Anda di halaman 1dari 18

FORMAT INSTRUMEN STANDARDISASI

BADAN STANDARDISASI INSTRUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan


Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

TINGKAT INSTRUMEN: NOMOR DOKUMEN:


Standar [SBSI]/Petunjuk Teknis SBSI …

KATEGORI INSTRUMEN:
Pengelolaan dan Pengendalian Kerusakan Hutan

KELAS RISIKO:
Menengah Rendah
REVISI:
KELAS PENGGUNA:
Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah
TANGGAL BERLAKU:
KLUSTER KEGIATAN:
Operasional - Teknis JUMLAH HALAMAN: 12

NAMA: Standar Bibit Untuk Lanskap


PerkotaanStandar Pemulihan Fungsi Ekosistem
Mangrove

STANDAR PEMULIHAN FUNGSI EKOSISTEM MANGROVE PEMBUATAN BIBIT


UNTUK LANSKAP MENINGKATAN UPAYA-UPAYA PERLINDUNGAN FUNGSI
EKOSISTEM MANGROVE YANG RENTAN DAN MENGALAMI KERUSAKAN
PERKOTAAN
UNTUK USAHA/KEGIATAN RISIKO MENENGAH RENDAH

A. URAIAN KEGIATAN STANDARDISASI


Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lahan basah wilayah pesisir dan sistem
penyangga kehidupan dan kekayaan alam yang nilainya sangat tinggi, oleh karena itu
perlu upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari untuk
kesejahteraan masyarakat. Sehingga perlu untuk menyelenggarakan pemulihan
ekosistem mangrove berkelanjutan yang merupakan bagian integral dari pengelolaan
wilayah pesisir yang terpadu dengan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai diperlukan
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor, instansi dan
lembagaPenyediaan bibit berkualitas tinggi memerlukan kegiatan penyediaan benih
(sumber benih) prosedur pembibitan di persemaian yang dapat memproduksi bibit yang
biasasampai siap untuk ditanam untuk lanskap perkotaan. Kriteria mutu bibit untuk
tujuan penanaman di kawasan urban ataulanskap perkotaan tentunya sangat berbeda
memiliki perbedaan dengan kriteria bibit untuk tujuan rehabilitasi lahan dan hutan.
Penanaman untuk lanskap perkotaan perlu memperhatikan aspek keindahan,

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 1 dari 20


kecepatan tumbuh dan fungsi tanaman dalam mengurangi polusi (air, udara, suara).
Penanaman untuk lanskap perkotaan saat ini banyak menggunakan bahan tanaman
berukuran besar (semai, tiang, pancang dan pohon) agar taman kota, hutan kota dan
tempat lainnya di dalam lingkungan pusat kota cepat lingkungan perkotaan
cepatmengalami proses penghijauantertutup vegetasi. Standarisasi pembuatan bibit
untuk lanskap perkotaan dimulai dari tahapanterdiri dari: seleksi jenis, penentuan
ukuran dan asal bibit, penentuan ukuran dan jenis bahan kantong tanam, penyiapan
media tanam dan kondisi perakaran, metode produksi bibit dan aklimatisasi bibit.

Ekosistem Mangrove adalah kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove


berasosiasi dengan fauna dan mikro organisme sehingga dapat tumbuh dan
berkembang pada daerah sepanjang pantai terutama di daerah pasang surut, laguna,
muara sungai yang terlindung dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam
membentuk keseimbangan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove merupakan aktivitas yang dilakukan untuk


mengembalikan sifat dan fungsi Ekosistem Mangrove sesuai atau mendekati sifat dan
fungsi semula melalui suksesi alami, restorasi hidrologis, rehabilitasi vegetasi, dan/atau
cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya
Fungsi Ekosistem Mangrove dibagi menjadi dua, yaitu: Fungsi Lindung/Konservasi dan
Fungsi Budidaya. Fungsi Lindung/Konservasi Ekosistem Mangrove adalah tatanan
unsur Mangrove yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi utama
dalam perlindungan dan keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon, dan
pelestarian keanekaragaman hayati untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem
Mangrove. Kemudian Fungsi Budidaya Ekosistem Mangrove adalah tatanan unsur
Mangrove yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi dalam
menunjang produktivitas Ekosistem Mangrove melalui kegiatan budidaya sesuai
dengan daya dukungnya untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem Mangrove.

A.1. TUJUAN
Standar ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman/petunjuk teknis dalam
pemulihan fungsi ekosistem mangrove dalam rangka meningkatan semua upaya
perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk
mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan
masyarakat.
menghasilkan bibit siap tanam yang berkualitas tinggi untuk keberhasilan
pembangunan lanskap perkotaan khususnya di Kawasan Ibu Kota Negara.

A.2. PELAKSANA
Pelaksana pemulihan fungsi ekosistem mangrove penyediaan bibit untuk lanskap
perkotaan ini dibawah koordinasi Dirjen PDASRHHL, Kementerian LHK (UPT Pusat)

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 2 dari 20


dan DLH Provinsi (UPT Daerah). Pada pelaksanaannnya dapat melibatkan berbagai
stakeholder, mulai dari Pemerintah Kotamadya/Kabupatendaerah, Badan Riset dan
Inovasi Nasional, Perguruan Tinggi, Perusahaan Swasta, NGO, Media massa dan
Masyarakat.

A.3. TAHAP KLUSTER KEGIATAN


Kegiatan pemulihan fungsi ekosistem mangrove penyediaan bibit untuk lanskap
perkotaan meliputi kegiatan:
1. Pemilihan jenis tanaman
2. Penentuan ukuran dan asal bibit tanaman
3. Perencanaan Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove
4. Pelaksanaan Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove
5. Penilaian Keberhasilan Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove Penetapan ukuran
dan jenis bahan kantong tanam
6. Penyiapan media tanam dan perakaran tanaman
7. Metode produksi bibit
8. Aklimatisasi bibit

B. URAIAN STANDAR
B.1. BESARAN DAMPAK
Bibit merupakan tumbuhan muda jenis tanaman hutan hasil perbanyakan dan/atau
pengembangbiakan secara generatif (benih, cabutan) maupun vegetatif (stek, cangkok,
okulasi, kultur jaringan) yang siap tanam di lapangan. Dalam budidaya tanamanKualitas
, bibit merupakan hal yang penting untuk mendapatkanakan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi yang optimal. Untuk Kawasan perkotaan yang baru
dibangun, bisa menggunakan memerlukan bibit untuk lanskap perkotaan dimana yang
memiliki fungsi untuk estetik tertentu danserta memiliki ukurannya lebih besar
dibandingkan bibit untuk penghijauan di lahan kritissecara umum. Penerapan bBibit
untuk lanskap perkotaan yang terstandar akan memberikan dampak positif antara lain:
yaitu:1) Meningkatkan keberhasilan penanaman dan cepat menghijaukan lingkungan
perkotaan. Apabila tanaman sudah tumbuh baik akan Mmemberikan manfaat praktis
bagi lingkungan perkotaan antara lain:baik berfungsi lindung, estetika, penyerap
polutan, kesejukan dan perlindungan fungsi konservasi tanah dan air, 2) Memberikan
kenyamanan bagi produkitvitas masyarakat perkotaan, dan 3) Konservasi ex situ jenis
jenis tanaman lokal pada lahan perkotaaan. Indonesia masih terus berjuang untuk
memulihkan ekosistem mangrove yang kondisinya saat ini sedang kritis dan menyebar
di seluruh provinsi. Salah satu upaya pemulihan dilakukan dengan cara rehabilitasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Dari catatan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), ekosistem mangrove yang kondisinya kritis saat ini luasnya mencapai
637 ribu hektare atau mencakup 19 persen dari total luas mangrove di Indonesia yang
mencapai 3,3 juta ha. Selain kondisi kritis yang memerlukan upaya rehabilitasi, kondisi
mangrove di Indonesia saat ini dalam keadaan baik dengan luas mencapai 2,6 juta ha
atau mencakup 81 persen dari total luas yang ada. Seluruh ekosistem tersebut
menyebar luas di seluruh provinsi Indonesia.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 3 dari 20


Mangrove yang kondisinya kritis saat ini ada yang berada di dalam kawasan hutan
dengan luas mencapai 460 ribu ha atau mencakup 72,18 persen dari total ekosistem
mangrove yang kritis. Selain itu, ada juga ekosistem mangrove yang sudah kritis namun
lokasinya ada di luar kawasan hutan dengan luas mencapai 177 ribu ha. Luasan
tersebut mencakup 27,82 persen dari total luas lahan kritis ekosistem mangrove yang
saat ini ada.

Selain kegiatan penanaman kembali dalam kegiatan pemulihan fungsi ekosistem


mangrove ini juga diperlukan kegiatan pengadaan bibit mangrove, bantuan sarana dna
prasarana seperti membangun pusat restorasi dan pengembangan ekosistem pesisir,
tempat pembibitan mangrove, bangunan konservasi tanah dan air, serta bantuan-
bantuan yang diberikan kepada masyarakat pesisir.dan kegiatan pendukung lainnya
melalui kegiatan padat karya. Program pemulihan juga bermanfaat untuk program
pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat pandemi COVID-19 yang sekarang sedang
dilaksanakan Pemerintah RI. Dengan kata lain, program pemulihan fungsi ekosistem
mangrove yang tujuannya sebagai kegiatan ekonomi, dan sekaligus memperbaiki
ekosistem mangrove dari kerusakan.

Ekosistem mangrove sendiri menjadi tujuan utama rehabilitasi, karena memiliki fungsi
yang sangat besar sebagai habitat bagi organisme laut, tempat berlindung, tempat
mencari makan, dan tempat berkembang biak bagi hewan laut. Hutan mangrove juga
berperan besar dalam melindungi pantai dari abrasi air laut.

B.2. STANDAR PENGELOLAAN


B.2.1. Bentuk Pengelolaan

B.2.1.1. Jenis TanamanPerencanaan


Perencanaan pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove didasarkan pada hasil survei
lapangan atau hasil analisis dari data spasial, dan berdasarkan perubahan tata ruang
serta perubahan Rencana Kerja Usaha (RKU). Rencana pemulihan fungsi Ekosistem
Mangrove memuat beberapa hal sebagai berikut:
a) lokasi pemulihan;
b) luas lahan pemulihan;
c) cara pemulihan;
d) komponen dan jadwal kegiatan;
e) rencana biaya;
f) manajemen pelaksanaan;
g) target capaian per 6 (enam) bulan; dan/atau
h) teknik dan jadwal pemantauan.

Rencana pemulihan disusun paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak mendapat
penentuan hari mulai terjadinya kerusakan dari Direktur Jenderal terkait. Dokumen
Rencana Pemulihan yang telah disusun disampaikan kepada Direktur Jenderal terkait.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 4 dari 20


Pemilihan jenis-jenis tanaman untuk penghijauan di perkotaan khususnya IKN
memperhatikan keberadaan jenis lokal, memenuhi persyaratan silvikultural, persyaratan
manajemen dan persyaratan estetik tanaman.
Persyaratan silvikultural adalah persyaratan kesesuaian tempat tumbuh (iklim dan edafis) jenis
tanaman sesuai dengan lokasi kondisi lingkungan fisik pengembangan hutan kota, berada pada
tempat tumbuh yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhannya (kondisi iklim dan edafis),
dapat tumbuh pada tanah miskin hara, mampu memulihkan kesuburan tanah, tahan terhadap
serangan hama dan penyakit, spesies tumbuhan yang selalu hijau, batang pokok dan cabang
kuat sehingga tidak mudah tumbang dan patah, akar tidak merusak jalan, beton, dan bangunan
yang ada di sekitarnya (Indriyanto, 2006), toleran terhadap suhu tinggi dan penyinaran
matahari yang kuat serta toleran terhadap kekurangan air (Sæbø et al., 2005)
Persyaratan manajemen adalah: cara penanaman spesies tumbuhan mudahtanaman mudah
untuk ditanam, pemeliharaannya mudah dan murah, pengamanan dan pemanfaatannya mudah
(Indriyanto, 2006), bertajuk tebal dan rapat sehingga dapat berfungsi sebagai tanaman
peneduh, pelindung angin, serta berkemampuan tinggi dalam pengurangan pencemaran
lingkungan perkotaaan (udara, air, tanah) (Sæbø et al., 2005). Kemampuan daya serap
tanaman terhadap beberapa polutan tersaji pada Lampiran 1.
Persyaratan estetika yaitu : a) memiliki tajuk, percabangan, daun dan/atau bunga yang indah
sehingga berfungsi sebagai penambah estetika atau keindahan lingkungan perkotaan, b)
memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, c) memiliki buah berukuran relatif kecil sehingga
ketika jatuh tidak membahayakan manusia atau merusak fasilitas/bangunan di sekitarnya, d)
tidak menghasilkan getah yang beracun atau berbahaya bagi makhluk hidup, e) tidak
menghasilkan serbuk sari yang berpotensi menimbulkan alergi bagi manusia (Sæbø et al.,
2005).
B.2.1.2. Ukuran dan Asal Bibit TanamanPelaksanaan
Bibit tanaman untuk lanskap perkotaan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
untuk bibit tanaman penghijauan rehabilitasi lahan kritis pada umumnya atau bibit untuk
pembangunan hutan tanaman
Bibit tanaman berasal dari pembibitan generatif yang langsung ditanam di polybag
besar/planter bag atau ditanam di tanah sebelum bibit dipindahkan ke polybag atau
yang berasal dari cabutan alam.
Ukuran bibit mulai dari tingkat semai (tinggi < 150 cm), pancang (tinggi > 150 cm dan
diameter < 10 cm), tiang (diameter mencapai 10-20 cm) dan pohon (diameter > 20 cm)
Khusus Bbibit asal cabutan dari Family Dipterocarpaceae sebaiknya dilakukan
maksimal pada tingkat pancang untuk meningkatkan keberhasilan penanaman.
Pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove dilakukan dengan cara melaksanakan:
a) rehabilitasi;
b) suksesi alami;
c) restorasi; dan/atau
d) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemulihan dengan cara rehabilitasi dilakukan dengan revegetasi atau penanaman


kembali pada areal:
a) bekas tambak;
b) bekas tambang;
c) terbuka dengan kondisi vegetasi jarang;

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 5 dari 20


d) bekas pelabuhan atau sandaran kapal yang telah mengalami suksesi alami
(menurut kebutuhan dan setelah penilaian teknis); dan/atau
e) bekas tebang liar.

Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan mengutamakan jenis tanaman asli dan telah
mempertimbangkan:
a) kesesuaian lahan;
b) aspek lingkungan;
c) aspek sosial; dan
d) aspek ekonomi.

Jenis-jenis tanaman asli yang dapat digunakan untuk kegiatan rehabilitasi disesuaikan
dengan formasi vegetasi yang umum dijumpai pada ekosistem mangrove, jenis-jenis
tanaman tersebut antara lain:
a) Bakau (Rhizophora sp)
b) Burus/Tanjang (Bruguiera sp)
c) Pedada/Perepat (Sonneratia sp)
d) Api-api/Mangi-mangi Putih (Avicennia sp)
e) Nipah (Nypa fruticans)

Suksesi alami dilakukan terhadap Ekosistem Mangrove yang telah disekat dan tidak
terdapat gangguan dari aktivitas manusia. Kemudian kegiatan restorasi dilakukan untuk
menjadikan Ekosistem Mangrove atau bagian-bagiannya berfungsi kembali
sebagaimana semula, melalui pembangunan infrastruktur pusat restorasi dan
pengembangan ekosistem pesisir, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.

Pembangunan Pusat Restorasi dan Pengembangan Ekosistem Pesisir meliputi:


a) Pondok Informasi
b) Tracking Mangrove
c) Menara Pantau
d) Gazebo
e) Kamar Mandi
f) Kantin
g) Dermaga
h) Aula Pertemuan
i) Gapura
j) Tempat Rest Area
k) Tempat Pembibitan Mangrove
l) Kios/Pusat Oleh-Oleh
m) Penginapan.

Waktu mulai dilaksanakan pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove paling lama 14


(empat belas) hari kerja sejak penyampaian rencana pemulihan.

Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air merujuk kepada Peraturan Menteri LHK
Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 6 dari 20


pada lampiran IV yaitu Tata Cara Penyusunan Rancangan Kegiatan Penerapan Teknik
Konservasi Tanah.

B.2.1.3. Ukuran dan Jenis Bahan Kantong TanamPenilaian Keberhasilan Dalam


Rangka Pemulihan Fungsi Ekosistem
Gambut
Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove dinyatakan berhasil apabila:
a) mengikuti tahapan kegiatan Reboisasi, kecuali tahapan penanaman, seperti:
1. penyusunan rancangan kegiatan;
2. persiapan;
3. penyediaan bibit;
4. penanaman;
5. pemeliharaan.
b) menerapkan Teknik Konservasi Tanah secara sipil teknis melalui pembuatan
bangunan konservasi tanah dan air
c) tidak tereksposnya sedimen yang akhirnya mengakibatkan pendangkalan alur
muara/sungai;
d) Jumlah tanaman yang tumbuh sehat paling sedikit 500 batang/hektar berdasarkan
pola tanamnya pada tahun ketiga.

Terhadap hasil penilaian dinyatakan tidak berhasil seluruhnya atau sebagian, maka
perlu mendapatkan tindakkan berupa:
a) memberikan peringatan;
b) mengambil langkah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c) menunjuk pihak lain untuk melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove
dengan biaya dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
sebelumnya.
e) Jenis cepat tumbuh (<2 tahun dipersemaian)
Ukuran polybag besar. Contoh: polybag ukuran 40 cm x 50 cm tebal 0,2 mm lay flat (setelah
diisi tanah diameter -/+ 25 cm dan tinggi -+ 29 cm) berwarna hitam memiliki lubang
berdiameter 0,5 cm.
Untuk bibit sulaman ditanam pada polybag lebih besar lagi. Contoh: ukuran 0,18 mm x 50 cm x
60 cm.
Plastik polybag mempunyai kualitas yang baik, tebal, hal ini dapat dilihat dengan mengamati
dibalik sinar matahari, tidak ada bagian yang terang karena tipis.
Polybag bersifat lentur sehingga tidak mudah rusak akibat sinar matahari.

40 cm

50 cm

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 7 dari 20


Gambar 1. Polybag ukuran besar

Jenis lambat tumbuh (>2 tahun dipersemaian)


Kantong untuk media tanam di persemaian untuk jenis lambat tumbuh menggunakan planter
bag berbahan polyethilene.Contoh planter bag berukuran 12 liter (25 cm x 25 cm) berwarna
hitam mempunyai lubang drainase serta dilengkapi belt handle.

Gambar 2. Planter bag (Foto : Hani, 2022)

Bibit asal cabutan/puteran


Wadah tanaman bibit asal cabutan/puteran bisa menggunakan polybag, planter bag, karung
plastik dan pot berukuran besar
Untuk bibit asal puteran yang akan ditanam di dalam tanah, sebaiknya menggunakan karung
plastik atau polybag.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 8 dari 20


Gambar 3. Bibit asal puteran (Foto: Nurhasybi, Sudrajat, & Suita, 2019)

B.2.1.4. Media Tanam


1) Tanah yang digunakan untuk media adalah tanah lapisan atas (topsoil) yang bebas
dari batu/kerikil dengan cara diayak. Apabila tidak tersedia top soil maka dapat
digunakan tanah sub soil yang dicampur dengan pasir campuran/kompos/sekam 3 :
1.
2) Tekstur tanah mempunyai porositas yang baik namun tetap kompak. kekompakan
media dan perakarannya diketahui dengan mengambil sampel bibit kemudian
diamati kekompakan media dan perakarannya dengan perhitungan:

BMK = Jumlah bibit bermedia kompak x 100%


Jumlah contoh bibit yang diperiksa

Perhitungan persentase Bibit Media Kompak (BMK) dilakukan pada bibit tingkat semai.

B.2.1.5. Metode Produksi Bibit


1) Pembibitan
 Bibit yang berasal dari benih yang disemaikan, melalui tahapan penaburan
benih, penyiapan wadah dan media tanam, penyapihan dan pemeliharaan.
Standar dan prosedur pembibitan tanaman hutan mengacu pada SNI.
8420.2008 tentang bibit tanaman hutan, SNI.5006.2.2018 tentang standar mutu
bibit tanaman hutan dan Perdirjen PDASHL
No.p.5/PDASHL/SET/KUM.1/4/2019 tentang petunjuk pelaksanaan
pembangunan dan pengelolaan persemaian permanen.
 Bibit tanaman untuk lanskap perkotaan bisa menggunakan polybag kecil dulu,
baru kemudian dipindah ke polybag yang lebih besar atau langsung
menggunakan polybag besar, tergantung ukuran bibit.
2) Cabutan
 Cabutan yaitu mencabut anakan alam yang tumbuh di sekitar pohon induk/
tegakan benih
 Pembuatan bibit cabutan dilakukan terhadap anakan alam tingkat semai (tinggi
< 30 cm)
 Pada saat pencabutan bibit, sebaiknya dilakukan pada keadaan tanah yang
masih lembab/basah.
 Cara mengambil anakan secara hati-hati agar tidak merusak sistem
perakarannya dan tidak mengikutsertakan tanah di sekitar perakarannya
 Setelah dilakukan pengambilan bibit, sebaiknya bibit segera dibungkus untuk
menjaga kesegaran bibit selama proses pengangkutan ke persemaian
3) Puteran
 Teknik puteran merupakan anakan yang dipindahkan dari tempat tumbuhnya
dengan cara digali bentuk lingkaran sehingga membawa sebagian tanah yang
ada di sekitar gumpalan akarnya (root ball) agar sistem perakaran anakan tidak
terganggu.
 Perlakuan ini umumnya dilakukan terhadap anakan yang tumbuh secara alami
dengan tinggi >50 cm

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 9 dari 20


 Pencabutan dilakukan pada musim hujan agar kelembaban tanah dan udara
mendukung kondisi tanaman
 Tahapan awal dilakukan dengan menggali tanah disekitar akar tanaman sampai
semua akar serabut terlihat
 Membuat bulatan bola (root ball) pada bagian akar.
 Untuk bibit puteran tingkat semai, tanaman langsung bisa diambil dan
dibungkus dengan karung plastik atau langsung dimasukkan dalam polybag
yang sudah diisi dengan media tanam
 Untuk bibit puteran yang berukuran lebih besar (tingkat pancang), bibit
diusahakan jangan langsung diambil. Sisakan satu atau dua akar utama agar
tanaman tetap berdiri pada posisinya dan masih dapat menyerap unsur hara
dari akar utama yang di sisakan
 Standar ukuran rootball berdasarkan hasil penelitian Wayne K. Clatterbuck dari
University of Tennessee adalah setiap 2,5 cm diameter batang di atas
permukaan tanah sebanding dengan 25–30 cm diameter rootball. Jadi kalau
ukuran diameter pohon 7,5 cm, maka diameter root ball ideal sekiar 75–90cm.
Standar ukuran rootball juga bisa menggunakan standar dari The American
National Standars Institute tahun 1996 (Lampiran 2.)
 Membungkus akar beserta media (bola akar/root ball) dengan kuat sehingga
root ball akar benar-benar kompak. Bungkus rootball menggunakan bahan yang
berserat namun cukup kuat untuk menjaga media tanah yang menyatu tidak
terlepas dari akar pohon, misal: karung plastik/karung goni
 Buat ikatan tumpuan beban angkut pada root ball dan bukan pada batang akar
pohon karena ada kemungkinan akan terjadi patah akibat titik tumpuan tersebut
 Mengurangi cabang tanaman yang tidak perlu sehingga hanya tersisa sekitar
separuh bagian tanaman
 Tanaman dibiarkan dulu selama 2 minggu untuk beradaptasi dengan kondisi
baru. Setelah 2 minggu, akar utama yang tersisa dipotong dan segera
dibungkus dengan pembungkus sampai semua bagian akar tertutup
 Pemindahan bibit ukuran besar (tingkat tiang) ke persemaian bisa
menggunakan bantuan truk pengangkut dengan teknologi katrol.
4) Teknologi mesin pemindah pohon
 Pengambilan tanaman dengan menggunakan teknologi mesin pemindah pohon
bisa dilakukan pada tanaman tingkat pancang dan pohon. Untuk jenis-jenis dari
family Dipterocarpaceae, sebaiknya pengambilan tanaman dilakukan maksimal
pada tingkat pancang
 Mesin pemindah pohon memiliki beberapa keunggulan yaitu mengurangi tingkat
kerusakan akar pada tanaman, mengurangi stress pada tanaman dan efisiensi
waktu serta biaya
 Cara kerja: alat pencabut pohon diletakkan di atas truk sehingga mudah untuk
bergerak menuju lokasi dimana pohon yang hendak dicabut berada. Sesampai
di lokasi, pohon akan dicabut bersama akarnya tanpa merubah struktur tanah
yang menempel pada pangkal akar pohon, dibungkus dengan karung plastik
dan dipindahkan ke tempat lain.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 10 dari 20


Gambar 4. Pengambilan menggunakan mesin pemindah pohon
(Foto: Supriyadi, 2021)

B.2.1.6 Aklimatisasi Bibit


Aklimatisasi merupakan kegiatan untuk mempersiapkan bibit agar mampu beradaptasi
pada lingkungan baru (persemaian dan lokasi penanaman)

1) Bibit asal generatif


 Aklimatisasi bibit sebelum penanaman dilakukan secara bertahap dengan
mengurangi naungan secara bertahap sehingga cahaya matahari semakin
banyak dan akhirnya secara penuh tersinari matahari, peningkatan jarak antar
bibit, pengurangan intensitas penyiraman, pembuangan daun-daun yang ada di
bagian bawah batang bibit.
 Aklimatisasi untuk persiapan penanaman dilakukan 1 bulan sebelum bibit di
bawa ke area penanaman (Sudrajat et al, 2010)
2) Bibit asal cabutan/puteran
 Bibit yang berasal dari cabutan/puteran memerlukan waktu untuk adaptasi. Bibit
yang sudah beradaptasi ditandai dengan daun yang sudah segar serta
munculnya tunas daun baru serta tidak goyang
 Bibit cabutan/puteran yang telah diambil di lapangan segera ditempatkan di
persemaian di bawah naungan/shadding net 70%.
 Bibit cabutan/puteran tingkat semai akan ditanam didalam polybag ukuran besar
yang telah diisi dengan media tanam dan dilakukan pemeliharaan rutin
(penyiraman, pemupukan dan penyiangan gulma) sampai bibit siap tanam
sesuai ukuran yang diinginkan
 Bibit cabutan/puteran ukuran tiang dan pancang yang telah dipindahkan
umumnya dibiarkan selama 4-8 minggu di dalam wadahnya dan terus disiram air
jika diperlukan, kemudian dapat diangkut ke lokasi penanaman atau ditanam
dulu di persemaian.
 Bahan tanaman yang masih menunggu untuk ditanam dalam program
penanaman dapat ditanam sementara di lokasi persemaian dengan wadahnya.
Berdasarkan ketentuan ANSI Z60.1 (2014) dan CNLA (2017), diameter bibit
harus disesuaikan dengan kedalaman minimum dan volume minimum yang
digunakan dalam membenamkan bagian perakaran bibit di dalam tanah
(Lampiran 3).

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 11 dari 20


Gambar 5. Pengukuran kedalaman gumpalan akar (root ball) dari American Standar
for Nursery Stock (ANSI Z60.1 tahun 2014) dan contoh bagian akar bibit asal puteran
yang dibungkus dengan karung (Foto: Nurhasybi, Sudrajat, & Suita, 2019)

B.2.2. Lokasi
Persemaian MentawirTeluk Balikpapan, Muara Sepaku, Pesisir Laut Samboja, dan
wilayah mangrove di Provinsi Kalimantan Timur

B.2.3. Periode Pengelolaan


Selama operasi kegiatan pengembangan Kawasan IKN, khususnya wilayah penyangga
IKN, yaitu: Balilpapan (Teluk Balikpapan), Penajam Paser Utara (Muara Sepaku), Kutai
Kertanegara (Pesisir Laut Samboja).

B.3. STANDAR PEMANTAUAN


B.3.1. Bentuk Pemantauan
Bentuk pemantauan meliputi pemantauan jenis tanaman, pemantauan , pemantauan
ukuran dan kualitas bibittahapan reboisasi, pemantauan ukuran dan jenis bahan
kantong tanamaktivitas Pusat Restorasi dan Pengembangan Ekosistem Pesisir,
pemantauan teknik konservasi tanah dan airmedia tanam dan perakaran tanaman,
pemantauan pembibitan dan pemeliharaan bibit mangrove, dan pemantauan
pertumbuhan bibit mangrove di lapangan.
pemantauan cara pengambilan bibit cabutan di awal persemaian, dan pemantauan
waktu adaptasi bibit/umur di persemaian. Adapun dDaftar isian pemantauan standar
pembuatan bibit untuk lanskap perkotaan dapat dilihat pada Tabel 1.

B.3.2. Lokasi
Teluk Balikpapan, Muara Sepaku, Pesisir Laut Samboja, dan wilayah mangrove di
Provinsi Kalimantan Timur
Persemaian Mentawir

B.3.3. Periode Pengelolaan


Selama operasi kegiatan pengembangan Kawasan IKN, khususnya wilayah penyangga
IKN, yaitu: Balilpapan (Teluk Balikpapan), Penajam Paser Utara (Muara Sepaku), Kutai
Kertanegara (Pesisir Laut Samboja).Selama operasi kegiatan pengembangan Kawasan
IKN

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 12 dari 20


Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 13 dari 20
Tabel 1. Pemantauan standar pembuatan bibit untuk lanskap perkotaan dari pembiakan generatif di persemaian

No Jenis Asal Kategori Karakter Fungsi Ukuran Bibit Kualitas Bibit Ukuran dan jenis bahan kantong tanaman Kekompa Jenis
Lokasi (Endemik, (Toleran, (keindahan/ kan Media
Benih/ terancam intoleran penyerap Tinggi Diam Lebar Nilai Indeks Top Jenis Ukuran Bahan Keterse Media (topsoil,
cabutan punah, , semi karbon/ (cm) (cm) tajuk kekoko mutu /root kantong diaan (Kompak subsoil,
eksotik) toleran) penyerap (cm) han* bibit* ratio Lubang /Tidak) campur
debu/ bibit* an)
sumber
pakan
satwa

3.

Keterangan : * = pengamatan dilakukan pada tingkat semai

Tabel 2. Pemantauan standar pembuatan bibit bibit untuk lanskap perkotaan dari cabutan

No Jenis Cara Waktu Waktu Kondisi bibit saat dilakukan Ukuran bibit Jenis Media Ukuran dan jenis bahan kantong Umur bibit di
. Pengambilan Penggalian pencabutan pencabutan (topsoil, tanaman persemaian
Materi (untuk bibit (hari/ Segar Rontok/ Tumbuh Tinggi Diam Lebar subsoil, Jenis Ukuran Bahan Keter
(cabutan/ puteran tanggal) /tidak tidak tunas (cm) (cm) tajuk campuran) kant sedia
puteran/ yang tdk baru/tidak (cm) ong an
mesin langsung Luba
pemindah) dicabut) ng
1.

2.

3.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 1 dari 20


Daftar PustakaBahan Acuan

Dahlan, E. N. (2008). Jumlah Emisi Gas Co2 Dan Pemilihan Jenis Tanaman Berdaya
Rosot Sangat Tinggi: Studi Kasus Di Kota Bogor (the Amount of Co2 Gasses
Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability: Case
Study in Bogor Municipality). Media Konservasi, 13(2).
https://doi.org/10.29244/medkon.13.2.%25p

Dahlan, E. N., Ontaryo, Y., & Umasda. (1989). Kandungan Timbal pada Beberapa Jenis
Pohon Pinggir Jalan di Jalan Sudirman, Bogor. Media Konservasi, II(4), 45–50.

Kusminingrum, N. (2008). Potensi tanaman dalam menyerap CO2 dan CO untuk


mengurangi dampak pemanasan global. Jurnal Permukiman, 3(2), 96–105.

Nurhasybi, Sudrajat, D. J., & Suita, E. (2019). Kriteria Bibit Tanaman Hutan Siap Tanam
unuk Pembangunan Hutan dan Rehabilitasi Lahan (Pertama; I. Z. Siregar & N.
Mindawati, eds.). Bogor, Indonesia: IPB Press.

Sæbø, A., Borzan, Ž., Ducatillion, C., Hatzistathis, A., Lagerström, T., Supuka, J., …
Slycken, J. Van. (2005). The selection of plant materials for street trees, park trees
and urban woodland. In Urban forests and trees (pp. 257–280). Springer.

Sudrajat, D. J., Kurniaty, R., Syamsuwida, D., Nurhasybi, & Budiman, B. (2010). Kajian
standardisasi mutu bibit tanaman hutan di Indonesia. Seri Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan 2010, ISBN 978-979- 3539-20-1.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 1 dari 20


Lampiran 1. Jenis tanaman penyerap polutan udara

Fungsi Penyerap Polutan Udara


No. Nama Nama Lokal
NO2 CO2 Pb
1 Akasia Acacia auriculiformis     Ѵ*****
2 Angsana Pterocarpus indicus Ѵ Ѵ *** Ѵ***
3 Asem jawa Tamarindus indic   Ѵ ****  
4 Asem keranji Pithecelobium dulce   Ѵ ****  
5 Beringin Ficus benjamina   Ѵ*  
6 Bunga merak Caesalpinia pulcherrima   Ѵ  
7 Bungur Lagerstroemia speciosa Ѵ Ѵ ** Ѵ*
8 Carapa Carapa guinensis   Ѵ ****  
9 Cemara gunung Casuarina junghuhniana     Ѵ***
10 Cempaka Michelia champaca   Ѵ  
11 Dadap Erythrina variegata     Ѵ*****
12 Dadap merah Erythrina crista-galli   Ѵ ****  
13 Fikus Ficus hirta     Ѵ*****
14 Flamboyan Delonix regia Ѵ    
15 Gmelina Gmelina arborea Ѵ    
16 Genitri Elaeocarpus sphaericus   Ѵ  
17 Jambu biji Psidium guajava     Ѵ*
18 Jati Tectona grandis   Ѵ ***  
19 Johar Cassia grandis   Ѵ *** Ѵ**
20 Kayu manis Cinnamomum burmanii Ѵ   Ѵ**
21 Kecrutan Spathodea campanulata   Ѵ  
22 Kedundung Koompasia excelsa   Ѵ ****  
23 Kembang merak Caesalpinia pulcherrima   Ѵ ****  
24 Kenanga Canarium odoratum   Ѵ* Ѵ****
25 Kenari Canarium commune     Ѵ*****
26 Ketapang Terminalia catappa     Ѵ*
27 khaya Khaya senegalensis   Ѵ ***  
28 Kiara payung Filicium decipiens   Ѵ ** Ѵ*****
29 Kopal* Trachylobium verrucossum   Ѵ*  
30 Kupu-kupu Bauhiniapurpurea   Ѵ Ѵ***
31 Mahoni Swietenia macrophylla Ѵ Ѵ *** Ѵ**
32 Mahoni afrika Khaya anthotheca   Ѵ ****  
33 Mangga Mangifera indica     Ѵ***
34 Mangium Acacia mangium   Ѵ **** Ѵ****
35 Matoa Pometia pinnata   Ѵ **  
36 Maya-maya Sapium indicum   Ѵ ****  
37 Medang Beilschmiedia roxburghiana   Ѵ **  
38 Merawan Hopea odorata   Ѵ ****  
39 Merbau Instia bijuga   Ѵ ****  
40 Nangka Artocarpus heterophyllus   Ѵ ***  
41 Pacira Pachira affinis   Ѵ ****  
42 Pelahla Dipterocarpus retusa   Ѵ ****  
43 Pingku Dysoxylum excelsum   Ѵ*  
44 Puspa Schima wallichii),   Ѵ **  
45 Rambutan Nephelium lappaceum   Ѵ ****  
46 Sapu tangan Maniltoa grandiflora   Ѵ ****  
47 Segawe Adenanthera pavonina   Ѵ **  
48 Selasihan Cinnamomum parthenoxylo   Ѵ **  
49 Sirsak Annona muricata   Ѵ ***  

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 2 dari 20


50 Tanjung Mimusops elengi Ѵ Ѵ  
Keterangan : * (daya serap sangat tinggi), ** (daya serap tinggi), *** (daya serap sedang),
**** (daya serap rendah), ***** (daya serap sangat rendah)

Sumber: Kusminingrum, 2008; Dahlan, 2008; Dahlan, Ontaryo, & Umasda, 1989

Lampiran 2. Standar ukuran rootball

Ukuran Diameter Diameter Standar Standar Tinggi Tinggi


batang minimal root minimal kain Tinggi minimal untuk maksimal
(inchi) ball untuk pembungkus minimal untuk pohon lambat pohon
pohon toleran (inchi) pohon normal tumbuh (m)
(inchi) (m) (m)
1 16 12 6 5 10
2 24 18 10 8 14
3 32 20 12 9,5 16
4 42 30 14 10,5 18
5 54 36
Sumber: The American National Standards Institute (1996)

Lampiran 3. Ukuran karung plastik bibit untuk diletakkan di dalam tanah

Diameter karung Kedalaman minimum Minimum volume


(cm) (cm) (cm3)**
13 10 1.278
20 18 5.768
25 23 11.586
30 25 18.534
36 30 30.431
40 30 39.542
46 36 58.387
50 36 72.086
56 40 99.666
60 40 118.609
1. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG
STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
2. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN
REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
3.
4. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24/PERMEN-KP/2016 TENTANG TATA CARA REHABILITASI
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
5. PEDOMAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE, DEPARTEMEN
KELAUTAN DAN PERIKANAN, DIREKTORAT PESISIR DAN PULAU-PULAU
KECIL, DIREKTORAT BINA PESISIR, TAHUN 2004

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 3 dari 20


6. BUKU PANDUAN PERENCANAAN STRATEGI REBOISASI, YAYASAN
MANGROVE LESTARI (YML) DELTA MAHAKAM DAN PLANETE URGENCE,
TAHUN 2016Sumber: ANSI Z60.1 (2014); CNLA (2017)
7. Catatan: ** cm3 x 0,001 = liter; 1.000 cm3 = 1 liter
8.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 4 dari 20

Anda mungkin juga menyukai