Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN INDUSTRI

“PEMELIHARAAN JALUR DAN GAWANGAN TANAMAN KARET”

Disusun Oleh:

Nama : Rotua Pangaribuan


NPM : E1J019070
Shift : A2
Hari/Pukul : Senin, 08.00-12.00 WIB
Dosen Pembimbing : Ir. Hermansyah, M.P.
Co-Ass : 1. Sampurno Hidayah (E1J018108)
2. Nurul Hamidah Lubis (E1J018022)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30
tahun. Habitus tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman dapat mencapai 15-20
meter. Modal utama dalam pengusahan tanaman ini adalah batang setinggi 2,5 sampai 3 meter
dimana terdapat pembuluh lateks. Oleh karena itu fokus pengelolaan tanaman karet ini adalah
bagaimana mengelola batang tanaman ini seefisien mungkin (Paimin, 2006).
Pemeliharaan , panen dan pasca panen pada tanaman karet merupakan kegiatan yang
harus diperhatikan dengan benar. Dimulai dari pemeliharaan, pemeliharaan merupakan
kegiatan perawatan tanaman karet seperti, tanaman bebas dari gulma (tanaman pengganggu),
bebas dari hama , dan kecukupan akan unsur  hara yang diperlukan tanaman, dan tidak lupa 
perawatan juga bertujuan supaya tanaman tetap sehat dan memiliki umur produktifitas yang
panjang. Setelah itu kegiatan pada panen, panen merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh hasil produksi yang tinggi dengan  mengetahui dan menggunakan cara kegiatan
penen yang baik dan benar serta mengikuti aturan. Dan diharapkan juga dapat menghasilkan
keuntungan yang berkesinambungan. kegiatan yang terakhir yaitu pasca panen, merupakan
kegiatan pengolahan bahan mentah hingga menjadi bahan jadi yang siap dipasarkan. Kegiatan
ini juga penting untuk diperhatikan karena jika tidak maka bahan jadi pada Unit Usaha ini
akan kalah bersaing dengan produk jadi dari negara lain. Hal yang harus diperhatikan dalam
kegiatan ini yaitu kebersihan dari kontaminasi, karena hal tersebut merupakan kunci dari
produk yang berkualitas.

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum kali ini, yaitu
1. untuk memelihara tanaman karet yang masih tergolong dalam tanaman belum
menghasilkan (TBM).
2. Untuk mengetahui cara penyadapan tanaman karet yang benar dan tepat

1.1. Manfaat Praktikum


Sebagai pengetahuan dan simulasi teknik pemeliharaan tanaman industri karet dan
cara pemanenan yang baik dan benar dalam pelaksanaan perkebunan tanaman industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kegiatan pemanenan pada tanaman karet (Hevea brasiliensis) sangat spesifik bila
dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya karena yang dipanen adalah metabolit
sekundernya (cis-Polyisoprene) (Gronover et al., 2011). Berbeda dengan spesies penghasil
lateks lainnya seperti guayule (Parthenium argentatum) dan Russian dandelion (Taraxacum
kok-saghyz) yang merupakan tanaman semusim dimana ekstraksi lateks dilakukan dengan
memanen seluruh bagian tanaman (van Beilen dan Poirier, 2007; Perumal et al., 2013), H.
braliensis merupakan tanaman tahunan berumur panjang sehingga pemanenan lateks memiliki
tantangan tersendiri yaitu mendapatkan lateks sebanyak mungkin dalam jangka waktu yang
lama.
Biosintesis karet berlangsung dalam laticifer, sel khusus yang dimiliki oleh setiap
spesies penghasil lateks (Prado dan Demarco, 2018). Pada tanaman karet, lateks dapat
ditemukan hampir di seluruh organ tanaman meliputi akar, batang, cabang, daun, bahkan
endosperm biji. Pemanenan lateks pada H. brasiliensis dilakukan dengan penyadapan yaitu
mengiris kulit karet untuk mengeluarkan lateks dari jaringan tanaman. Penyadapan umumnya
dilakukan di batang karena secara teknis lebih mudah dan dapat dilakukan dalam jangka
panjang. Saat ini klon-klon yang dibudidayakan secara luas memiliki potensi produksi tinggi
dan secara teoritis masih dapat ditingkatkan (Priyadarshan et al., 2009). Seiring tuntutan
medapatkan lateks sebanyak mungkin, penyadapan dilakukan secara terstruktur meliputi
panjang alur, frekuensi penyadapan, dan aplikasi stimulan. Eksploitasi tanaman karet
membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Stimulan lateks, bahan kimia mengandung
etefon, pada awalnya diperkenalkan untuk mengurangi biaya tenaga kerja melalui
pengurangan frekuensi sadap namun produksi tetap dapat di-pertahankan. Saat ini aplikasi
stimulan sudah merupakan bagian terintegrasi dari sistem sadap. Dalam kondisi dimana
panjang alur dan frekuensi sadap tidak dapat dimodifikasi, aplikasi stimulan merupakan kunci
pencapaian produksi di lapangan (Atminingsih et al., 2019).
Penerapan sistem sadap mengalami perkem-bangan signifikan dalam beberapa dekade
terakhir. Beberapa modifikasi cara pemanenan lateks di antaranya sistem sadap tusuk
(puncture tapping system) (de Soyza and Samaranayake, 1983), penyadapan ke arah atas
(upward tapping system) (Obouayeba et al., 2008), penyadapan ganda (double cut tapping
system) (Nhean et al., 2017), dan sistem sadap bergantian (alternate tapping system) telah
diteliti dalam upaya meningkatkan produksi lateks. Sebagian teknik penyadapan tersebut terus
digunakan hingga saat ini. Pendekatan fisiologi mulai mendapat perhatian setelah beberapa
klon baru menunjukkan respons yang berbeda terhadap sistem sadap yang diterapkan. Hasil-
hasil penelitian me-nunjukkan bahwa potensi klon dapat diotimalkan dengan sistem sadap
yang spesifik. Hal ini mendasari penerapan sistem sadap tipologi klon yang membedakan pe-
nyadapan berdasarkan tingkat metabolisme tanaman (Sumarmadji et al., 2012; Lacote et al.,
2013). Meskipun sistem pemanenan lateks H. brasiliensis terus mengalami perubahan, prinsip
dasar penyadapan tetap sama yaitu metode mendapatkan lateks sebanyak-banyaknya.
Sebagian besar masyarakat, bahkan sebagian praktisi dan akademisi, beranggapan
bahwa penyadapan hanya mengiris kulit batang karet dan menampung getahnya. Namun
sebenarnya sistem pemanenan lateks melibatkan banyak aspek yang menentukan produksi
yang diperoleh. Artikel ini menyajikan perkembangan sistem pemanenan lateks H.
brasiliensis, inovasi-inovasi yang pernah dikembangkan, serta kondisi agribisnis karet saat ini
dan dampaknya terhadap sistem sadap yang diterapkan. Informasi ini bermanfaat bagi pelaku
agribisnis karet, praktisi, peneliti, akademisi untuk memahami teknis pemanenan lateks,
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil, dan teknologi sistem sadap di masa yang akan
datang.
Sistem sadap tradisional Tonggak sejarah penyebaran dan budidaya tanaman karet
adalah ketika Sir Henry Wickham (tahun 1876) mengumpulkan 70.000 biji karet dari hulu
sungai Amazon di Amerika Selatan kemudian membawanya ke Kew Botanical Gardens di
London, Inggris. Kecambah-kecambah tersebut kemudian disebarluaskan ke negara-negara
koloni Inggris pada masa itu meliputi Sri Lanka, Malaysia, Singapore, and India (Simmons,
2008; Priyadarshan, 2011). Tanaman karet pertama kali diintroduksi ke Indonesia dari
Singapura yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada awal abad ke-20, pembangunan
perkebunan karet besar-besaran dilakukan di Asia Tenggara sebagaimana dilaporkan oleh
Jacques Huber, seorang botanist berkebangsaan Swiss (Castro et al., 2009).
Pada awal perkembangan perkebunan karet, karena pengetahuan mengenai spesies H.
brasiliensis masih terbatas, penyadapan dilakukan tanpa pola hanya bertujuan untuk
mendapatkan lateks sebanyak-banyaknya. Karena lateks diperoleh dengan cara melukai kulit
tanaman, maka pendekatan yang ditempuh untuk meningkatkan produksi pada masa itu
adalah dengan penggunaan banyak irisan bahkan sampai ke percabangan (Gambar 1A).
Penggunaan banyak irisan tidak hanya diterapkan pada tanaman tua tapi juga pada tanaman
muda yang produktif..
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum


Adapun waktu dan lokasi praktikum acara ini adalah sebagai berikut :
Waktu : Sabtu, 19 Maret 2022 pada jam 07.00-12.00 WIB.
Tempat : Zona Pertanian Terpadu, Medan Baru Fakultas Pertanian UNIB.

3.1. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu :
1. Cangkul
2. Parang
3. Arit
4. Toa
5. Pupuk UREA,KCL dan SP 36
6. Alat Sadap

3.2. Metode Pelaksanaan


Adapun metode pelaksanaan praktikum kali ini yaitu:
1. Membabat semak, belukar, dan ilalang yang ada pada daerah perkebunan dengan
menggunakan parang. Kemudian semak, belukar, dan ilalang yang telah dibabat
dikumpulkan pada 1 tempat.
2. Membuat piringan dengan ukuran diameter atau lingkaran 1 m dari tanaman.
Pembuatan piringan meliputi: penyiangan.
3. Memberi pupuk urea : TSP : KCl = 30 g : 15 g : 15 g, mencapurkan pupuk tersebut
dan disebarkan merata pada alur lingkar tanaman berjarak 20 cm (dalam alur
secukupnya).
4. Mempelajari cara nyadap yang benar dan tepat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Adapun hasil dari praktikum kali ini, yaitu :
No Kegiatan Gambar
1 Membersihkan/Membabat
semak, belukar, dan
ilalang Serta gulma
disekitar area perkebunan

2 Membuat piringan serta


membersihkan gulma di
sekeliling pohon karet

3 Membuat lubang untuk


meletakkan pupuk

4 Pemberian pupuk pada


lubang yang sudah
dicangkl/dibuat
5 Penampung latek sadap,
dengan bentuk condong
kedalam melengkung
kedalam

6 Setelah melakukan
kegiatan praktikum

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman karet yang
dilakukan di Zona Pertanian Terpadu, Medan Baru. Adapun kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan berupa pembabatan, penyiangan, pembuatan piringan, dan pemupukan serta belajar
menyadap karet.
Pemeliharaan karet dilakukan dengan membersihkan semak belukar pada areal
perkebunan seacara manual dengan menggunakan parang. Penyiangan gulma ini dapat
dilakukan minimal 4 kali dalam setahun pada areal perkebunan. Karena dengan adanya gulma
ini maka dapat terjadi kompetisi antara tanaman budidaya dan gulma. Jika tidak dilakukan
pembabatan atau penyiangan maka dikhawatirkan akan terjadi kompetisi antara tanaman
budidaya dan gulma dalam perebutan unsur hara, air, dan cahaya matahari.Penyiangan atau
penebasan vegetasi hutan yang tumbuh di sekitar tanaman karet dilakukan satu sampai dua
kali setahun pada awal pertumbuhan, dan maksimal sekali setahun sampai karet siap disadap.
Selama masa pertumbuhan karet, kebun berkembang menjadi seperti hutan dengan karet
sebagai komoditas utama yang tumbuh bersama dengan jenis pohon kayu, buah-buahan, rotan
atau tanaman obat lainnya.
Selanjutnya penyiangan tanaman karet pada dua tahun pertama dilakukan hanya pada
baris tanaman karet selebar 1 m ke kiri dan 1 m ke kanan setiap 2-3 bulan dan selebar 1,5 m
ke kiri dan ke kanan setiap 4-6 bulan pada tahun selanjutnya. Penyiangan secara manual
dilakukan dengan cara membuang rumput dan vegetasi lain menggunakan cangkul,
pembuatan teras di barisan dan penebasan vegetasi lainnya. Penyiangan juga dapat dilakukan
secara kimiawi menggunakan herbisida (Budi, 2008).
Kemudian pemupukan dilakukan ketikan sudah dibuat piringan pada tanaman karet.
Piringan dibuat dengan diameter 1 m dari tanaman. Pembuatan piringan ini bertujuan untuk
mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan unsur hara, air, dan sinar
matahari serta mempermudah pekerjaan untuk melakukan pemupukan, penyadapan, ataupun
pada saat kontrol di lapangan. Sebelum dilakukan pemupukan secara berkala, harus dipastikan
bahwa kebun karet bebas dari tanaman penggangu. Hal ini biasa dilakukan dengan cara
pembersihan kebun karet secara rutin, sehingga bila dilakukan pemupukan ,tanaman karet
tidak bersaing dengan gulma untuk mendapatkan nutrisi. Kompetisi mendapatkan unsur hara
akan menurunkan produksi tanaman karet.
Pemupukan dilakukan dengan cara sebagai berikut : membuat parit atau alur
memanjang pada gawangan atau di tengah-tengah antara barisan tanaman, membersihkan
gulma disekitar parit/alur, pupuk ditaburkan ke dalam parit sesuai dosis dengan syarat pupuk
Sp-36 dan Urea tidak boleh dicampurkan tempatnya. Pupuk diberikan secara tugal melingkar
batang dengan jarak 100-125 cm dari pokok batang, parit yang sudah ditaburi pupuk ditutup
kembali dengan tanah. Penyadapan adalah kegiatan yang kritis pada budidaya karet, maka
penyadapan dianjurkan mematuhi aturan-aturan penyadapan karet yang benar. Aturan-aturan
penyadapan karet meliputi kegiatan penentuan matang sadap, menggambar bidang sadap,
waktu penyadapan, kemiringan sadapan (Ritonga, 2016).
Tanaman karet yang sudah matang sadap pohon dan matang sadap kebun sudah dapat
disadap. Matang sadap pohon adalah suatu kondisi dimana tanaman karet akan memberikan
hasil lateks maksimal ketika disadap tanpa menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan
kesehatan pohon karet tersebut (Widianti, 2008). Tanaman karet siap disadap pada umur
sekitar 5 -6 tahun. Pengukuran lilit batang pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit
batang sudah mencapai 45 cm atau lebih. Lilit batang diukur pada ketinggian batang 100 cm
dari pertautan okulasi untuk tanaman okulasi. Tanaman karet okulasi mempunyai lilit batang
bawah dengan bagian atas yang relatif sama (silinder), demikian juga dengan tebal kulitnya.
Tinggi bukaan sadap pada tanaman okulasi adalah 130 cm di atas pertautan okulasi.
Ketinggian ini berbeda dengan ketinggian pengukuran lilit batang untuk penentuan matang
sadap. Arah irisan sadap harus dari kiri atas ke kanan bawah, tegak lurus terhadap pembuluh
lateks. Sudut kemiringan irisan yang paling baik berkisar antara 3000–4000 terhadap bidang
datar untuk bidang sadap bawah. Pada penyadapan bidang 13 sadap atas, sudut
kemiringannya dianjurkan sebesar 450. Panjang irisan sadap adalah 1/2s (irisan
miringsepanjang ½ spiral atau lingkaran batang).
Penyadapan karet di lakukan pada tanaman pohon karet yang telah siap sadap, dalam
melakukan penyadapan karet kali ini praktikum menggunakan alat sadap yang lumayan tajam
sehingga dalam satu tarikan penyadapan kulit bagian luar tanaman telah terkelupas akan tetapi
tidak sampai mengenai kambium tanaman, tanaman yang di sadap merupakan tanaman yang
masih produktif menghasilkan lateks belum terkena penyakit atau telah turun dalam
memproduksi lateks, dalam pembuatan alur sadap saya mengalami sedikit kesulitan dimana
pisau sadap yang digunakan tidak terlalu tajam serta belumnya penguasaan teknik penyadapan
membuat alur sadap sedikit terhambat.
Dalam proses penyadapan kita juga harus mengetahui bagaimana alur sadap yang baik
dan benar apabila kita melakukan penyadapan dengan alur yang salah maka nantinya lateks
yang keluar tidak akan maksimal serta alur sadapan yang kacau tidak beraturan akan membuat
pila dari batang yang telah di sadap tidak terbentuk dengan rapi, dalam proses penyadapan ini
juga terdapat beberapa aspek yang harus diketahui dimana kita harus mengetahui sudah
berapa tahun usia pohon yang akan kita sadap setalah itu kita juga mengetahui kedalaman dari
sadapan kita apakah alur sadap yang kita lakukan mengenai cambium dari batang pohon itu
sendiri atau belum jika dalam proses penyadapan kita mengenai kambium terlalu dalam maka
akan menyebabkan terjadinya pengeluaran lateks yang bayak dari pohon akan tetapi hasil itu
tidak akan bertahan lama karena tanaman yang di budidayakan akan turun produksi, maka
dari itu untuk mengurangi atau untuk menghidari hal tersebut maka pada saat penyadapan
harus di perhatikan kedalaman dari alur sadap yang kita lakukan.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini, yaitu :
1. Pemeliharaan tanaman karet penting dilakukan untuk menjaga kestabilan atau
meningkatkan hasil produksi. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi pembabatan,
penyiangan, pembuatan piringan, dan pemupukan serta penyadapan
2. Dalam melakukan penyadapan kita harus mengetahui teknik penyadapan dengan baik
dan benar agar hasil sadapan yang akan keluar nantinya dapat maksimal dan sesuai
dengan yang kita harapkan, dalam proses penyadapan sendiri hal yang perlu di
perhatikan yakni seberapa dalam alur sadap yang kita buat, serta berapa umur tanaman
atau batang yang semestinya sudah siap panen.

5.2. Saran
Ketika melakukan praktikum sebaiknya praktikan diharapkan melaksanakannya
dengan sungguh-sungguh supaya paham dan juga alat untuk praktikum sebaiknya harus
disediakan dengan alat yang bagus dan banyak supaya dalam melakukan praktikum
dilapangan cepat dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, D.S., E. Herlinawati, and M. Aji. 2013. Financial analyses on d4 tapping as
alternative to d3 in rubber plantation of South Sumatra. International Rubber
Conference 2017: 841-849.
Atminingsih, R. Tistama, Junaidi, and I. Saban. 2019. The effect of high stimulant
concentration on the yield and dry rubber content of high metabolic clone RRIM 911
in low-tapping frequency practice. AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian 22: 11–17. DOI:
10.30596/agrium.v21i3.2456
Baffes, J., and J. Wu. 2018. Raw materials outlook: cotton, rubber prices to stabilize in 2019.
World Bank Blogs. http://blogs.worldbank.org/developmenttalk/raw-materials-
outlook-cotton-rubber-prices-stabilize-2019
Bukit, E., A.D. Sagala, and Karyudi. 2006. Kajian ekonomi penggunaan klon karet anjuran
Quick starter dan Slow starter. Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman
Karet, Medan 4-6 September 2006.
Castro, A.R. de M., N. Sanjad, and D. dos S. Romeiro 2009. From rubber tree homeland to
rubber tree plantation: Jacques Huber and his studies on the culture of heveas in the
East (1911-1912). Boletimdo Museu Paraense 4: 503–545. DOI: 10.1590/S1981-
81222009000300011
Dalimunthe, C.I., Z. Fairuzah, dan A. Daslin. 2015. Ketahanan lapangan tanaman karet klon
IRR seri 100 terhadap tiga patogen penting penyakit gugur daun. Jurnal Penelitian
Karet 33: 35–46. DOI: 10.22302/jpk.v33i1.169
Darojat, M.R. dan Sayurandi. 2018. Status klon-klon karet seri IRR hasil kegiatan pemuliaan
Indonesia dan adopsinya di perkebunan karet Indonesia. Perspektif 17: 150-165. DOI:
10.21082/psp.v17n2.2018
Daslin, A. 2013. Produktivitas klon karet pada berbagai kondisi lingkungan di perkebunan.
AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian 18: 1-6. DOI: 10.30596/agrium.v18i1.337Budiman,
H. 2012. Budidaya Karet Unggul. Pustaka Baru Press, Yokyakarta
Lacote, R., A. Doumbia, S. Obouayeba, and E. Gohet. 2013. Sustainable rubber production
through good latex harvesting practices: stimulation based on clonal latex functional
typology and tapping panel management. IRRDB Workshop on Latex Harvesting
Technology, Binh Duong, 19-22 November 2013, 1-18.
Mathurin, O.K., Kuadiou, D., Francis, S.E., Angeline, E.A., Sekou, D., Obuayeba, S.,
Jules, K.Z. Agricultural practices in Cote’ D’Ivoire andappariton and development of
tapping panel dryness in (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). International Journal of
current agricultural sciences 6(7):74-80.

Anda mungkin juga menyukai