Anda di halaman 1dari 6

HUTAN MANGROVE

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara
teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh
oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut,
dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang
tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie,
Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,
Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan


yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan
diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut
air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam
perairan asin/payau (Santoso, 2000). Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak
harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty,
1999). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi
gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and
Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi
spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan Tumbuhan mangrove mempunyai
daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut
dalam bentuk : 1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove
memiliki bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai
pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk
mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel
(misalnya Rhyzophora spp.). 2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi : • Memiliki sel-
sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. • Berdaun kuat dan tebal
yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. • Daunnya memiliki
struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan. 3. Adaptasi terhadap tanah yang
kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang
sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk
memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan
sedimen.

Zonasi Hutan Mangrove Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan
mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan
mangrore di Indonesia : • Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak
berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia
spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. • Lebih ke arah
darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai
Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. • Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. • Zona
transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa
fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Penyebab Kegagalan Penanaman Ekosistem Mangrove

Banyak tanaman mangrove yang mati setelah ditanam di lapangan, dan kegagalan itu
berulang terus saat dilakukan penyulaman untuk menggantikan anakan-anakan mangrove
yang mati tersebut. Ternyata penanaman mangrove tidak semudah yang
dibayangkan. Keinginan untuk melestarikan lingkungan dengan menanam jenis mangrove
tanpa dasar pengetahuan karakteristik pertumbuhan mangrove dan habitatnya maka usaha ini
akan menghadapi kegagalan. Sebagian orang berpendapat yang penting di daerah pantai
atau terdapat air laut, maka mangrove akan tumbuh dengan sendirinya. Ternyata
pemahaman seperti ini adalah sesuatu hal yang keliru. Sebelum melihat faktor-faktor
kegagalan penanaman mangrove terlebih dahulu dilihat dulu syarat-syarat pertumbuhan
mangrove:

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah :

1. Gelombang laut yang minimal, agar jenis tumbuhan mangrove dapat


menancapkan akarnya. (Ombak dan arus laut yang kuat akan mengganggu
perakaran mangrove).
2. Salinitas payau (pertemuan air laut dan tawar)
3. Endapan Lumpur sebagai subtrat tumbuhnya mangrove
4. Zona intertidal (pasang surut) yang lebar.

Dari faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan mangrove, bisa dicermati masalah-masalah


yang membuat bibit mangrove gagal tumbuh di lapangan. Penyebab kegagalan penanaman
mangrove :

1. Gelombang dan Arus laut yang kuat.

Jangan menanam mangrove di tempat yang tidak pernah ditumbuhi mangrove, lihat
sejarahnya dulu apakah tempat tersebut pernah ada mangrove atau tidak. Bila harus
dilakukan penanaman mangrove maka harus dibuat penahan/pemecah ombak dan
gelombang laut. Mangrove biasanya tumbuh pada daerah dengan ombak dan
gelombang laut yang tenang, seperti pada muara sungai (pertemuan air tawar dan air
laut), laguna atau di dalam teluk. Selain itu dapat juga tumbuh pada daerah bagian
belakang terumbu karang yang cukup padat.

Bibit-bibit yang belum dapat berakar dengan baik dapat dibantu dengan
mempergunakan Pipa Paralon (PVC), untuk mengurangi guncangan bibit dari
gelombang laut yang kuat.
2. Subtrat lumpur yang tidak mendukung.

Keadaan habitat perlu mendukung pertumbuhan mangrove, mungkin saja di tempat


tersebut pernah ditumbuhi mangrove, tetapi karena perubahan sifat fisik dan kimia
karena pencemaran dan sedimentasi maka habitat tersebut tidak sesuai lagi untuk
pertumbuhan mangrove.

3. Penanaman jenis pada zonasi yang tidak tepat.

Daerah mangrove terdapat zonasi pertumbuhan yang harus diperhatikan dengan baik.
Jenis yang ditanam bukan pada zonasinya akan mengalami kegagalan. Zonasi hutan
mangrove dapat ditinjau dari 2 segi yaitu zonasi menurut jenis yang dominan dan
zonasi menurut penggenangan. Jenis yang dominan seperti Zona Rhizophora karena
didominasi oleh Rhizophora sp, atau Zona Sonneratia didominasi oleh Sonneratia sp.
Sedangkan Zonasi menurut penggenangan dibagi menjadi
Zona Prosikmal, Midle dan Distal. (Baca : Zonasi Mangrove). Untuk penanaman
mangrove pada zonasi Sonneratia sebaiknya dipergunakan jenis Sonneratia sp atau
daerah yang didominasi dengan Rhizophora dipergunakan Rhizophora sp.

4. Hama dan penyakit yang menyerang

Tanaman hutan mangrove juga tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit.
Contohnya pada jenis tanaman Rhizophora ditemukan hama Zeuzera
conferta (Cossidae, Lepidoptera), Cara pengendaliannya adalah dengan
pemangkasan, penjarangan yaitu bertujuan menciptakan kondisi lingkungan yang
tidak disukai oleh serangga hama. Selain itu umumnya ditemukan hama laba-laba,
cara pengendalian untuk hama ini adalah dengan menanam vegetasi (rumput, waru,
ketapang) dan memasang bambu perangkap.

Hama lain yang menyerang jenis bakau ini adalah Planococcus lilamus, Coccus
hesperium L, Cerococcus sp, Aulacopsis sp,
Chionapsis dan Chrysomphalus ficcus, penanggulangannya adalah dengan
menggunakan insektisida Florbac Fc dan Azodrin 15 WSC. Hama yang sering
menyerang bibit mangrove adalah kepiting, yang menyerang tanaman dengan
memotong tunas muda, dan ulat daun sering menyerang daun mangrove. Terdapat 4
jenis hama pada daerah rehabilitasi mangrove yaitu Balanus amphitrite, Sesarma sp.,
Pteroma plagiophleps, dan Clibanarius sp. (Irma Dewiyanti dan Yunita, 2013)

U p a ya P en c eg a h a n K er u sa k a n E ko s i st em Ma n g ro v e

A d a b e b e r a p a h a l ya n g p e r l u d i p e r h a t i k a n d a l a m m e n j a g a e k o s i s t e m
ma n gro ve da ri ker u saka n ya it u :

1. D i b a n g u n s u a t u k o n s e p pengelolaan yang berbasis berkelanjutan


(sustainable), memiliki visi ke depan (futuretime), terintegrasinya
kepentingan ekonomi dan ekologi, dan pelibatan masyarakat dalam menjaga
hutan mangrove, meyakinkan masyarakat akan pentingnya hutan mangrove
karena banyaknya manfaat dari hutan mangrove. Peningkatan motivasi dan
kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara
bertanggungjawab.

2 . Membangun kawasan hutan lindung, yaitu kawasan hutan yang ditetapkan


fungsinyau n t u k m e l i n d u n gi k e l e s t a r i a n l i n g k u n ga n h i d u p ya n g
m e n c a k u p s u m b e r d a ya a l a m , sumberdaya buatan, dan nilai bersejarah, budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan b e r k e l a n j u t a n d a n t e r j a ga n ya
l i n g k u n ga n h i d u p d a e r a h p e s i s i r p a n t a i .

3 . M e l a k u k a n k e gi a t a n r e h a b i l i t a s i h u t a n m a n g r o v e harus
memperhatikan pola adaptasi tanaman, kesesuaian lahan dan
l i n g k u n ga n , u n t u k m e n g h i n d a r i a b r a s i a i r l a u t ya n g b e r b a t a s a n
langsung dengan kawasan hutan mangrove.

4. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman dan vegetasi. Wilayah
pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata
pantai dan wisata hutan bakau (ekoturisme) berupa wisata alam.

5. Perlu dibangun renstra pengelolaan pada ekosistem mangrove yang dapat


mengurangi tekanan m a s y a r a k a t terhadap hutan mangrove
diantaranya dilakukan p e n g a l i h a n m a t a pencaharian masyarakat,
dimana terdapat sebagian masyarakat yang masih mencari kayu m a n g r o v e u n t u k
dijual, Unt uk men gatasi hal ini maka perlu dilaku kan u pa ya
peningkatan potensi ikan di kawasan hutan mangrove yaitu
d e n g a n m e l a k u k a n penanaman mangrove sehingga mangrove dapat
menjadi tanah bibit (nursery ground) dan tanah
perikanan ( fishery ground) . Jangka panjang hal ini dapat mengurangi tekanan
masyarakat terhadap hutan mangrove untuk penjualan kayunya.
6. Adanya political will untuk mempertahankan ekosistem mangrovesebagai
upaya untuk menjaga keberadaan pulau-pulau kecil dan gugus pulau. Selain itu perlu
dibangun kawasan lebar jalur hijau hutan mangrove sebagai hutan lindung daerah
pantai (the width of mangrove green belt as coastal zone protection
forest) Jalur hijau hutan mangrove ini selain berfungsi sebagai
penyangga a t a u b u f f e r t e r h a d a p a n gi n , g e l o m b a n g d a n a r u s j u g a
m e m p u n ya i f u n g s i ( 1 ) s u m b e r produktivitas primer perairan, (2) tempat
berlindungnya organisme, (3) stabilisator proses pengendapan lumpur, (4) sebagai filter
bagi pencemaran perairan

7. Penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan yang kuat terhadap perusakan


ekosistem hutan mangrove.

Referensi :

1. Abu Muadz, 2010. Persemaian Bakau Rhizophora apiculata http://persemaian-


hutankalimantan.blogspot.com/2012/11/persemaian-bakau-rhizophora-apiculata.html
2. Anonimous, 1990. Mangrove Restoration, MarineLab - Marine Resources
Development Foundation - 51 Shoreland Drive PO Box 787. Key Largo, FL 33037.
Florida, United States. http://www.marinelab.org/mangroverestoration.html
3. Freytes William, 2010. Mangrove Restoration, Cataño, Puerto
Rico. http://www.gulfmex.org/archive/crp/5001C.html
4. Irma Dewiyanti dan Yunita, 2013. Identifikasi dan Kelimpahan Hama Penyebab
Ketidakberhasilan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove. Jurnal ILMU KELAUTAN
September 2013 Vol. 18(3):150–156. Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Semarang.
5. Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Bengen,
D.G. 2001.
6. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Penyusun : Triani

Anda mungkin juga menyukai