penelitian dan pengembangan di dalam kawasan dan disosialisasikan kepada pihakpihak yang berkepentingan agar dapat terjalin sinkronisasi antara kebutuhan di
dalam kawasan dan program penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian dan
perguruan tinggi. Pengembangan kerjasama dengan lembaga penelitian dan
perguruan tinggi juga perlu dirintis dengan baik agar kontinuitas kegiatan penelitian
dan pengembangan di dalam kawasan dapat berjalan dengan baik.
Pendidikan konservasi bagi masyarakat lokal menjadi esensial peranannya dan
perlu diupayakan terus-menerus. Jika memungkinkan, pendidikan konservasi bagi
masyarakat ini dilakukan sejak usia dini sehingga kesadaran konservasi dan
pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik sudah menjadi bagian dari hidup
generasi bangsa ini. Pendidikan konservasi bagi masyarakat dapat dilakukan melalui
berbagai wadah. Upaya untuk menjadikan pendidikan konservasi sebagai muatan
lokal pada program pendidikan dasar dan menengah adalah suatu hal yang penting
untuk dilakukan. Dengan demikian, maka upaya konservasi tidak hanya dilaksanakan
oleh pengelola kawasan konservasi melainkan juga menjadi bagian yang terintegrasi
di dunia pendidikan.
Metode lain yang dapat ditempuh untuk memasyarakatkan upaya konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah dengan membentuk kader-kader
penggerak upaya konservasi di kalangan masyarakat. Untuk itulah kemudian
diperlukan upaya pembentukan kader konservasi serta pembinaan kalangan pecinta
alam. Kader-kader konservasi dan pecinta alam ini akan turut menyuarakan
pentingnya konservasi secara mandiri, dan dengan demikian maka pelaksanaan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tidak hanya menjadi bagian
dari tanggung jawab pemerintah.
114
Rencana Pengelolaan
115
Rencana Pengelolaan
yang dilakukan akan sedikit banyak menyesuaikan dengan hal-hal yang sudah
tersedia dan tidak harus mengeluarkan biaya yang besar untuk mengadakan halhal yang belum ada);
3. Karakteristik budaya, tradisi dan agama setempat, yang sekaligus dapat
dijadikan batasan-batasan dan pengatur cara-cara bersikap, cara berpakaian
dan batas-batas waktu yang harus diperhatikan;
4. Pola pergerakan wisatawan, dari pola pergerakan wisatawan dapat ditetapkan
program atau paket wisata yang seperti apa yang akan cocok atau sesuai untuk
dikembangkan di daerah yang bersangkutan;
5. Pola pengembangan paket wisata, seperti telah tersebut di atas harus memiliki
kesesuaian dengan kondisi pasar. Masing-masing segmen pasar yang dituju
memiliki karakteristik tersendiri yang harus dipertimbangan dalam penyusunan
paket, misalnya wisatawan yang kebanyakan kaum berumur akan lebih
menyukai kegiatan di alam yang sifatnya ringan (soft), tidak menuntut
penggunaan fisik terlalu tinggi, wisatawan dengan usia muda (anak sekolah)
akan lebih menyukai kegiatan yang lebih aktif (mengandung tantangan).
Pengembangan paket juga harus memperhatikan faktor kompetitif dari pesaing
sehingga tidak mengulang tema yang sama yang telah dipakai oleh paket wisata
lainnya;
6. Pola pengembangan sistem transportasi;
7. Pola pengembangan wilayah dan tata ruang kawasan. Pola pengembangan
wilayah tata ruang kawasan harus diperhatikan karena pengembangan
pariwisata yang dilakukan akan menyesuaikan dengan pola pengembangan
wilayah dan tata ruang kawasan yang sudah ada;
8. Zonasi, zonasi akan mempengaruhi kawasan-kawasan mana saja yang boleh
dan bisa dikembangkan.
116
Rencana Pengelolaan
kawasan
sendiri
dan
para
pihak
yang
berkepentingan
dalam
mengoptimalkan dan memantapkan pemanfaatan potensi objek dan daya tarik wisata
alam di dalam kawasan.
Lebih lanjut, tujuan penyusunan rencana tapak kawasan ini diharapkan akan
memberikan arahan bagi upaya:
1. Mengembangkan potensi kepariwisataan dan ekowisata kawasan sehingga
dapat tumbuh dan berkembang sebagai destinasi wisata yang memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif secara regional dan nasional;
2. Meningkatkan peran dan kontribusi pariwisata dalam upaya pencapaian tujuantujuan yang telah tertuang dalam rencana strategis kehutanan sebagai salah satu
sektor pembangunan yang handal yang mampu meningkatkan arus kunjungan
dan pembelanjaan wisatawan ke kawasan taman nasional, peningkatan lama
tinggal wisatawan, mendorong peningkatan kesejahteraan, serta membuka
kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas;
3. Mengembangkan potensi kepariwisataan kawasan melalui perencanaan secara
terpadu
dan
dapat
berinteraksi
secara
komplementer
dengan
rencana
117
Rencana Pengelolaan
I.
118
Rencana Pengelolaan
nasional
definitif
baru, Taman
Nasional Bantimurung
119
Rencana Pengelolaan
menjadi pendukung bahkan lebih jauh lagi sebagai pioneer kelestarian kawasan
konservasi di sekitarnya.
Tujuan akhir (goal) dari upaya pengembangan usaha ekonomi masyarakat di
daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung ini adalah
mewujudkan Masyarakat Desa yang Mandiri Ekonominya dan Peduli Konservasi
yang Dapat Menjamin Hutan Lestari. Tujuan antara yang diharapkan dapat
mewujudkan goal tersebut adalah : (1) Mengembangkan jenis-jenis usaha ekonomi
lokal produktif yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
memperhatikan aspek kelestarian alam; (2) Menumbuhkan budaya bertukar pikiran,
berbagi pengalaman dan terciptanya kader-kader di kampung tepi kawasan
konservasi yang mampu mengapresiasi dan menjaga kelestarian lingkungan alam
sekitarnya; (3) Membangun kesepahaman pengelolaan dan perencanaan bersama
mengenai pembangunan desa yang berwawasan lingkungan; serta (4) Meningkatkan
kesadaran konservasi masyarakat sekitar kawasan konservasi, terutama pada generasi
muda sebagai tumpuan harapan bangsa di masa depan.
Pengembangan usaha ekonomi masyarakat di daerah penyangga kawasan
konservasi Taman Nasional Bantimurung akan melibatkan sumber daya desa secara
keseluruhan, dengan sasaran utama yaitu : (1) Pemerintah setempat, terutama
aparat pemerintahan di tingkat desa selaku salah satu penentu kebijakan; (2) Para
tokoh masyarakat di desa bersangkutan sebagai suri teladan masyarakat; (3) Para
pelaku perekonomian desa, terutama penangkap kupu-kupu, pengolah aren, petani
kemiri, penjual cindera mata, dan lain-lain; (4) Para pemuda desa sebagai
penggerak, pengemban dan penentu arah gerak peradaban dan budaya di masa
yang akan datang; (5) Para pelajar di tingkat dasar guna menanamkan secara dini
pemahaman dan kecintaan terhadap lingkungan; serta (6) Aparat pemerintah terkait,
para akademisi, LSM dan kalangan swasta guna memfasilitasi dan memperlancar
proses pencapaian tujuan.
Pengembangan usaha ekonomi masyarakat di daerah penyangga kawasan
konservasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diharapkan akan bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui usaha ekonomi produktif yang
mampu bersaing, yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan
berdampak pada menurunnya ketergantungan masyarakat dan tekanan terhadap
kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pada akhirnya, diharapkan
akan tercipta suatu kondisi dimana kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung akan terlindungi secara lestari dengan dukungan penuh dari
masyarakat yang mantap perekonomiannya, dan kawasan dapat berfungsi sebagai
penopang kehidupan secara luas.
120
Rencana Pengelolaan
yang
disusun
sedemikian
rupa
sehingga
mampu
menggambarkan
yang
telah
disusun
sebelumnya,
termasuk
pula
rencana
121
Jenis Kegiatan
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
KM
45,7
RKL IV
Pemantapan Kawasan
1.
Penataan Batas
2.
Paket
3.
Penetapan Kawasan
Paket
4.
Pemeliharaan Batas
KM
478,22
478,22
478,22
478,22
5.
Rekonstruksi Batas
KM
478,22
478,22
478,22
6.
Paket
7.
Paket
8.
Paket
9.
Paket
10.
Paket
11.
Review Zonasi
Paket
PM
PM
PM
Judul
Judul
Judul
B.
Perencanaan
1.
2.
122
No.
4.
Jenis Kegiatan
Penyusunan Rencana Pengembangan
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Judul
Judul
Judul
Judul
Paket
Judul
Unit
140
350
RKL IV
6.
8.
9.
C.
1.
M
b.
c.
Unit
2
II (Tipe 70)
Unit
M
800
2
140
123
No.
Jenis Kegiatan
d.
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Unit
M
e.
Unit
M
f.
Wisma
Unit
M
RKL IV
100
100
240
-
2
300
g.
Jalan Patroli
KM
150
150
h.
Unit
i.
Unit
j.
Unit
Rehabilitasi Satwa
k.
Buah
l.
Unit
25
25
Unit
n.
Unit
o.
Unit
10
p.
Unit
30
20
20
20
q.
Paket
r.
Km2
250
250
250
250
s.
Kendaraan Roda 4
Unit
t.
Kendaraan Roda 2
Unit
14
14
124
No.
2.
Jenis Kegiatan
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
RKL IV
u.
Perlengkapan Lapangan
Paket
v.
Meubelair
Paket
21
10
Unit
300
300
M
b.
3.
Transportasi Pengunjung
Unit
Unit
200
200
200
Pondok Wisata
b.
Bumi Perkemahan
Unit
c.
Ruang Pertemuan
Unit
d.
Unit
e.
MCK
Unit
10
15
15
15
f.
Loket
Unit
g.
Km
h.
Areal Parkir
Buah
i.
Jalan Utama
Km
0,5
j.
Jembatan
Unit
k.
Karst Bridge
Unit
125
No.
Jenis Kegiatan
l.
Bronjong
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
RKL IV
Unit
m. Kolam Renang
Unit
n.
Unit
D.
o.
Jaringan Listrik
Paket
p.
Buah
q.
Papan informasi/petunjuk/larangan
Buah
16
10
10
10
r.
Buah
s.
Buah
10
20
20
20
1.
Pembuatan Website
Paket
2.
Paket
Paket
Judul
Judul
10
10
10
10
pada Website
3.
4.
5.
126
No.
6.
Jenis Kegiatan
Pengembangan sarana dan prasarana
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Paket
Paket
RKL IV
E.
1.
Paket
2.
Paket
Paket
Paket
4.
5.
Paket
6.
Paket
Paket
dan ekosistem
7.
127
No.
8.
Jenis Kegiatan
Identifikasi dan inventarisasi potensi jasa
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Paket
Paket
Paket
Paket
Paket
RKL IV
10.
F.
1.
2.
3.
Kali
1.825
1.825
1.825
1.825
4.
Operasi fungsional
Kali
25
25
25
25
5.
Operasi gabungan
Kali
6.
Operasi yustisi
Kali
7.
Kali
8.
Kali
eksotik
128
No.
9.
Jenis Kegiatan
Pengembangan kapasitas petugas
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Paket
Paket
RKL IV
11.
Orang
90
30
30
30
12.
Pembentukan MPA
Orang
60
60
60
60
13.
Paket
Paket
Paket
Paket
Orang
150
150
150
150
G.
1.
2.
3.
4.
129
No.
5.
Jenis Kegiatan
Pemantauan dan evaluasi kegiatan
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Kali
Paket
Paket
Paket
RKL IV
H.
1.
2.
3.
4.
Paket
5.
Paket
Paket
Pengembangan percontohan
pemanfaatan jasa lingkungan
130
No.
I.
Jenis Kegiatan
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Paket
RKL IV
2.
Paket
3.
Pemantapan koordinasi
Paket
Judul
Paket
Paket
10
10
10
10
Paket
Paket
J.
1.
2.
Identifikasi dan inventarisasi potensi desadesa di dalam dan sekitar kawasan taman
nasional
3.
4.
5.
131
No.
6.
Jenis Kegiatan
Peningkatan kapasitas masyarakat pada
Satuan Volume
Kegiatan
RKL I
Paket
Paket
Paket
Paket
PM
PM
PM
PM
Ha
PM
PM
PM
PM
Paket
Paket
RKL IV
K.
1.
2.
2.
3.
L.
1.
2.
Pelaporan rutin
132
VII
Penutup
Rencana pengelolaan jangka panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
ini merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan pengelolaan yang masih bersifat
makro dan indikatif. Karena sifat dan cakupan dari rencana ini, maka untuk selanjutnya
masih diperlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam rencana-rencana yang lebih rinci dan
cakupan masa perencanaannya pendek.
Rencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani dengan
baik, diaplikasikan secara konsisten serta terus dimonitor pencapaian pelaksanaanya.
Perlu disadari bahwa masa perencanaan ini cukup panjang sedangkan kebijakan
pemerintah akan terus berubah dan mengarah kepada perbaikan-perbaikan di masa
yang akan datang. Review terhadap rencana ini perlu terus dilakukan agar tetap sinkron
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Daftar Pustaka
Achmad, Amran. 2001. Potensi dan Kondisi Kawasan Karst Maros-Pangkep. Prosiding
Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan
Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.
Alikodra, H.S.. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim. 1995. National Conservation Plan for Indonesia. Volume 6D Sulawesi Selatan
Province. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation
Ministry of Forestry. Jakarta.
Anonim. 2001. Kerangka Acuan (Term of Reference) Simposium Karst Maros-Pangkep.
Prosiding
Simposium
Karst
Maros-Pangkep:
Menuju
Perlindungan
dan
Rencana Pengelolaan
Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bone Dalam Angka Tahun 2007. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bone. Watampone.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Formulir Data Non Spasial
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Rencana Strategis Balai Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
2007-2009.
Balai
Taman
Nasional
135
Rencana Pengelolaan
Ko, R.K.T. 2001. Kawasan Karst Maros-Pangkep, Nilai Lebihnya dalam Bidang Non
Pertambangan.
Prosiding
Simposium
Karst
Maros-Pangkep:
Menuju
Bulusaraung
Sulawesi
Selatan.
Departemen
Konservasi
136
Rencana Pengelolaan
Samodra, Hanang. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia, Pengelolaan dan
Perlindungannya. Publikasi Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Nomor 25 Tahun 2001. Badan Litbang ESDM Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral. Bandung.
Samodra, Hanang. 2003. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia dan Usaha
Pengelolaannya Secara Berkelanjutan. Suplemen tulisan pada Pelatihan Dasar
Geologi untuk Pecinta Alam dan Pendaki Gunung, kerjasama IAGI dengan Klub
Pecinta Alam. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Bogor.
Simanjuntak, T. 2007. Hutan Terbakar Pasti Berlalu. Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM). Tersedia online pada www.elsam.or.id diakses pada
tanggal 19 Desember 2007.
Sriyanto, Agoes. 2002. Pengelolaan Taman Nasional. Materi Pendidikan dan Pelatihan
Dasar-Dasar Konservasi. Tidak dipublikasikan.
Suhardjono, Yayuk R. Dkk. 2007. Laporan Teknik 2006. Inventarisasi dan Karakterisasi
Biota Karst dan Gua Pegunungan Sewu dan Sulawesi Selatan. Proyek 212.
Bidang Zoologi (Museum Zoologicum Bogoriense) Pusat Penelitian Biologi - LIPI.
Bogor.
Supriatna, J. 2007. Strategi Menanggulangi Kebakaran Hutan. Tropika/Conservation
International Indonesia. Tersedia online pada www.conservation.or.id diakses
pada tanggal 19 Desember 2007.
Wallace, Alfred Russel. 1890. The Malay Archipelago. Periplus Editions (HK) Ltd.
Singapore.
Whitten et al. 2002. The Ecology of Indonesia Series Volume IV: The Ecology of
Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore.
137
Rencana Pengelolaan
L ampir an 1 :
Kecamatan
A. Bantimurung
B. Simbang
C. Cendrana
D. Camba
E. Mallawa
F. Tompobulu
II. Pangkep
G. Tondong Tallasa
H. Balocci
I. Minasatene
III. Bone
J. Tellu Limpoe
Desa/Kelurahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
Keterangan
Leang-leang
Kalabbirang
Jenetaesa
Sambueja
Samangki
Lebbotengngae
Labuaja
Limampoccoe
Rompegading
Pattanyamang
Mario Pulana
Pattiro
Cempaniga
Timpuseng
Bentenge
Barugae
Tellumpanuae
Sabila
Padaelo
Samaenre
Uludaya
Gattarengmatinggi
Wanuawaru
Bontomanai
Bontomatinggi
Bontosomba
Bantimurung
Malaka
Lanne
Tonasa
Majannang
Balocci Baru
Baleanging
Tompobulu
Panaikang
Bontokio
Kabba
Biraeng
Bontomasunggu
Polewali
138
Rencana Pengelolaan
L ampir an 2 :
No.
Jenis Fauna
Mamalia
1
Macaca maura
2
Macrogalidia musschenbroeckii
3
Strigocuscus celebensis
4
Ailurops ursinus
5
Cervus timorensis
6
Tarsius spectrum
Aves
7
Fregata sp.
8
Penelopides exarhatus
9
Rhyticeros cassidix
17
Spizaetus lanceolatus
10
Pycnonotus aurigaster
11
Saxicola caprata
12
Treron sp.
13
Dendrocarpus teiminkii
14
Collocalia sp
15
Collocalia esculenta
16
Otus manadensis
17
Loncura molluca
18
Loncura malacca
19
Loncura vallida
20
Turacaena manadensis
21
Tanignatus sumatranus
22
Ghallus gallus
23
Halcyon cloris
24
Oriolus chinensis
25
Ardea purpurea
26
Egretta sacra
27
Bubulcus ibis
28
Ardeola speciosa
29
Butorides striatus
30
Nycticorax caledonicus
31
Ixobrychus cinnamomeus
32
Spilornis rufipectus
33
Ictinaetus malayensis
34
Falco peregrinus
35
Turnix suscitator
36
Pluvialis fulva
37
Arenaria interpres
38
Tringa ochropus
39
Tringa glareola
40
Actitis hypleuca
41
Himantopus leucocephalus
42
Numenius phaepus
43
Ptilinopus melanospila
44
Trichoglossus ornatus
Prediksi
Populasi
UU 5 /
1990
CITES
Tidak
dilindungi
II
I
II
?
?
?
?
?
?
II
III
II
-
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
139
Rencana Pengelolaan
Status Perlindungan
No.
Jenis Fauna
45
Loriculus stigmatus
46
Phaenicophaeus calyorhynchus
47
Centropus celebensis
48
Centropus bengalensis
49
Caprimulgus affinis
50
Apus affinis
51
Actenoides monachus
52
Alcedo meninting
53
Merops philippinus
54
Merops ornatus
55
Coracias temminckii
56
Mulleripicus fulvus
57
Hirundo tahitica
58
Coracina morio
59
Lalage leucopygialis
60
Lalage sueurii
61
Dicrurus hottentottus
62
Oriolus chinensis
63
Corvus typicus
64
Trichastoma celebense
65
Zosterops chloris
66
Zosterops anomalus
67
Cyornis rufigastra
68
Hypothymis azurea
69
Artamus leucorynchus
70
Streptocitta albicollis
71
Basilornis celebensis
72
Myzomela saguinolenta
73
Nectarinia aspasia
74
Nectarinia jugularis
75
Aethopyga siparaja
76
Dicaeum aureolimbatum
77
Dicaeum celebicum
78
Passer montanus
79
Padda oryzivora
Amphibi
80
Bufo melanostictus
81
Bufo celebensis
82
Phryne sp
83
Polypedates leucomystax
84
Fejervarya limnocharis
85
Fejervarya crancrivora
86
Rana celebensis
Reptilia
87
Eutropis rudis
88
Sphenomorphus variegans
89
Sphenomorphus variagatum
90
Lamprolepis smaragdinum
91
Cyrtodactylus jellesmae
92
Cyrtodactylus sp
93
Draco sp
94
Draco volans
95
Hydrosaurus amboinensis
96
Ahaetulla prasina
97
Boiga dendrophyla
98
Boiga irregularis
99
Dendrelaphis pictus
100
Rhapdophis chrysargoides
Prediksi
Populasi
UU 5 /
1990
CITES
Tidak
dilindungi
II
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
140
Rencana Pengelolaan
Status Perlindungan
No.
101
102
103
104
105
Insecta
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
Jenis Fauna
Prediksi
Populasi
UU 5 /
1990
CITES
Tidak
dilindungi
Psammodynastes pulverulentus
Tropidolaemus wagleri
Ramphotyphlops braminus
Python reticulatus
Varanus salvator
II
-
?
?
?
?
?
Morphotaenaris schoembargi
Faunis menado
Taenaris catops leanas
Danaus chrysippus
Danaus genetia
Danaus melucina cythia
Eupoea algae
Eupoea blossomae
Eupoea fibrician
Eupoea leucostictos
Eupoea modesta lagans
Eupoea phaenereta unibrunnea
Eupoea wallacei
Eupoea sp
Eupoea sp
Idea blanchardi
Idea tambusisi
Idea idea
Idea idea oza
Idea novella
Ideopsis juventa
Ideopsis klassica
Ideopsis vitrea
Ideopsis sp
Parantica aspasia
Parantica cleona
Pareronia valeria
Lybithea geoffreyi
Lybithea geoffreyi antipoda
Azanus moriqua
Bindahara phocides
Denorix epiyarbas
Freyeria trochilus
Hypochrysops mioswara
Jamides cyta amphissina
Liphyra brassoli
Argynnis sp
Argyreus hyperbius
Argyreus hyperbius inconstan
Cethosia myrina
Cethosia biblis
Charaxes solon
Charaxes affinis
Charaxes nitebis
Cirrochroa regina filder
Cirrochroa regina princesa
Cupha erymanthis
Cupha maedonis
Cyrestis acilia
Cyrestis thyenneus
Cyrestis strigata
Euthalia aetes
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
141
Rencana Pengelolaan
Status Perlindungan
No.
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
Jenis Fauna
Euthalia amanda
Euripus robustus
Hypolimnas bolina
Hypolimnas domea
Helcyra celebensis
Junenia almana
Junenia atlites
Junenia orithya
Junenia erigone
Junenia hedonia
Limenitis lymire
Melanitis ismene
Mycalesis duphonceli
Mycalesis malsarida
Neptis nandina
Neptis praslini
Parthenos silvia
Parthenos tigriana
Phalanta alcippe araca
Polyura clitarchus
Polyura alpius
Polyura cognata
Pontoporia eulimene baudora
Rohana macar
Vagrans egista
Vindula cycnei
Vindula erota
Vindula erota cycnea
Vindula erota ricussa
Vindula sp
Yoma sabina sabina
Yoma algina
Yanesa buana
Papilio peranthus
Papilio gigon
Papilio sataspes
Papilio ascalapus
Papilio fuscus
Papilio polytes
Papilio adamanthus
Papilio albinos
Papilio blumei
Papilio canopsis
Papilio castor
Papilio cedrusmedon
Papilio deiphobus dliphylus
Papilio galucus turnus
Papilio lorquinianus
Papilio lowii
Papilio memnon
Papilio polites
Papilio polyphontes
Papilio sarpedon
Troides hipolythus
Troides helena
Troides haliphron
Graphium androcles
Graphium cordus
UU 5 /
1990
CITES
II
II
II
-
Tidak
dilindungi
Prediksi
Populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
142
Rencana Pengelolaan
Status Perlindungan
No.
216
217
218
219
220
221
222
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
Jenis Fauna
UU 5 /
1990
CITES
Tidak
dilindungi
Graphium eupharates
Graphium euryphylus
Graphium milon
Graphium agamemnon
Graphium doson
Graphium mendana
Graphium meyery
Graphium rhesus
Graphium deucalion
Graphium sarpedon
Graphium tilacha
Atrophaneura dixoni
Lamproptera meges
Pachlioca iris
Appias albina
Appias celastina
Appias lyncida
Appias nero
Appias paulina
Appias placidia
Appias zarinda
Appias hombroni
Amathusia phidippus
Delias alepa
Delias hapalina
Delias hyparete
Delias isocharis
Delias melusina
Delias mesebloma
Delias omytion
Delias pasithoe
Delias poecilia
Cepora celebensis
Cepora timnatha
Chirrochoa semiramis
Chirrochoa thule
Delias rosenbergi
Euploea eupator
Euploea eleusina
Euploea hewitsoni
Euploea algea
Euploea westwodi
Delias sacha
Delias zebuda
Delias shupi
Dixeia doxo costata
Discopora bambusa
Elodina equatia
Eurema candida
Eurema drona
Eurema celebensis
Gandaca harina niguina
Hebomia glaucippe
Hebomia glaucippe aurantiaca
Hebomia leucippe daemonis
Hestina divona
Ixias reinwardti
Ixias vollenhovii
Leptosias nina
Prediksi
Populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
143
Rencana Pengelolaan
Status Perlindungan
No.
Jenis Fauna
UU 5 /
1990
280
Lamesia lyncides
281
Papreronia valeria
282
Saletara cyninna
283
Saletara leberia
284
Saletara panda
285
Terias candida
286
Terinos taxiles
287
Tirumala choaspes
288
Tirumala hamata
289
Tacola eulimine
290
Valeria argotis
291
Valeria chinki
292
Valeria jobaea abiiana
293
Dicalleneura ekeike
294
Dicalleneura rebbei arfalensis
295
Praetaxilla segesia cariya
296
Praetaxilla statira dhyana
297
Praetaxilla statira statira
298
Attacus atlas
299
Elymnias thryallis
300
Elymnias hewitsoni
301
Geitoneura mynyas
302
Melanitis leda
303
Melanitis velutina
304
Mycalesis sirius
305
Batocera sp.
306
Aegus sp.
307
Catopsilia scylla
308
Catopsilia pomona
309
Pareronia tritaea
310
Parthenos sylvia
311
Dichorragia sp
312
Doleshallia bisaltios
313
Estina divona
314
Hypolimnas diomea
315
Lexias aetes
316
Moduza procris
317
Moduza lymire
318
Moduza libinites
319
Moduza licone
320
Mynes talboti
321
Mynes geoffroyi
322
Parthenos tigrina
323
Prothoe frank
324
Rhinipalpa polynice
325
Gehyra matilata
326
Mubaya rudis
327
Cosymbatus sp
328
Pachliopta polyponthes
329
Deudorix epijarbus
Collembola, Pisces, Moluska
dan lain-lain
330
Aracnida
331
Collembola
333
Polydesmida
333
Trombididoee
334
Armadillidia
335
Doratodesmidae
336
Amblipigii
Prediksi
Populasi
CITES
Tidak
dilindungi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
144
Rencana Pengelolaan
Status Perlindungan
No.
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
Jenis Fauna
UU 5 /
1990
CITES
Tidak
dilindungi
Heteropodidae
Scutigeridae
Rhaphidophora
Pnaria sp
Eustra sp
Eustra saripaensis
Cyclotus longipilus
Cyclotus politus
Cyclotus guttatus
Hesta sp
Planispira
Leptopoma celebesianum
Trichoptera
Cancrocaeca xenomorpha
Bostrychus sp 1
Bostrychus sp 2
Cirolana marosina
Marosina longirostris
Marosina brevirostris
Pseudosinella maros
Prediksi
Populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber
145
Rencana Pengelolaan
Jenis Flora
Status perlindungan
UU
Tidak
CITES
5/1990
dilindungi
Agathis philippinensis
Arthocarpus integra
Arthocarpus communis
Arthocarpus altiliis
Arthocarpus elestica
Arthocarpus incise
Anthochepalus cadamba
Anthochepalus macrophyllus
Alstonia scholaris
Anacardium occidentale
Albizia saponaria
Arenga pinnata
Aleurites moluccana
Annona muricata
Aglaia lawii
Aglaia odorattisima
Aglaia tomentosa
Aglaia korthalsii
Aglaia argentea
Aglaia ganggo
Aglaia sp
Archidendron sp
Actinodaphne sp
Abelmoschus moschatus
Acmena acuminatissima
Adina sp
Alchornea rugosa
Antiaris taxicaria
Antidesma montanum
Apania senegalensis
Aporosa sp
Arcangelisia flava
Ardicia lanceolata
Alangium salvinifolium
Allophylus cobbe
Aphanamixis polystachya
Ardisia sp
Alsodaphne sp
Alphitonia incana
Aralia sp
Buchanania arborescens
Bombax malabaricum
Bambusa sp
Bauhunia arborea
Baringtonia asiatica
Baccauirea sp
Bischofia javanica
Breidelia insulana
Beilschmiedia gemmiflora
Beilschmiedia sp
Breynia virgata
Casuarina junghuhniana
Castanea acuminatissima
Colona sp
Cananga odorata
Calophyllum inophyllum
Calophylum sp
Klenhovia hospita
Ceiba petandra
Citronella suaveoleus
Prediksi
populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
146
Rencana Pengelolaan
No.
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
Jenis Flora
Citronella sp
Chionanthus celebicus
Cinnamomum sp
Cynometra ramiflora
Chionanthus ramiflora
Cratoxylon cochinchinensis
Claoxylon sp
Clorodendrum sp
Canarium balsamiferum
Canarium maluence
Canthium didyma
Caryota mitis
Cassia siamea
Celtis cinamomea
Cleistanthus myrianthus
Canthium didyma
Chisocheton ceramicus
Codiaeum variegatum
Castanopsis buruana
Castanopsis sp
Coffea sp
Caseria grewiaefolia
Duabanga moluccana
Dracontomelon dao
Dracontomelon mangiferum
Dillenia serrata
Diospyros celebica
Diospyros ferrea
Diospyros korthalsiana
Diospyros venenosa
Dracaena multiflora
Dehaasia caesia
Dehaasia celebica
Didymocheton nutans
Drypetes glabridiscus
Drypetes globosa
Drypetes longifolia
Drypetes subcubica
Drypetes sp
Dysoxylum densiflorum
Denrocdine stimulans
Derris trifoliate lour
Dolichandrone spathacea
Elmerillia sp
Eucalyptus deglupta
Eugenia jambolana
Eugenia acuminatissima
Eugenia cuminii
Eugenia everettii
Eugenia polycephaloides
Euonymus javanicus
Elastostema sinuatum
Euvodia accendens
Eupotarium odoratum
Exocarpus latifolius
Erythrina pusca
Ellatostachys verrucosa
Endiandra rubescens
Ficus benjamina
Ficus variegata
Status perlindungan
UU
Tidak
CITES
5/1990
dilindungi
Prediksi
populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
147
Rencana Pengelolaan
No.
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
44
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
Jenis Flora
Status perlindungan
UU
Tidak
CITES
5/1990
dilindungi
Ficus deltoidea
Ficus subulata
Ficus obcsura
Ficus subtrinervia
Ficus callosa
Ficus anastomosans
Ficus grewiifolia
Ficus pisifera
Ficus tinctoria
Ficus virgata
Ficus ampelas
Ficus copiosa
Ficus cumingii
Ficus elmeri
Ficus gul
Ficus heteropoda
Ficus adenosperma
Ficus fistulosa
Ficus hispida
Ficus septica
Ficus racemosa
Ficus elestica
Ficus miguelii
Ficus callophylla
Ficus chrsolepis
Ficus cordatula
Ficus crassiramea
Ficus forstenii
Ficus lawesii
Ficus microcarpa
Ficus subcordata
Ficus sumatrana
Ficus virens
Ficus superba
Ganopyllum falcatum
Ganopyllum sp
Garcinia mangostana
Garcinia gaudichaudii
Garcinia laterriflora
Garcinia forbesi
Garuga floribunda
Gnetum gnemon
Grewia acuminata
Gendarussa vulgaris
Gomphandraa mappioides
Gluta rengas
Glycosmis cochinchinensis
Glycosmis pentapyllla
Glycosmis sp
Hernandia sp
Hymenodyction excelsum
Heriteria littorolis
Hopea celebica
Heckeria umbellata
Hydnocarpus heterophylla
Horsfieldia sp
Homalium celebicum
Ixora gandifolia
Ixora javanica
Ixora timorensis desaisne
Prediksi
populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
148
Rencana Pengelolaan
No.
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
Jenis Flora
Status perlindungan
UU
Tidak
CITES
5/1990
dilindungi
Ixonanthes petiolaris
Itoa stapffi
Jatropa curcas
Knema cinerea
Kadsura sp
Laportea stimulans
Leea indica
Leea angulata
Lepiniopsis ternatensisi
Lepisanthes fruticosa
Lepisanthes sp
Leucosyke capitellata
Lagerstromia speciosa
Lagerstromia ovatifolia
Lantana camara
Lysianthes sp
Litsea mappacea
Litsea timoriana
Litsea sp
Mangifera indica
Mangifera foetida
Mangifera pedicellata
Myristica fragras
Mollutus floribondus
Mollutus subpeltatus
Mollotus sp
Macaranga gigantea
Matthaea sansta
Meliosma nitida
Memecylon edule
Maranthes corymbosa
Nauclea orientalis
Nephelium lappaceum
Orophea celebica
Orophea hexandra
Octomeles sumatrana
Pangium edule
Pangium obovatum
Pinus merkusii
Pandanus sp
Palaquium obtusifolium
Palaquium obovatum
Pterocarpus indicus
Pometia pinnata
Pterospermum celebicum
Pterospermum diversifolium
Pterospermum javanicum
Pometia acuminate
Pometia serrata
Polyalthia celebica
Polyalthia coffeoides
Polyalthia sp
Polycias nodusa
Pimeleodendron ambainicum
Pseudoclausena chrisogyne
Planchonia valida
Planchonia natida
Pisonia umbelifera
Premna sp
Psychotria sp
Prediksi
populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
149
Rencana Pengelolaan
No.
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
Jenis Flora
Status perlindungan
UU
Tidak
CITES
5/1990
dilindungi
Plectronia glabra
Plectronia sp
Riporosa caesia
Phaleria capitata
Picrasma javanica
Pittosporum ramiflorum
Poikilospermum sp
Popowia sp
Pothos rumpii
Pavetta sp
Podocarpus neriifolius
Podocarpus imbricatus
Podocarpus sp
Phyllocladus hypophyllus
Planchonella moluccana
Planchonella firma
Pterocymbium javanicum
Schleichera oleosa
Spatudea campanulata
Sterqulia foetida
Sterqulia comosa
Sterqulia insularis
Sterqulia oblongata
Samanea saman
Swietenia macrophylla
Spondias pinnata
Schefflera polybatrya
Schefflera elliptica
Sageraea lanceolata
Sagerae glabra
Solacia sp
Santiria laevigata
Santiria sp
Scolopia spinosa
Sloetia sp
Strobilanthes blumei
Semecarpus sp
Tristania sp
Tamarindus indicus
Tectona grandis
Talauma singaporensis
Terminalia microcarpa
Terminalia sp
Tetrameles nudiflora
Tarenna teysmanii
Tarenna sp
Timonius sp
Tricalysia singularis
Tristiropsis canaroides
Tristiropsis sp
Trichospermum pleiostigma
Tabarnaemontana sp
Tomoniu sp
Vatica sp
Vitex cofassus
Vitex pubescens
Villebrunea rubescens
Vernonia arborea
Walsura pinnata
Wrightia pubescens
III
II
-
Prediksi
populasi
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
150
Rencana Pengelolaan
No.
301
302
Jenis Flora
Status perlindungan
UU
Tidak
CITES
5/1990
dilindungi
Xanthophyllum sp
Xylopia sp
Prediksi
populasi
?
?
Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber
151