KATEGORI INSTRUMEN:
Pengelolaan dan Pengendalian Kerusakan Hutan
KELAS RISIKO:
Menengah Rendah
REVISI:
KELAS PENGGUNA:
Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah
TANGGAL BERLAKU:
KLUSTER KEGIATAN:
Operasional - Teknis JUMLAH HALAMAN: 12
A.1. TUJUAN
Standar ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman/petunjuk teknis dalam
pemulihan fungsi ekosistem mangrove dalam rangka meningkatan semua upaya
perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk
mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan
masyarakat.
menghasilkan bibit siap tanam yang berkualitas tinggi untuk keberhasilan
pembangunan lanskap perkotaan khususnya di Kawasan Ibu Kota Negara.
A.2. PELAKSANA
Pelaksana pemulihan fungsi ekosistem mangrove penyediaan bibit untuk lanskap
perkotaan ini dibawah koordinasi Dirjen PDASRHHL, Kementerian LHK (UPT Pusat)
B. URAIAN STANDAR
B.1. BESARAN DAMPAK
Bibit merupakan tumbuhan muda jenis tanaman hutan hasil perbanyakan dan/atau
pengembangbiakan secara generatif (benih, cabutan) maupun vegetatif (stek, cangkok,
okulasi, kultur jaringan) yang siap tanam di lapangan. Dalam budidaya tanamanKualitas
, bibit merupakan hal yang penting untuk mendapatkanakan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi yang optimal. Untuk Kawasan perkotaan yang baru
dibangun, bisa menggunakan memerlukan bibit untuk lanskap perkotaan dimana yang
memiliki fungsi untuk estetik tertentu danserta memiliki ukurannya lebih besar
dibandingkan bibit untuk penghijauan di lahan kritissecara umum. Penerapan bBibit
untuk lanskap perkotaan yang terstandar akan memberikan dampak positif antara lain:
yaitu:1) Meningkatkan keberhasilan penanaman dan cepat menghijaukan lingkungan
perkotaan. Apabila tanaman sudah tumbuh baik akan Mmemberikan manfaat praktis
bagi lingkungan perkotaan antara lain:baik berfungsi lindung, estetika, penyerap
polutan, kesejukan dan perlindungan fungsi konservasi tanah dan air, 2) Memberikan
kenyamanan bagi produkitvitas masyarakat perkotaan, dan 3) Konservasi ex situ jenis
jenis tanaman lokal pada lahan perkotaaan. Indonesia masih terus berjuang untuk
memulihkan ekosistem mangrove yang kondisinya saat ini sedang kritis dan menyebar
di seluruh provinsi. Salah satu upaya pemulihan dilakukan dengan cara rehabilitasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Dari catatan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), ekosistem mangrove yang kondisinya kritis saat ini luasnya mencapai
637 ribu hektare atau mencakup 19 persen dari total luas mangrove di Indonesia yang
mencapai 3,3 juta ha. Selain kondisi kritis yang memerlukan upaya rehabilitasi, kondisi
mangrove di Indonesia saat ini dalam keadaan baik dengan luas mencapai 2,6 juta ha
atau mencakup 81 persen dari total luas yang ada. Seluruh ekosistem tersebut
menyebar luas di seluruh provinsi Indonesia.
Ekosistem mangrove sendiri menjadi tujuan utama rehabilitasi, karena memiliki fungsi
yang sangat besar sebagai habitat bagi organisme laut, tempat berlindung, tempat
mencari makan, dan tempat berkembang biak bagi hewan laut. Hutan mangrove juga
berperan besar dalam melindungi pantai dari abrasi air laut.
Rencana pemulihan disusun paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak mendapat
penentuan hari mulai terjadinya kerusakan dari Direktur Jenderal terkait. Dokumen
Rencana Pemulihan yang telah disusun disampaikan kepada Direktur Jenderal terkait.
Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan mengutamakan jenis tanaman asli dan telah
mempertimbangkan:
a) kesesuaian lahan;
b) aspek lingkungan;
c) aspek sosial; dan
d) aspek ekonomi.
Jenis-jenis tanaman asli yang dapat digunakan untuk kegiatan rehabilitasi disesuaikan
dengan formasi vegetasi yang umum dijumpai pada ekosistem mangrove, jenis-jenis
tanaman tersebut antara lain:
a) Bakau (Rhizophora sp)
b) Burus/Tanjang (Bruguiera sp)
c) Pedada/Perepat (Sonneratia sp)
d) Api-api/Mangi-mangi Putih (Avicennia sp)
e) Nipah (Nypa fruticans)
Suksesi alami dilakukan terhadap Ekosistem Mangrove yang telah disekat dan tidak
terdapat gangguan dari aktivitas manusia. Kemudian kegiatan restorasi dilakukan untuk
menjadikan Ekosistem Mangrove atau bagian-bagiannya berfungsi kembali
sebagaimana semula, melalui pembangunan infrastruktur pusat restorasi dan
pengembangan ekosistem pesisir, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.
Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air merujuk kepada Peraturan Menteri LHK
Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Terhadap hasil penilaian dinyatakan tidak berhasil seluruhnya atau sebagian, maka
perlu mendapatkan tindakkan berupa:
a) memberikan peringatan;
b) mengambil langkah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c) menunjuk pihak lain untuk melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove
dengan biaya dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
sebelumnya.
e) Jenis cepat tumbuh (<2 tahun dipersemaian)
Ukuran polybag besar. Contoh: polybag ukuran 40 cm x 50 cm tebal 0,2 mm lay flat (setelah
diisi tanah diameter -/+ 25 cm dan tinggi -+ 29 cm) berwarna hitam memiliki lubang
berdiameter 0,5 cm.
Untuk bibit sulaman ditanam pada polybag lebih besar lagi. Contoh: ukuran 0,18 mm x 50 cm x
60 cm.
Plastik polybag mempunyai kualitas yang baik, tebal, hal ini dapat dilihat dengan mengamati
dibalik sinar matahari, tidak ada bagian yang terang karena tipis.
Polybag bersifat lentur sehingga tidak mudah rusak akibat sinar matahari.
40 cm
50 cm
Perhitungan persentase Bibit Media Kompak (BMK) dilakukan pada bibit tingkat semai.
B.2.2. Lokasi
Persemaian MentawirTeluk Balikpapan, Muara Sepaku, Pesisir Laut Samboja, dan
wilayah mangrove di Provinsi Kalimantan Timur
B.3.2. Lokasi
Teluk Balikpapan, Muara Sepaku, Pesisir Laut Samboja, dan wilayah mangrove di
Provinsi Kalimantan Timur
Persemaian Mentawir
No Jenis Asal Kategori Karakter Fungsi Ukuran Bibit Kualitas Bibit Ukuran dan jenis bahan kantong tanaman Kekompa Jenis
Lokasi (Endemik, (Toleran, (keindahan/ kan Media
Benih/ terancam intoleran penyerap Tinggi Diam Lebar Nilai Indeks Top Jenis Ukuran Bahan Keterse Media (topsoil,
cabutan punah, , semi karbon/ (cm) (cm) tajuk kekoko mutu /root kantong diaan (Kompak subsoil,
eksotik) toleran) penyerap (cm) han* bibit* ratio Lubang /Tidak) campur
debu/ bibit* an)
sumber
pakan
satwa
3.
Tabel 2. Pemantauan standar pembuatan bibit bibit untuk lanskap perkotaan dari cabutan
No Jenis Cara Waktu Waktu Kondisi bibit saat dilakukan Ukuran bibit Jenis Media Ukuran dan jenis bahan kantong Umur bibit di
. Pengambilan Penggalian pencabutan pencabutan (topsoil, tanaman persemaian
Materi (untuk bibit (hari/ Segar Rontok/ Tumbuh Tinggi Diam Lebar subsoil, Jenis Ukuran Bahan Keter
(cabutan/ puteran tanggal) /tidak tidak tunas (cm) (cm) tajuk campuran) kant sedia
puteran/ yang tdk baru/tidak (cm) ong an
mesin langsung Luba
pemindah) dicabut) ng
1.
2.
3.
Dahlan, E. N. (2008). Jumlah Emisi Gas Co2 Dan Pemilihan Jenis Tanaman Berdaya
Rosot Sangat Tinggi: Studi Kasus Di Kota Bogor (the Amount of Co2 Gasses
Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability: Case
Study in Bogor Municipality). Media Konservasi, 13(2).
https://doi.org/10.29244/medkon.13.2.%25p
Dahlan, E. N., Ontaryo, Y., & Umasda. (1989). Kandungan Timbal pada Beberapa Jenis
Pohon Pinggir Jalan di Jalan Sudirman, Bogor. Media Konservasi, II(4), 45–50.
Nurhasybi, Sudrajat, D. J., & Suita, E. (2019). Kriteria Bibit Tanaman Hutan Siap Tanam
unuk Pembangunan Hutan dan Rehabilitasi Lahan (Pertama; I. Z. Siregar & N.
Mindawati, eds.). Bogor, Indonesia: IPB Press.
Sæbø, A., Borzan, Ž., Ducatillion, C., Hatzistathis, A., Lagerström, T., Supuka, J., …
Slycken, J. Van. (2005). The selection of plant materials for street trees, park trees
and urban woodland. In Urban forests and trees (pp. 257–280). Springer.
Sudrajat, D. J., Kurniaty, R., Syamsuwida, D., Nurhasybi, & Budiman, B. (2010). Kajian
standardisasi mutu bibit tanaman hutan di Indonesia. Seri Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan 2010, ISBN 978-979- 3539-20-1.
Sumber: Kusminingrum, 2008; Dahlan, 2008; Dahlan, Ontaryo, & Umasda, 1989