Anda di halaman 1dari 4

Resume Manajemen Hutan Mangrove

Pendahuluan Mangrove
Mangrove berasal dari bahasa portugis mangue dan bahasa inggris grove. Dalam bahasa
inggris, mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang di daerah pasang-surut
sedangkan dalam bahasa portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Namun FAO 2003 mengartikan
mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai tropika dan subtropika
yang memiliki fungsi-fungsi sosial ekonomi dan lingkungan.
Penyebaran mangrove biasanya terdapat di daerah tropika dan subtropika. Negara-negara
yang terletak di daerah tropika cenderung memiliki proporsi mangrove lebih besar
dibandingkan dengan negara-negara yang jauh dari khatulistiwa. Indonesia merupakan negara
yang memiliki luasan mangrove terbesar di dunia sebesar 22% (FAO 2003)
Mangrove tumbuh berdasarkan faktor pembatas menurut Chapman (1975)
1. Suhu udara
2. Substrat lumpur
3. Daerah payau
4. Arus air laut
5. Perlindungan
6. Air garam
7. Tepi laut yang dangkal
Klasifikasi mangrove berdasarkan vegetasi dominan penyusunnya
Mangrove mayor
Mangrove minor
Mangrove asosiasi
Hutan mangrove mempunyai fungsi secara sosial ekonomi, ekologis/biologis dan fisik.
Adapun tujuan pengelolaan hutan mangrove juga adalah mendayagunakan energi alam dan
sumberdaya yang ada sesuai dengan daya dukungnya untuk menghasilkan produk yang
diinginkan.
Fungsi dan Manfaat hutan mangrove
Sebagai sebuah ekosistem. Hutan mangrove mempunyai fungsi secara sosial ekonomi,
ekologis/biologis dan fisik. Sedangkan manfaat hutan mangrove yaitu untuk peningkatan
taraf hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari dua tingkatan, yaitu tingkat ekosistem
mangrove secara keseluruhan dan tingkat komponen ekosistem mangrove sebagai primary
biotic component. Dalam pemanfaatannya hutan mangrove dapat di jadikan produk kayu dan
nonkayu, hal ini dapat mendatangkan pendapatan ekonomi masyarakat. Misalnya, arang kayu
dari tegakan mangrove mempnyai nilai kalori yang lebih tinggi dari kayu lainnya. Potensi
nonkayu seperti nipah, manisan, sayuran, dan buah bakau. Potensi lain yaitu perlindungan
pantai dengan adanya hutan mangrove tersebut.
Pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan
Hutan mengrove merupakan sumber daya alam hayati yang dapat diperbaharui dan
mempunyai ciri khas yang unik. Dalam pengelolaannya dibutuhkan adanya koordinasi dari
sektor kehutanan, perikanan dan pertanian, karena sektor-sektor ini yang memberi kontribusi
bagi keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove. FAO (1994) menyarankan ada 4 hal dalam
kebijakan dan prinsip perencanaan pengelolaan sumber daya alam yaitu Perencanaan
pengelolaan manfaat ganda, permintaan suplai barang dan jasa, pastisipasi masyarakat,
kerangka kebijakan.
Pada dasarnya keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove memerlukan aspek-aspek
manajemen dalam penerapannya seperti perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan
pengawasan. Selain sistem pengelolaan, dibutuhkan juga manusia yang berperan didalamnya
yaitu masyarakat sekitar, pemerintah, pengusaha, LSM, dan akademisi. Untuk terciptanya
pengelolaan yang berkelanjutan perlu adanya integrasi diantara kelimanya.
Mangrove memiliki berbagai macam manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung,
namun, perlu diadakannya pengkuran atau penilaian terhadap potensinya terlebih dahulu.
Penilaian sumberdaya hutan adalah kegiatan yang berupaya mengumpulkan seluruh data
potensi tegakan hutan dengan berbagai macam teknik mengukuran. Hasil penilaian
sumberdaya ini sangat berguna dalam menentukan potensi dalam luasan areal tertent.
Diketahuinya potensi hutan tersebut akan sangat menentukan dalam perencanaan pengelolaan
hasil hutan.
Rehabilitasi Mangrove
Melihat pentingnya menjaga ekosistem mangrove, upaya yang harus dilakukan yaitu
mengelola hutan mangrove secara berkelanjutan. Pada perkembangannya mangrove dapat di
rehabilitasi menggunakan persemaian. Kegiatan persemaian dibangun sesuai dengan
keutuhan kegiatan rehabilitasi dan pembangunan hutan tanaman. Tipe persemaian yang
direncanakan haruslah memperhatikan lokasi penanaman, luas areal yang akan ditanam, jenis
yang dipilih, pengumpulan benih, penyimpanan benih, penyiapan polybag, penyiapan media
tanam, kebutuhan jumlah bibit, pengisian polybag, penancapan benih mangrove, dan
pemberian naungan pada lokasi persemaian. Namun dalam persemaian adapula hama dan
penyakit yang dapat mengganggu seperti hama yang sering dijumpai yaitu meally bug,
penyakit yang sering menyerang yait jamur yang menyebabkan timblnya penyakit gosong
pada batang semai.
Setelah melakukan persemaian, adapula penanamannya. Penanaman yang dilakukan
merupakan suatu rangkaian kegiatan perencaan dan pelaksanaan upaya rehabilitasi hutan.
Sebelum melakukan penanaman ada 9 hal yang harus diperhatikan.
a) Luas lahan yang akan ditanam
b) Jenis jeni bibit yang diperlukan
c) Jumlah dan kualitas bibit
d) Pengangkutan
e) Persiapan lapangan
f) Persiapan bahan penanda tanaman
g) Persiapan tenaga kerja
h) Jadwal penanaman
i) Pemeliharaan
j) Monitoring dan evaluasi
Dalam melakukan penanaman, ada 2 sistem penanaman mangrove yang umum digunakan.
Yaitu sistem banjar harian dan sistem wanamina (sylvofishery).
Degradasi dan deforestasi hutan Mangrove
Kondisi dan luasan hutan mangrove semakin mengalami penurunan dari tahun ke tahun
menurut Bengen dan Adrianto (1998) dalam Soemartoni (2002) selama kurun waktu 11 tahun
telah terjadi degradasi hutan mangrove sebesar 47,92% dari tahun 1982 sampai tahun 1993.
Faktor faktor yang mendukung terjadinya degradasi dan deforestasi yaitu pertumbuhan
ekonomi, penggunaan lain lahan mangrove, manajemen perencanaan tidak jelas, pelaksanaan
peraturan tidak jelas, kekurangan sumberdaya manusia dan rendahnya kesadaran diantara
stakeholders. Hal ini sangat memprihatinkan apabila tidak adanya perhatian dari pihak-pihak
terkait. Dalam kebijakan pengelolaan hutan mangrove di indonesia disusun berdasarkan
analisis terhadap isu-isu pokok yang dihadapi dalam implementasinya di mengelolaan hutan
mangrove. Penetapan kebijakan pengelolaan hutan mangrove yang unik juga memerlukan
strategi perencanaan yang tepat. Penyusun strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove
di indonesia meliputi aspek ekologi, sosial ekonomi, kelembagaaan dan peraturan
perundangan.
Model Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan habitat bagi flora maupun fauna, ekosistem yang unik membuat
banyaknya keanekaragaman hayati. Di dalam pengelolaan hutan mangrove di taman nasional
way kambas terdapat banyak jenis fauna seperti mamalia, primata, aves, reptil dan amfibi,
pisces dan insekta. Pengelolaan terpadu htan mangrove di wilayah pesisir membutuhkan
keterpaduan, baik dalam hal pendekatan keilmuan maupun keteknisan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa keberadaan hutan mengrove memerlukan pendekatan multidisiplin
dan multipihak dalam pengelolaanya. Perlu adanya perbedaan pendekatan pengelolaan antara
hutan mangrove yang ruak dan yang sudah bagus kondisinya. Ada beberapa hal yang perlu
dikembangkan dalam menunjang kelestarian pengelolaan hutan mangrove yaitu:
a) Penetapan kejelasan kawasan hutan mangrove
b) Kelembagaan pengelola
c) Penetapan pendidikan fungsi dan manfaat mangrove bagi anak usia sekolah
d) Penggalian manfaat hutan mangrove yang tidak berpotensi merusak hutan mangrove
e) Pengembangan perekonomian masyarakat.
Selain hal di atas, aspek monitoring dan evaluasi pun harus terus dikembangkan untuk
penyempurnaan kegiatan di masa depan.























Buku : Manajemen Hutan Mangrove
Penulis : Asihing Kustanti
Penyunting : Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Senin, 10 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai