KATEGORI INSTRUMEN:
Pengelolaan dan Pengendalian Kerusakan Hutan
KELAS RISIKO:
Menengah Rendah
REVISI:
KELAS PENGGUNA:
Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah
TANGGAL BERLAKU:
KLUSTER KEGIATAN:
Operasional - Teknis JUMLAH HALAMAN: 12
A.1. TUJUAN
Standar ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman teknis pemulihan fungsi
ekosistem mangrove dalam rangka meningkatan semua upaya perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai
keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan masyarakat.
A.2. PELAKSANA
Pelaksana pemulihan fungsi ekosistem mangrove dibawah koordinasi Dirjen PDASRH
Kementerian LHK (UPT Pusat) dan DLH Provinsi (UPT Daerah). Pada pelaksanaannya
dapat melibatkan berbagai stakeholder, mulai dari Pemerintah Kotamadya/Kabupaten,
Badan Riset dan Inovasi Nasional, Perguruan Tinggi, Perusahaan Swasta, NGO dan
Masyarakat.
B. URAIAN STANDAR
B.1. BESARAN DAMPAK
Indonesia masih terus berjuang untuk memulihkan ekosistem mangrove yang
kondisinya saat ini sedang kritis dan menyebar di seluruh provinsi. Salah satu upaya
pemulihan dilakukan dengan cara rehabilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia. Dari catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekosistem
mangrove yang kondisinya kritis saat ini luasnya mencapai 637 ribu hektare atau
mencakup 19 persen dari total luas mangrove di Indonesia yang mencapai 3,3 juta ha.
Selain kondisi kritis yang memerlukan upaya rehabilitasi, kondisi mangrove di Indonesia
saat ini dalam keadaan baik dengan luas mencapai 2,6 juta ha atau mencakup 81
persen dari total luas yang ada. Seluruh ekosistem tersebut menyebar luas di seluruh
provinsi Indonesia.
Mangrove yang kondisinya kritis saat ini ada yang berada di dalam kawasan hutan
dengan luas mencapai 460 ribu ha atau mencakup 72,18 persen dari total ekosistem
Ekosistem mangrove sendiri menjadi tujuan utama rehabilitasi, karena memiliki fungsi
yang sangat besar sebagai habitat bagi organisme laut, tempat berlindung, tempat
mencari makan, dan tempat berkembang biak bagi hewan laut. Hutan mangrove juga
berperan besar dalam melindungi pantai dari abrasi air laut.
B.2.1.1. Perencanaan
Perencanaan pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove didasarkan pada hasil survei
lapangan atau hasil analisis dari data spasial, dan berdasarkan perubahan tata ruang
serta perubahan Rencana Kerja Usaha (RKU). Rencana pemulihan fungsi Ekosistem
Mangrove memuat beberapa hal sebagai berikut:
a) lokasi pemulihan;
b) luas lahan pemulihan;
c) cara pemulihan;
d) komponen dan jadwal kegiatan;
e) rencana biaya;
f) manajemen pelaksanaan;
g) target capaian per 6 (enam) bulan; dan/atau
h) teknik dan jadwal pemantauan.
Rencana pemulihan disusun paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak mendapat
penentuan hari mulai terjadinya kerusakan dari Direktur Jenderal terkait. Dokumen
Rencana Pemulihan yang telah disusun disampaikan kepada Direktur Jenderal terkait.
B.2.1.2. Pelaksanaan
Pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove dilakukan dengan cara melaksanakan:
a) rehabilitasi;
b) suksesi alami;
c) restorasi; dan/atau
Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan mengutamakan jenis tanaman asli dan telah
mempertimbangkan:
a) kesesuaian lahan;
b) aspek lingkungan;
c) aspek sosial; dan
d) aspek ekonomi.
Jenis-jenis tanaman asli yang dapat digunakan untuk kegiatan rehabilitasi disesuaikan
dengan formasi vegetasi yang umum dijumpai pada ekosistem mangrove, jenis-jenis
tanaman tersebut antara lain:
a) Bakau (Rhizophora sp)
b) Burus/Tanjang (Bruguiera sp)
c) Pedada/Perepat (Sonneratia sp)
d) Api-api/Mangi-mangi Putih (Avicennia sp)
e) Nipah (Nypa fruticans)
Suksesi alami dilakukan terhadap Ekosistem Mangrove yang telah disekat dan tidak
terdapat gangguan dari aktivitas manusia. Kemudian kegiatan restorasi dilakukan untuk
menjadikan Ekosistem Mangrove atau bagian-bagiannya berfungsi kembali
sebagaimana semula, melalui pembangunan infrastruktur pusat restorasi dan
pengembangan ekosistem pesisir, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.
Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air merujuk kepada Peraturan Menteri LHK
Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
pada lampiran IV yaitu Tata Cara Penyusunan Rancangan Kegiatan Penerapan Teknik
Konservasi Tanah.
Terhadap hasil penilaian dinyatakan tidak berhasil seluruhnya atau sebagian, maka
perlu mendapatkan tindakkan berupa:
a) memberikan peringatan;
b) mengambil langkah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c) menunjuk pihak lain untuk melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove
dengan biaya dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
sebelumnya.
B.2.2. Lokasi
Teluk Balikpapan, Muara Sepaku, Pesisir Laut Samboja, dan wilayah mangrove di
Provinsi Kalimantan Timur
B.3.2. Lokasi
Teluk Balikpapan, Muara Sepaku, Pesisir Laut Samboja, dan wilayah mangrove di
Provinsi Kalimantan Timur
Bahan Acuan
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional
Pengelolaan Ekosistem Mangrove
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan
3. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
24/PERMEN-KP/2016 Tentang Tata Cara Rehabilitasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil
4. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Departemen Kelautan Dan Perikanan,
Direktorat Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Bina Pesisir, Tahun 2004
5. Buku Panduan Perencanaan Strategi Reboisasi, Yayasan Mangrove Lestari (Yml)
Delta Mahakam Dan Planete Urgence, Tahun 2016