Anda di halaman 1dari 17

POTENSI SUMBER DAYA ALAM KABUPATEN KEPULAUAN

TANIMBAR IBU KOTA SAUMLAKI

Potensi perikanan dan kelautan di Indonesia Timur sudah lama dikenal sangat
berlimpah. Salah satu daerah yang dianugerahi kekayaan tersebut, adalah
Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) di Provinsi Maluku. Keberadaan daerah
tersebut, juga sangat strategis karena berada di garda terdepan kepulauan Nusantara
dan berbatasan langsung dengan Australia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Saumlaki di Kabupaten


MTB sebagai salah satu daerah yang akan dibangun menjadi  Sentra Kelautan dan
Perikanan Terpadu (SKPT).

Pada pertengahan Oktober 2017, Mongabay Indonesia datang langsung ke MTB


untuk melihat kondisi perikanan disana dan perkembangan pembangunan Saumlaki
sebagai SKPT. Ini adalah tulisan pertama hasil peliputan tersebut.

***

Tanah yang subur, laut yang kaya akan sumber daya ikan, dan masyarakat yang
ramah, adalah sedikit gambaran dari Kabupaten MTB. Daerah yang dikenal dengan
sebutan kepulauan Tanimbar itu, memiliki struktur alam yang lengkap. Daratan
dengan hamparan tanah dan perbukitan, berpadu dengan laut yang masih lestari.

Kekayaan melimpah yang ada di laut, berhasil mencuri perhatian banyak pemburu
sumber daya ikan dari berbagai daerah hingga ke mancanegara. Warga lokal sering
bercerita, laut MTB yang diapit perairan Arafura dan Banda, menyimpan beragam
ikan dan biota laut yang sangat kaya. Tak ayal, banyak pelaut curang, baik dari dalam
negeri maupun mancanegara yang menjajal laut MTB untuk diambil kekayaannya.

Kekayaan seperti ikan-ikan bernilai tinggi itu, kemudian diangkut keluar dari MTB
dan dijual dengan harga tinggi. Akibatnya, kesejahteraan warga MTB masih sangat
tertinggal jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, terutama dengan
pulau Jawa.

Saat Pemerintah Indonesia berganti kepemimpinan dari Presiden Soesilo Bambang


Yudhoyono ke Joko Widodo, era baru dimulai di MTB yang beribukota Saumlaki.
Jokowi menunjuk Susi Pudjiastuti menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan. Sosok
Susi, diakui atau tidak, langsung membawa angin segar dan perubahan untuk
eksplorasi sumber daya laut.

Di Saumlaki, hawa perubahan semakin terus terasa. Tak hanya membersihkan


wilayah laut daerahnya dari pelaut asing dan ilegal, juga dilakukan perubahan
fundamental dalam pola fikir masyarakatnya. Semua itu dikawal langsung oleh
Pemerintahan yang baru.

 
Suasana di kawasan Pelabuhan Ukurlalan, Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB),
Maluku, pada pertengahan Oktober 2017. Pelabuhan ini rencananya akan digunakan sebagai bagian
dari Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Saumlaki, Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

Puncaknya, pada 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan


Saumlaki, sang ibu kota MTB menjadi salah satu sentra kelautan dan perikanan
terpadu (SKPT). Proyek tersebut, akan menyulap wajah perekonomian MTB,
khususnya Saumlaki, selangkah lebih maju dari sebelumnya.

Untuk keperluan itu, Pemerintah akan membangun sejumlah fasilitas di ibu kota
MTB. Fasilitas tersebut, termasuk untuk pelabuhan perikanan, dan industri
pengolahan perikanan dan kelautan. Kedua fasilitas utama tersebut, akan ditunjang
oleh fasilitas fasilitas penunjang seperti tempat tinggal nelayan dan pekerja sektor
perikanan dan kelautan,

Janji tersebut diungkapkan oleh Susi Pudjiastuti di Jakarta, pada medio 2016 lalu.
Dengan tegas, Susi kala itu menyebut bahwa Saumlaki disiapkan untuk bisa bersaing
dengan kota lain di Jawa. Tidak hanya itu, pembangunan SKPT, juga bertujuan agar
proses pemasaran produk perikanan dan kelautan bisa lebih cepat dilakukan.

“Selama ini, proses pemasaran terhambat karena jarak yang jauh. Walaupun bisa
dipasarkan, namun saat ikan sampai di lokasi tujuan, kondisinya sudah tidak segar.
Itu bisa menurunkan harga jual di pasaran,” ucap dia.

Dengan adanya SKPT, Susi menyebut, pemasaran bisa dilakukan lebih cepat dan
bisa menjaga ikan tetap segar. Tak hanya itu, dengan adanya SKPT, proses ekspor
produk kelautan dan perikanan yang sebelumnya harus melalui Surabaya, Jawa
Timur atau Jakarta, bisa dilakukan langsung dari Saumlaki.

Akan tetapi, meski sudah ditetapkan sebagai lokasi SKPT sejak 2015,
pembangunannya hingga saat ini masih belum terlihat sama sekali. Kondisi itu
berbanding terbalik dengan daerah lain yang juga ditetapkan menjadi SKPT.

Natuna salah satunya. SKPT yang berlokasi di Kabupaten Natuna, Provinsi


Kepulauan Riau itu, saat ini terus mempersolek diri menyambut kehadiran mega
proyek tersebut. Pembangunan SKPT tersebut, oleh KKP juga terus dikebut agar bisa
segera difungsikan sebagai titik utama pemanfaataan sumber daya kelautan dan
perikanan di wilayah yang berbatasan langsung dengan Tiongkok itu.

 
Kantor Pelabuhan Perikanan Perikanan Ukurlalan, Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat
(MTB), Maluku, pada pertengahan Oktober 2017. Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

Aset Daerah
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten MTB Venan Batlayeri di Saumlaki,
akhir Oktober 2017 mengatakan, kendala utama yang menyebabkan mandeknya
pembangunan SKPT di Saumlaki, adalah karena Pemerintah Pusat masih menunggu
tanah yang akan dihibahkan.

Sayangnya, Venan menjelaskan, proses hibah semua aset daerah yang rencananya
akan digunakan untuk SKPT, hingga saat ini masih belum selesai. Saat ini, proses
masih berjalan di Pemerintah Provinsi Maluku yang memiliki wewenang untuk
proses hibah dari daerah ke pusat.

“Dari kita, sudah setuju kalau tanah dan aset daerah diserahkan kepada pusat untuk
pembangunan SKPT. Tapi, dari Provinsi masih tertahan prosesnya. Kita harapkan
itu bisa cepat selesai dilakukan. Mengingat, kita tahu kalau SKPT adalah proyek
besar dan bermanfaat untuk kemajuan MTB,” tutur dia.

Akan tetapi, Venan menambahkan, melihat proses yang belum juga selesai hingga
sekarang, dia pesimis kalau pembangunan SKPT bisa dilakukan cepat dan sesuai
dengan target yang ditetapkan oleh Pemerintah. Menurutnya, harus ada keberanian
dari Pusat untuk segera memulai pembangunan SKPT tanpa menunggu proses
hibah.

“Kita tantang Pusat apakah berani untuk membangun segera. Karena, aset dan tanah
sudah siap untuk digunakan. Tinggal keberanian saja,” tegas dia.

Tanah dan aset yang dimaksud Venan, tidak lain adalah Pelabuhan Ukurlalan yang
letaknya ada di Saumlaki. Pelabuhan yang ada di dalam area seluas 2 hektare itu,
seluruhnya dibangun oleh Pemkab MTB. Bersamaan dengan pelabuhan, dibangun
juga fasilitas lain untuk mendukung aktivitas pelabuhan.

Dari pengamatan Mongabay di lokasi, selain pangkalan pendaratan ikan (PPI),


kompleks pelabuhan juga sudah dilengkapi 10 bangunan lain yang dibangun sejak
2005. Selain PPI, bangunan utama lain yang sudah ada adalah tempat pelelangan
ikan (TPI). Namun sayang, semua bangunan tersebut kondisinya memprihatinkan
karena sudah sejak 2010 belum juga difungsikan.

Selain bangunan dermaga yang tidak berfungsi, bangunan utama lainnya yang mulai
mengalami kerusakan hebat, adalah bangunan TPI. Selain sebagian atap sudah tidak
ada, dinding tembok di sekeliling TPI juga mengalami kerusakan. Sementara, di
sebuah ruangan yang diduga adalah ruangan petugas TPI, saat ini tertumpuk banyak
alat tangkap jaring yang sedianya diberikan untuk nelayan.

 
Kondisi bangunan tempat pelelangan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ukurlalan, Saumlaki,
Maluku Tenggara Barat. Pelabuhan ini rencananya akan digunakan sebagai bagian dari Sentra
Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Saumlaki, Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

Asisten Daerah II Pemkab MTB Bidang Pembangunan Ekonomi dan


Kemasyarakatan Alo Batkormbawa saat ditemui Mongabay, tidak membantah
bahwa proses serah terima aset dari MTB ke Pemerintah Pusat hingga saat ini masih
belum selesai. Kendalanya, karena hingga saat ini masih tertahan di Pemprov
Maluku.

“Yang saya tahu, kalau proses di kita sih sudah selesai. Kita sudah serahkan ke
Provinsi. Tapi, entah apa yang menahan Provinsi belum menyerahkannya ke pusat,”
jelas dia.

Menurut Alo, dengan adanya proses serah terima yang masih tertahan,
pembangunan SKPT juga dipastikan tidak akan pernah dimulai. Mengingat,
Pemerintah Pusat dipastikan tidak mau ambil resiko sekecil apapun di lokasi
pembangunan.

“Tegasnya begini. Bagaimana Pusat mau tenang membangun, jika permasalahan


administrasi belum selesai. Makanya, kita dorong agar penyelesaian aset bisa segera
tuntas. Biar semua aset di pelabuhan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan
khalayak,” tutur dia.

Bagi Alo pribadi, terlepas dari permasalahan aset yang belum selesai hingga
sekarang, dia prihatin jika kompleks pelabuhan Ukurlalan masih terus tak berfungsi
hingga sekarang. Padahal, pembangunannya dilakukan dengan serius dan
menggunakan dana Pemkab MTB.

Berkaitan dengan lahan yang akan digunakan untuk SKPT, Alon menjelaskan bahwa
yang sudah siap untuk dimanfaatkan luasnya 2 hektare. Tetapi, dari informasi yang
didapatnya dari Pemerintah Pusat, pembangunan SKPT akan memakan lahan lebih
luas lagi. Direncanakan, kata dia, akan ada lahan tambahan seluas 2 ha.

 
Kondisi bangunan tempat pelelangan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ukurlalan, Saumlaki,
Maluku Tenggara Barat. Pelabuhan ini rencananya akan digunakan sebagai bagian dari Sentra
Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Saumlaki, Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

Program Prioritas
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan mengatakan,
meski sudah dibangun sejak 2005, namun hingga kini pelabuhan Ukurlalan masih
belum juga dioperasikan. Padahal, untuk membangun pelabuhan tersebut selama
periode 2005 hingga 2010, anggaran yang digelontorkan sudah menghabiskan Rp26
miliar.

“Sementara, KKP sendiri pada tahun ini hanya menganggarkan Rp6 miliar dan
tahun 2016 lalu tidak lebih dari Rp6 miliar juga,” ungkap dia.

Abdi Suhufan menjelaskan, penyebab utama belum berkembangnya SKPT Saumlaki


karena hingga saat ini masih belum ada prioritas program dan fokus intervensi SKPT
dari KKP. Selain itu, masih lemah komitmen dan dukungan pemda serta konsentrasi
nelayan yang tersebar pada beberapa titik.

Di luar itu, Abdi menyebut, KKP juga gagal melakukan pemetaan tentang kapasitas
nelayan di Saumlaki yang jumlahnya hanya 9.597 jiwa atau 8,6 persen dari jumlah
penduduk yang mencapai 110.425 jiwa.

“KKP perlu segera menyusun bisnis proses yang menggambarkan status kegiatan,
status infrastruktur yang sudah terbangun, memetakan gap yang ada, kapasitas
produksi, pembiayaan usaha dan pasar terhadap komoditas andalan SKPT
Saumlaki,” ujar dia.

Yang juga menjadi persoalan, menurut Abdi, desain PPI Ukurlarln perlu direvisi
bukan saja sebagai pusat produksi dan distribusi hasil laut, tetapi juga sebagai pusat
kuliner dan wisata baru di Saumlaki.

 
Salah satu kapal yang kurang terawat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ukurlalan, Saumlaki,
Maluku Tenggara Barat. Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

Kendala SKPT
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief
Widjaja pada kesempatan terpisah mengatakan, pembangunan SKPT di sejumlah
lokasi memang tidak bisa mencapai perkembangan yang sama. Antara satu lokasi
dengan lokasi yang lain, ada berbagai macam persoalan yang bisa mempercepat atau
menghambat pembangunan.

Salah satu lokasi yang hingga saat ini masih bermasalah, menurut Sjarief, adalah
salah satu lokasi yang ada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap dan hingga kini persoalan kepemilikan tanah masih belum selesai.

“Saumlaki belum ada hibah tanah dari Bupati, kalau (lokasi) yang lain sudah ada
tanah di kita. Ini yang akan kita selesaikan. Saya akan datang ke sana saat peringatan
Hari Kemerdekaan nanti, sekalian menyelesaikan persoalan ini,” ucap dia.

Selain Saumlaki, lokasi lain yang pembangunannya dilakukan oleh DJPT, kata
Sjarief, adalah Natuna, Merauke, Sebatik, Dogo (Tahuna). Dari semua lokasi yang
sedang dalam pembangunan itu, masing-masing memiliki karakteristik berbeda.

“Ada yang pembangunan sudah berlangsung dan hampir selesai, tapi kapal-kapal
ikan masih belum ada yang berlabuh. Tapi sebaliknya, ada juga yang
pembangunannya belum bagus progress-nya, namun kapal-kapal sudah banyak yang
masuk,” papar dia.

Dari lima lokasi yang ada tersebut, Sjarief menyebut, Natuna sudah beroperasi per 1
Juni lalu dan saat ini sudah ada 144 kapal ikan yang masuk. Kemudian, Merauke
yang fasilitasnya masih sangat minim, justru sudah didatangi kapal-kapal ikan.

Untuk sarana seperti cold storage, Sjarief menegaskan, pembangunan akan


dilaksanakan di lokasi Sebatik dan Merauke. Sementara, lokasi lain hingga saat ini
masih belum diketahui apakah akan dibangun cold storage atau tidak.

Selain persoalan hibah dari MTB, persoalan lain yang juga muncul adalah konflik
internal di MTB yang melibatkan kepemilikan tanah ulayat.
Saat Mongabay mendatangi lokasi Ukurlalan, pagar tinggi yang menjadi pintu
masuk ke area dermaga labuh terlihat dipasangi spanduk penolakan beroperasi
pelabuhan.

Spanduk tersebut, dipasang dengan mengatasnamakan marga yang mengklaim


memiliki tanah di sekitar pelabuhan. Dari spanduk yang terpasang, diketahui kalau
marga menolak pelabuhan beroperasi jika belum ada penyelesaian dengan mereka.

 
Gerbang Pelabuhan Laut Ukurlalan, Saumlaki, Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku, yang ditutup
oleh warga sekitar karena klaim kepemilikan lahan yang belum tuntas. Pelabuhan yang rencananya
akan digunakan sebagai bagian dari Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Saumlaki. Foto :
M Ambari/Mongabay Indonesia

Potensi Besar
Lebih jauh, Abdi Suhufan meminta Pemerintah untuk segera menyelesaikan semua
permasalahan yang ada dalam proyek SKPT Saumlaki. Karena menurut dia,
Saumlaki memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar. Dari laut Saumlaki
yang masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 718 dan 714, diperkirakan
potensi ikan di dalamnya mencapai 2,4 juta ton.

Potensi yang besar tersebut, menurut Abdi, hingga kini masih belum dimanfaatkan
dengan maksimal. Pada 2015 contohnya, kata dia, produksi dan nilai perikanan
tangkap Maluku Tenggara Barat jumlahnya hanya mencapai 9.425 ton dengan nilai
Rp125 miliar.

Selain produk tangkap, Abdi mengatakan, Saumlaki juga memiliki catatan hasil
produksi rumput laut kering sebanyak 10.714 ton dengan nilai Rp96 miliar.
Kekayaan laut ini, tutur dia, berbanding terbalik dengan jumlah orang miskin di
Maluku Tenggara Barat yang mencapai 28,58 persen.

“Membangun SKPT Saumlaki sangat penting untuk mengubah paradoks yang


berkembang saat ini, yaitu kemiskinan masyarakat di tengah kelimpahan
sumberdaya ikan,” tegas dia.

Berbeda dengan tahun buku 2016 dan 2017, Abdi Suhufan menyebut, KKP
dikabarkan akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp65 miliar untuk membangun
SPT Saumlaki pada 2018. Jika itu benar, kata dia, maka sebaiknya KKP melakukan
akselerasi pembangunan SKPT Saumlaki dengan melebarkan fokus pembangunan
dari penyediaan infrastruktur perikanan ke rekayasa sosial untuk meningkatkan
jumlah nelayan, dan membentuk organisasi nelayan yang kuat.

“Perlu membuka opsi untuk mendatangkan nelayan dari luar Saumlaki dengan
persiapan sosial yang matang terkait dengan permukiman dan proses transformasi
sosial dengan masyarakat lokal agar tidak timbulkan konflik,” kata dia.
“Selain itu, perlu ada upaya meningkatkan skill, kemampuan dan etos kerja nelayan

lokal Saumlaki agar dapat meningkatkan hasil tangkapan,” tambah dia.


Satu keluarga yang berprofesi menjadi petani rumput laut di Desa Lermatang, Kecamatan
Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Di Maluku, MTB menjadi penghasil
rumput laut terbesar ketiga setelah Kota Tual dan Kabupaten Maluku Barat Daya. Foto : M
Ambari/Mongabay Indonesia

Di luar fokus tersebut, Abdi Suhufan mengungkapkan, SKPT Saumlaki sebaiknya


tidak hanya fokus pada perikanan tangkap saja, melainkan juga perlu melakukan
intervensi peningkatan produksi dan pengolahan rumput laut. Kata dia, produksi
rumput laut MTB merupakan terbesar ke-3 di provinsi Maluku setelah Kota Tual dan
Kab Maluku Barat Daya.

“Intervensi rumput laut dilakukan melalui sinergi dengan Kementerian Desa yang
mulai tahun ini melaksanakan program aquaculture estate dengan anggaran Rp16
miliar untuk kembangkan rumput laut,” jelas dia.

Di Saumlaki sendiri, Abdi menyebut, saat ini terdapat pabrik pengolahan rumput
laut (chip) di Desa Lermatang, Saumlaki yang dibangun oleh Kementerian Desa pada
2010. Namun, sejak dibangun hinggai saat ini, pabrik tersebut belum juga
beroperasi. Untuk mengatasi hal ini, menurut dia, integrasi program menjadi kunci
keberhasilan.

“KKP, Kementerian Desa, Pemda Maluku dan Pemda Maluku Tenggara Barat mesti
duduk dalam satu meja bundar untuk menyusun tabulasi masalah serta rencana aksi
dalam membangun SKPT Saumlaki dengan mempertimbangkan semua aspek
modalitas pembangunan yang ada saat ini,” tegas dia.

“Hal ini mengingat Saumlaki merupakan daerah perbatasan yang memiliki makna
dan berperan penting dalam kacamata geo-strategis, geo-ekonomi maupun geo-
politik bagi negara dan bangsa Indonesia,” tandas dia.

 
Pabrik pengolahan rumput laut yang berlokasi di Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar, Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, Maluku. Pabrik yang sudah selesai dibangun pada 2010, kondisinya sangat
mengenaskan. Selain tak berfungsi, bangunan pabrik mulai terlihat rusak. Foto : M
Ambari/Mongabay Indonesia

Anda mungkin juga menyukai