ii
kerusakan yang dapat diakibatkan oleh konversi lahan menjadi lokasi pemukiman dan
pertambangan. Untuk itu penanganan masalah secara terpadu dan komprehensif
sangatlah diperlukan.
Secara ekonomi, adanya akses yang mudah dan banyaknya kegiatan usaha yang
berkembang di sekiar KPHP Unit VI – Tanah Bumbu akan memberikan multiplier
effectyang cukup positif.
Berdasarkan arah, tujuan dan sasaran pembangunan provinsi dan kabupaten
serta memperhatikan kondisi, potensi dan permasalahan di dalamnya maka Rencana
pengelolaan KPHP Unit VI – Tanah Bumbu yang utama adalah optimalisasi akses semua
pihak termasuk masyarakat sekitar kawasan KPHP Unit VI – Tanah Bumbu sebagai salah
satu jalan bagi resolusi konflik sumberdaya hutan demi tercapainya pengelolaan
berkelanjutan. Visinya adalah “Terw ujudnya Optim alisasi Pem anfaatan Sum ber
daya Hutan Secara Lestari dan Berkelanjutan untuk M endukung M asyarakat
Sejahtera”.
Untuk mencapai misi tersebut diperlukan langkah-langkah kongkrit Memantapkan
status kawasan dan pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
Mengoptimalkan perlindungan hutan, rehabilitasi, pengamanan kawasan dan penegakan
hukum, Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam hutan dan ekosistemnya
berdasarkan prinsip kelestarian, Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam
rangka pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Memantapkan
kolaborasi dan partisipasi semua stakeholder yang berkepentingan dengan KPHP Tanah
Bumbu.
Guna mendukung keberhasilan pengelolaan hutan pada KPHP Tanah Bumbu perlu
disusun kegiatan meliputi :
1. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataannya
2. Pemanfaatan Hutan
3. Pemberdayaan Masyarakat
4. Pembinaan dan pemantauan pada areal berizin
5. Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar izin
6. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehibilitasi dan reklamasi pada areal
berizin
7. Penyelenggaraan perlindungan dan konservasi alam
8. Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait
9. Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM
10. Penyediaan pendanaan
11. Pengembangan database
iii
12. Rasionalisasi wilayah pengelolaan
13. Review rencana pengelolaan
14. Pengembangan investasi
---
iv
KATA PENGANTAR
DAWAN, S.Hut, MP
NIP. 19700810 199203 1 011
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL......................................................................................... ix
BAB I - PENDAHULUAN.......................................................................... 1
vi
2.6. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ....................................................................... 36
4.2.3. Termanfaatkannya sumber daya hutan melalui kerja sama, kemitraan dan
pemberdayaan masyarakat ............................................................................................. 57
5.4. Pembinaan dan Pemantauan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan pada
Areal yang Berizin. .................................................................................................. 76
5.6. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasidan Reklamasi di dalam Areal Berizin
............................................................................................................................. 80
vii
5.7. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. ........................................... 80
5.15.1. Pengembangan investasi pada hasil hutan bukan kayu/jasa lingkungan .............. 97
viii
DAFTAR TABEL
ix
Tabel V-12. Rencana Rehabilitasi pada Lahan Kritis di Wilayah Tertentu KPHP Tanah Bumbu ..... 79
Tabel V-13. Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi di
dalam Areal yang Berizin KPHP Tanah Bumbu ...................................................... 80
Tabel V-14. Rencana Perlindungan dan Konservasi Alam KPHP Tanah Bumbu ........................... 83
Tabel V-15. Kebutuhan Personil berdasarkan Kompetensinya KPHP Tanah Bumbu ..................... 87
Tabel V-16. Rencana Kebutuhan Dana Perlindungan dan Konservasi Alam KPHP Tanah Bumbu .. 89
Tabel V-17. Rencana Pengembangan Database KPHP Tanah Bumbu ......................................... 94
Tabel V-18. Rencana Pengembangan Database KPHP Tanah Bumbu ....................................... 100
Tabel VI-1. Rencana Pembinaan Pengelolaan Hutan KPHP Tanah Bumbu ................................ 103
Tabel VII-1. Rencana Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Pengelolaan Hutan KPHP
Tanah Bumbu ...................................................................................................................... 105
x
DAFTAR GAMBAR
xi
BAB I - PENDAHULUAN
BAB I - PENDAHULUAN 1
Nomor: P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan
Hutan pada KPHL dan KPHP, secara eksplisit fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan
pengelolaan hutan ditingkat tapak dapat dijabarkan secara operasionalsebagai berikut:
1. Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam Wilayah KPHP.
2. Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat Wilayah KPHP, termasuk rencana
pengembangan organisasi KPH.
3. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan
yang dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta
perlindungan hutan dan konservasi alam
4. Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan. Melaksanakan perlindungan hutan
dan konservasi alam. Melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan tertentu bagi
KPH yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
(BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
5. Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan
hutan. Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan
kawasan
6. Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan
hutan lestari.
BAB I - PENDAHULUAN 2
perlu disusun rencana pengelolaan. Rencana pengelolaan yang disusun harus tepat,
handal, luwes dan mampu menghadapi perubahan dinamika tatanan sosial, ekonomi dan
budaya yang berkembang. Untuk itu, rencana pengelolaan yang disusun dengan
memperhatikan kondisi lingkungan, aspirasi dan nilai budaya masyarakat setempat,
mengacu pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), serta diselaraskan dengan
kebijakan pemerintah pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan
kebijakan pemerintah daerah. Dengan demikian rencana pengelolaan ini disusun untuk
periode 10 tahun, dan menjadi pedoman dan baseline data dalam penyusunan prioritas
dan penyusunan rencana kerja tahunan selanjutnya. Rencana pengelolaan yang
dimaksud adalah Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP).
1.3. SASARAN
Sasaran yang akan dicapai dalam pengelolaan KPH Tanah Bumbu, meliputi :
1. Tertatanya kawasan hutan di Wilayah KPHP sepanjang ± 90 km;
2. Rehabilitasi dan penanaman lahan kritis dan sangat kritis di Wilayah KPHP seluas
± 58.018 ha yang meliputi 47.763 ha oleh pemegang ijin, dan 10.255 ha oleh
KPHP;
3. Pemanfaatan kawasan hutan untuk pengembangan tanaman kayu manis dan
kemiri pada blok pemanfaatan seluas ± 350 ha di Wilayah KPHP.
4. Pengembangan kelembagaan dan usaha masyarakat dalam mengolah hasil hutan
bukan kayu sebanyak 4 (empat) jenis komoditas berupa budidaya lebah madu,
kayu manis, kemiri dan tanaman obat di Wilayah KPHP
5. Pemberdayaan masyarakat setempat, pengendalian kebakaran hutan dan
pengamanan hutan partisipatif bersama masyarakat pada 33 Desa di wilayah
KPHP
6. Peningkatan koordinasi, monitoring dan evaluasi dalam rangka meningkatkan
daya dukung 3 (tiga) unit DAS/SubDAS di Wilayah KPHP.
BAB I - PENDAHULUAN 3
1.4. RUANG LINGKUP
1.5. PENGERTIAN
Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam hal berkaitan
dengan rencana pengelolaan 10 tahun untuk pengelolaan KPH antara lain:
BAB I - PENDAHULUAN 4
1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah
kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi
pembangunan di luar kehutanan.
4. Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disebut HP adalah kawasan hutan dengan
faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing
dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai dibawah 125, di luar
kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.
5. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disebut HPT adalah kawasan hutan
dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai
antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian
alam dan taman buru.
6. Hutan Lindung yang selanjutnya disebut HL adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
7. Hutan Konservasi yang selanjutnya disebut HK adalah kawasan hutan dengan ciri
khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
8. Hutan Tetap adalah kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya
sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan
produksi terbatas dan hutan produksi tetap.
9. Areal Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL adalah areal bukan kawasan
hutan.
10. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa
yang berasal dari hutan.
11. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk
mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi
kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. Dilakukan dengan
survei mengenai statis dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya
manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
BAB I - PENDAHULUAN 5
12. Plot (Tract) adalah satuan unit contoh di dalam klaster yang terdiri dari
sekumpulan sub plot.
13. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daratan yang merupakan suatu
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak sungai yang melintasi daerah
tersebut, yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan ataupun air
yang berasal dari sumber lainnya, serta mengalirkan air termaksud ke laut melalui
badan-badan sungai.
14. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa
punggung bukit yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak
sungai ke sungai utama.
15. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah
adalah organisasi pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang
dapat dikelola secara efisien dan lestari.
16. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung yang selanjutnya disingkat KPHL adalah
organisasi pengelolaan hutan lindung yang wilayahnya sebagian besar terdiri atas
kawasan hutan lindung yang dikelola Pemerintah Daerah.
17. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat KPHP adalah
organisasi pengelolaan hutan produksi yang wilayahnya sebagian besar terdiri
atas kawasan hutan produksi yang dikelola Pemerintah Daerah.
18. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.
19. Rencana pengelolaan hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan
yang disusun oleh Kepala KPH, berdasarkan hasil tata hutan dan rencana
kehutanan, dengan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya
masyarakat serta kondisi lingkungan, memuat semua aspek pengelolaan hutan
dalam kurun jangka panjang dan jangka pendek.
20. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL atau KPHP yang selanjutnya
disebut RPHJP KPHL atau KPHP adalah rencana pengelolaan hutan untuk seluruh
wilayah kerja KPHL atau KPHP dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun.
21. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL atau KPHP adalah rencana
pengelolaan hutan untuk kegiatan KPHL atau KPHP dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun.
22. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu
BAB I - PENDAHULUAN 6
serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
23. Perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, jenis dan tahapan
kegiatan, serta penentuan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan,
yang diharapkan dapat mendasari dan sekaligus menjadi pedoman dan pemberi
arah bagi penyelenggaraan kehutanan sehingga sumber daya hutan dapat
didayagunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, secara berkeadilan
dan berkelanjutan.
24. Tata Guna Hutan Kesepakatan yang selanjutnya disebut TGHK adalah
kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk
menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan
dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta.
25. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRWP adalah
strategi operasionalisasi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah nasional pada wilayah provinsi.
26. Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa
lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu, dan
izin pemungutan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu pada areal hutan yang
telah ditentukan.
27. Izin penggunaan kawasan hutan adalah izin kegiatan dalam kawasan hutan yang
diberikan oleh Menteri untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi kawasan hutan.
28. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan dan/atau lahan terkecil
sesuai sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien
dan lestari.
29. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota adalah himpunan unit-
unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota.
30. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik
bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di luar areal
izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
31. Blok adalah pengaturan ruang dalam wilayah kelola KPH berdasarkan aspek-aspek
ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
32. Petak adalah merupakan unit terkecil dari blok-blok pengelolaan pada KPH.
33. Blok Inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan
perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.
BAB I - PENDAHULUAN 7
34. Blok Pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang
direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi
Hutan Lindung.
35. Blok Khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung
kepentingan-kepentingan khusus yang ada di Wilayah KPHP yang bersangkutan.
36. Blok Perlindungan merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air
dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan.
37. Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan blok
yang telah ada izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK dan yang
akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan kawasan,
jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan
dari proses inventarisasi.
38. Blok Pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan
HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari
proses tata hutan.
39. Blok Pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan
HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari
proses tata hutan.
40. Blok Pemberdayaan Masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya
pemberdayaan masyarakat (antara lain : Hutan Kemasyarakatan/HKm, Hutan
Desa/HD, Hutan Tanaman Rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai areal
yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan
potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.
41. Konservasi adalah upaya mempertahankan, meningkatkan dan atau
mengembalikan daya dukung lahan hutan, untuk menjamin kelestarian fungsi dan
manfaat lahan hutan yang bersangkutan melalui pemanfaatan secara bijaksana.
42. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya-upaya pemulihan dan peningkatan
fungsi lahan dan hutan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya
dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap berjalan.
43. Kemitraan adalah suatu kerja sama yang sinergis di antara hubungan antar
individu atau kelompok-kelompok sosial sebagai akibat dari adanya perbedaan
pemahaman, perbedaan persepsi dan atau perbedaan kepentingan dalam upaya
pencapaian tujuan atau sasaran pengembangan.
BAB I - PENDAHULUAN 8
44. Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat di dalam suatu geografis tertentu,
meliputi penduduk asli atau penduduk tradisional dan para pendatang yang
melakukan pemukiman swakarsa.
45. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara
Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang
bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki wilayah sosial
dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan
aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
46. Kemitraan kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan
pemegang izin pemanfaatan hutan atau pengelola hutan, pemegang izin usaha
industri primer hasil hutan, dan/atau KPH dalam pengembangan kapasitas dan
pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.
47. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk
mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui
kemitraan kehutanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat
setempat.
48. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan
dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan
hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan.
49. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan di luar kawasan hutan yang
peruntukannya untuk usaha dan atau kegiatan ladang dan atau kebun bagi
masyarakat.
50. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas
tanah.
51. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
52. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
53. Hutan desa (HD) adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang
dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
54. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.
BAB I - PENDAHULUAN 9
55. Pencegahan KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran
hutan dan/atau lahan.
56. Pemadaman KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mematikan api yang membakar hutan
dan/atau lahan.
57. Penanganan pasca KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
meliputi inventarisasi, monitoring dan koordinasi dalam rangka menangani hutan
dan/atau lahan setelah terbakar.
58. Pembukaan lahan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyiapan dan
pembersihan lahan untuk kegiatan budidaya maupun non budidaya.
59. Peningkatan bahaya kebakaran yang selanjutnya disebut PBK adalah peringkat
yang digunakan untuk mengetahui tingkat risiko terjadinya bahaya kebakaran
hutan dan lahan, di suatu wilayah dengan memperhitungkan keadaan cuaca atau
bahan bakar dan kondisi alam lainnya yang berpengaruh terhadap perilaku api.
60. Titik panas atau hotspot adalah istilah untuk sebuah pixel yang memiliki
temperatur di atas ambang batas (threshold) tertentu dari hasil interpretasi citra
satelit, yang dapat digunakan sebagai indikasi kejadian kebakaran hutan dan
lahan.
61. Manggala agni adalah organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada
tingkat pemerintahan pusat yang mempunyai tugas dan fungsi pencegahan,
pemadaman, penanganan pasca kebakaran, dukungan evakuasi dan
penyelamatan, serta dukungan manajemen yang dibentuk dan menjadi tanggung
jawab menteri.
62. Brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang selanjutnya disebut
BARIGDALKARHUTLA adalah satuan kerja yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan kegiatan pencegahan, pemadaman, penanganan
pasca kebakaran, serta dukungan evakuasi dan penyelamatan dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan di lapangan.
63. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan.
64. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan tertentu
yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur, hasilnya
digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan perencanaan
selanjutnya.
65. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan
penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai
BAB I - PENDAHULUAN 10
dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian
kegiatan.
66. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggungjawab di bidang
kehutanan.
BAB I - PENDAHULUAN 11
BAB II - DESKRIPSI KAWASAN
Secara geografis KPHP Tanah Bumbuterletak pada 2°52’ - 3°47 LS dan 115°15’ -
116°04’ BT.Secara umum, wilayah KPHP tanah Bumbu terletak di Kabupaten Tanah
Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Mengacu pada data administrasi pemerintah daerah
Kabupaten Tanah Bumbu, lokasi KPHP Tanah Bumbu berada pada 7 (Tujuh) wilayah
administrasi kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Satui
2. Kecamatan Angsana
3. Kecamatan Sungai Loban
4. Kecamatan Kuranji
5. Kecamatan Mentewe
6. Kecamatan Kusan Hulu
7. Kecamatan Simpang Empat
2.1.2. Luas
Luas perubahan fungsi kawasan hutan pada kesatuan pengelolaan hutan produksi
(KPHP) Tanah Bumbu 8.948 ha, yang tidak termasuk areal KPHP Unit VI Tanah Bumbu
seluas 57 ha merupakan hutan konversi yang berada di luar wilayah KPHP Tanah Bumbu,
sehingga perubahan fungsi kawasan hutan pada KPHP Tanah Bumbu seluas 8.891 ha.
Sesuai dengan peta RBI; selain terdapat pemukiman di luar kawasan terdapat
pula beberapa pemukiman (dusun) yang berada di dalam kawasan hutan. Untuk wilayah
kecamatan Kusan Hulu terdapat dusun Batubelah dan Temunih.
Kecamatan Simpang Empat terdapat pemukiman Sungai Dua, Kapis dan Pantai
serta Sungai Batu, namun tidak satupun dari pemukiman tersebut dicantumkan di peta
wilayah KPHP Tanah Bumbu. Selain itu di wilayah KPHP Blok Gunung Kukusan yang
termasuk dalam Kecamatan Simpang Empat ini dilalui oleh jalan lintas provinsi
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Tabel II-1. Luas KPHP Tanah Bumbu pada Wilayah 7 Kecamatan
2.1.3. Batas-batas
FUNGSI HUTAN
NO. BLOK / ZONA JUMLAH
HL HPT HP
A. Hutan Lindung
1. Blok Inti 52.540 - - 52.540
2. Blok Pemanfaatan 30.621 - - 30.621
3. Blok Khusus - - - -
Jumlah A 83.161 - - 83.161
B. Hutan Produksi
1. Blok Khusus - - - -
2. Blok Pemanfaatan HHK-HA - 7.685 8.253 15.938
3. Blok Pemanfaatan HHK-HT - 7.816 100.146 107.962
Selanjutnya setelah dikurangi dengan blok inti di HL dan blok perlindungan di HP,
dengan luas 53.343 ha, maka luas wilayah tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh KPHP
adalah seluas 37.300 ha, dengan perincian sebagaimana dirinci dalam Tabel II-5.
Fungsi Hutan
No Uraian
HL HPT HP Jumlah
A. Hutan Lindung
1. Blok Inti - - - -
2. Blok Pemanfaatan 5.569 - - 5.569
3. Blok Khusus - - - -
Jumlah A 5.569 - - 5.569
B. Hutan Produksi
1. Blok Khusus - - - -
2. Blok Pemanfaatan HHK-HA - 6.316 927 7.243
3. Blok Pemanfaatan HHK-HT - 78 2.314 2.392
4. Blok Pemanfaatan Kawasan, - 4.230 16.222 20.453
Jasa Lingkungan dan HHBK
5. Blok Pemberdayaan - 534 1.110 1.644
Masyarakat
6. Blok Perlindungan - - - -
Jumlah B - 11.158 20.573 31.731
Jumlah Total 5.569 11.158 20.573 37.300
Sumber : Pengolahan Data Spasial Tata Hutan KPHP Tanah Bumbu
Beberapa aspek yang menjadi parameter utama pembagian blok KPHP Tanah
Bumbu adalah sebagai berikut :
a) Fungsi Kawasan dan wilayah DAS
b) Ketinggian Tempat
Sebagaimana pada umumnya kawasan KPHP Tanah Bumbu bervariasi dari datar
sampai bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung. Bagian kawasan yang
bergunung terletak pada blok hutan lindung di Kecamatan Mentewe dan blok hutan
produksi di Kecamatan Satuidan Kecamatan Kusan Hulu. Puncak tertinggi terletak pada
ketinggian 776mdpl (G.Mariringin) KPHP Tanah Bumbu. Sisi inidicirikan oleh kenampakan
topografi relief tinggi, bentuk lereng yang terjal dan tekstur topografi yang kasar.
Daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur topografi halus sampai
sedang, bentuk lereng sedang sampai rendah, bentuk bukit yang tumpul dengan lembah
yang sempit sampai melebar. Kawasan dengan topografi dataran dicirikan oleh bentuk
permukaan lahan yang datar sampai sedang dan sedikit bergelombang, relief rendah dan
tekstur topografi halus. Bentuk permukaan seperti ini banyak dijumpai di antara
perbukitan. Adapun kelerengan di KPHP Tanah Bumbu dapat dilihat pada tabel II.8. di
bawah ini
d) Curah Hujan
Data curah hujan pada wilayah studi yang diperoleh dari Stasiun Badan
Meteorologi dan Geofisika data curah hujan di sekitar daerah KPHP Tanah Bumbu yang
diambil dari stasiun terdekat, diperoleh pada rekap Badan Meteorologi dan Geofisika
Stasiun Klimatologi Stagen, Kotabaru.Data curah hujan yang diambil mulai periode
Tahun2005 sampai dengan Tahun 2014digunakan untuk memperkirakan kondisi curah
hujan di daerah KPHP Tanah Bumbu.
Data tersebut menunjukkan curah hujan tertinggi terjadi pada Tahun 2009
dengan curah hujan 2,941.2 mm/tahun dan curah hujan terendah terjadi pada Tahun
2012 dengan curah hujan hanya 1,256.7 mm/tahun.
e) Iklim
Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh tiga jenis iklim yaitu iklim musim (muson),
iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut. Iklim Musim (Iklim Muson) sangat dipengaruhi
oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode
perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin
musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Timur). Angin
muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga april yang basah sehingga membawa
musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan april hingga bulan
oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim
kering/kemarau.
Selanjutnya Iklim yang mempengaruhi KPHP Tanah Bumbu adalah Iklim Tropika
(Iklim Panas). Iklim ini akan mempengaruhi wilayah disekitar garis khatulistiwa yang
bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Umumnya wilayah Indonesia memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika
Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia
panas yang mengundang banyak curah hujan.
Berdasarkan kriteria Schmidth and Fergusson tipe iklim di KPHP Tanah Bumbu
merupakan tipe iklim A, Artinya lokasi KPHP Tanah Bumbu memiliki bulan basah lebih
dari 9 (Sembilan) Bulan.
Berdasarkan peta tutupan lahan Propinsi Kalimantan Selatan, jenis tutupan lahan
di KPHP Tanah Bumbu berbeda-beda. Tutupan lahan di KPHPTanahBumbu didominasi
oleh hutan sekunder lahan kering dan Semak belukar.Tutupan lahan ini dapat disaksikan
langsung di lapangan yang mengelilingi KPHP Tanah Bumbu didominasi oleh hutan
sekunder.
Sebaran tipe penutupan lahan di KPHP Tanah Bumbu dapat dilihat pada .Tabel
II.10. Tutupan lahan di KPHP Tanah Bumbu
Tabel II-10. Penutupan Lahan di Wilayah KPHP Tanah Bumbu
Tabel II-10. Data Kekritisan Lahan di Tiap DAS KPHP Tanah Bumbu
Sementara pada wilayah tertentu berdasarkan hasil analisis spasial BPDAS Barito
Tahun 2013 diperoleh data tingkat kekritisan lahan mulai dari sangat kritis hingga tidak
kritis. Nilai terbesar adalah potensial kritis seluas 17.967 Ha atau 48,17 % dari luas
keseluruhan KPHP Tanah Bumbu.
g) Hidrologi
Sesuai dengan data yang peroleh dari BPKH Wilayah V Banjarbaru di wilayah
KPHP Tanah Bumbu dibagi dalam 11 macam tutupan lahan yaitu : Hutan Lahan Kering
Primer (Hp/2001), Hutan Lahan Kering Sekunder (Hs/2002), Hutan Mangrove Primer
(Hmp/2004), Hutan Mangrove Sekunder (Hms/20041), Hutan Tanaman (Ht/2006), Lahan
terbuka (T/2014), Perkebunan (Pk/2010), Pemukiman (Pm/2012), Pertambangan
(Tb/20141), Pertanian lahan kering (Pt/20091), Pertanian Lahan Kering campur semak
(Pt/20092), Tambak (Tm/20094), Semak Belukar (B/2007) dan Tubuh air (A/5001). Hasil
analisis penutupan lahan di wilayah KPHP Tanah Bumbu disajikan pada Tabel II 12.
Tabel II-12. Luas Penutupan Lahan pada Setiap Fungsi Kawasan Hutan
Wilayah KPHP Tanah Bumbu termasuk dalam tipe hutan hujan tropis, yang
merupakan hutan alam dipterocarpaceae dengan jenis didominasi Shorea sp,
Dipterocarpus sp dan berbagai jenis tanaman tropis lainnya.
Didalam kawasan hutan yang sangat luas ini tentu saja banyak terdapat hasil
hutan bukan kayu, namun hingga saat dokumen ini dibuat pihak kehutanan; waktu itu
masih ada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanah Bumbu hanya
mengidentifikasi beberapa hasil hutan non kayu antara lain sarang burung walet, madu
lebah, kayu manis, kemiri dan gaharu.
Perlu diketahui bahwa beberapa kelompok masyarakat di sekitar pegunungan
meratus, Desa Emil Baru Kecamatan Mentewe telah memanfaatkan kawasan hutan untuk
budidaya tanaman kayu manis dan kemiri. Saat ini terdata seluas 60 ha tanaman kayu
Jenis fauna langka di wilayah KPHP Tanah Bumbu tidak ada laporan secara
khusus, namun berdasarkan laporan masyarakat di wilayah sungai Kusan bagian hulu;
sungai Pihik (anak sungai Kusan) masih terdapat burung enggang (Aceros corrugatus).
Secara umum jenis-jenis burung yang terdapat di kawasan ini antara lain :
1. Enggang (Aceroscorrugatus)
2. Bubut (Centropusbengalensis)
3. Sikatan (Rhididuraalbicollis)
4. Tutukun (tidak teridentifikasi) dari bahasa Dayak Meratus daerah Kusan
5. Cucak rawa (Pycnonotuszeylanicus)
6. Layang-layang (Apus pasifleus)
7. Tinjau gunung (Copxychusmalabaricus)
8. Elang (Haliastur indus)
9. Burung hantu (Strixseloputo)
10. Burak (Amaurornisphoecurus)
11. Tiung (Gracula religiosa)
12. Murai (Capsicussp)
13. Sri gunting (Dicrurusparadiseus)
Beberapa jenis fauna lain juga terdapat di wilayah KPHP Tanah Bumbu antara
lain:
1. Hirangan/lutung (Presbytiscristata)
2. Kancil (Tragulus javanicus)
3. Musang (Paradoxurushermaproditus)
4. Trenggiling (Manis javanica)
5. Landak (Hystrixbrachyura)
Untuk jenis flora langka hingga saat ini belum ada laporan yang menjelaskannya.
Data hasil survey yang dilakukan oleh BPKH Wilayah V hanya menjelaskan beberapa jenis
komersial sebagaimana telah dijelaskan di bagian potensi hasil hutan kayu. Pada areal
yang mempunyai penutupan hutan alam sekunder masih didominasi oleh jenis meranti
(Shorea sp), keruing (Dipterocarpus), rengas (Gluta rengas) dan ulin
(Eusideroxylonzwageri). Namun pada hutan sekunder yang lebih muda didominasi oleh
kelampaian (Anthocephalus cadamba), mahang (Macaranga spp), binuang (Octomeles
sumatrana), medang (Litsea firma) dan laban (Vitex pubescens).
Untuk jenis – jenis tanaman epifit seperti anggrek masih dapat ditemukan di areal
– areal yang berhutan lebat, sedangkan tanaman bawah beberapa jenis rotan yang
masih digunakan masyarakat sebagai bahan anyaman serta tanaman obat seperti pasak
bumi (Euyicoma longifolia).
Flora dan fauna dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1999 tentang Perlindungan Tumbuhan dan Satwa, dan atau Langka berdasarkan CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau
konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam punah
edisi tahun 2014, yang ditemui secara langsung maupun berdasarkan data sekunder
(laporan BKSDA dan BPKH, laporan perusahaan/IUPHHK dan LSM/SCKPFP), antara lain
adalah :
Data Potensi Fauna Dilindungi pada KPHP Tanah Bumbu
Nama Daerah Nama Latin Status
Dilindungi Langka
Enggang Buceros spp √ Apx II
Beruang madu Helarctos malayanus √ Apx I
Kancil Tragulus javanicus √ -
Trenggiling Manis javanicus √ Apx II
Owa - owa Hylobatus mulleri √ Apx I
Kijang Muntiacus muntjak √ -
Rusa Cervus unicolor √ -
Sumber : Hasil pengolahan data berbagai sumber
Jasa lingkungan yang umum berupa sumber-sumber air tanah sebagai bagian dari
penyedia air bersih bagi masyarakat atau perusahaan. Di dalam wilayah KPHP Tanah
Bumbu terdapat 3 sungai besar yaitu Sungai Satui, Sungai Kusan dan Sungai Batulicin..
Pada saat musim kemarau yang identik dengan susahnya memperoleh air, maka
keberadaan ketiga sungai tersebut dapat mensuplay air bersih bagi masyarakat
Kabupaten Tanah Bumbu.
Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu saat ini berencana membangun
bendungan pembangkit tenaga listrik dan pengairan (irigasi) di Sungai Kusan. Hal ini
tentunya menjadi peluang pemanfaatannya sebagai jenis jasa wisata. Rencana serupa
juga akan diterapkan pada beberapa danau bekas tambang. Hasil analisa menggunakan
citra satelit teridentifikasi void seluas ± 132,61 ha sebagai tubuh air. Karena biaya
pengembaliannya menjadi hutan memerlukan biaya yang besar, sehingga saat ini belum
termanfaatkan secara optimal. Kedepan akan coba diupayakan oleh KPHP Tanbu sebagai
lokasi wisata alam, termasuk lokasi air terjun, gua alam dan objek wisata alam lainnya
yang belum terdata oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu.
Apabila obyek wisata yang berada dalam areal kerja KPHP Tanah Bumbu, namun
terdapat di dalam areal pemegang izin baik IUPHHK maupun IPPKH, maka pihak KPHP
Tanah Bumbu akan berupaya mengembangkan objek wisata tersebut melalui kerja sama
kemitraan atau pola lainnya.
Wilayah KPHP Tanah Bumbu meliputi 7 (tujuh) kecamatan dan 33 desa. Jumlah
penduduk desa yang terdapat di dalam maupun yang bersinggungan dengan wilayah
KPHP Tanah Bumbu mencapai 81.321 jiwa. Rincian jumlah penduduk untuk setiap desa
sebagaimana pada tabel di bawah ini.
Tabel II-13. Jumlah Penduduk Desa di 7 Kecamatan di Wilayah KPHP Tanah Bumbu
Jumlah Penduduk *) Kepad
Rasio
N Luas atan
Kecamatan Desa Perempu Jenis
o (Km2) KK Laki-Laki Jumlah Pendu
an kelamin
duk
1 Angsana Purwodadi 13,95 781 1.292 1.163 2.455 186 111
Makmur 13,16 259 626 533 1.159 88 117
2 Kuranji Indra Loka Jaya 12,56 - 421 419 840 66,88 100,47
Mustika 16,81 - 841 810 1.651 98,23 103,46
Giri Mulya 30,25 - 1.221 1.128 2.349 77,65 108,24
Kuranji 36,46 - 458 378 836 22,93 121,16
3 Kusan Karang Sari 6,70 283 545 506 1.051 124,33 110,88
Hulu
Guntung 86,06 292 649 577 1.226 0,01 127,00
Teluk Kepayang 29,68 814 1.720 1.668 3.388 0,09 107,83
Hati’if 17,32 165 420 425 845 33,78 116,66
Tabel II-14 dibawah ini menjelaskan tentang jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
penduduk usia 15 tahun yang berada di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Terbesar adalah
penduduk yang bekerja pada lapangan pekerjaan bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan
perikanan yaitu 52.734 orang. Selengkapnya data dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel II-14. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun yang Bekerja di Wilayah Kabupaten Tanah
Bumbu Tahun 2015
Jenis Kelamin
Lapangan Pekerjaan
Laki-laki Perempuan Jumlah
Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan 38.970 13.764 52.734
Perikanan
Pertambangan dan penggalian 15.836 1.162 16.998
Industri Pengolahan 3.684 1.574 5.258
Listrik, Gas dan Air - - -
Bangunan 7.365 - 7.365
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan 13.224 15.686 28.910
dan Hotel
Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 4.133 - 4.133
Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan 1.333 728 2.061
Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 11.808 9.928 21.736
Sumber: Kabupaten Tanah Bumbu dalam Angka Tahun 2016
Bukan
Pendidikan Tertinggi yang
Angkatan Kerja Angkatan
ditamatkan
Kerja
Diploma I/II/III 3.050 559 3.609 -
Universitas 8.828 498 9.326 583
139.195 12.827 152.022 74.596
Sumber: Kabupaten Tanah Bumbu dalam Angka Tahun 2016
Terlihat pada tabel II-15 di atas, sebagian besar penduduk di Kabupaten Tanah
Bumbu hanya mampu menikmati pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar sebanyak
44.013 orang.
Dimasa lalu, Tanah Bumbu merupakan salah satu penyuplai kayu bulat di
Propinsi Kalimantan Selatanberkat kehadiran perusahaan HPH PT. Kodeco Timberdengan
luas konsesi 270.000 Ha, sesuai SK. Menteri Kehutanan nomor 339/Kpts/Us/12/1968
tanggal 11 Desember 1968, dengantotal produksi kayu bulat s/d Nopember 1993
sebanyak 3.964.000 M3, Sawn timber 332.000 M3, Moulding 15.400 M3. Namun hak
penguasaan hutan tsb, telah berakhir pada tahun 1999.
Bukti lainnya bahwa Tanah Bumbu menjadi penyuplai bahan baku kayu dengan
berdirinya perusahaan PT. Kodeco Group seperti PT. Emil Timber sesuai SK.HPH Nomor
744/Kpts/Ua/12/1977 tanggal 28 Desember 1977 dengan luas Konsesi 5.300 Ha,
kemudian beroperasinya PT.KODECO Batulicin Plywood (Industri Plywood dan Fancy
Wood) Sesuai SP.Presiden Nomor 8-12/Pres/3/1981, 09/I/PMA/1981, 71/II/PMA/1987
dan SP Perubahan/Perluasan Nomor 70/II/PMA/1990 tanggal 21 April 1990 dengan
kapasitas produksi Plywood 120.000 M3 dan Fancy plywood 15.600 M3dengan realisasi
produksi plywood s/d Nopember 1993 sebanyak 1.009,400 M3 dan Fancy Plywood
Berdasarkan hasil analisis spasial, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu baik
untuk hutan alam (IUPHHK-HA) maupun hutan tanaman (IUPHHK-HT) yang masuk
dalam wilayah KPHP Tanah Bumbu adalah sebagai berikut :
Jumlah 142.920
Sumber : Pengolahan Data Spasial Tata Hutan KPHP Tanah Bumbu
Saat ini selain IUPHHK- HA dan IUPHHK-HT, di Kabupaten Tanah Bumbu juga
terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan (IPPKH) untuk kegiatan Pertambangan dan/atau di
luar sektor kehutanan melalui izin pinjam pakai kawasan hutan meliputi 22 unit
manajemen, dengan perincian ebagaimana tercantum dalam tabel II.17.
Tabel II-17. Data Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Tahun 2016
Berdasarkan hasil analisis spasial, izin penggunaan kawasan hutan yang masuk
dalam wilayah KPHP Tanah Bumbu adalah sebagai berikut :
3.1. VISI
3.2. MISI
Status legal formal dan batas kawasan yang jelas merupakan prasyarat utama
untuk mengimplementasikan upaya pengelolaan KPH. Hal ini ditujukan untuk mengatasi
adanya konflik terkait dengan penggunaan, kepemilikan dan status hukum kawasan.
Seiring dengan pemenuhan prasyarat tersebut, upaya pemanfaatan sekaligus konservasi
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya juga dapat diimplementasikan. Pada tahap
awal ini, upaya pemanfaatan dankonservasi jenis dan ekosistemnya dititikberatkan pada
pemenuhan data dan informasi potensi sumberdaya hutan dan potensi keanekaragaman
hayati dan ekosistem pada KPHP Tanah Bumbu. Blok pengelolaan KPHP Tanah Bumbu
juga merupakan suatu bagian yang penting untuk mulai dipersiapkan karena KPH dikelola
4.1. ANALISIS
Untuk menyusun rencana strategis dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh suatu organisasi termasuk dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
10 tahun KPHP Tanah Bumbudimulai dengan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari Strength (Kekuatan) dan Weakness (kelemahan),
sedangkan faktor eksternal terdiri dari Oportunity (Peluang) dan Threat (Ancaman).
4.1.1. Faktor Internal
a) Kekuatan (Strength)
1) Memiliki struktur organisasi yang jelas serta status hukum kelembagaan dan
kawasan
Kawasan KPHP Tanah Bumbu memiliki sumber daya alam hayati,potensi ini dapat
digunakan secara optimal untuk memperkuat pengelolaan KPHPTanah Bumbu,
memberdayakan masyarakat sekitar hutan dan mengembangkan ekonomi
wilayah.Berdasarkan survey yang dilakukan tim BPKH V Banjarbaru, di dalam kawasan
KPH ditemukan beberapa spesies dilindungi dan endemik. Sebagai contoh, misalnya
ditemukan jejak babi, rusa, beruang dan khusus jenis bekantan merupakan satwa
endemik Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Selatan terdapatspesies lain adalah burung
rangkong atau alo. Sejauh ini beberapa species yang disebutkan diatas diperkirakan
masih bisa ditemukan didalam kawasan hutan primer KPHPTanah Bumbu.Banyak spesies
langka lainnya baik flora maupun fauna hidup di kawasan ini.Hal ini merupakan kekuatan
untuk mempromosikan dan menjadi daya tarik kawasan KPHP Tanah Bumbu.
Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang besar memiliki arti
dan peran penting dalam penyangga system kehidupan.Berbagai manfaat besar dapat
diperoleh dari keberadaan hutan melalui fungsinya sebagai penyedia sumberdaya air bagi
manusia dan lingkungan, kemampuan penyerapan karbon, pemasok oksigen di udara,
penyedia jasa wisata dan mengatur iklim global.
Kawasan KPHP Tanah Bumbu memiliki tipe ekositem yang lengkap dari hutan
hujan dataran rendah. Hutan di Kabupaten Tanah Bumbu ini memiliki fungsi penting
sebagai penyangga kehidupan dan penyeimbang ekosistem.Sehingga kerusakan pada
KPHP Tanah Bumbu akan secara langsung membawa dampak negatif terhadap kualitas
lingkungan hidup di Kabupaten Tanah Bumbu. Dengan demikian kawasan ini harus
dipertahankan sehingga tetap dapat berfungsi, bermanfaat secara lestari dan
berkelanjutan.
Personil UPTD KPHP Tanah Bumbu saat ini masih terbatas pada Kepala KPHP dan
KSBTU, sedangkan staf dan fungsional belum ditetapkan secara definitif. Pelaksanaan
kegiatan KPHP saat ini didukung oleh personil yang terdapat di Dinas Kehutanan
Kabupaten Tanah Bumbu.
Wilayah KPHP Tanah Bumbu Unit VI dengan luas kawasan 262.919 Ha, idealnya
memiliki jumlah tenaga fungsional Polhut minimal 263 orang dengan asumsi 1 orang per
1000 Ha. Kondisi saat ini jumlah Personil pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Tanah Bumbu sebanyak 69 Orang yang terdiri dari 20 orang tenaga Polhut,
sedangkan tenaga teknis non polhut berjumlah 49 orang. Berdasarkan jumlah personil,
kebutuhan tenaga pengelola KPHP Tanah Bumbu masih sangat kurang sejalan
denganmakin dinamisnya pembangunan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Sehubungan belum adanya ketentuan yang mengatur standar kebutuhan personil
di KPHP, maka dilakukan analisa perhitungan dengan pendekatan Perdirjen BPK No.
P.8/VI-Set/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kewajiban Pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk mempekerjakan Sarjana Kehutanan dan
Tenaga Teknis PHPL. Pendekatan ini dilakukan mengingat KPHP sebagai unit pengelola
hutan. Analisa kebutuhan didasarkan pada wilayah tertentu KPHP seluas 90.894 ha.
Tabel IV-3.Kebutuhan Personil KPHP Tanah Bumbu
Kebutuhan Tenaga
No. Jenis Kompetensi Kekurangan
minimal Tersedia
1. Sarjana Kehutanan 3 2 1
2. Perencanaan hutan 2 - 2
3. Pemanenan hutan 2 - 2
4. Pembinaan hutan 5 - 5
5. Penguji kayu bulat 5 - 5
17 2 15
Saat ini operasional KPHP Tanah Bumbu masih bergantung kepada anggaran
Kementreian Kehutanan Republik Indonesia dan APBD Kabupaten Tanah Bumbu melalui
DIPA Dinas Kehutanan dan Perkebunan.Masih belum terdapat lembaga donor yang
membiayai operasionalKPHPTanah Bumbu, sehingga pelaksanaan pengelolaan kawasan
belum maksimal dan menyeluruh baik pada kawasan maupun pada kegiatan di sekitar
kawasan termasuk pemberdayaan masyarakat. Selama ini banyak kegiatan yang menjadi
prioritas tidak seluruhnya mampu diakomodir dalam DIPA, terutama terkait dengan
berbagai faktor antara lain: luas kawasan, aksesibilitas, jumlah lokasi kegiatan dan
Data dan informasi tumbuhan dan satwa liar sebagai jenis unggulan, species
kunci, species baru masih sangat minim. Kegiatan inventarisasi keragaman hayati pada
umumnya dilakukan hanya di bagian terluar kawasan KPHP Tanah Bumbu dan belum
mengidentifikasi ditengah kawasan KPHP Tanah Bumbu, padahal beberapa kawasan di
wilayah KPHP Tanah Bumbu masih memilki potensi yang tinggi. Potensi lain yang belum
teridentifikasi secara detail adalah potensi kayu yang bernilai ekonomis tinggi. Dengan
demikian belum tersedia peta potensi kayu dan peta potensi keragaman hayati yang
mewakili kawasan secara keseluruhan.Ketidaktersediaan data tersebut mengakibatkan
pemanfaatan kayu dan non kayubelum optimal.Sampai sekarang potensi kayu dan
keanekaragaman hayati hanya mengandalkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh tim
yangdibentuk oleh BPKH V Banjarbaru.
7) Aksesibilitas
Aksesibilitas kawasan KPHP Tanah Bumbu sebagian besar areal memiliki tofografi
datar sampai bergelombang dengan ketinggian ±10 – 125 meter dari pemukaan laut
sehingga untuk dapat mencapai lokasi/areal ditempuh dengan menggunakan tranportasi
darat, terlebih areal KPH Tanah Bumbu yang sebagian besar merupakan areal IUPHHK
HTI PT. Hutan Rindang Banua (HRB), IUPHHK-HT PT.Kirana Khatulistiwa (KK), IUPHHK-
HT PT.Inni Joa(IJ), IUPHHK-HT PT.Jaya Agro Mandiri(JAM), IUPHHK-HT PT.Batulicin
Bumi Bersujud (BBB) sehingga aksesibilitas melalui darat menuju areal KPHP relative
mudah dijangkau.
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan tingginya aksesibilitas kawasan
adalah besarnya peluang penguasaan lahan serta gangguan aktivitas penebangan liar
terhadap potensi tegakan hutan (illegal logging) serta berkembangnya budidaya tanaman
perkebunan terutama perkebunan sawit yang berbatasan langsung dengan areal KPHP,
maka kemungkinan terjadinya penguasaan lahan areal KPHP sangat tinggi.
8) Pencemaran lingkungan
Zaman yang semakin canggih dan modern dengan kecanggihan tekologi sedikit
banyaknya berdampak negative terhadap lingkungan. Dimana banyaknya perusahaan
tambang yang kini tumbuh dan berkembang di Kabupaten Tanah Bumbu ini
menggunakan teknologi canggih yang dalam pengembangan tambang sedikit banyaknya
mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar. Hal ini menjadi masalah yang
selalu terjadi dan masih terus dilakukan pencegahan.
KPHP Tanah Bumbu belum memiliki data terkait dengan potensi konflik di wilayah
kerja KPHP, dikarenakan belum dilaksanakannya identifikasi potensi dan pemetaan
konflik masyarakat yang terdapat di wilayah KPHP Tanah Bumbu. Namun berdasarkan
data yang ada di Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Bumbu, terdapat laporan adanya
konflik masyarakat dengan pemegang izin terkait dengan kliam lahan garapan dan/atau
pemukiman masyarakat, dan konflik antara pemegang izin terkait dengan batas konsesi
dan/atau tumpang tindih dengan HGU (perkebunan dan pertambangan skala kecil).
a) Peluang (Opportunity )
Keberadaan KPHP Tanah Bumbu sedikit banyak mulai diakui oleh masyarakat
khususnya yang tinggal di sekitar kawasan.Telah ada kesadaran sebagian masyarakat
untuk tidak memasuki kawasan.Masyarakat pada umumnya menghormati pada aturan
yang ditetapkan oleh pemerintah. Partisipasi, keterlibatan dan dukungan masyarakat
terhadap perlindungan dan pengelolaan KPHP Tanah Bumbu adalah komponen penting
dalamkawasan KPH.Bila kawasan KPH dianggap sesuatu yang mendatangkan manfaat
bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi pendukung dalam upaya pelestarian
kawasan KPH tersebut.
Pemerintah, dalam hal ini Kemeterian LHK telah mengatur pemanfaatan hutan di
wilayah tertentu KPHP, melalui Permenhut nomor P.47/Menhut-II/2013, yang meliputi :
• Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung
- Pemanfaatan kawasan
- Pemanfaatan jasa lingkungan
- Pemungutan HHBK
• Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi
- Pemanfaatan kawasan
- Pemanfaatan jasa lingkungan
- Pemanfaatan HHK dan HHBK
- Pemungutan HHK dan HHBK
Tabel IV-4. Sarana dan Prasarana yang Difasilitasi Ditjen PHPL Tahun 2016
b) Ancaman (Threat )
2) Illegal Mining
Penambangan tanpa izin (illegal mining) dan/atau izin tambang tanpa melalui
prosedur yang sah dan/atau penambangan tradisional oleh masyarakat, dengan
komoditas batubara, emas maupun bahan galian C (pasir dan batu), telah lama
merambah wilayah KPHP Tanah Bumbu. Areal bekas galian batubara yang dikelola tanpa
izin banyak ditemui di wilayah KPHP dan tidak dilakukan usaha reklamasi maupun
rehabilitasi, sehingga saat ini menjadi danau maupun merupakan lahan kritis.
Dengan meningkatnya harga komoditas batubara saat ini, dikuatirkan akan terjadi
penambangan tanpa izin akan terjadi kembali, apabila tidak dilakukan pencegahan dan
penegakan hukum bagi pelakunya.
3) Perambahan/Penyerobotan lahan
Potensi satwa liar yang ada di dalam kawasan sering menjadi daya tarik pihak luar
untuk melakukan perburuan.Terdapat indikasi sekelompok orang yang dengan sengaja
berburu babi hutan, Rusa (Menjangan) untuk tujuan komersil.Disamping mamalia seperti
babi, terdapat kasus perburuan beberapa jenis burung yang biasa diperdagangkan secara
diam-diam di daerah sekitar KPHP Tanah Bumbu yaitu burung tekukur.Burung-burung
tersebut diambil dari hutan, burung yang diambil adalah burung yang masih anakan lalu
dibawa dan dipelihara.Informasi yang diperoleh dari masyarakat di sekitar kawasan KPH,
perburuan satwa seperti babi meningkat menjelang perayaannatal.Kegiatan perburuan ini
dilakukan secara hati-hati sekali sehingga tidak diketahui oleh pihak yang berwenang,
sementara untuk masyarakat sekitar sendiri jarang melakukan kegiatan tersebut.
Kebiasaan bagi masyarakat lokal yang hidup di sekitar kawasan dalam membuka
lahan untuk berladang adalah dengan cara membakar lahannya yangsebelumnya telah
ditebas dan dibiarkan beberapa waktu sampai tebasan itu kering oleh sinar matahari
sehingga mudah termakan api. Potensi kebakaran hutan yang timbul dari kegiatan ini
adalah sangat besar, karena api dapat pula menjalar sampai ke dalam kawasan. Terjadi
juga kebiasaan lain bagi masyarakat yang memelihara ternak, yakni aktivitas membakar
padang ilalang, dimana setelah dibakar akan tumbuh ilalang muda yang bertujuan untuk
mendapatkan pakan ternak. Tidak jarang akibat dari aktivitas ini dapat menimbulkan
kebakaran menjadi meluas dan terjadi sampai berhari-hari.Walaupun aktivitas seperti ini
terjadi di luar kawasan KPHP Tanah Bumbu, namun berpotensi mengancam kelestarian
sumber daya alam yang berbatasan langsung dengan KPHP Tanah Bumbu dan kebakaran
semacam ini terjadi hampir setiap tahun. Dalambeberapa tahunterakhir, kebakaran hutan
menjadi fenomena tahunan di Indonesia.Kawasan KPHP Tanah Bumbu seharusnya sudah
memilki satgas kebakaran yangdidukung dengan sarana prasaranadan anggaran
pengendalian kebakaran hutan.KPHP Tanah Bumbu juga belum memiliki peta secara
detail tentang kerawanan kebakarankawasan.
4.2. PROYEKSI
Berdasarkan hasil analisa terhadap kondisi riil yang ada di KPHP Tanah Bumbu,
maka proyeksi kegiatan KPHP Tanah Bumbu selama 10 tahun ke depan adalah sebagai
berikut:
Salah satu kriteria pengelolaan hutan lestari adalah aspek prasyarat yang terkait
dengan kepastian kawasan yang akan dikelola. Tata batas wilayah KPHP dan batas fungsi
Tata batas wilayah KPHP dan fungsi hutan merupakan salah satu kegiatan
prioritas yang harus dilaksanakan dalam rangka memperoleh kepastian wilayah
pengelolaan. Kegiatan tata batas wilayah dan fungsi hutan merupakan kewenangan
BPKH Wilayah V Banjarbaru. Dengan demikian, KPHP bersama Dinas Kehutanan Provinsi
akan melakukan koordinasi terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan di lapangan.
Pelaksanaan tata batas wilayah dan fungsi hutan, diharapkan dapat terealisasi dalam
waktu 5 (lima) tahun.
Adapun rencana pelaksanaan tata batas wilayah dan fungsi hutan dalam 5 tahun
meliputi koordinasi perencanaan dan penyusunan trayek batas, pelaksanaan tata batas
wilayah sepanjang + 90 km, dan pelaksanaan tata batas fungsi hutan. Rencana secara
rinci sebagaimana tabel V.2. berikut :
Tabel V-2. Rencana Tata Batas Wilayah dan Fungsi Hutan KPHP Tanah Bumbu
Tahun
Kegiatan Volume Lokasi Keterangan
ke-
I Koordinasi perencanaan dan 1 keg -
penyusunan trayek tata batas
wilayah
II Pelaksanaan tata batas wilayah 40 km RPH Batulicin
Penyusunan trayek batas fungsi 1 keg -
III Pelaksanaan tata batas wilayah 50 km RPH Satui dan
RPH Kusan
Pelaksanaan tata batas fungsi HL 1 keg RPH Batulicin, Panjang batas
IV Pelaksanaan tata batas fungsi 1 keg RPH Satui dan fungsi belum
HPT RPH Kusan diketahui
V Pelaksanaan tata batas fungsi HP 1 keg
VI-X Monitoring dan pemeliharaan 1 keg Setiap tahun
batas
Penataan wilayah/areal kerja KPHP meliputi pembagian blok/zona dan RPH serta
blok dan petak kerja. Penataan wilayah dilakukan melalui analisa spasial, dan selanjutnya
Tabel V-4. Rencana Pemanfaatan Kawasan di Wilayah Tertentu KPHP Tanah Bumbu
Letak geografis, luas dan karakteristik bio-fisik wilayah yang terletak di dalam
KPHP Tanah Bumbu merupakan keunggulan komparatif (Comparative advantage)
tersendiri dalam hal potensi jasa lingkungan berupa pemanfaatan air untuk kepentingan
sumber air bersih, sehingga apabila jasa lingkungan ini dikelola secara baik akan
memberikan nilai ekonomi kuantitatif maupun manfaat atau kepuasan kepada konsumen
jasa lingkungan. Dalam pengembangan jasa lingkungan pemanfaatan air di kawasan
KPHP Tanah Bumbu, diperlukan strategi, regulasi dan langkah-langkah seperti:
1. Eksplorasi, inventarisasi dan identifikasi potensi sumber air lain yang bisa
dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik yang ada di dalam dan sekitar
kawasan KPHP Tanah Bumbu.
Adapun para pihak yang terlibat dalam kerjasama ini antara lain: PHKA,
Pemerintah Provinsi, Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Koperasi,
Dinas Pariwisata dan Kebudaayan, Badan Penanaman Modal, Badan Lingkungan Hidup,
Camat, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Lainnya, Lembaga Swadaya Masyarakat dan
Lembaga Penelitian dan Pendidikan.
Peningkatan investasi pengusahaan jasa lingkungan di KPHP Tanah Bumbu
ditujukan untuk mengoptimalkan fungsi pemanfaatan sumber daya alam di kawasan
KPH, menjamin keberlanjutan upaya pelestarian ekosistem di dalam kawasan KPHP
Tanah Bumbu melalui mekanisme sharing benefit antara KPHP Tanah Bumbu dengan
stakeholders. Disamping itu, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui
penciptaan lapangan kerja dan peluang usaha bagi masyarakat, menciptakan sumber
pendanaan alternatif bagi KPHP Tanah Bumbu, dengan harapan dana yang terhimpun
dapat digunakan untuk membiayai operasional pengelolaanKPHP Tanah Bumbu. Salah
satu faktor yang menjadi daya tarik investor adalah adanya kejelasan regulasi dari pihak
pengelola KPHP Tanah Bumbu yang dapat menjamin keberlanjutan dan kenyamanan
Pemanfaatan hasil hutan kayu dalam kawasan di dalam blok pemanfaatan kayu
hutan alam KPHP Tanah Bumbudiarahkan pada IPHHK skala menengah dan skala besar
serta untuk kebutuhan masyarakat. Terdapat tiga alasan mengapa pemanfaatan
kayudiarahkan pada pemanfaatan IPHHK, yakni 1) masih tingginya permintaan kayu
untuk kepentingan rakyat. 2) dalam peta RKTN, wilayah hutan produksi di Kabupaten
Tanah Bumbutermasuk dalam pengembangan hutan skala besar, 3) potensi kayu di KPHP
Tanah Bumbusebanyak 112,06 m3/ha termasuk potensi kayu non komersil diameter 20
Cm Up .
Pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam dan kayu hutan tanamanpada
hutan produksi dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan
karakteristik sumber daya hutan dan lingkungannya. Usaha pemanfaatan meliputi
kegiatanpemanenan,pemasaran hasil, pengayaan, penanaman, pemeliharaan sesuai
dengan rencana pengelolaan hutan yang telahditetapkan.Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh tim BPKH Wilayah V Banjarbaru bahwa potensi kayu yang terdapat diblok
pemanfaatan kayu hutan alam mencapai 112.06 m3/ha.
Pemanfaatan kayu hutan alam di KPHP Tanah Bumbu dikelola melalui sistem
pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL). Konsep PHPL menekankan pada usaha
pemanfaatan kayu dengan mempertimbangkan kelestarian fungsi produksi, ekologi dan
fungsi sosial secara terus menerus. Ketiga fungsi tersebut harus terkait satu sama lain
Pemberian izin IPHHK tetap mengacu ketentuan yang berlaku. Pembagian blok
dan petak mengikuti daur ekonomis sesuai dengan jenis tegakan hutan dan sistem
silvikultur yang akan diterapkan. Peran KPHP dalam pemanfaatan hasil hutan kayu hanya
terbatas pada promosi dan memfasilitasi perizinan, kerjasama dan/atau kemitraan
dengan pelaku usaha. Kegiatan ini akan dilakukan secara terus menerus hingga terdapat
investor atau pihak yang memanfaatkan hasil hutan kayu tersebut. Kegiatan selanjutnya
yang dilakukan KPHP adalah melakukan pembinaan dan monitoring.
Tabel V-7. Rencana Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di Wilayah Tertentu KPHP Tanah
Bumbu
Tahun
Kegiatan Volume Lokasi Sasaran
ke-
Promosi 1 keg
Pembinaan dan 1 keg
I-X Seluruh RPH Pelaku usaha
monitoring
Tahun
Kegiatan Volume Sasaran
ke-
Pembentukan kelembagaan masyarakat 2 keg
Peningkatan kapasitas masyarakat
- Pelatihan budidaya lebah madu 1 angk
- Pelatihan budidaya kayu manis 1 angk
Pembuatan model usaha pemanfaatan
Lebah madu : Desa
HHBK dan/atau jasa lingkungan
Mantewe (DAS
- Budidaya lebah madu 2 keg
Batulicin) dan
- Budidaya kayu manis 1 keg
Mangkalapi (DAS
Pendampingan masyarakat dalam 2 keg
I Kusan)
usaha pemanfaatan HHBK dan/atau
jasa lingkungan
Kayu Manis : Desa
Sarana dan prasarana pengolahan hasil
Emil Baru (DAS
hutan
Batulicin)
- Peralatan pengolah & pengemasan 2 paket
madu 1 paket
- Peralatan pengolah kayu manis
Promosi dan pemasaran produk HHBK 1 keg
dan/atau jasa lingkungan
Pembentukan kelembagaan masyarakat 3 keg Lebah madu : Desa
Peningkatan kapasitas masyarakat Teluk Kepayang dan
- Pelatihan budidaya lebah madu 1 angk Desa Guntung (DAS
- Pelatihan budidaya kayu manis 1 angk Kusan)
- Pelatihan Agroforestry 1 angk
Pembuatan model usaha pemanfaatan Kayu Manis : Desa
HHBK dan/atau jasa lingkungan Tamunih (DAS
- Budidaya lebah madu 2 keg Kusan)
- Budidaya kayu manis 1 keg
II - Agroforestry (budidaya tanaman 2 keg Agroforestry : Desa
obat/empon-empon) Jombang, Bukit Baru
Pendampingan masyarakat dalam 3 keg (DAS Satui)
usaha pemanfaatan HHBK dan/atau
jasa lingkungan
Sarana dan prasarana pengolahan hasil
hutan
- Peralatan pengolah & pengemasan 2 paket
madu 1 paket
- Peralatan pengolah kayu manis
Tabel V-9. Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pemanfaatan Hutan dan Pemanfaatan
Kawasan Hutan di Areal yang Berizin KPHP Tanah Bumbu
Tabel V-10. Data Kekritisan Lahan di Tiap DAS KPHP Tanah Bumbu
Tabel V-11. Data Kekritisan Lahan di Wilayah Tertentu KPHP Tanah Bumbu
Berdasarkan data lahan kritis di atas, luas lahan kritis dan sangat kritis yang
berada di wilayah tertentu (tanpa izin) dan akan dilakukan rehabilitasi oleh KPHP Tanah
Tahun Uraian Kegiatan Luas Lokasi Jumlah Biaya Kelas Tanaman RPH Blok / Zona
(Ha) (Rp)
I Penyusunan Rencana Teknis
Rehabilitasi Lahan Kritis 59,55 Petak 23 786.476.850 Perkayuan, Kusan Pemberdayaan
Agroforestry Masyarakat
II Rehabilitasi Lahan Kritis 82,09 Petak 3 1.084.162.630 Perkayuan, HHBK Kusan Pemanfaatan HHK-HT
74,75 Petak 4 987.223.250 Perkayuan, HHBK Kusan Pemanfaatan HHK-HT
Pemeliharaan Tanaman
Tahun 1
III Rehabilitasi Lahan Kritis 97,57 Petak 15 1.288.606.990 Perkayuan, Kusan Pemanfaatan HHK-HT
Agroforestry
37,91 Petak 34 500.677.370 Perkayuandan HHBK Batulicin Pemanfaatan HHK-HT
IV Rehabilitasi Lahan Kritis 65,93 Petak 31 870.737.510 Perkayuan, Batulicin Pemanfaatan HHK-HT
Agroforestry
52,94 Petak 32 699.178.580
V Rehabilitasi Lahan Kritis 70,71 Petak 18 933.866.970 Perkayuan, Kusan Pemanfaatan HHK-HT
Agroforestry
VI Rehabilitasi Lahan Kritis 95,95 Petak 19 1.267.211.650 Perkayuan, Kusan Pemanfaatan HHK-HT
Agroforestry
VII Rehabilitasi Lahan Kritis 85,37 Petak 16 1.127.481.590 Perkayuan, Kusan Pemanfaatan HHK-HT
Agroforestry
VIII Rehabilitasi Lahan Kritis 104,64 Petak 17 1.381.980.480 Perkayuan, Kusan Pemanfaatan HHK-HT
Agroforestry
IX Rehabilitasi Lahan Kritis 24,65 Petak 76 325.552.550 HHBK Batulicin Pemanfaatan
47,54 Petak 77 627.860.780
X Rehabilitasi Lahan Kritis 55,46 Petak 28 732.460.220 HHBK Kusan Pemanfaatan
51,53 Petak 25 680.556.710
Catatan : Anggaran Biaya tersebut dilaksanakan oleh pihak ketiga dan belum termasuk biaya penyusunan rancangan Rp.409.000/ha
Tabel V-13. Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi
di dalam Areal yang Berizin KPHP Tanah Bumbu
Rencana perlindungan dan konservasi sumber daya alam di wilayah KPHP Tanah
Bumbu akan dilakukan melalui beberapa kegiatan, sebagai berikut :
1. Delineasi Areal Perlindungan Setempat
Kegiatan perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi dilakukan
melalui pemasangan rambu peringatan dan rambu larangan berburu, yang ditempatkan
di lokasi-lokasi yang strategis. Selain itu juga dilakukan penyuluhan dan patroli/operasi
terhadap perburuan dan atau perdagangan satwa di dalam wilayah KPHP Tanah Bumbu.
3. Konservasi HCVF
Pengelolaan High Conservation Value Forest atau hutan bernilai konservasi tinggi
dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut ;
• Mengidentifikasi areal-areal di dalam wilayah KPHP Tanah Bumbu yang mengandung
nilai-nilai sosial, budaya, dan/atau ekologis yang luar biasa penting
• Melakukan pengelolaan areal HCVF berdasarkan kondisi Nilai Konservasi Tinggi
(NKT)
• Melakukan monitoring terhadap pertumbuhan/perkembangan di areal HCVF
Tabel V-14. Rencana Perlindungan dan Konservasi Alam KPHP Tanah Bumbu
Setiap pemegang izin harus mengelola areal kerjanya sesuai dengan izin yang
telah diberikan. Apabila terdapat pemegang izin yang tidak mengelola areal kerjanya
sesuai dengan rencana kerja dan ketentuan yang berlaku, maka KPHP akan melaporakan
kepada Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian LHK untuk ditindaklanjuti.
3. Pengamanan hutan
5. Pemberdayaan masyarakat
Pengembangan program bersama akan tercapai jika koordinasi dan sinergi antar
pihak berjalan dengan baik. Koordinasi dan sinergi mengambil peran yang signifikan
dalam mengontrol berjalan atau tidaknya pencapaian program, baik di internal maupun
di eksternal KPHP Tanah Bumbu. Koordinasi dan sinergi di internal lebih mengacu kepada
standar operasional prosedur (SOP) atau prosedur kerja yang ada saat ini, sedangkan
koordinasi dan sinergi di eksternal dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan-
kesepakatan antar pihak. Bentuk koordinasi yang bisa dilakukan dapat digambarkan pada
gambar flowchart berikut ini.
Gambar V-3. Bentuk koordinasi dan sinergi dalam pengelolaan KPHP Tanah Bumbu
(Diadopsi dari: Kartodihardjo dkk, 2012)
Kelembagaan KPHP Tanah Bumbu saat ini adalah UPTD Dishutbun Kabupaten
Tanah Bumbu (Tipe B), dengan personil yang telah ditetapkan adalah Kepala KPHP dan
KSBTU, sedangkan personil lainnya (staf) belum ditetapkan secara definitif. Dalam
pelaksanaan kegiatan, selama ini didukung penuh oleh personil Dishutbun Kab. Tanah
Bumbu melalui penugasan oleh Kepala Dinas. Selain itu terdapat tenaga Bakti Rimbawan
sebanyak 5 (lima) orang, yang terdiri dari 2 (dua) orang tingkat sarjana dan 3 (tiga)
orang tingkat SMK Kehutanan.
Dengan adanya implementasi UU 23 tahun 2014, maka kelembagaan KPHP Tanah
Bumbu akan menjadi UPTD Dinas Kehutanan Provinsi (tipe A), dan merupakan SKPD.
Dengan adanya perubahan ini, maka kebutuhan personil dengan kompetensi teknis dan
non teknis sangat mendesak untuk segera dipenuhi.
Dengan adanya penataan ulan pegawai dari Dinas Kehutanan Kabupaten ke KPHP
dalam rangka implementasi UU 23/2014, maka kebutuhan personil berikut
kompetensinya kemungkinan akan segera terpenuhi. Sedangkan untuk kebutuhan Polhut,
dapat dipenuhi melalui perekrutan baru maupun melalui alih jabatan.
Beberapa kegiatan jangka panjang dalam program peningkatan kapasitas personil
antara lain :
• Perbaikan jenjang pendidikan (tugas/izin belajar)
• Pemetaan kompetensi
• Diklat SDM Pengelola KPH, Inhouse training
• Pertukaran kunjungan staf pengelola, study banding
Biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan hutan oleh KPHP meliputi ; 1) biaya
investasi (bangunan, sarpras perkantoran, sarpras penunjang dan sarpras lainnya), 2)
biaya operasional rutin (belanja pegawai, belanja operasional dan pemeliharaan), 3)
biaya kegiatan selama jangka waktu rencana pengelolaan.
Biaya investasi KPHP meliputi pembentukan kelembagaan KPHP, dokumen tata
hutan, sarana fisik dan kelengkapan, hingga KPHP dapat beroperasional. Kebutuhan
biaya untuk investasi dipenuhi APBN melalui Kementerian LHK (BPKH V, BPHP IX, Ditjen
PPI), dan APBD Provinsi dan Kabupaten. Beberapa investasi yang telah dipenuhi antara
lain, meliputi :
1. Pembentukan kelembagaan
2. Biaya pengadaan tanah dan pembangunan gedung kantor
3. Pengadaan kendaraan operasional lapangan
4. Kendaraan bermotor roda 4 (double gardan)
5. Kendaraan bermotor roda 2 (trail)
6. Pengadaan kendaraan operasional kantor
7. Kendaraan bermotor roda 4
8. Kendaraan bermotor roda 2
9. Sarpras perkantoran
10. Barang elektronik dan komputer
11. Sarpras survey dan pemetaan
12. Sarpras pengamanan hutan
13. Sarpras kebakaran hutan dan lahan
14. Sarpras penunjang lainnya
Kebutuhan biaya operasional rutin yang meliputi belanja pegawai dan belanja
operasional perkantoran serta pemeliharaan, dipenuhi oleh APBD Provinsi Kalsel.
Sedangkan kebutuhan dana untuk operasional KPHP Tanah Bumbu selama 10 tahun
berdasarkan jenis kegiatan sebagaimana tercantum dalam tabel V.16.
Data base yang lengkap dan tidak kadaluwarsa sangat berguna untuk
pengambilan keputusan dalam pengelolaan KPHP Tanah Bumbu. Selain itu data base
juga bermanfaat bagi pihak luar yang membutuhkan informasi tentang KPHP Tanah
Bumbu seperti misalnya para peneliti dari universitas atau lembaga penelitian, LSM,
instansi pemerintah dan individu.
Oleh karena itu dalam organisasi KPHP Tanah Bumbu, sebaiknya dibuat unit
khusus yang mengelola data base yang bertanggung jawab dalam pengumpulan,
penyimpanan, pengolahan dan penyajian data ke dalam informasi yang siap digunakan.
Data dan informasi dapat dikumpulkan dari unit-unit pengelola di lapangan dan juga dari
luar. Tentu saja tidak setiap data dapat begitu saja diberikan untuk pihak luar. Dalam
pemberian atau pertukaran data dan informasi khususnya dengan pihak luar harus diikat
oleh standar operasional prosedur. Data yang dikumpulkan dapat berupa analog atau
manual (peta, dokumen, laporan, data penelitian dan lain-lain), juga dapat berupa data
digital (dokumen-dokumen, data GIS dan data digital lainnya). Unit yang secara khusus
mengelola data base ini merupakan division support system atau pendukung sistem
organisasi KPHP Tanah Bumbu yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dari
tingkat KPH hingga unit terkecil.
Rencana pembangunan dan pengembangan database KPHP Tanah Bumbu untuk
periode 10 tahun, adalah sebagai berikut:
Tabel V-17. Rencana Pengembangan Database KPHP Tanah Bumbu
Beberapa hal penting yang menjadi alasan dilakukan rasionalisasi wilayah, antara
lain adalah :
• Rasionalisasi wilayah kelola dari aspek fisik merupakan bentuk penilaian kembali
terhadap kawasan blok atau petak pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan
yang mengalami perubahan. Misalnya jika blok pemanfaatan kayu pada hutan alam
sudah tidak memiliki potensi yang signifikan maka perlu dirasionalisasi ke bentuk
wilayah kelola lain misalnya diarahkan ke pemanfaatan kayu hutan tanaman.
Perubahan wilayah kelola juga akan mempengaruhi operasional personil dilapangan.
• Dengan beralihnya kewenangan kehutanan dari kabupaten ke provinsi, dan adanya
rencana perubahan kelembagaan KPHP. Maka sangat dimungkinkan adanya
perubahan wilayah pengelolaan KPHP Tanah Bumbu, dimana terdapat beberapa
lokasi yang melintasi batas antar kabupaten.
• Adanya blok khusus seluas 14.105 ha, yang secara eksisting merupakan tanaman
kelapa sawit. KPHP akan berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi dan dinas
terkait lainnya, untuk memperoleh kejelasan legalitas perizinan dan pengelolaannya.
Setelah diperoleh kejelasan, akan diputuskan pembagian blok/zona selanjutnya.
Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman
pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan
potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka
menjamin kelestarian sumber daya hutan (PP 6/2007)
Sejalan dengan reforma agraria yang telah diwacanakan telah merespon dengan
upaya memberikan akses lebih kepada masyarakat dalam memberikan akses lebih
kepada masyarakat dalam HTR juga telah dipayungi produk hukum. Peraturan
Pemerintah (PP) No. 6/2007 telah mengatur tentang HTR khususnya pasal 40 dan 41.
Pada pasal ini diatur mengenai penatapan areal untuk HTR, akses ke lembaga keuangan,
dan penetapan harga dasar kayu HTR untuk melindungi dan memberikan akses pasar
kepada masyarakat.
Konsep pemberian akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam pembangunan
hutan tanaman, disusun dari proses pembelajaran atas program maupun proyek
Pemberdayaan Masyakat yang selama ini ada, misalnya program Bina Desa, program
kemitraan seperti Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)/Mengelola Hutan
Bersama Masyarakat (MHBM)/Hutan Rakyat Pola Kemitraan (HRPK) oleh HPH/IUPHHK-
HA/HT, proyek-proyek kerjasama teknik luar negeri seperti Social Forestry Dephut-GTZ di
Sanggau Kalimantan Barat, Multistakeholders Forestry Programme KemenLHK-DFID dan
beberapa proyek pemberdayaan masyarakat yang ada di . Hasil pembelajaran tersebut
memberikan kerangka filosofis atas pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk mengatasi
kemiskinan melalui pemberian akses yang lebih luas ke hukum (legalitas), ke lembaga
keuangan dan ke pasar. Selain kerangka filosofisnya, diperoleh pula prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat (the principles) yaitu :
Prinsip pertama adalah masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan
kebutuhannya (people organized themselves based on their necessity) yang berarti
pemberdayaan hutan beserta masyarakatnya ini bukan digerakkan oleh proyek ataupun
bantuan luar negeri karena kedua hal tersebut tidak akan membuat masyarakat mandiri
dan hanya membuat “kebergantungan” masyarakat.
Bisnis kayu adalah salah satu bisnis jangka panjang dengan kemungkinan
keuntungan yang sangat tinggi, selama beberapa abad terakhir permintaan kayu selalu
meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dunia. Perubahan ekonomi seperti
China dan India yang sekarang menjadi negara konsumen (consumer market) dalam
beberapa tahun terakhir karena hal tersebut dampaknya pada pasar kayu yang semakin
meningkat.
Hal tersebut di atas mengkonfirmasi bahwa ada hubungan antara pertambahan
populasi dengan permintaan kayu. Tidak ada prediksi adanya penyusutan permintaan
kayu dengan melihat penduduk dunia dalam 30-60 tahun mendatang. Di sisi lain tidak
ada keraguan bahwa produksi dari hutan alam tropis akan menurun, menurut REIDD
dikarenakan adanya insentif untuk tidak menebang kayu dari Badan Organisasi Dunia,
penegakan hukum, reboisasi. Tetapi pelestarian hutan di seluruh dunia tidak akan bisa,
karena volume dan penanaman tidak akan mampu mengimbangi permintaan seiring
dengan cepatnya pertambahan populasi dunia, sebab kompensasi penanaman hutan bisa
dipanen dalam jangka waktu 25-30 tahun.
Kayu adalah komoditas terbesar ketiga yang diperdagangkan di dunia setelah
minyak mentah dan gas ( € 200 milyar/ tahun). Disaat produksi gas mentah menjadi
langka, banyak peluang berinvestasi di bidang kehutanan. Index Harga Komoditas Bank
Dunia menunjukkan, bahwa hanya ada 3 komoditi yang meningkat nilai jualnya selama
kurun waktu 10, 20, dan 100 tahun terakhir: Emas, Minyak dan Kayu. Walaupun emas
saat ini masih memiliki kinerja yang sangat bagus, akan tetapi kinerja Emas tidak terlalu
baik pada rentang waktu yang panjang yaitu, antara tahun 1979 sampai 2004. Serta
harga minyak cenderung sering berfluktuasi karena spekulasi di masa yang akan datang.
Perbandingan HTRG menggarisbawahi, investasi kayu dengan kualitas terbaik
mengalahkan performa S & P 500 dalam setengah abad terakhir, baik dari segi
keuntungan maupun volatilitas. Dan portofolio yang digabungkan dengan kayu bekerja
lebih baik dari pada portofolio tanpa kayu. Seiring waktu, kayu tumbuh dengan
Pola
No Blok/Zona Pemanfaatan Produk
Investasi
1. Blok Pemanfaatan air AMDK (Air minum Investor
Pemanfaatan bersih dalam kemasan)
kawasan, Jasa Pemanfaatan Wisata alam Investor
Lingkungan dan Ekowisata
HHBK Pengembangan Carbon trade Investor
REDD
Pemanfaatan HHBK Madu, kayu Kemitraan
manis, kemiri, dengan
bahan baku masyarakat
jamu/obat dan kerjasama
(empon-empon) pemasaran
2. Blok
Pemanfaatan IUPHHK-HTR HHK masyarakat
HHK-HT
3 Blok
Pemanfaatan IUPHHK-HA HHK Investor
HHK-HA
6.1. PENGENDALIAN
6.3. PEMBINAAN
Pembinaan merupakan upaya mengubah sikap (attitude) yang kurang baik ke
arah yang lebih baik secara terus menerus. Pembinaan pengelolaan hutan oleh KPHP
Tanah Bumbu dilaksanakan dengan sasaran pemegang izin pemanfaatan hutan, mitra
dan masyarakat. Kegiatan pembinaan yang akan dilakukan oleh KPHP antara lain meliputi
:
1. Diseminasi kebijakan PHPL kepada para pemegang izin dalam pelaksanaan
kegiatannya. Apabila ditemukan adanya pemegang izin yang tidak melaksanakan
kewajiban dan/atau adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap ketentuan
yang berlaku, Kepala KPHP akan mengusulkan kepada Dinas Kehutanan Provinsi
untuk pemberian sanksi.
2. Penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan peraturan perundang-undangan di
bidang kehutanan, pengelolaan hutan lestari (sustainable forest
manajemen/SFM), keamanan hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
maupun hal lainnya.
7.1. PEMANTAUAN
7.2. EVALUASI
Evaluasi keberhasilan program pengelolaan KPHP Tanah Bumbu dapat diukur dari
faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tingkat perambahan terhadap kawasan KPHP Tanah Bumbu semakin menurun.
2. Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang di
sekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi kawasan KPHP Tanah Bumbu dari
gangguan keamanan kawasan serta berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan.
3. Berhasilnya program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan sebagai upaya
alternatif dalam peningkatan perekonomian masyarakat.
4. Meningkatnya pengelolaan kawasan oleh seluruh stakeholder terkait yang
memiliki kepedulian terhadap kawasan KPHP Tanah Bumbu yang dimulai dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, KPHP Tanah Bumbu sebagai Unit
Pelaksana Teknis pengelolaan dan pihak mitra pendukung.
5. Tersedianya data dan informasi mengenai potensi kawasan Pelaporan merupakan
bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
7.3. PELAPORAN
Pada kegiatan pelaporan, KPHP Tanah Bumbu melaporkan hasil akhir dari seluruh
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara berkala.
Acuan yang digunakan dalam pelaporan adalah berdasarkan standar prosedur
operasional yang berlaku. Pelaporan disusun dengan mengacu kepada Prosedur Kerja
KPHP Tanah Bumbu.
Tahapan dari penyampaian laporan dimulai dari penyiapan format laporan,
penyusunan bahan laporan dan resume telaahan bahan laporan sampai ke pada tahap
penyusunan Laporan Bulanan, Laporan Triwulanan, Laporan Semesteran, dan Laporan
Tahunan. Seluruh laporan yang telah tersusun ditandatangani oleh Kepala KPH dan
disampaikan kepada Gubernur cq. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan
dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta ditembuskan kepada Bupati Tanah
Bumbu dan Eselon I terkait.
Pelaporan dimaksudkan sebagai sarana penilaian kinerja KPHP atas rencana yang
telah disusun dengan realisasi yang dicapai, sehingga seluruh kegiatan diharapkan dapat
terlaksana.
Tabel VII-1. Rencana Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Pengelolaan Hutan
KPHP Tanah Bumbu
Peta-Peta:
LAMPIRAN 108
Lampiran 1. Matriks Kegiatan KPHP Unit VI Tanah Bumbu
No. Jenis Kegiatan Blok / Lokasi Rincian Kegiatan Input Output Outcome
LAMPIRAN 109
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
3. Penataan Wilayah / Wilayah KPHP Penataan batas RPH Blok Resort/RPH Peta RPH Terbaginya areal KPHP
Areal Kerja menjadi 3 RPH
(Batulicin, Kusan, Satui)
Wilayah KPHP Penataan batas blok dan Kegiatan pada masing- Peta blok dan petak Diperolehnya data dan
petak kerja masing blok dan petak kerja informasi blok dan petak
sebagai baseline
pengelolaan hutan
II. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu
1. Pemanfaatan Kawasan Blok Pemanfaatan Pemanfaatan kawasan Penanaman kayu manis Tanaman kayu manis Terkelolanya hutan oleh
Kawasan hutan oleh masyarakat oleh masyarakat dan kemiri yang dikelola masyarakat melalui
melalui pemberdayaan setempat oleh masyarakat pemanfaatan kawasan
Desa Emil Baru
masyarakat dengan hutan dan meningkatkan
(DAS/RPH Batulicin)
tanaman kayu manis dan kesejahteraan
dan Desa Tamunih
kemiri masyarakat sekitar
(RPH/DAS Kusan)
Blok Pemanfaaatan Pemanfaatan kawasan Bantuan stup lebah dan Budidaya lebah madu Terkelolanya hutan oleh
Kawasan hutan oleh masyarakat tanaman pakan lebah dan produksinya masyarakat melalui
melalui pemberdayaan bagi kelompok pemanfaatan kawasan
(RPH/DAS Kusan dan
masyarakat masyarakat hutan dan meningkatkan
Batulicin)
kesejahteraan
masyarakat sekitar
Blok Pemanfaatan Pemanfaatan kawasan Penananaman tanaman Budidaya tanaman obat Terkelolanya hutan oleh
Kawasan hutan oleh masyarakat obat dengan pola (empon-empon, bahan masyarakat melalui
melalui pemberdayaan agroforestry baku obat/jamu herbal) pemanfaatan kawasan
RPH/DAS Satui, Kusan,
masyarakat oleh masyarakat hutan dan meningkatkan
Batulicin
kesejahteraan
masyarakat sekitar
LAMPIRAN 110
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
2. Pemanfaatan Jasa Blok Pemanfaatan Jasa Identifikasi, penyusunan Potensi jasa lingkungan Buku renstra bisnis jasa Termanfaatkannya jasa
Lingkungan Lingkungan rencana strategis bisnis lingkungan, peta potensi lingkungan oleh investor
jasa lingkungan, jasa lingkungan, media
RPH/DAS Satui, Kusan,
promosi, pembinaan dan promosi, dokumen
Batulicin
monitoring serta fasilitasi
pengembangannya
Blok Pemanfaatan Jasa Identifikasi, penyusunan Potensi ekowisata : Dokumen perencanaan Termanfaatkannya
Lingkungan (Ekowisata) rencana strategis bisnis (desain tapak, lay out), ekowisata oleh investor
Air tejun dan gua
dan wilayah KPHP jasa lingkungan, sarpras ekowisata maupun masyarakat
promosi, pembinaan dan Ekowisata minat khusus melalui kemitraan
RPH/DAS Satui, Kusan,
evaluasi
Batulicin
3. Pemanfaatan Hasil Blok Pemanfaatan HHK Promosi, pembinaan dan Potensi HHK 112,06 IUPHHK, Kemitraan Termanfaatkanya HHK
Hutan Kayu monitoring m3/ha kayu diameter 20 oleh investor maupun
Cm Up masyarakat melalui
kemitraan
III. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Blok Pemberdayaan Pembentukan / Kelompok masyarakat, Lembaga usaha desa, Kesiapan kelompok
Masyarakat masyarakat Penguatan kelembagaan KTH, Karang Taruna, koperasi masyarakat untuk
masyarakat Koperasi bermitra dengan KPHP
RPH/DAS Satui, Kusan,
Batulicin Pelatihan peningkatan Iptek budidaya, Sertifikat Meningkatnya kapasitas
masyarakat pengolahan dan masyarakat
pemasaran produk
Pembangunan model Fasilitasi model usaha Model usaha kehutanan Terkelolanya model
usaha pemanfaatan sesuai potensi dan oleh masyarakat usaha kehutanan oleh
HHBK/Jasling kebutuhan masyarakat kelompok masyarakat
LAMPIRAN 111
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
LAMPIRAN 112
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
Blok Pemberdayaan Pembinaan dan Peraturan perundang- Laporan Kegiatan Terkelolanya hutan alam
Masyarakat (HTR) monitoring pelaksanaan undangan secara lestari oleh
HTR pemegang IUPHHK-
HTR
Blok Pemanfaatan (HD, Pembinaan dan Peraturan perundang- Laporan kegiatan Terkelolanya hutan alam
HKm) monitoring pelaksanaan undangan secara lestari oleh
HD, HKm pemegang HD, HKm
Blok Pemanfaatan Monitoring pelaksanaan Peraturan perundang- Laporan kegiatan Terkelolanya hutan alam
kawasan IPK, PNBP dari IPPKH undangan secara lestari oleh
pemegang IPPKH
V. Rehabilitasi pada Areal Kerja di luar Ijin
Rehabilitasi Lahan Kritis Lahan kritis pada WT Koordinasi dan Data lahan kritis Laporan dan rantek Teridentifikasinya lahan
penyusunan rantek rehabilitasi kritis dan tersusunya
RPH/DAS Satui, Kusan,
rencana rehabilitasi di
Batulicin
wilayah KPHP
Rehabilitasi lahan kritis Rantek rehabilitasi Tanaman rehabilitasi Berkurangnya lahan
dan pemeliharaan kritis dan meningkatnya
tanaman fungsi hutan pada DAS
di wilayah KPHP
VI. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi di dalam areal ijin
1. Pembinaan dan Areal kerja IPPKH Monitoring/Evaluasi Peraturan perundang- Laporan kegiatan Meningkatnya fungsi
pemantauan IPPHK, penilaian undangan hutan pada areal berijin
tanaman rehabilitasi
LAMPIRAN 113
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
LAMPIRAN 114
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
LAMPIRAN 115
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
XI Penyediaan Pendanaan
Penyediaan pendanaan - Penyusunan proposal Rencana kerja KPHP Proposal kegiatan Terpenuhinya pendanaan
dan penggalangan dana dan fasilitasi kegiatan
KPHP sesuai dengan
Perencanaan program Rencana dan program MoU kegiatan rencana kerja
bersama KPHP swakelola, hibah, dll
XII Pengembangan Database
Pengembangan database - Pembangunan sistem Database SDA, SDM Sistem database Terbangunnya sistem
database berbasis spasial dan sarpras KPHP database yang akurat
Pelatihan operator SDM KPHP Sertifikat pelatihan
database
Updating dan verifikasi Data dan operator Informasi
data
XIII Rasionalisasi Wilayah Kelola
Rasionalisasi wilayah - Penilaian aspek teknis Data dan informasi Hasil rasionalisasi, Tersusunya wilayah
kelola dan non teknis, wilayah dan rekomendasi review kelola KPHP yang
pembahasan dan perubahannya RPHJP rasional
penyusunan rasionalisasi
wilayah
XIV Review Rencana Pengelolaan
Review RPHJP - Updating data, analisa Hasil evaluasi, data dan Hasil review RPHJP Tersusunnya rencana
teknis dan non teknis, informasi wilayah pengelolaan yang akurat
penyusunan review peraturan perundangan sesuai dengan kondisi
perubahan
LAMPIRAN 116
No. Jenis Kegiatan Blok Rincian Kegiatan Input Output Outcome
VX Pengembangan Investasi
Pengembangan investasi Blok Pemanfaatan Pemanfaatan air bersih Sumber daya air AMDK (air minum Meningkatnya
HHBK/ Jasa Lingkungan Kawasan dalam kemasan) produktifitas wilayah
hutan dan
Pemanfaatan ekowisata Potensi ekowisata Jasa wisata berkembangnya multi
Pemanfaatan jasa Potensi penyimpanan Pengembangan REDD / usaha kehutanan di
lingkungan dan penyerapan karbon carbon trade wilayah KPHP
Pemanfaatan HHBK Potensi madu, kayu Produk usaha
melalui Kemitraan manis, kemiri, empon- masyarakat
dengan masyarakat dan empon
kerjasama pemasaran
Blok Pemanfaatan HHK- IUPHHK-HTR Potensi HHK IUPHHK-HTR
HT
Blok Pemanfaatan HHK- IUPHHK-HA Potensi HHK IUPHHK-HA
HA
LAMPIRAN 117