Anda di halaman 1dari 6

Nama : Trias Wahyuning Putri

NIM : 26010116410022
Mata Kuliah : Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir & Laut
Dosen Pengampu : Boedi Hendrarto
__________________________________________________________________

Ekosistem pantai merupakan salah satu ekosistem yang unik dan khas,
karena dihuni oleh beberapa ekosistem yang membentuk satu kesatuan yang
saling tergantung satu sama lain. Mangrove adalah salah jenis ekosistem tersebut.
Mangrove merupakan tanaman yang mempunyai toleransi terhadap kadar garam
dan tumbuh di sepanjang garis pantai. Tanaman ini terdiri dari 70 spesies yang
berfungsi untuk meminimalkan erosi di sekitar daerah pantai serta melindungi dari
efek pasang surut dan siklon tropis. Sebagai bagian dari ekosistem pantai, saat ini
kondisinya sudah banyak berkurang di seluruh dunia, hal ini disebabkan oleh
meningkatnya volume kegiatan penggundulan hutan mangrove sebagai akibat dari
kegiatan pengelolaan kawasan pesisir yang kurang tepat.
Penggundulan hutan ini dilakukan sampai tahun 1970an karena skema
pengelolaan terfokus pada produk-produk kayu yang memanfaatkan kayu
mangrove sebagai hasilnya. Namun pada tahun 1980an para ekologis, ahli
perikanan serta pengelola dan pembuat kebijakan mulai menyadari bahwa
mangrove sebagai ekosistem yang dekat dengan wilayah eksploitasi produk
komersil kayu juga terkena dampaknya sehingga harus segera dilakukan kegiatan
pengelolaan yang tepat. Namun meskipun sudah disadari dan sudah mulai
dilakukan upaya pengelolaan, hasil positif hanya didapatkan di dua negara yaitu
Brazil dan Pakistan. Sehingga perlu dilakukan pengelolaan yang tepat yaitu
dengan melakukan konservasi, restorasi dan rehabilitasi serta memanfaatkan
mangrove secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan fungsi ekosistem
Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan penggundulan hutan dan
pemanfaatan mangrove yang tidak bertanggungjawab sangat merugikan terhadap
pengelolaan berkelanjutan terutama bagi makhluk hidup yang berasosiasi atau
hidup disekitar mangrove seperti jenis udang dan kepiting.
Penggundulan hutan juga berdampak pada kehidupan makrobenthos
mangrove seperti jenis Porifera, Moluska, Arthropoda (kepiting, lobster, udang,
dll), Annelida (cacing bersegmen), Nematoda (cacing bulat), Sipunculoidea serta
Chordata. Makrobenthos ini hidup dan bergantung pada mangrove sepanjang
siklus hidupnya.
Dua cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak yaitu dengan
mengurangi penggundulan hutan serta melakukan rehabilitasi tegakan mangrove.
Dengan cara ini diharapkan makrobenthos utama yang tinggal di mangrove seperti
gastropoda, brachyura dan sponges dapat dipertahankan baik kelimpahan
maupun keragamannya.

Pengelolaan Makrobenthos di Mangrove


a. Pengelolaan hutan mangrove
Pengelolaan mangrove dikembangkan secara meluas di Malaysia
(Mangrove Matang di Perak) dan di Sundarbans Bangladesh. Tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menyediakan jumlah kayu yang cukup untuk
dijadikan bubur kayu serta kegunaan masyarakat lainnya. Namun di tempat
lainnya, pemanfaatan hutan mangrove lebih didefinisikan sebagai eksploitasi
dan pengurangan.
Pengelolaan di Magrove Matang dilakukan dengan melibatkan masyarakat
lokal dalam kegiatan pengelolaan sehingga masyarakat lebih memilih hutan
mangrove digunakan tidak hanya untuk diambil kayu/pemanfaatan tunggal
seperti fungsi hutan tetapi juga dengan melindungi burung yang bermigrasi,
ekotourisme sehingga berimbas pada meningkatnya lapangan pekerjaan
masyarakat lokal.
Pengelolaan mangrove di Sundarband Banglaseh juga menerapkan hal
yang sama. Perencanaan yang dikembangkan adalah dengan menurunkan
jumlah minimal pohon/kayu yang ditebang serta melakukan rotasi waktu. Dari
pengelolaan ini didapatkan hasil bahwa penggundulan hutan menurun
sebanyak 50%.
b. Dampak pengelolaan hutan mangrove pada spesies benthic secara ekonomis
Manfaat langsung dari pengelolaan hutan masih jarang dilakukan, yang
dapat diketahui sementara adalah tentang hasil dari penangkapan udang
berbanding lurus dengan luasan mangrove yang ada. Namun di daerah lain
hasil tangkapan udang cenderung lebih banyak meskipun luasan mangrovenya
berkurang. Hal ini disebabkan oleh :
1. Migrasi udang
2. Penangkapan spesies lain
3. Pencatatan penangkapan udang dari daerah lain
Di Sundarbans didapatkan hasil bahwa kelimpahan tiram tidak dijamin
oleh luasan mangrove, hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya
pengaruh antara luasan mangrove dengan pertumbuhan tiram. Hasil ini juga
terjadi pada spesies udang.

c. Makrobenthos mangrove sebagai indikator pengelolaan mangrove


Keanekaragaman, densitas dan biomassa brachyura, kepiting dan
gastropoda dapat digunakan untuk mengukur tingkat gangguan, eksploitasi,
pengelolaan dan rahabilitasi mangrove. Kumpulan benthic ini merupakan
indikator yang berguna untuk mengukur tingkat keberhasilan rehabilitasi.
Fauna benthik dapat merubah karakteristik struktur lingkungan pada
mangrove (salinitas, pH, pasang surut dan kadar garam) sejalan dengan
perubahan yang terjadi di struktur mangrove, komposisi pohon dan struktur
kumpulan bentik.
- Udang-udangan
Salah satu bentik yang bernilai ekonomis adalah udang. Khususnya udang
barong (Penaeus monodon). Pengelolaan yang dilakukan berupa kegiatan
budidaya. Namun budidaya udang menjadi pengelolaan yang tidak
berkelanjutan karena :
1. Menyebabkan kerusakan mangrove pada konstruksi kolam pembesaran.
Meskipun sudah dikembangkan silvikultur udang mangrove di Vietnam
dan telah menunjukkan hasil yang secara ekonomis tinggi namun data
menyebutkan bahwa budidaya udang mangrove yang terintegrasi yang
belum lama dikembangkan di Delta Mekong menyebabkan mangrove di
Delta Mekong mengalami penurunan akibat pembuatan tambak budidaya.
2. Polusi air yang ditimbulkan dari budidaya udang secara intensive
3. Area mangrove yang digunakan untuk mendukung kegiatan perikanan yaitu
sebagai tempat benih udang untuk stok menjadi hilang berganti dengan area
tambak.
4. Virus white-spot sindrom (WSSW) yang sering terjadi di semua tambak
udang di seluruh dunia
5. Pola produksi budidaya penaeus monodon yang umum terjadi sama dengan
kegiatan pertanian di hutan hujan tropis dimana mereka selalu berpindah
dari satu tempat ke tempat lain. Mereka mengeksploitasi sumberdaya lokal
kemudian berpindah ke tempat lain yang tidak dilindungi. Seperti penjahat,
mereka bertahan karena tidak memiliki ikatan dengan masyarakat lokal dan
tidak mempunyai kesadaran untuk mengelola sumberdaya secara
berkelanjutan.
- Moluska
Jenis moluska ekonomis yang biasanya ada di mangrove adalah Anadara
granosa, spesies ini biasanya dibudidayakan di daerah mangrove. Namun dari
penelitian di beberapa kawasan di Asia dan Karibia menunjukkan bahwa
budidaya mangrove di daerah mangrove semakin lama hasilnya semakin
menurun, faktor penyebabnya belum diketahui secara pasti. Hal yang sama
terjadi juga pada budidaya tiram di mangrove, penurunan produksi setiap
musim panen belum diketahui.
- Kepiting
Terdapat 300 spesies kepiting yang hidup di mangrove, 2 famili Grapsidae
dan Ocypodidae tercatat memiliki lebih dari 80% keragaman spesies demikian
juga kepiting rawa, hasil ini didapatkan dari pengelolaan kawasan mangrove
yang baik. Namun di beberapa wilayah, budidaya jenis spesies ini telah
melewati masa puncaknya dan saat ini pada kondisi mulai menurun akibat
kegiatan budidaya yang dilakukan oleh pelaku budidaya yang tidak
bertanggung jawab. Yang lebih parah terjadi di kawasan Pasifik Barat,
produksi kepiting Scylla tidak dapat dilakukan lagi akibat dari tambak terbuka
(dengan penebangan mangrove) atau tambak di mangrove, tetapi dengan
pengelolaan silvikultur kemungkinan budidaya masih bisa dilakukan secara
terus-menerus.
Dalam beberapa dekade terakhir, peneliti mulai mengembangkan teknik
tambak pembesaran untuk kepiting Scylla. Tambak pembesaran yang dikelola
secara terus menerus terbukti menghasilkan dan dapat memenuhi kebutuhan
pasar di Viernam. Namun seiring dengan bertumbuhnya tambak pembesaran
terdapat juga penggunaan sarana prasarana produksi pendukung yang
seringkali tidak memperhatikan aspek lingkungan seperti penggunaan obat-
obatan dalam skala besar untuk menurunkan tingkat kematian produksi, selain
itu juga penggunaan WSSW. Sehingga akibatnya produksi tambak pembesaran
Scylla yang sebelumnya dikembangkan dengan alami menjadi tambak
pembesaran intensiv yang memerlukan pakan dalam jumlah besar jenis bentik
perairan.
Di kawasan Brazil, perminataan pasar yang tinggi akan kepiting jenis
Ucides cordatus membuat pengelola tambak mengambil langkah pengelolaan
yang kurang tepat sehingga produksinya terus menurun.

Pengelolaan Makrobentos Mangrove Dalam Skala Lebih Luas


Jejaring makanan di mangrove diteliti secara detail oleh Odum dan Heald
(1972) dengan membedah isi perut spesies-spesies yang hidup dan bergantung
pada mangrove seperti ikan, moluska, jenis udang-udangan, kepiting , protozoa
dll. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa spesise-spesies tersebut mendapatkan
makanan dari detritus yang berasal dari mangrove seperti alga, lamun dan jenis
lainnya (ditunjukkan dari serasah daun dan isotop karbon dalam isi perutnya).
Mangrove memiliki sumber detritus yang berasal dari pembusukan daun.
Yang biasanya memanfaatkan serasah adalah jenis gastropoda dan arthropoda.
Sebagai contoh siput memakan jamur atau alga yang tumbuh di daun dan batang.
Kepiting makan daun dan propagul. Udang merupakan tipe omnivor yang
memakan protozoa, copepoda, nematoda, dan meiofauna lainnya yang hidup
dilumpur. Kepiting dikatakan sebagai spesies kunci di mangrove karena perannya
pada siklus karbon di mangrove dan memakan propagul yang penting bagi zonasi
tumbuhan namun belum didapatkan bukti yang cukup untuk mendukung bahwa
kepiting merupakan spesies kunci di mangrove.
Data diatas menunjukkan bahwa jaring makanan di mangrove terdiri dari
berbagai jenis dan berkaitan dengan ekosistem lainnya seperti pelagis, benthik dan
tersetrial. Yang paling penting di kawasan mangrove adalah menjaga
keanekaragaman benthic dan struktur jaring makanan sehingga spesies yang
berasosiasi di dalamnya dapat tetap terjaga.
Makrobentik ini mempunyai peran langsung bagi pertumbuhan mangrove
dan pembentukan struktur mangrove secara keseluruhan karena kerusakan akibat
penggalian isopoda bisa diperbaiki oleh sponge yang menstimulasi pertumbuhan
akar. Tiram, kerang dan filter feeder mempunyai peran penting karena
menyingkirkan polutan dan racun dari kolom air, namun peran terhadap
pertumbuhan belum diketahui.
Untuk menjaga eksploitasi mangrove secara berlebihan dan tidak
bertanggungjawab harus dibuat rencana pengelolaan yang mengakomodir semua
komoditas yang ada di ekosistem tersebut. Komoditas tertentu ditangani oleh
departemen yang berwenang, tidak boleh dicampur adukkan, dengan demikian
ekosistem mangrove dapat terjaga dan berkelanjutan.
Pengelolaan yang terintegrasi tidak dapat diwujudkan tanpa adanya
campur tangan ekonomi dan kebijakan serta meningkatkan pengawasan lokal
terhadap kegiatan ini. Kuncinya adalah dengan penghentian subsidi ekonomi
untuk budidaya, penegakan hukum secara legal serta memberlakukan pelarangan
secara keras kepada pelaku budidaya berpindah.
Setelah terjadinya Tsunami tahun 2004 mulai digalakkan penanaman
mangrove di banyak wilayah, secara teori dengan penanaman kembali mangrove
ini tidak menjamin bahwa pantai akan terlindungi dari tsunami dan badai namun
paling tidak dengan penanaman kembali mangrove ini akan mengembalikan
keanekaragaman jenis benthic sesuai dengan tujuan pengelolaan mangrove secara
berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai