Dilaksanakan oleh:
Rekomendasi......................................................................................................13
Singkatan..........................................................................................................................18
Foto sampul: Jejak hutan, Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat
oleh I Gusti Ngurah Pradnyana (BK-DS TN).
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Pengelolaan
Kawasan Konservasi
di Indonesia
Manajemen yang telah ada, Pembelajaran
dan Rekomendasi
1
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Latar Belakang
Banyak kawasan konservasi di Indonesia ditetapkan pada masa Pemerintahan
Kolonial Belanda berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Timur.
Penetapan tersebut didasarkan atas beberapa undang-undang dan peraturan
mengenai perlindungan satwa liar, terutama mamalia besar dan burung
yang menarik dan spesies mamalia kecil. Kebanyakan kawasan konservasi
ditetapkan sebagai monumen alam (natuurmonumenten) dan suaka
margasatwa (wildreservaat).
Brahminy kite (Haliastur indus) di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat.
Foto oleh I Gusti Ngurah Pradnyana (BK-DS NP).
2
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
3
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Sejak 1982, setelah menjadi tuan rumah Kongres Taman Nasional ke-tiga
di Bali, Indonesia telah menetapkan prioritas teratas pada pengembangan
taman nasional. Dimulai dengan mengumumkan 5 taman nasional sebelum
pelaksanaan kongres (1980) dan menambahkan 11 taman nasional pada
waktu kongres berlangsung (1982), Indonesia saat ini telah mebangun 51
taman nasional di seluruh negeri. Pengelolaan Taman nasional di Indonesia
mulai dengan membangun lembaga yang bertujuan pada menerapkan sistem
pengeloaan taman nasional seperti yang diadopsi di Bali (1982). Instusi yang
dikenal sebagai Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam ini awalnya disupervisi
oleh Balai Perlindungan dan Pengawetan Alam dan sekarang telah berubah
menjadi Balai / Balai Besar Taman Nasional.
Struktur Balai Besar Taman Nasional ini terdiri dari unit pengelola yang
melakukan konservasi sumber daya alam dan ekosistem di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, Balai Besar Taman Nasional bertanggung
jawab atas untuk melakukan:
9. Layanan data dan informasi, promosi, dan sumber daya alam dan
pemasaran konservasi ekosistem;
10. Kerja sama dan pengembangan kemitraan dalam konservasi sumber daya
alam dan ekosistem;
11. Pengelolaan dan penyuluhan pecinta alam di bidang sumber daya alam
dan konservasi ekosistem;
4
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Taman Nasional Tanjung Puting, terletak di Saat ini, terdapat dua jenis Balai Taman Nasional, yaitu Balai Besar dan
sebelah tenggara Kabupaten Kotawaringin
Balai Taman Nasional yang terbagi lagi menjadi Tipe A dan B. Perbedaan ini
Barat, Kalimantan Tengah.
Foto oleh Donald Bason.
memengaruhi struktur organisasi dan jumlah jabatan struktural. Selain itu,
untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan di lapangan, pengelola dapat
menetapkan posisi non-struktural, yang disebut Resor yang dipimpin oleh
staf non-struktural.
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Konservasi Sumber Daya Alam adalah unit
pengelolaan sumber daya alam dan konservasi ekosistem di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem. Tugas Unit Pelaksana Teknis ini adalah untuk melakukan
konservasi alam dan konservasi ekosistem dengan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru. Selain itu, lembaga ini juga
bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi teknis berkenaan dengan
pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem esensial berdasarkan
peraturan yang ada. Dalam menjalankan tugasnya, UPT Konservasi Sumber
Daya Alam berfungsi untuk melakukan:
4
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam.
5
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
5. Pengelolaan spesies tumbuhan dan satwa liar, habitat dan sumber daya
genetik, termasuk pengetahuan tradisional;
9. Layanan data dan informasi, promosi, dan pemasaran sumber daya alam
dan konservasi ekosistem;
11. Pengawasan dan pengendalian distribusi jenis tanaman dan satwa liar;
13. Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem
penting;
14. Pengelolaan dan penyuluhan pecinta alam di bidang sumber daya alam
dan konservasi ekosistem;
Seperti halnya dengan taman nasional, UPT Konservasi Sumber Daya Alam
dikelompokkan ke dalam Kelas I (Balai Besar) dan Kelas II (Balai). Kedua Balai
Besar dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dibagi lagi menjadi Tipe A dan
Tipe B. Pembedaan kelas dan jenis mempengaruhi struktur organisasi dan
tingkatan posisi struktural. Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan di
lapangan, pengelola dapat menetapkan posisi non-struktural, yang disebut
Resor yang dipimpin oleh staf non-struktural. Selain itu, untuk mendukung
kegiatan resor, Kepala Balai Besar / Balai Konservasi Sumber Daya Alam dapat
menunjuk Kepala Bagian atau staf non-struktural sebagai Kepala KPHK
sampai ke organisasi dan tata kerja KPHK sebagaimana ditentukan oleh
Undang-Undang dan Peraturan.
6
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
5
http://kph.menlhk.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=118&Itemid=313
7
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Meski sistem KPH akan diterapkan, fungsi kawasan konservasi seperti yang
dijelaskan di atas tidak berubah. Konsekuensinya, manajemen harus sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang selanjutnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam (KSA) dan Kawasan Perlindungan Alam (KPA). Saat ini, KPH taman
nasional merupakan taman nasional yang dikelola oleh Balai Besar Taman
Nasional. KPH non-nasional adalah kumpulan kawasan konservasi non-
taman nasional, kecuali taman hutan raya.
8
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Mengingat aspek dan faktor yang disebutkan di atas, laporan Kriteria dan
Indikator Rancangan Pembangunan KPHK (2015) harus diubah secara hati-
hati menjadi pedoman teknis sebagai dasar pembentukan KPHK baru serta
mendesain ulang KPHK yang ada, terutama yang ditentukan sebelumnya.
Sampai 2015. Penunjukan KPHK ini ternyata hanya berdasarkan aspek ukuran
tanpa mempertimbangkan kawasan konservasi yang berdekatan dan lanskap
sekitarnya. Oleh karena itu, KPHK tersebut hanya terdiri dari satu taman
nasional atau kawasan konservasi non-taman nasional (cagar alam atau suaka
margasatwa). Oleh sebab itu, penelaahan ulang terhadap persebaran dan batas
spasial KPHK ini harus dilakukan berdasarkan tujuan khusus konservasinya.
Selanjutnya, dengan mengelompokkan berbagai fungsi kawasan konservasi
seperti cagar alam, suaka alam, taman wisata alam, dan / atau taman buru,
diversifikasi pengelolaan kawasan dan termasuk sosial dapat diterapkan.
9
Siswanto, Wandojo. 2016. Transformasi Pengelolaan Tahura ke KPHK. Pertemuan 3 bulanan
ke-2. Mei 2016. Jakarta.
9
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
unit kerja khusus, seperti Unit Pelaksana Teknis PHK sebagai subordinat
dari masing-masing Dinas Kehutanan. Oleh karena itu, untuk beberapa
kasus, Gubernur atau Bupati / Walikota dapat menetapkan KPHK untuk
Tahura dengan mengubah institusi yang ada. Selain itu, KPHK Tahura yang
telah mapan dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah (PPK BLUD). Dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
ini, pengelolaan Tahura akan dapat menginvestasikan kembali pendapatan
mereka dari pengelolaan sumber daya.
Membangun Institusi
Meskipun KPHK telah ditetapkan sejak 2009, struktur organisasi masih belum
didefinisikan secara jelas. Penerbitan berbagai Keputusan Menteri tentang
KPHK dapat dianggap hanya dengan memberi label pada taman nasional
yang dipilih, cagar alam dan cagar alam ketat dan suaka alam karena hampir
tidak ada perubahan pengelolaan yang dilakukan. KPHK Taman Nasional
yang dikelola Balai Taman Nasional masih melakukan bisnis seperti biasa.
Bahkan lebih buruk lagi, non-taman nasional yang ditunjuk tetap ada tanpa
institusi khusus untuk mengelola kawasan tersebut. KPHK ini masih dikelola
oleh Balai Besar / Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang hanya menjaga
kawasan tanpa mendapat pengakuan khusus seperti KPHK.
Pada saat ini, organisasi KPHK yang ditunjuk ditempelkan pada Balai Besar
Taman Nasional atau Balai Besar / Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang
telah ada10. Untuk taman nasional yang dikelola oleh Balai, Kepala Balai
berfungsi sebagai Kepala KPHK, sedangkan untuk taman nasional yang
dikelola oleh Balai Besar, jabatan Kepala KPHK ini dijabat oleh Kepala Bidang
Teknis Konservasi. Dalam hal Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam,
Kepala KPHK dijabat oleh salah satu kepala divisi atau bagian, bergantung
pada pentingnya aspek pengelolaan KPHK non-taman nasional.
10
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Kewenangan
Di samping organisasi, kewenangan KPHK perlu didefinisikan dan
diefektifkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, terutama dalam
pengembangan kerjasama, koordinasi dengan pihak terkait dan pemegang
izin di kawasannya, serta pemberdayaan dan pelibatan masyarakat. Masalah
teknis mengenai pengelolaan kawasan konservasi dan jenisKPHK juga
harus diperkuat. Sampai batas tertentu, proses pengambilan keputusan
harus didelegasikan dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem ke Kepala KPHK , terutama untuk hal-hal yang berkaitan
dengan konflik dengan masyarakat lokal yang tidak terkait dengan praktik
tindak pidana kehutanan. Penguatan kewenangan KPHK akan menciptakan
kepercayaan dari pihak terkait dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan.
11
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
12
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Rekomendasi
1. Untuk memperkuat dasar hukum pengembangan KPHK, peraturan
menteri mengenai penetapan desain dan pilihan pengelolaan
pembangunan harus disiapkan.
3. Balai besar konservasi taman nasional dan sumber daya alam dapat
dianggap berperan dalam mengkoordinasikan pengelolaan KPHK.
13
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Jumlah: 8,373,061.81
Sumber: (http://kph.menlhk.go.id/sinpasdok/pages/pencariandata_kphk)
14
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
15
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Sumber: (http://kph.menlhk.go.id/sinpasdok/pages/pencariandata_kphk)
16
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
1. Cut Nyak Dien 6.300 Nanggroe Aceh Darussalam: Keputusan Menhut No. 95/Kpts-II/2001, 15 Maret 2001
(Meurah Intan) Kabupaten Aceh Besar
2. Bukit Barisan 51.600 Sumatera Utara: Kabupaten Karo, Deli Keppres No. 48 Tahun 1988, 29 November 1988
Serdang, dan Langkat
3. Dr. Moh. Hatta 12.100 Sumatera Barat: Padang Keputusan Menhut No. 193/Kpts-II/1993, 27 Maret 1993
4. Sultan Syarif 6.172 Riau: Kabupaten Kampar Keputusan Menhutbun No. 348/Kpts-II/1999, 26 Mei 1999
Hasyim
5. Thaha Syaifudin 15.830 Jambi. Lokasinya di kabupaten Batanghari Keputusan Menhut No. 94/Kpts-II/2001, 15 Maret 2001
6. Raja Lelo 1.122 Bengkulu: Kabupaten Bengkulu Utara Keputusan Menuth No. 21/Kpts/VI/1998, 7 Januari 1998
7. Wan Abdul 22.245 Lampung: Lampung Selatan Keputusan Menhutbun No. 679/Kpts-II/1999, 1 September
Rahman 1999
8. Ir. H. Djuanda 590 Jawa Barat: Kabupaten Bandung Keppres No. 3 Tahun 1995, 14 Januari 1995
9. Palasari 35 Jawa Barat: Kabupaten Sumedang Keputusan Menhut No. 297/Menhut-II/2004, 10 Agustus
2004
10. Pancoran Mas 6 Jawa Barat: Kota Depok Keputusan Menhutbun No. 276/Kpts-II/1999, 7 Mei 1999
Depok
11. Ngargoyoso 231 Jawa Tengah: Kabupaten Karanganyar Keputusan Menhut No. 233/Kpts-II/2003, 15 Juli 2003
12. Gunung Bunder 617 DI Yogyakarta: Kabupaten Gunung Kidul Keputusan Menhut No. 353/Menhut-II/2004, 28 September
2004
13. R. Suryo (meliputi 27.868,30 Jawa Timur: Kabupaten Mojokerto, Keputusan Menhut No. 80/Kpts-II/2001, 19 Mei 2001
Gunung Arjuno Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang,
dan CA Lalijiwo) Kabupaten Pasuruan dan Kota Batu
14. Ngurah Rai 1.392 Bali: Kabupaten Badung Keputusan Menhut No. 067/Kpts-II/1988, 15 Februari
1988
15. Nuraksa 3.155 Nusa Tenggara Barat: Kabupaten Keputusan Menhutbun No. 244/Kpts-II/1999, 27 April
Lombok Barat 1999
16. Prof. Ir. Herman 1.900 Nusa Tenggara Timur: Kupang Keppres No. 80 Tahun 1996, 11 Oktober 1996
Yohanes
17. Bukit Soeharto 61.850 Kalimantan Timur: Kabupaten Kutai Keputusan Menhut No. 419/Menhut-II/2004, 19 Oktober
Kartanegara dan Penajam Paser Utara 2004
18. Sultan Adam 112.000 Kalimantan Selatan: Kabupaten Banjar Keppres RI No. 52 Tahun 1989, 18 Oktober 1989
dan Kabupaten Tanah Laut
19. Murhum 7.877 Sulawesi Tenggara: Kendari Keputusan Menhutbun No. 103/Kpts-II/1999, 2 Maret
1999
20. Palu 8.100 Sulawesi Tengah: Palu Keputusan Menhut No: 461/Kpts-11/1995, 4 September
1995
21. Poboya Paneki 7.128 Sulawesi Tengah: Donggala Keputusan Menhutbun No. 24/Kpts-II/1999, 9 April 1999
22. Bontobahari 3.475 Sulawesi Selatan: Bulukumba Keputusan Menhut No. 721/Menhut-II/2004, 1 Oktober
2004
17
Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia
Singkatan
B/BBTN Balai / Balai Besar Taman Nasional
CA Cagar Alam
HW Hutan Wisata
SM Suaka Margasatwa
WWF World Wide Fund for Nature (prev.: World Wildlife Fund)
18
Diterbitkan oleh:
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH
Kantor terdaftar:
Bonn and Eschborn, Germany
Penulis:
Wandojo Siswanto
Manajer Bidang Strategis mengenai Kebijakan Kehutanan dan Perubahan Iklim. GIZ FORCLIME.
GIZ bertanggung jawab atas isi publikasi ini. Atas nama Kementerian Federal Jerman
untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ)