oleh
PENGANTAR
selain sektor-sektor penyumbang devisa lainnya pada negara seperti sektor jasa dan
pariwisata yang tentunya diusahakan secara maksimal. Pada konsep ini ada salah
satu hal penting yang tidak mendapat perhatian secara baik dan benar oleh para
sumber daya hutan juga ditunjang pesatnya pembangunan dan meningkatnya jumlah
Sumber daya hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang selama ini
keuntungan yang optimal baik dari segi sosial, ekonomi dan ekosistem hutan itu
sendiri. Akibat yang dirasakan pada saat sekarang ini adalah mahalnya biaya (cost)
sumber daya alam dan lingkungan. Berangkat dari pengelolaan yang sentralistik
tersebut maka munculnya wacana otonomi daerah memberikan sebersit asa pada
masyarakat lokal untuk turut serta secara aktif dalam setiap pengambilan kebijakan
estetika dan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove yang telah ditebang dan
dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain (Bengen, 2000). Hutan mangrove sebagai
salah satu lahan basah di daerah tropis dengan akses yang mudah serta kegunanan
sebagai sumberdaya tropis yang kelestariannya akan terancam (Valiela et al., 2001).
Pada dasarnya ekosistem ini merupakan hutan yang terdapat disepanjang pantai atau
muara sungai yang sangat di pengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut.
pembangunan baik secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu pengelolaan
pesisir terpadu dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara keseluruhan
2
Permasalahan dalam pengelolaan hutan mangrove antara lain degradasi
beban bukan tanggung jawab sehingga upaya rehabilitasi yang diakukan masih
belum mampu mengimbagi laju kerusakan yang terjadi. Selanjutnya belum adanya
kesepahaman yang holistik tentang nilai dan fungsi ekosistem mangrove diantara
kebijakan yang akan ditentukan haruslah tetap berpegang pada prinsip bahwa hutan
merupakan suatu sumber daya alam yang merupakan suatu kesatuan ekosistem
dengan segala struktur dan fungsi yang melekat padanya. Pengetahuan tentang
ekosistem hutan yang menyeluruh (holistik), akan memberikan pengertian pada kita
namun juga berfungsi dalam pengawetan tanah dan tata air, penyuplai oksigen, dan
sebagainya.
EKOSISTEM MANGROVE
umumnya dijumpai tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir yang terlindung
di daerah tropika dan subtropika. Kata mangrove sendiri berasal dari perpaduan
antara bahasa Portugis yaitu mangue, dan bahasa Inggris yaitu grove (Macnae 1968).
3
Dalam bahasa Portugis, kata mangrove dipergunakan untuk individu jenis tumbuhan,
dan kata mangal dipergunakan untuk komunitas hutan yang terdiri atas individu-
individu jenis mangrove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove dipergunakan baik
pesisir maupun untuk individu jenis tumbuhan lainnya yang tumbuh yang berasosiasi
dengannya. Mastaller dalam Noor dkk. (1999) menyebutkan bahwa kata mangrove
adalah berasal dari bahasa Melayu-kuno, yaitu mangi-mangi yang digunakan untuk
menerangkan marga Avicennia, dan sampai saat ini istilah tersebut masih digunakan
untuk kawasan Maluku. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai macam istilah yang
digunakan untuk memberikan sebutan pada hutan mangrove, antara lain adalah
sebagai suatu formasi hutan yang dipengaruhi oleh adanya pasang-surut air laut,
mangrove sebagai sekelompok tumbuhan yang terdiri atas berbagai macam jenis
tumbuhan dari famili yang berbeda, namun memiliki persamaan daya adaptasi
morfologi dan fisiologi yang sama terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang
surut. Sorianegara (1987) memberi definisi hutan mangrove sebagai hutan yang
terutama tumbuh pada lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai, yang
eksistensinya selalu dipengaruhi oleh air pasang-surut, dan terdiri dari jenis
komunitas.
Hal yang paling mendasar dan penting untuk dipahami adalah bahwa jenis
tumbuhan mangrove mampu tumbuh dan berkembang pada lingkungan pesisir yang
berkadar garam sangat ekstrim, jenuh air, kondisi tanah yang kurang stabil dan
4
anaerob. Dengan kondisi lingkungan tersebut, beberapa jenis tumbuhan mangrove
mengeluarkan garam dari jaringan. Sementara itu, organ yang lainnya memiliki daya
adaptasi dengan cara mengembangkan sistem akar napas untuk memperoleh oksigen
dari sistem perakaran yang hidup pada substrat yang anaerobik. Disamping itu,
beberapa jenis tumbuhan mangrove seperti Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan
Ceriops sp. mampu berkembang dengan menggunakan buah (propagul) yang sudah
berkecambah sewaktu masih menempel pada pohon induknya atau disebut sebagai
mangrove ini tetap membutuhkan air tawar secara normal, unsur hara dan oksigen.
Hutan mangrove tumbuh dan tersebar diseluruh Nusantara, mulai dari Pulau
Sumatera sampai dengan Pulau Papua. Dari seluruh hutan mangrove tersebut,
ditemukan sekitar 202 jenis tumbuhan yang hidup pada hutan mangrove, yakni
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palm, 19 jenis pemanjat, 44 jenis terna, 44 jenis
alam haruslah demi kemakmuran masyarakat meskipun sumber daya alam tersebut
dikuasai oleh Negara. Kearifan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya
alam mutlak diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut sehingga masyarakat harus
mempunyai akses yang sama dan menguntungkan kepada sumber daya alam.
5
Hasil tangkapan penduduk sekitar hutan mangrove berupa kepiting bakau
di Pulau Masakambing Kec. Masalembu Kab. Sumenep
lama (UU 32/2004) antara lain lemahnya fungsi Gubernur dan pemerintah pusat
pemerintah kota dan kabupaten terutama dalam masalah pertambangan, kelautan dan
daerah.
Daerah Provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut yang ada
yang menyebutkan bahwa Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan
untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Pada bagian penjelasan, Daerah dalam
6
Tahun 2014 mencabut kewenangan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumber daya
laut.
paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pangkal ke arah laut lepas
dan/atau ke arah perairan kepulauan (Pasal 27 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2014). Pasal
sebagaimana ditetapkan pada Pasal 18 ayat (4) UU No. 32 Tahun 2004, yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk Provinsi
dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan Provinsi untuk kabupaten/kota. Dengan
demikian, berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014, maka mulai dari
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 27 UU No. 23 Tahun 2014 hanya
daerah Provinsi, sedangkan UU No. 1 tahun 2014 pengelolaan wilayah pesisir dapat
tidak dijelaskan.
erat dalam pengelolaan sumber daya alam untuk mendukung peningkatan pendapatan
dan pembangunan daerah. Oleh karena itu seberapa besar kesiapan daerah dalam hal
atau yang lebih dikenal dengan istilah ekowisata hutan mangrove. Ekowisata
merupakan suatu bentuk wisata pada kawasan hutan mangrove dengan tujuan
▪ Strategi teknologi yang dimaksud dalam hal ini adalah yang digunakan
Inovasi mengacu pada pembaharuan suatu produk, proses dan jasa baru.
8
Pengembangan Ekowisata Mangrove dilakukan karena melihat potensi
dan berkelanjutan menggunakan model pendekatan dua arah yaitu top down
9
PENUTUP
berikut :
karakteristik ekosistemnya.
pengenalan beragam jenis mangrove yang ada, pembelajaran tentang fungsi dan
a) Strategi teknologi
b) Strategi inovasi
c) Strategi operasi
masyarakat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ivan Valiela, Jennifer L. Bowen, And Joanna K. York, 2001. Mangrove Forests:
One of the World’s Threatened Major Tropical Environments, BioScience •
October 2001 / Vol. 51 No. 10
Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca
Tsunami di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan Mangrove Pasca
Tsunami, April 2005. Medan.
Macnae, W.. 1968. “A General Account of the Fauna and Flora of Mangrove Swamp
and Forest in the Indo-West Pasific Region”. Adv. Mar. Biol, 6 : 73- 270.
Saenger, P., E.J. 1986. Global Status Of Mangrove Ecosystems. IUCN. Commision
on Ecology No. 3.
Soerianegara, I.1987. Masalah Penentuan Jalur Hijau Hutan Mangrove. Pros. Sem.
III Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 3947.
11
Ecuador. Environment and Livelihoods in Tripical Coastal Zones (Eds. C.T.
Hoanh, T.P. Tuong, J. W, Growing and B.Hardy)
12