Sebagian besar habitat orangutan yang tersisa di lanskap Mendawak berada dalam enam konsesi yang dimiliki oleh Sumitomo, Sinar
Mas, dan Alas Kusuma, sehingga menunjuk area HCV tersebut sebagai zona inti akan membuka kesempatan konektivitas dan
melindungi habitat orangutan yang signifikan. Sumitomo telah menunjukkan komitmen melalui pembentukan koridor hijau di
seluruh konsesi mereka, dan keberhasilannya dapat direplikasi di daerah sekitarnya untuk menghubungkan lanskap yang lebih luas.
Di wilayah paling barat dari Cagar Biosfer Palung-Mendawak yang diusulkan terdapat hutan mangrove pesisir Kandelia Alam. Garis
pantai Kalimantan Barat berfungsi sebagai habitat bagi berbagai spesies yang terancam, termasuk pesut (Orcaella brevirostris),
penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), Dugong (Dugong dugon), hiu paus (Rhincodon typus), dan
guitarfish raksasa (Rhynchobatus djiddensis). Wilayah pesisir ini memiliki hutan mangrove seluas 162.167 hektar, dengan 100.147
hektar, atau lebih dari 60%, di antaranya berada di Kubu Raya. Terlepas dari garis pantainya yang signifikan, lingkungan pesisir dan
laut Kalimantan Barat masih kurang didalami. Dimasukkannya kawasan ini dalam cagar biosfer memberikan peluang untuk
meningkatkan penelitian dan konservasi kawasan melalui kolaborasi multi-pemangku kepentingan.
Di Indonesia, rumah bagi beragam kelompok adat, hubungan antara masyarakat dan tanah leluhur mereka sangat mendalam.
Kelompok adat Dayak di Kalimantan Barat memandang hutan sebagai sumber kehidupan dan telah melindungi kawasan hutan
melalui praktik pengelolaan tradisional selama beberapa generasi. Terlepas dari pentingnya nilai budaya, hutan adat tidak
memiliki perlindungan yang memadai dan pengakuan pemerintah, yang menyebabkan kerentanan. Mengingat cagar biosfer
mewakili keseimbangan yang harmonis antara konservasi dan pembangunan manusia yang berkelanjutan, dengan masyarakat di
garis depan, penggabungan kawasan adat ke dalam cagar biosfer memberikan peluang unik untuk memperkuat kawasan hutan
adat, mengurangi kerentanan kepemilikan dan konflik. Pelibatan ini akan memfasilitasi proses pemantapan hutan adat melalui
skema perhutanan sosial pemerintah Indonesia dan menawarkan solusi untuk sengketa lahan yang sering dihadapi oleh
masyarakat.
Pesut ((Orcaella brevirostris) yang terancam punah di perairan Kubu Raya, spesies unggulan untuk Cagar Biosfer Palung-Mendawak. Kredit foto:
World Wildlife Fund (WWF)
Mengembangkan Pariwisata Berkelanjutan
untuk Pertumbuhan Ekonomi
Penunjukan UNESCO berfungsi sebagai indikator kualitas bagi
wisatawan, mempengaruhi pilihan tujuan. Pariwisata
berkelanjutan menandakan tujuan wisata yang unik yang
membuka potensi lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan
yang berkelanjutan, sambil melestarikan lingkungan alam dan
warisan budaya. Ketika alam menjadi aset ekonomi yang
berharga bagi para pemangku kepentingan, mereka akan
termotivasi untuk melindungi dan memanfaatkan sumber daya
secara berkelanjutan. Salah satu model pariwisata
berkelanjutan yang sukses dilakukan di Cagar Biosfer Teluk
Jozani-Chwaka di Zanzibar, Tanzania, di mana pengambilan
keputusan partisipatif dan distribusi pendapatan yang adil
menandakan bahwa sebagian besar pendapatan disalurkan
kepada masyarakat, yang kemudian memutuskan aktivitas
mana yang akan didanai. Pendekatan kolaboratif ini
memastikan manfaat bersama dan inisiatif pembangunan
berbasis masyarakat.
Hutan hujan dan hutan mangrove di dalam Cagar Biosfer Palung-Mendawak yang diusulkan, berfungsi sebagai reservoir karbon
penting. Mangrove memiliki potensi besar untuk solusi berbasis alam (NBS), termasuk konservasi, restorasi, dan pengelolaan
berkelanjutan, menghasilkan kredit karbon untuk menghindari deforestasi dan mengurangi emisi. NBS menawarkan pendekatan
terukur untuk penangkapan emisi karbon, memberikan dampak positif pada keanekaragaman hayati, dan manfaat ekonomi
melalui skema perdagangan karbon. Sistem ini dapat menawarkan peluang ekonomi berkelanjutan yang menguntungkan
beragam pemangku kepentingan.
Hutan mangrove Kubu Raya, Kalimantan Barat. Sumber foto: The Jakarta Post