Anda di halaman 1dari 13

FORMAT INSTRUMEN STANDARDISASI

BADAN STANDARDISASI INSTRUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan


Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

TINGKAT INSTRUMEN: NOMOR DOKUMEN:


Standar [SBSI]/Petunjuk Teknis SBSI …

KATEGORI INSTRUMEN:
Pengelolaan dan Pengendalian Kerusakan Hutan

KELAS RISIKO:
Menengah Rendah
REVISI:
KELAS PENGGUNA:
Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah
TANGGAL BERLAKU:
KLUSTER KEGIATAN:
Operasional - Teknis JUMLAH HALAMAN: 12

NAMA: Standar Bibit Untuk Lanskap Perkotaan

STANDAR PEMBUATAN BIBIT UNTUK LANSKAP PERKOTAAN


UNTUK USAHA/KEGIATAN RISIKO MENENGAH RENDAH

A. URAIAN KEGIATAN STANDARDISASI


Penyediaan bibit berkualitas tinggi memerlukan kegiatan penyediaan benih (sumber
benih) prosedur pembibitan di persemaian yang dapat memproduksi bibit yang
biasasampai siap untuk ditanam untuk lanskap perkotaan. Kriteria mutu bibit untuk
tujuan penanaman di kawasan urban ataulanskap perkotaan tentunya sangat berbeda
memiliki perbedaan dengan kriteria bibit untuk tujuan rehabilitasi lahan dan hutan.
Penanaman untuk lanskap perkotaan perlu memperhatikan aspek keindahan,
kecepatan tumbuh dan fungsi tanaman dalam mengurangi polusi (air, udara, suara).
Penanaman untuk lanskap perkotaan saat ini banyak menggunakan bahan tanaman
berukuran besar (semai, tiang, pancang dan pohon) agar taman kota, hutan kota dan
tempat lainnya di dalam lingkungan pusat kota cepat lingkungan perkotaan
cepatmengalami proses penghijauantertutup vegetasi. Standarisasi pembuatan bibit
untuk lanskap perkotaan dimulai dari tahapanterdiri dari: seleksi jenis, penentuan
ukuran dan asal bibit, penentuan ukuran dan jenis bahan kantong tanam, penyiapan
media tanam dan kondisi perakaran, metode produksi bibit dan aklimatisasi bibit.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 1 dari 15


A.1. TUJUAN
Standar ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman/petunjuk dalam
menghasilkan bibit siap tanam yang berkualitas tinggi untuk keberhasilan
pembangunan lanskap perkotaan khususnya di Kawasan Ibu Kota Negara.

A.2. PELAKSANA
Pelaksana penyediaan bibit untuk lanskap perkotaan ini dibawah koordinasi Dirjen
PDASHL, Kementerian LHK. Pada pelaksanaannnya dapat melibatkan berbagai
stakeholder, mulai dari Pemerintah daerah, Badan Riset dan Inovasi Nasional,
Perguruan Tinggi, Perusahaan Swasta, NGO, Media massa dan Masyarakat.
A.3. TAHAP KLUSTER KEGIATAN
Kegiatan penyediaan bibit untuk lanskap perkotaan meliputi kegiatan:
1. Pemilihan jenis tanaman
2. Penentuan ukuran dan asal bibit tanaman
3. Penetapan ukuran dan jenis bahan kantong tanam
4. Penyiapan media tanam dan perakaran tanaman
5. Metode produksi bibit
6. Aklimatisasi bibit

B. URAIAN STANDAR
B.1. BESARAN DAMPAK
Bibit merupakan tumbuhan muda jenis tanaman hutan hasil perbanyakan dan/atau
pengembangbiakan secara generatif (benih, cabutan) maupun vegetatif (stek, cangkok,
okulasi, kultur jaringan) yang siap tanam di lapangan. Dalam budidaya tanamanKualitas
, bibit merupakan hal yang penting untuk mendapatkanakan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi yang optimal. Untuk Kawasan perkotaan yang baru
dibangun, bisa menggunakan memerlukan bibit untuk lanskap perkotaan dimana yang
memiliki fungsi untuk estetik tertentu danserta memiliki ukurannya lebih besar
dibandingkan bibit untuk penghijauan di lahan kritissecara umum. Penerapan bBibit
untuk lanskap perkotaan yang terstandar akan memberikan dampak positif antara lain:
yaitu:1) Meningkatkan keberhasilan penanaman dan cepat menghijaukan lingkungan
perkotaan. Apabila tanaman sudah tumbuh baik akan Mmemberikan manfaat praktis
bagi lingkungan perkotaan antara lain:baik berfungsi lindung, estetika, penyerap
polutan, kesejukan dan perlindungan fungsi konservasi tanah dan air, 2) Memberikan
kenyamanan bagi produkitvitas masyarakat perkotaan, dan 3) Konservasi ex situ jenis
jenis tanaman lokal pada lahan perkotaaan.

B.2. STANDAR PENGELOLAAN


B.2.1. Bentuk Pengelolaan

B.2.1.1. Jenis Tanaman


Pemilihan jenis-jenis tanaman untuk penghijauan di perkotaan khususnya IKN
memperhatikan keberadaan jenis lokal, memenuhi persyaratan silvikultural, persyaratan
manajemen dan persyaratan estetik tanaman.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 2 dari 15


1) Persyaratan silvikultural adalah persyaratan kesesuaian tempat tumbuh (iklim dan
edafis) jenis tanaman sesuai dengan lokasi kondisi lingkungan fisik pengembangan
hutan kota, berada pada tempat tumbuh yang sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhannya (kondisi iklim dan edafis), dapat tumbuh pada tanah miskin hara,
mampu memulihkan kesuburan tanah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit,
spesies tumbuhan yang selalu hijau, batang pokok dan cabang kuat sehingga tidak
mudah tumbang dan patah, akar tidak merusak jalan, beton, dan bangunan yang
ada di sekitarnya (Indriyanto, 2006), toleran terhadap suhu tinggi dan penyinaran
matahari yang kuat serta toleran terhadap kekurangan air (Sæbø et al., 2005)
2) Persyaratan manajemen adalah: cara penanaman spesies tumbuhan
mudahtanaman mudah untuk ditanam, pemeliharaannya mudah dan murah,
pengamanan dan pemanfaatannya mudah (Indriyanto, 2006), bertajuk tebal dan
rapat sehingga dapat berfungsi sebagai tanaman peneduh, pelindung angin, serta
berkemampuan tinggi dalam pengurangan pencemaran lingkungan perkotaaan
(udara, air, tanah) (Sæbø et al., 2005). Kemampuan daya serap tanaman terhadap
beberapa polutan tersaji pada Lampiran 1.
3) Persyaratan estetika yaitu : a) memiliki tajuk, percabangan, daun dan/atau bunga
yang indah sehingga berfungsi sebagai penambah estetika atau keindahan
lingkungan perkotaan, b) memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, c) memiliki
buah berukuran relatif kecil sehingga ketika jatuh tidak membahayakan manusia
atau merusak fasilitas/bangunan di sekitarnya, d) tidak menghasilkan getah yang
beracun atau berbahaya bagi makhluk hidup, e) tidak menghasilkan serbuk sari
yang berpotensi menimbulkan alergi bagi manusia (Sæbø et al., 2005).
B.2.1.2. Ukuran dan Asal Bibit Tanaman
1) Bibit tanaman untuk lanskap perkotaan memiliki ukuran yang lebih besar
dibandingkan untuk bibit tanaman penghijauan rehabilitasi lahan kritis pada
umumnya atau bibit untuk pembangunan hutan tanaman
2) Bibit tanaman berasal dari pembibitan generatif yang langsung ditanam di polybag
besar/planter bag atau ditanam di tanah sebelum bibit dipindahkan ke polybag atau
yang berasal dari cabutan alam.
3) Ukuran bibit mulai dari tingkat semai (tinggi < 150 cm), pancang (tinggi > 150 cm
dan diameter < 10 cm), tiang (diameter mencapai 10-20 cm) dan pohon (diameter >
20 cm)
4) Khusus Bbibit asal cabutan dari Family Dipterocarpaceae sebaiknya dilakukan
maksimal pada tingkat pancang untuk meningkatkan keberhasilan penanaman.

B.2.1.3. Ukuran dan Jenis Bahan Kantong Tanam


1) Jenis cepat tumbuh (<2 tahun dipersemaian)
 Ukuran polybag besar. Contoh: polybag ukuran 40 cm x 50 cm tebal 0,2 mm
lay flat (setelah diisi tanah diameter -/+ 25 cm dan tinggi -+ 29 cm) berwarna
hitam memiliki lubang berdiameter 0,5 cm.
 Untuk bibit sulaman ditanam pada polybag lebih besar lagi. Contoh: ukuran
0,18 mm x 50 cm x 60 cm.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 3 dari 15


 Plastik polybag mempunyai kualitas yang baik, tebal, hal ini dapat dilihat
dengan mengamati dibalik sinar matahari, tidak ada bagian yang terang karena
tipis.
 Polybag bersifat lentur sehingga tidak mudah rusak akibat sinar matahari.

40 cm

50 cm

Gambar 1. Polybag ukuran besar

2) Jenis lambat tumbuh (>2 tahun dipersemaian)


 Kantong untuk media tanam di persemaian untuk jenis lambat tumbuh
menggunakan planter bag berbahan polyethilene.Contoh planter bag berukuran
12 liter (25 cm x 25 cm) berwarna hitam mempunyai lubang drainase serta
dilengkapi belt handle.

Gambar 2. Planter bag (Foto : Hani, 2022)

3) Bibit asal cabutan/puteran


 Wadah tanaman bibit asal cabutan/puteran bisa menggunakan polybag, planter
bag, karung plastik dan pot berukuran besar
 Untuk bibit asal puteran yang akan ditanam di dalam tanah, sebaiknya
menggunakan karung plastik atau polybag.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 4 dari 15


Gambar 3. Bibit asal puteran (Foto: Nurhasybi, Sudrajat, & Suita, 2019)

B.2.1.4. Media Tanam


1) Tanah yang digunakan untuk media adalah tanah lapisan atas (topsoil) yang bebas
dari batu/kerikil dengan cara diayak. Apabila tidak tersedia top soil maka dapat
digunakan tanah sub soil yang dicampur dengan pasir campuran/kompos/sekam 3 :
1.
2) Tekstur tanah mempunyai porositas yang baik namun tetap kompak. kekompakan
media dan perakarannya diketahui dengan mengambil sampel bibit kemudian
diamati kekompakan media dan perakarannya dengan perhitungan:

BMK = Jumlah bibit bermedia kompak x 100%


Jumlah contoh bibit yang diperiksa

Perhitungan persentase Bibit Media Kompak (BMK) dilakukan pada bibit tingkat semai.

B.2.1.5. Metode Produksi Bibit


1) Pembibitan
 Bibit yang berasal dari benih yang disemaikan, melalui tahapan penaburan
benih, penyiapan wadah dan media tanam, penyapihan dan pemeliharaan.
Standar dan prosedur pembibitan tanaman hutan mengacu pada SNI.
8420.2008 tentang bibit tanaman hutan, SNI.5006.2.2018 tentang standar mutu
bibit tanaman hutan dan Perdirjen PDASHL
No.p.5/PDASHL/SET/KUM.1/4/2019 tentang petunjuk pelaksanaan
pembangunan dan pengelolaan persemaian permanen.
 Bibit tanaman untuk lanskap perkotaan bisa menggunakan polybag kecil dulu,
baru kemudian dipindah ke polybag yang lebih besar atau langsung
menggunakan polybag besar, tergantung ukuran bibit.
2) Cabutan
 Cabutan yaitu mencabut anakan alam yang tumbuh di sekitar pohon induk/
tegakan benih
 Pembuatan bibit cabutan dilakukan terhadap anakan alam tingkat semai (tinggi
< 30 cm)

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 5 dari 15


 Pada saat pencabutan bibit, sebaiknya dilakukan pada keadaan tanah yang
masih lembab/basah.
 Cara mengambil anakan secara hati-hati agar tidak merusak sistem
perakarannya dan tidak mengikutsertakan tanah di sekitar perakarannya
 Setelah dilakukan pengambilan bibit, sebaiknya bibit segera dibungkus untuk
menjaga kesegaran bibit selama proses pengangkutan ke persemaian
3) Puteran
 Teknik puteran merupakan anakan yang dipindahkan dari tempat tumbuhnya
dengan cara digali bentuk lingkaran sehingga membawa sebagian tanah yang
ada di sekitar gumpalan akarnya (root ball) agar sistem perakaran anakan tidak
terganggu.
 Perlakuan ini umumnya dilakukan terhadap anakan yang tumbuh secara alami
dengan tinggi >50 cm
 Pencabutan dilakukan pada musim hujan agar kelembaban tanah dan udara
mendukung kondisi tanaman
 Tahapan awal dilakukan dengan menggali tanah disekitar akar tanaman sampai
semua akar serabut terlihat
 Membuat bulatan bola (root ball) pada bagian akar.
 Untuk bibit puteran tingkat semai, tanaman langsung bisa diambil dan
dibungkus dengan karung plastik atau langsung dimasukkan dalam polybag
yang sudah diisi dengan media tanam
 Untuk bibit puteran yang berukuran lebih besar (tingkat pancang), bibit
diusahakan jangan langsung diambil. Sisakan satu atau dua akar utama agar
tanaman tetap berdiri pada posisinya dan masih dapat menyerap unsur hara
dari akar utama yang di sisakan
 Standar ukuran rootball berdasarkan hasil penelitian Wayne K. Clatterbuck dari
University of Tennessee adalah setiap 2,5 cm diameter batang di atas
permukaan tanah sebanding dengan 25–30 cm diameter rootball. Jadi kalau
ukuran diameter pohon 7,5 cm, maka diameter root ball ideal sekiar 75–90cm.
Standar ukuran rootball juga bisa menggunakan standar dari The American
National Standars Institute tahun 1996 (Lampiran 2.)
 Membungkus akar beserta media (bola akar/root ball) dengan kuat sehingga
root ball akar benar-benar kompak. Bungkus rootball menggunakan bahan yang
berserat namun cukup kuat untuk menjaga media tanah yang menyatu tidak
terlepas dari akar pohon, misal: karung plastik/karung goni
 Buat ikatan tumpuan beban angkut pada root ball dan bukan pada batang akar
pohon karena ada kemungkinan akan terjadi patah akibat titik tumpuan tersebut
 Mengurangi cabang tanaman yang tidak perlu sehingga hanya tersisa sekitar
separuh bagian tanaman
 Tanaman dibiarkan dulu selama 2 minggu untuk beradaptasi dengan kondisi
baru. Setelah 2 minggu, akar utama yang tersisa dipotong dan segera
dibungkus dengan pembungkus sampai semua bagian akar tertutup
 Pemindahan bibit ukuran besar (tingkat tiang) ke persemaian bisa
menggunakan bantuan truk pengangkut dengan teknologi katrol.
4) Teknologi mesin pemindah pohon
 Pengambilan tanaman dengan menggunakan teknologi mesin pemindah pohon
bisa dilakukan pada tanaman tingkat pancang dan pohon. Untuk jenis-jenis dari

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 6 dari 15


family Dipterocarpaceae, sebaiknya pengambilan tanaman dilakukan maksimal
pada tingkat pancang
 Mesin pemindah pohon memiliki beberapa keunggulan yaitu mengurangi tingkat
kerusakan akar pada tanaman, mengurangi stress pada tanaman dan efisiensi
waktu serta biaya
 Cara kerja: alat pencabut pohon diletakkan di atas truk sehingga mudah untuk
bergerak menuju lokasi dimana pohon yang hendak dicabut berada. Sesampai
di lokasi, pohon akan dicabut bersama akarnya tanpa merubah struktur tanah
yang menempel pada pangkal akar pohon, dibungkus dengan karung plastik
dan dipindahkan ke tempat lain.

Gambar 4. Pengambilan menggunakan mesin pemindah pohon


(Foto: Supriyadi, 2021)

B.2.1.6 Aklimatisasi Bibit


Aklimatisasi merupakan kegiatan untuk mempersiapkan bibit agar mampu beradaptasi
pada lingkungan baru (persemaian dan lokasi penanaman)

1) Bibit asal generatif


 Aklimatisasi bibit sebelum penanaman dilakukan secara bertahap dengan
mengurangi naungan secara bertahap sehingga cahaya matahari semakin
banyak dan akhirnya secara penuh tersinari matahari, peningkatan jarak antar
bibit, pengurangan intensitas penyiraman, pembuangan daun-daun yang ada di
bagian bawah batang bibit.
 Aklimatisasi untuk persiapan penanaman dilakukan 1 bulan sebelum bibit di
bawa ke area penanaman (Sudrajat et al, 2010)
2) Bibit asal cabutan/puteran
 Bibit yang berasal dari cabutan/puteran memerlukan waktu untuk adaptasi. Bibit
yang sudah beradaptasi ditandai dengan daun yang sudah segar serta
munculnya tunas daun baru serta tidak goyang
 Bibit cabutan/puteran yang telah diambil di lapangan segera ditempatkan di
persemaian di bawah naungan/shadding net 70%.
 Bibit cabutan/puteran tingkat semai akan ditanam didalam polybag ukuran besar
yang telah diisi dengan media tanam dan dilakukan pemeliharaan rutin

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 7 dari 15


(penyiraman, pemupukan dan penyiangan gulma) sampai bibit siap tanam
sesuai ukuran yang diinginkan
 Bibit cabutan/puteran ukuran tiang dan pancang yang telah dipindahkan
umumnya dibiarkan selama 4-8 minggu di dalam wadahnya dan terus disiram air
jika diperlukan, kemudian dapat diangkut ke lokasi penanaman atau ditanam
dulu di persemaian.
 Bahan tanaman yang masih menunggu untuk ditanam dalam program
penanaman dapat ditanam sementara di lokasi persemaian dengan wadahnya.
Berdasarkan ketentuan ANSI Z60.1 (2014) dan CNLA (2017), diameter bibit
harus disesuaikan dengan kedalaman minimum dan volume minimum yang
digunakan dalam membenamkan bagian perakaran bibit di dalam tanah
(Lampiran 3).

Gambar 5. Pengukuran kedalaman gumpalan akar (root ball) dari American Standar
for Nursery Stock (ANSI Z60.1 tahun 2014) dan contoh bagian akar bibit asal puteran
yang dibungkus dengan karung (Foto: Nurhasybi, Sudrajat, & Suita, 2019)

B.2.2. Lokasi
Persemaian Mentawir

B.2.3. Periode Pengelolaan


Selama operasi kegiatan pengembangan Kawasan IKN

B.3. STANDAR PEMANTAUAN


B.3.1. Bentuk Pemantauan
Bentuk pemantauan meliputi pemantauan jenis tanaman, pemantauan ukuran dan
kualitas bibit, pemantauan ukuran dan jenis bahan kantong tanam, pemantauan media
tanam dan perakaran tanaman, pemantauan cara pengambilan bibit cabutan di awal
persemaian, dan pemantauan waktu adaptasi bibit/umur di persemaian. Adapun
dDaftar isian pemantauan standar pembuatan bibit untuk lanskap perkotaan dapat
dilihat pada Tabel 1.

B.3.2. Lokasi
Persemaian Mentawir

B.3.3. Periode Pengelolaan

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 8 dari 15


Selama operasi kegiatan pengembangan Kawasan IKN

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 9 dari 15


Tabel 1. Pemantauan standar pembuatan bibit untuk lanskap perkotaan dari pembiakan generatif di persemaian

No Jenis Asal Kategori Karakter Fungsi Ukuran Bibit Kualitas Bibit Ukuran dan jenis bahan kantong tanaman Kekompa Jenis
Lokasi (Endemik, (Toleran, (keindahan/ kan Media
Benih/ terancam intoleran penyerap Tinggi Diam Lebar Nilai Indeks Top Jenis Ukuran Bahan Keterse Media (topsoil,
cabutan punah, , semi karbon/ (cm) (cm) tajuk kekoko mutu /root kantong diaan (Kompak subsoil,
eksotik) toleran) penyerap (cm) han* bibit* ratio Lubang /Tidak) campur
debu/ bibit* an)
sumber
pakan
satwa

3.

Keterangan : * = pengamatan dilakukan pada tingkat semai

Tabel 2. Pemantauan standar pembuatan bibit bibit untuk lanskap perkotaan dari cabutan

No Jenis Cara Waktu Waktu Kondisi bibit saat dilakukan Ukuran bibit Jenis Media Ukuran dan jenis bahan kantong Umur bibit di
. Pengambilan Penggalian pencabutan pencabutan (topsoil, tanaman persemaian
Materi (untuk bibit (hari/ Segar Rontok/ Tumbuh Tinggi Diam Lebar subsoil, Jenis Ukuran Bahan Keter
(cabutan/ puteran tanggal) /tidak tidak tunas (cm) (cm) tajuk campuran) kant sedia
puteran/ yang tdk baru/tidak (cm) ong an
mesin langsung Luba
pemindah) dicabut) ng
1.

2.

3.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 1 dari 15


Daftar Pustaka

Dahlan, E. N. (2008). Jumlah Emisi Gas Co2 Dan Pemilihan Jenis Tanaman Berdaya
Rosot Sangat Tinggi: Studi Kasus Di Kota Bogor (the Amount of Co2 Gasses
Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability: Case
Study in Bogor Municipality). Media Konservasi, 13(2).
https://doi.org/10.29244/medkon.13.2.%25p

Dahlan, E. N., Ontaryo, Y., & Umasda. (1989). Kandungan Timbal pada Beberapa Jenis
Pohon Pinggir Jalan di Jalan Sudirman, Bogor. Media Konservasi, II(4), 45–50.

Kusminingrum, N. (2008). Potensi tanaman dalam menyerap CO2 dan CO untuk


mengurangi dampak pemanasan global. Jurnal Permukiman, 3(2), 96–105.

Nurhasybi, Sudrajat, D. J., & Suita, E. (2019). Kriteria Bibit Tanaman Hutan Siap Tanam
unuk Pembangunan Hutan dan Rehabilitasi Lahan (Pertama; I. Z. Siregar & N.
Mindawati, eds.). Bogor, Indonesia: IPB Press.

Sæbø, A., Borzan, Ž., Ducatillion, C., Hatzistathis, A., Lagerström, T., Supuka, J., …
Slycken, J. Van. (2005). The selection of plant materials for street trees, park trees
and urban woodland. In Urban forests and trees (pp. 257–280). Springer.

Sudrajat, D. J., Kurniaty, R., Syamsuwida, D., Nurhasybi, & Budiman, B. (2010). Kajian
standardisasi mutu bibit tanaman hutan di Indonesia. Seri Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan 2010, ISBN 978-979- 3539-20-1.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 1 dari 15


Lampiran 1. Jenis tanaman penyerap polutan udara

Fungsi Penyerap Polutan Udara


No. Nama Nama Lokal
NO2 CO2 Pb
1 Akasia Acacia auriculiformis     Ѵ*****
2 Angsana Pterocarpus indicus Ѵ Ѵ *** Ѵ***
3 Asem jawa Tamarindus indic   Ѵ ****  
4 Asem keranji Pithecelobium dulce   Ѵ ****  
5 Beringin Ficus benjamina   Ѵ*  
6 Bunga merak Caesalpinia pulcherrima   Ѵ  
7 Bungur Lagerstroemia speciosa Ѵ Ѵ ** Ѵ*
8 Carapa Carapa guinensis   Ѵ ****  
9 Cemara gunung Casuarina junghuhniana     Ѵ***
10 Cempaka Michelia champaca   Ѵ  
11 Dadap Erythrina variegata     Ѵ*****
12 Dadap merah Erythrina crista-galli   Ѵ ****  
13 Fikus Ficus hirta     Ѵ*****
14 Flamboyan Delonix regia Ѵ    
15 Gmelina Gmelina arborea Ѵ    
16 Genitri Elaeocarpus sphaericus   Ѵ  
17 Jambu biji Psidium guajava     Ѵ*
18 Jati Tectona grandis   Ѵ ***  
19 Johar Cassia grandis   Ѵ *** Ѵ**
20 Kayu manis Cinnamomum burmanii Ѵ   Ѵ**
21 Kecrutan Spathodea campanulata   Ѵ  
22 Kedundung Koompasia excelsa   Ѵ ****  
23 Kembang merak Caesalpinia pulcherrima   Ѵ ****  
24 Kenanga Canarium odoratum   Ѵ* Ѵ****
25 Kenari Canarium commune     Ѵ*****
26 Ketapang Terminalia catappa     Ѵ*
27 khaya Khaya senegalensis   Ѵ ***  
28 Kiara payung Filicium decipiens   Ѵ ** Ѵ*****
29 Kopal* Trachylobium verrucossum   Ѵ*  
30 Kupu-kupu Bauhiniapurpurea   Ѵ Ѵ***
31 Mahoni Swietenia macrophylla Ѵ Ѵ *** Ѵ**
32 Mahoni afrika Khaya anthotheca   Ѵ ****  
33 Mangga Mangifera indica     Ѵ***
34 Mangium Acacia mangium   Ѵ **** Ѵ****
35 Matoa Pometia pinnata   Ѵ **  
36 Maya-maya Sapium indicum   Ѵ ****  
37 Medang Beilschmiedia roxburghiana   Ѵ **  
38 Merawan Hopea odorata   Ѵ ****  
39 Merbau Instia bijuga   Ѵ ****  
40 Nangka Artocarpus heterophyllus   Ѵ ***  
41 Pacira Pachira affinis   Ѵ ****  
42 Pelahla Dipterocarpus retusa   Ѵ ****  
43 Pingku Dysoxylum excelsum   Ѵ*  
44 Puspa Schima wallichii),   Ѵ **  
45 Rambutan Nephelium lappaceum   Ѵ ****  
46 Sapu tangan Maniltoa grandiflora   Ѵ ****  
47 Segawe Adenanthera pavonina   Ѵ **  
48 Selasihan Cinnamomum parthenoxylo   Ѵ **  
49 Sirsak Annona muricata   Ѵ ***  

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 2 dari 15


50 Tanjung Mimusops elengi Ѵ Ѵ  
Keterangan : * (daya serap sangat tinggi), ** (daya serap tinggi), *** (daya serap sedang),
**** (daya serap rendah), ***** (daya serap sangat rendah)

Sumber: Kusminingrum, 2008; Dahlan, 2008; Dahlan, Ontaryo, & Umasda, 1989

Lampiran 2. Standar ukuran rootball

Ukuran Diameter Diameter Standar Standar Tinggi Tinggi


batang minimal root minimal kain Tinggi minimal untuk maksimal
(inchi) ball untuk pembungkus minimal untuk pohon lambat pohon
pohon toleran (inchi) pohon normal tumbuh (m)
(inchi) (m) (m)
1 16 12 6 5 10
2 24 18 10 8 14
3 32 20 12 9,5 16
4 42 30 14 10,5 18
5 54 36
Sumber: The American National Standards Institute (1996)

Lampiran 3. Ukuran karung plastik bibit untuk diletakkan di dalam tanah

Diameter karung Kedalaman minimum Minimum volume


(cm) (cm) (cm3)**
13 10 1.278
20 18 5.768
25 23 11.586
30 25 18.534
36 30 30.431
40 30 39.542
46 36 58.387
50 36 72.086
56 40 99.666
60 40 118.609

Sumber: ANSI Z60.1 (2014); CNLA (2017)


Catatan: ** cm3 x 0,001 = liter; 1.000 cm3 = 1 liter

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 3 dari 15

Anda mungkin juga menyukai